• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur percakapan khusus pada pembelajaran mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas B Semester II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur percakapan khusus pada pembelajaran mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas B Semester II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN KHUSUS YANG TERKANDUNG PADA PEMBELAJARAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS B SEMESTER II UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Oleh : Ricky David Setiawan NIM : 141224074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019. i.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. MOTTO. “Bekerja keras dan nikmatilah, sampai anda lupa bahwa anda sedang bekerja” -Penulis. iv.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Setiawan, Ricky. 2019. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Percakapan Khusus pada Pembelajaran Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas B Semester II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam tuturan percakapan pada pembelajaran di kelas B semester II program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teori prinsip kerja sama dan implikatur yang dikemukakan oleh H.P.Grice. Prinsip kerja sama dan implikatur merupakan bagian dari ilmu pragmatik. Dalam penelitian ini, objek penelitiannya adalah percakapan antara mahasiswa ke mahasiswa, dan mahasiswa ke dosen di kelas B Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penelitian ini, ditemukan delapan belas kasus pelanggaran maksim dalam percakapan mahasiswa dan dosen pada pembelajaran di kelas B Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pelanggaran maksim kuantitas ditemukan sebanyak lima kasus pelanggaran. Pelanggaran maksim relevansi ditemukan sebanyak lima kasus pelanggaran. Pelanggaran maksim kualitas ditemukan lima kasus pelanggaran. Sedangkan maksim cara/pelaksanaan hanya ditemukan tiga kasus pelanggaran. Dari setiap pelanggaran maksim yang ditemukan, selalu ada implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalamnya untuk mengimplikasikan maksud yang sebenarnya pada setiap tuturan. Kata Kunci: Prinsip Kerja Sama, Pelanggaran Maksim, Implikatur Percakapan Khusus. vii.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Setiawan, Ricky. 2019. Cooperative Principles Violation and Functions of Conversational Implicature in B Class Semester II Students of Indonesian Literature Language Education Study Program of Sanata Dharma University Yogyakarta. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Language Education Study Program, Education and Teacher Training Faculty, Sanata Dharma University. This research aims to find out forms of cooperative principle violation and functions of conversational implicature contained in conversational utterances on learning in B Class Semester II Students of Indonesian Literature Language Education Study Program of Sanata Dharma University Yogyakarta. This research uses cooperative principle violation and implicature theories as stated by H. P. Grice. Cooperative principle violation and implicature are parts of Pragmatics discipline. The student-to-student and student-to-lecturer conversational utterances in Indonesian Literature Language Education Study Program are the objects of this research. In this study, eighteen cases of violation of maxims were found in the conversations of students and lecturers on learning in class B of the Indonesian Literature Education Study Program, Sanata Dharma University, Yogyakarta. Maximum quantity violations were found in five violations. Violations of relevance maxim were found in five violations cases. Quality maxims violations were found in five cases of violations. Whereas the method / implementation maxims only found three violations. For each violation of the maxims found, there are always implications of the specific conversations contained therein to imply the true intentions of each utterance. Keywords: Cooperative Principles Violations, Maximum Violations, Implications of Special Conversations. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas karunia dan kebaikan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Fungsi Implikatur Percakapan Pada Pembelajaran Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas B Semester II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan motivasi dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Adapun pihak-pihak yang dimaksud adalah: 1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd.,M.Hum. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 4. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah mendidik saya selama masa perkuliahan. 6. Th. Rusmiati selaku karyawan sekeretariat Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah dengan sabar melayani segala kepentingan saya dalam administrasi. 7. Mahasiswa angkatan 2014 terutama untuk teman-teman mahasiswa kelas B yang sudah menemani saya pada masa perkuliahan.. ix.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii. HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii. MOTTO .......................................................................................................... iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... v. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... vi. ABSTRAK ....................................................................................................... vii. ABSTRACT ...................................................................................................... viii. KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix. DAFTAR ISI .................................................................................................... xi. BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1. 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1. 1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 3. 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4. 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 4. 1.5. Batasan Istilah ........................................................................... 5. 1.6. sistematika penelitian ................................................................ 6. BAB II LANDASAN TEORI.. ..................................................................... 8. 2.1. Penelitian Relevan…. ................................................................ 8. 2.2. Pragmatik .................................................................................. 9. 2.3. Prinsip Kerja Sama.................................................................... 10. 2.2.1 Maksim Kuantitas ............................................................ 11. 2.2.2 Maksim Kualitas .............................................................. 12. 2.2.3 Maksim Relevansi ............................................................ 13. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.2.3 Maksim Cara/Pelaksanaan ............................................... 14. Implikatur .................................................................................. 15. 2.4.1 Implikatur Percakapan ..................................................... 16. 2.4.2 Jenis-Jenis Implikatur....................................................... 19. Kerangka Berpikir ..................................................................... 22. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 23. 2.4. 2.5. 3.1. Jenis Penelitian .......................................................................... 24. 3.2. Sumber Data dan Data .............................................................. 23. 3.3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 24. 2.3.1 Observasi .......................................................................... 24. 2.3.2 Menyimak ........................................................................ 25. 2.3.3 Mencatat ........................................................................... 25. 2.3.4 Rekam .............................................................................. 25. 3.4. Instrumen Penelitian.................................................................. 25. 3.5. Teknik Analisis Data ................................................................. 25. 3.5.1 Identifikasi........................................................................ 26. 3.5.2 Klasifikasi ........................................................................ 26. 3.5.3 Interpretasi........................................................................ 26. 3.5.4 Pelaporan .......................................................................... 28. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 29. 4.1. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ............................................... 29. 2.2.1 Pelanggara Maksim Kuantitas.......................................... 29. 2.2.2 Pelanggaran Maksim Kualitas......................................... 33. 2.2.3 Pelanggaran Maksim Relevansi ....................................... 35. 2.2.3 Pelanggaran Maksim Cara/Pelaksanaan .......................... 38. 4.2. Implikatur Percakapan Khusus… ............................................. 40. 4.3. Pembahasan Hasil Analisis ….. ................................................ 45. xii.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.3.1 Analisis Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ........................ 45. 4.3.2 Analisis Implikatur Percakapan Khusus .......................... 56. PENUTUP………………… ............................................................. 69. 5.1. Simpulan Hasil Penelitian ……. ............................................... 69. 3.5. Saran. ...................................................................................... 69. ………………………. .................................... 71. LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………. .................... 72. Bab V. DAFTAR PUSTAKA. xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh manusia untuk saling bertukar informasi baik verbal maupun non verbal. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan sesama manusia yang ada di lingkungan sekitarnya. Alat komunikasi yang selalu digunakan manusia adalah bahasa. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sangatlah beragam. Menurut. Wursanto. (2001:31),. komunikasi. adalah. proses. kegiatan. pengoperan/penyampaian warta/berita/informasi yang mengandung arti dari satu pihak (seseorang atau tempat) kepada pihak (seseorang atau tempat) lain dalam usaha mendapatkan saling pengertian. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa komunikasi adalah pengiriman atau penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Berlo (dalam Erliana Hasan, (2005:18) mengemukakan komunikasi sebagai suasana yang penuh keberhasilan jika dan hanya jika penerima pesan memiliki makna terhadap pesan tersebut dimana makna yang diperolehnya tersebut sama dengan apa yang dimaksudkan oleh sumber. Berdasarkan pandangan ahli di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi. adalah. kegiatan. penyampaian. warta/berita/informasi. yang. mengandung arti serta kegiatan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat agar pesan dapat diterima atau dipahami dengan baik.. 1.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Di dunia ini terdapat banyak bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi. Masyarakat Indonesia contohnya yang menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi, dimana bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional atau bahasa persatuan. Selain bahasa Indonesia, masih banyak ragam bahasa yang digunakan di Indonesia, yaitu bahasa daerah. Seperti yang dikatakan oleh Dadang Sunendar, dalam acara Lokakarya Pengelolaan Laman dan Media Sosial di Hotel Santika Taman Mini Indonesia Indah Jakarta "Dari tahun 1991 sampai 2017 kami telah memetakan dan memverifikasi bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Jumlahnya saat ini 652 bahasa daerah, yang tentunya bisa berubah seiring waktu.” (dalam Kemendikbud.go.id). Komunikasi biasanya terjadi antara dua orang atau lebih yang saling bertukar informasi ataupun untuk mengutarakan ide dan perasaan dalam bentuk tuturan atau ujaran. Agar terciptanya suatu komunikasi yang baik, dibutuhkan adanya saling kerjasama antara penutur dan mitra tutur agar apa yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik. Pematuhan prinsip kerja sama dalam percakapan merupakan bentuk interaksi yang banyak dilakukan untuk keefektifitasan dalam komunikasi. Dalam pematuhan prinsip kerja sama antara penutur dan mitra tutur dibutuhkan adanya kerja sama dalam pertuturan yang sifatnya kooperatif (Sulistyowati:126). Pelanggaran prinsip kerja sama saat berkomunikasi sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita. Akibatnya, pelanggaran prinsip kerja sama pada saat berkomunikasi seringkali menimbulkan suatu perdebatan antara penutur dan mitra tutur, karena kurangnya pemahaman satu sama lain..

