• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Tradisi Irung-Irung dalam Memperkuat Civic Engagement Generasi Muda di Kabupaten Bandung Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran Tradisi Irung-Irung dalam Memperkuat Civic Engagement Generasi Muda di Kabupaten Bandung Barat"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN TRADISI

IRUNG-IRUNG

DALAM MEMPERKUAT

CIVIC ENGAGEMENT

GENERASI MUDA DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

THE ROLE OF IRUNG-IRUNG TRADITION IN STRENGTHENING CIVIC

ENGAGEMENT OF YOUNG GENERATION IN WEST BANDUNG REGENCY

Agil Nanggala*, Elly Malihah

Program Studi Magister Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia

Jalan Setiabudhi Nomor 229, Bandung 40154 Indonesia

Abstract: this study aimed to analyze the role of the irung-irung tradition in strengthening civic engagement of the younger generation of Cihideung Village. This study used a qualitative approach with the case study method. Data collection techniques used interviews, observations, and literature studies. The results showed that the traditional irung-irung procedure: praying together, marching to water resources, custom ceremonial

process, sacrificing animals, eating together, and closing

prayers, the younger generation’s involvement in the irung-irung tradition was more focused on the aspect of democracy through the positive role it plays, not yet at the traditional level, the strategy for strengthening the engagement of the younger generation was through the empowerment of youth and utilizing information and communication technologies.

Abstrak: penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran tradisi irung-irung dalam memperkuat keterlibatan generasi muda Desa Cihideung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur tradisi irung-irung dimulai dari kegiatan berdoa bersama, pawai menuju sumber daya air, prosesi upacara adat, penyembelihan hewan kurban, makan tumpeng bersama, dan diakhiri dengan doa penutup. Keterlibatan generasi muda pada tradisi irung-irung lebih berfokus pada aspek demokrasi melalui peran positif yang dilakukan, belum pada tingkat menjadi pelaku tradisi. Strategi dalam memperkuat keterlibatan generasi muda adalah melalui pemberdayaan karang taruna serta memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

INFO ARTIKEL

Riwayat Artikel:

Diterima : 06 April 2020 Disetujui : 01 Juni 2020

Keywords:

civic engagement, irung-irung tradition, young generation

Kata Kunci:

keterlibatan warga negara, tradisi irung-irung, generasi muda

*) Korespondensi:

E-mail: agilnanggala@upi.edu

PENDAHULUAN

Melestarikan budaya bangsa merupakan tanggung jawab bersama, terlebih pada era modern saat ini. Generasi muda perlu memandang bahwa kebudayaan menjadi kekuatan nasional bangsa Indonesia, dalam menghadapi berbagai tantangan global. Cepatnya perubahan zaman telah merubah secara bertahap tatanan nilai yang berlaku dan diwariskan sejak dulu dalam kehidupan bangsa Indonesia, baik disadari maupun tidak (Retnowati, 2014). Perlu dikaji secara akademis sebagai respon dari masalah tersebut, dalam menganalisis

bagaimana peran tradisi sebagai kebudayaan dalam membentuk dan memperkuat keterlibatan generasi muda dalam kehidupan sosial dan politik bangsa.

Dalam membangun Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter dan maju, perlu dukungan semua pihak. Indonesia yang sejatinya merupakan bangsa multikultural karena beragamnya budaya, tentu perlu dioptimalkan sebaik dan sebijaksana mungkin, guna memperkuat keterlibatan warga negara, khususnya generasi muda. Fenomena saat ini, perkembangan zaman menjadi pisau bermata dua, yang membuat keberadaan kebudayaan menjadi tidak penting untuk

(2)

dilestarikan. Globalisasi mengakibatkan generasi muda lebih memilih untuk berperilaku konsumtif serta individualis, bahkan menganggap bahwa melestarikan kebudayaan merupakan aktivitas yang kuno dan membosankan.

Arus globalisasi menyebabkan masyarakat Indonesia kurang memiliki kesadaran dalam melestarikan budaya bangsanya (Gustianingrum

& Affandi, 2016). Beragamnya kebudayaan bangsa

Indonesia tidak begitu menarik minat generasi muda untuk menjaga dan melestarikan kebudayaannya. Padahal kebudayaan menjadi identitas, kekuatan bahkan ketahanan nasional bangsa Indonesia. Tentu kesadaran generasi muda menjadi kunci

sukses terwujudnya bangsa yang modern serta beradab, karena memiliki kebudayaan sebagai basis berperilakunya.

Penting untuk meneliti serta menelaah peran kebudayaam dalam memperkuat keterlibatan generasi muda dalam berdemokrasi. Nyatanya sampai saat ini, penelitian mengenai kajian tersebut masih terbilang jarang. Indonesia merupakan bangsa yang memiliki kekayaan budaya, sehingga fakta sosial tersebut harus dimanfaatkan dengan menggunakan strategi melibatkan organisasi atau komunitas kepemudaan, serta mengoptimalkan perkembangan dan penggunaan media dan teknologi. Selain untuk melestarikan kebudayaan bangsa, juga untuk memperkuat keterlibatan generasi muda dalam kehidupan berdemokrasi.

Memperkuat keterlibatan warga negara dalam proses berpolitik dan berdemokrasi perlu semangat

kolektifitas antar semua pihak. Penting dalam

membentuk warga negara, khususnya generasi muda yang secara sadar dan sukarela melestarikan kebudayaan bangsa. Keterlibatan warga negara menjadi kunci sukses terselenggaranya demokrasi di Indonesia. Tentu keterlibatan publik tersebut ditunjukkan melalui peran nyata warga negara dalam proses sosial dan politik, sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraam umum.

Faktanya keterlibatan warga negara merupakan konsep serta kajian yang kompleks, tidak hanya terbatas pada pemilihan umum, serta kontestasi politik formal lainnya. Keterlibatan tersebut diaplikasikan pada seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Idealnya warga negara, khususnya generasi muda Indonesia telah memiliki

kesadaran mengenai pentingnya kesukarelaan dan partisipasi sebagai ikhtiar nyata dalam memperbaiki kualitas pelaksaaan demokrasi di Indonesia.

Keterlibatan warga negara merupakan representasi dari warga negara yang baik yang mengetahui hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Thamrin, 2017). Apabila diejawantahkan melalui tataran praktis, keterlibatan warga negara dapat diaplikasikan dengan berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan publik. Keterlibatan warga negara menjadi kunci penting terselenggaranya demokrasi, terutama pada negara berkembang.

Kemampuan tradisi sebagai salah satu bentuk dari kebudayaan dalam beradaptasi bahkan berkolaborasi dengan perkembangan zaman merupakan salah satu solusi efektif dalam memperkenalkan kebudayaan pada generasi muda. Keberadaan generasi muda yang memiliki kecenderungan untuk melibatkan diri dalam kepentingan umum, bahkan ikut melestarikan budaya daerahnya adalah generasi muda di Kabupaten Bandung Barat.

Kabupaten Bandung Barat menjadi salah satu daerah yang memiliki keberagaman budaya. Nugraha, Perbawasari, dan Zubair (2017) mengungkapkan Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah administratif di Jawa Barat yang memiliki potensi daerah yang sangat menjanjikan. Potensi tersebut dapat dikategorikan baik secara geomorfologis maupun sosial budaya sehingga dapat dijadikan sebagai modal sosial, aset, ciri khas daerah, serta upaya dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat sekitar baik melalui pariwisata maupun kebudayaan. Bahkan dapat menjadi kelebihan Kabupaten Bandung Barat untuk dipromosikan pada tingkat nasional karena potensi tersebut. Salah satu kearifan lokal di Kabupaten Bandung Barat yang telah dilaksanakan sejak dulu adalah tradisi irung-irung.

Tradisi irung-irung memiliki kemenarikan dan keunikan tersendiri untuk diteliti. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Imam, Budhi, Budi, dan Opan (2018) menyimpulkan bahwa tradisi irung-irung memiliki tujuan untuk melestarikan budaya lokal di tengah arus globalisasi, juga sebagai bentuk syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia sumber daya air. Selain

(3)

itu juga pelaksanaan tradisi irung-irung memiliki tujuan dalam bidang kepariwisataan, yaitu untuk mempromosikan Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah yang memiliki kebudayaan yang menjadi rutinitas tahunan masyarakatnya (berkelanjutan). Penelitian tradisi irung-irung yang dilakukan oleh peneliti ini, lebih mengkaji pada peran tradisi tersebut dalam memperkuat keterlibatan warga negara khususnya generasi muda.

Tradisi irung-irung yang mampu menarik minat, bahkan memperkuat keterlibatan generasi muda dalam kehidupan sosial politik bangsa merupakan kajian aktual untuk diteliti, sebagai ikhtiar dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam kajian Pendidikan Kewarganegaraan kemasyarakatan. Yaqin menegaskan keberagaman budaya di Indonesia merupakan fakta sejarah dan sosial, yang tidak dapat dibantah oleh siapa pun (Suradi, 2018). Beragamnya keunikan budaya bangsa telah berimplikasi pada pola pikir, tingkah laku serta karakter individu, sebagai bekal untuk hidup dalam bermasyarakat serta menjadi kekuatan dan identitas nasional bangsa Indonesia.

