LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I TOPIK
TOPIK : : Semen Semen Seng Seng FosfatFosfat KELOMPOK
KELOMPOK : : A5A5 TGL.PRAKTIKUM
TGL.PRAKTIKUM : : 2 2 September September 20142014 PEMBIMBING
PEMBIMBING : : Endanus Endanus Harijanto, Harijanto, drg, drg, M.KesM.Kes
Penyusun : Penyusun : 1.
1. Pramadita Pramadita Suryaningastuti Suryaningastuti 021311133021021311133021 2.
2. Achmad Achmad Gigih Gigih Andy Andy Putra Putra 021311133020213111330222 3.
3. Wiwin Wiwin Saputri Saputri 021311133020213111330233 4.
4. Intan Intan Vallentien Vallentien D.H D.H 021311133024021311133024 5.
5. Anisa Anisa Nindya Nindya Wirastuti Wirastuti 021311133020213111330255
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA SURABAYA 2014 2014 BARU BARU
1. TUJUAN
1.1.Mampu melakukan manipulasi seng fosfat yang digunakan untuk basis dengan cara yang tepat.
1.2.Mampu melakukan manipulasi seng fosfat sebagai luting (penyemenan) dengan cara yang tepat.
2. ALAT & BAHAN 3. CARA KERJA
4. HASIL PRAKTIKUM
Percobaan Powder Liquid Setting Time
Luting 1 0,33 gr 0,17 gr 12 menit 40 detik
2 0,34 gr 0,17 gr 9 menit 20 detik
Rata-rata waktu setting time 11 menit
Basis
1 0,34 gr 0,10 gr 6 menit 8 detik
2 0,30 gr 0,10 gr 7 menit 30 detik
3 0,30 gr 0,10 gr 7 menit 34 detik
Rata-rata waktu setting time 7 menit 4 detik
Tabel 1. Setting time dari 2 percobaan luting dan 3 percobaan basis 5. ANALISA HASIL PRAKTIKUM
Pada praktikum kali ini kami melakukan sebanyak 2 kali percobaan penggunaan semen seng fosfat sebagai luting dan 3 kali percobaan penggunaan semen seng fosfat untuk basis. Pada percobaan luting dengan powder dan liquid masing-masing 0,33 gr dan 0,17 gr, serta 0,34 gr dan 0,17 gr. Dengan setting time masing-masing 12 menit 40 detik, dan 9 menit 20 detik. Sedangkan pada percobaan basis dengan powder dan liquid masing-masing 0,34 gr dan 0,10 gr,
0,30 gr dan 0,10 gr, serta 0,30 gr dan 0,10 gr. Dengan setting time masing-masing 6 menit 8 detik, 7 menit 30 detik, dan 7 menit 34 detik.
Berdasarkan hasil praktikum di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata waktu setting time pada percobaan penggunaan semen seng fosfat sebagai basis lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata waktu setting time semen seng fosfat yang digunakan sebagai luting. Rata-rata waktu setting time pada percobaan penggunaan semen seng fosfat sebagai basis adalah 7 menit 4 detik, sedangkan rata-rata setting time pada percobaan luting adalah 11 menit. Hal ini dikarenakan
liquid yang digunakan dalam percobaan basis lebih sedikit atau powder yang digunakan lebih besar daripada yang digunakan dalam percobaan luting. Dengan kata lain, perbandingan powder/liquid yang semakin besar inilah menyebabkan setting time pada percobaan basis lebih cepat jika dibandingkan dengan percobaan
luting
Setting time yang lebih lama pada percobaan penggunaan luting ini berguna karena pada proses penyemenan/luting , semen memang diharapkan memiliki flow yang baik dan diperlukan waktu yang lebih lama agar semen tersebut mampu menjangkau hingga daerah marginal dari suatu restorasi sebelum setting atau mengeras. Sedangkan pada percobaan basis, digunakan perbandingan powder/liquid yang lebih besar sehingga didapatkan konsistensi yang lebih kental dan diharapkan lebih kuat karena digunakan dibawah restorasi untuk melindungi pulpa terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh panas, galvanic shock , dan iritasi
kimia oleh bahan restorasi yang sedang digunakan. Bahan yang digunakan untuk basis juga harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan gaya kondensasi selama penempatan restorasi dan untuk menahan adanya kepatahan yang ditimbulkan oleh tegangan induksi restorasi selama pengunyahan.
6. PEMBAHASAN
Menurut spesifikasi ADA no. 8, Semen Zinc Phosphate dibagi menjadi dua macam (Bhat & Nandish, 2011) :
1. Tipe I Fine Grain, digunakan untuk semen luting. (film thickness <25 µm ). 2. Tipe II Medium Grain, digunakan untuk thermal insulating base atau
intermediate restorative material (film thickness >40 µm ).
Semen Zinc Phosphate setting melalui reaksi asam basa. Semen jenis ini sudah digunakan lebih dari 100 tahun. Semen Zinc Phosphate dikemas dalam bentuk powder dan liquid. Semen ini banyak digunakan untuk bahan luting permanen dalam restorasi tidak langsung dan melakukan penyemenan piranti orthodonti. Penambahan rasio bubuk saat proses mixing dapat memberikan isolasi termal untuk mendapatkan base yang kuat (Hatrick, Eakle & Bird, 2011).
Komposisi utama Semen Zinc Phosphate adalah Zinc Oxide, fluoride juga ditambahkan oleh beberapa pabrik untuk mencegah karies pada bagian bawah piranti orthodonsi yang disemen. Sementara itu, komposisi liquid tersusun dari
asam phosphate, air, alumunium fosfat dan beberapa juga ditambahkan zink fosfat. . Ketika powder dan liquid bertemu, mulailah terjadi reaksi kimia yang menghasilkan reaksi eksotermik (Hatrick, Eakle & Bird, 2011). Ketika powder dicampur dengan liquid maka akan terjadi reaksi sebagai berikut:
3ZnO + 2H3PO4 +H20 Zn3(PO4)2.4H2O
Zinc oxide + asam fosfat tertiary zinc phosphate (non-cohessive Hopeite crystal)
Studi terakhir menunjukkan bahwa :
ZnO+asam fosfat zinc alumino phosphate gel +H2O+panas
(adanya aluminium dan seng fosfat sebagai buffer)
Ketika powder semen zinc phosphate dicampur dengan liquid, pembasahan terjadi dan reaksi kimia dimulai. Reaksi berjalan cepat dan eksotermis, pH meningkat secara bertahap. Reaksi mengalami perlambatan karena adanya buffer . Produk akhir dari reaksi ini tidak pasti, di masa lalu dikatakan zinc phosphate (Zn3 (PO4)24H2O-Hopeite). Tetapi, studi terakhir menjelaskan reaksi
terjadi secara sederhana yaitu ketika powder dan liquid dicampur, asam fosfat menangkap zinc oxide powder dan melepaskan ion zinc. Adanya aluminium pada liquid membentuk komplek dengan asam fosfat dan kompleks ini bergabung dengan ion Zn membentuk amorphous gel matrix yang dikenal sebagai zinc alumino phosphate gel . Semen yang mengandung matriks dari amourphous zinc alumino phosphate yang mengelilingi partikel zinc oxide yang tidak bereaksi. Struktur akhir adalah berinti. (Bhat &Nandish. 2011. 248-249)
Faktor yang berpengaruh pada setting time semen zinc phosphate adalah (Bhat & Nandish, 2011) :
1. Dikontrol oleh pabrik
a. Ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel maka setting time akan semakin pendek.
b. Penambahan akselerator yang mempercepat setting time dan retarder yang memperpanjang setting time.
c. Titik leleh ( sintering temperature), semakin tinggi titik leleh maka semakin pendek setting time.
a. Suhu, semakin tinggi suhu glass slab yang digunakan akan memperpendek setting time.
b. Rasio P/L, semakin tinggi rasio P/L akan memperpendek setting time. c. Konsistensi, bergantung pada ukuran partikel yang digunakan
Tipe I – Luting Cement 30-35 mm
Tipe II – Base or Intermediate Restorative Material 25-30 mm d. Film thickness
Keuntungan pemakaian zinc phosphate cement adalah mempunyai compressive strength yang tinggi sehingga mampu menahan fraktur dan menahan deformasi dibawah tekanan, prosedur manipulasi mudah, memiliki daya kelarutan lebih rendah jika dibandingkan semen silikat. Sementara itu, kerugian pemakaian zinc phosphate cement adalah terjadinya kemungkinan iritasi pulpa karena tingkat keasaman yang tinggi dari bahan komposisi semen sehingga tidak boleh langsung bersentuhan dengan dentin, tidak adanya campuran bahan antikariogenik, mudah rapuh, tensile strength rendah, daya adhesi kimiawi pada gigi rendah, larut pada cairan rongga mulut dan kurang estetik (Bhat & Nandish, 2011). .
Penggunaan Semen Zi nc Phosphatesebagai Luting
Luting berguna untuk menyatukan material restorasi pada kavitas atau bagian gigi yang hendak di restorasi. Pemilihan jenis semen harus memperhatikan beberapa hal yakni biokompatibilitas, kekuatan retensi, sifat mekanik, mampu menjangkau daerah marginal (tepi) restorasi, low film thickness, radiopacity, estetika serta kemudahan pengaplikasian (Noort, 2009).
Working time selama proses luting antara 3 hingga 6 menit (Noort, 2009). Menurut spesifikasi ADA no. 8 setting time berlangsung antara 5 hingga 9 menit (Bhat & Nandish, 2011).
Tipe I Zinc Phosphate Cement 5,5 menit Tipe II Zinc Phosphate Cement Base 3,5 menit
Setelah powder dan liquid dicampurkan, dilakukan pengadukan pada glass slab menggunakan spatula. Untuk mengecek konsistensi adonan maka gunakan
spatula dengan kemiringan 450 . Ketika adonan diangkat menggunakan spatula dan mampu terulur tipis sepanjang 1 inch maka konsistensi yang didapat sudah
tepat dan adonan dapat diaplikasikan pada cetakan. Menurut spesifikasi ADA, film thickness untuk luting adalah 20 – 25 µm. Semakin tipis akan semakin menguntungkan karena dapat mengisi restorasi dengan flow yang tinggi sehingga kekuatan semen yang didapat akan maksimal (Bhat & Nandish, 2011).
Penggunaan semen zinc phosphate sebagai base
Basis (base) lebih kuat dan tebal daripada liner (Gladwin&Bagby. 2009.90). Basis digunakan pada permukaaan setebal >0,75 mm dibawah restorasi untuk melindungi pulpa terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh p anas, galvanic shock, dan iritasi kimia oleh bahan restorasi yang sedang digunakan. Bahan yang digunakan untuk basis harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan gaya kondensasi selama penempatan restorasi dan untuk menahan adanya kepatahan yang ditimbulkan oleh tegangan induksi restorasi selama pengunyahan. Semen zinc phosphate telah digunakan untuk basis selama beberapa tahun (Anusavice. 2009.460).
Zinc phosphate digunakan sebagai basis untuk isolasi termal, pH yang rendah dibutuhkan untuk proteksi pulpa. Selebihnya, jika semen zinc phosphate diaduk hingga kental, tidak rekat (non tacky), puttylike mass, maka resiko yang mungkin ditimbulkan dapat diabaikan oleh karena sedikitnya residu asam bebas (Anusavice. 2009.460).
Untuk mendapatkan konsistensi basis yang diinginkan, maka rasio powder/liquid ditingkatkan, dalam hal ini pengadukan tetap dilanjutkan hingga konsistensi bahan menjadi putty dan dapat digulung menjadi bola. (Gladwin & Bagby. 2009. 97).
7. KESIMPULAN
Anusavice, KJ. 2009. Phillips’ Science of Dental Materials. India : Saunder.
Bhat, VS, Nandish, BT. 2011. Science of Dental Materials & Clinical Applications. New Delhi: CBS.
Gladwin, M, Bagby, M. 2009. Clinical Aspects of Dental Materials. China : Aptara, Inc.
Noort, Richard van. 2009. Introduction to Dental Materials, Third Edition. China: Mosby Elsevier.