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Pada penelitian ini, peneliti menjadikan mahasiswa semester II program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagai objek penelitian. Dalam hal ini, dialog percakapan antara sesama mahasiswa dan antara mahasiswa dengan dosen yang. akan dikaji untuk. mengetahui seberapa banyak pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur percakapan diperoleh dari percakapan yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Pemilihan kegiatan pembelajaran di dalam kelas sebagai objek penelitian karena di kelas sering terjadi kegiatan presentasi yang memancing percakapan seperti, tanya jawab antar mahasiswa dan dosen di kelas. Perdebatan terjadi biasanya disebabkan oleh rasa tidak puas terhadap suatu pendapat atau pun ketika sebuah pertanyaan dijawab dengan berbelit-belit, tidak langsung ke inti pertanyaannya. Hal ini bukan tanpa maksud dan tujuan. Biasanya, dalam komunikasi penutur maupun mitra tutur. menggunakan implikasi agar. maksud dapat tersampaikan dengan baik. Berdasarkan latar belakang di atas, maka judul dalam penelitian ini adalah “Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Percakapan Khusus Yang Terkandung Pada Pembelajaran Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas B Semester II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka berikut ini merupakan rumusan masalah dalam penelitian ini:.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. a. Pelanggaran prinsip kerja sama apa sajakah yang terjadi pada pembelajaran di kelas B semester II program studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta? b. Apa implikatur percakapan khusus yang terkandung dalam percakapan pada pembelajaran di kelas B semester II program studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menemukan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama pada pembelajaran di kelas B semester II program studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Mendeskripsikan implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam percakapan pada pembelajaran di kelas B semester II program studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap kajian ilmu pragmatik khususnya pada bidang pembelajaran di kelas. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa kalangan seperti: 1. Pembaca.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi kepada pembaca mengenai pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur percakapan khusus pada kegiatan pembelajaran mahasiswa di kelas. 2. Dosen Penelitian ini diharapkan dapat membantu dosen memberikan informasi mengenai apa saja pelanggaran prinsip kerja sama yang biasa terjadi pada kegiatan pembelajaran mahasiswa di kelas, serta implikatur percakapan khusus dalam sebuah percakapan. 3. Mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai prinsip kerja sama dan implikatur percakapan khusus dalam sebuah percakapan untuk mahasiswa. Serta dapat menjadi bahan referensi untuk mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian pada bidang yang sama. 1.5 Batasan Istilah Batasan istilah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Komunikasi Menurut Wursanto (2001:31), komunikasi adalah proses kegiatan pengoperan/penyampaian warta/berita/informasi yang mengandung arti dari satu pihak (seseorang atau tempat) kepada pihak (seseorang atau tempat) lain dalam usaha mendapatkan saling pengertian. b. Pelanggaran.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. Menurut KBBI, pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggar. Dalam hal ini yang dilanggar adalah prinsip kerja sama dan implikatur percakapan dalam kegiatan pembelajaran. c. Prinsip Kerja sama Menurut Leech (dalam Sulistyowati, 2013) prinsip kerja sama merupakan subteori tentang penggunaan bahasa. Subteori tentang penggunaan bahasa itu dimaksudkan sebagai upaya untuk membimbing para peserta percakapan agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif. Prinsip kerja sama mengatur apa yang harus dilakukan oleh peserta percakapan (penutur dan petutur) agar percakapan itu terdengar koheren penutur yang tak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama dengan tidak mengikuti prinsip kerja sama. d. Implikatur Percakapan Menurut Brown dan Yule (1996:31) istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur. 1.6 Sistematika Penelitian Penelitian ini akan dijabarkan dalam lima bab yang diuraikam secara sistematis. Bab I berisi tentang pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penelitian. Bab II merupakan landasan teori yang terdiri dari kajian teori dan kerangka berpikir. Bab III berisi tentang metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data,.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. instrumen, dan teknik analisis data. Bab IV pembahasan yang menjabarkan hasil penelitian. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran..

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Relevan Penelitian yang relevan pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Rully Pratistya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul penelitian “Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Dalam Acara Debat TV ONE Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Penelitian ini mengkaji mengenai pelanggaran-pelanggaran maksim yang terjadi pada suatu acara debat pada salah stasiun tv swasta, serta mengimplikasikannya ke dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Winda Sulistyowati mahasiswa Universitas Airlangga, dengan judul penelitian “Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Percakapan Dalam Film Petualangan Sherina Karya Riri Riza”. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk pelanggaran maksim dalam prinsip kerja sama, serta menemukan implikatur percakapan yang terkandung di dalam pelanggaran maksim-maksim tersebut. Penelitian relevan ketiga dilakukan oleh Galih Wibisono dalam jurnal cakrawala mandarin, dengan judul penelitian “Pelanggaran Maksim Prinsip Kerja Sama Tokoh Utama Pada Film Liang Zhu Sampek Engthay”. Pada penelitian ini Galih Wibisono mendeskripsikan pelanggaran-pelanggaran maksim yang terdapat di dalam film “Liang Zhu”.. 8.

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9. Ketiga penelitian di atas, selaras dengan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini. Hanya saja objek penelitiannya yang berbeda. 2.2 Pragmatik Menurut Levinson (dalam Pranowo, 2009) pragmatik adalah studi mengenai penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa yang dimaksud oleh Levinson adalah penggunaan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Jadi, kajian bahasa dari segi pragmatik berarti mengkaji bahasa untuk berkomunikasi. Sedangkan menurut Kasheer (dalam Putrayasa, 2014) pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana bahasa tersebut diintegrasikan ke dalam konteks. Parker (dalam Rahardi, 2009) mendefinisikan pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan hal tersebut adalah bagaimana sesungguhnya satuan lingual tertentu dapat digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Berdasarkan beberapa pendapat dari ahli di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah studi mengenai penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi dengan memperhatikan konteks. Dalam kajian pragmatik selain tidak lepas dari konteks, tentu juga tidak lepas dari prinsip kerja sama dan juga implikatur. Prinsip kerja sama diperlukan agar pesan dapat sampai dengan baik pada peserta tutur pada saat berkomunikasi, oleh karena itu prinsip-prinsip kerja sama yang dipelopori oleh Grice sangat penting untuk diperhatikan..

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. Selain prinsip kerja sama, Grice juga membahas mengenai implikatur dalam kajian pragmatik, konsep mengenai implikatur ini digunakan oleh Grice untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan teori semantik biasa. Menurut Brown dan Yule ( dalam Putrayasa, 2014: 63) implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur. Pendapat itu bertumpu pada suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harafiah. Penelitian ini akan mengkaji mengenai pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur pada kegiatan pembelajaran di kelas, oleh karena itu pembahasan mengenai prinsip kerja sama dan implikatur akan dibahas secara lebih rinci pada beberapa sub bab di bawah ini. 2.3 Prinsip Kerja Sama Dalam percakapan terdapat prinsip kerja sama untuk menjalin suatu percakapan yang gunanya agar dapat mencapai komunikasi yang baik. Prinsip kerja sama atau prinsip kooperatif yang dicetuskan oleh Grice (1975) sebagai dasar kesuksesan dalam berkomunikasi. Artinya, di dalam situasi formal prinsip kooperatif adalah aturan-aturan dasar yang dijalankan ketika mengucapkan dan menafsirkan ucapan (Black, 2011 dalam Putrayasa, 2014). Adanya kerja sama ini membuat tuturan menjadi lebih. bermakna dan. memiliki sebuah tujuan. Proses kerja sama dan kesamaan informasi yang dimiliki oleh penutur maupun mitra tutur akan memudahkan proses informasi. Adanya kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur dalam sebuah.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. percakapan akan memudahkan pertukaran informasi dan memudahkan penyampaian maksud yang ingin dicapai. Kesesuaian informasi yang didapat dari kerja sama inilah yang membuat prinsip kerja sama ini menjadi sangat penting. Prinsip kerja sama yang paling umum itu adalah dalam menggunakan tuturan-tuturan yang lugas, mudah dipahami dan langsung sehingga tuturan segera dapat ditangkap maksudnya oleh lawan tutur dan waktunya tidak terbuang percuma. Secara rinci, Grice (dalam Putrayasa, 2014: 102) mengemukakan bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan yakni: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Selanjutnya prinsip kerja sama akan dijabarkan pada penjelasan di bawah ini. 2.3.1 Maksim Kuantitas Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya (Putrayasa, 2014:102). Hal tersebut selaras dengan yang disampaikan oleh Rahardi (2005:53) di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Adapun kaidah maksim kuantitas adalah sebagai berikut: 1) Berikanlah informasi Anda sesuai kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan..

