• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN LANSIA YANG TINGGAL DAN TIDAK TINGGAL DI PANTI TRIYANI RACHMAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DUKUNGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN LANSIA YANG TINGGAL DAN TIDAK TINGGAL DI PANTI TRIYANI RACHMAWATI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN LANSIA

YANG TINGGAL DAN TIDAK TINGGAL DI PANTI

TRIYANI RACHMAWATI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dukungan sosial dan kemandirian lansia yang tinggal dan tidak tinggal di panti adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Triyani Rachmawati

NIM I24100080

* Pelimpahan hak atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

(4)

ABSTRAK

TRIYANI RACHMAWATI. Dukungan Sosial dan Kemandirian Lnasia yang Tinggal dan Tidak Tinggal di Panti. Dibimbing oleh TIN HERAWATI.

Seorang lansia tentunya membutuhkan dukungan saat menghadapi berbagai perubahan yang terjadi. Penurunan mental dan fisik lansia menyebabkan lansia memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap orang-orang disekitarnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis dukungan sosial dan kemandirian lansia di panti dan non-panti.Penelitian bertempat di Kelurahan Empang (Kecamatan Bogor Selatan) dan panti werdha yang ada di Kota Bogor. Populasi dalam penelitian ini adalah seseorang yang sudah memasuki usia 60 tahun diambil purposive dan snow-ball. Responden dalam penelitian ini berjumlah 80 orang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara skor dukungan sosial dan kemandirian lansia di panti dan non-panti. Terdapat hubungan positif signifikan juga antara dukungan sosial dengan kemandirian lansia.Usia dan dukungan sosial mempengaruhi tingkat kemandirian lansia.

Kata kunci : dukungan sosial, kemandirian, lansia, panti

TRIYANI RACHMAWATI. Social Support And Elderly Independent Who Live And Not Live In InstitutionSupervised by TIN HERAWATI

Elderly would support to overcome various changes in their life. The decreases of mentality and physicality of elderly would increase the dependency of elderly to others. This study aimed to analyze the social support and elderly independent who live and not live in institution. This study was condicted in Empang Village ( South Bogor Sub District) and werdha institution (Bogor City). The population on of this study were elderly who have entered age of sixty years old. Sampel of this study was shosen by purposive, and eighty elderly were used in the study. The result that there showed between social support and were significant difference elderly independent who live and not live in institution. There were positive correlation between age, emotional support, instrumental support, information support and self-esteem support with were affecting elderly independent who live and not live in institution.

(5)

DUKUNGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN LANSIA

YANG TINGGAL DAN TIDAK TINGGAL DI PANTI

TRIYANI RACHMAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi:

Nama

:

NIM

:

Dukungan Sosial dan Kemandiridn Tinggal di Panti

Triyani rachmawati I24100080

Lansia yang Tinggal dan Tidak

Disetujui oleh

Dr

Tin Herawati. SP M Si Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

epartemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan bulan Mei hingga Juni 2014, berjudul “Dukungan Sosial dan Kemandirian Lansia yang Tinggal dan Tidak Tinggal Di Panti ” ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr Tin Herawati, SP M Si selaku dosen pembimbing skripsi atas dukungan, doa dan arahan yang diberikan kepada penulis.

2. Irni Rahmayani johan, SP MM selaku wali akademik yang senantiasa mengarahkan dan membimbing penulis selama menjalani perkuliahan. 3. Alfiasari, SP, MSi selaku dosen pemandu seminar hasil atas kritik dan

saran yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini 4. Prof Dr Ir Euis Sunarti dan Dr Ir Dwi Hastuti, M Sc selaku dosen penguji

yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Mochammad Yamin (ayah), Ibu Rini Wahyuningsih (ibu), dan Mochammad Yusman (adik) serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya selama ini. Rio Adi Saputra yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan menemani hingga saat ini

6. Rekan-rekan satu bimbingan Andrielina Firdausih, Shoimatul Maghfiroh, Lisa’Adah, Indah Kristie Mayangsari, dan Yenni Rambe yang selalu memberikan motivasi dan semangat

7. Penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan Ilmu Keluarga dan Konsumen angkatan 47 (Carolina Lindawati, Rheny Annysa, Herwi Dwi Novita, Wa ode Sofia Zahrah, Khoerunisa, Milatul Ulfah) yang selalu menemani dan memberikan semangat.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat di selesaikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan Penelitian ... 4 Manfaat penelitian ... 4 KERANGKA PEMIKIRAN ... 5 METODE PENELITIAN ... 7

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 7

Cara Pengambilan Contoh... 7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 8

Pengolahan dan Analisis Data ... 9

HASIL ... 11

Karakteristik Responden ... 11

SIMPULAN DAN SARAN ... 22

Simpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(10)

DAFTAR TABEL

1. Jenis dan cara pengumpulan data karakteristik contoh

dan keluarga 8

2. Sebaran usia contoh berdasarkan pola tempat tinggal 12 3. Sebaran jenis kelamin contoh berdasarkan pola tempat tinggal 12 4. Sebaran tingkat pendidikan contoh berdasarkan pola

5. tempat tinggal 13

6. Sebaran status kesehatan contoh berdasarkan pola

tempat tinggal 14

7. Sebaran besar keluarga contoh berdasarkan pola tempat tinggal 14 8. Sebaran pernikahan contoh berdasarkan pola tempat tinggal 15 9. Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial berdasarkan

pola tempat tinggal 16

10. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemandirian

berdasarkan pola tempat tinggal 17

11. Hasil uji korelasi Spearman karakteristik, dukungan

sosial dengan pola tempat tinggal 18

12. Hasil uji regresi Linier berganda untuk faktor-faktor

yang memengaruhi tingkat kemandirian lansia 19

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran Mengenai Dukungan Sosial dan Kemandirian Lansia yang Tinggal dan Tidak Tinggal di Panti 6

2. Skema cara penarikan contoh 7

DAFTAR LAMPIRAN

1. Sebaran pertanyaan dukungan sosial contoh 26

2. Sebaran pertanyaan Kemandirian contoh 31

3. Penelitian terdahulu 32

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pemerintahan Indonesia, terutama dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial berdampak pada meningkatnya angka rata-rata usia harapan hidup penduduk (BPS 2006). Menurut Kinsella dan Velkoff dalam Papalia (2008) sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh lebih dari 795.000 setiap bulan dan diperkirakan lebih dari dua kali lipatnya pada tahun 2025. Pada saat itu akan terdapat lebih dari 800 juta orang berusia di atas 65 tahun, dua per tiga dari populasi lansia berada di Negara berkembang. Menurut hasil sensus penduduk usia lanjut tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah penduduk usia lanjut terbanyak di dunia, yakni mencapai 18,1 juta jiwa atau 9.6 persen dari jumlah penduduk. Indonesia menduduki peringkat ke empat dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat (Komnas Lansia 2009).

Semua makhluk hidup tentunya memiliki siklus kehidupan menuju tua yang diawali proses kelahiran, kemudian tumbuh menjadi semakin tua dan akhirnya meninggal. Masa lanjut usia merupakan masa yang tidak bisa dihindari oleh siapapun khususnya bagi seseorang yang dikaruniai umur panjang. Manusia hanya dapat menghambat proses penuannya saja, agar proses tersebut tidak terjadi dengan cepat. Pada hakikatnya dalam proses penuaan terjadi suatu kemunduran atau penurunan pada setiap aktivitas (Suardiman, 2011).

Seorang lansia tentunya membutuhkan dukungan saat menghadapi berbagai perubahan yang terjadi, dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak. Dukungan sosial yang amat bermakna adalah dukungan yang berasal dari orang-orang yang memiliki kedekatan emosional seperti keluarga dan kerabat dekat (Gunarsa 2004). Oleh karena itu agar lanjut usia dapat menikmati kehidupan dihari tua dengan baik diperlukan dukungan dari orang-orang terdekat. Penurunan fisik menyebabkan penurunan mental pada lansia. Mereka akan merasa tidak produktif lagi dan merasa tidak berguna di dalam keluarga. Mereka juga merasa menjadi beban bagi keluaga yang merawat mereka. Menurut Hurlock (1980), menurunnya rangsangan dari lingkungan dapat mempengaruhi penurunan mental pada lanjut usia. Perubahan mental yang terjadi pada lanjut usia adalah proses belajar (Learning), pemberian alasan (Reasoning), kreatifitas (Creativity), ingatan (Memory), mengingat (Recall), mengenang (Reminiscing), selera humor (Sense of Humor), kosakata (Vocabulary), dan mental yang kaku (Mental Rigidity).