Penelitian lain yang dilakukan Rahayu (2016) menjelaskan bahwa pada kasus pelestarian kearifan lokal tambang rakyat berupa timah ampak sebagai bentuk ecoliteracy memang perlu didukung oleh regulasi dari pemerintah setempat. Meskipun demikian, upaya pelestarian kearifan lokal tersebut sudah memperlihatkan partisipasi yang baik dari masyarakat. Melalui hasil penelitian tersebut membuat peneliti yakin bahwa berbagai manfaat positif akan diperoleh apabila melestarikan kebudayaan bangsa dengan penuh komitmen. Apabila Indonesia ingin menjadi bangsa beradab, generasi mudanya harus memiliki moralitas dalam menjaga identitas bangsa, termasuk kearifan lokal. Berdasarkan berbagai kajian di atas, kajian ini bertujuan untuk menganalisis prosedur tradisi irung-irung dalam memperkuat keterlibatan generasi muda, realitas tradisi irung-irung dalam memperkuat keterlibatan generasi muda, dan strategi dalam memperkuat keterlibatan generasi muda.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus karena bersifat

alamiah serta memiliki kekhasan dan keunikannya tersendiri. Ramdhani (2019) menjelaskan pendekatan kualitatif tidak dibatasi oleh kategori-kategori tertentu dalam pengumpulan datanya sehingga membuat peneliti untuk tidak berusaha untuk memanipulasi data, karena proses pengumpulan data dilakukan secara natural. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat karena daerah ini telah konsisten sejak dulu menggelar tradisi irung-irung.

Subjek dalam penelitian ini adalah pelaku tradisi irung-irung, generasi muda, dan masyarakat setempat. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu sejak Desember 2019 sampai dengan Februari 2020. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi literatur dari jurnal serta hasil penelitian yang relevan dengan penelitian. Setelah data yang

memadai terkumpul, maka data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data dari Miles dan Huberman yang prosedurnya meliputi reduksi

data, penyajian data, verifikasi, dan penarikan

kesimpulan (Wibowo & Wahono, 2017). Validitas data dilakukan selama proses pengambilan data berlangsung, melalui triangulasi waktu, triangulasi sumber, serta analisis kasus negatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosedur Pelaksanaan Tradisi Irung-Irung dalam Memperkuat Civic Engagement (Keterlibatan Warga Negara) Generasi Muda Kabupaten Bandung Barat

Hasil penelitian yang diperoleh dari Galih sebagai tokoh adat adalah tradisi irung-irung telah dilaksanakan sejak tahun 1932, bahkan sebelum Desa Cihideung berdiri. Tradisi tersebut memiliki problematikanya tersendiri, terlebih derasnya arus globalisasi saat ini, yang mengakibatkan generasi muda setempat mulai acuh terhadap budayanya. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran pada tokoh adat serta masyarakat terhadap peran generasi muda. Rizal sebagai Ketua Karang Taruna Desa Cihideung memaparkan generasi muda Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat lebih tertarik pada kegiatan yang digemari generasi muda pada umumnya, sehingga

(4)

menjadi ketakutan bersama apabila generasi muda terkait mulai tidak peduli pada tradisi irung-irung, dapat berdampak pada musnahnya tradisi tersebut.

Pada era modern saat ini generasi muda lebih tertarik pada kegiatan yang mampu mengaktualisasikan minat dan bakatnya, sebagai modal sosial meraih kehidupan yang lebih baik. Diperkuat oleh Nurhaidah dan Musa (2015) yang menegaskan bangsa ini tidak dapat menolak proses modernisasi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, sebagai dampak positif dari arus globalisasi. Dampak tersebut mengakibatkan generasi muda memiliki pemikiran yang lebih terbuka, demokratis, serta berorientasi pada kegiatan yang bisa meningkatkan taraf hidupnya. Mayoritas mereka memiliki pandangan bahwa melestarikan budaya merupakan aktivitas yang kuno serta membosankan.

Generasi muda cenderung menganggap keberadaan kebudayaan lokal sudah tidak memiliki relevansi terhadap kemajuan masyarakat, seperti pada kasus rendahnya kesadaran generasi muda dalam melestarikan kebudayaan lokal di Desa Kanagarian Kamang Mudiak Kecamatan Kamangmagek Kabupaten Agam (Isnanda, Azkiya, & Syofani, 2019). Dalam mengatasi masalah

tersebut, proses menumbuhkan kesadaran generasi muda setempat dilakukan dengan memanfaatkan keberadaan sanggar seni dan budaya tuangku nan renceh. Pada kenyataannya, saat ini dalam menjawab tantangan zaman dibutuhkan inovasi, kreativitas, serta keahlian sehingga generasi muda lebih berfokus pada peningkatan kemampuan tersebut agar kehidupan mereka lebih baik lagi. Sebagaimana penjelasan Handitya (2019) bahwa generasi muda perlu memiliki sifat inovatif, kreatif, kompetitif, mandiri, serta mentalitas kuat agar mampu bertahan dalam berbagai persaingan.

Arus globalisasi berimbas kepada moral generasi muda, mereka lebih tertarik pada kebudayaan bangsa lain dibandingkan dengan kebudayaanya sendiri (Lestari, Janah, & Wardanai, 2019). Terlihat pada oknum generasi muda yang memiliki pola hidup yang hedonis dan konsumtif, ditakutkan moral

dan karakter generasi muda akan hilang karena perilaku tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Masrukhi

menegaskan 10% generasi muda di pulau Jawa merupakan kaum yang idealis, lalu sebanyak 90%

merupakan generasi muda yang terpapar perilaku konsumtif dan hedonis (Sartika & Hudaniah, 2018). Selanjutnya Nadzir (dalam Sartika dan Hudaniah, 2018) mengkategorikan perilaku generasi muda Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut: jalan-jalan ke mall sebanyak 24%, nongkrong di kafe sebanyak 24%, menonton bioskop sebanyak 17%, pergi ke toko buku sebanyak 10%, melakukan hiburan karaoke sebanyak 9%, belajar memahami materi persekolahan sebanyak 7%), bermain game sebanyak 5%, serta mengunjungi perpustakaan hanya sebanyak 3%.

Pola pikir generasi muda untuk meningkatkan kreativitas, inovasi, serta keahlian bukan merupakan falasi berpikir karena merupakan kebutuhan dasar individu untuk hidup. Pola pikir tersebut merupakan solusi alternatif dalam mengatasi perkembangan zaman. Tetapi jangan sampai pola pikir itu mengakibatkan generasi muda menjadi generasi yang oportunis, lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan umum. Tentu perilaku tersebut tidak merepresentasikan semangat dari ideologi Pancasila.

Memudarnya nilai-nilai Pancasila pada generasi muda mulai menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia (Rahayu, 2019). Generasi muda dalam kesehariannya perlu melaksanakan etika Pancasila, yakni suatu acuan sikap, perilaku, serta perbuatan bagi generasi muda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam merepresentasikan nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan dengan saling menghormati, melestarikan kebudayaan lokal, serta mengutamakan kepentingan umum. Bangsa ini akan mencapai puncak peradabannya apabila menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan penuh tanggung jawab.

Perlu ditemukan solusi akademik, sebagai

informasi argumentatif dalam mengatasi konflik

moralitas yang melibatkan kebutuhan individu dan kepentingan umum, khususnya bagi generasi muda. Dicarinya solusi tersebut merupakan tanggung jawab moral, sehingga generasi muda mampu mengaktualisaskan minat dan bakatnya, bahkan terlibat aktif dalam mengisi kemerdekaan. Melestarikan kebudayaan lokal secara sukarela merupakan salah satu bentuk nyata dari keterlibatan tersebut sehingga perlu dikaji kebermanfaatan budaya lokal baik dalam menjaga moralitas

(5)

masyarakat, maupun menjadi modal sosial bagi individu agar tidak ada lagi pertentangan batin pada generasi muda.

Memanfaatkan secara optimal beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia merupakan strategi jitu dalam mengatasi dampak negatif dari globalisasi. Selain pada output untuk eksistensi kebudayaan yang terkait, juga perlu ditemukan peran kebudayaan dalam memperkuat keterlibatan warga negara pada proses berdemokrasi secara sadar dan sukarela. Manifestasi dari melestarikan budaya tidak hanya dari bentuk eksistensinya saja. Pemanfaatan budaya secara optimal tersebut merupakan upaya dalam menginternalisasikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan serta untuk memperkuat keterlibatan warga negara, khususnya generasi muda.

Bangsa Indonesia mewarisi berbagai kekayaan alam, kekayaan hayati, dan keanekaragaman sosio-kultural (Brata, 2016). Kekayaan tersebut merupakan modal dasar yang harus dikelola sebijaksana mungkin. Perlu dioptimalkan peran dari kebudayaan lokal karena mampu mengembangkan identitas bangsa, membangun manusia Indonesia yang berkarakter Pancasila, berdaya saing, dan unggul. Kebudayaan Indonesia memancarkan kemuliaan harkat dan martabat sebagai bangsa yang beradab.

