• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMUJAAN TERHADAP BHATARI SRI SEBAGAI DEWI KEMAKMURAN DALAM LONTAR DHARMAN PAMACUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMUJAAN TERHADAP BHATARI SRI SEBAGAI DEWI KEMAKMURAN DALAM LONTAR DHARMAN PAMACUL"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

38

PEMUJAAN TERHADAP BHATARI SRI SEBAGAI DEWI KEMAKMURAN DALAM LONTAR DHARMAN PAMACUL

I WAYAN ARTAYASA

Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yanarta84@gmail.com

ABSTRACT

The shifting pattern of life of agricultural society causes the agrarian culture to be neglected. Ceremonies and ceremonies that are usually carried out in the framework of the process before planting the rice until the rice harvest has undergone a change. So is the pattern of cultivation that has traditionally been turned into a modern pattern that uses technology and pursue rapid results. In peroses pest control also uses vestisida and toxins that are harmful to the environment and ruin the life of wetland ecosystems. The most important thing in agriculture is the water channel or irrigation has been switching function and the existing water has begun to be contaminated by waste. Local wisdom that must be re-disclosed about the importance of agrarian culture that has become an ancestral heritage that can be used as guidance in the cultivation is palm leaf dharman pamacul. Lontar contains about the procedures and guidance in ceremonies and upakara especially in the field of agriculture and water management and how to overcome pests in the fields. By understanding the contents of palm leaf dharman pamacul can provide an understanding of the importance of mengeen environment, especially paddy fields that can provide welfare in the field of food and glorify rice as a manifestation of Bhatari Sri who is a goddess of prosperity.

Keywords: Worship of Bhatari Sri, Lontar Dharman Pamacul, Goddess of prosperity.

ABSTRAK

Pergeseran pola kehidupan masyarakat pertanian menyebabkan budaya agraris menjadi terabaikan. Upacara dan upakara yang biasanya dilaksanakan dalam rangka proses sebelum menanam padi sampai masa panen padi sudah mengalami perubahan. Begitu juga pola tanam yang secara tradisional sudah beralih menjadi pola modern yang menggunakan teknologi dan mengejar hasil yang cepat. Dalam peroses pengendalian hama juga menggunakan vestisida dan racun yang berbahaya bagi lingkungan dan merusak kehidupan ekosistem sawah. Hal terpenting lagi dalam pertanian adalah saluran air atau irigasi sudah beralih fungsi dan air yang ada sudah mulai tercemar oleh limbah. Kearifan lokal yang harus kembali diungkapkan tentang pentingnya budaya agraris yang sudah menjadi warisan leluhur yang dapat dijadikan pedoman dalam bercocok tanam adalah lontar dharman pamacul. Lontar ini berisikan tentang tata cara dan tuntunan dalam upacara dan upakara khususnya dibidang pertanian dan pengelolaan air serta cara mengatasi hama di sawah. Dengan memahami isi lontar dharman pamacul dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya mengaja lingkungan khususnya persawahan yang dapat memberikan kesejahtraan dalam bidang pangan dan memuliakan padi sebagai manifestasi Bhatari Sri yang merupakan dewi kemakmuran.

Kata kunci: Pemujaan Bhatari Sri, Lontar Dharman Pamacul, Dewi kemakmuran.

I. PENDAHULUAN

Kehidupan pertanian masyarakat pedesaan sudah mulai mengalami pergeseran, baik upacara, upakara dan pola tanam. Upacara dan upakara yang dilakukan sebelum menanam padi sampai padi siap dipanen dan diolah menjadi beras sudah mengalami perubahan. Begitu pula dengan Penanaman padi lokal sudah diganti dengan varitas baru yang masa panennya lebih cepat. Hal ini berdampak pada pola tanam yang dahulu secara tradisional menjadi pola modern yang menggunakan teknologi. Petani lebih cenderung mengejar hasil yang cepat dan bahkan mengabaikan cara-cara pertanian

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA FAKULTAS DHARMA ACARYA

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR PROSIDING

SEMINAR NASIONAL BAHASA DAN BUDAYA 2017 ISBN: 978-602-50777-0-8

(2)

39

tradisional yang sudah diwarisi turun-temurun yang merupakan warisan budaya agraris yang tidak ternilai harganya.