Menurut Nugroho (2000) penurunan mental dan fisik lansia menyebabkan lansia memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap orang-orang disekitarnya. Akibat perubahan fisik yang terjadi, lansia akan mengalami gangguan mobilitas fisik yang akan membatasi kemandirian lanjut usia dalam memenuhi aktivitas sehari-hari. Ketergantungan lansia pada orang lain yang berada disekitarnya membuat lansia akan merasa tidak berguna dan terbatas segala aktivitasnya, sehingga akan mendatangkan beban mental tersendiri bagi lanjut usia (Hurlock 1980)

(12)

2

Memasuki periode lansia tentunya selalu diwarnai dengan penurunan atau hilangnya berbagai fungsi yang dimiliki, seperti hilangnya fleksibelitas atau kelenturan secara psikologis, hilangnya kekuatan fisik dan daya tahan tubuh, hilangnya sebagain memori (ingatan) dan kemampuan lainnya. Untuk menghadapi hal tersebut tentunya ada emosi tersendiri yang dirasakan oleh seorang lansia, baik rasa bahagia maupun kesedihan. Emosi mempunyai peranan penting dalam kehidupan usia lanjut (Suardiman, 2011).

Tuntutan profesi atau pekerjaan menyita hampir semua waktunya sehingga tidak lagi mempunyai kesempatan untuk memberikan perhatian dan perawatan kapada orang tuanya, orang tua yang memasuki masa lanjut usia semakin terabaikan secara sosial, budaya dan psikologis. Mereka menjadi terasingkan, merasa kesepian dan terlantar dalam rumah. Fenomena ini semakin menguat dan mengarah yang lebih ekstrim, maka seyogyanya diperlukan sebuah institusi yang akan menjalankan atau mengambil alih fungsi-fungsi yang telah ditinggalkan atau diabaikan oleh keluarga. Dalam hal ini panti werdha merupakan salah satunya, keberadaan panti werdha di masa akan datang semakin dibutuhkan. Panti werdha akan menjadi sebuah pilihan dan solusi atas perubahan sosial yang terjadi dimasyarakat (Kementrian Sosial 2008 dalam Komisi Lanjut Usia 2009)

Menurut Suardiman (2011) kehadiran panti werdha memberikan layanan tempat tinggal kepada para lansia. Panti werdha diperuntukkan bagi mereka yang keadaannya terlantar, artinya sudah tidak memiliki sanak saudara dan keluarga yang layak untuk merawatnya. Disamping itu sikap masyarakat, anggota keluarga atau anak terhadap gagasan memasukkan lansia ke panti werdha masih berbeda-beda, ada yang menolak dan ada yang menerima.

Menurut penelitian Saputri & Indrawati (2011) dari tahun ke tahun jumlah penghuni panti werdha terus bertambah.Batas maksimal penghuni panti, yaitu sebanyak 100 orang. Keterbatasan tempat membuat lansia yang ingin dititipkan di panti werdha harus masuk ke dalam daftar tunggu. Jumlah panti werdha yang ada belum mampu menampung jumlah lansia yang membutuhkan panti werdha sebagai tempat tinggalnya.

Dukungan sosial yang diberikan oleh pihak panti belum mampu menutupi kebutuhan lansia akan dukungan dari orang-orang terdekat atau keluarga (Saputri&Indrawati 2011). Menurut Husain (2013) bagi lansia yang tinggal di panti werdha, dukungan sosial yang berasal dari keluarga menjadi sangat penting bagi lansia dalam menjalani kehidupannya. Ada atau tidak adanya dukungan sosial dapat mempengaruhi kehidupan lansia di masa yang akan datang.

Perumusan Masalah

Perubahan struktur umur penduduk berdampak tidak hanya pada aspek demografis saja tetapi juga terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan psikologi secara keseluruhan. Struktur kebutuhan penduduk juga berubah seperti kebutuhan akan pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan yang semula diperuntukkan bagi penduduk muda pada akhirnya akan banyak dialokasikan untuk penduduk tua. Ada

(13)

3

kecenderungan jumlah dan presentase penduduk usia lanjut akan melebihi jumlah dan presentase penduduk balita (Suardiman, 2011).

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat pesat membuat Indonesia tergolong dalam era penduduk berstruktur tua. Pernyataan tersebut diperkuat oleh BKKBN (1999) yang menyatakan bahwa Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur tua (aging population). Menurut BPS (2012) untuk beberapa provinsi yang ada di Indonesia proporsi lanjut usianya bahkan telah jauh berada diatas patokan penduduk berstruktur tua yakni 7%, antara lain Daerah Istimewa Yogyakarta (13,4%), Jawa Timur (10,4%), Jawa Barat (7,05%), DKI Jakarta (5,24%), Jawa Tengah (10,34%), dan Sumatera Barat (8,09%).

Derasnya arus pembangunan yang melanda pelosok tanah air tercinta ini, persaingan yang tinggi, dan adanya faktor-faktor yang kurang mendukung akan mendorong terjadinya berbagai kasus yang salah terhadap lansia. Tantangan di masa yang akan datang adalah bagaimana semua unsur baik pemerintahan, pengusaha, lembaga sosial masyarakat, maupun masyarakat itu sendiri secara konsisten meningkatkan kepeduliannya. Penanganan lansia harus berbasis masyarakat atau dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya (Komisi Lanjut Usia 2009)

Penurunan kondisi psikis dan sosial membawanya pada rasa kurang percaya diri, tidak berguna, kesepian, bahkan depresi. Rasa kesepian muncul karena adanya perasaan kehilangan akibat terputusnya hubungan atau kontak sosial dengan teman dan sahabat, yang membawanya kepada rasa kehilangan, terpencil, dan tersisih. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa peningkatan jumlah penduduk lansia seharusnya membawa konsekuensi pada peningkatan kualitas kebutuhan akan layanan bagi mereka, baik layanan kesehatan, psikis maupun sosial (Suardiman 2011).

Berdasarkan hal tersebut peningkatan jumlah penduduk lansia di Indonesia, menjadi permasalahan global yang bukan saja membutuhkan perhatian pemerintah tapi juga perhatian keluarga terdekat. Dukungan keluarga menjadi sangat penting terutama dalam menghadapi penurunan fungsi secara psikologis maupun fisiologis. Kondisi emosional lansia berubah menjadi lebih sensitif, sehingga membutuhkan pendampingan keluarga terdekat. Dukungan keluarga dapat menghilangkan rasa kesepian yang dialami lansia. Bantuan untuk lansia diperlukan dari berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, pelatihan, dan fasilitas, sehingga meskipun sudah mengalami penuaan lansia tetap bisa mandiri.

Umur yang panjang diharapkan merupakan umur yang berkualitas, berguna, memberikan manfaat tidak hanya bagi diri dan keluarganya tetapi juga bagi bangsanya. Dengan kata lain, perlu diupayakan agar lansia tetap aktif dan berkarya. Oleh karenanya, umur panjang harus disertai dengan kondisi kesehatan yang baik agar mampu mendukung seseorang untuk aktif melakukan berbagai kegiatan (Suardiman, 2011).

Merujuk kepada kemunduran dan penurunan berbagai fungsi psikis, kesehatan, maupun sosial. Menjadi sangat penting untuk mengetahui tingkat kemandirian usia lanjut, melihat banyak keterbatasan yang dimiliki usia lanjut. Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam melakukan aktivitasnya. Selain kemunduran dan penurunan fungsi psikis, menurut Suhartini (2009) lansia akan memiliki rasa ketergantungan dengan orang lain yang berada disekitarnya. Angka ketergantungan lanjut usia pada tahun

(14)

4

1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 akan meningkat menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang lansia yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang lansia yang berumur 65 tahun.

Berdasarkan uraian diatas, maka penting kiranya peneliti untuk melakukan penelitian terkait dengan :

1. Bagaimana karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan, dan keluhan kesehatan) lansia yang tinggal dan tidak tinggal di panti ?

2. Bagaimana dukungan sosial keluarga lansia dan tingkat kemandirian lansia yang tinggal dan tidak tinggal di panti ?

3. Apakah terdapat hubungan dukungan sosial lansia dengan kemandirian lansia yang tinggal dan tidak tinggal dipanti ?

4. Apakah karakteristik lansia dan dukungan sosial, mempengaruhi kemandirian lansia ?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisis dukungan sosial dan kemandirian lanjut usia yang tinggal dan tidak tinggal di panti

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini diantaranya :

1. Mengidentifikasi karakteristik lansia dan karakteristik keluarga lansia 2. Mengidentifikasi dukungan sosial keluarga lansia dan tingkat kemandirian

lansia yang tinggal dan tidak tinggal di panti

3. Menganalisis hubungan dukungan sosial dan kemandirian lansia yang tinggal dan tidak tinggal di panti

4. Menganalisis pengaruh karakteristik lansia dan dukungan sosial terhadap kemandirian lansia

Manfaat penelitian

1. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi keluarga dalam memenuhi kebutuhan lanjut usia agar dapat hidup nyaman dan tetap mandiri dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Penelitian ini juga dapat menjadi acuan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialami lansia.

2. Dapat memberikan informasi pada pemerintah dalam menyusun kebijakan-kebijakan terkait dengan lanjut usia, mengingat pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat terutama peningkatan jumlah penduduk lansia.

