• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Terapi Musik Keroncong Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Terapi Musik Keroncong Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta 2014"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Terapi Musik Keroncong Dengan Tingkat Depresi

Pada Lansia Di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta 2014

Fanny Firdawati

1

, Sujono Riyadi

2

ABSTRACT

Background : The elderly society assumed as society which is risk health problem, includes mental health problems that is depression disorder. Depression in the elderly is serious mental health disorders even though our understanding of the causes of depression and the development of pharmacological and psychotherapeutic treatment has become more advanced. There are several treatments that can reduce depression, one of which is with music. Services are recreational activities that are developed at Panti Wredha Budhi Dharma

is keroncong music therapy activities.

The Aim : To Find out the relationship keroncong music therapy and depression of the elderly level at Panti Wredha Budhi Dharma.

Methods : This research uses the correlational analytic survey with cross sectional approach. The study population amounted to 52 elderly people, there are 30 samples elderly people by sampling methods using purposive sampling method.The research instrument is the questionnaire, the method of data analysis uses Kendall ‘s tau test.

Results : There is a relationship between the level of keroncong music therapy of depression in the elderly at Budhi Dharma. It is indicated of Kendall - Tau correlation values ( ô ) of 0.699 with p value = 0.000

Conclusion : There is a relationship keroncong music therapy and depression of the elderly level at Panti Wredha Budhi Dharma.

Keywords : The Elderly , Depression Level , Music Therapy keroncong

PENDAHULUAN

Masa lanjut usia oleh sebagian besar orang dianggap sebagai masa penurunan yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Pada masa ini terjadi penurunan kondisi fisiologis, psikologis dan sosial, yang jika tidak dapat dilalui dengan baik maka akan muncul hambatan-hambatan dalam menjalani aktivitas

sehari-hari. Ciri-ciri usia lanjut yang cenderung menuju pada kesengsaraan serta adanya penyesuaian diri yang buruk.

Orang-orang pada masa usia lanjut seringkali membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang lain, khususnya dari orang-orang ter-dekatnya seperti keluarga, sahabat dan kelom-pok sosial seusianya.

155

1. S1 Keperawatan STIKes Yogyakarta

(2)

Menurut World Health Organization (WHO) dalam jangka beberapa tahun terakhir ini jumlah penduduk dunia yang sudah lanjut usia mengalami peningkatan yakni pada tahun 2010 penduduk lansia mencapai 350 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 20%.

Sedangkan pada tahun 2011 jumlah pen-duduk dunia yang sudah lanjut usia hanya sekitar 250 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 19%. Sementara pada tahun 2012 penduduk lansia mencapai 680 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 32%. Perkem-bangan lansia sangat dirasakan oleh negara berkembang dibanding dengan negara-negara maju di dunia (Ishak, 2013). Kelompok lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang beresiko mengalami gangguan kesehatan, termasuk masalah kesehatan jiwa, termasuk adalah gangguan depresi (DepKesRI, 2004). Sejauh ini, prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8%-15% dan hasil meta analisis dari laporan negara-negara di dunia men-dapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan perbandingan wanita-pria14,1:8,6. Adapun prevalensi depresi pada Lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 30-45% (Kompas, 2008).

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kemen-terian Sosial Republik Indonesia bahwa jumlah lansia yang ada di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 berjumlah 9,5 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 20%, tahun 2009 berjumlah 11,3 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 18%, memasuki tahun 2010 lansia berjumlah 17,2 juta jiwa. Pada tahun 2011 lansia mencapai 19,5 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 32% (Ishak, 2013).

Menurut Data Statistik Indonesia (BPS) pada tahun 2011, jumlah lansia yang berada di Yogyakarta berjumlah 425.580 jiwa dan jika lebih dispesifikan lagi, jumlah lansia yang berada di Kota Yogyakarta berjumlah 37.934 jiwa dengan keadaan kesehatan baik 25.671 jiwa, buruk

9.950 jiwa, dan kurang 2.313 jiwa. Pola perkem-bangan di masyarakat dengan adanya kecen-derungan semakin banyak keluarga dengan berbagai alasan dan pertimbangan memasukan anggota keluarga yang lanjut usia ke panti sosial. Lansia dengan banyak keterbatasan dalam proses daya ingat, kekuatan fisik, kecepatan gerak, penurunan fungsi indera akan mempengaruhi fungsi psikososialnya. Tanpa disadari hal ini menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lansia yang kurang bisa meng-antisipasinya sehingga dapat menimbulkan depresi (Kristian, 2011).