Cara pertanian modern yang merusak alam seperti menggunakan vestisida dan bahan-bahan kimia secara tidak langsung berdampak pada lingkungan dan kenyamanan kehidupan. Kehidupan sosial dan budaya pun menjadi berubah. Seperti halnya ketika jaman dahulu masih banyak orang menangkap belut, mencari katak, dan keong di sawah untuk dimakan sebagai lauk. Tetapi sekarang keberadaan hewan-hewan sawah seperti belut, katak, keong, belauk, dan lain sebagainya mulai jarang ditemui. Semua itu disebabkan pola tanam, vestisida, dan peralihan teknologi yang digunakan dalam dunia pertanian. Teknologi pertanian memang dirasa banyak memberikan kontribusi bagi kehidupan petani. Akan tetapi perubahan pola tanam yang dilakukan juga berdampak memudarnya solidaritas dan gotong-royong masyarakat khususnya petani. Seperti halnya sekarang sekaa-sekaa nandur, manyi, dan maboros sudah jarang ditemui.

Kearifan lokal yang harus kembali diungkapkan lewat budaya dan tradisi lokal khususnya dalam dunia pertanian, akan memberikan dampak kepada masyarakat petani dalam hal menjaga lingkungan dan memberikan kesejahteraan hidup. Seperti halnya kearifan lokal dalam pengelolaan sawah, masyarakat telah mewarisi Lontar Dharman Pamacul. Lontar ini memberikan gambaran kepada para petani khususnya tentang tatacara dan tuntunan melaksanakan upacara dan proses mulai dari penanaman padi sampai masa panen. Tanaman padi khususnya bagi masyarakat Hindu di Bali mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Padi dimuliakan sebagai Bhatari Sri yang memberikan kemakmuran. Oleh karena itu dalam hal ini, pemujaan terhadap Bhatari Sri sebagai dewi kemakmuran dalam Lontar Dharman Pamacul Perlu diungkapkan lebih lanjut. Sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat khususnya para petani dijaman modern sekarang ini.

II. PEMBAHASAN

Pelaksanaan upacara yadnya yang dilakukan di sawah sebelum masa tanam merupakan hal wajib yang harus dilakukan oleh para petani. Hal ini bertujuan supaya apa yang ditanam dapat tumbuh subur dan menghasilkan. Dalam lontar dharman pamacul sudah dijelaskan runtutan pelaksanaan upacara yang berhubungan dengan penanaman padi seperti; mapag toya (upacara yang bertujuan untuk mencari air dari empelan (bendungan) kemudian dialirkan ke masing-masing lahan pertanian), ngendagin (permulaan mengolah tanah), ngurit (menyemai padi), nandur ( menanam padi), upacara padi setelah berumur 12 hari, upacara padi berumur 17 hari, upacara padi berumur 27 hari, upacara padi berumur 35 hari, upacara padi berumur 42 hari, upacara padi pada saat beling, upacara pada saat mlupusin, upacara mabiukukung, upacara padi berumur 3 bulan, upacara padi berumur 4 bulan.

Rangkaian upacara dan upakara yang dilaksanakan sebelum memulai menanam padi dan padi akan siap dipanen merupakan rangkaian proses yang bertujuan untuk penyucian padi. Perlakuan yang istimewa terhadap padi khususnya di sawah diharapkaan padi yang ditanam akan tumbuh subur dan tidak terserang oleh hama. Dengan adanya proses tersebut, keberadaan padi sebagai manifestasi Bhatari Sri akan dapat memberikan kemakmuran bagi masyarakat.

Sebagai bentuk kearifan lokal dalam rangkaian upacara dan upakara yang dilaksanakan masyarakat petani mulai dari awal sebelum menanam padi sampai masa panen menunjukan bahwa padi sebagai manifestasi Bhatari Sri mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Seperti mulai menanam padi dipilih sasih dyesta, sada, kasa hal ini

(3)

40

menujukkan bahwa pada sasih ini sudah mulai akan turun hujan. Dengan adanya air yang cukup maka padi akan tumbuh dengan baik dan subur. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Nihan dewasa sasawahan, yan nandur pari, nuju sasih dyesta, sada, ka 1, pari alang-alang winih, penjor dapdap, ca., sega putih, iwak putih antiga, cawunia 5, lamak, ma., Sanghyang Indra haneng purwa, mijil sakalangan anguripa sarwa tumuwuh sinamaya

anutugakena tahun. (dharman pamacul 38a)

Terjemahan:

Ini dewasa atau hari baik di sawah, apabila menanam padi, pada bulan atau sasih dyesta, sada, kasa. Padi disemai, penjor dapdap, carunya, nasi putih, dagingnya putih telor, sesajennya 5, lamak, mantra; Sanghyang Indra haneng purwa, mijil sakalangan anguripa sarwa tumuwuh sinamaya anutugakena tahun.

Masa panen padi juga akan memberikan dampak terhadap hasil yang akan diperoleh maka dari itu dipilih padewasan atau hari baik. Hari-hari baik yang dipilih untuk memanen padi adalah saniscara atau sabtu paing wuku gumbreg, sabtu paing wuku Pahang, sabtu paing wuku Matal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Iti Sri kulikulik nga, dewasa ngalapin, lwirnia, sa., pwa., gumbreg, sa, pwa, Pahang,

Sa., pwa, matal, ika ayu kabeh, cawunia anut astawara. (dharman pamacul 38b)

Terjemahan:

Ini sri kulikulik namanya, dewasa hari baik untuk memanen padi, seperti Saniscara Paing wuku Gumbreg, Saniscara Paing Wuku Pahang, Saniscara paing wuku Matal, sesajennya sesuai dengan Astawara.

Setelah padi sudah siap dipanen ada upacara yang harus dillaksanakan seperti: Upacara pada saat manyi, upacara padi ketika di lumbung, dan menyimpan beras di pulu. Disinilah letak perbedaan masyarakat Hindu yang merupakan kerifan lokal yang harus terus dijaga dan keberadaannya harus tetap diperhatikan. Sebagai sebuah pengetahuan tentang kewajiban petani dalam mengolah sawah dan tata cara memuliakan padi sebagai manifestasi Bhatari Sri yang memberikan kemakmuran, maka dapat dikutip beberapa hal yang menunjukkan pentingnya Lontar Dharman Pamacul dipakai sebagai tuntunan mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup.

Setelah padi di panen maka di simpan dalam lumbung, adapun hari-hari baik menyimpan padi dapat dilihat pada kutipan berikut.

Dewasa ngunggahaken pari ring lumbung, anut Triwara, Dwa., kowos, ka., sring

matanuy, ba ya, ayu. (dharman pamacul 18a)

Terjemahan:

Dewasa atau hari baik menyimpan padi di lumbung sesuai dengan Triwara, dwa berarti pasah menyebabkan boros, ka berarti kajeng sering tertulis, ba berarti basah atau beteng itulah yang disebut dewasa baik.

Padi yang sudah dipanen oleh masyarakat tidak ditempatkandisembarangan tempat. Hal ini merupakan cerminan masyarakat agraris yang memuliakan padi sebagai manifestasi Bhatari Sri yang diyakini memberikan kemakmuran dan kesejahteraan hidup. Padi yang sudah dipanen akan disimpan di lumbung atau jineng sehingga aman dan tidak rusak. Dengan menyimpan padi di lumbung kebutuhan pangan masyarakat akan tetap terjaga dan tidak kekurangan bahan makanan. Dalam Lontar Dharman Pamacul dijelaskan bahwa penyimpanan padi setelah dipanen harus mengikuti etika dan tata karma, seperti pada kutipan berikut.

(4)

41

Kramaning ngunggahang pari mwang nini ring lumbung adyus rumuhun, alelenga, asuri, raris ngabakti, wawu munggah, phalania asih Bhatari Sri, tan kurang boga,

mwang dirge yusa… (dharman pamacul 18a)

Terjemahan:

Tata cara menyimpan padi dan bhatari nini di lumbung terlebih dahulu mandi, bergembira, tidak berpikir jelek, kemudian sembahyang baru naik ke lumbung. Hasilnya Bhatari Sri menjadi asih, tidak kurang makanan, dan panjang umur.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa proses penyimpanan padi di lumbung terlebih dahulu harus mandi. Hal ini bertujuan supaya secara lahiriah tubuh menjadi bersih dan tidak kotor. Dengan melakukan persembahyangan dan berpikir yang baik akan mempengaruhi jiwa dan raga sehingga Bhatari Sri selalu memberkati dan tidak kekurangan makanan dan panjang umur.

Perosesi upacara dan upakara terhadap padi sebagai manifestasi Bhatari Sri sebagai dewi kemakmuran dilaksanakan berdasarkan hari-hari yang baik dan tidak sembarangan. Begitu juga beliau dimuliakan dan distanakan sesuai dengan tempatnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Malih yan sira makreti ring Bhatari sri, wenang maresik-resik ring umah, ring sanggar, ring natar tekeng lebuh, tur mangda netepang mabanten, pamargine ring umah, nuju dina, ca., u., tolu, bhatari sri turun ring lumbung, ngungsi ring wadah bras, mebanten sega sagulung, iwaknia jajron bawi, mabasa mica ginten, kang sinambat bhatari sri naga gati. Bu., U., Julungwangi, Bhatari sri turun ring bale, ngungsi ka paturon, mabanten nasi mwadah clemik, dwang tanding kang sinambat, Bhatari Sri Lulutati. Su., U Langkir, Bhatari Sri turun ring sumur, dumunung ring sanggar, mabanten tadah sukla, kang sinambat, Bhatari Sri Dewa Gati. Ra., U., Mrakih, Bhatari Sri turun ring tukad ngungsi ring jun inem, mabanten nasi makacang ijo, nyuh sineseb, iwaknia, taluh siap, kang sinambat, bhatari Sri Gati. A., U., Uye, Bhatari Sri turun ring karang, ngungsi ring kandang, mabanten canang sari don agenep, kang sinambat Bhatari Sri Kumarasati. Wra., U., Wugu, Bhatari Sri turun ring sawah, ngungsi ka lumbung, mabanten sarwa pawitra, kang sinambat, Bhatari Sri Gati. Sa., U., Watugunung, Bhatari Sri turun ring pawon ngungsi ring plangkiran pawone, mabanten sarwa bang, kang sinambat, Bhatari Sri Brahma Gati. Phalania inih tan kurang bras, mwang pipis, bratania. Aywa nyapuh natar kalaning wengi, nguwu bras, muwupang, ngruk payuk jakan, ngemplongan sokasi, muyungin jun inem, ngenahang senggawuk ring wadah bras, ngaduki oran di pulune, yan mangkana, katemah ring Bhatari Sri, awet kurang

pangan, mwang inum. (dharman pamacul 20a-21a)

Terjemahan:

Apalagi kalau melaksanakan upacara terhadap Bhatari Sri, harus melaksanakan pembersihan di rumah, di sanggah, di halaman dan jalan dan juga selalu tetap mebanten, dilaksanakan di rumah, pada hari Saniscara Umanis Tolu, Bhatari Sri turun dari lumbung menuju ke tempat beras mebanten nasi sagulung, dagingnya jejeron babi, mabasa mica mica ginten, disebut Bhatari Sri Naga Gati. Budha Umanis Julugwangi, Bhatari Sri turun dari bale menuju tempat tidur, mebanten nasi beralaskan celemik, 2 tanding, disebut Bhatari Sri Lulutati. Sukra Umanis Langkir Bhatari Sri turun di sumur, berada di sanggah, mebanten tadah sukla,disebut Bhatari Sri Dewa Gati. Ra umanis Merakih, Bhatari Sri turun di sungai menuju ke tempat penyimpanan air, mebanten nasi bubur kacang ijo, kelapa yang disayat, dagingnya telur ayam, disebut Bhatari Sri Gati. Anggara umanis Uye, Bhatari Sri turun di halaman menuju ke kandang, mempersembahkan banten canang sari lengkap, disebut Bhatari Sri Kumarasati.

(5)

42

Wraspati Umanis wugu, Bhatari Sri turun ring sawah menuju ke lumbung mebanten sarwa pabersihan, itu disebut Bhatari Sri Gati. Saniscara Umanis Watugunung, Bhatari Sri turun di dapur berada di pelangkiran dapur, mebanten sarwa merah, disebut Bhatari Sri Brahma Gati, hasilnya mudah, tidak kekurangan beras, juga uang. Pantangannya jangan menyapu halaman pada malam hari, menakar beras, membeli beras, menghabiskan nasi pada periuk, memukul bakul tempat nasi, mengosongkan tempayan tempat air, menaruh sengauk pada tempat beras, mengaduk nasi campuran pada bejana tempat beras, kalau seperti itu dilakukann maka dikutuk oleh Bhatari Sri, selalu kekurangan bahan makanan, dan minum.

Masyarakat percaya bahwa dengan melaksanakan upacara dan upakara sesuai dengan hari baik maka kemakmuran akan dapat dicapai. Begitu juga pada saat mengupacarai padi ada beberapa pantangan yang harus dilaksakan seperti tidak menyapu halaman pada malam hari, menakar dan membeli beras, menghabiskan nasi, mengosongkan tempayan tempat air, dan lainnya maka akan dikutuk oleh Bhatari Sri sehingga menyebabkan kekurangan bahan makanan dan minum.

III. PENUTUP

Kearifan lokal dalam Lontar Dharman Pamacul merupakan cerminan dari hubungan harmonis antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan. Konsep ajaran Tri Hita Karana memberikan gambaran tentang bagaimana dalam dunia pertanian khususnya memberikan dampak yang sangat besar dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Pemenuhan kebutuhan hidup, khususnya pangan akan selalu tersedia apabila petani dan lahan persawahan yang dikelola tetap terjaga dan dipelihara dengan baik. Begitu pula tradisi yang berkaitan dengan tatacara dan tuntunan mengolah sawah dapat terus diwariskan kepada generasi penerus sehingga kebutuhan pangan tetap terpenuhi. Dengan memuliakan dan menstanakan padi sebagai manifestasi bhatari sri akan selalu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran dalam hidup ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anom, I Gusti Ketut, dkk. 2008 Kamus Bali-Indonesia Beraksara Bali dan Latin. Denpasar: Dinas Kebudayaan Kota Denpasar.

Sirtha, Nyoman. 2008. Subak: Konsep Pertanian Religius. Surabaya: Paramita.

Sura, I Gede dkk. 2002. Kamus Istilah Agama Hindu. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali.

Warna, dkk. 1993. Kamus Bali-Indonesia. Denpasar: Dinas Pendidikan Dasar Propinsi Bali.

Wiana, I Ketut. 2002. Makna Upacara Yadnya dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Zoetmulder, P.J. S.O. Robson. 2011. Kamus Jawa Kuna- Indonesia. Cetakan keenam (Diterjemahkan Oleh Darusuprapta dan Sumarti Suprayitna). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Alih Aksara Lontar Dharman Pamacul Unit Pelaksana Daerah (UPD) Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu pemegang saham juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya deviden yang dibagikan, sedangkan dari sisi perusahaan, kebijakan deviden sangat

Kelompok ikan 1 mempunyai distribusi yang luas di perairan waduk ini, dan kelompok tersebut berasosiasi cukup kuat terhadap kelom- pok pakan 2 (tumbuhan, detritus dan zooplank-

Ia belajar para pemimpin politik di Amerika Serikat, dan menyarankan bahwa kepemimpinan dapat dinyatakan dalam dua berbeda bentuk, transformasional atau

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh pelatihan terhadap kinerja, hasil ini menunjukkan bahwa diperoleh hasil bahwa pelatihan berpengaruh

Simpulan yang dapat diambil dari proses perancangan, simulasi serta realisasi dari antena Ultra Wide Band Omnidirectional pada frekuensi 6-12 GHz untuk aplikasi

Terlihat sosok pemuda yang sedang menjulurkan lidahnya hanya untuk menyentuh atau menjilat bentuk yang terdiri dari garis-garis serta bulat yang menyerupai payudara

Didapatkan hasil yaitu faktor yang paling berperan adalah lingkungan atau konteks remaja; 48% responden yang menyatakan hal tersebut, dengan 24% karena melihat teman teman

PHQFDQWXPNDQ QDPD GRNWHU 6XUDW ,]LQ 3UDNWLN 6,3 GRNWHU DODPDW SUDNWLN GRNWHU QDPD SDVLHQ QDPD REDW GDQ NRPSRVLVL SDGD UHVHS \DQJ GL WHOLWL +DVLO SHQHOLWLDQ \DQJ GLODNXNDQ