(15)

5

KERANGKA PEMIKIRAN

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia mampu hidup lebih lama. Peningkatan usia harapan hidup merupakan keberhasilan kesehatan masyarakat, sebagai hasil pembangunan sosial dan ekonomi. Kecepatan penuaan penduduk akan tetap melebihi kecepatan pembangunan sosial ekonomi di Negara berkembang. Proses penuan yang dialami oleh lansia diawali dengan kemunduran dalam hal fisik dan kesehatan.

Kondisi fisik yang sudah menurun kerena adanya penuaan dan adanya penyakit yang diderita lansia menyebabkan lansia memerlukan bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas (Rinajuminta 2011). Perubahan fisik lansia menyebabkan lansia mengalami penurunan pendengaran dan penglihatan. Lansia yang sehat secara mental adalah lansia yang masih menyenangi aktivitas sehari-harinya. Apabila kebutuhan lansia terpenuhi maka timbullah angan-angan untuk berpikir dan berusaha memenuhi kebutahannya. Kebutuhan lansia tersebut meliputi kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal dan kesehatan (Husain 2013).

Usia, jenis kelamin, kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan dukungan sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi seorang lansia untuk dapat mempertahankan kemandiriannya. Lansia yang dapat melanjutkan perannya dari masa dewasa pertengahan sampai dewasa akhir akan dapat menjalani kehidupan dengan baik dan mandiri (Rinajuminta 2011)

Dukungan sosial yang bersumber dari orang-orang terdekat, baik dari anak, keluarga ataupun masyarakat sangat diperlukan lansia dalam menjalani sisa hidupnya. Keluarga merupakan sistem pendukung bagi lansia untuk dapat terus aktif ditengah keterbatasan yang dialaminya. Lansia diharapkan dapat mempertahankan kemandiriannya dan seminimal mungkin memiliki ketergantungan pada orang lain, dengan memberikan dukungan dan merubah perilaku ketergantungan lansia (Husain 2013).

Lansia yang masih aktif, energik, dan produktif, akan lebih mampu menghadapi hidup apabila mendapatkan dukungan yang kuat (Santrock 2011). Menurut Mu’tadin (2002) agar membuat seseorang menjadi mandiri membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan agar mampu membentuk otonomi diri sendiri. Dukungan sosial memiliki beberapa dimensi yaitu dukungan emosi, dukungan penghargaan diri, dukungan informasi, dan dukungan instrumental (Cutrona 1996).

(16)

6 Karakteristik lansia  Usia  Jenis kelamin  Pendidikan  Keluhan penyakit  Kondisi fisik Karakteristik keluarga lansia  Besar keluarga  Status perkawinan Dukungan sosial Cutrona (1996)  Dukungan emosi  Dukungan instrumental  Dukungan informasi  Dukungan penghargaan diri Kemandirian Steinberg (2002)  Kemandirian emosional  Kemandirian tingkah laku  Kemandirian nilai

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Mengenai Dukungan Sosial dan Kemandirian Lansia yang Tinggal dan Tidak Tinggal di Panti Keterangan :

= Variabel yang di teliti = Hubungan yang diteliti

(17)

7

Kota Bogor

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu.Penelitian dilakukan di Kota Bogor. Jumlah keluarga lansia di Kota Bogor berjumlah 9804 keluarga (BPS 2013). Pemilihan lokasi panti dilakukan secara purposive, panti tersebut dipilih karena terletak di Kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian bukan panti dilakukan di Kecamatan Bogor Selatan, Kelurahan Empang. Kecamatan Bogor Selatan merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah lansia terbanyak berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik).Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014.

Cara Pengambilan Contoh

Populasi dalam penelitian ini merupakan lansia yang berusia diatas 60 tahun (UU No. 13 tahun 1998) yang berada di wilayah Kota Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah lansia yang dititipkan oleh keluarganya di panti werdha dan lansia yang masih tinggal berasama keluarganya. Jumlah lansia di Kelurahan Empang adalah 1561 orang (BPS Kota Bogor 2013). Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 80 orang lansia. Pengambilan contoh dilakukan secara

purposive, yaitu 40 lansia di Kelurahan Empang dan 40 lansia di Panti Werdha.

Panti Tidak panti

Purposive, berdasarkan jumlah lansia terbanyak dari data BPS 2013 Panti Tresna Werdha, Panti Werdha Hanna, dan Panti Werdha Kalimus Kecamatan Bogor Selatan Purposive, berdasarkan jumlah lansia terbanyak dari data BPS 2013

Kelurahan Empang

N= 40

N=40

purposive

(18)

8

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.Data primer meliputi karakteristik lansia, karakteristik keluarga, dukungan sosial dan kemandirian.Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung dengan menggunakan kuisoner meliputi : karakteristik responden, dukungan sosial, dan tingkat kemandirian. Kuisioner yang di gunakan sebelum penelitian telah di uji coba kepada 10 responden.kuisioner yang di gunakan dalam penelitian ini memiliki nilai koefisien reliabilitas cronbach alpha

pada kusioner variabel dukungan sosial sebesar 0,917 dan cronbach alpha

kusioner kemandirian sebesar 0,685.Data sekunder diperoleh data Lansia Kota Bogor dan studi literatur seperti buku, jurnal, internet, literatur oleh lembaga tertentu, dan penelitian-penelitian terdahulu.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data karakteristik contoh dan keluarga

Variabel Skala Kategori Instrumen

Data primer

Karakteristik lansia

1. Usia Rasio Menurut WHO

1. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun. 2. Usia lanjut (elderly) usia 60-75 tahun. 3. Usia lanjut tua

(old) usia 75-90 tahun.

4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun 2. Jenis kelamin Nominal 0. Laki-laki

1. Wanita

3. Pendidikan Rasio 1. Tidak sekolah

2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD 4. SMP 5. SMA

6. Perguruan tinggi 4. Status pekerjaan Nominal 0. tidak bekerja

1. Bekerja 5. Jumlah keluhan

penyakit

Nominal 1. Tidak ada keluhan 2. 1 keluhan 3. 2 keluhan 4. 3 keluhan 5. 4 keluhan 6. Kondisi fisik Nominal 1. Cacat badan

(19)

9

Variabel Skala Kategori Instrumen

2. Tuna netra 3. Tuna rungu 4. Lumpuh 5. sehat

7. Status Perkawinan Rasio Menurut Marjan AQ 2013

1. Tidak menikah 2. Menikah 3. Cerai mati 4. Cerai hidup

8. Besar keluarga Rasio Menurut BKKBN

(1998) 1. Kecil 1-4 orang 2. Sedang 5-7 orang 3. Besar ≥7 orang Dukungan Sosial Ordinal Tingkat kategori : 1= rendah 2 = sedang 3 = tinggi

Dukungan emosi Modifikasi cutrona

(1996) Dukungan instrumental

Dukungan informasi Dukungan penghargaan diri Kemandirian Ordinal Tingkat kategori : 1= Ttidak pernah 2 = kadang-kadang 3 = sering Modifikasi Krisnatuti D, Mulyati, Latifah WE (2013) Kemandirian emosi Kemandirian perilaku Kemandirian nilai

Pengolahan dan analisis data

Pengolah data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik responden, dukungan sosial, dan kemandirian. Analisis inferensia (uji korelasi Spearman untuk variabel karakteristik responden, dukungan sosial dengan kemandirian) uji regresi linear berganda untuk karakteristik responden, dukungan sosial, dan kemandirian. Uji independent sample T-test untuk variable dukungan sosial dan kemandirian.

Variabel dukungan sosial dan kemandirian menggunakan skoring berdasarkan skala Likert. Dukungan sosial dibagi menjadi empat skala yaitu skor 1-4 (1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3=setuju, 4=sangat setuju). Sementara, kemandirian dibagi menjadi tiga skala, yaitu skor 1-3 (1=tidak pernah, 2=kadang-kadang, 3=sering). Skor total ditransformasikan pada skor indeks. Skor indeks di kategorikan berdasarkan Khomsan (2000) dengan kategori rendah (<60%), sedang (60-80%), dan tinggi (80%).

Uji hubungan dalam penelitian adalah uji korelasi Spearman yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik responden,

(20)

10

dukungan sosial dengan kemandirian. Uji independent sample T-test digunakan untuk menganalisis perbedaan dukungan sosial dan kemandirian berdasarkan pola tempat tinggalnya.

Uji regresi linear berganda dilakukan untuk menganalisis pengaruh karakteristik responden dan dukungan sosial terhadap kemandirian dengan rumus sebagai berikut: Y = a + + + +β4x4 +β5x5+β6x6+β7x7 Keterangan : Y = Kemandirian A = Konstanta regresi = Koefisien regresi = Usia = Jenis kelamin = Keluhan penyakit X4 = Kondisi fisik X5 = Pendidikan X6 = Besar keluarga X7 = Dukungan social Definisi Operasional Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih .

Karakteristik lansia adalah keadaan lansia yang meliputi usia, jenis kelamin, lama pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, keluhan penyakit, dan kondisi fisik.

Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga lansia yang meliputi besar keluarga, jumlah anak, lama menikah, dan pola tempat tinggal.

Usia adalah fase usia lansia yang dikategorikan lansia muda (young old), lansia tua (old old), dan lansia tertua (oldest old). Secara umum young old

dikelompokkan pada rentang usia antara 65 tahun sampai 74 tahun, yang biasanya lebih aktif dan bugar secara fisik. Old old berusia antara 75 sampai 84 tahun, dan oldest old berusia 85 tahun ke atas (Papalia et al.

2008)

Tingkat pendapatan lansia adalah besarnya uang yang diterima seorang lansia setiap bulannya dibagi atas <Rp 500.000, Rp 500.000-Rp 999.999, Rp 1.000.000- Rp 1.499.999, Rp 1.500.000- Rp1.999.999 dan ≥ Rp 2.000.000

Keluhan kesehatan adalah keluhan penyakit yang dirasakan oleh lansia.

Besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.

Jumlah anak adalah banyaknya anak lansia yang dikategorikan menjadi keluarga kecil (≥ 3 orang ), keluarga sedang (4-6 orang), dan keluarga besar (> 6 orang)

Lama menikah adalah lamanya waktu contoh menikah sampai saat penelitian dilakukan

Pola tempat tinggal adalah pola yang menggambarkan dengan siapa lansia tinggal saat ini dikategorikan tinggal sendiri/bersama pasangan, tinggal

(21)

11

bersama pasangan dan anak, tinggal dengan anak serta tingga; bersama keluarga atau saudara

Dukungan sosial adalah setiap dukungan (perhatian), materi, dan informasi yang didapatkan lansia dari orang-orang sekitarnya baik itu pasangan, anak, keluarga ataupun masyarakat

Dukungan emosional adalah mencakup ungkapan cinta, empati, dan perhatian yang diberikan oleh orang lain untuk membuat seseorang merasa nyaman, dihargai, dan dicintai.

Dukungan instrumental adalah bentuk dukungan yang diberikan melalui bantuan sumberdaya fisik seperti uang, tempat tinggal, atau berupa bantuan fisik lainnya.

Dukungan informasi adalah saran, petunjuk, atau berupa nasehat yang diberikan untuk membuat seseorang memenuhi kebutuhannya atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Dukungan self-esteem adalah bantuan yang diberikan melalui penghargaan yang diberikan terhadap kualitas yang dimiliki seseorang, percaya dengan kemampuan

Kemandirian lansia adalah perilaku yang dilihat dari perlakuan lansia terhadap diri sendiri dan lingkungannya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam hidup lansia.

Kemandirian emosional Kemandirian emosional (emotional autonomy) dilihat dari kedekatan hubungan dengan orang lain dalam keluarga ataupun masyarakat.

Kemandirian nilai Kemandirian nilai (value autonomy) kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan-keputusan dan menetapkan pilihan yang lebih berpegang atas dasar prinsip individual.

Kemandirian tingkah laku Kemandirian dalam bertingkah laku (behavioral autonomy) adalah ketika seseorang mampu melakukan sesuatu secara bebas atas dasar keinginan dan pertimbangan sendiri.

Panti werdha adalah institusional milik swasta atau pemerintah sebagai tempat tinggal lansia, dimana lansia mendapatkan perawatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Karakteristik Responden

Usia

Usia lanjut menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 adalah seseorang yang memiliki umur 60 tahun keatas. Angka harapan hidup perempuan dalah 80,7tahun dan untuk laki-laki 75,4 tahun sehingga perempuan hidup lebih lama dari pada laki-laki (Santrock 2011). Pengelompokkan usia responden dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat berdasarkan pengelompokkan usia menurut WHO. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata contoh yang tinggal di panti

(22)

12

berusia 72,5 tahun dan rata-rata responden yang tidak tinggal di panti berusia 65,3 tahun.

Tabel 2 Sebaran usia contoh berdasarkan pola tempat tinggal

Kategori usia (Tahun) Pola tempat tinggal Total Panti Tidak di Panti

n % n % n %

Usia pertengahan (45-59) 0 00.0 0 00.0 0 00.0

Usia lanjut (60-75) 26 65.0 37 92.5 63 78.8

Usia tua (76-90) 13 32.5 3 7.5 16 20.0

Usia sangat tua (>90) 1 2.5 0 00.0 1 1.2

Total 40 100 40 100 80 100

Rata-rata±SD(Tahun) 72.50±8.46 65.30±6.47 68.90±8.31

Min-maks (Tahun) (60-94) (60-85) (60-94)

P-value 0.002

Keterangan : **nyata pada p<0.01

Lebih dari tiga per empat contoh yang tinggal di panti maupun yang tidak tinggal di panti pada penlitian ini masuk dalam kategori usia lanjut (60-75 tahun) yaitu, sebesar 78.8 persen. Contoh yang memasuki usia sangat tua (diatas 90 tahun) memiliki presentase terkecil yaitu sebesar 1.2 persen, semuanya merupakan contoh yang tinggal di panti. Hasil uji beda menujukkan perbedaan nyata antara usai contoh yang tingal dan tidak tinggal di panti.

Jenis Kelamin

Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (87.5%) berjenis kelamin perempuan, sementara terdapat responden laki-laki sebanyak 12.5 persen. Seluruh contoh yang tinggal di panti berjenis kelamin perempuan.Menurut KrachVelkot dalam Papalia et al. (2008) harapan hidup perempuan cenderung lebih lama dari pada laki-laki. Laki-laki lebih rentan terhadap penyakit sehingga beresiko lebih besar dalam menghadap kematian.

Tabel 3 Sebaran jenis kelamin contoh berdasarkan pola tempat tinggal Pola tempat tinggal

Jenis kelamin Panti Tidak panti Total

n % n % n %

Laki-laki 0 0 10 25.0 10 12.5

Perempuan 40 100 30 75.0 70 87.5

Total 40 100 40 100 80 100

Pendidikan

Semakin tinggi usia semakin memperkecil presentase seorang individu pernah sekolah atau menamatkan pendidikan dengan jenjang yang lebih tinggi (Suhartini 2009). Hasil penelitian menunjukkan sebesar 35 persen contoh yang tinggal di panti tidak bersekolah, sementara contoh yang tidak tinggal di panti memiliki tingkat pendidikan sampai tamat Sekolah Dasar(SD) sebesar 30 persen. Dunia pendidikan pada zaman dahulu masih belum terlalu dianggap penting sehingga banyak contoh yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sebesar 35 persen contoh di panti tidak bersekolah, sementara sebesar 30 persen contoh yang tidak panti memiliki jenjang pendidikan tamat Sekolah Dasar.

(23)

13

Tabel 4 Sebaran tingkat pendidikan contoh berdasarkan pola tempat tinggal

Pola tempat tinggal

Pendidikan Panti Tidak Panti Total

n % n % n % Tidak sekolah 14 35.0 5 12.5 19 23.8 Tidak tamat SD 6 15.0 11 27.5 17 21.2 Tamat SD 8 20.0 12 30.0 20 25.0 SMP 3 7.5 10 25.0 14 16.2 SMA 8 20.0 2 5.0 10 12.5 Perguruan tinggi 1 2.5 0 0.0 1 0.0 Total 40 100 40 100 40 100 Rata-rata (tahun) 5.0 5.4 5.5 P-value 0.688 Keterangan: **nyata pada p<0.01; *nyata pada p<0.05

Presentase terkecil sebasar 5 persen contoh yang tidak tinggal di panti menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA. Hasil penelitian juga menemukan 2.5 persen contoh panti berpendidikan hingga pergurun tinggi. Rata-rata lama pendidikan contoh yang tinggal di panti 5.0 tahun dan tidak tinggal di panti 5.4 tahun. Hasil analisis menemukan tidak ada perbedaan nyata antara tingkat pendidikan contoh panti dan tidak panti (p=0.688)

Status kesehatan responden

Usai lanjut sangat rentan terhadap penyakit, berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa rata-rata contoh baik yang tinggal dan tidak tinggal di panti memiliki satu keluhan penyakit yaitu sebesar 48.8 persen. Sebagian besar contoh memiliki keluhan penyakit hypertensi, asam urat, dan rheumatic. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah keluhan penyakit lansia yang tinggal dan tidak tinggal di panti. Sesuai dengan pernyataan Oswari (1985) bahwa penyakit yang diderita lansia berbeda dengan yang di derita usia muda, penyakit pada lansia datang sekaligus sehingga sulit bagi lansia untuk mengabaikannya.

Alat-alat tubuh mencapai puncak perkembangannya ketika mencapai dewasa dan berangsur mengalami kemunduruan, susunan tubuh, daya kerja otot, dan saya tahan tubuh pun ikut menurun (Oswari 1985). Status kesehatan dapat dilihat dari kondisi fisik contoh, hampir seluruh (80 %) contoh masuk dalam kategori sehat. Sebanyak 2.5 persen contoh yang tinggal di panti memiliki kondisi fisik tidak dapat melihat (tuna netra).