Depresi pada lanjut usia terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius mes-kipun pemahaman kita tentang penyebab depresi dan perkembangan pengobatan farma-kologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejala-gejala ini sering berhubungan dengan penyesuaian yang terhambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressor. Stresor pencetus seperti pensiun yang terpaksa, kematian pasangan, kemunduran kemampuan atau kekuatan fisik dan kemunduran kesehatan serta penyakit fisik, kedudukan sosial, ke-uangan, penghasilan dan rumah tinggal se-hingga mempengaruhi rasa aman lansia dan menyebabkan depresi (Azizah, L.M. 2011).

Keperawatan gerontik merupakan suatu bentuk pelayanan keperawatan yang profe-sional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencakup biopsiko-sosial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang telah berusia > 60 tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit, yang bertujuan untuk memenuhi kenyamanan lansia, memper-tahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan tekhnik keperawatan gerontik (Siti Maryam, dkk 2011). Salah satu terapi komplementer yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi depresi pada lansia adalah dengan pemberian terapi musik yang bertujuan membantu pencapaian perubahan tingkah laku dan alam perasaan lansia dengan depresi (Mucci & Katte, 2004).

(3)

Menurut Eliopoulus 2005 dalam buku Me-ngenal Usia Lanjut dan Perawatannya, sifat asuhan keperawatan gerontik adalah inde-penden (mandiri), interdeinde-penden (kolaborasi), humanistik, dan holistik. Peran dan fungsi perawat gerontik adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan secara langsung, sebagai pendidik bagi lansia, keluarga dan masyarakat. Perawat juga dapat menjadi motivator dan innovator dalam memberikan advokasi pada klien serta sebagai konselor.

Ada beberapa pengobatan yang mampu mengurangi depresi, salah satunya adalah dengan musik. Musik dapat menghubungkan antara pikiran dan hati para penderita depresi sehingga mereka dapat membuka diri. Keha-diran musik sebagai bagian dari kehidupan manusia bukanlah hal yang baru. Setiap budaya di dunia memiliki musik yang khusus diper-dengarkan atau dimainkan berdasarkan peris-tiwa-peristiwa bersejarah dalam perjalanan hidup anggota masyarakatnya (Purbowinoto, E.S dan Kartinah, 2011).

Saat ini musik sudah sampai pada pengaruh atau peran musik dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Musik bahkan merambah domain

penelitian mengenai otak dan mendorong upaya riset yang luas hingga ke aplikasi musik secara biomedik. Semua jenis bunyi atau bila bunyi tersebut dalam suatu rangkaian teratur yang kita kenal dengan musik, akan masuk melalui telinga, kemudian menggetarkan gendang telinga, mengguncang cairan di telinga dalam serta menggetarkan sel-sel berambut di dalam koklea untuk selanjutnya melalui saraf

koklearis menuju ke otak. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa terapi musik terbukti efektif dalam membantu rehabilitasi gangguan fisik, peningkatan motivasi dalam menjalani perawatan, memberikan dorongan emosional untuk pasien dan keluarga, mengekspresikan perasaan dan membantu dalam berbagai proses fisioterapi (Djohan, 2006).

Berdasarkan studi pendahuluan yang di-lakukan pada tanggal 19 November 2013

diperoleh data bahwa 10 lansia dilokasi penelitian memberikan gambaran bahwa empat orang menyatakan mereka merasa kurang puas dengan kehidupannya, dan ter-kadang merasa sering resah dan gelisah. tiga orang lansia menyatakan bahwa lebih suka menyendiri dari pada berkumpul dengan para lansia lain, dua orang lansia mengatakan takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada suatu saat nanti. dan satu orang lansia menya-takan merasa tidak berguna. Berdasarkan fenomena yang bermunculan tentang depresi pada lansia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan terapi musik keroncong dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian metode Survei Analitik, pengambilan data berdasarkan pendekatan waktu menggunakan metode cross sectional. Populasi dalam pene-litian ini adalah 52 orang lansia yang ada di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta pada bulan April 2014. Jumlah sampel adalah 30 orang dengan teknik samplingnya menggunakan purposive sampling, sampel diambil dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Analisa data dalam penelitian ini meng-gunakan analisis univariat dan bivariat, analisis univariat menggunakan deskriptif kuantitatif. Analisis bivariat dilakukan uji hipotesis dengan

kendals tau.