Tradisi irung-irung memiliki nilai filosofi yang

sangat tinggi. Tradisi tersebut dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia berupa sumber daya air yang melimpah. Bentuk rasa syukur tersebut diaplikasikan melalui penyembelihan hewan domba di daerah sumber daya air, layaknya kurban di hari raya Idul Adha.

Makna filosofis yang dapat direfleksikan adalah

untuk menghilangkan sifat-sifat tidak terpuji manusia, seperti syirik, takabur, sombong, dengki, dan sifat negatif lainnya. Secara umum prosedur tradisi tersebut dimulai dari berdoa bersama, pawai menuju sumber air, upacara adat, penyembelihan hewan kurban, makan tumpeng bersama, serta doa penutup. Prosedur tersebut mampu membentuk generasi muda yang demokratis.

Berdoa Bersama

Berdoa merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam tradisi tersebut. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas

penduduk di Desa Cihideung beragama Islam,

sehingga adab berdoanya pun sesuai dengan ajaran Islam. Berdoa menjadi bukti keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai bangsa yang religius, memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa bertujuan agar selalu dalam lindungan, karunia, dan pertolongannya. Berdoa mengajarkan untuk rendah hati, saling menolong, sabra, serta tawakal.

Salah satu bentuk ibadah dalam ajaran agama Islam adalah berdoa kepada Allah untuk memohon kebaikan (Mahardika, 2015). Kegiatan berdoa juga dianjurkan ketika seseorang akan memulai atau mengakhiri sebuah aktivitas agar selalu dalam lindungan dan keberkahan dari Allah. Pelaksanaan tradisi irung-irung selalu diawali oleh kegiatan berdoa sehingga kegiatan tersebut mampu menginternalisasikan nilai-nilai keislaman, agar menjadi individu yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta untuk menghilangkan sifat tidak terpuji. Terlebih bagi generasi muda yang perlu membentengi dirinya dengan semangat keagamaan yang kuat, agar mampu memiliki identitas yang kokoh serta tidak terjebak dari dampak negatif dari globalisasi yaitu sekulerisme.

Pawai Menuju Sumber Mata Air

Semarak kebersamaan, gotong-royong, persatuan terlihat dari antusias masyarakat setempat, bahkan masyarakat luar yang ikut meramaikan pawai tradisi irung-irung menuju sumber mata air. Pawai tersebut sangat merepresentasikan proses demokrasi yang ada di masyarakat. Pada proses persiapan dan pelaksanaan tradisi tersebut, begitu kental peran serta keterlibatan dari masyarakat setempatnya, bahkan logistik kegiatan pun mereka siapkan secara mandiri. Terlaksananya peran dan pemberdayaan masyarakat merupakan fakta bahwa proses demokrasi terjadi pada persiapan dan pelaksanaan tradisi irung-irung.

Pola atau budaya demokrasi dapat terbentuk apabila nilai-nilai demokrasi telah tertanam pada individu yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga ikut berpartisipasi dalam kepentingan umum (Hamdi, Soetrisnaadisendjaja, & Lestari, 2019). Dalam konteks pelaksanaan tradisi irung-irung, masyarakat setempat telah merepresentasikan inti demokrasi. Masyarakat setempat memiliki kemandirian serta kesukarelaan dalam berpartisipasi

(6)

agar tradisi tersebut terselenggara dengan sukses. Generasi muda perlu memandang penting pelaksanaan tradisi irung-irung, guna mendapatkan manfaat positifnya. Generasi muda akan terinternalisasikan semangat yang merepresentasikan demokrasi Pancasila yaitu kebersamaan, gotong-royong serta kehikmatan dalam kebijaksanaan baik secara tersurat maupun tersirat, sehingga mereka telah berproses dalam upaya menjadi calon pemimpin bangsa yang layak suatu saat nanti.

Upacara Adat

Upacara adat merupakan inti pertama pelaksanaan tradisi irung-irung, Pelaksanaan upacara adat dilakukan di lingkungan sumber mata air, dengan melaksanakan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun, berbentuk upacara adat, tarian adat. Uniknya kegiatan tersebut melibatkan anak kecil dengan maksud membiasakan tradisi tersebut agar tidak musnah di tengah arus globalisasi yang deras. Kemeriahan kegiatan terlihat dari tradisi tersebut. Tokoh adat, masyarakat setempat, bahkan anak kecil bermain air dengan penuh kegembiraan. Agar mendapatkan keberkahan, perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa, dan menjauhkan diri dari sifat negatif manusia mereka yang terlibat tradisi tersebut harus membasuh bagian tubuh mereka dengan air irung-irung.

Pada intinya pelaksanaan upacara adat pada tradisi irung-irung bertujuan untuk mengajarkan mengenai sikap bersyukur, sederhana, saling membantu, bertoleransi, tidak individualis, serta perilaku positif lainnya. Sebagai manusia yang tidak dapat hidup sendiri maka penting untuk saling membantu. Upacara adat pada tradisi irung-irung memberikan makna dalam pentingnya menjaga kearifan lokal di era modernisasi saat ini. Sebagai bangsa yang memiliki identitas kuat menjadikan kearifan lokal sebagai ketahanan nasional bangsa Indonesia.

Ketahanan nasional merupakan kekuatan inti agar Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap eksis (Widisuseno, 2013). Faktanya ketahanan nasional tergantung dari kemampuan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dalam menghadapi cepatnya perubahan akibat globalisasi. Penting dalam menjaga kebudayaan bangsa agar Indonesia tetap berdiri. Menjadi negara maju tidak perlu meninggalkan tradisi yang telah diwariskan semenjak

dulu, tetapi dengan menjaga kebudayaanlah bangsa ini akan maju serta memiliki identitas dan karakter yang kokoh.

Paradigma berpikir seperti itulah yang harus dimiliki oleh generasi muda. Rizal sebagai Ketua Karang Taruna Desa Cihideung menjelaskan untuk menjaga tradisi irung-irung perlu peran nyata generasi muda terkait, selain demi kepentingan umum juga demi kepentingan generasi muda tersebut. Tradisi irung-irung memiliki kapasitas dalam memberikan pembelajaran kontekstual kepada generasi muda sehingga generasi muda tersebut mampu menjadi warga negara yang bijaksana, demokratis, dan bertanggung jawab.

Penyembelihan Hewan Kurban

Penyembelihan hewan kurban merupakan inti kedua dari pelaksanaan tradisi irung-irung. Penyembelihan tersebut dilakukan sebagai bentuk syukur utama atas melimpahnya karunia sumber daya air dari Tuhan Yang Maha Kuasa, yang dianugerahkan kepada masyarakat sekitar karena mayoritas berprofesi sebagai petani. Ajaran Islam sangat mengenal konsep kurban. Faktanya domba merupakan hewan populer untuk dikurbankan pada hari raya Idul Adha oleh masyarakat Indonesia. Harganya yang relatif terjangkau oleh masyarakat juga beragamnya kandungan gizi menjadi nilai jual domba untuk dijadikan hewan kurban.

Prosedur pelaksanaan kurban pada tradisi irung-irung tidak jauh berbeda dengan prosedur pelaksanaan kurban pada hari raya Idul Adha. Perbedaan mencolok adalah pada waktu pelaksanaannya, karena tradisi irung-irung selalu dilaksanakan pada bulan Muharram. Secara filosofis, tujuan dilaksanakannya

penyembelihan hewan domba pada tradisi irung-irung adalah untuk menghilangkan sifat hewani sebagai sifat negatif pada diri manusia. Agar mampu menjadi manusia yang merepresentasikan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Ibadah kurban merupakan syariat Islam yang mengajarkan kesadaran, keikhlasan, serta kebutuhan seorang hamba untuk mendekatkan diri pada Tuhannya (Zakariah, 2018). Dengan maksud untuk menyembelih nafsu bathiniyyah (nafsu hewani) yang ada pada diri manusia, yaitu kekejaman, kedengkian, penindasan, tipu daya, kelicikan, bahkan syirik, sebagai dosa yang paling berbahaya bagi umat manusia. Syarat sah domba

(7)

tersebut dikategorikan layak untuk dijadikan hewan kurban pada tradisi irung-irung pun tidak memiliki perbedaan dengan syarat sah domba sebagai hewan kurban yang layak pada hari raya Idul Adha. Ditinjau dalam konteks keterlibatan warga negara, tentu proses penyembelihan hewan kurban perlu kerjasama, gorong royong, serta kesadaran semua pihak karena merupakan proses yang bersifat kolektif dan kolegial.

Penyembelihan hewan kurban juga mampu memperkuat keterlibatan warga negara, khususnya generasi muda setempat, selain mampu menginternalisasikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan,. Karakter toleransi, peka sosial, peduli terhadap sesame merupakan output dari pelaksanaan kurban. Diperkuat oleh Mahfud (2014) yang menegaskan ibadah kurban mengajarkan

sifat kemanusiaan karena peduli terhadap sesama manusia. Dengan rasionalisasi tersebut, perlu diperkuatnya peran generasi muda setempat dalam pelaksanaan tradisi irung-irung agar generasi muda terkait memiliki karakter yang menjadi investasi sosial mereka untuk bertahan hidup.

Makan Tumpeng Bersama

Sebagai bagian dari masyarakat Sunda, tentu sudah tidak asing dengan konsep makan bersama atau papaharē. Secara filosofis tujuan diadakannya

makan tumprng bersama yaitu bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kekayaan pangan yang melimpah, dan untuk menyambut tahun baru Islam karena irung-irung dilaksanakan pada bulan Muharram. Haddad dan Hijran (2017) menegaskan makan bersama (papaharē) mampu memupuk kebersamaan serta menekan pola hidup konsumtif. Kegiatan tersebut berupaya untuk membangun kesadaran politik masyarakat mengenai mulianya nilai-nilai budaya Sunda serta mendorong masyarakat, khususnya generasi muda untuk mengimplementasikan nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan lain dalam kegiatan makan tumpeng bersama adalah untuk menjaga tali silaturahmi antar penduduk. Faktanya masyarakat beragama Islam percaya silaturahmi mampu memperpanjang umur dan menambah pahala. Darussalam (2017) menjelaskan manfaat dari silaturahmi yaitu mendapatkan ridho Allah, memperkuat cinta kasih terhadap sesama,

memperkokoh kebersamaan dan kekeluargaan,

memperkuat tali persaudaraan serta persahabatan, menambah pahala setelah kematiannya, dan membuat orang lain selalu mendoakannya. Penting bagi generasi muda Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan tradisi irung-irung, karena selain mendapatkan kebermanfaatan secara sosial juga mendapatkan kebermanfaatan secara rohani.

Doa Penutup

Pelaksanaan doa penutup menjadi bukti bahwa masyarakat bertuhan. Pada tradisi irung-irung, doa penutup menjadi tanda bahwa pelaksanaan tradisi telah berakhir serta doa tersebut dilakukan agar maksud dan tujuan tradisi tersebut dapat tercapai. Muhajarah (2016) memaparkan bahwa berdoa merupakan kegiatan yang menandakan bahwa manusia membutuhkan pertolongan dari Allah, juga sebagai bukti bahwa kita merupakan

manusia yang beriman.

Berdoa menandakan bahwa kita merupakan makhluk yang lemah sebagai ciptaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga kita tidak memiliki daya dan upaya tanpa pertolongannya. Berdoa juga mengajarkan sifat untuk rendah hati, sabar, dan disiplin. Lickona mengungkapkan proses habituasi nilai dan moral kepada generasi muda merupakan langkah utama dalam menjadi bangsa

yang beradab (Effendi, 2017). Generasi muda perlu

memiliki karakter rendah hati, sabar, dan disiplin agar mereka menjadi warga negara yang bermoral.

Keterlibatan Generasi Muda pada Pelaksanaan Tradisi Irung-Irung

Rizal sebagai Ketua Karang Taruna Desa Cihideung mengungkapkan mayoritas generasi muda Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat lebih memilih sesuatu yang menjadi preferensi generasi muda pada umumnya, seperti sekolah, bekerja, aktif di berbagai organisasi dan komunitas agar mampu mengaktulisasikan minat dan bakatnya. Realita tersebut tidak salah karena itu semua merupakan kebutuhan dasar manusia, terlebih pada era keterbukaan saat ini. Generasi muda setempat perlu memiliki tanggung jawab moral untuk ikut terlibat aktif dalam melaksanakan serta melestarikan tradisi tersebut. Mereka perlu secara sukarela untuk belajar dan berperan sesuai dengan kapasitasnya karena suatu saat mereka

(8)

akan menjadi penanggung jawab utama dalam pelaksanaan tradisi tersebut.

Terbatasnya pembelajaran budaya secara langsung merupakan sebab utama memudarnya budaya lokal pada generasi muda. Maka dari itu pembelajaran budaya perlu ditanamkan sejak kecil serta diamati perkembangannya secara berkelanjutan. Sedyawati menyatakan sampai saat ini masih banyak pemerintah daerah, yang belum menjadikan kebudayaan sebagai salah satu fokus utama kebijakan yang berjangka panjang (Nahak, 2019). Padahal dukungan moral dari masyarakat merupakan modal utama dalam upaya pelestarian budaya dan idealnya didukung oleh kebijakan pemerintah.

Galih sebagai tokoh adat memaparkan menjadi ketakutan bersama apabila tradisi irung-irung tidak semeriah saat ini bahkan dapat musnah karena generasi mudanya tidak memiliki kesadaran mengenai pentingnya menjaga tradisi tersebut. Berbagai keuntungan baik secaa individu maupun kepentingan umum mampu didapatkan oleh generasi mudanya apabila memiliki kesadaran untuk melestarikan tradisi tersebut. Keuntungannya antara lain pengalaman, investasi sosial, kebersamaan, persaudaraan, kepekaan sosial, bahkan secara langsung menjaga dan melestarikan budaya sebagai kekuatan bangsa. Lestari, Armawi, dan Muhammad (2016) menjelaskan bahwa proses pelestarian kebudayaan lokal mampu memberikan berbagai manfaat bagi generasi muda, terlebih pada ranah ekonomi, sosial, serta pengetahuan.

Idealnya generasi muda perlu mengidentifikasikan

dirinya sebagai kelompok yang memiliki peran penting di masyarakat. Apabila mereka tidak menjalankan peran sebagai mestinya maka berpotensi untuk menimbulkan dampak sosial yang mampu merubah tatanan nilai yang berlaku dalam masyarakat terkait karena kebudayaan tidak memiliki nilai vital. Terlepas dari berbagai motif dalam melestarikannya, baik sebagai bentuk ibadah, murni untuk menjaga dan melestarikan, maupun untuk eksistensi individu. Funisika (2017) menegaskan bahwa pada kasus pelestarian tradisi dalok masyarakat Dayak, perlu keterlibatan aktif generasi mudanya agar tradisi tersebut tidak terkikis atau luntur.

Pada dasarnya tradisi irung-irung mampu memperkuat keterlibatan generasi muda terkait tetapi belum mampu secara langsung membuat

kelompok tersebut menjadi aktor (pemeran utama) pada pelaksanaan tradisi. Keterlibatan generasi muda Desa Cihideung lebih berfokus pada peran yang dapat mereka lakukan dalam perencanaan dan pelaksanaan tradisi irung-irung. Generasi muda Desa Cihideung memiliki pandangan yang penting peran yang dilakukan memiliki dampak positif pada suksesnya pelaksanaan dan pelestarian tradisi tersebut. Pandangan tersebut tidak salah, sebagaimana Yahya (2019) yang mengungkapkan pada kasus musik reyog kendhang sangtakasta telah disesuaikan dengan mengikuti minat generasi

muda dengan tidak merusak esensi filosofisnya,

yang penting kelompok tersebut berperan dalam pelaksanaan tradisi musik reyog kendhang sangtakasta. Ditinjau dari aspek moralitas, generasi muda Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat memiliki moralitas yang baik sehingga menjadi potensi dalam mewujudkan bangsa yang beradab. Hal tersebut dibuktikan dengan kekonsistenan generasi muda dalam melaksanakan program pengabdian masyarakat dan pemberdayaan pemuda guna menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi pada lingkungan masyarakat. Rizal sebagai Ketua Karang Taruna Desa Cihideung menyatakan “Walau generasi mudanya banyak yang sudah merantau karena orientasi pekerjaan serta pendidikan, tetapi generasi muda yang tersisa tetap berusaha untuk terlibat dalam berbagai kegiatan masyarakat”. Hadi (2019) mengungkapkan bangsa Indonesia perlu memiliki generasi muda yang beradab serta berwawasan sebagai calon pemimpin pada masa mendatang.

Generasi muda Desa Cihideung sebenarnya ingin terlibat aktif dengan menjadi aktor pada tradisi tersebut (sebagai pemeran utama). Akan tetapi, dengan kapasitas mereka saat ini, mereka hanya dapat menjadi support system (tidak menjadi aktor tradisi, tetapi melakukan peran positif lain dalam pelaksanaan tradisi tersebut). Rasionalisasinya, generasi muda belum memiliki kompetensi yang mumpuni sebagai aktor utama. Mereka membantu pelaksanaan tradisi irung-irung melalui peran yang dapat mereka lakukan sebagai bentuk gerakan moral.

Kesadaran tersebut timbul ketika organisasi karang taruna desa mulai eksis kembali dalam mengakomodir kegiatan generasi muda. Mereka telah membantu menyukseskan terselenggaranya tradisi irung-irung melalui berbagai peran seperti:

(9)

mengumpulkan logistik kegiatan, terlibat aktif pada rapat persiapan, promosi melalui berbagai media, dan menjadi panitia pelaksana kegiatan yang sesuai dengan kapasitas generasi muda. Pemuda telah memiliki itikad baik dalam proses pelestarian tradisi yang diorganisir oleh karang taruna setempat. Ramadhan (2016) menegaskan sudah seharusnya bangsa ini mengoptimalkan keberadaan karang taruna sebagai wadah dalam melestarikan kearifan lokal.

Generasi muda telah menunjukan perubahan ke arah yang lebih baik, khususnya dalam menyukseskan pelaksanaan tradisi irung-irung. Rasa kepemilikian generasi muda telah tumbuh Pada waktu yang tepat prosedur tradisi irung-irung akan diajarkan kepada mereka yang tertarik menjadi aktor tradisi. Purwaningsih mengungkapkan berhasilnya pelestarian tradisi membatik di Desa Kotah Kabupaten Sampang Madura disebabkan rasa memiliki generasi muda terhadap tradisi tersebut (Intani, 2019). Suksesnya pelestarian budaya diawali dengan rasa memiliki, dilanjutkan melalui habituasi yang bertahap secara konsisten.

Realita tersebut menjadi kekuatan generasi muda dalam upaya melestarikan kearifan lokal. Kendati mereka belum memiliki kompetensi mumpuni secara kognitif dan psikimotorik mengenai prosedur tradisi tersebut, tetapi dalam menjalankan perannya sebagai support system pada pelaksanaan tradisi tersebut sudah lebih baik dari waktu sebelumnya. Bintari dan Darmawan (2016) mengungkapkan perlunya moralitas dalam menjaga budaya bangsa sebagai pondasi pemersatu masyarakat. Khususnya generasi muda yang perlu terlibat aktif dalam upaya melestarikan kearifan lokal karena baik secara tersurat maupun tersirat, mereka telah melakukan pembelajaran kontekstual mengenai karakter dari ideologi Pancasila.

Bentuk keterlibatan warga negara tidak harus selalu memiliki peran dan tanggung jawab yang homogen, dengan alasan setiap individu memiliki orientasi sosial serta preferensi politik yang berbeda. Timbulnya kesadaran generasi muda untuk terlibat

aktif menyukseskan pelaksanaan tradisi irung-irung pun sudah sangat disyukuri karena merupakan langkah awal yang baik dalam membiasakan dan melestarikan tradisi tersebut. Mandawani dan Veronika (2019) menjelaskan bahwa komitmen

terhadap bangsa dapat dimaknai sebagai rasa

cinta terhadap ciri khas bangsa Indonesia serta keberagaman budayanya. Komitmen dan konsistensi merupakan kunci dalam membiasakan perilaku generasi muda yang menghargai kebudayaan bangsa serta melestarikannya secara sukarela.

Strategi Untuk Memperkuat Keterlibatan Generasi Muda pada Tradisi Irung-Irung

Era modernisasi saat ini mengakibatkan

kehidupan masyarakat menjadi lebih efisien dan

efektif. Kolaborasi kebudayaan dengan kemajuan zaman merupakan proses adaptasi sekaligus strategi jitu dalam mempertahankan kebudayaan terkait, tanpa merusak nilai esensialnya. Putra dan Ratmanto (2019) menegaskan pemanfaatan teknologi menjadi kunci pelestarian kearifan lokal pada era modern, bahkan teknologi merupakan sarana dalam memperkenalkan kearifan lokal pada khalayak umum. Kemajuan zaman perlu dimanfaatkan sebaik dan sebijaksana mungkin, khususnya dalam upaya memperkuat keterlibatan warga negara melalui pelestarian kearifan lokal.

Upaya pelibatan generasi muda untuk melestarikan tradisi irung-irung menggunakan dua strategi yaitu memberdayakan organisasi Karang Taruna Desa Cihideung dan mengoptimalkan

pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Optimalisasi peran generasi muda pada pelaksanaan dan pelestarian tradisi irung-irung lebih mudah karena terorganisir serta terkontrol. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi merupakan inisiatif dari pengurus Karang Taruna Desa Cihideung yang disetujui oleh pihak terkait guna menarik minat generasi muda agar tertarik pada tradisi irung-irung. Ayuswantana dan Rizkiyantono (2014) menegaskan generasi muda saat ini lebih menyukai media serta kegiatan yang berkonsepkan kekinian, sehingga kebudayaan perlu disesuaikan dengan hal tersebut agar menarik minat generasi muda.

Perkembangan zaman perlu disikapi secara bijaksana agar tidak menjadi bangsa yang tertinggal dari bangsa lain. Untuk menjadi bangsa modern tidak harus melupakan kebudayaan yang sejatinya menjadi identitas serta kekuatan bangsa. Diperkuat Hendro (2018) yang menegaskan Jepang dan Korea Selatan sangat kukuh dalam mempertahankan, melestarikan, serta mengembangkan kebudayaannya sehingga menjadi bekal dalam mengatasi arus

(10)

globalisasi. Implikasinya saat ini mereka menjadi bangsa yang kuat, modern, dan maju. Berikut ini dipaparkan secara singkat terkait strategi yang digunakan untuk mengoptimalkan peran pemuda.

Pemberdayaan Organisasi Karang Taruna Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat

Karang taruna merupakan organisasi kepemudaan yang telah memiliki koneksi hingga pada tingkat RT (rukun tetangga). Karang taruna merupakan organisasi yang strategis dalam membentuk generasi muda Indonesia yang Pancasilais. Nasrikin dan Setyowati (2016) mengungkapkan pentingnya mengoptimalkan keberadaan karang taruna karena karang taruna berorientasi pada pembentukan kapasitas spiritual, intelektual, serta emosional generasi muda. Organisasi karang taruna memiliki beberapa kelebihan yaitu: tidak politis, tidak elitis, bersifat sukarela, berprinsip kolektif dan kolegial, tidak

berorientasi profit, serta menyalurkan minat dan

bakat generasi muda Indonesia.

Keyakinan tersebut selaras dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2019 tentang Karang Taruna Pasal 2 yang

menegaskan bahwa karang taruna memiliki prinsip berjiwa sosial, kemandirian, kebersamaan, partisipasi lokal otonom, dan nonpartisan. Kurniasari, Suyahmo, dan Lestari (2013) menjelaskan organisasi kepemudaan karang taruna berperan dalam mengembangkan keahlian generasi muda, seperti menumbuhkan jiwa kepemimpinan, rasa tanggung jawab, berjiwa demokratis, serta peka terhadap kondisi sosial politik masyarakat sekitar. Karang taruna merupakan organisasi yang bersifat terbuka dan independen. Organisasi kepemudaan tersebut lebih memprioritaskan program yang berhubungan dengan pemberdayaan generasi muda serta masyarakat sekitar.

Pemberdayaan secara optimal organisasi kepemudaan merupakan output tepat dari rasionalisasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai upaya melibatkan generasi muda dalam proses berdemokrasi serta upaya pelestarian kebudayaan bangsa, organisasi kepemudaan tersebut nyatanya mampu mengakomodasi berbagai kepentingan generasi muda Indonesia, tanpa melihat latar belakang generasi muda terkait. Keberadaan organisasi sangat penting bagi

merupakan perkumpulan yang terorganisir, sebagai sarana dalam mencapai tujuan umum maupun tujuan individu (Rachman, 2015). Manusia dapat berkembang melalui organisasi dengan mengasah keterampilan tertentu sesuai minat dan bakatnya. Organisasi perlu dikelola secara tepat

dan bijaksana agar dapat berjalan dengan efisien

(berdaya guna), efektif (berhasil guna), dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ditinjau dari rasionalisasi yang telah dijelaskan tersebut, karang taruna merupakan sebuah organisasi sehingga berwenang dalam mengelola serta mengatur pergerakan anggotanya.

Dalam melibatkan generasi muda pada perencanaan serta pelaksanaan tradisi irung-irung memang perlu pengelolaan yang terorganisir dan terpadu supaya jelas pembagian tugas pokok dan fungsinya sehingga pelaksanaannya sesuai yang diharapkan. Upaya tersebut telah disiapkan sedemikan rupa melalui organisasi karang taruna sehingga generasi muda Desa Cihideung efektif dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya dalam perencanaan dan pelaksanaan tradisi tersebut. Pelaksanaan tradisi irung-irung menjadi program wajib Karang Taruna Desa Cihideung. Menjadikan tradisi irung-irung sebagai program wajib merupakan strategi untuk memperkenalkan kearifan lokal tersebut pada generasi muda setempat yang mulai aktif secara komprehensif dari empat tahun terakhir.

Organisasi bersifat dinamis sehingga wajar apabila terjadi peningkatan atau penurunan kinerja dari organisasi tersebut. Guamaradewi dan Mangundjaya (2018) menegaskan bahwa organisasi merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat Indonesia yang bersifat dinamis serta berubah menurut waktu. Banyak manfaat positif apabila pelibatan generasi muda pada pelestarian tradisi irung-irung diorganisir melalui karang taruna, selain terkomando juga dapat mengoptimalkan minat dan bakat generasi muda Desa Cihideung. Skema tersebut telah dijalankan beberapa tahun terakhir serta selalu mengalami perbaikan setiap tahunnya sebagai output dari proses evaluasi.

Pelibatan generasi muda pada perencanaan dan pelaksanaan tradisi irung-irung merupakan strategi yang tepat karena mereka telah melaksanakan

pembelajaran untuk memaknai proses demokrasi yang terjadi di masyarakat. Pembelajaran tersebut merupakan proses habituasi sifat terpuji, seperti:

(11)

gotong-royong. Mulyadi, Sutrisno, Winata, Paeno, dan Harjianto (2020) menjelaskan karang taruna telah berkontribusi pada kemajuan masyarakat melalui peran dan fungsi organisasi, sehingga anggotanya memiliki karakter kepemimpinan seperti: mandiri, bertanggung jawab, demokratis, serta berdedikasi. Komitmen serta konsistensi menjadi kunci sukses generasi muda dalam berorganisasi atau berkomunitas.

Pada umumnya implementasi peran mereka pada perencanaan serta pelaksanaan tradisi irung-irung tidak terlalu berbeda dalam pelaksanaan tugas kepanitiaan pada kegiatan kepemudaan lainnya. Perbedaan mendasarnya yaitu generasi muda setempat masih menjadi support system pada tradisi tersebut, sehingga mereka perlu untuk selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah setempat, dan masyarakat umum agar tradisi irung-irung sukses terselenggarakan. Rina, Jumaidin, dan Saidin (2016) menjelaskan perlunya memperkenalkan kearifan lokal kepada generasi muda guna menumbuhkan kesadaran generasi muda mengenai pentingnya melestarikan kebudayaan bangsa. Generasi muda masih dalam proses belajar, yang penting mereka telah memiliki kesadaran mengenai pentingnya melestarikan kearifan lokal.

Keterlibatan generasi muda melalui karang taruna dalam proses perencanaan dan pelaksanaan tradisi irung-irung, terbukti efektif karena mereka mengetahui tugas mereka di lapangan. Orientasi terpenting dalam melibatkan karang taruna pada proses perencanaan dan pelaksanaan tradisi irung-irung adalah menumbuhkan kesadaran, mengorganisir keterlibatan generasi muda dalam belajar berdemokrasi di masyarakat, dan untuk melestarikan kearifan lokal. Kebijakan yang diinisiatifkan oleh pengurus Karang Taruna Desa Cihideung perlu diapresiasi serta perlu dibantu oleh semua pihak agar dapat mengatasi berbagai kendala di lapangan. Suradi (2019) menjelaskan suksesnya pelestarian kearifan lokal berupa pencak silat dan pukul lesung melalui Karang Taruna Desa Sukajadi Kota Pandeglang Provinsi Banten didukung oleh tokoh adat, tokoh masyarakat, pemerintah setempat, serta masyarakat umum.

Generasi muda tidak perlu secara keseluruhan untuk menjadi aktor tradisi irung-irung tetapi cukup berperan sesuai minat dan bakatnya masing-masing, yang penting keterlibatan mereka berdampak

pada suksesnya pelaksanaan tradisi irung-irung. Ikhtiar tersebut merupakan bukti nyata mulai pedulinya generasi muda terhadap pelestarian tradisi irung-irung. Diperkuat Nahak (2019) yang memaparkan terdapat berbagai upaya dalam melestarikan budaya lokal, yaitu: menumbuhkan kesadaran bahwa kebudayaan merupakan jati diri bangsa, berpartisipasi aktif sesuai peran masing-masing dalam pelestarian budaya tersebut, dan mempelajari serta menyosialisasikannya kepada masyarakat umum agar ikut berperan dalam pelestarian budaya tersebut.

Secara teknis pengurus inti karang taruna Desa Cihideung melakukan perencanaan bersama pihak terkait sebagai upaya pemufakatan konsep kegiatan serta membagi peran generasi muda terkait pada pelaksanaan tradisi irung-irung. Pembagian peran tersebut sesuai dengan minat dan bakat generasi muda yang dibagi atas kelompok kerja: divisi acara, hubungan masyarakat dan kemitraan, logistik, konsumsi, teknisi lapangan, serta publikasi dan dokumentasi. Kebijakan tersebut merupakan proses adaptasi dengan kemajuan zaman yang perlu dimanfaatkan sebijaksana mungkin. Novitasari dan Susanto (2019) menegaskan suksesnya pelestarian budaya melalui Karang Taruna Dusun Bacem Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto diakibatkan karena kreativitas dan pengelolaan pengurus organisasi kepemudaan tersebut.

Modernisasi turut merubah pola perilaku generasi muda Indonesia, sehingga pemikirannya lebih terbuka serta melek terhadap teknologi. Perubahan sosial tersebut tidak perlu ditakutkan, apabila mereka masih memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam kepentingan umum, khususnya melestarikan kebudayaan daerah. Pada waktu yang tepat, prosedur pelaksanaan tradisi irung-irung akan diajarkan pada generasi muda yang tertarik atau terpilih, tetapi berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak karang taruna. Proses pembelajaran tradisi tersebut dilakukan karena mereka harus memiliki tanggung jawab moral kepada tradisi tersebut.

Suatu saat generasi muda Desa Cihideung akan menjadi tokoh utama pelaksanaan tradisi irung-irung, maka mempelajari tradisi tersebut menjadi tuntutan bersama dalam meskipun prosesnya akan sangat panjang. Sabdorini (2017) memaparkan dalam rangka menumbuhkan partisipasi generasi

(12)

muda dalam melestarikan budaya lokal, langkah awal yang dilakukan kelurahan serta masyarakat adalah mengaktifkan kembali karang taruna desanya. Mengoptimalkan peran organisasi atau komunitas kepemudaan, khususnya karang taruna, menjadi aspek penting dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan bangsa.

Mengoptimakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi perlu dilakukan dalam upaya pelestarian kebudayaan bangsa. Irhandayaningsih (2018) menjelaskan suksesnya publikasi serta promosi kearifan lokal dimotori karena memanfaatkan secara optimal kemajuan teknologi, khususnya media. Ditinjau dari ideologi Pancasila, tentu kemajuan teknologi harus disikapi secara arif dan bijaksana. Fadilah (2019) mengungkapkan Pancasila merupakan acuan dalam memanfaatkan kemajuan teknologi sehingga berdampak pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Kebudayaan selalu berubah menurut waktu. Ketika sebuah kebudayaan dianggap keberadaannya sudah tidak memiliki peran dalam memecahkan masalah manusia, kebudayaan tersebut cenderung untuk ditinggalkan. Susanti dan Sukaesih (2019) menjelaskan kebudayaan bersifat dinamis karena berubah dan berkembang sesuai dengan zaman, pemikiran, serta kebutuhan manusia. Perubahan tersebut dapat mengarah pada perbaikan, dapat juga mengarah pada kepunahan, sehingga menjadi kekhawatiran bersama jika kebudayaan bangsa punah karena tidak dipertahankan dengan penuh komitmen dan konsistensi oleh masyarakat Indonesia.

Generasi muda Indonesia lebih melek terhadap teknologi. Mayoritas dari generasi muda memiliki akun media sosial serta selalu mengakses media online, kapan pun dan di mana pun. Sari (2019) mengungkapkan generasi muda lebih menyukai internet, karena praktis serta menyediakan kebutuhan mereka, baik bersifat informasi maupun sekedar untuk hiburan. Preferensi generasi muda terhadap internet tersebut harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar melek teknologi generasi muda dapat mengarah pada hal yang positif, khususnya dalam mempromosikan serta melestarikan kebudayaan bangsa. Secara teknis promosi tersebut dapat melalui berbagai media

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi merupakan strategi lain dalam melibatkan generasi muda Desa Cihideung pada pelaksanaan tradisi irung-irung. Inisiatif tersebut tidak lepas dari realita kegemaran generasi muda terhadap internet, juga melihat peluang dalam mempromosikan tradisi irung-irung pada khalayak umum. Promosi kearifan lokal melalui media online atau media sosial merupakan langkah tepat dalam memanfaatkan keberadaan dari teknologi. Survei pada tahun 2017 yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

(Effendhi, 2019) mengungkapkan pengguna jasa

internet di Indonesia telah mencapai 143,26 juta jiwa dari 262 juta total penduduk Indonesia.

Penggunaan media sosial dan media online merupakan output dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, serta menjadi sarana strategis dalam mempromosikan tradisi irung-irung, selain efisien juga dapat diakses oleh

seluruh masyarakat Indonesia. Keuntungan yang didapatkan selain sebagai strategi melestarikan kearifan lokal, juga untuk meningkatkan kapasitas individu karena telah memiliki beberapa pengalaman, seperti menulis berita di media online serta pengalaman bernegosiasi ketika mencari mitra dalam pelaksanaan tradisi irung-irung. Rusadi, Yuliana, dan Zulkarnain (2019) memaparkan suksesnya pengembangan aplikasi media belajar mandiri berbasis desktop dalam mempromosikan kearifan lokal serta pariwisata Kalimantan Selatan dikarenakan pemanfaatan teknologi yang digunakan secara tepat dan bijaksana. Pelestarian kebudayaan melalui pemanfaatan teknologi merupakan langkah yang tepat, terlebih apabila dilaksanakan dengan penuh komitmen.

Kemajuan teknologi tidak dapat dihindari. Komitmen sebagai sebuah bangsa sedang diuji dalam menyikapi kondisi tersebut. Idealnya berbagai dampak dari kemajuan teknologi perlu

direfleksikan melalui ideologi Pancasila agar

memiliki berbagai kebermanfaatan, khususnya bagi terwujudnya kehidupan yang demokratis. Secara teknis dalam proses promosi serta publikasi tradisi irung-irung, dilakukan melalui media sosial dan media online yang diamanahkan kepada divisi publikasi dan dokumentasi. Secara praktik seluruh generasi muda ikut mempromosikannya di media sosial masing-masing. Saat ini Karang Taruna Desa Cihideung telah membuat akun

(13)

beberapa media sosial, serta mengunggah video pelaksanaan tradisi yang didokumentasikan oleh karang taruna ke platform youtube.

Pada proses menjaga informasi, sebagai salah satu ikhtiar dalam melestarikan tradisi irung-irung sangat terbantu karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Iwantoni dan Syam (2019) menjelaskan bahwa kemajuan teknologi sangat berdampak positif pada upaya pelestarian budaya, seperti suksesnya program Citizen Journalist NET TV dalam mengumpulkan karya masyarakat, khususnya yang terkait dengan promosi serta informasi mengenai kearifan lokal yang ada di Indonesia. Surahman (2016) menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan kekuatan bangsa, terlebih realita Indonesia sebagai bangsa yang multikultural menjadi kekuatan besar dalam mengatasi berbagai tantangan. Apabila pemanfaatan teknologi secara bijak dalam melestarikan kebudayaan dilaksanakan secara konsisten, maka bangsa ini akan segera memiliki pangkalan data kebudayaan yang komprehensif. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi pada proses pelestarian tradisi irung-irung didukung penuh oleh tokoh adat. Penggunaan media sangat bermanfaat untuk menyimpan data mengenai tradisi irung-irung sebagai upaya menjaga keutuhan informasi bagi generasi muda selanjutnya. Keutuhan informasi menjadi kunci dalam menumbuhkan moralitas masyarakat agar bersedia melestarikan budaya tersebut. Priatna (2017) menegaskan perlunya menjaga serta mewarisi informasi kebudayaan sebagai sarana memberikan edukasi serta menggerakkan hati masyarakat agar berkenan melestarikan kebudayaan yang dimaksudkan.

Melestarikan kebudayaan bangsa bukan perkara yang mudah. Terdapat berbagai kendala di lapangan yang tidak jarang mengurangi semangat dalam melestarikan kebudayaan tersebut. Wuryani dan Purwiyastuti (2012) menjelaskan pelestarian kearifan lokal seperti karawitan dan orkes campursari serta menjaga candi Ceto sebagai cagar alam nyatanya terhambat oleh berbagai kendala, tetapi masyarakatnya memiliki semangat yang kuat sehingga kendala tersebut diatasi melalui pelatihan, pendampingan, serta sarahsehan yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Dalam konteks tradisi irung-irung, salah satu upaya pelestariannya yaitu mengoptimalkan pemanfaatan

sebagai strategi dalam menarik minat generasi muda. Berbagai hambatan dan tantangan dalam melestarikan tradisi irung-irung ditemukan oleh generasi muda, tetapi komitmen serta kesadaran merupakan kunci dalam mengatasi hal tersebut.

SIMPULAN

Prosedur tradisi irung-irung dimulai dari berdoa bersama, pawai menuju sumber air, upacara adat, penyembelihan hewan kurban, makan tumpeng bersama, serta diakhiri dengan doa penutup. Tradisi irung-irung memiliki nilai filosofi

yang sangat tinggi. Tradisi irung-irung mampu memperkuat keterlibatan generasi muda, tetapi belum mampu secara langsung membuat kelompok tersebut menjadi aktor utama pelaksanaan tradisi. Keterlibatan generasi muda lebih diorientasikan sebagai komponen pendukung berjalannya proses demokrasi yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar melalui perencanaan dan pelaksanaan tradisi irung-irung. Strategi untuk mengoptimalkan peran generasi muda dilakukan dengan memberdayakan organisasi karang taruna desa dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

DAFTAR RUJUKAN

Ayuswantana, A. C., & Rizkiantono, R. E. (2014). Perancangan Web-Komik Wanorosingo sebagai Media Alternatif Pengenalan Wayang Cek-dong untuk Generasi Muda. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 3(1), 1-5. Bintari, P. N., & Darmawan, C. (2016). Peran

Pemuda sebagai Penerus Tradisi Sambatan dalam Rangka Pembentukan Karakter Gotong Royong. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 25(1), 57-76.

Brata, I. A. (2016). Kearifan Budaya Lokal Perekat Identitas Bangsa. Jurnal Bakti Saraswati, 5(1), 9-16.

Darussalam, A. (2017). Wawasan Hadis tentang Silaturahmi. Jurnal Kajian Ilmu Al-Hadis, 8(2), 117-132.

Effendhi, A. N. (2019). APJII Berkontribusi Positif

dan Merangsang Gairah Penyelenggara Internet. Buletin Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 33(1), 3-4.

Effendi, S. (2017). Peran Pendidikan Islam dalam

Membentuk Manusia Indonesia yang Berkarakter dan Berkepribadian. Ittihad

(14)

15(27), 29-39.

Fadilah, N. (2019). Tantangan dan Penguatan Ideologi Pancasila dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Journal of Digital Education, Communication, and Arts, 2(2), 66-78.

Funisika, A. S. (2017). Pelestarian Tradisi Budaya Dalok pada Masyarakat Dayak Uud Danum dalam Rangka Menunjukkan Kesukubangsaan di Kecamatan Serawai-Ambalau Kabupaten Sintang Kalimantan. Jurnal Pekan, 2(2), 78-87.

Guamaradewi, N. G., & Mangundjaya, W. L. (2018). Dampak Kesiapan Individu dan Kesiapan Organisasi untuk Berubah bagi Komitmen Afektif untuk Berubah. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas, 2(2), 57-68.

Gustianingrum, P. W., & Affandi, I. (2016).

Memaknai Nilai Kesenian Kuda Renggong dalam Upaya Melestarikan Budaya Daerah di Kabupaten Sumedang. Journal of Urban Society’s Art, 3(1), 27-35.

Haddad, R. S., & Hijran, M. (November 2017). Model Kepemimpinan Politik Sunda dalam Konteks Pendidikan Politik. Artikel Disajikan pada Konferensi Nasional Kewarganegaraan III, Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. Hadi, A. (2019). Moralitas Pancasila dalam Konteks

Masyarakat Global: Mengkaji Pendidikan Kewarga negaraan untuk Penguatan Nilai Moral dalam Konteks Globalisasi. Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan Sains, 8(2), 124-138.

Hamdi, I., Soetrisnaadisendjaja, D., & Lestari, R. Y. (2019). Pembentukan Nilai-Nilai Demokrasi Melalui Kegiatan Organisasi di Sekolah. Untirta Civic Education Journal, 4(1), 100-120.

Handitya, B. (2019). Menyemai Nilai Pancasila pada Generasi Muda Cendekia. Adil Indonesia Jurnal, 2(1), 13-23.

Hendro, E. P. (2018). Membangun Masyarakat Berkepribadian di Bidang Kebudayaan dalam Memperkuat Jawa Tengah sebagai Pusat Kebudayaan Jawa. Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, 1(2), 149-165. Imam, S., Budhi, G., Budi, R., & Opan, S. S.

(2018). Revitalization And Ritual in Cihideung (District of West Bandung,

Agricultural and Socio-Economic Sciences, 9(81), 242-247.

Intani, R. (2019). Generasi Muda dan Seni Tradisi (Studi Kasus di Kawasan Cisaranten Wetan, Bandung). Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, 4(1), 55-73.

Irhandayaningsih, A. (2018). Pelestarian Kesenian Tradisional sebagai Upaya dalam Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal di Masyarakat Jurang Blimbing Tembalang. Jurnal ANUVA, 2(1), 19-27.

Isnanda, R., Azkiya, H., & Syofani. (2019). Pemberdayaan Seni, Sara’ dan Budaya Tuangku Nan Renceh di Kanagarian Kamang Mudiak Kecamatan Kamangmagek Kabupaten Agam. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi IPTEKS untuk Masyarakat, 8(3), 163-169.

Iwantoni, R., & Syam, H. M. (2019). Pemanfaatan Net Citizen Journalist di NET TV oleh Masyarakat dalam Mempromosikan Kearifan Lokal Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, 4(1), 1-16.

Kurniasari, D., Suyahmo., & Lestari, P. (2013). Peranan Organisasi Karang Taruna dalam Mengembangkan Kreativitas Generasi Muda di Desa Ngembalrejo. Unnes Civic Education Journal, 2(2), 77-82.

Lestari, G., Armawi, A., & Muhammad. (2016). Partisipasi Pemuda dalam Mengembangkan Pariwisata Berbasis Masyarakat untuk Meningkatkan Ketahanan Sosial Budaya Wilayah (Studi di Desa Wisata Pentingsari, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, D.I. Yogyakarta). Jurnal Ketahanan Nasional, 2(22), 137-157.

Lestari, E. Y., Janah, M., & Wardanai, P. K. (2019). Menumbuhkan Kesadaran Nasionalisme Generasi Muda di Era Globalisasi Melalui Penerapan Nilai-Nilai Pancasila. Adil Indonesia Jurnal, 1(1), 20-27.

Mahardika, G. P. (2015). Digital Game Based Learning dengan Model Addie untuk Pembelajaran Doa Sehari-Hari. Jurnal Teknologi Industri, 22(2), 1-8.

Mahfud, C. (2014). Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam. Jurnal Humanika, 14(1), 16-32.

Mandawani., & Veronika, L. (2019). Implementasi Nilai Luhur Pancasila melalui Kegiatan Bakti

(15)

Kebangsaan pada Generasi Milenial. Jurnal Pekan, 4(2), 134-148.

Muhajarah, K. (2016). Konsep Doa: Studi Komparasi Konsep Doa Menurut M. Quraish Shihab dan Yunan Nasution dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam. HIKMATUNA: Journal for Integrative Islamic Studies, 2(2), 211-233.

Mulyadi., Sutrisno., Winata, H., Paeno., & Harjianto, P. (2020). Penyuluhan Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Pengembangan Karang Taruna Mekarsari Rumpin Bogor. Jurnal Pengabdian Dharma Laksana Mengabdi Untuk Negeri, 2(2), 142-146.

Nahak, H. M. (2019). Upaya Melestarikan Budaya Indonesia di Era Globalisasi. Jurnal Sosiologi Nusantara, 5(1), 165-176.

Nasrikin, H. T., & Setyowati, R. N. (2016). Peran Karang Taruna dalam Pembentukan Sikap Nasionalisme Remaja Desa Pulorejo Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto. Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 1(4), 187-199.

Novitasari, T., & Susanto, F. (2019). Bentuk Kreativitas Pemuda Karang Taruna dalam Pembangunan Desa Bening. Jurnal Penamas Adi Buana, 2(1), 25-28.

Nugraha, A. R., Perbawasari, S., & Zubair, F. (2017). Model Komunikasi Pariwisata yang Berbasiskan Kearifan Lokal (Studi Deskriptif Kualitatif di Wilayah Lembang Kabupaten Bandung Barat). Jurnal The Messenger, 9(2), 231-232.

Nurhaidah., & Musa, M. I. (2015). Dampak Pengaruh Globalisasi bagi Kehidupan Bangsa Indonesia. Jurnal Pesona Dasar, 3(3), 1-14.

Priatna, Y. (2017). Melek Informasi Sebagai Kunci Keberhasilan Pelestarian Budaya Lokal. Jurnal Publis, 1(2), 37-43.

Putra, A. S., & Ratmanto, T. (2019). Media dan Upaya Mempertahankan Tradisi dan Nilai-nilai Adat. Channel Jurnal Komunikasi, 7(1), 59-66.

Rachman, F. (2015). Manajemen Organisasi dan Pengorganisasian dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadist. Ulumuna: Jurnal

Studi Keislaman, 1(2), 292-323.

Rahayu, D. P. (2016). Kearifan Lokal Tambang Rakyat sebagai Wujud Ecoliteracy di

QUIA IUSTUM, 2(23), 320-341.

Rahayu, S. (2019). Strategi Membangun Karakter Generasi Muda yang Beretika Pancasila dalam Kebhinekaan dalam Perspektif Keutuhan Negara Kesatuan Repiblik Indonesia. Jurnal Pendidikan, 28(3), 289-304.

Ramadhan, A. (2016). Disfungsional Peran Karang Taruna dalam Pelestarian Kearifan Lokal di Kampung Cireundeu. Jurnal Sosietas, 6(2), 5-25.

Ramdhani, H. (2019). Realitas Elit Politik Lokal dan Persepsi Masyarakat dalam Proses Pemekaran Daerah. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, 7(2), 219-226. Retnowati. (2014). Globalisasi dan Kearifan

Lokal (Menyikapi Globalisasi, Refleksi

terhadap komunitas Pattuvam Panchayat di India). WASKITA: Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, 2(2), 148-165.

Rina., Jumaidin, L. O., & Saidin. (2016). Kearifan Lokal dalam Melestarikan Budaya Kabhanti Modero sebagai Media Komunikasi Pembangunan (Studi pada Masyarakat Muna di Desa Sawerigadi Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat). Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi & Informasi, 1(3), 1-14.

Rusadi, A., Yuliana, K., & Zulkarnain, M. Z. (2019). Pengembangan Media Belajar Berbasis Desktop untuk Mengenal Kearifan Lokal dan Destinasi Wisata Kalimantan Selatan. LENTERA: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 14(1), 13-23.

Sabdorini, A. R. (2017). Strategi Kelurahan Genteng Menumbuhkan Partisipasi Warga Melestarikan Budaya Lokal di Kampung Ketandan Kota Surabaya. Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 5(3), 800-814. Sari, S. (2019). Literasi Media pada Generasi

Milenial di Era Digital. Jurnal Professional FIS UNIVED, 6(2), 31-42.

Sartika, Y. D., & Hudaniah. (2018). Gaya Hidup Hedonis dan Intensi Korupsi pada Mahasiswa Pengurus Lembaga Intra Kampus. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 6(2), 213-231. Suradi, A. (2018). Pendidikan Berbasis Multikultural dalam Pelestarian Kebudayaan Lokal Nusantara di Era Globalisasi. Jurnal Wahana Akademik, 5(1), 112-129.

(16)

Sosio Konsepsia: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 8(3), 241-254.

Surahman, S. (2016). Determinisme Teknologi Komunikasi dan Globalisasi Media terhadap Seni Budaya Indonesia. Jurnal Rekam, 12(1), 31-42.

Susanti., & Sukaesih. (2019). Melestarikan Kearifan Lokal melalui Media Sosial. Jurnal Aksara Publik, 3(2), 158-166.

Thamrin, D. (2017). Membuka Ruang Baru Demokrasi Partisipatif bagi Community Policing: Peran Forum Warga. Jurnal Keamanan Nasional, 3(1), 64-83.

Wibowo, A. P., & Wahono, M. (2017). Pendidikan Kewarganegaraan: Usaha Konkret Untuk Memperkuat Multikulturalisme di Indonesia. Jurnal Civicus, 14(2), 198-202.

Widisuseno, I. (2013). Ketahanan Nasional dalam

Pendekatan Multikulturalisme. Jurnal Humanika, 18(2), 13-27.

Wuryani, E., & Purwiyastuti, W. (2012). Menumbuhkan Peran Serta Masyarakat dalam Melestarikan Kebudayaan dan Benda Cagar Budaya melalui Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Wisata Dusun Ceto. Satya Widya, 28(2), 147-154. Yahya, M. R. (2019). Peran Kesenian Reyog

Kendhang SangtakastasSebagai Sarana Berekspresi Masyarakat Desa Tugu Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung. DESKOVI: Art and Design Journal, 2(1), 35-40.

Zakariah, M. (2018). Ibadah Qurban Sebagai Wujud Iman dan Taqwa dalam Menyukseskan Pembangunan. Jurnal Syariah Hukum Islam, 1(1), 60-67.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan mutu sirup pala yang dijual oleh DP Segar Sari dengan cara memperpanjang umur simpan sirup pala dan menurunkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh kompensasi insentif berbasis anggaran pada kinerja dengan kepercayaan pada supervisor

Tabel 1 menunjukan bahwa pada kondisi lindung (alami) merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan vegetasi, dimana area lindung disusun oleh lebih banyak

Interaksi antara jarak tanam dan dosis pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang dan bobot jagung pipil per plot, tetapi tidak nyata

Nilai koefisien korelasi genetik dan fenotipik ini mencerminkan keeratan hubungan antara bobot lahir dengan bobot sapih, bobot lahir dengan pertambahan bobot badan pra

Hasil simulasi antrian di dermaga Soekarno menunjukkan bahwa rata-rata panjang antrian, rata-rata waktu tunggu, serta rata-rata waktu kapal di pelabuhan tidak dapat dijadikan

Kapasitas kalor gas adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu gas sebesar 1°C, untuk volume tetap disebut CV dan untuk tekanan tetap disebut Cp.. Secara

Analisis regresi linear berganda diolah dengan program SPSS for Windows dengan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 7 (untuk variabel dependen Y 1 ). 1) Nilai konstanta