Hatrick, CD, Eakle, WS, Bird, WF. 2011. Dental Materials: Clinical Application for Dental Assistants and Dental Hygienists. St. Louis: Saunders Elsevier. Pameijer, Cornelis H. 2012. ‗A Review of Luting Agents’. International Journal
of Dentistry. Volume 2012 (2012), Article ID 752861, 7 pages. Viewed 3 September 2014. http://dx.doi.org/10.1155/2012/752861
1. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, KJ 2009. Philip’s Science of Dental Materials, 11th ed. Missouri: Elsevier.
Bhat, VS, Nandish, BT. 2011. Science of Dental Materials & Clinical Applications. New Delhi: CBS.
Eakle, WS, Bird, WF. 2011. Dental Materials : Clinical Applications for Dental Hygienist. 2nd ed. Missouri: Saunders Elsevier.
Gladwin, Marcia & Bagby, Michael. 2013. Clinical Aspects of Dental Materials: Theory, Practice, and Cases. Fourth Edition.
Philadelphia: Wolters-Kluwer.
Hatrick, CD, Eakle, WS, Bird, WF. 2011. Dental Materials: Clinical Applications for Dental Assistants and Dental Hygienists. Second Edition. St. Louis: Saunders Elsevier.
McCabe, JF and Walls. AWG 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. Victoria : Blackwell,Inc.
N.Alberto et al. 2011. Characterization of different water/powder ratios of dental gypsum using fiber Bragg grating sensors. Dental Materials Journal . www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21946491
Powers, JM & Wataha, JC. 2008. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th ed . St. Louis: Mosby Elsevier.
Stewart, MG, Bagby, M. 2011. Clinical Aspects of Dental Materials: Theory, practice and cases. 4th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Van Noort, Richard. 2008. Introduction to Dental Materials. Third Edition. China: Mosby Elsevier.
Von Fraunhofer, JA. 2010. Dental Materials at a Glance. Singapore: Wiley-Blackwell.
Figure 1: An overview of the chronological development of luting agents starting around 1880 until today. The last 30 – 40 years have witnessed the development of new cement systems and a large number of cements have become available. It was not until 2009 that a paradigm shift took place and a hybrid acid-base reaction cement was introduced, which offered physical and other properties that not only differed from the polymer-based luting agents but also matched them. +1880 — zinc phosphate cement,+1940 — silicate cement*, 1972 — polycarboxylate cement, +1975 — composite resin cements, 1976 — glass ionomer cement, 1986 — resin cement, +1995 — resin-modified glass ionomer cement, +2004 — self-etching (adhesive) resin cements, 2009 — hybrid-acid-base reaction cement, (*the designation silicate cement is a misnomer as it was a restorative material for Cl III and Cl V restorations).
With the introduction of cast restorations in the late 1880s, the need for a luting agent or dental cement for crowns and small bridges was readily recognized by the dental profession. The Dental Cosmos reported (in the late 1800s), a technique for the fabrication of a 4-unit pin ledge bridge (Finley), which required cement for fixation. While gold shell crowns were introduced around 1883 it was not until 1907 that Taggert introduced cast crowns by means of the lost wax technique. Around 1879, zinc phosphate cement was introduced and although the formulation has been refined during more than a century of use, it is a luting agent that has consistently been successful in clinical practice and even today is still considered the ―gold‖ standard. With the exception of silicate cement in the 1940s few new cements were introduced until around 1970. The word silicate cement, however, is a misnomer as it was not a luting agent. It was used for anterior Cl III and Cl V esthetic restorations.
3. Zinc Phosphate Cement
The cement comes as a powder and liquid and is classified as an acid-base reaction cement. The basic constituent of the powder is zinc oxide. Magnesium oxide is used as a modifier while other oxides such as bismuth and silica may be present.
The liquid is essentially composed of phosphoric acid, water, aluminum phosphate, and sometimes zinc phosphate. The water content is approximately and is an important factor as it controls the rate and type of powder/liquid reaction [6].
When the powder reacts with the liquid a considerable amount of heat is generated (exothermic reaction) and when the mixing is complete the cement reaches a pH of 3.5. Since the cement is placed on and in prepared teeth when it is in a ―wet consistency‖ and not all the liquid has reacted with the powder, unreacted phosphoric acid liquid with a low pH comes in contact with the preparation and causes an immediate (within 5 s) dissolution of the smear layer
and smear plugs. Since cementation can cause a considerable amount of hydraulic pressure, the unreacted acid