HASIL PENELITIAN

Pengambilan data pada penelitian ini di-lakukan sesuai kriteria inklusi yang sudah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Dalam penelitian peneliti dan assistant peneliti melakukan pendataan dan observasi pada cek list sesuai dengan petunjuk pengisian, dari hasil pengolahan data didapatkan hasil sebagai berikut:

(4)

1. Karakteristik Responden Penelitian

a. Berdasarkan Usia Lansia

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia

Tabel 4.1 menunjukkan usia lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta yang sebagian besar berusia antara 70-80 tahun yaitu sebanyak 16 orang (53%), sedangkan lansia yang berusia antara 60-69 tahun sebanyak 10 orang (33,3 %) dimana usia termuda adalah 62 tahun yaitu sebanyak 5 orang. Sisanya berusia lebih dari 80 tahun sebanyak 4 orang (13,3%).

b. Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.2 menunjukkan tingkat pendi-dikan lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta untuk tingkat SD yaitu sebanyak 9 orang (30%), tingkat SMP sebanyak 5 orang (16,7%), tingkat SMA dan STM masing-masing 2 orang (6,7%) dan 1 orang (3,3%). Sedangkan sisanya sebagian besar tidak sekolah atau mencapai 43%.

c. Berdasarkan Lama Tinggal Di Panti

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Tinggal di Panti

Tabel 4.3 menunjukkan lama lansia tinggal di Panti Wredha Budhi Dharma

Yogyakarta. Sebagian besar lansia tinggal di panti kurang dari 5 tahun (46,7%), sedangkan lansia yang tinggal antara 5-10 tahun ada 10 orang (33,3%). Lansia yang sudah tinggal di panti antara 11-15 tahun ada 4 orang (13,3%). Sedangkan sisanya adalah lansia yang sudah tinggal lebih dari 15 tahun yakni sebanyak 2 orang (6,7%).

d. Deskripsi Partisipasi Dalam Terapi Musik

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Partisipasi Lansia Dalam Terapi Musik Keroncong

Tabel 4.4 menunjukkan partisipasi lansia dalam terapi musik keroncong di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Ber-dasarkan table 4.4 tersebut diperoleh informasi bahwa sebanyak 7 orang lansia (23,3%) tergolong kategori tidak aktif dalam terapi musik keroncong. Sedangkan 43% atau sebanyak 13 orang lansia masuk dalam kategori sedang dalam hal partisipasi pada terapi musik keroncong. Sisanya sebanyak 10 orang lansia (33,3%) merupakan lansia yang berpartisipasi aktif dalam terapi musik keroncong.

2. Deskripsi Tingkat Depresi Pada Lansia

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pada Lansia

Tabel 4.5 menunjukkan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Berdasarkan tabel 4.5 tersebut diperoleh informasi bahwa sebanyak 7 orang lansia (23,3%) tergolong kategori depresi sedang-berat. Sedangkan 40% atau sebanyak 12 orang lansia masuk dalam

(5)

kategori depresi ringan. Sisanya sebanyak 11 orang lansia (36,7%) tidak mengalami depresi.

3. Deskripsi Hubungan Partisipasi Terapi

Musik Dengan Tingkat Depresi Pada

Lansia

Tabel 6. Tabulasi Silang Terapi Musik Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa lansia yang tidak aktif dalam terapi musik semuanya mengalami depresi, baik itu depresi ringan (10%) maupun yang terkena depresi sedang-berat (13,3%). Sedangkan untuk lansia yang masuk dalam kategori sedang pada terapi musik, sebanyak 3 orang masuk dalam kategori depresi sedang-berat, delapan orang masuk dalam kategori depre-si ringan, dan hanya sebanyak 2 orang (6,7%) yang tidak mengalami depresi. Kemudian untuk lansia yang aktif dalam terapi musik, seluruhnya tidak ada yang mengalami depresi sedang-berat, walau masih ada lansia yang masuk dalam kategori depresi ringan sebanyak 1 orang, sedangkan sisanya 30% tidak mengalami depresi.

Tabel 7. Hasil Korelasi Kendall-Tau (T) Partisipasi Terapi MusikDengan Tingkat Depresi Pada Lansia

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa nilai korelasi Kendall-Tau (ô) sebesar 0,699 dengan nilai p value 0,000 <

á

= 0,05. Hasil

ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, sehingga hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan terapi musik keroncong dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta.

PEMBAHASAN

Pembahasan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan terapi musik keroncong dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta adalah sebagai berikut :

1. Partisipasi Dalam Terapi Musik

Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap terapi musik pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta diperoleh informasi bahwa sebanyak 7 orang lansia (23,3%) tergolong kategori tidak aktif dalam terapi musik keron-cong. Sedangkan 43% atau sebanyak 13 orang lansia masuk dalam kategori sedang dalam hal partisipasi pada terapi musik keroncong. Sisanya sebanyak 10 orang lansia (33,3%) merupakan lansia yang berpartisipasi aktif dalam terapi musik keroncong.

Terapi musik, dalam hal ini musik keroncong, sangat penting dalam mengembangkan potensi dan atau memperbaiki individu, baik melalui penataan diri sendiri maupun dalam hubungan-nya dengan orang lain, agar ia dapat mencapai keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih baik. Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat bahwa tingkat partisipasi lansia dalam terapi musik keroncong masih sangat tinggi yaitu mayoritas masuk dalam kategori sedang dan aktif (43% dan 33,3%) sedangkan hanya sebagian kecil (7 orang) saja yang tidak aktif dalam terapi musik. Hal ini disebabkan karena bermain musik dapat menenangkan pikiran, menghilangkan perasaan bosan dan jenuh, kebebasan dalam mengekspresikan perasaan ke dalam musik, baik bernyanyi , menari ataupun dengan hanya mendengarkan. Sependapat dengan teori Djohan, (2006) yang menyatakan bahwa peng-gunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi

(6)

musikal dengan maksud memulihkan, menjaga, memperbaiki emosi, fisik, psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan spiritual.

2. Tingkat Depresi Pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis univariat terhadap tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta diperoleh informasi bahwa sebanyak 7 orang lansia (23,3%) ter-golong kategori depresi sedang-berat. Se-dangkan 40% atau sebanyak 12 orang lansia masuk dalam kategori depresi ringan. Sisanya sebanyak 11 orang lansia (36,7%) tidak meng-alami depresi.

Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas lansia masuk dalam kategori depresi ringan (40%) bahkan sebanyak 23% dari total lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta tidak mengalami depresi, walaupun masih ada lansia (23,2%) yang masih masuk dalam kategori depresi sedang-berat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan dengan mengikuti terapi musik keroncong ketegangan otot dapat dikurangi, memperbaiki gerak dan koordinasi tubuh, dan mengurangi perasaan yang tidak menye-nangkan, dan meningkatkan rasa kepercayaan diri pada lanjut usia. Selain itu juga terapi musik keroncong merupakan wadah untuk mening-katkan sosialisasi dan keakraban antara sesama lanjut usia yang berada di panti. Hal ini sepen-dapat dengan pernyataan Djohan (2006) menge-nai tiga konsep utama pengaruh musik, yaitu : (1) Musik penting karena merupakan suatu hal yang baik, (2) Musik merupakan bagian dari kehidupan serta salah satu keindahan budaya manusia, selain terdapat nilai-nilai positif yang sangat berguna, (3) Dengan mengembangkan kemampuan musik maka akan dimiliki ke-unggulan-keunggulan yang menyertainya.

3. Hubungan Partisipasi Terapi Musik

Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia

Hasil analisa bivariat terapi musik dengan tingkat depresi pada lansia menunjukkan bahwa lansia yang tidak aktif dalam terapi musik semuanya mengalami depresi, baik itu

depresi ringan maupun yang terkena depresi sedang-berat. Sedangkan untuk lansia yang aktif dalam terapi musik, seluruhnya tidak ada yang mengalami depresi sedang-berat, walau masih ada lansia yang masuk dalam kategori depresi ringan sebanyak 1 orang, tetapi sisanya mayoritas tidak mengalami depresi. Hal ter-sebut dapat menjelaskan bahwa terapi musik keroncong memiliki hubungan dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil uji korelasi atau hubungan menggunakan teknik Kendal tau.

Nilai korelasi Kendall-Tau (T) sebesar 0,699 dengan nilai p value 0,000 <

á

= 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa terapi musik keroncong memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Nilai koefisien korelasi yang positif mempunyai arti bahwa meningkatnya partisipasi lansia pada terapi musik keroncong akan berakibat pada tingkat depresi lansia yang semakin membaik. Nilai tersebut jika di bandingkan dengan kekuatan hubungan menurut sugiyono (2010) yaitu : 0,000 sampai 0,199 dikategorikan sangat rendah, 0,200 sampai 0,399 rendah, 0,400 sampai 0,599 sedang, 0,600 sampai 0,799 kuat, dan 0,800 sampai 1,000 sangat kuat. Maka nilai koefisien korelasi (r) pada angka 0,699 pada level kuat. Hasil penelitian ini searah dengan hasil pe-nelitian Shalehuddin (2011), yaitu Pengaruh Terapi Musik Gamelan Jawa Terhadap Depresi pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia Pasuran. Hasil penelitian menunjukan adanya persamaan antara Hasil statistik menunjukan tingkat signifikan 0,000 yang dapat disimpulkan bahwa musik gamelan jawa digunakan sebagai terapi memiliki efek pada penurunan jumlah orang yang mengalami depresi di kalangan orang tua. Uji rank wilcoxon menunjukan bahwa pada perlakuan musik pop memiliki rata-rata terkecil dalam menurunkan tingkat depresi dengan hasil 0,667. Hasil ini berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Chan et all (2009) yang meneliti mengenai Effect of

(7)

music on depression levels and physiological responses in community-based older adults. Hasil penelitian menunjukan tidak ada per-bedaan yang signifikan dalam pengurangan tingkat depresi antara orang tua dalam inter-vensi musik kelompok dan orang-orang dalam kelompok control dan tidak ada perubahan yang signifikan pada tingkat depresi.

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Purbowinoto (2011) yaitu dari uji normalitas data diperoleh data distribusi dengan p = 0,016 (p < 0,05), sehingga keputusan yang diambil adalah Ho ditolak. Ho ditolak berarti ada Pengaruh terapi musik terhadap perubahan tingkat depresi pada lansia di PSTW Budhi Luhur Kasongan Bantul. Hal ini mem-berikan bukti ilmiah pentingnya terapi musik keroncong terhadap tingkat depresi pada lansia.Alasan terapi musik keroncong memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat depresi pada lansia karena dengan mening-katnya partisipasi lansia pada terapi musik keroncong akan berakibat pada tingkat depresi lansia yang semakin membaik.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada tujuan penelitian, pembahasan, dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Diketahui hubungan terapi musik keron-cong dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Diketahui gambaran terapi musik pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Diketahui tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta.

2. Mayoritas lansia masuk dalam kategori depresi ringan (40%) bahkan sebanyak 23% dari total lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta tidak mengalami dep-resi, walaupun masih terdapat lansia

(23,2%) yang masih masuk dalam kategori depresi sedang-berat.

3. Terdapat hubungan antara terapi musik keroncong dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta yang ditunjukkan dengan p value

0,000.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan di atas dan pengamatan penulis di lokasi penelitian, maka penulis mengajukan saran ke beberapa pihak sebagai berikut:

1. Bagi Kepala Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta

Sebaiknya para petugas mengemas teknis pelaksanaan terapi musik keroncong dengan lebih menarik agar meningkatkan partisipasi aktif dari lansia yang ada di sana. 2. Bagi Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma

Yogyakarta

Sebaiknya lebih mengikutsertakan diri secara aktif dalam terapi musik yang dilakukan di Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta.

3. Bagi Profesi Keperawatan Gerontik

Sebagai masukan tentang hubungan terapi musik dengan tingkat depresi pada lanjut usia di panti dan dapat digunakan sebagai referensi dan acuan tambahan untuk pene-litian lebih lanjut mengenai terapi musik. 4. Bagi Institusi Terkait (STIKes Yogyakarta)

Diharapkan akan lebih mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai terapi musik keroncong dengan tingkat depresi sehingga dapat dijadikan referensi dan bahan bacaan bagi institusi pendidikan. 5. Bagi Peneliti Lainnya

Diharapkan lebih mengembangkan pene-litian untuk bisa menggali lebih dalam lagi faktor-faktor lain yang berpengaruh ter-hadap tingkat depresi maupun pengaruh dari terapi musik terhadap responden lain.

(8)

KEPUSTAKAAN

Arikunto, S. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Arikunto, S. (2010) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Azizah, L.M. (2011) Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Chan, M.F, et.al. (2009) Effect of music on depression levels and physiological responses in community-based older adults. (internet). LibMed.

Yogyakarta. http://

libmed.ugm.ac.id ( Accessed 11 November 2013)

Djohan. (2005) Psikologis musik. Penerbit Buku Baik. Yogyakarta.

Djohan. (2006) Terapi musik. Galang press. Yogyakarta.

Handayani, S, Riyadi, S. (2011) Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan. Samodera Ilmu Press. Yogyakarta.

Hardianto. (2013) Sejarah Musik Keroncong di Indonesia. (internet) http:// wordpress. com (Accessed 10 Desember 2013)

Ishak. (2013) Gambaran Tingkat Depresi Pada Lansia. (internet) http:// wordpress.com (Accessed 08 Desember 2013)

Johnson. (2012) Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. EGC. Jakarta. Kelana. (2012) Seputar Asal Usul Musik

Keroncong. http://wordpress.com (Accessed 08 Desember 2013) Mujahidullah, K. (2012) Keperawatan Gerontik

Merawat Lansia Dengan Cinta Dan Kasih Sayang. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. (2005) Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, S. (2010) Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Priyantari, W dan Murwani, A. (2010) Gerontik

Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Home Care dan komunitas. Fitramaya. Yogyakarta. Purbowinoto, E.S, Kartinah. (2011) Pengaruh Terapi Musik Keroncong Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia. (internet). Yogyakrta. http:/ / p u b l i k a s i i l m i a h . u m s . a c . i d (Accessed 09 November 2013) Rachmawati, Y. (2005) Musik Sebagai

Pembentuk Budi Pekerti. Jalasutra. Yogyakarta.

Rizka, (2012) Hubungan Antara Tingkat Depresi Dengan Tingkat Kemampuan Melakukan Aktivitas Dasar Sehari-hari pada Lansia.(internet) http:/ /repository. unand.ac.id (Accessed, 18 Maret 2014)

Stanley, M. (2012) Buku ajar Keperawatan Gerontik. EGC. Jakarta.

Sugiyono. (2010) Statistik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Sugiyono. (2013) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Sutanta. Ed. (2013) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Tugas Akhir/Skripsi. LP3M STIKes Yogyakarta. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 7. Hasil Korelasi Kendall-Tau (T)  Partisipasi Terapi MusikDengan Tingkat Depresi Pada Lansia

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhir-akhir ini sering kita lihat di tayangan televisi maupun berita dalam surat kabar tentang adanya kekerasan dalam dunia pendidikan. Para pelakunya bisa antara

IDE yang didukung secara resmi adalah Eclipse 3.2 atau lebih dengan menggunakan plugin Android Development Tools (ADT), dengan ini pengembang dapat menggunakan

Penelitian ini mengandalkan metode studi lapangan ( field research ) dan studi pustaka ( library research ). Penelitian ini dilakukan di Kota Tanjung Balai dengan

Analisis makna dilakukan dengan bertolak dari pandangan Hutomo bahwa ada keterkaitan antara fungsi (junction) dan guna (use) dari cipta sastra terhadap komunitasnya,

Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. Artinya berapa

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Jumlah obyek wisata, jumlah kunjungan wisatawan, dan

Pemahaman tersebut ditujukan agar praktikan dapat mencapai keahlian (skill) yang harus dimiliki sehingga praktikan dapat melaksanakan setiap tugas yang

Pengaruh Tingkat Perputaran…, Fatimah Meita Nur Mufida, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis