• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Karakter adalah seluruh kebaikan yang membentuk kualitas mental atau moral, kekuatan moral, dan reputasi seseorang yang tidak diwariskan namun dibangun secara berkesinambungan hari demi hari, sehingga memfokuskan tingkah laku orang tersebut dalam mengaplikasikan nilai kebaikan (Andrianto, 2011; Kurtus, 1997; Lickona, 2003; Muchlas & Hariyanto, 2011; Sudewo, 2011). Lickona (1991) mengemukakan bahwa karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan satu sama lain yaitu, moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), moral behavior (perilaku moral). Dan menurut Zubaedi (2011) karakter yang baik terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good), keinginan terhadap kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing the good).

Saat ini, mudah terlihat adanya karakter yang belum mampu menghadapi tantangan dan permasalahan hidup karena pengecut atau tidak berani, tidak percaya diri, adanya kecemasan, kemalasan, menyerah, tidak mau mencoba, berbohong, memaksakan kehendak sendiri kepada orang lain, kurang mampu bersosialisasi, perilaku agresif, depresi, lamban, lesu, dan merasa tak bernyawa. (Arismantoro, 2008; Lickona, 1991; Peterson & Seligman, 2004). Sehingga, muncul perilaku sebagian masyarakat yang mengindikasikan karakter lemah, terlihat dari perilaku hidup tanpa norma yang mengakibatkan munculnya masalah-masalah moral, mulai dari masalah ketamakan dan ketidakjujuran hingga tindak kekerasan, dan pengabaian diri (Arismantoro, 2008; Lickona, 1991).

Untuk menghindari munculnya karakter yang lemah, maka diharapkan terwujudnya karakter yang baik untuk menjadi generasi yang unggul, salah satunya adalah dengan memiliki karakter courage. Seperti yang disampaikan oleh Peterson & Seligman (2004), Karakter courage merupakan karakter yang penting dimiliki oleh individu, karena karakter courage merupakan kekuatan emosional yang melibatkan pelaksanaan kehendak untuk mencapai tujuan dalam menghadapi oposisi, baik itu

(2)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tantangan eksternal maupun tantangan internal. Aspek-aspek yang terdapat dalam karakter courage adalah keberanian dalam melakukan sesuatu, gigih dalam menghadapi tantangan, berperilaku baik terhadap orang lain dengan tulus, dan semangat sehingga selalu aktif dan ceria (Peterson & Seligman, 2004). Ketika seseorang memiliki karakter courage, diharapkan cerdas dalam kehidupan sehari-harinya, serta mampu mencapai tujuannya dengan melakukan semua upaya dan mampu menghadapi segala tantangan, sehingga menjadi pribadi yang unggul dan tangguh (Arismantoro, 2008; Peterson & Seligman, 2004). Sehingga, orang tua wajib menanamkan nilai-nilai prososial sejak dini seperti tolong-menolong, berbagi, empati dan lain-lain untuk mencegah anak menjadi agresif, dan anti sosial (Sodikin, dkk.).

Antonin Scalia (Arismantoro, 2008) seorang hakim tinggi di Amerika Serikat menyatakan bahwa the only thing in the world not for sale is character. Hawes (dalam Samani & Hariyanto, 2011, hlm. 6) menambahkan bahwa "...when character is gone, all gone, and one of the richest jewels of life is lost forever”. Seperti yang disampaikan oleh Hawes bahwa karakter merupakan hal yang yang sangat penting, karena ketika karakter hilang, semua hilang, dan salah satu permata paling berharaga dalam kehidupan telah hilang selamanya. Sejalan dengan pendapat ini, bahwa Presiden pertama Indonesia yaitu Bung Karno (dalam Haq, 2013, hlm. 3) pernah berpesan bahwa “tugas berat untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Apabila pembangunan karakter ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”. Melihat dari berbagai pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli dan tokoh, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan hal perlu dan penting baik bagi pribadi maupun bangsa, karena karakter merupakan suatu permata yang berharga dalam kehidupan (Haq, 2013; Samani & Hariyanto, 2011).

Pada dasarnya setiap orang tua menginginkan anak-anaknya memiliki karakter yang baik, termasuk pengetahuan, pengelolaan emosi, dan pembiasaan diri (Andrianto, 2011). Menurut Mulyadi (dalam Arismantoro, 2008, hlm. 2), perlu disadari bahwa generasi unggul seperti itu tidak dapat tumbuh dengan sendirinya. Mereka sungguh memerlukan dukungan dan lingkungan yang sengaja diciptakan yang memungkinkan potensi anak-anak dapat tumbuh secara optimal dan menjadi

(3)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lebih sehat dan berperilaku baik, dan yang paling berperan dalam hal ini adalah orang tua. Namun kenyataan tidak semudah teori. Suatu penelitian yang disampaikan Yaumil (dalam Harry, 2002) bahwa dari 100% orang tua, yang mampu dan sadar untuk bisa mendidik karakter anak tidak lebih dari 20 atau 30%. Selebihnya tidak memiliki kapasitas untuk mendidik.

Dalam pengembangan karakter anak, orang tua memiliki peran penting, dimana orang tua secara efektif membuat dampak yang besar pada anak (Santrock, 2012). Pada keluarga inti, peranan utama pendidikan ini terletak pada ayah- ibu. Menurut Philips hendaknya keluarga menjadi sekolah untuk kasih sayang (school of love) (Zubaedi, 2011, hlm. 144). Berkowitz & Grych, 1998; Solomon, Watson, & Battistich (Lickona, 1998), menambahkan bahwa hangat, penuh perhatian, dan responsif adalah hubungan orang tua-anak yang positif terkait dengan perkembangan moral anak. Begitupun sebaliknya, tidak adanya kasih sayang orang tua memprediksi pengembangan bermasalah pada anak-anak. Dalam persfektif konvergensi, perkembangan individu baik dasar, pembawaan, maupun lingkungan memiliki peranan yang penting (Al-Asyamawi, 2004, hlm. 68).Figur ayah dan figur ibu secara komplementatif sangat diperlukan anak dalam pengembangan karakternya. Hal ini karena adanya beberapa peran ayah yang khas yang sulit digantikan oleh perempuan, sekalipun single parents. Pola pengasuhan ibu yang hati-hati, akan diseimbangkan oleh ayah sehingga membentuk pengasuhan yang sempurna. Ibu biasanya memberikan perlindungan dan keteraturan, sedangkan ayah bersikap santai, lugas sehingga membantu anak untuk bebas bereksplorasi, tegar, kompetitif dan menyukai tantangan (Arismantoro, 2008).

Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama, disamping itu orang tua harus memberi contoh dan perilaku baik agar anak dapat meniru kebaikan dari orang tuanya (Al-Asyamawi, 2004). Melihat peran penting yang dimiliki orang tua, secara efektif membuat dampak yang besar pada anak, terutama pada pengembangan karakter anak, dan dalam prosesnya dibutuhkan kerja sama antara ayah dan ibu (Al-Asyamawi, 2004; Arismantoro, 2008; Santrock, 2012). Jay Belsky (dalam Santrock, 2012) menyatakan bahwa relasi perkawinan, pengasuhan, serta perilaku dan

(4)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perkembangan bayi dapat memiliki dampak langsung ataupun tidak langsung satu sama lain. Sebagai contoh, perceraian orang tua akan memengaruhi efisiensi pengasuhan anak, dan secara tidak langsung dapat memengaruhi perilaku anak. Pengembangan karakter merupakan proses yang dilakukan seumur hidup. Kemudian, bagaimana profil karakter anak yang tinggal dengan single parents, namun dengan latar belakang bercerai (Al-Asyamawi, 2004, Wiludjeng, 2011). Suami dan istri yang bercerai biasanya diawali dengan proses yang panjang mulai dari konflik hingga proses perceraian selesai. Berpisahnya ibu dan ayah mengakibatkan anak-anak mereka juga berpisah dengan ibu atau ayahnya. Ada kemungkinan anak-anak hidup dengan ayahnya saja, atau ibunya saja, dan seketika ayah atau ibu tersebut menjadi single parents atau orang tua tunggal (Wiludjeng, 2011). Menurut Sager, dkk (Perlmutter & Hall, 1999), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan orang tua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan atau tanggung jawab pasangannya.

Data statistik Indonesia pada tahun 2010 tercatat 8.680.144 orang yang pasangannya meninggal dunia dan 2.523.431 orang yang bercerai. Apabila yang tercatat itu mengurus anak, kemungkinan mereka menjadi orang tua tunggal. Keadaan ini tidak begitu berbeda dengan tahun 1995 dimana 8.071.500 janda terdapat di Indonesia dan 2.399.153 duda (Wiludjeng, 2011). Banyak kasus kerusakan moral dan perilaku anak disebabkan pengaruh buruk dari pengasuhan ayah-ibu yang tidak tepat. Hal tersebut menjadi tantangan bagi seluruh orang tua, terutama single parents, dimana tantangan tersebut semakin menguatkan peran penting pengasuhan yang tepat dilakukan oleh ayah-ibu single parents dalam mengembangkan karakter anak (Amini dalam Arismantoro, 2008). Dalam keluarga dengan orang tua tunggal, diibaratkan sebagai burung bersayap satu, karena memiliki keterbatasan dan kekurangan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang tua tunggal membutuhkan penyesuaian dengan peran barunya, begitupun anaknya terhadap orang tua single parent. Orang tua single parents juga merasa kehilangan persahabatan, kasih, rasa aman dan mengalami penghentian kepuasan seks (Goode, 1983). Simon & Associates (dalam Wiludjeng, 2011) menambahkan bahwa hal tersebut yang menyebabkan mereka mengalami

(5)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

stress, marah, merasa bersalah dan gagal, yang pada akhirnya menurunkan kesejahteraan emosi dan kualitas perannya sebagai orang tua.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya membahas mengenai kecenderungan karakter anak akan muncul jika anak tinggal dengan orangtua tunggal. Biasanya anak tersebut akan cenderung tidak begitu baik dalam sosial dan edukasional dibandingkan dengan anak dengan orang tua yang utuh, karena orang tua tunggal cenderung lemah dalam segi finansial. Namun biasanya, anak yang hidup dengan orang tua tunggal akan lebih mandiri, daripada anak yang tinggal dengan kedua orang tuanya. Selain itu, mereka memiliki tanggung jawab dalam rumah tangga, lebih banyak konflik dengan saudara kandung, kurangnya kekompakkan dalam keluarga, kurangnya mendapat support, kontrol dan disiplin dari ayah, apabila ayah absen dalam rumah tangga tersebut (Papalia, et al., 2008).

Analisis terhadap 33 studi dari 814 anak dalam perwalian bersama dan 1.846 anak dalam perwalian tunggal menunjukkan anak yang berada dalam perwalian bersama baik secara legal maupun fisik, mampu menyesuaikan diri lebih baik serta memiliki harga diri lebih tinggi, serta hubungan keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan orang tua dengan perwalian tunggal. Faktanya anak yang hidup dengan perwalian bersama mampu menyesuaikan diri dengan baik, sama dengan anak yang hidup dalam keluarga dengan orang tua yang utuh (Papalia et al., 2008, hlm. 498). Penelitian menjelaskan bahwa anak yang hidup dengan orang tua tunggal baik karena perceraian maupun kematian ada kecenderungan memiliki kemampuan yang kurang dalam menyesuaikan diri. Selain itu, anak cenderung kurang memiliki harga diri dan hubungan keluarga yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang hidup dengan orang tua yang utuh (Papalia et al., 2008).

Dalam sebuah keluarga dengan orang tua tunggal yang bercerai, terdapat riset terkini yang menyatakan bahwa percekcokan perkawinan menyakiti anak jauh lebih parah dibandingkan perceraian (Hetherington et al., 1998; Hetherington & Stanley-Hagan, 1999 dalam Papalia, 2011). Namun, dua tahun setelah perceraian, anak menderita lebih banyak dari pertengkaran dibandingkan dengan anak dengan orang tua yang utuh. Hal ini akan terjadi apabila setelah perceraian konflik masih belum

(6)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mereda antar orang tua. Satu tim peneliti memeriksa data kelompok longitudinal 11.407 pria dan wanita yang lahir di Inggris pada Maret 1958. 16% dari mereka yang usianya 33 tahun, melaporkan bahwa orang tua mereka telah bercerai pada suatu waktu. Dalam penelitian ini, para peneliti juga mampu mengontrol karakteristik awal dari anak-anak tersebut. Hasil riset menunjukkan bahwa terlepas dari beberapa perbedaan, baik itu pria atau wanita yang merasakan perceraian orang tua pada usia berapapun, menunjukkan outcome yang sama pada beberapa aspek. Mereka menunjukkan ketidakbugaran tubuh, cenderung memiliki pendidikan dan kualifikasi pekerjaan yang lebih rendah dan kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi pengangguran dibandingkan dengan anak yang hidup dengan orang tua yang utuh (Papalia, et al. , 2008, hlm. 499).

Selain penelitian-penelitian yang dilakukan di luar negeri, adapula penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Febryanti dan Tairas tentang Perbedaan Kesiapan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal dengan Orangtua Utuh. Penelitian yang dilakukan pada 36 siswa, yang terdiri atas 18 siswa berasal dari orangtua tunggal dan 18 siswa yang berasal dari orangtua utuh. Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam kesiapan sekolah anak Taman Kanak-Kanan (TK) yang berasal dari orang tua tunggal dan orang tua utuh, dimana anak yang berasal dari orangtua utuh memiliki kesiapan sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orangtua tunggal. Melihat hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak yang berasal dari orangtua tunggal memiliki kekurangan dalam kompetensi sosial, kesehatan dan kesejahteraan fisik, kematangan emosi, perkembangan bahasa dan kognitif serta keterampilan komunikasi dan pengetahuan umum.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sodikin, dkk., tentang Pengaruh Karakteristik Anak, Keberadaan Orang Tua, dan Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Sosial, Emosional dan Moral pada Usia Sekolah. Dalam penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial, emosional dan moral anak, yaitu: 1) pekerjaan ayah/lokasi sekolah, 2) pekerjaan ibu/lokasi sekolah, dan 3) pola asuh orang tua. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa

(7)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, dan pola asuh merupakan faktor yang berhubungan dengan perkembangan sosial, emosional, dan moral anak usia sekolah, sehingga bagi orang tua yang bekerja harus memperhatikan kualitas dan kuantitas untuk melakukan kontak dengan anak sehingga tidak terjadi masalah sosial, emosional dan moral di kemudian hari. Selain itu, hasil penelitian Kalter dan Rembar dari Children’s Pasychiatric Hospital, University of Michigan, AS, dari 144 anak dan remaja awal yang orangtuanya bercerai ditemukan bahwa 63% diantaranya mengalami masalah psikologis seperti kegelisahan, sedih, suasana hati mudah berubah, fobia, dan mengalami stress (Wiludjeng, 2011, hlm. 54). Meskipun secara fisik anak terlihat normal, namun ada saja kekurangan yang dirasakan dari dirinya, dan kemungkinan anak menjadi introvert (Wiludjeng, 2011).

Berdasarkan pemaparan yang menunjukkan bahwa, peran orang tua baik itu ayah ataupun ibu sangatlah penting dalam pengembangan karakter anak usia dini. Melihat permasalahan dalam kasus perceraian akan menyebabkan lahirnya single parents, sehingga hak asuh bisa jatuh ke tangan ibu ataupun ayah. Ketika single parents harus menjalankan dua peran sekaligus sebagai ayah dan ibu, single parents juga harus mendidik serta mengembangkan karakter pada anak. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, menghasilkan bahwa anak yang hidup dengan single parents mengalami kekurangan dalam kompetensi sosial (beradaptasi), kematangan emosi, perkembangan bahasa dan kognitif, keterampilan komunikasi, kesehatan dan kesejahteraan fisik, serta pengetahuan umum. Meskipun besar kecilnya karakter courage memiliki keterkaitan dengan beberapa aspek yang telah diteliti sebelumnya. Namun, belum ada penelitian yang secara jelas menggambarkan terkait dengan karakter courage yang terdiri dari keberanian, kegigihan, integritas dan semangat anak. Oleh karena itu, penelitian ini akan memfokuskan kajian pada Profil Karakter Courage Anak Usia Dini pada Single Parents.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana profil karakter courage anak usia dini pada single parents?”

(8)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Permasalahan yang umum di atas, diuraikan oleh peneliti menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana profil karakter courage anak usia dini pada ibu single parents? 2. Bagaimana profil karakter courage anak usia dini pada ayah single parents?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai profil karakter courage anak usia dini pada single parents dengan latar belakang bercerai.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui profil karakter courage anak usia dini pada ibu single parents.

b. Untuk mengetahui profil karakter courage anak usia dini pada ayah single parents.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini diharapkan mampu bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat penulisan skripsi ini secara teoritis, diantaranya:

1. Memerkaya serta mengembangkan ilmu khususnya di bidang pendidikan Anak Usia Dini terutama tentang profil karakter courage anak usia dini pada single parents yang bercerai.

2. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan pertimbangan dalam mendidik anak berkaitan dengan profil karakter courage anak usia dini pada single parents yang bercerai.

3. Mempertajam kemampuan peneliti dalam menganalisis masalah yang dihadapi oleh orang tua berkaitan dengan profil karakter courage anak usia dini pada single parents yang bercerai.

(9)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selain dari manfaat secara teoritis yang telah dijabarkan sebelumnya, skripsi penelitian ini juga memiliki manfaat secara praktis, diantaranya:

1. Memberi masukan bagi single parents mengenai profil karakter courage anak usia dini.

2. Memberi masukan yang berarti bagi keluarga, lembaga, maupun instansi berkaitan upaya yang harus diberikan berikutnya dalam profil karakter courage anak usia dini pada single parents.

3. Memberikan manfaat pada anak untuk mendapatkan upaya yang tepat dari single parents dalam mengembangkan karakter courage anak usia dini.

E. Struktur Organisasi Penulisan

Struktur organisasi penelitian dalam penulisan skripsi ini terdiri kedalam lima BAB, yang terdiri dari: (1) BAB I Pendahuluan; (2) BAB II Kajian Teori; (3) BAB III Metodologi Penelitian; (4) BAB IV Temuan dan Pembahasan; dan (5) BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi.

Adapun pada BAB I yang mebahas tentang latar belakang masalah dari penelitian ini, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, tujuan dari penelitian, dan manfaat dilakukannya penelitian ini, serta struktur organisasi penulisan.

Pada BAB II akan peneliti membandingkan, mengontraskan, dan memosisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji melalui pengaitan dengan masalah yang sedang diteliti.

BAB III membahas terkait dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini, yakni mengarahkan pembaca untuk mengetahui pendekatan penelitian yang diterapkan, instrumen yang digunakan, tahapan pengumpulan data yang dilakukan, hingga langkah-langkah analisis data yang dijalankan.

Kemudian pada BAB IV akan menyampaikan dua hal utama, yakni (1) temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

(10)

Ayu Wulandari, 2015

PROFIL KARAKTER COURAGE ANAK USIA DINI PADA KONDISI KELUARGA SINGLE PARENTS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

rekomendasi. Simpulan dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, implikasi yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan, serta dan rekomendasi yang penulis rasa penting untuk disampaikan sebagai manfaat hasil dari penelitian tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Sri selaku guru ZEY di SLB Muhammadiyah mengenai interaksi sosial anak disekolah, guru memaparkan bahwa dalam proses interaksi

Rumpun bangsa domba yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas 34 ekor domba Garut (GG), 12 ekor domba persilangan Moulton Charollais (MM) x Garut (GG) atau disebut

Tesis: “PENGARUH PEMBELAJARAN GERAK DAN LAGU DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN MUSIKAL DAN KECERDASAN KINESTIK ANAK USIA DINI (Studi Eksperimen Kuasi Pada Anak

Berdasarkan hal tersebut, penulis berusaha untuk memberikan informasi bagaimana langkah-langkah dalam pembuatan atau membangun suatu aplikasi animasi yang menarik dengan tampilan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. © Muhammad Irfan Triawan 2014

Al ) Dan Na Pada Debu Erupsi Gunung Sinabung Dan Tanah Sebelum Erupsi Dengan Menggunakan Alat Inductively Coupled Plasma (ICP).. Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung

a. Kota Tarakan termasuk rawan bencana banjir, dan longsor, pohon tumbang, kecelakaan laut, gempa serta abrasi pantai. Terkait dengan shelter buat para pengungsi juga

Kasus penolakan bantuan dari Belanda beberapa waktu yang lalu, juga kasus ketegangan Amerika-Serikat dengan Cina, dalam masalah MFN-nya, dapat dijadikan pegangan, bahwa Indonesia