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. 2) Jangan. memberikan. informasi. yang. berlebihan. melebihi. kebutuhan. Contoh: A: Dimana rumahmu? B: Rumah saya dijalan Beringin Blok C Kavling. Percakapan di atas merupakan contoh percakapan yang memenuhi maksim kuantitas. Karena, informasi yang diberikan oleh si B tidak melebihi informasi yang dibutuhkan oleh si A. 2.3.2 Maksim Kualitas Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas (dalam Rahardi, 2005:55). Selaras dengan pendapat Rahardi, Putrayasa (2014:103) juga menjelaskan bahwa maksim ini mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Adapun kaidah maksim kualitas adalah: 1) Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar. 2) Jangan mengatakan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara memadai. Contoh kaidah maksim kualitas tersebut dapat dikutipkan dari ilustrasi Grice (dalam Prutrayasa, 2014:103) sebagai berikut. “Saya mengharapkan kontribusi anda sungguh-sungguh, bukan palsu. Kalau saya membutuhkan gula sebagai bahan pembuat kue yang Anda minta saya membuatnya, saya tidak mengharapkan Anda memberikan garam kepada saya; kalau saya memerlukan.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. sendok, saya ingin sendok sungguhan buka sendok mainan yang terbuat dari karet.” Contoh: A: Apa ibu kota Kalimantan Barat? B: Pontianak Contoh percakapan di atas memenuhi maksim kualitas. Karena, jawaban yang diberikan oleh (B) atas pertanyaan dari (A) sesuai dengan fakta yang sebenarnya, bahwa ibu kota Kalimantan adalah Pontianak. 2.3.3 Maksim Relevansi Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan. kontribusi. yang. relevan. tentang sesuatu. yang sedang. dipertuturkan itu (dalam Rahardi, 2005:57). Selaras dengan pendapat Grice, 1997 (dalam Putrayasa, 2014:104) yang mengatakan bahwa maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Contoh: Ibu : “Sebelum berangkat sekolah, jangan lupa sarapan dulu ya nak.” Anak : “Iya bu, nanti aku sarapan.” Contoh di atas dikatakan mematuhi maksim relevansi, karena jawaban sang anak selaras dengan apa yang diperintahkan oleh sang ibu. Dengan jawaban “Iya bu, nanti aku sarapan” yang berarti dia akan sarapan sebelum berangkat ke sekolah, sesuai dengan apa yang diperintahkan ibu..

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. 2.3.4 Maksim Cara/Pelksanaan Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur (Rahardi, 2005:57). Selaras dengan pendapat. Rahardi,. Putrayasa. juga. menyampaikan. bahwa. maksim. cara/pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut (Putrayasa, 2014:105). Adapun kaidah dalam maksim cara/pelaksanaan adalah: 1) Hindari ungkapan yang tidak jelas, 2) Hindari ungkapan yang membingungkan, 3) Hindari ungkapan berkepanjangan, 4) Ungkapkan sesuatu secara runtut. Lebih lanjut, ilustrasi yang diberikan oleh Grice 1975 ( dalam Putrayasa, 2014:105). adalah “Saya mengharapkan pasangan saya menjelaskan kontribusi apa yang diberikannya dan melaksanakan tindakannya secara beralasan. Contoh: Ibu : “Ayo, cepat bukakan jendelanya!” Anak: “Sebentar dulu bu, masih dingin.” Cuplikan percakapan antara Ibu dan Anak di atas merupakan contoh percakapan yang memenuhi maksim cara/pelaksanaan. Karena, perintah dari (Ibu) yang berbunyi “Ayo, cepat bukakan jendelanya!” memiliki kejelasan yang dapat dipahami oleh (Anak) yang berarti (Ibu) memerintahkan untuk segera membuka jendela, bukan membuka yang lain selain jendela..

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15. 2.4 Implikatur Menurut Mey (dalam Nadar, 2009), implikatur „implicature‟ berasal dari kerta to imply, sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja tersebut berasal dari bahasa latin plicare yang berarti to fold “melipat”. Dengan demikian, untuk mengetahui apa yang dilipat atau disimpan tersebut haruslah dilakukan dengan cara membukanya. Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada tuturan-tuturannya. Selain itu, Grice di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan (dalam Rahardi, 2005:43). Nababan (1987) menyatakan bahwa implikatur erat dengan konvensi kebermaknaan yang terjadi di dalam proses komunikasi. Konsep itu kemudian dipahami untuk menerangkan perbedaan antara hal “yang diucapkan” dan hal “yang diimplikasikan”. Lebih lajut, Brown dan Yule (1996) menyatakan bahwa istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur (dalam Putrayasa, 2014:63)..

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan implikatur seperti pendapat para ahli di atas, berikut merupakan contoh percakapan yang mengandung implikatur di dalamnya. A: “Bro laper nih.” B: “Males keluar ah.” Pada cuplikan percakapan di atas, respon yang diberikan oleh B, tentu tidak relevan atau tidak sesuai dengan apa yang dituturkan oleh A. Namun bila kita melihat dari konteks percakapannya, tuturan si B dalam merespon tuturan dari si A tidak semata-mata ingin menyatakan bahwa si A males keluar, yang tidak ada kaitannya dengan tuturan si B. Si penutur B bermaksud untuk menyampaikan bahwa, si B sedang tidak ingin pergi keluar untuk menemani si A membeli makanan. Dengan kata lain, tuturan si B mengimplikasikan bahwa dirinya tidak ingin menemani si A untuk membeli makanan keluar.Jadi bila melihat dari beberapa pendapat ahli dan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur merupakan ilmu yang berfungsi untuk memahami apa yang dimaksud atau disimpulkan oleh penutur, karena sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari sebuah tuturan. 2.4.1 Implikatur Percakapan Implikatur percakapan memiliki ciri-ciri spesifik, yang membedakan dengan fenomena pragmatik lainnya. Menurut Cruse (dalam Sumarsono, 2009) ada empat kriteria khusus yang merupakan ciri implikatur percakapan, yaitu: bergantung konteks, dapat dibatalkan, tidak dapat dilepaskan, dan dapat diperhitungkan (Putrayasa, 2014:64)..

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. 1. Bergantung Konteks IP sangat ditentukan/bergantung pada konteks. Rere : Mau kemana, De? Tude : mules nih Rere : rapatnya sudah dimulai Tude : duluan saja (konteks dituturkan oleh Rere ketika mengajak Tude untuk segera mengikuti rapat tetapi Tude belum dapat ikut karena perutnya sakit dan segera ke wc). 2. Dapat dibatalkan Makna tuturan ber-IP dapat dibatalkan dengan kehadiran materi tambahan. Proses pembatalan dan materi tambahan dapat diamati pada contoh tuturan (A) berikut ini: A: Risna, jadi tidak kamu menyetor laporan? B: (1) Atasanku masih di Surabaya. B: (2) Oh ya, sebagian laporan sudah kukirim lewat e-mail. Seumpamanya A adalah teman Risna dan B adalah Risna maka jawaban B (1) mengandung. IP, bahwa Risna belum menyetor laporan kepada atasan. karena atasannya sedang tugas di luar kota, sedangkan pada B (2) menghapus implikatur tersebut. 3. Tidak dapat dilepaskan Pada kriteria yang ketiga ini dinyatakan bahwa substansi proposisi yang sama pada konteks yang sama memunculkan IP yang sama. Dalam suatu bentuk yang diekspresikan, IP diikat pada makna dan tidak pada bentuk. Contoh: (1) Rani tidak mengendarai mobil, (2) Rani mencoba mengendarai mobil, (3) Rani mengendarai mobil. 4. Dapat diperhitungkan.