(24)

14

Tabel 5 Sebaran status kesehatan contoh berdasarkan pola tempat tinggal

Pola tempat tinggal

Variabel Panti Tidak panti Total

n % n % n %

Jumlah keluhan penyakit

Tidak ada keluhan 0 0.0 2 5 2 2.5

1 keluhan penyakit 19 47.5 20 50 39 48.8 2 keluhan penyakit 18 45 14 35 32 40 3 keluhan penyakit 3 7.5 3 7.5 6 7.5 4 keluhan penyakit 0 0.0 1 2.5 1 1.2 Total 40 100 40 100 80 100 P-value 0.188 Kondisi fisik Cacat badan 1 2.5 0 0.0 1 1.2 Tuna netra 1 2.5 0 0.0 1 1.2 Tuna rungu 1 2.5 2 5.0 3 6.2 Lumpuh 7 17.5 2 5.0 9 11.2 Sehat 30 75.5 36 90.0 66 80 Total 40 100 40 100 80 100 Besar keluarga

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa lebih dari tiga perempat (77.5%) contoh yang tinggal di panti masuk dalam kategori keluarga kecil, sedangkan untuk contoh yang tidak tinggal di panti masuk dalam kategori keluarga sedang (45%). Semantara itu terdapat 12.5 persen contoh yang masuk dalam kategori keluarga besar dan semuanya berasal dari contoh yang tidak tinggal di panti. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan nyata antara besar keluarga contoh yang tinggal dan tidak tinggal di panti (p=0.000)

Tabel 6 Sebaran besar keluarga contoh berdasarkan pola tempat tinggal

Pola tempat tinggal

Besar keluarga Panti Tidak panti Total

n % n % n %

Keluarga kecil (1-4 orang) 31 77.5 12 30.0 43 53.8 Keluarga sedang (5-7 orang) 9 22.5 18 45.0 27 33.8 Keluarga besar (>7 orang) 0 00.0 10 25.0 10 12.5

Total 40 100 40 100 80 100

Rata-rata (orang) 2.82 5.87 4.35

Min-maks (orang) (1-7) (3-11) (1-11)

P-value 0.000

Status pernikahan

Status pernikahan contoh dalam penelitian ini cukup bervariasi, Tabel 7 menjelaskan bahwa lebih dari tiga per empat (85%) contoh yang tidak tinggal di panti berstatus menikah. Individu yang menikah atau memiliki pasangan di masa dewasa akhir biasanya lebih bahagia dan hidup lebih lama di bandingkan yang hidup sendiri (Manzoli et al dalam Santrock 2012). Sementara, lebih dari separuh (60%) contoh yang tinggal di panti cerai mati, sebesar 22.5 persen cerai hidup dan sebesar 17.5 persen contoh yang tinggal di panti memilih untuk tidak menikah.

(25)

15

Alasan contoh memilih tinggal di panti adalah karena tidak ingin merepotkan keluarga, sejalan dengan hasil penelitian Marjan (2013) menyebutkan bahwa sebagian besar alasan lansia yang mengambil keputusan untuk tinggal di Panti Werdha adalah karena sudah tidak memiliki suami dan keluarga yang mampu melindungi, menampung, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari contoh.

Tabel 7 Sebaran pernikahan contoh berdasarkan pola tempat tinggal

Status pernikahan Pola tempat tinggal

Panti Tidak panti Total

n % n % n % Tidak menikah 7 17.5 0 0 7 8.8 Menikah 0 0 34 85 34 42.5 Cerai mati 24 60 6 15 30 37.5 Cerai hidup 9 22.5 0 0 9 11.2 Total 40 100 40 100 80 100

Dukungan Sosial Responden

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa lebih dari tiga per empat (87.5%) contoh yang di panti memiliki dukungan emosi yang rendah, contoh yang tinggal di panti merasa bahwa dirinya sudah tidak dianggap penting lagi oleh keluarganya, baik penghuni panti lainnya ataupun keluarga tidak lagi menunjukkan rasa kepeduliannya (Lampiran 1). Cobb dalam Cutrona (1996) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan landasan seseorang merasa dirinya dicintai dan diperhatikan, dihargai dan memiliki jaringan dengan orang lain untuk saling memenuhi kebutuhan. Sedangkan contoh yang tidak tinggal di panti masuk dalam kategori sedang (47.5%). Masyarakat dan keluarga contoh memberikan rasa nyaman pada responden dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga responden tidak merasa kesepian karena masih ada orang yang dapat diajak berdiskusi (Lampiran 1).

Dukungan instrumental contoh yang tinggal di panti masuk dalam kategori rendah (92.5%), dukungan instrumental diberikan melalui bantuan sumberdaya fisik (Cutrona 1996). Lebih dari separuh contoh di panti menghadapi masalah keuangannya sendiri tanpa bantuan keluarga, keluarga tidak pernah memberikan solusi atas permasalahan yang sedang di hadapi oleh contoh (Lampiran 1). Dukungan instrumental contoh yang tidak tinggal di panti (55%) masuk dalam kategori sedang. Contoh yang tidak tinggal di panti masih lebih mendapatkan perhatian dari keluarga ataupun tetangga. Ketika mengalami kesulitan masih ada yang mau membantu, memberikan solusi dan menemani (Lampiran 1). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara dukungan instrumental contoh yang tinggal dan tidak tinggal di panti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan informasi contoh yang tinggal di panti (90%) masuk dalam kategori rendah. Intensitas pertemuan contoh dengan keluarga yang tidak menentu menyebabkan contoh sulit berkomunikasi dengan keluarganya, contoh tidak mendapat perhatian untuk selalu menjaga kesehatan dan informasi untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan (Lampiran 1). Responden yang tidak tinggal di panti memiliki dukungan informasi (57.5%), masuk dalam kategori sedang. Keluarga contoh memiliki waktu untuk sering bertemu sehingga informasi yang berkaitan dengan masalah internal keluarga ataupun masalah kesehatan dapat diperoleh dengan mudah oleh contoh (Lampiran 1). Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan dukungan informasi contoh

(26)

16

yang tinggal di panti dengan contoh yang tidak tinggal di panti. Penghargaan dari orang-orang sekitar terhadap lansia sangatlah berharga, Dukungan self-esteem

contoh yang tinggal (85%) dan tidak tinggal di panti (45%) masuk dalam kategori sedang. Contoh merasa masih ada orang-orang disekitarnya yang menunjukkan kepedulian dengan memberikan perhargaan terhadap apa yang sudah dilakukannya (Lampiran 1).

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial berdasarkan pola

Dukungan sosial Pola tempat tinggal

Panti Tidak panti Total

n % n % n % Dukungan emosi Rendah (<60) 35 87.5 12 30 49 61.3 Sedang (60-80) 4 10 19 47.5 22 27.5 Tinggi (>80) 1 2.5 9 22.5 9 11.2 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 40.52±20.58 65.20±16.91 52.86±22.46 P-value 0.000 Dukungan Instrumental Rendah (<60) 37 92.5 22 55 60 75 Sedang (60-80) 3 7.5 12 30 15 18.8 Tinggi (>80) 0 0 6 15 5 6.2 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 37.68±15.99 57.12±18.86 47.40±19.94 P-value 0.124 Dukungan informasi Rendah (<60) 36 90 11 27.5 47 73.8 Sedang (60-80) 3 7.5 23 57.5 24 17.4 Tinggi (>80) 1 2.5 6 15 9 8.8 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 36.66±17.15 56.67±20.92 46.72±21.53 P-value 0.000 Dukungan self-esteem Rendah (<60) 5 12.5 10 25 26 32.6 Sedang (60-80) 34 85 20 50 45 56.2 Tinggi (>80) 1 2.5 10 25 9 11.2 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 41.30±18.12 66.78±14.88 54.04±20.87 P-value 0.001

Dukungan sosial total

Rendah (<60) 35 87.5 16 40.0 51 63.7 Sedang (60-80) 5 12.5 19 47.5 4 30.0 Tinggi (>80) 0 00.0 5 12.5 5 6.2 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 39.00±14.63 61.31±15.00 50.16±18.51 P-value 0.000

Secara keseluruhan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diterima contoh yang tinggal di panti masuk dalam kategori rendah (87.5%) dan dukungan sosial yang diterima contoh yang tidak tinggal di panti masuk dalam kategori sedang. Hasil uji beda menjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara dukungan sosial contoh yang tinggal dan tidak tinggal di panti (p=0.000)

(27)

17

Tingkat Kemandirian Responden

Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, yaitu kemampuan untuk hidup mandiri di masyarakat tanpa atau sedikit bantuan orang lain (Rinajumita 2011). Kemandirian dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 dimensi, yaitu kemandirian emosi, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai. Seluruh responden yang tinggal di panti (100%) dan tidak tinggal di panti (75%) memiliki tingkat kemandirian emosi dengan kategori rendah. Sebagian contoh yang tinggal di panti tidak dapat menahan perasaannya di depan orang lain ketika merasa marah ataupun kecewa, dan tidak ada yang dapat diajak untuk bertukar pikiran mengenai kehidupan sehari-hari (Lampiran 2). Kemandirian perilaku contoh yang tinggal di panti (70%) masuk dalam kategori rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat contoh yang merasa tidak percaya diri lagi ketika berkumpul dengan keluarganya, ketika ada yang berselisih paham lebih memilih diam tanpa melakukan apapun (lampiran 2). Contoh yang tidak tinggal di panti (55%) masuk dalam kategori sedang. Saat ingin mengambil keputusan, contoh yang tidak tinggal di panti mampu memikirkan kemungkinan yang dapat terjadi. Contoh masih merasa percaya diri ketika berkumpul dengan keluarga (Lampiran 1).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kemandirian berdasarkan pola

Kategori kemandirian Pola tempat tinggal

Panti Tidak panti Total

n % n % n % Kemandirian emosi Rendah (<60) 40 100 30 75 70 85 Sedang (60-80) 0 0 10 25 30 15 Tinggi (>80) 0 0 0 0 0 0 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 31.66±16.64 35.66±19.04 33.46±16.68 P-value 0.178 Kemandirian perilaku Rendah (<60) 28 70 16 40 44 55 Sedang (60-80) 10 25 22 55 32 40 Tinggi (>80) 2 5 2 5 4 5 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 52.25±18,85 62.66±10.38 57.58±15.96 P-value 0.023 Kemandirian nilai Rendah (<60) 34 85 13 32.5 47 58.8 Sedang (60-80) 6 15 27 67.5 33 41.2 Tinggi (>80) 0 0 0 0 0 0 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 51.28±15.48 41.02±16.67 55.76±18.27 P-value 0.000 Kemandirian total Rendah (<60) 23 57.5 4 10 27 33.8 Sedang (60-80) 17 42.5 36 90 53 66.2 Tinggi (>80) 0 0 0 0 0 0 Total 40 100 40 100 80 100 Rata-rata±SD 39.00±14.63 61.31±15.00 50.16±18.51 P-value 0.000

Keterangan: **nyata pada P<0.01; *nyata pada p<0.05

Kemandirian nilai akan dapat tercapai dengan baik apabila kemandirian emosi dan kemandirian perilaku berkembang dengan baik (Steinberg 2002). Lebih dari tiga per empat (85%) kemandirian nilai contoh yang tinggal di panti masuk

(28)

18

dalam kategori rendah, terdapat contoh yang ingin melupakan masa lalunya tanpa memetik pelajaran untuk masa depan, nilai-nilai yang dianut tidak dijadikan taladan untuk anak-anaknya karena sebagian contoh sudah putus hubungan dengan keluarganya (Lampiran 2). Sementara kemandirian nilai contoh yang tidak tinggal di panti (67.5%) masuk dalam kategori sedang. Contoh yang tidak tinggal di panti lebih mempunyai kesadaran untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa sehingga sapat saling menghargai dengan tidak menyakiti hati orang lain (Lampiran 2). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kemandirian nilai contoh yang tinggal di panti dengan contoh yang tidak tinggal di panti.

Secara keseluruhan sebaran tingkat kemandirian dapat di lihat pada Tabel 9. Lebih dari separuh (60%) contoh yang tinggal di panti memiliki tingkat kemandirian yang rendah dan lebih dari tiga per empat (82,5%) contoh yang tidak tinggal di panti masuk dalam kategori sedang. Rata-rata skor tingkat kemandirian contoh yang tinggal di panti lebih rendah dibandingkan contoh tidak tinggal di panti, hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara contoh yang tinggal dan tidak tinggal di panti.

Hubungan Karakteristik, Dukungan sosial dengan kemandirian

Hubungan karakteristik contoh dengan tingkat kemandirian dapat dilihat dari hasil uji korelasi Spearman bahwa usia contoh memiliki hubungan nyata dan negatif dengan kemandirian, artinya semakin tua usia contoh maka akan mengurangi tingkat kemandiriannya.

Tabel 10 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik, dukungan sosial dengan tingkat kemandirian contoh

Variabel Panti Tidak panti

Usia (tahun) -0.438* -0.020* Jenis kelamin 0 0.197 Status pekerjaan 0 0.014 Jumlah keluhan 0.219 -0.281 Kondisi fisik 0.077 -0.035 Pendidikan 0.135 -0.087 Besar keluarga(orang) 0.204 0.208 Dukungan emosi(skor) 0.655** 0.140 Dukungan instrumental(skor) 0.327** 0.092 Dukungan informasi(skor) 0.353** -0.136 Dukungan self-esteem(skor) 0.537** 0.298

Keterangan: **nyata pada p<0.01; *nyata pada p<0.05

Semakin tua umur seseorang maka semakin banyak kemunduran yang dialaminya, terutama kemampuan fisik yang dapat berakibat pada kemampuan sosial sehingga cenderung tergantung pada pihak lain (Suhartini 2009). Hasil Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat hubungan sangat nyata dan positif pada dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan penghargaan diri (self-esteem) dengan kemandirian semakin baik dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan informaasi dan dukungan penghargaan diri (self-esteem) yang didapatkan contoh maka semakin tinggi pula tingkat kemandirian contoh.

(29)

19

Pengaruh Karakteristik dan Dukungan Sosial terhadap Kemandirian

Hasil uji regresi berganda Tabel 11 menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah usia, dukungan emosi, dan dukungan penghargaan diri (self-esteem). Usia contoh (β= 0.190) berpengaruh negatif signifikan terhadap kemandirian. Hal ini berarti setiap kenaikan satu satuan usia contoh maka akan menurunkan tingkat kemandirian contoh sebesar 0.190 poin. Dukungan emosi (β = 0.404) dan dukungan self-esteem (β= 0.376) memiliki hubungan positif signifikan yang artinya bahwa setiap kenaikan satu satuan dukungan emosi akan menaikkan tingkat kemandirian sebesar 0.190 poin dan setiap kenaikan satu satuan dukungan self-esteem akan menaikkan kemandirian sebesar 0.404 poin dengan nilai R Square 0.476. Model ini hanya menjelaskan 47.6 persen pengaruh karakteristik contoh dan dukungan sosial terhadap kemandirian, sisanya (52.4%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak di teliti.

Tabel 11 Hasil uji regresi Linier berganda untuk faktor-faktor yang memengaruhi

Variabel Tidak

tersandarisasi (B)

terstandarisasi (β) Signifikansi

Usia (tahun) -4.903 -0.190 0.047*

Jenis kelamin(0:laki-laki; 1:prempuan) 1.933 0.067 0.469

Status pekerjaan (0: bekerja; 1:tidak bekerja) -0.436 -0.013 0.884

Status tempat tinggal (0: panti; 1:tidak panti) 1.927 0.102 0.448

Jumlah keluhan 0.549 0.042 0.634 Kondisi fisik 0.460 0.048 0.567 Pendidikan 0.379 0.163 0.089 Besar keluarga 0.962 0.071 0.495 Dukungan emosi 0.169 0.404 0.004** Dukungan instrumental -0.059 -0.127 0.432 Dukungan informasi -0.093 -0.211 0.147 Dukungan self-esteem 0.165 0.376 0.017* Adjusted R Square 0.476 F 6.974 Sig 0.000

Keterangan: **nyata pada p<0.01; *nyata pada p<0.05

PEMBAHASAN

Kinsella dan Velkoff dalam Papalia et al. (2008) menyebutkan bahwa hampir di seluruh dunia wanita hidup lebih lama dibandingkan pria. Lebih panjangnya usia wanita dikaitkan kepada beberapa faktor, faktor tersebut adalah kecenderungan perempuan dalam mengurus sendiri dan mencari perawatan medis untuk dirinya. Hampir seluruh contoh dalam penelitian berjenis kelamin perempuan. Menurut Santrock (2011) terdapat banyak laki-laki yang meninggal karena penyakitnya, sementara perempuan mempunyai kekuatan yang lebih kuat untuk melawan infeksi dan penyakit degeneratif. Lansia perempuan akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan keterpisahan dibandingkan dengan lansia laki-laki (Hurlock 1980). Rentang usia responden pada penelitian ini adalah 60 tahun sampai 75 tahun. Nugroho (2000) menyebutkan bahwa pada usia diatas 60 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah yang nantinya akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis.

(30)

20

Pendidikan menentukan masa depan seseorang. Menurut Setiabudhi (2005) mengatakan bahwa tingkat pendidikan lanjut usia di Indonesia masih belum cukup baik, masih banyak yang menganggap bahwa pendidikan bukanlah hal yang penting sehingga cenderung diabaikan. Sejalan dengan itu hasil penelitian menunjukkan bahwa responden menyelesaikan pendidikannya hanya sampai jenjang Sekolah dasar, namun terdapat responden yang tinggal di panti yang melanjutkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.

Penyakit pada lansia mempunyai ciri khas yaitu datang dan timbul bersamaan (Jauhari 2003). Seseorang yang mengalami gangguan dalam proses penuaanya akan merasa khawatir akan menjadi beban bagi keluarga (Casey, Stone 2010). Pada penelitian ini contoh hanya memiliki satu keluhan penyakit dan masuk dalam kategori sehat. Sejalan dengan penelitian Putri (2011) bahwa sebagian besar kondisi lansia masuk pada kategori tidak memiliki keluhan atau dapat dikatakan sehat namun rentan terhadap penyakit, dicirikan dengan jumlah keluhan penyakit yang diderita lansia hanya berjumlah satu penyakit saja.

Berdasarkan hasil penelitian lebih dari separuh responden memiliki keluarga dengan kategori keluarga kecil. Jumlah anak dalam keluarga kecil hanya satu orang ataupun dua orang anak. Selain itu, sebagian besar contoh sudah di pisahkan dengan kamatian suaminya. Kategori keluarga kecil dan jumlah anak yang sedikit membuat anak-anak contoh di titipkan untuk tinggal di Panti Werdha. Status pernikahan pada peiode lanjut usia di warnai dengan perceraian, perceraian yang terjadi diantara orang-orang lanjut usia memberikan dampak sosial terhadap mereka (Mitchell dalam Santrock 2012). Perceraian dapat memperlemah ikatan kekeluargaan apabila terjadi di usia lanjut (Santrock 2012).

Dukungan keluarga bersumber dari anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat), teman dekat atau relasi (Kuntjoro, 2002).Dukungan sosial yang dicapai oleh responden di panti masuk dalam kategori rendah. Cook dan Clarke (2010) mengatakan bahwa lansia akan mengalami kesulitan untuk bertemu dengan keluarga atau kerabat setelah pindah ke panti. Dukungan sosial yang diberikan pihak panti tidak dapat menutupi kebutuhan akan dukungan orang-orang terdekat (Saputri dan Indrawati 2011). Namun dukungan yang sangat berarti adalah dukungan yang bersumber dari keluarga.Interaksi penghuni dengan petugas panti dan penghuni dengan keluarga mempengaruhi lansia dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Tak Ceng 2010). Pada penelitian ini hampir separuh contoh yang tidak tinggal di panti mendapat dukungan sosial dengan kategori sedang. Dukungan emosi contoh yang tidak tinggal di panti masuk dalam kategori rendah. Lebih dari tiga per empat (87.5%) contoh pada penelitian berjenis kelamin perempuan, bagi perempuan kepuasan pada dukungan emosi adalah dukungan emosi yang di dapatkan dari keluarga dan teman (Patrick et al 2001).

Penelitian Rinajuminta (2011) menyebutkan bahwa contoh yang tidak mendapat dukungan sosial disebabkan karena beberapa hal yaitu, lansia yang berstatus janda atau duda yang tinggal sendiri, lansia yang tinggal bersama pasangannya tapi sudah terpisah dari anak, dan bahkan yang hidup berdekatan dengan anak tapi tidak mendapat perhatian. Sejalan dengan penelitian Al-Kandari (2003) bahwa mayoritas lansia merasa kurang diperhatikan oleh anak dan keluarganya.

Secara umum, perempuan lebih banyak mendapatkan dukungan dari teman dan kerabat, cenderung tidak bergantung pada dukungan yang di berikan

(31)

21

pasangan (Daalenet al 2005). Contoh yang tidak tinggal di panti masih aktif dalam kegiatan sosial seperti pengajian, arisan, dan gotong royong. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa adanya penurunan hubungan antara contoh dengan anak dan anggota keluarga lainnya.

Menurut Jihadah dan Alsa (2002) kemandirian adalah suatu sikap yang harus ada pada setiap individu. Kebutuhan akan kemandirian akan sangat penting dalam menghadapi segala tantangan yang ada. Menurut Matsui dan Capezuti (2014) kemandirian pada lansia dikaitkan dengan kemampuan lansia dalam memilih dan memahami perawatan yang terbaik bagi dirinya. Kemandirian contoh yang tinggal di panti masuk dalam kategori kemandirian rendah sementara kemandirian lansia yang tidak tinggal di panti masuk dalam kategori kemandirian sedang. Pratikwo (2006) menyebutkan kondisi kesehatan yang menurun menyebabkan lansia memiliki ketergantungan dan cenderung tidak mandiri Menurut Khulaifah (2013) beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakmandirian yaitu keterbatasan fisik dan mental serta memilih untuk dibantu dalam satu aktivitas tertentu.

Penelitian ini menemukan adanya hubungan antara dukungan sosial dengan kemandirin. Menurut Matsui dan Capezuti (2014) dukungan sosial lansia yang tinggal bersama keluarga memiliki hubungan signifikan dengan kemandirian. Husain (2013) mengatakan lansia yang mendapat dukungan sosial baik, cenderung akan lebih mampu melakukan aktivitas sendiri, mengatasi emosi dan masalah yang datang tanpa bantuan orang lain. Lansia akan memiliki kemampuan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari jika mendapatkan dukungan keluarga yang optimal hal tersebut akan membuat lansia terdorong untuk mandiri dalam aktivitas sehari-hari. Tidak adanya dukungan sosial menyebabkan lansia akan tergantung dalam pemenuhan aktivitasnya sehari-hari (Khulaifah 2013).

Pada penelitian ini kemandirian di pengaruhi oleh usia, dukungan emosi dan dukungan penghargaan diri (self-esteem). Rinajuminta (2011) mengatakan bahwa tidak hanya usia dan dukungan sosial yang berpengaruh terhadap kemandirian lansia. Senada dengan penelitian Matsui dan Capzuti (2014) bahwa kemandirian dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi usia, ras, dan tingkat pendidikan. Sementara itu faktor eksternal meliputi dukungan sosial, status perkawinan, dan aspek kebudayaan. Dukungan sosial mempengaruhi kemandirian, lansia yang menerima dukungan sosial akan dapat meningkatkan kemandiriannya (Ahmad 2011). Dukungan yang sangat dibutuhkan lansia adalah dukungan emosi dan dukungan penghargaan diri (self-esteem) yang berasal dari keluarga. Semakin baik dukungan emosi dan dukungan penghargaan diri (self-esteem). Dukungan emosi mempunyai pengaruh secara objektif terhadap kemandirian (Shyu et al 2005). Lansia akan dapat mengembalikan kepercayaan dirinya untuk terus mandiri. Usia lansia yang semakin bertambah akan menimbulkan kerentanan lansia terhadap penyakit dan penurunan aktivitas, lansia akan mengalami banyak keterbatasan sehingga memerlukan bantuan orang lain dalam melakukan aktivitasnya (Papalia et al

2008). Sejalan dengan penelitian ini bahwa semakin usia contoh bertambah maka akan menurunkan tingkat kemandiriannya.

(32)

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rata-rata usia contoh dalam penelitian ini 68.9 tahun. Contoh dalam penelitian memiliki keluhan satu keluhan penyakit dan masuk dalam kategori sehat. Dukungan sosial contoh tinggal di panti masuk dalam kategori rendah, sementara dukungan sosial pada contoh yang tidak tinggal di panti masuk dalam kategori sedang. Kemandirian contoh yang tinggal di panti masuk dalam kategori rendah dan kemandirian contoh yang tidak tinggal di panti masuk dalam kategori sedang. Terdapat hubungan positif signifikan antara usia, dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan penghargaan diri dengan kemandirian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia adalag usia, dukungan emosi, dan dukungan penghargaan diri (self-esteem).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, keluarga sebaiknya tetap memberikan dukungan sosial kepada lansia khususnya dukungan emosi dan dukungan self-esteem, sehingga lansia tetap dapat mempertahankan kemandiriannya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dukungan sosial dipanti masuk dalam kategori rendah, oleh karena itu sebaiknya meskipun lansia tinggal di panti keluarga tetap memberikan dukungan dengan sebaik-baiknya pada lansia tersebut. Melalui perhatian, kepedulian, dan kasih sayang keluarga, lansia akan mampu tetap mempertahankan kemandiriannya. Kemandirian dipengaruhi oleh usia maka pengelola panti perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan rutin yang berguna untuk menunjang kesehatan lansia, sehingga lansia dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad K.2011. Older Adult’s Social Support And Its Effect On Their Everyday Self-maintenance Activities Fidings from The Household Survey Of Urban Lahore-Pakistan. A Reasearch Journal Of South Asia Studiea. 26(1):37-52

Al-Kandari YY. 2011. Relantionship Strength Of Social Support and Frequency of Social Contact With Hypertension and General Health Status Among Older Adults In The Mobile Care Unit In Kuwait. Journal Cross Cult Gerentol. 26: 175-187

Casey R, Stone DS.2010. Aging With Long-Term Physical impairments: The Significance Of Social Support. Canadian Journal Of Aging. 29(3): 349-359

(33)

23

Chalise NH, Nai I, Saito T. 2010. Social support its correlation with loneliness a cross-cultural study of Nepalese older adults.Journal Of Women And Health.71( 2): 115-138

Chuluq CA, Fathoni A, Hidayati Z. 2012.Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kemandirian Dalam Pemenuhan Activity Daily Living (ADL) Pada Lansia Wanita Di Kampung Karang Werdha Puntodewo 1 Kelurahan Bunulrejo Malang.

Cook G, Clarke C. 2010. Frame to support sosial Interaction in Care homes.22:3

Daalen GV, Sanders K, Willemsen MT.2005. Sources Of Social Support As Predictors Of Health, Pyschological Well-Being And Life Satisfaction Among Dutch Male And Female Dual-Earners. Neterlands(). 41(2):43-62 Duvall EM. 1971. Family Development. Ed ke-4. New York (US): J B Lippincott

Company

Gunarsa SD. 2004. Psikologi Perkembangan Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta(ID): PT. Gunung Mulia

Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed ke-5.Istiwidayati & Soedjarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor.Jakarta(ID): Erlangga. Terjemahan dari: Developmental psychology: A life Span-Approach.

Husain S. Hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di desa tualango kecamatan tilango

kabupaten gorontalo [skripsi].Gorontalo(ID): Universitas Negeri

Gorontalo

Jauhari M. 2003. Status gizi, kesehatan dan kondisi mental lansia di panti sosial tresna werdha budi mulia 4 jakarta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jihadah A, Alsa A. 2002. Kemandirian Remaja Akhir di Tinjau Dari Urutan Kelahiran Dan Status Sosial Ekonomi Orangtua. 8: 31-38

[Kemensos] Kementrian Sosial(ID). 2008. Tantangan Lansia di Masa yang Akan Datang. Jakarta

[Komnaslansia] Komisi Nasional lanjut Usia (ID). 2008. Pedoman Rumah Pelayanan dan Kegiatan Lansia. Jakarta: Komisis Nasional Lanjut usia Kuntjoro ZS. 2002. Dukungan Sosial Pada Lansia. 5:12-18

Marjan AQ. 2013. Hubungan Antara Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Osteoporosis Pada Lansia Di Panti Werdha Bogor[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor

Matsui M, Capezuti E.2014. Differences In Preceived Autonomy Among American and Japanese Olders adults. Journal of Gerentological Nursing. 40(5): 35-45

Nugroho W. 2000.Keperawatan Gerontik. Jakarta(ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Oswari, E. (1985). Menyongsong Hari Tua. Jakarta (ID): PT. BPK Gunung Mulia. Papalia DE, Olds SW. 2008. Human Development (Psikologi

Perkembangan).Jakarta(ID): Kencana

Parry J, Taylor FR. 2007. Orientation, Opportunity, and Autonomy: Why People Work After State Pension Age In Three Areas Of England. Aging and Society.London. Journal Aging And Society.5(27): 579-598

(34)

24

Patrick HJ, Cottrell EL, Barnes AK. 2001. Gender, Emotional Support, And Well-being Among The Rural Elderly. 45: 15-29

Putri IH. 2011. Hubungan Kemandirian Dan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Stres Lansia [Skripsi].Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor

Praktiwo S, Pietjo H, Widjarkom. 2006. Analisis faktor nilai hidup kemandirian, dan keluarga terhadap.Jurnal Kesehatan Indonesia. 1(2):72-81

Rinajuminta. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian lansia di wilayah kerja puskesmas lampasi kecamatan payukumbah utara

Santrock JW. 2011. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Ed Ke-13.Jakarta(ID): Erlangga

Saputri WAM, Indrawati SE.2011. Hubungan dukungan sosial dengan depresi pada lanjut usia yang tinggal di panti werdha wenning wardoyo jateng. 9(1):65-72

Setiabudhi, T, Hardywinoto. (2005). Panduan Gerontologi Tinjauan dari BerbagaiAspek: Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Shyu LIY, Tang WR, Tsai CW, Liang J, Chea CM. 2005. Emotional Support levels Can Predict Physical Functioning And Health Related Quality Of Live Among Elderly Taiwanese With Hip fractures. 17: 501-506

Simmons SE, James WD. 2007. Determinants Of Resident Autonomy In Assited Living Facilities. Care Management Journal. 9( 1): 187-193

Suardiman PS.2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Suciati.2005. Pemberdayaan Lanjut Usia (Lansia) melalui organisasi pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK): studi kasus di RW 05 Kelurahan Pamoyanan Kec Cicendo Kota Bandung [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjan, Institut Pertanian Bogor

Suhartini R. 2009. Hubungan Status Kesehatan, Ekonomi, dam Sosial Terhadap Kemandirian Lanjut Usia [skripsi]. Surabaya(ID): Universitas Airlangga Steinberg L. 2002. Adolescence (6thend). New York: McGraw-Hill

Tak S, Leeling CK, Choyee KP. 2011. Social support and physchologic well-being of nursing home resident in Hongkong. Journal Of International Psychogeriatrics. 22(7):1185-1190

(35)

25

(36)

26

Lampiran1 Sebaran pertanyaan dukungan sosial contoh

Item pertanyaan Panti Tidak panti

1 2 3 4 1 2 3 4

% % % % % % % %

Dukungan Emosi

Saat sedang sedih ada orang yang dapat mendengarkan cerita/curhatan saya

37.5 22.5 25 15 5 25 30 40

Ketika merasa kesepian ada beberapa orang yang dapat saya ajak bicara

27.5 15 37.5 20 10 17.5 37.5 35

Saya merasa dianggap menjadi bagian penting dalam keluarga

52.5 27.5 17.5 2.5 0 7.5 72.5 20

Keluarga ataupun tetangga berusaha memperlihatkan kepedulian

52.5 20 22.5 5 12.5 5 42.5 40

Selalu ada seseorang yang mengerti permasalahan saya

45 30 22.5 2.5 12.5 22.5 42.5 22.5 Orang-orang disekitar saya

senantiasa berkata sesuatu menghargai saya

15 17.5 52.5 15 7.5 20 55 17.5

Saya memiliki teman untuk berbagi suka dan duka

27.5 22.5 42.5 7.5 22.5 17.5 22.5 37.5

Kehidupan dalam

bermasyarakat memberikan rasa nyaman dalam diri saya

15 20 40 25 2.5 12.5 60 25

Dukungan Instrumental Tidak sulit untuk meminta tolong dibelikan obat ketika sakit

17.5 15 27.5 40 10 20 37.5 32.5

Saat dalam keadaan darurat dengan mudah menemukan orang untuk menampung saya

32.5 27.5 32.5 7.5 10 30 37.5 22.5

Keluarga selalu membantu saya untuk melakukan pekerjaan rumah

82.5 17.5 0 0 12.5 17.5 17.5 52.5

Keluarga senantiasa memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang saya hadapi

62.5 30 7.5 0 5 30 45 20

Tidak sulit untuk menemukan seseorang yang mau menemani saya berpergian

60 17.5 20 2.5 15 17.5 30 37.5

Selalu ada yng bersedia untuk menyiapkan makanan setiap hari

2.5 2.5 25 70 42.5 17.5 15 25

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pemikiran Mengenai Dukungan Sosial dan Kemandirian Lansia yang Tinggal dan Tidak Tinggal di Panti  Keterangan :
Gambar 2  Skema cara penarikan contoh
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data karakteristik contoh dan keluarga
Tabel  3  menunjukkan  bahwa  lebih  dari  separuh  contoh  (87.5%)  berjenis  kelamin perempuan, sementara terdapat responden laki-laki sebanyak 12.5 persen
+7

Referensi

Dokumen terkait

30 Pada kehamilan 12 minggu pertama kadar hormon chorionic gonadotropin (HCG) akan mencapai puncaknya dan kadar tiroksin bebas akan meningkat, sehingga menekan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa remaja putri di Sekolah Putri Darul Istiqamah Kabupaten Maros yang memiliki kebiasaan minum teh setelah makan

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011, bertanggal 20 Juni 2011 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Namun yang perlu dicatat di sini, bahwa ada bahasa-bahasa di dunia ini (misalnya: bahasa Biak, Ternate, dan umumnya bahasa-bahasa Papua) yang secara morfologis verbanya tidak

Sistem Peringatan Kerusakan Perangkat Jaringan Base Transceiver Station Berbasis Sistem Informasi Geografi untuk memberikan visualisasi beserta informasi kepada

Jika anda sudah Macet maka tidak ada cara lain untuk menghindari Debt Colector kecuali anda melunasinya, Namun Bagaimana Cara Mengatasi Kredit Macet serta melunasinya?.

Dengan demikian, tujuan dari studi ini adalah menerapkan Distribution Requirements Planning (DRP) di CV Karya Mandiri Sejahtera untuk mengendalikan ketersediaan

Sahabat MQ/ Lembaga penggiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch/ mengecam pernyataan Menteri Dalam Negeri -Gamawan Fauzi/ soal honor dari Bank Pembangunan