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. IP dapat diperhitungkan dengan menggunakan prinsip-prinsip umum berbasis pada makna konvensional dan informasi kontekstual (Cruse dalam Sumarsono, 2009 dalam Putrayasa, 2014:65). Makna konvensional dapat diabaikan oleh Pn (penutur), ketika memaknai tuturan dengan konteksnya, tetapi ia dapat memaknainya. Misalnya, ada dua. orang secara manasuka. setuju bahwa jika sewaktu-waktu salah satu di antara mengatakan X, mereka akan memaknai Y. contohnya antara dua orang mahasiswa yang tidak dalam satu kost bahwa manakala salah seorang mengatakan “Mas, ada teman wanitanya”. Atau “Mas, ada tamu”. Sementara si Mas menyadari bahwa dia tidak memakai baju. Respons atau tuturan khusus itu bersifat bebas. Selain ciri-ciri implikatur percakapan di atas, Grice (dalam Wijana,1996) juga mengemukakan bahwa ada 5 (lima) ciri dari implikatur percakapan, yakni: 1) Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dibatalkan baik dengan cara eksplisit ataupun dengan cara kontekstual (cancellable). 2) Ketidakterpisahan implikatur percakapan dengan cara menyatakan sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu, sehingga. orang. memakai. tuturan. bermuatan. implikatur. untuk. menyampaikannya (nondetachable). 3) Implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat yang dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam makna konvensional kalimat itu (nonconventional)..

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. 4) Kebenaran isi implikatur tidak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan (calcutable). 5) Implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya (inderteminate). 2.4.2 Jenis-Jenis Implikatur Percakapan Implikatur percakapan terbagi lagi menjadi tiga, yaitu: (1) implikatur percakapan umum, (2) implikatur percakapan berskala, (3) implikatur percakapan khusus (Nadar, 2009 dalam Putrayasa, 2014:70-72). Berikut dipaparkan secara singkat ketiga implikatur percakapan tersebut. 1. Implikatur Percakapan Umum Implikatur percakkapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di dalam percakapan tidak. memerlukan konteks khusus. Jika pengetahuan. khusus tidak persyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, hal ini disebut implikatur percakapan umum (Nadar, 2009 dalam Putrayasa 2014). Contoh di bawah ini memperlihatkan hal tersebut. Implikatur (1) sebagai akibat adanya tuturan (2) merupakan implikatur percakapan umum. (1) Saya menemukan uang. (2) (Uang itu bukan milik saya) 2. Implikatur Percakapan Berskala Implikatur. berskala. ditandai. dengan. istilah-istilah. untuk. mengungkapkan kuantitas dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah (Yule, 1996 dalam Putrayasa). Misalnya:.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. (1) (Semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit)(selalu, sering, kadangkadang) (2) Saya sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata pelajaran yang persyaratkan. Dengan memilih kata „beberapa‟ dalam kalimat tersebut, penutur menciptakan suatu implikatur (tidak semua). Inilah salah satu implikatur tuturan berskala. Dasar implikatur berskala ialah bahwa semua bentuk negative dari skala yang lebih tinggi dilibatkan apabila bentuk apapun dalam skala itu dinyatakan. Skala yang pertama (dalam contoh 1 di atas) mengandung „seluruh‟, „sebagian besar‟, dan „banyak‟ berskala lebih tinggi dari „beberapa‟. Dengan adanya batasan implikatur berskala, konsekuensinya adalah dalam mengatakan „sebagian besar mata pelajaran yang dipersyaratkan „, penutur juga menciptakan implikatur lain, misalnya: „tidak sebagian besar‟, „tidak banyak‟. Apabila penutur melanjutkan untuk menjelaskan mata pelajaran linguistik itu seperti dalam kalimat (3) berikut, maka kita akan mengetahui lebih banyak implikatur berskala lagi. (3) Dia kadang-kadang sangat menarik. Dengan menggunakan „kadang-kadang‟ dalam kalimat (3) di atas, penutur menyampaikan bentuk-bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala kekerapan melalui implikatur „tidak selalu‟, „tidak sering‟. 3. Implikatur Percakapan Khusus Yule (1996: 74) menyatakan implikatur percakapan khusus terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana mitra tutur mengasumsikan informasi secara lokal. Oleh karena itu, implikatur percakapan khusus sangat memerlukan konteks dan pengetahuan khusus untuk menyimpulkan apa yang.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. diperlukan. Implikatur percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan mengetahui/merujuk konteks (sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta kebersamaan pengetahuan mereka. Hanya dengan pengetahuan khusus itulah makna atau implikatur dapat diturunkan, seperti pada contoh berikut. Hayati : “Kemana payung ini harus saya kembalikan?” Zainuddin : “Saya tinggal di rumah mande Jamila, encik.” Pada contoh di atas mengimplikasikan bahwa Hayati tidak langsung mengembalikan payung yang dipinjamkan oleh Zainuddin kepadanya Karena hari sudah malam. Zainuddin memberikan kesempatan kepada Hayati untuk memakai dan membawa payungnya pulang dan Zainuddin hanya memberitahu tempat ia tinggal, supaya Hayati dapat mengembalikan payung yang ia pinjam. Percakapan tersebut juga mengimplikasikan terjadinya keakraban antara Hayati dan Zainuddin diawal perkenalan mereka. Alamat Zainuddin tinggal secara tidak langsung merupakan konteks dan latar belakang pengetahuan khusus yang diketahui oleh Zainuddin sebagai penutur dan Hayati sebagai mitra tutur. Dari ketiga implikatur percakapan di atas, penelitian kali ini hanya menfokuskan kepada satu implikatur saja, yakni implikatur percakapan khusus. Dimana, pada implikatur percakapan khusus untuk mengetahui implikatur yang terkandung dalam sebuah tuturan, baik penutur maupun mitra tutur harus mengetahui/memahami konteks (sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta kebersamaan pengetahuan mereka..

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. 2.5 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir memudahkan pembaca untuk memahami alur penelitian ini. Berikut adalah bagan kerangka berpikir: Pelanggaran Prinsip Kerja Sama. Maksim Kuantitas, Maksim Kualitas, Maksim Relevansi, Maksim Cara/Pelaksanaan. Implikatur Percakapan Khusus.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Bogdan dan Guba (dalam Pratistya, 2015) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Kemudian, Fraenkel dan Wallen (dalam Pratistya, 2015) menyatakan bahwa “penelitian yang mengkaji kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau material disebut penelitian kualitatif, dengan penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh dalam menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu kegiatan atau situasi tertentu.” Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama serta implikatur percakpan khusus yang terkandung di dalam tuturan percakapan, pada kegiatan pembelajaran di kelas B semester II Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 3.2 Sumber Data dan Data Sumber data dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Kelas B Semester II, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Data dalam penelitian ini adalah hasil observasi dan hasil transkrip data yang diambil dari percakapan yang terjadi di kelas antara mahasiswa ke mahasiswa, dan mahasiswa ke dosen.. 23.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi, menyimak, mencatat, dan rekam. 3.3.1 Observasi Observasi. merupakan. kegiatan. peninjauan. langsung,. dengan. cara. mengamati data-data kebahasaan yang sering ditemukan dalam percakapan di kelas. Sukmadinata (2011:220 dalam Deresta, 2018), mengatakan bahwa observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Selanjutnya peneliti melakukan perekaman data serta mencatat percakapan yang berpotensi melanggar prinsip kerja sama. 3.3.2 Menyimak Menyimak berarti suatu kegiatan mendengarkan dengan saksama untuk memahami apa yang sedang didengar. Dalam KBBI dijelaskan bahwa menyimak yaitu mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang. Dalam penelitian ini, sumber data yang akan dipakai adalah hasil dari percakapan antar mahasiswa mau pun dosen. Jadi, untuk mendapatkan data yang sesuai dengan fokus penelitian ini, peneliti harus menyimak secara saksama percakapan yang terjadi antara mahasiswa ke mahasiswa mau pun antara mahasiswa ke dosen pengampu..

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. 3.3.3 Mencatat Selain menyimak, peneliti juga harus mencatat percakapan yang berpotensi melanggar ke empat maksim dalam prinsip kerja sama, antara lain maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. 3.3.4 Rekam Untuk mendapatkan data yang benar-benar valid, peneliti menyadari bahwa tidak cukup jika hanya mengandalkan kemampuan menyimak percakapan secara langsung di kelas. Oleh karena itu, untuk membantu menemukan data yang benarbenar valid, peneliti juga merekam percakapan yang terjadi di kelas untuk kembali disimak pada saat di luar kelas. 3.4 Instrumen Penelitian Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyanto, 2015:147). Dalam penelitian ini instrumen yang akan digunakan dalam membantu proses penelitian adalah buku catatan untuk mencatat cuplikan percakapan yang dianggap melanggar prinsip kerja sama percakapan dan alat rekam (Handphone) untuk merekam percakapan yang terjadi di kelas, yang kemudian didengar kembali oleh peneliti ketika di luar kelas dalam lanjutan mencari data pelanggaran prinsip kerja sama dalam percakapan. 3.5 Teknik Analisis Data Analisis data menurut Patton (1980: 268) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong, 1989: 112). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. adalah mengolah hasil observasi dan hasil transkrip data percakapan. Berikut beberapa tahap yang akan dilakukan dalam menganalisis data. 3.5.1 Identifikasi Pada teknik identifikasi peneliti akan mengidentifikasi hasil tuturan yang sudah dicatat, maupun di rekam pada saat pembelajaran di kelas apakah termasuk ke dalam pelanggaran prinsip kerja sama atau tidak. 3.5.2 Klasifikasi Dalam teknik klasifikasi, peneliti membuat kartu data tuturan. Fungsi dari kartu data tuturan tersebut untuk menunjukan data tuturan apa saja yang sekiranya melanggar prinsip kerja sama, serta implikatur apa yang terdapat pada tuturan tersebut. Ada pun data tuturan yang dimaksud sebagai berikut: Pelanggaran Prinsip Kerja Sama No. Data: Waktu tuturan: Konteks: Bentuk tuturan: Pelanggaran maksim: Indikator pelanggaran: Implikatur: 3.5.3 Interpretasi Dalam tahap ini, peneliti menafsirkan data yang telah diperoleh sebelumnya berdasarkan data dari lapangan. Tindak lanjut yang akan dilakukan setelah menafsirkan data adalah pengecekan keabsahan data. Furchan (1982: 480-483 dalam Deresta, 2018) ada beberapa hal atau prinsip dalam menafsirkan atau memaknai data sebagai berikut:.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. 1. Peranan usulan dalam memudahkan interpretasi Dasar yang kokoh untuk menafsirkan hasl penelitian hendaknya sudah diletakkan disetiap tahap pengembngan usulan, bahkan sebelum penelitian yang sesungguhnya dilakukan. Dengan selalu ingat akan terdiri dari apa saja data yagn mereka peroleh serta apa yang meungkin dapat dipelajari dari data tersebut, peneliti dapat mempersiapkan diri untuk menafsirkan data itu. 2. Perlunya terus mengikuti rencana awal Sesudah usulan diterima dan penelitian dimulai, penyelidikan itu harus dilaksanakan tepat seperti yang telah direncanakan. Kaidah ini memiliki implikasi etik maupun praktis. 3. Penafsiran hasil yang sesuai harapan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini: a. Jangan membuat interpretasi yang melebihi informasi. Kelihatannya hal ini merupakan suatu larangan yang sudah jelas dengan sendirinya, namun peneliti sering merasa begitu gembira karena hasil yang diperolehnya sesuai dengan harapannya sehingga, menarik kesimpulan yang tidak mempunyai dasar sah dalam data. b. Jangan melupakan keterbatasan penyelidikan, hal ini dapat dilihat dari keterbatasan sampel misalnya, keterbatasan alat ukur dan sebagainya. 4. Penafsiran hal yang negatif Jika melakukan penyelidikan secara tersirat hal tersebut masih bersifat dugaan bukan hal yang pasti. Oleh karena itu kita wajib menerima data yang kita peroleh dan menafsirkannya tanpa menghiraukan data itu. jika hasil itu.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. bertentangan dengan dasar pemikiran teoretis maka, bagia hasil pembahasan dalam laporan kita harus meliputi peninjauan kembali berdasarkan hal-hal yang ditemukan dalam penyelidikan itu. 3.5.4 Pelaporan Setelah hasil analisis data ditemukan atau diperoleh, tentunya peneliti harus membuat laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian biasanya akan digunakan sebagai keperluan akademis..

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Pada bab ini akan dibahas mengenai pelanggaran prinsip kerja sama yang diperoleh dari data yang telah didapatkan oleh peneliti pada saat melakukan penelitian di kelas B semester II Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma. Ada pun data yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal 6 Mei 2019 di kelas B pada mata kuliah Fonologi, kemudian pada tanggal 9 Mei 2019 di kelas B pada mata kuliah Kurikulum Bahasa Indonesia, dan yang terakhir pada tanggal 13 Mei 2019 di kelas B pada mata kuliah Fonologi. Pada bab ini pula akan dijelaskan satu persatu pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat pada percakapan. Pembahasan dilakukan dengan cara menganalisis satu persatu dan berurutan mengenai pelanggaran maksim yang terjadi, mulai dari pelanggaran maksim kuantitas, pelanggaran maksim kualitas, pelanggaran maksim relevansi, pelanggaran maksim cara/pelaksanaan. 4.1.1 Pelanggaran Maksim Kuantitas Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan memberikan informasi yang cukup atau informasi yang diberikan tidak melebihi dari apa yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Jika tidak memenuhi kriteria tersebut, maka seorang penutur dianggap melanggar maksim kuantitas. Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti, terdapat beberapa pelanggaran maksim kuantitas yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas B semester II Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia 29.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. Universitas Sanata Dharma pada mata kuliah Fonologi dan Kurikulum Bahasa Indonesia. Ada pun pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan, sebagai berikut: a. Data 1 Konteks: Seorang mahasiswa bertanya kepada dosen apakah dalam membuat contoh indikator, boleh mengambil contoh dari buku atau tidak. Bentuk tuturan: Mahasiswa: “Pak boleh ambil dari buku?” Dosen: “Boleh. Asal jangan dari internet.” b. Data 2 Konteks: Dosen meminta moderator untuk melanjutkan ke sesi tanya jawab dalam proses perkuliahan, setelah kelompok presentasi selesai menjelaskan materi. Bentuk Tuturan: Dosen: “Baik itu tadi adalah proses-proses perubahan fonem yang kita bahas hari ini. Selanjutnya moderator bisa membuka termin kedua, pembahasan dari kelompok pembahas.” Moderator: “Baik teman-teman, selanjutnya kita masuk pada termin kedua. Sebelumnya minta maaf atas ketidak tepatan waktu. mengingat pembahasan oleh kelompok penyaji juga cukup banyak dan perlunya penjelasan dari pak Danang. Langsung saja kita masuk ke termin yang kedua yaitu pembahasan dari kelompok pembahas.” c. Data 3 Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang mempresentasikan materi di kelas. Bentuk tuturan: Dosen: “Baik saya ulangi. Asumta, di dalam kata “ PUTRI” ini terdiri atas bunyi vokal dan konsonan. Coba tolong sebutkan bunyi vokal dari kata “ PUTRI”. Mahasiswa:“U” Dosen:“U saja? U dan? U dan I” d. Data 4 Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa apakah penjelasan dari salah satu mahasiswa yang mempresentasikan materi sudah jelas atau tidak. Karena suara dari mahasiswa yang mempresentasikan materi kurang keras, sehingga kurang terdengar dengan jelas. Bentuk tuturan: Dosen: “Mba Septa, jelaskah apa yang dijelaskan oleh mas Mario?” Mahasiswa: “Kurang jelas pak. Suaranya kurang terdengar. Jadi gak tau dia ngomong apa.” e. Data 5 Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa yang menjadi moderator, masih tersisa berapa pertanyaan yang belum dijawab oleh kelompok presentasi. Bentuk tuturan: Dosen: “Sampai dimana pembahasan tadi?”.

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. Moderator: “Pertanyaan ketiga pak.” Dosen: “Masih ada berapa pertanyaan?” Moderator: “Tiga pertanyaan lagi, dan waktu menjawab tersisa 5 menit.” Kelima data di atas adalah cuplikan percakapan yang melanggar ketentuan pada maksim kuantitas. Adapun penyebab pelanggaran terjadi akan dijelaskan di bawah ini: Cuplikan percakapan pada data 1 dikatakan melanggar maksim kuantitas karena, telah memberikan jawaban atau informasi melebihi dari yang dibutuhkan oleh mahasiswa. Pelanggaran yang terjadi terlihat dari tuturan “Asal jangan dari internet.” Tambahan informasi tersebut sebenarnya melebihi dari apa yang dibutuhkan oleh mahasiswa atas pertanyaan “Pak boleh ambil di buku?”. Apa bila dosen hanya menjawab “Boleh” tentu tidak akan ada pelanggaran maksim kuantitas disana. Cuplikan percakapan pada data 2 dikatakan melanggar maksim kuantitas karena, adanya informasi berlebih yang dituturkan oleh moderator dalam menanggapi perintah dari dosen. Pada cuplikan percakapan di atas, dosen meminta moderator untuk melanjutkan proses pembelajaran ke termin kedua, yaitu. pembahasan. dari. kelompok. pembahas.. Namun,. sang. moderator. menambahkan informasi seperti “Sebelumnya minta maaf atas ketidaktepatan waktu, mengingat pembahasan oleh kelompok peyaji cukup banyak dan perlunya penjelasan dari pak Danang.” Yang mengakibatkan adanya informasi yang berlebihan, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Cuplikan percakapan pada data 3 dikatakan melanggar maksim kuantitas karena, informasi yang diberikan tidak seinformatif dari apa yang dibutuhkan oleh.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. mitra tutur. Jawaban dari si mahasiswa atas pertanyaan dosen yang menanyakan di dalam kata “PUTRI” terdiri dari berapa bunyi vokal dan konsonan, kemudian dosen memerintahkan mahasiswa tersebut untuk menyebutkan bunyi vokal dari kata “PUTRI”. Kemudian, si mahasiswa hanya menjawab “U” saja sedangkan dalam kata “PUTRI” terdapat dua bunyi vokal yaitu vokal “U” dan “I”. Cuplikan percakapan pada data 4 dikatakan melanggar maksim kuantitas karena, mahasiswa memberikan informasi yang melebihi dari apa yang dibutuhkan dosen. Dosen hanya menanyakan apakah mahasiswa tersebut merasa jelas atas penjelasan dari Mario. Kemudian mahasiswa itu menjawab “Kurang jelas pak. Suaranya kurang terdengar. Jadi gak tau dia ngomong apa.” Apabila mahasiswa tersebut hanya menjawab “Kurang jelas pak.” Tentu tidak akan melanggar prinsip dari maksim kuantitas. Karena, jawaban yang diberikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh dosen. Cuplikan percakapan pada data 5 dikatakan melanggar maksim kuantitas karena, moderator memberikan informasi yang berlebihan dalam menjawab pertanyaan dari dosen. Dosen menanyakan masih ada berapa pertanyaan lagi yang belum terjawab. Kemudian, moderator menjawab “Tiga pertanyaan lagi, dan waktu menjawab tersisa 5 menit.” Apabila moderator hanya menjawab “Tiga pertanyaan lagi.” Tentu tidak akan melanggar dari ketentuan dalam maksim kuantitas, karena informasi yagn diberikan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh mitra tutur..

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33. 4.1.2 Pelanggaran Maksim Kualitas Di dalam maksim kualitas, seorang penutur harus menyampaikan sesuatu yang benar, nyata dan sesuai fakta yang sebenarnya di dalam bertutur. Apabila seorang penutur menyampaikan sesuatu yang salah dan menyimpang dari kebenaran yang sebenarnya, maka seorang penutur tersebut dianggap melanggar ketentuan dari maskim kualitas. Di bawah ini merupakan data cuplikan percakapan yang melanggar ketentuan dari maksim kualitas: a. Data 6 Konteks: Dosen mengomentari hasil tugas dari mahasiswa yang dituliskan di papan tulis. Bentuk tuturan: Dosen: “Kalau saya, ini tidak akan saya gabung jadi satu. Ini bisa dipisahkan, jadi tidak hanya satu. Berarti indikatornya ada berapa?” Mahasiswa: “tiga pak.” Dosen: “hahhhh? Banyak.. tidak hanya 3.” b. Data 7 Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang sedang mempresentasikan materi di kelas. Bentuk tuturan: Dosen: “Asumta, menurut Asumta ada berapa silabel dalam kata “PUTERA‟?” Asumta: “Lima pak.” Dosen: “Lima? Ada berapa?” Asumta: “Eeee dua pak.” Dosen: “Teman-teman ada berapa silabel dalam kata “PUTERA”?” Mahasiswa: “Tiga pak.” c. Data 8 Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa tentang ciri-ciri khusus dari anaftiksis. Bentuk tuturan: Dosen: “Baik Asumta, tolong sebutkan ciri-ciri khusus dari anaftiksis?” Asumta: “Aaaaa.. perubahan silabel pak.” Dosen: “Salah. Saya ulangi, apa ciri khusus dari anaftiksis?” Asumta: “Eeeee…..” Dosen: “Teman-teman apa ciri khusus dari anftiksis? Mahasiswa: “Perubahan vokal dan konsonan pak.” Dosen: “Yaaa.. tolong diingat ya Asumta” d. Data 9.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34. Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang mempresentasikan materi di kelas. Bentuk tuturan: Dosen: “Mas Mario, palatalisasi terjadi dimana?” Mario: “Di…. Belakang lidah pak.” Dosen: “di belakang lidah? Di? Pala…tum. Yang terjadi apa? Yang terjadi adalah pangkal lidah diangkat ke arah langit-langit atas.” e. Data 10 Konteks: Dosen bertanya kepada semua mahasiswa mengenai materi di kelas. Bentuk tuturan: Dosen: “Fisimilasi terjadi pada pada bentuk-bentuk kata , kata kerja. Situasinya adalah kelas kata kerja. Terjadi pada kata-kata ben?” Mahasiswa: “Benda” Dosen: “Bennn…tukan.” Kelima data di atas merupakan cuplikan percakapan yang melanggar ketentuan maksim kualitas. Adapun penyebab terjadinya pelanggaran akan dijelaskan sebagai berikut: Cuplikan percakapan pada data 6 dianggap melanggar ketentun makasim kualitas Karena, mahasiswa mengatakan sesuatu yang salah. Dosen bertanya kepada mahasiswa ada berapakah pilihan indikator yang dapat digunakan. Kemudian mahasiswa menjawab hanya ada tiga indikator. Namun yang sebenarnya pilihan indikator tidak hanya tiga, melainkan ada banyak indikator yang dapat digunakan. Jadi, dalam kasus ini mahasiswa melanggar ketentuan di dalam maksim kualitas karena mengatakan sesuatu yang salah. Cuplikan percakapan pada data 7 dianggap melanggar ketentuan maksim kualitas karena, mahasiswa yang bernama Asumta, memberikan jawaban yang salah atas pertanyaan dosen, yang menanyakan berapakah silabel yang terdapat dalam kata “PUTERA”..

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35. Cuplikan percakapan pada data 8 dianggap melanggar maksim kualitas karena, Pelanggaran terjadi karena, mahasiswa yang bernama Asumta telah memberikan informasi yang salah. Asumta mengatakan ciri-ciri dari anaftiksis adalah perubahan silabel, sedangkan ciri-ciri dari anaftiksis yang benar adalah perubahan vokal dan konsonan. Cuplikan percakapan pada data 9 dianggap melanggar ketentuan dari maksim kualitas Karena, , mahasiswa yang bernama Mario telah memberikan jawaban atau pernyataan yang salah atas pertanyaan dari dosen, mengenai di mana terjadinya palatalisasi. Mario mengatakan palatalisasi terjadi di belakang lidah, sedangkan jawaban yang benar adalah palatalisasi terjadi di palatum, yang mengakibatkan pangkal lidah terangkat ke langit-langit atas. Cuplikan percakapan pada data 10 dianggap melanggar ketentuan dari maksim kualitas karena, jawaban dari mahasiswa atas pertanyaan dosen tidak tepat atau salah. Dapat dilihat dari cuplikan percakapan di atas, dosen bertanya mengenai terjadinya proses fisimilasi terjadi pada kata-kata bentukan. Namun, mahasiswa menjawab dengan jawaban kata benda. Tentu jawaban tersebut adalah jawaban yang salah. Sehingga melanggar ketentuan pada maksim kualitas, yang mengharuskan seorang penutur harus memberikan informasi yang benar, sesuai dengan fakta. 4.1.3 Pelanggaran Maksim Relevansi Di dalam maksim relevansi, penutur dan mitra hendaknya memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan. Dengan kata lain, untuk memenuhi ketentuan dalam maksim relevansi, kita harus memberikan.

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36. kontribusi yang sesuai dengan konteks pembicaraan pada saat melakukan kegiatan tuturan dengan mitra tutur. Apabila kita memberikan respon diluar konteks pembicaraan yang seharusnya terhadap mitra tutur kita, tentu gal demikian dianggap melanggar ketentuan dalam maksim relevansi. Di bawah ini merupakan cuplikan percakapan yang dianggap melanggar ketentuan dari maksim relevansi. a. Data 11 Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu anggota kelompok mahasiswa yang sedang mempresentasikan materi di kelas. Bentuk tuturan: Dosen: “Glotis itu alat untuk apa?” Mahasiswa: “Glotis itu alat untuk, Aaaaa…maaf pak saya tadi habis dari toilet?” b. Data 12 Konteks: Dosen menyuruh mahasiswa untuk memotret catatan yang ada di papan tulis, dari pada harus mencatat. Kemudian, ada salah satu mahasiswa yang maju ke depan untuk mengisi daya baterai handphone pada colokan listrik di samping papan tulis. Bentuk tuturan: Dosen: “Oh, saya kira mau moto. Ngecas yaa?” Mahasiswa: “Di kos ga ada listrik pak hehehe.” c. Data 13 Konteks: Dosen menanyakan seputar materi yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya. Bentuk tuturan: Dosen: “Adi, sebutkan macam-macam bentuk perubahan fonem.” Adi: “maaf pak minggu yang lalu saya tidak masuk?” d. Data 14 Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa selaku audience, apakah sudah jelas apa yang disampaikan oleh salah satu anggota kelompok presentasi Bentuk tuturan: Dosen: “Mba Hana, apakah sudah jelas yang dijelaskan oleh Mario?” Hana: “Kan kemarin saya menjelaskan ini juga pak.” Dosen: “Sudah jelas atau tidak?” Hana: “Kurang jelas pak.” e. Data 15 Bentuk tuturan: Dosen: “Kemudian yang kedua. Yang kedua masalah retrofleksi. Dimana terjadinya mas Dipta?” Dipta: “Saya agak lupa, tapi akan dijelaskan oleh kak Regina.” Dosen: “Baik.”.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37. Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa yang mempresentasikan materi di kelas. Kelima data di atas merupakan cuplikan percakapan yang melanggar ketentuan dari maksim relevansi. Penyebab pelanggarannya akan dijelaskan sebagai berikut: Cuplikan percakapan pada data 11 dianggap melanggar ketentuan dari maksim relevansi karena, jawaban yang diberikan mahasiswa atas pertanyaan dari dosen tidak relevan atau tidak sesuai dengan konteks pertanyaan. Pertanyaan dosen yakni “Glotis itu alat untuk apa?”. Bila dilihat dari pertanyaannya, tentu dosen mengharapkan mahasiswa tersebut untuk menjelaskan fungsi dari glotis itu apa. Akan tetapi, jawaban dari mahasiswa yakni “Glotis itu alat untuk, aaa…maaf pak saya tadi habis dari toilet.” Tentu jawaban yang diberikan oleh mahasiswa tidak relevan dengan pertanyaan yang diberikan oleh dosen. Cuplikan percakapan pada data 12 dianggap melanggar ketentuan dari maksim relevansi karena, karena jawaban mahasiswa yakni “di kos tidak ada listrik pak hehehe” tidak sesuai atau tidak relevan dengan pertanyaan dari dosen yakni “Oh saya kira mau moto. Ngecas yaa?”. Cuplikan percakapan pada data 13 dianggap melanggar ketentuan dari maksim relevansi karena, jawaban mahasiswa atas pertanyaan dari dosen tidak relevan atau tidak sesuai. Dosen mengharapkan mahasiswa tersebut menyebutkan macammacam bentuk perubahan fonem, akan tetapi mahasiswa justru menjawab dengan jawaban yakni “maaf pak minggu yang lalu saya tidak masuk”. Cuplikan percakapan pada data 14 dianggap melanggar ketentuan dari maksim relevansi karena, jawaban yang diberikan oleh Hana yakni “Kan kemarin saya menjelaskan ini juga pak” tidak ada relevansinya dengan pertanyaan yang.

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38. diajukan oleh dosen yakni “Mba Hana, apakah sudah jelas yang dijelaskan oleh Mario? Cuplikan percakapan pada data 15 dianggap melanggar ketentuan dari maksim relevansi karena, jawaban Dipta atas pertanyaan dosen tidak relevan. Dosen mengharapkan Dipta untuk menjawab pertanyaannya dengan menjelaskan masalah retrofleksi. Akan tetapi, Dipta justru menjawab dengan tuturan “Saya agak lupa, tapi akan dijelaskan oleh kak Regina”. 4.1.4 Pelanggaran Maksim Cara/Pelaksanaan Di dalam maksim cara/pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan menuturkan tuturannya secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut. Adapun kaidah dalam maksim cara/pelaksanaan sebagai berikut: 1) Hindari ungkapan yang tidak jelas, 2) Hindari ungkapan yang membingungkan, 3) Hindari ungkapan berkepanjangan 4) Ungkapkan sesuatu secara runtut Data di bawah ini merupakan cuplikan percakapan yang dianggap melanggar ketentuan dari maksim cara/pelaksanaan. a. Data 16 Konteks: Dosen sedang menjelaskan materi seputar proses zeroisasi dalam kebahasaan. Bentuk tuturan: Dosen: “Ada ciri lain yang perlu teman-teman ketahui, bahwa zeroisasi adalah proses yang sangat dominan dalam penggunaan bahasa Indonesia oleh penutur seperti teman-teman semuanya. Kata-kata. Cirinya yaa.. kata-kata yang biasanya dikatakan dalam percakapan sehari-hari itu pada umumnya adalah bentuk-bentuk dari zeroisasi. Misalnya untuk menyatakan “SUDAH” biasanya teman-teman lebih memilih menggunakan kata “UDAH”.”.

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39. Mahasiswa: “Su..su..” Dosen: “Yaa.. itu yang special yaaa.” b. Data 17 Konteks: Dosen sedang menjelaskan materi kepada mahasiswa di kelas mengenai HOT (High Other Thingking). Bentuk tuturan: Dosen: “Nah yang ketiga, ketika KD indikator sudah HOT, pembelajaran dirancang HOT, maka penilaiannya juga harus?” Mahasiswa: “HOT” Dosen: “Gitu. Maka penilaiannya juga harus?” Mahasiswa: “HOT” c. Data 18 Konteks: Dosen mengajak mahasiswa untuk berpikir mengenai pembuatan soal yang memiliki kesukaran tingkat atas dan berkualitas. Bentuk tuturan: Dosen: “Kalau menganalisis puisi bagaiman? Gampang atau tidak? Kalau menemukan tokoh gampang ndak?” Mahasiswa: “Gampang.” Dosen: “Kalau menemukan latar bisa ndak?” Mahasiswa: “Bisa.” Dosen: “Nah kalau menemukan amanat gampang ndak?” Mahasiswa X: “Tergantung pak.” Ketiga data di atas merupakan cuplikan percakapan yang dianggap melanggar ketentuan dari maksim cara/pelaksanaan. Di bawah ini akan dijelaskan mengapa cuplikan percakapan di atas dianggap melanggar ketentuan dari maksim cara/pelaksanaan: Cuplikan. percakapan. pada. data. 16. dianggap. melanggar. maksim. cara/pelaksanaan karena, adanya satu tuturan yang tidak jelas dan mengandung makna yang kabur. Kekaburan makna dari tuturan di atas dapat dilihat pada tuturan. dari mahasiswa yakni, tuturan “Su..su..”. tuturan tersebut, memiliki. kekaburan makna yang dapat menimbulkan banyak kemungkinan persepsi atau penafsiran yang bermacam-macam, karena tidak jelas apa yang dimaksud dengan tuturan “Su..su..” itu..

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40. Cuplikan percakapan pada data 17 dianggap melanggar ketentuan dari maksim cara/pelaksanan. Apabila kita lihat pada cuplikan percakapan pada data 2, pengucapan kata “HOT” yang berulang kali dituturkan oleh mahasiswa dan dosen mengandung kekaburan makna yang bisa ditafsirkan berbeda-beda oleh orang yang tidak paham konteks pembicaraannya. Cuplikan percakapan pada data 18 dianggap melanggar ketentuan dari maksim cara/pelaksanaan karena, karena jawaban yang diberikan mahasiswa X yakni, “Tergantung pak.” Mengandung ketaksaan atau ketidakjelasan, atas pertanyaan dosen yang menanyakan apakah dalam menemukan amanat pada puisi gampang atau tidak. Jawaban mahasiswa X kurang spesifik sehingga menimbulkan kurang jelasnya maksud dari tuturan “Tergantung pak” pada jawaban yang ia berikan. 4.2 Implikatur Percakapan Khusus Yule (1996: 74) menyatakan implikatur percakapan khusus terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana mitra tutur mengasumsikan informasi secara lokal. Oleh karena itu, implikatur percakapan khusus sangat memerlukan konteks dan pengetahuan khusus untuk menyimpulkan apa yang diperlukan. Implikatur percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan mengetahui/merujuk konteks (sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta kebersamaan pengetahuan mereka. Hanya dengan pengetahuan khusus itulah makna atau implikatur dapat diturunkan. Di bawah ini akan dipaparkan secara urut berdasarkan nomor data, mengenai implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam percakapan yang.

(54) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41. dianggap melanggar ketentuan dari beberapa maksim. Antara lain, maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara/pelaksanan. Sebanyak delapan belas data di atas adalah cuplikan percakapan yang melanggar prinsip kerja sama dalam maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara/pelaksanaan. Dibalik pelanggaran prinsip kerja sama pada data cuplikan percakapan di atas, terdapat implikatur percakapan yang terkandung di dalamnya. Di bawah ini akan dipaparkan implikatur percakapan yang terkandung pada cuplikan percakapan di atas sesuai dengan nomor data. Implikatur percakapan khusus yang terkandung dalam pelanggaran maksim pada data 1 yaitu, dosen ingin mengingatkan kepada semua mahasiswa bahwa, boleh saja melihat dari buku, namun tidak diperkenankan melihat atau mengambil contoh dari internet. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 2 yaitu, moderator ingin menjelaskan alasan dari ketidaktepatan waktu dalam sesi presentasi oleh kelompok, karena materi yang cukup banyak, serta perlunya penegasan dari dosen. Hal itu disampaikan agar semua mahasiswa di kelas dapat memahami alasan dari ketidaktepatan waktu tersebut. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 3 yaitu, dosen menjelaskan kepada mahasiswa bahwa dalam kata “PUTRI” tidak hanya terdapat satu bunyi vokal saja, melainkan terdapat dua bunyi vokal, yaitu bunyi vokal “U” dan “I”. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 4 yaitu, mahasiswa yang bernama Septa ingin menyampaikan bahwa ia.

(55) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42. merasa penjelasan dari Mario kurang bisa dipahami, karena suaranya yang terlalu kecil sehingga tidak bisa didengar dengan baik. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 5 yaitu, moderator ingin menyampaikan bahwa tiga pertanyaan sisa tidak mungkin bisa terjawab semua karena waktu yang tersisa hanya lima menit. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakpan pada data 6 yaitu, dosen ingin menegaskan bahwa dalam memilih indikator sebenarnya tidak hanya terbatas tiga saja, tetapi bisa lebih dari tiga. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 7 yaitu, tidak benar bahwa kata “PUTERA” memiliki lima silabel. Dalam kata “PUTERA” hanya terdapat tiga silabel saja, yaitu PU, TE, dan RA. Oleh karena itu dosen kembali menanyakan pertanyaan yang yang sama kepada mahasiswa yang lain, secara tidak langsung bertujuan untuk menyindir Asumta bahwa jawaban yang Asumta berikan ternyata salah. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 8 yaitu, dosen mengingatkan Asumta bahwa tidak benar bahwa ciri khusus dari anaftiksis itu adalah perubahan silabel. Jawaban yang benar atas pertanyaan dari dosen mengenai ciri khusus dari anaftiksis adalah perubahan bunyi vokal dan konsonan. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 9 yaitu, dosen ingin menjelaskan proses palatalisasi terjadi di palatum (Langit-langit mulut), bukan di belakang lidah seperti yang dikatakan oleh Mario..

(56) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43. Proses terjadinya yaitu pangkal lidah diangkat kea rah langit-langit atas pada rongga mulut. Implikatur percakapan yang terkandung dalam cuplikan percakapan pada data 10 yaitu, dosen menegaskan tidak benar bahwa proses fisimilasi terjadi pada katakata benda, melainkan pada kata bentukan, sesuai dengan apa yang ditekankan oleh dosen. Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 11 yaitu, mahasiswa tersebut secara tidak langsung ingin menjelaskan bahwa ketika materi tentang fungsi glotis yang ditanyakan oleh dosen itu dijelaskan di kelas, mahasiswa tersebut kebetulan sedang tidak berada di kelas, karena mahasiswa itu sedang pergi ke toilet. Oleh karena itu, mahasiswa tersebut tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 12 yaitu, mahasiswa tersebut ingin menyampaikan bahwa alasaannya mengisi daya handphone di kelas karena, di kos (tempat tinggal) nya tidak memiliki aliran listrik. Namun tuturan tersebut juga dengan maksud ingin memberikan sedikit candaan kepada dosen yang bertanya. Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 13 yaitu, mahasiswa ingin menjelaskan ke dosen bahwa dia tidak bisa menyebutkan macam-macam bentuk perubahan fonem, karena pada saat materi tersebut dijelaskan di pertemuan sebelumnya, mahasiswa tersebut tidak mengikuti proses pembelajaran..

(57) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44. Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 14 yaitu, Hana bermaksud untuk menyampaikan kepada dosen bahwa sebenarnya apa yang sedang dijelaskan Mario sudah pernah dijelaskan olehnya pada pertemuan sebelumnya. Jadi apabila dosen bertanya apakah sudah jelas atau tidak penjelasan dari Mario, tentu sudah jelas dan bisa dipahami olehnya, karena sudah pernah dijelaskan olehnya pada pertemuan sebelumnya. Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 15 yaitu, Dipta ingin menjelaskan bahwa untuk materi retrofleksi bukan bagian dirinya untuk menjelaskan, melainkan bagian dari temannya. Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 16 yaitu, maksud dari tuturan “Su..su” yang diungkapkan oleh salah satu mahasiswa di atas merupakan bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat bagian timur Indonesia dalam penyebutan kata “sudah”. Tuturan tersebut diungkapkan mahasiswa itu sebagai respon terhadap penjelasan dari dosen yang kebetulan memberikan contoh dengan kata “sudah”. Apabila kita tidak memahami konteks pembicaraan, memang bisa saja terjadi penafsiran yang menjurus ke makna yang jorok, atau tuturan yang tidak sopan. Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada data 17 yaitu, Jika orang yang tidak memahami arti kata “HOT” dalam konteks percakapan di atas tentunya akan mengartikannya sebagai kata “PANAS” apabila merujuk kepada kata “HOT” dalam bahasa inggris. Namun maksud sebenarnya dari kata “HOT” di atas merupakan kepanjangan dari High Other Thingking.

Referensi

Dokumen terkait

Manurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

Bogdan dan Taylor (dalam Subandi 2011:176) “penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

Jenis penelitian ini yakni penelitian kualitatif, penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-kata tertulis

Sebagaimana Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode Kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari

Sebagaimana dikatakan Bogdan dan Tailor bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

Menurut Bogdan dan Taylor, metodelogi kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis, lisan atau perilaku dari

Menurut Bogdan dan Taylor seperti dikutip Moleong, definisi pendekatan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2014:4) menyatakan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata