• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Denpasar, Oktober Tim Peneliti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Denpasar, Oktober Tim Peneliti"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya Laporan Penelitian Hibah Keteknisipilan yang berjudul: “Kajian Pengembangan Angkutan Wisata di Kota Denpasar” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penelitian ini dilakukan mengingat Kota Denpasar selain sebagai ibukota Provinsi Bali juga memiliki objek dan daya tarik wisata yang belum terkelola secara baik. Dengan

meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan diperlukan penyediaan angkutan wisata city tour.

Angkutan shuttle bus service city tour pernah diterapkan,di Kota Denpasar namun belum

memberikan hasil yang optimal. Untuk membantu dalam menanggulangi permasalahan transportasi di Kota Denpasar sebagai daerah tujuan wisata, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sistem operasional angkutan wisata yang diperuntukkan bagi wisatawan di Kota

Denpasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi demand dan rute

angkutan wisata yang dapat dikembangkan di Kota Denpasar, menganalisis karakteristik sistem operasional angkutan wisata serta menganalisis besarnya biaya operasional kendaraan (BOK).

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan penelitian ini.

Denpasar, Oktober 2015

(3)

ii

ABSTRAK

Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali yang memiliki beberapa objek dan daya tarik wisata. Saat ini banyak bus pariwisata yang berukuran besar, melayani wisatawan untuk mengunjungi objek-objek wisata yang ada di Kota Denpasar sehingga menambah beban lalu lintas. Dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan diperlukan penyediaan angkutan

wisata city tour. Angkutan shuttle bus service city tour pernah diterapkan,di Kota Denpasar

namun belum memberikan hasil yang optimal. Untuk membantu dalam menanggulangi permasalahan transportasi di Kota Denpasar sebagai daerah tujuan wisata, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji sistem operasional angkutan wisata yang diperuntukkan bagi wisatawan di Kota Denpasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi

demand dan rute angkutan wisata yang dapat dikembangkan di Kota Denpasar, menganalisis

karakteristik sistem operasional angkutan wisata serta menganalisis besarnya biaya operasional kendaraan (BOK).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survei lapangan yaitu penyebaran kuisioner kepada responden serta wawancara langsung kepada pihak-pihak yang terkait. Analisis yang dilakukan meliputi analisis karakteristik pariwisata di Kota Denpasar, perencanaan operasional angkutan, serta analisis biaya pengoperasian angkutan wisata.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh bahwa potensi demand angkutan wisata di Kota Denpasar terutama adalah wisatawan yang menginap di Denpasar sebanyak 480.124 orang/th atau rata-rata 1.320 orang/hari dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,5% per tahun. Rute angkutan wisata dibagi atas 3 (tiga) bagian, yaitu shuttle bus yang khusus melayani di kawasan Sanur, City Tour 1 (CT-2A) melayani pergerakan ke objek wisata di sekitar pusat Kota Denpasar dan City Tour 2 (CT-2B) melayani pergerakan ke bagian selatan Kota Denpasar (hutan mangrove dan Pulau Serangan). Shuttle bus di Kawasan Sanur dioperasikan selama 15 jam dari Pk. 09.00 – 21.00 Wita, panjang rute 12,26 km, headway 10 menit, waktu sirkulasi 48,47 menit, jumlah round trip 18 kali, kebutuhan armada 5 unit per sirkulasi. Untuk City Tour, pelayanan dapat dilakukan sesuai pesanan atau secara reguler. Angkutan wisata City Tour 1 (CT- 2A) dioperasikan selama 9 jam dari Pk. 09.00 – 18.00 Wita, panjang rute 27,90 km, headway 10 menit, waktu sirkulasi 102,46 menit, jumlah round trip 5 kali, kebutuhan armada 10 unit. Angkutan wisata City Tour 2 (CT-2B) dioperasikan dalam waktu yang sama yaitu 9 jam. Panjang rute 32,91 km, waktu sirkulasi 120,91 menit, jumlah round trip 4 kali, kebutuhan armada 12 unit. Nilai BOK untuk bus tingkat sebesar 0,9 miliar per bus per tahun. BOK untuk shuttle bus di Kawasan Sanur sebesar Rp. 104.202.440,-/armada/th (untuk 10 armada sebesar Rp. 1.042.024.400,- per tahun). BOK untuk City Tour 1 (CT-2A) sebesar Rp. 119.760.890,-/armada/th. BOK untuk City Tour 2 (CT-2B) sebesar Rp. 117.162.680,-119.760.890,-/armada/th.

(4)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA………. 5

2.1 Pariwisata ... 5

2.1.1 Aspek-Aspek Pengembangan Aksesibilitas Pariwisata .... 5

2.1.2 Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata ... 6

2.2 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kota Denpasar ... 6

2.3 Pengertian Angkutan ... 7

2.4 Angkutan Wisata ... 8

2.5 Fungsi dan Peranan Angkutan ... 9

2.6 Jenis-Jenis Angkutan ... 10

2.7 Angkutan Perkotaan ... 10

2.8 Standar Kualitas Angkutan Umum ... 11

2.9 Rute Pelayanan Jasa Angkutan Umum ... 12

2.10 Perhentian Bus ... 14

2.10.1 Klasifikasi Perhentian Bus ... 15

2.10.2 Jarak Antara Perhentian Bus ... 16

2.10.3 Lokasi Perhentian Bus ... 16

2.11 Penjadwalan Bus ... 17

2.12 Penentuan Jumlah Kendaraan ... 18

2.13 Kinerja Angkutan Umum ... 21

(5)

iv

2.14.1 Komponen-komponen BOK ... 24

2.14.2 Model dan Metode Perhitungan BOK ... 26

2.15 Analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) per Tahun ... 30

2.15.1 Analisis Biaya Tetap per Tahun ... 30

2.15.2 Analisis Biaya Tidak Tetap (Variabel) per Tahun ... 33

2.15.3 Analisis Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun ... 33

2.15.4 Analisis Biaya Operasi Kendaraan per Kilometer ... 34

2.15.5 Analisis Jumlah Penumpang ... 34

2.16 Sistem Operasional Angkutan Umum ... 35

2.16.1 Perhitungan Waktu Siklus ... 35

2.16.2 Perhitungan Frekuensi (f) ... 36

2.16.3 Perhitungan Headway ... 36

2.16.4 Perhitungan Kebutuhan Armada ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ……….……… 39

3.1 Rancangan Penelitian ... 41

3.2 Lokasi Penelitian ... 41

3.3 Studi Pendahuluan dan Identifikasi Masalah ... 41

3.4 Rumusan Masalah dan Penetapan Tujuan... 41

3.5 Pengumpulan Data ... 42

3.6 Analisis Potensi Demand Angkutan Wisata dan Rute Perjalanan .. 42

3.7 Perencanaan Operasional Angkutan Wisata ... 43

3.8 Perhitungan Waktu Siklus, Frekwensi, dan Headway ... 43

3.9 Perhitungan Kebutuhan Armada dan Penjadwalan ... 43

3.10 Analisis Biaya Operasi Kendaraan... 44

BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN ….……….……… 46

4.1 Lokasi Objek Wisata ... 46

4.2 Rencana Rute Angkutan Wisata ... 48

4.3 Rencana Sistem Operasional ... 57

(6)

v

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ….……….……….……… 81

5.1 Simpulan ... 82

5.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Denpasar merupakan Ibukota dari Provinsi Bali dengan luasan mencapai 127,78 meter persegi. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2013) penduduk Kota Denpasar pada tahun 2013 berjumlah 846.200 jiwa yang terdiri dari 432.000 penduduk laki-laki (51,05%) dan 414.200 penduduk perempuan (48,95%). Kota Denpasar menjadi pusat dari berbagai macam kegiatan, baik di bidang pendidikan, pemerintahan, perdagangan, maupun pariwisata, dan tidak dipungkiri hal tersebut akan meningkatkan minat penduduk di luar Kota Denpasar sendiri maupun penduduk di luar pulau Bali untuk datang sebagai wisatawan maupun dalam rangka mencari lapangan pekerjaan. Hal tersebut telah menyebabkan peningkatan jumlah penduduk terutama akibat arus urbanisasi. Peningkatan jumlah penduduk juga mengakibatkan kian meningkatnya permasalahan transportasi yang terjadi, dimana ketersediaan sarana dan prasarana transportasi tidak seimbang dengan kebutuhan akan jasa transportasi yang menyebabkan terjadinya kemacetan.

Selain sebagai Ibukota dari Provinsi Bali, Kota Denpasar yang terdiri dari empat kecamatan yaitu Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara dan Denpasar Selatan memiliki tempat-tempat wisata yang menarik yang sering dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun asing seperti Pasar Seni Kumbasari, Museum Bali, Taman Budaya Art Center, Monumen Bajra Sandhi serta Pantai Sanur. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Denpasar pada tahun 2013 untuk wisatawan domestik 258.813 orang dan wisatawan asing sejumlah 184.962 orang dengan total kunjungan 443.775 orang (Disparda Provinsi Bali, 2014).

Menurut data Direktori Kepariwisataan Denpasar tahun 2014, jumlah biro perjalanan wisata di Denpasar Selatan sebanyak 94 usaha, Denpasar Timur sebanyak 41 usaha, Denpasar Barat sebanyak 37 usaha, dan jumlah biro perjalanan di Denpasar

(8)

2

Utara sebanyak 4 usaha. Dengan banyaknya usaha yang bergerak di bidang pariwisata, maka banyak pula terjadi pergerakan angkutan wisata yang memiliki kontribusi terhadap permasalahan transportasi yang ada di Kota Denpasar. Pada saat

ini wisatawan sering memilih untuk menyewa mobil (rentcar) maupun menyewa

motor dikarenakan mudahnya mendapatkan kendaraan sewa, serta lebih efisien dalam mobilitasnya.

Perkembangan yang terjadi di Kota Denpasar di bidang pariwisata khususnya cukup pesat. Kegiatan pariwisata yang kian berkembang akan meningkatkan pendapatan bagi penduduk sekitar maupun pendapatan bagi Kota Denpasar sendiri, namun dalam sisi lain juga memberikan dampak buruk dengan adanya penambahan jumlah perjalanan, sehingga sering terjadi kemacetan pada ruas jalan yang terdapat di dalam Kota Denpasar. Wisatawan dengan mudahnya diberikan fasilitas sewa kendaraan baik motor maupun mobil serta banyak oknum pribadi yang menawarkan jasa sebagai supir wisata ilegal, banyak kasus yang terjadi dimana wisatawan asing

dengan mudah menyewa sepeda motor dengan ugal-ugalan tanpa memiliki license

dalam mengemudi.

Penyusunan solusi pemecahan kemacetan di ruas jalan yang ada di Kota Denpasar adalah merupakan tantangan bagi Pemerintah Daerah, dimana kemacetan dan pelayanan angkutan umum masih menjadi pembahasan yang hangat diperbincangkan. Sebagai kota tujuan wisata, Kota Denpasar harus selalu melakukan perbaikan dan peningkatan fasilitasnya, dimana salah satunya adalah dengan pengadaan angkutan wisata di Kota Denpasar untuk melayani pergerakan wisatwan menuju ke objek wisata di Kota Denpasar.

Pada dasarnya sistem prasarana transportasi berperan sebagai alat bantu dalam dalam mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan serta sebagai prasarana pergerakan manusia atau barang yang timbul akibat adanya kegiatan masyarakat di daerah perkotaan. Berkembangnya sebuah kota juga akan berdampak dalam munculnya permasalahan di bidang transportasi. Angkutan umum merupakan bagian

(9)

3

terpenting dalam sebuah sistem transportasi perkotaan. Sebagai daerah tujuan pariwisata, Kota Denpasar hendaknya memberikan keunggulan terhadap fasilitas angkutan umum dari segi keamanan, kenyamanan, efisiensi biaya, kemudahaan wisatawan mendapatkan angkutan dan juga informasi mengenai jadwal dan rute yang akan dilalui.

Saat ini banyak bus pariwisata yang berukuran besar, melayani wisatawan untuk mengunjungi objek-objek wisata yang ada di Kota Denpasar sehingga menambah beban lalu lintas. Dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan

diperlukan penyediaan angkutan wisata city tour. Angkutan shuttle bus service city

tour pernah diterapkan,di Kota Denpasar namun belum memberikan hasil yang

optimal. Kelemahannya antara lain pada sistem operasional seperti rute yang belum

optimal. Shuttle bus service Denpasar city tour hanya digunakan pada saat

berlangsungnya acara pesta kesenian Bali dan pada hari-hari tertentu saja.

Untuk membantu dalam menanggulangi permasalahan transportasi di Kota Denpasar sebagai daerah tujuan wisata, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji ulang sistem operasional angkutan wisata yang diperuntukkan bagi wisatawan di Kota Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang tertuang pada latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah potensi demand dan rute angkutan wisata yang dapat

dikembangkan di Kota Denpasar?

2. Bagaimanakah sistem operasional angkutan wisata yang dapat diterapkan

di Kota Denpasar ?

3. Berapakah besarnya biaya operasional kendaraan (BOK) untuk

(10)

4 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis potensi demand dan rute angkutan wisata yang dapat

dikembangkan di Kota Denpasar.

2. Untuk menganalisis karakteristik sistem operasional angkutan wisata yang

dapat diterapkan di Kota Denpasar.

3. Untuk menganalisis besarnya biaya operasional kendaraan (BOK) untuk

(11)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata

Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-undang No.10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan juga dijelaskan bahwa kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Kawasan pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/ kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan kepariwisataan (Perda Kota Denpasar, No 27 Tahun 2011).

2.1.1 Aspek-Aspek Pengembangan Aksesibilitas Pariwisata

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2011 terdapat dua pasal yang mengatur pengembangan pengembangan aksesibilitas pariwisata yaitu :

1) Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata, meliputi:

a. Penyediaan dan pengembangan sarana transportasi angkutan jalan, sungai,

danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api.

b. Penyediaan dan pengembangan prasarana transportasi angkutan jalan, sungai,

danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api.

(12)

6

c. Penyediaan dan pengembangan sistem transportasi angkutan jalan, sungai,

danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api.

2) Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung pengembangan Kepariwisataan dan pergerakan wisatawan menuju destinasi dan pergerakan wisatawan.

2.1.2 Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata

Pengertian objek wisata menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24/1979 adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta sejarah bangsa atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik wisata bagi wisatawan untuk dikunjungi, sedangkan daya tarik atau atraksi wisata adalah semua yang diciptakan manusia berupa penyajian kebudayaan tari-tarian, kesenian rakyat, upacara adat, dan lain-lain.

Dalam mengembangkan objek wisata, pemerintah melakukan berbagai usaha perbaikan di bidang prasarana dengan membangun dan mengadakan rehabilitasi terhadap akses jalan menuju daerah tujuan wisata. Misalnya penataan kawasan geografis yang berada di wilayah Sanur atau Pulau Serangan guna menarik kunjungan wisatawan. Objek wisata maupun daya tarik wisata adalah dua hal yang paling mendasar dalam pengembangan di bidang pariwisata.

2.2 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kota Denpasar

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar tahun 2011-2031 yang tercantum pada Peraturan Daerah Kota Denpasar No 27 Tahun 2011, pengembangan kota berbasis pariwisata berjati diri budaya Bali merupakan salah satu kebijakan pengembangan yang akan dilakukan Pemerintah kota Denpasar. Dengan mengembangkan pusat-pusat pelayanan secara berhirarkhi melalui pengembangan pusat pelayanan di wilayah kota sebagai kota inti Kawasan Perkotaan Sarbagita yang didukung oleh kawasan disekitarnya sebagai kawasan pariwisata serta kawasan

(13)

7

pemukiman. Memantapkan keterpaduan sistem jaringan jalan nasional, jalan provinsi dan sistem jaringan jalan kota. Adapun kawasan peruntukan pariwisata menurut Perda Kota Denpasar, No 27 Tahun 2011, terdiri atas :

a. Kawasan pariwisata

b. Akomodasi pariwisata dan fasilitas penunjang pariwisata

c. Daya tarik wisata

2.3 Pengertian Angkutan

Angkutan (transport) pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang

atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan tujuan membantu orang atau sekelompok orang untuk menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirim barang dari tempat asalnya menuju tempat tujuannya (Warpani, 2002). Angkutan merupakan bagian dari 3 (tiga) sub sistem dari sistem transportasi makro yang saling berkaitan, yaitu sistem jaringan (sarana dan prasarana transportasi), Sistem kegiatan/ tata guna lahan dan sistem pergerakan (lalu lintas). Lalu-lintas dan angkutan adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Keduanya akan muncul serentak, kehadiran yang satu adalah akibat kehadiran yang lain. Apabila kita meyoroti perangkutan, lalu-lintas akan terkena imbas panasnya, demikian pula sebaliknya. Sistem transportasi makro selengkapnya terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro Sumber : Tamin, 2000

Sistem Kegiatan Sistem Jaringan

Sistem Pergerakan

(14)

8 2.4 Angkutan Wisata

UU No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menjelaskan salah satu tujuan diselenggarakannya lalu lintas dan angkutan jalan, yaitu untuk mewujudkan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Angkutan wisata merupakan angkutan umum yang bertujuan khusus untuk mengangkut wisatawan tidak dalam trayek.

Pelayanan angkutan pariwisata diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut (Kepmen No. 35, Tahun 2003):

a. Mengangkut wisatawan atau rombongan

b. Pelayanan angkutan dari dan ke daerah tujuan wisata atau tempat lainnya

c. Dilayani dengan bus

d. Tidak masuk terminal

Adapun penggunaan mobil bus yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Kepmen No. 35, Tahun 2003):

a. Dilengkapi label dan sticker yang bertuliskan “PARIWISATA” yang

dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan kaca belakang kanan mobil bus

b. Dilengkapi logo perusahaan, nama perusahaan dan nomor urut kendaraan

yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus

c. Dilengkapi tulisan ”ANGKUTAN PARIWISATA” yang dilekatkan secara

(15)

9 2.5 Fungsi dan Peranan Angkutan

Angkutan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mendukung, mendorong dan menunjang segala aspek kehidupan dan penghidupan, baik di bidang ekonomi, sosial - budaya, politik maupun pertahanan dan keamanan Negara. Sistem perangkutan harus ditata dan terus menerus disempurnakan untuk menjamin mobilitas orang maupun barang dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, dalam upaya menunjang pengembangan wilayah dan memeratakan hasil-hasil pembangunan, perangkutan dapat berperan sebagai penunjang (pelayanan), pemacu (pendorong) sekaligus pemicu (penggerak) perkembangan.

Angkutan menyandang peran sebagai penunjang dan pemacu bila angkutan dipandang dari sisi melayani dan meningkatkan pembangunan. Selain itu angkutan juga melayani dan mendorong berbagai kebutuhan lain, disini angkutan menyandang unsur produksi karena keberadaan angkutan memang dibutuhkan.

Mengingat angkutan menguasai hajat hidup orang banyak serta sangat penting bagi seluruh masyarakat, maka pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana perangkutan perlu ditata dan dikembangkan dalam satu sistem terpadu yang meliputi angkutan darat, angkutan laut dan angkutan udara.

Masalah utama dalam pengelolaan angkutan adalah mempertemukan sediaan pelayanan dengan volume permintaan. Ada beberapa pilihan yang lazim ditempuh (Warpani, 2002), yaitu:

a) Memperbesar kapasitas pelayanan dengan menambah armada.

b) Menawarkan pilihan moda, yang bisa berarti pilihan lintasan.

c) Mengatur pembagian waktu perjalanan.

d) Mengurangi permintaan melalui kebijakan yang dituangkan dalam peraturan

(16)

10 2.6 Jenis-Jenis Angkutan

Pada dasarnya ada tiga jenis angkutan yaitu angkutan darat, angkutan laut, angkutan udara. Angkutan laut misalnya kapal dan perahu yang wilayah pelayanannya antar kota dan antar provinsi serta antar negara. Angkutan udara hanya dilakukan dengan pesawat terbang yang wilayah pelayanannya antar kota, provinsi maupun antar Negara. Angkutan darat misalnya dilakukan dengan kendaraan bermotor, kereta api, dan gerobak. Angkutan darat terdiri atas berbagai angkutan (Warpani, 2002), seperti :

1. Angkutan Pribadi (Non Umum) adalah Angkutan yang dilakukan oleh pemilik sarana angkutan itu sendiri berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan dan tidak memiliki pola lintasan yang tetap dalam artian bebas menentukan lintasan sendiri sejauh tidak melanggar ketentuan peraturan lalu lintas.

2. Angkutan Umum penumpang adalah Angkutan yang disediakan bagi masyarakat pengguna jasa angkutan dan dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Angkutan ini merupakan pelayanan dengan lintasan tetap yang dapat dipolakan secara tegas. Contoh : Bus, Mini bus, mikrobus dan sebagainya.

2.7 Angkutan Perkotaan

Angkutan perkotaan membentuk jaringan pelayanan antar kota yang berada dalam daerah kota raya, sedangkan angkutan kota adalah angkutan dalam wilayah administrasi kota. Beberapa jenis angkutan kota, adalah:

1. Angkutan umum massal

Angkutan umum massal kota di Indonesia pada umumnya dilayani dengan bus sedang dan kecil, sedangkan bus besar melayani angkutan antar kota antar propinsi. Perluasan daerah perkotaan serta meningkatnya mobilitas penduduk membuka peluang usaha pelayanan angkutan umum massal.

Angkutan umum massal dengan bus mempunyai beberapa keuntungan antara lain:

(17)

11

- Dapat melayani penumpang cukup dekat ke asal dan tujuan perjalanan.

- Mudah menambah dan mengurangi kapasitas sediaan layanan.

- Mudah menambah atau mengurangi atau mengubah lintas pelayanan untuk

memenuhi permintaan. 2. Paratransit

Paratransit adalah layanan angkutan umum dari pintu ke pintu dengan kendaraan penumpang berkapasitas 5-12 orang, meskipun tujuan setiap penumpang berbeda-beda. Paratransit tidak memiliki trayek dan atau jadwal tetap, dapat dimanfaatkan oleh setiap orang berdasarkan ketentuan tertentu (misalnya tarif, rute dan pola pelayanan), dan dapat disesuaikan dengan keinginan penumpang, contoh: taksi.

2.8 Standar Kualitas Angkutan Umum

Parameter yang menentukan kualitas pelayanan angkutan umum mengacu pada Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan tahun 1996. Pada pedoman tersebut berisikan tentang beberapa aspek terukur seperti waktu tunggu, jarak perjalanan, perpindahan moda, waktu perjalanan,

headway dan kecepatan pada ruas jalan selengkapnya terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar Kualitas Pelayanan Angkutan Umum

NO ASPEK PARAMETER STANDAR

1. Waktu Tunggu Jumlah waktu tunggu penumpang menunggu angkutan di pemberhetian (menit)

- Rata-rata - Makismum 5 – 10 10 – 20 2. Jarak Perjalanan Menuju Rute Angkutan Kota

Jarak perjalanan menuju rute angkutan kota (meter) - Di pusat kota - Di pinggiran kota 300 - 500 500 – 1000 3. Pergantian Rute dan Moda Perjalanan

Frekwensi penumpang yang berganti moda dalam perjalanan dari / ke tempat tujuan (kali)

- Rata-rata - Maksimum

0 – 1 2

(18)

12 4. Waktu Perjalanan Jumlah waktu yang diperlukan dalam perjalanan

setiap hari dari / ke tempat tujuan (jam) - Rata-rata

- Maksimum

1,0 – 1,5 2 – 3 5. Headway Waktu antara kendaraan (menit)

- Headway ideal - Headway puncak

5 – 10 2 – 3 6. Kecepatan Berdasarkan kelas jalan (km/jam)

- Kelas II - Kelas III A - Kelas III B - Kelas III C

Berdasarkan jenis trayek (km/jam) - Cabang - Ranting 30 20 – 40 20 10 – 20 20 10

Sumber: Departemen Perhubungan, 1996

2.9 Rute Pelayanan Jasa Angkutan Umum

Secara umum, dalam merencanakan suatu rute untuk angkutan umum ditentukan berdasarkan moda transportasi (bus memiliki rute yang tetap). Pemilihan rute tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute yang terbaik. Dalam merencanakan suatu rute meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut (Santoso, 1996):

1. Identifikasi Daerah Pelayanan

Dalam melakukan identifikasi daerah pelayanan, faktor utama yang harus

diperhatikan adalah potensi travel demand. Hal ini perlu dilakukan mengingat

pada dasarnya suatu rute angkutan umum diadakan dalam usaha mengantisipasi

kebutuhan akan mobilitas masyarakat (travel demand). Dalam melakukan

identifikasi travel demand ini perlu diperhatikan pertama-tama adalah karakteristik

tata guna tanah dan juga interaksi ruang (spatial interaction) yang terjadi pada

daerah yang ditinjau.

Daerah pelayanan sebaiknya bermula di daerah pinggiran kota di mana terkonsentrasi daerah pemukiman dan berakhir ataupun melewati daerah pusat

(19)

13

kota yang terdiri dari daerah perkantoran ataupun pertokoan. Hasil dari tahapan ini adalah diprolehnya beberapa alternatif daerah pelayanan rute.

2. Analisis Kondisi Prasarana Jaringan Jalan

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengetahui secara rinci kondisi dan karakteristik prasarana jaringan jalan dari masing-masing alternatif daerah pelayanan yang dihasilkan pada tahapan sebelumnya. Kondisi dan karakteristik prasarana jaringan jalan perlu diketahui secara rinci, mengingat bahwa rute angkutan umum yang akan direncanakan akan mengikuti prasarana jaringan jalan yang ada.

3. Analisis Potensi Travel Demand

Analisis potensi travel demand dilakukan untuk mengetahui atau mengestimasi secara kasar besarnya potensi dari pergerakan yang dihasilkan dari masing-masing alternatif daerah pelayanan. Daerah pelayanan yang telah teridentifikasi sebaiknya dibagi-bagi menjadi beberapa sub daerah atau zona. Selanjutnya potensi travel demand untuk masing-masing zona dapat diperkirakan dengan mengalikan luasan tata guna tanah untuk setiap jenis tata guna tanah dengan besaran trip rate-nya. Dengan demikian akan diketahui secara kasar besarnya trip yang akan

terbangkitkan (trip generation).

4. Penentuan Koridor Daerah Pelayanan

Pada dasarnya tahap ini adalah usaha memilih alternatif daerah pelayanan yang terbaik, yang akan dijadikan sebagai koridor daerah pelayanan definitif. Dalam melakukan evaluasi penentuan koridor daerah pelayanan definitif ini ada beberapa kriteria dasar yang digunakan:

- Besarnya potensi demand.

- Luas daerah pelayanan.

(20)

14

5. Identifikasi Lintasan Rute

Data dasar yang diperlukan dalam identifikasi lintasan rute adalah berupa peta lengkap dari koridor daerah pelayanan yang telah terpillih sebelumnya. Dalam hal ini hendaknya peta yang dimaksud mencakup informasi yang berkaitan dengan kondisi, struktur dan konfigurasi prasarana jaringan jalan, kondisi dan karakteristik tata guna tanah, jika mungkin, kondisi rute lain yang ada pada koridor yang ditinjau. Hasil akhir yang diperoleh dari tahapan ini adalah beberapa (dua sampai empat) alternatif lintasan rute, dimana semuanya masih dalam koridor daerah pelayanan.

6. Analisis dan Penentuan Rute terpilih

Dalam analisis rinci yang dilakukan terhadap masing-masing alternatif lintasan rute, hal-hal yang mendapat perhatian utama adalah potensi demand dan kondisi serta karakteristik lalu lintas, baik pada ruas maupun pada persimpangan.

2.10 Perhentian Bus

Perhentian bus merupakan lokasi dimana bus dapat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, serta lokasi dimana penumpang dapat naik dan turun dari bus sesuai dengan kehendak penumpang serta sistem operasional dari bus sendiri. Perhentian bus merupakan titik-titik sepanjang lintasan rute yang secara fisik

dilengkapi dengan prasarana berupa shelter dan rambu lalu lintas, sehingga dapat

memudahlan penumpang untuk naik dan turun dari bus.

Suatu lintasan rute biasanya dilengkapi dengan sekumpulan titik perhentian dimana bus dapat berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Tetapi meskipun suatu lintasan telah dilengkapi dengan sekumpulan titik perhentian, belum tentu secara operasional bus akan selalu berhenti di titik-titik perhentian tersebut, karena semua itu sangat tergantung pada kebijakan operasional dari pengelola. Kebijakan operasional bus yang berkaitan dengan masalah kapan seharusnya bus berhenti biasanya tergantung pada dua faktor utama yaitu (Santoso, 1996) :

(21)

15

1. Level of travel demand adalah banyaknya pergerakan penumpang yang perlu

diantisipasi oleh operasionalisasi bus pada lintasan rutenya.

2. Jarak berjalan kaki yang masih bisa ditolelir.

Jarak berjalan kaki adalah jarak dari tempat calon penumpang ke perhentian bus. Sedangkan jarak yang masih dapat ditolelir adalah jarak yang masih dianggap nyaman bagi calon penumpang untuk berjalan dimana dia tinggal ke perhentian bus terdekat.

2.10.1 Klasifikasi Perhentian Bus

Secara umum perhentian bus dapat dikelompokkan menjadi empat kategori (Santoso, 1996):

1. Perhentian bus di ujung rute atau terminal, dimana bus harus mengakhiri

perjalanannya ataupun memutar untuk memulai perjalanannya lagi. Pada lokasi perhentian ini penumpang harus mengakhiri perjalanannya atau penumpang dapat mengawali perjalanannya.

2. Perhentian bus yang terletak disepanjang lintasan rute, perhentian ini harus

disediakan dengan jarak dan jumlah yang memadai, agar penumpang dimudahkan untuk akses dan juga agar kecepatan bus dapat dijaga pada batas yang wajar.

3. Perhentian bus pada titik dimana dua atau lebih lintasan rute bertemu. Pada

perhentian ini penumpang dapat bertukar bus (transfer) dengan lintasan rute

lainnya. Untuk beberapa kasus tertentu, bus diatur jadwalnya agar pada saat

mencapai titik transfer ini pada waktu yang bersamaan, sehingga penumpang yang

ingin transfer tidak perlu menunggu.

4. Perhentian bus pada intermoda terminal, dimana penumpang dapat bertukar moda.

Pada perhentian jenis ini pengaturan dan perencanaan yang baik sangatlah

(22)

16 2.10.2 Jarak Antar Perhentian Bus

Jarak antar perhentian bus pada suatu lintasan rute tertentu sangat penting ditinjau dari dua sudut pandang kepentingan, yaitu sudut pandang penumpang dan sudut pandang operator. Dari sudut pandang penumpang, jarak antar perhentian berpengaruh pada jarak tempuh rata-rata dari dan ke perhentian. Sedangkan dari sudut pandang operator jarak antar perhentian berpengaruh pada kecepatan rata-rata bus. Jika jarak antar perhentian bus dibuat cukup panjang, maka ditinjau dari sudut pandang penumpang, hal ini berarti (Santoso, 1996):

- Kecepatan bus menjadi relatif tinggi, karena bus tidak terlalu sering berhenti,

sehingga waktu tempuh menjadi pendek.

- Bus menjadi lebih nyaman, karena akselerasi dan decelerasi menjadi jarang.

Sedangkan ditinjau dari sudut pandang operator, maka:

- Jumlah armada yang dioperasikan menjadi lebih sedikit, karena kecepatan

rata-rata yang tinggi

- Pemakaian bahan bakar minyak akan lebih hemat.

- Biaya perawatan menjadi berkurang.

2.10.3 Lokasi Perhentian Bus

Kriteria yang sering digunakan dalam menentukan lokasi perhentian bus terdiri dari empat kelompok, yaitu (Santoso, 1996):

1. Safety, meliputi:

a. Jarak pandang calon penumpang.

b. Keamanan penumpang pada saat turun dan naik bus.

c. Jarak pandang dari kendaraan lain.

d. Gangguan terhadap kendaraan lain pada saat berhenti dan akan berangkat dari

perhentian.

e. Mempunyai jarak yang cukup dengan penyebrangan anak sekolah.

(23)

17

a. Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat bus berhenti.

b. Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat bus masuk dan keluar dari lokasi

perhentian.

3. Efisiensi, meliputi:

a. Jumlah orang yang dapat terangkut bus cukup banyak.

b. Dimungkinnya penumpang untuk transfer ke lintasan rute lainnya.

4. Public Relation, meliputi:

a. Tersedianya informasi yang berkaitan dengan jadwal.

b. Tersedianya tempat sampah yang memadai.

c. Tidak menyebabkan gangguan kebisingan bagi lingkungan sekitar.

2.11 Penjadwalan Bus

Penjadwalan bus adalah pekerjaan untuk memastikan bahwa bus-bus yang akan dioperasikan dibuat dengan cara paling efisien. Persyaratan penjadwalan bus yang baik harus memperhatikan (Departemen Perhubungan, 1996):

a. Clock-face headway yaitu waktu kedatangan kendaraan pertama dengan

kendaraan berikutnya dalam satu lintasan yang sama.

b. Pengaturan waktu kedatangan baik dalam satu trayek maupun kombinasi

beberapa trayek yang melayani bagian wilayah atau rute yang sama.

c. Penggunaan periode waktu yang standard, artinya jadwal kedatangan dan

keberangkatan untuk tiap pelayanan angkutan putaran waktunya mudah diingat dengan cara menggunakan angka standard, misalnya tiap 10 menit; 07.00, 07.10, dan seterusnya.

Dua hal yang harus dipertimbangkan di dalam penjadwalan bus, yaitu (Departemen Perhubungan, 1996):

a. Waktu Perjalanan (Running Time)

Terdapat dua jenis running time di dalam pengoperasian bus, yakni:

(24)

18

Service running time didapatkan dari survai waktu perjalanan. Pada umumnya

service running time dibuat standard untuk satu hari, namun pada kota-kota

dimana perbedaan waktu perjalanan antara jam sibuk dan tidak sibuk terlalu

mencolok, maka runnning time yang berbeda untuk periode waktu harus

dipakai dasar penjadwalan.

2. Dead running time, yaitu waktu berjalan bus tidak dalam pelayanan.

Dead running time antar terminal biasanya lebih rendah dari service running

time, karena kendaraan akan melaju lebih cepat.

b. Lay Over Time

Lay over time adalah waktu yang mesti ditambahkan pada akhir perjalanan bus,

pada bagian tengah perjalanan untuk trayek yang panjang, yang diperuntukkan bagi pengaturan operasional dan memberikan kepada awak kendaraan untuk beristirahat.

2.12 Penentuan Jumlah Kendaraan

Dalam menentukan jumlah kendaraan yang akan melayani suatu trayek tertentu dapat didekati dengan beberapa cara. Jika kebutuhan pengangkutan yang ada atau permintaan aktualnya sudah diketahui, kemudian disediakan sejumlah kendaraan untuk melayani trayek tersebut sesuai dengan jumlah kebutuhannya, maka kondisi ini

mendekati permintaan pasar (Market Leads Approach). Jika konidisi diatur sesuai

kriteria atau kinerja pelayanan trayek sebagai acuan alokasi kendaraan pada suatu trayek tertentu, kondisi ini mendekati penentuan jumlah kendaraan tersebut dengan

pendekatan produksi (Production Leads approach). Jika semata-mata

mempertimbangkan rencana tata ruang wilayah dan trayek yang akan dilayani diperuntukkan untuk mendukung dan mendorong pengembangan wilayah tersebut

pendekatannya mengacu dengan pendekatan arahan perencanaan (Planning

(25)

19

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan pada pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa “Pembukaan trayek baru dilakukan dengan ketentuan-ketentuan :

a. Adanya permintaan angkutan yang potensial, dengan perkiraan faktor muatan di

atas 70 % (tujuh puluh persen), kecuali angkutan perintis.

b. Tersedianya fasilitas terminal yang sesuai.

Berpedoman kepada ketentuan tersebut, apabila mempunyai matriks asal tujuan perjalanan setelah dipisahkan menurut alat angkutnya (angkutan umum), penentuan jumlah kendaraan yang akan dioperasikan untuk trayek baru dapat digunakan pedoman langkah-langkah berikut (Departemen Perhubungan, 2002):

1. Siapkan matriks asal tujuan penumpang angkutan umum.

2. Identifikasi zona-zona potensial (yang pergerakan antar zonanya besar) serta

belum dilayani angkutan umum secara langsung (JPl = jumlah penumpang untuk

trayek langsung).

3. Identifikasi potensi angkutan pada zona-zona lainnya yang akan dilalui trayek

tersebut jika pelayanan yang direncanakan bukan trayek langsung tetapi reguler.

4. Jumlahkan permintaan angkutan pada rencana trayek yang akan dilalui tersebut

(JPr = jumlah penumpang untuk trayek reguler).

5. Tentukan jenis dan kapasitas kendaraan yang direncanakan akan melayani trayek

tersebut (K = kapasitas).

(26)

20

Tabel 2.2 Kapasitas Kendaraan

Jenis Angkutan

Kapasitas Kendaraan Kapasitas

penumpang perhari/ Kendaraan

Duduk Berdiri Total

Mobil penumpang umum 8 - 8 250 – 300

Bus kecil 19 - 19 300 – 400

Bus sedang 20 10 30 500 – 600

Bus besar lantai tunggal 49 30 79 1000 - 1200

Bus besar lantai ganda 85 35 120 1500 – 1800

Sumber: Departemen Perhubungan, 2002

6. Ukur waktu tempuh dari awal sampai ke akhir trayek beserta waktu berhenti di

persinggahan sepanjang lintasan (running time), serta tambahkan waktu singgah

(stand time) yang direncanakan di terminal (WT = waktu tempuh).

7. Tentukan jam operasi per hari (JO = lama operasi per hari).

8. Ukur panjang lintasan trayek (PT = panjang trayek).

9. Taksir rata-rata panjang perjalanan penumpang yang diperkirakan akan

menggunakan trayek tersebut (TL = trip length), dengan rumus:

 ij ij ij JP JP PT TL ... 2.1 Keterangan:

TL = Rata-rata panjang perjalanan penumpang (trip length) dalam km

PTij = Panjang trayek dari zona i ke zona j dalam km.

JPij = Jumlah penumpang dari zona i ke zona j.

10. Hitung jumlah kendaraan untuk trayek yang direncanakan dengan rumus sebagai berikut: c x (PT/TL) x (JO/WT) x 70% K x JP JK ... 2.2

(27)

21

Keterangan:

JK = Jumlah kendaraan yang dibutuhkan.

JP = Jumlah penumpang.

K = Kapasitas kendaraan.

70% = Faktor muatan.

JO = Lama operasi per hari.

WT = Waktu tempuh.

PT = Panjang trayek.

TL = Panjang perjalanan.

C = Faktor koreksi untuk ketepatan data asal tujuan perjalanan (50%) adalah

judgement dari perencana angkutan.

2.13 Kinerja Angkutan Umum

Pelayanan angkutan umum lazimnya mengoperasikan bus pada rute yang tetap antara dua terminal. Bus-bus sering berhenti pada rute menaikkan dan menurunkan penumpang. Di banyak Negara pelayanan demikian dioperasikan menurut jadwal perjalanan yang disiapkan sebelumnya. Para operator harus berusaha setiap hari untuk memastikan bahwa tiap perjalanan bus yang dioperasikan selalu dalam jadwal, atau paling tidak sedapat mungkin mendekati waktu yang tepat.

Kebutuhan akan angkutan yang meningkat tanpa dibarengi pembangunan prasarana yang terencana mengakibatkan beban jalan arteri dan kolektor menjadi semakin tak tertampung. Jarak yang semakin jauh dari tempat kerja semula, mendorong penggunaan kendaraan semakin meningkat. Dampak terhadap kebutuhan akan angkutan tercermin dari peningkatan jumlah kendaraan bermotor, terutama sepeda motor yaitu jenis kendaraan yang sesuai untuk keperluan sehari-hari dan terjangkau oleh penghasilan masyarakat menengah (bawah maupun atas).

(28)

22

Persoalan pelayanan angkutan umum penumpang dikota-kota di Indonesia pada masa kini adalah mutu dan keandalan pelayanan yang belum memadai. Beberapa indikator kinerja angkutan umum penumpang (Warpani, 2002), adalah:

a) Tarif

Tarif adalah biaya yang dibayarkan oleh pengguna jasa angkutan umum persatuan berat atau penumpang per km. Penetapan tarif dimaksudkan untuk mendorong terciptanya penggunaan sarana dan prasarana perangkutan secara optimum dengan mempertimbangkan lintas yang bersangkutan. Guna melindungi konsumen, pemerintah menetapkan batas tarif maximum, dan bila dianggap perlu untuk menjaga persaingan sehat, pemerintah juga menetapkan tarif minimum, sementara itu tarif harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga masih memberi keuntungan wajar kepada pengusaha angkutan umum.

b) Kapasitas kendaraan

Penumpang lebih senang faktor muatan atau kapasitas angkutan yang rendah, yang dapat diartikan bahwa selalu tersedia tempat duduk bagi mereka, dan perjalanannya lebih nyaman pada tingkat muatan yang rendah. Selama waktu sibuk pagi hari sering terjadi faktor muatan angkutan umum sangat tinggi. Pada tingkat muatan (dinamis) yang melebihi 90% pada jam sibuk pagi memberi peringatan bahwa pertumbuhan permintaan yang akan terjadi akan melampaui kapasitas yang tersedia untuk trayek tersebut. Oleh karena itu trayek-trayek yang faktor muatannya kurang dari 90% pada jam sibuk pagi dari sudut pandang penumpang bukan merupakan trayek yang mempunyai masalah.

c) Fasilitas

Asuransi, khususnya asuransi kecelakaan, secara keseluruhan merupakan beban biaya yang tidak sedikit. Asuransi ini menyangkut santunan kepada penumpang yang meninggal atau cedera, asuransi kendaraan dan asuransi harta lain milik perusahaan. Dari tahun ke tahun korban kecelakaan dijalan raya ternyata jauh

(29)

23

lebih besar dari pada dilaut maupun diudara. Hal ini membuktikan bahwa tingkat kehati-hatian dan disiplin dijalan masih sangat rendah.

d) Waktu perjalanan

Waktu yang diperlukan untuk menjalani setiap ruas trayek. Untuk perjalanan keluar terminal yang bermula di terminal bus atau daerah terminal maka titik berangkat dalam terminal bus harus diberlakukan sebagai simpul dan ruas pertama pada trayek tersebut adalah dari titk tersebut sampai dicapai jaringan jalan, untuk perjalanan yang masuk terminal bus maka ruas terakhir dari trayek itu adalah sedari pintu masuk terminal bus/daerah terminal sampai ke titik para penumpang turun kendaraan di terminal bus.

e) Frekuensi

Frekuensi mempengaruhi waktu tunggu rata-rata. Penumpang mengharapkan frekuensi pelayanan yang tinggi hingga waktu menunggunya rendah terutama kebutuhan akan jasa angkutan memuncak. Untuk pelayanan dalam kota dianjurkan

frekuensi pada jam sibuk sebaiknya 12 kendaraan per jam atau headway rata-rata 5

menit. Dengan demikian, jika pelayanan suatu tryek sebanyak 12 kendaraan atau lebih pada jam sibuk, maka pelayanan trayek tersebut dikatakan tidak ada masalah dilihat dari frekuensinya.

f) Tingkat perpindahan

Dari segi penumpang, pelayanan angkutan umum dikatakan baik jika suatu trayek melayani secara langsung penumpang tersebut dari asal ke tujuan perjalanannya tanpa adanya perpindahan antar moda angkutan maupun antar pelayanan trayek. Jika mereka harus berpindah, maka keseluruhan waktu perjalanannya akan makin lama dan mereka pun harus mengeluarkan uang lebih banyak.

g) Umur rata-rata kendaraan.

Kendaraaan baru memberikan beberapa keuntungan potensial kepada penumpang dibanding kendaraan tua, oleh karena kendaraan baru memungkinkan untuk memberikan pelayanan lebih nyaman, lebih dapat diandalkan, dan lebih aman.

(30)

24

Namun, manfaat nyata dari kendaraan baru tersebut akan tergantung kepada beberapa faktor, seperti desain dan komponennya, kualitas pemeliharaan, kebiasaan pengemudi, dan sebagainya.

2.14 Biaya Operasional Kendaraan (BOK)

Biaya operasi kendaraan adalah semua biaya yang harus dikeluarkan oleh operator sehubungan kepemilikan dan pengoperasian kendaraan untuk tujuan komersial dan pribadi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya operasi kendaraan dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya kondisi fisik jalan, geometrik, tipe perkerasan, kecepatan operasi, dan berbagai jenis kendaraan.Variabel penting yang mempengaruhi hasil perhitungan biaya operasi kendaraan adalah biaya

langsung, biaya tidak langsung, biaya overhead, biaya tak terduga dan keuntungan

pemilik kendaraan.

2.14.1 Komponen-komponen BOK

Biaya pokok adalah besaran biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan angkutan untuk penyediaan jasa angkutan yang dihitung berdasarkan biaya penuh

(full cost). Komponen biaya operasi kendaraan biasanya dibagi menjadi dua

kelompok utama yaitu:

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Adalah semua biaya operasi kendaraan yang jumlah pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh frekuensi operasi kendaraan. Komponen-komponen biaya tetap terdiri atas:

a. Biaya Penyusutan Kendaraan (Depresiasi) Adalah biaya yang dikeluarkan atas

penyusutan nilai ekonomis kendaraan akibat keausan teknis karena melakukan

operasi. Dihitung memakai metode garis lurus (Straight Line Depreciation)

dimana penyusutan dialokasikan secara merata selama umur ekonomis kendaraan. Untuk kendaraan baru maka harga kendaraan dinilai berdasarkan

(31)

25

harga kendaraan baru termasuk PPN dan ongkos angkut, sedangkan untuk kendaraan lama harga kendaraan dinilai berdasarkan harga perolehan.

b. Biaya Bunga Modal adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar

pinjaman dan bunga bank.

c. Biaya Administrasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemilik/pengemudi

untuk setiap kendaraan yang menggunakan jalan umum. Biaya ini terdiri atas:

1) STNK adalah biaya pajak kendaraan yang dikeluarkan setiap tahun sekali

dan biayanya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2) KIR adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan kendaraan secara

teknis apakah laik jalan atau tidak. Biaya ini dikeluarkan setiap 6 (enam) bulan sekali.

3) Ijin Usaha adalah biaya yang dikeluarkan setahun sekali untuk memproleh

ijin usaha angkutan umum penumpang.

4) Ijin Trayek adalah biaya yang dikeluarkan tiap 6 (enam) bulan untuk

memproleh ijin pengoperasian kendaraan untuk melayani suatu trayek tertentu.

5) Biaya asuransi adalah biaya wajib dikeluarkan atas asuransi kendaraan

sesuai peraturan yang berlaku.

2. Biaya Tidak Tetap / Biaya Variabel (Variable Cost)

Adalah semua biaya operasi kendaraan yang jumlah pengeluarannya dipengaruhi oleh frekuensi operasi kendaraan. Komponen-komponen biaya tidak tetap terdiri atas:

a. Biaya Awak Kendaraan (BAK)

Awak kendaraan terdiri atas sopir dan kondektur. Penghasilan kotor awak kendaraan berupa gaji tetap, tunjangan sosial dan uang dinas jalan/tunjangan kerja operasi.

(32)

26

b. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)

Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar kendaraan, yang menyangkut jarak tempuh yang dilakukan untuk tiap liter bahan bakar yang digunakan. Penggunaan BBM tergantung dari jenis kendaraannya, jenis BBM yang digunakan sebagian besar adalah solar.

c. Biaya Servis

Servis mesin dilakukan setelah Km tempuh pada jarak Km tertentu.

d. Biaya Cuci Kendaraan

Untuk bus kota dilakukan setiap hari dan untuk angkutan antar kota diperhitungkan per bulan.

2.14.2 Model dan Metode Perhitungan BOK

Ada beberapa metode perhitungan BOK yaitu (LPM-ITB, 1997):

1. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari Departemen

Perhubungan, komponen-komponennya lengkap dan sesuai dengan pengeluaran yang dibutuhkan dalam pengoperasian kendaraan.

2. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari DLLAJ pada

umumnya hampir sama dengan metode Departemen Perhubungan namun ada komponen-komponen biaya yang dimasukkan hanya 50% dari biaya sebenarnya seperti: biaya KIR kendaraan, biaya retribusi terminal dan biaya ijin trayek. Hal ini akan menyebabkan BOK hasil perhitungan menjadi lebih kecil dari BOK yang sebenarnya.

3. BOK yang dihitung dengan menggunakan metode dari FSTPT (Forum Studi

Transportasi Antar Perguruan Tinggi) hampir sama dengan metode Departemen Perhubungan namun komponen biayanya tidak selengkap pada metode Departemen Perhubungan, seperti pada pemeliharaan kendaraan, tidak mencantumkan biaya untuk servis besar dan servis kecil. Padahal pada kenyataannya kendaraan memerlukan komponen-komponen biaya tersebut.

(33)

27

Perbandingan metode-metode yang disebutkan diatas dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Perbandingan Metode Departemen Perhubungan, Metode DLLAJ, dan Metode FSTPT (ITB) No Komponen Biaya Operasi Kendaraan Metode Departemen Perhubungan

Metode DLLAJ Metode FSTPT (ITB) 1 Biaya

Penyusutan

- Metode Garis Lurus - Nilai Residu : 20 % - Masa susut : 7 tahun

untuk semua jenis kendaraan

- Metode Garis Lurus - Nilai Residu : 20 % - Masa susut : Patas AC,

mikrolet (7 tahun); Patas regular (4,5 tahun); Bus sedang (4,2 tahun)

- Metode Garis Lurus - Nilai Residu : 20 % - Masa susut : Patas AC,

mikrolet (7 tahun); Patas regular, Bus sedang (5 tahun) 2 Biaya Bunga Modal - Rumus Susut Masa i x kendaraan Harga x 75% x 2 1 5 - Rumus Susut Masa i x kendaraan Harga x 70% x 2 1 n

Tingkat pengembalian modal (n) : Patas AC, mikrolet (5 tahun); Patas reguler (2,5 tahun), Bus sedang (2,2 tahun) - Rumus Susut Masa i x kendaraan Harga x 70% x 2 1 n Tingkat pengembalian modal (n) : 5 tahun 3 Biaya Awak Kendaraan

- Terdiri dari : gaji/upah, biaya pakaian dinas, ASTEK

- Susunan awak kendaraan.

Patas : 1,6 supir; 1,6 kondektur

Regular: 1,6 supir; 1,6 kondektur

B. Sedang : 1,2 supir; 1,2 kondektur

Mikrolet : 1 supir

- Terdiri dari : gaji/upah, uang dinas jalan, tunjangan sosial, (jasa produksi, pengobatan, pakaian dinas, ASTEK) - Susunan awak kendaraan.

Patas AC : 2 supir; 1 kondektur

Patas : 1,6 supir; 1,6 kondektur

Regular : 1,6 supir; 1,6 kondektur

B. Sedang : 1,2 supir; 1,2 kondektur

Mikrolet : 1 supir

- Terdiri dari : gaji/upah, uang dinas jalan tunjangan sosial, (jasa produksi, pengobatan, pakaian dinas, ASTEK) - Susunan awak kendaraan.

Patas AC : 2 supir; 1 kondektur

Patas : 1,6 supir; 1,6 kondektur

Regular : 1,6 supir; 1,6 kondektur

B. Sedang: 1,2 supir; 1,2 kondektur

Mikrolet : 1 supir

(34)

28 4 Biaya BBM Asumsi penggunaan bahan

bakar:

- Patas : solar 4 Km/liter - Reguler : solar 3,2

Km/liter

- Bus sedang : solar 5 Km/liter

- Mikrolet : bensin 9 Km/liter

Asumsi penggunaan bahan bakar:

- Patas AC: solar 2,4 Km/liter

- Patas : solar 4 Km/liter - Reguler : solar 3,2

Km/liter

- Bus sedang : solar 5 Km/liter

- Mikrolet : bensin 9 Km/liter

Asumsi penggunaan bahan bakar:

- Patas AC: solar 2,4 Km/liter

- Patas : solar 4 Km/liter - Reguler : solar 3,2

Km/liter

- Bus sedang : solar 5 Km/liter - Mikrolet : bensin 9 Km/liter Sumber : FSTPT-ITB, 1997 Tabel 2.3 (Lanjutan) No Komponen Biaya Operasi Kendaraan Metode Departemen Perhubungan

Metode DLLAJ Metode FSTPT (ITB)

5 Biaya Ban Asumsi penggunaan ban: - Patas : 6 buah, 24.000

Km

- Reguler : 6 buah, 24.000 Km

- Bus sedang : 6 buah, 24.000 Km

- Mikrolet : 4 buah, 24.000 Km

Asumsi penggunaan ban: - Patas AC : 6 buah, 24.000 Km - Patas : 6 buah, 24.000 Km - Reguler : 6 buah, 24.000 Km

- Bus sedang : 6 buah, 24.000 Km

- Mikrolet : 4 buah, 24.000 Km

Asumsi penggunaan ban: - Patas AC : 6 buah, 24.000 Km - Patas : 6 buah, 24.000 Km - Reguler : 6 buah, 24.000 Km

- Bus sedang : 6 buah, 24.000 Km - Mikrolet : 4 buah, 24.000 Km 6 Biaya Pemeliharaan/ Reparasi Kendaraan Terdiri dari : - Servis kecil - Servis besar - Overhoul mesin - Overhoul body - Penambahan oli mesin - Penggantian suku cadang - Cuci bus Terdiri dari : - Servis kecil - Servis besar - Overhoul mesin - Overhoul body - Penambahan oli mesin - Penggantian suku cadang - Cuci bus Terdiri dari : - Overhoul mesin - Overhoul body - Penggantian oli mesin - Penggantian suku cadang - Pemeliharaan body - Cuci bus 7 Biaya Retribusi Terminal

Dihitung per hari Dihitung per hari, sebesar 50% dari biaya resmi

Dihitung setiap kali bus masuk terminal

8 Biaya Retribusi Ijin Trayek

Dimasukkan pada komponen biaya tidak langsung (biaya pengelolaan kantor)

Biaya dihitung sebesar 50% dari biaya resmi

Dihitung pertahun

9 Baiya BPKB (STNK)

Dihitung per tahun Dihitung per tahun Dihitung per tahun 10 Biaya KIR

Kendaraan

Dihitung per tahun dua kali Dihitung per tahun dua kali, sebesar 50% dari biaya resmi

Dihitung per tahun dua kali

11 Biaya Asuransi Kendaraan

2,5% per tahun, tetapi tidak dimasukkan dalam

2,5% per tahun, hanya bus Patas AC yang

2,5% per tahun, semua kendaraan diasuransikan

(35)

29 komponen biaya diasuransikan

12 Biaya Pegawai Kantor

Susunan pegawai kantor dapat dilihat pada tabel Pegawai tersebut adalah untuk setiap 10 kendaraan SGO (9 kendaraan SO) untuk bus Patas dan reguler; 20 kendaraan SGO (18 kendaraan SO) untuk bus sedang dan mikrolet

Susunan pegawai kantor dapat dilihat pada tabel Pegawai tersebut adalah untuk setiap 100 kendaraan SGO (90 kendaraan SO) untuk bus Patas AC, Patas, reguler dan bus sedang; dan 20 kendaraan SGO (18 kendaraan SO) untuk mikrolet

Susunan pegawai kantor dapat dilihat pada tabel Pegawai tersebut adalah untuk setiap 100 kendaraan SGO (90 kendaraan SO) untuk bus Patas AC, Patas, reguler dan bus sedang; dan 20 kendaraan SGO (18 kendaraan SO) untuk mikrolet Sumber : FSTPT-ITB, 1997 Tabel 2.3 (Lanjutan) No Komponen Biaya Operasi Kendaraan Metode Departemen Perhubungan

Metode DLLAJ Metode FSTPT (ITB)

13 Baiya Pengelolaan Kantor - Penyusutan bangunan kantor - Penyusutan

bangunan pool dan bengkel

- Penyusutan

peralatan kantor

- Penyusutan

peralatan pool dan bengkel - Pemeliharaan kantor, bengkel dan peralatannya - Biaya administrasi kantor

- Biaya listrik, air

dan telepon

- Biaya perjalanan

dinas

- Pajak bumi dan

bangunan

- Biaya ijin usaha

- Biaya ijin trayek

- Biaya lain-lain

- Penyusutan

bangunan kantor

- Penyusutan

bangunan pool dan bengkel

- Penyusutan

peralatan kantor

- Penyusutan

peralatan pool dan bengkel

- Pemeliharaan

kantor, bengkel dan peralatannya

- Biaya administrasi

kantor

- Biaya listrik, air dan

telepon

- Biaya perjalanan

dinas

- Pajak bumi dan

bangunan

- Biaya ijin usaha

- Biaya lain-lain

- Penyusutan

bangunan kantor

- Penyusutan

bangunan pool dan bengkel

- Penyusutan

peralatan kantor

- Penyusutan

peralatan pool dan bengkel

- Pemeliharaan

kantor, bengkel dan peralatannya

- Biaya administrasi

kantor

- Biaya listrik, air dan

telepon

- Biaya perjalanan

dinas

- Pajak bumi dan

bangunan

- Biaya ijin usaha

- Biaya lain-lain

(36)

30 2.15 Analisis Biaya Operasional Kendaraan (BOK) per Tahun

Berdasarkan metode dari Departemen Perhubungan, perhitungan biaya operasi kendaraan adalah sebagai berikut:

2.15.1 Analisis Biaya Tetap per Tahun

a. Biaya Penyusutan (Depresiasi) kendaraan per tahun:

BP = MP NR HK ... 2.3 Keterangan:

BP = Biaya penyusutan kendaraan per tahun

HK = Harga kendaraan pada tahun analisis

NR = Nilai residu.

MP = Masa penyusutan.

Masa penyusutan kendaraan ditetapkan 7 tahun untuk semua jenis kendaraan dan nilai residu bus adalah 20 % dari harga kendaraan dan taksi 0 % (apabila taksi diperoleh tanpa bayar bea masuk).

b. Biaya Bunga Modal

Pembelian kendaraan biasanya dilakukan secara kredit dengan bunga modal 12 % s/d 24% per tahun.

Bunga modal dihitung dengan rumus: BBMo = MP i) x (HK 2 1 n   ... 2.4 Keterangan:

BBMo = Biaya bunga modal per tahun.

HK = Harga kendaraan pada tahun analisis.

i = Tingkat suku bunga per tahun.

MP = Masa penyusutan.

n = Jangka waktu pinjaman.

c. Biaya Administrasi

(37)

31

Admin / th = PKB / th + KIR / th + IU / th + JR / th + IT / th ... 2.5 Keterangan:

Admin / th = Biaya administrasi per tahun.

PKB / th = Biaya pajak kendaraan bermotor (STNK) per tahun.

KIR / th = Biaya KIR per tahun.

IU / th = Biaya ijin usaha angkutan per tahun.

JR / th = Biaya asuransi jasa raharja per tahun.

IT / th = Biaya ijin trayek per tahun.

Berdasarkan perhitungan biaya tetap diatas, maka dihitung total biaya tetap operasi kendaraan per tahun yaitu:

BOK Tetap /th = BP/th + BBMo/th + Admin/th ... 2.6

Keterangan:

BOK Tetap /th = Biaya operasi kendaraan tetap per tahun.

BP / th = Biaya penyusutan kendaraan per tahun.

BBMo /th = Biaya bunga modal per tahun.

Admin /th = Biaya administrasi per tahun.

2.15.2 Analisis Biaya Tidak Tetap (Variabel) per Tahun

a. Biaya Awak Kendaraan (BAK)

Awak kendaraan terdiri atas sopir dan kondektur. Penghasilan kotor awak kendaraan berupa gaji tetap, tunjangan sosial dan uang dinas jalan/tunjangan kerja operasi.

BAK/th = Gaji/hr x JHO/th ... 2.7 Keterangan :

BAK/th = Biaya awak kendaraan per tahun

Gaji/hr = Gaji per hari

JHO/th = Jumlah hari operasi per tahun

(38)

32

Biaya bahan bakar minyak per tahun dihitung dengan rumus:

BBBM/th = BBBM/hr x Ho/th ... 2.8 Keterangan:

BBBM/th = Biaya bahan bakar minyak per tahun. BBBM/hr = Biaya bahan bakar minyak per hari.

Ho/th = Jumlah hari operasi per tahun.

c. Biaya Ban

Biaya pemakaian ban per tahun dihitung dengan rumus:

BB/th = xJPBx JT xHB

DT 1

... 2.9 Keterangan:

BB/th = Biaya ban per tahun.

DT = Daya tahan ban (km)

JPB/buah = Jumlah pemakaian ban.

JT = Jarak tempuh

HB/unit = Harga ban per unit

d. Biaya Pemakaian Aki

Biaya pemakaian Aki pertahun dihitung dengan rumus:

BPA/th = JPA/th x HA/unit ... 2.10 Keterangan:

BPA/th = Biaya aki per tahun.

JPA = Jumlah aki per tahun.

HA = Harga aki per unit.

e. Biaya Servis

Biaya servis terdiri atas biaya servis kecil dan biaya servis besar, dihitung dengan rumus:

BS = BB + OS ... 2.11 Keterangan:

(39)

33

BB = Biaya bahan.

OS = Ongkos servis.

f. Biaya Cuci Kendaraan

Dihitung dengan rumus:

BCK/th = BCK/hr x JHO/th ... 2.12 Keterangan:

BCK/th = Biaya cuci kendaraan per tahun.

BCK/hr = Biaya cuci kendaraan per hari.

JHO/th = Jumlah hari operasi per tahun.

Berdasarkan perhitungan biaya tidak tetap diatas, maka dihitung total biaya tidak tetap operasi kendaraan per tahun yaitu:

BOKVariabel/th = BAK/th+BBBM/th+BB/th+BPA/th+BS/th+BCK/th ... 2.13

Keterangan:

BOKVariabel/th = Biaya operasi kendaraan variabel per tahun.

BAK/th = Biaya awak kendaraan per tahun.

BBBM/th = Biaya bahan bakar minyak per tahun.

BB/th = Biaya ban per tahun.

BPA/th = Biaya pemakaian aki per tahun.

BS/th = Biaya servis per tahun.

BCK/th = Biaya cuci kendaraan per tahun.

2.15.3 Analisis Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun

Biaya operasi kendaraan total per tahun dihitung dengan rumus berikut: Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun:

BOK Total / th = BOK Tetap / th + BOK Variabel / th ... 2.14

Keterangan:

BOK Total / th = Biaya operasi kendaraan total per tahun.

(40)

34

BOK Variabel / th = Biaya operasi kendaraan variabel per tahun.

2.15.4 Analisis Biaya Operasi Kendaraan per Kilometer

a. Jarak tempuh per tahun dihitung dengan rumus:

JT/th = RJT/hr x HO/th ... 2.15 Keterangan:

JT/th = Jarak tempuh per tahun.

RJT/hr = Rata-rata jarak tempuh per hari.

HO/th = Jumlah hari operasi per tahun.

b. Biaya operasi kendaraan per kilometer dihitung dengan rumus:

JT/th Total/th BOK BOK/Km  ... 2.16 Keterangan:

BOK/Km = Biaya operasi kendaraan per kilometer.

BOK Total /th = Biaya operasi kendaraan total per tahun.

JT/th = Jarak tempuh kendaraan per tahun.

2.15.5 Analisis Jumlah Penumpang

Perhitungan jumlah penumpang per kilometer didasarkan pada suatu data sebagai berikut:

1. Jumlah penumpang terangkut per roundtrip.

2. Jarak tempuh per roundtrip.

Berdasarkan data diatas maka Jumlah penumpang per kilometer dihitung dengan rumus: roundtrip roundtrip / JT / JP JP/Km ... 2.17 Keterangan:

JP/Km = Jumlah penumpang per kilometer.

(41)

35

JT/trip = Jarak tempuh per roundtrip.

2.16 Sistem Operasional Angkutan Umum

Secara umum, perencanaan sistem operasional pada pelayanan Angkutan wisata di Kota Denpasar mengacu pada standar perhitungan angkutan kota yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagaimana Tabel 2.1 (Departemen Perhubungan, 1996). Adapun analitis sistem operasional angkutan

umum meliputi : perhitungan waktu siklus, frekwensi, Headway, dan perhitungan

kebutuhan armada.

2.16.1 Perhitungan Waktu Siklus

Adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan pergi pulang pada suatu trayek, dengan memperhatikan waktu henti di terminal dan waktu hambatan di perjalanan, dalam hal ini terjadi deviasi waktu sebesar 5% dari waktu perjalanan. Waktu sirkulasi dirumuskan sebagai berikut (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996) :

…………...……(2.18) Keterangan :

CTABA = Waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A

TAB = Waktu perjalanan rata-rata dari A ke B

TBA = Waktu perjalanan rata-rata dari B ke A

σAB = Deviasi waktu perjalanan rata-rata dari A ke B

σBA = Deviasi waktu perjalanan rata-rata dari B ke A

TTA = Waktu henti kendaraan di terminal A

TTB = Waktu henti kendaraan di terminal B

(42)

36 2.16.2 Perhitungan Frekwensi (f)

Perhitungan frekuensi merupakan jumlah keberangkatan atau kedatangan kendaraan angkutan kota yang melewati dalam satu trayek selama periode waktu

tertentu dan pada satu titik tertentu dan pada satu titik tertentu, (Jason, 1982).

/jam) (kendaraan 60 K F ……….(2.19) Keterangan : F = Frekuensi (kendaraan/jam)

K = Jumlah kendaaraan yang beroperasi (kendaraan)

2.16.3 Perhitungan Headway

Perhitungan headway merupakan selisih waktu keberangkatan atau

kedatangan antara kendaraan angkutan kota dengan kendaraan angkutan kota dibelakangnya dalam satu trayek pada satu titik tertentu.

2.16.4 Perhitungan Kebutuhan Armada

Dalam buku Menuju Tertib Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Direktorat

Jendral Perhubungan Darat (2002), bahwa untuk menentukan kebutuhan jumlah kendaraan angkutan kota yang tetap sesuai dengan kebutuhan sulit dipastikan, yang dapat dilakukan adalah mendekati besarnya kebutuhan. Jumlah kebutuhan angkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi :

a. Jarak Rute (L)

Adalah panjang suatu trayek dari titik awal rute sampai titik akhir rute dalam kilometer.

b. Waktu Operasi (To)

Adalah lamanya waktu perjalanan dari titik awal urte sampai akhir rute, dimana waktu operasi ini didapatkan dari hasil survai dilapangan.

(43)

37

Adalah perbandingan antara jumlah penumpang yang diangkut dalam satu kendaraan dengan jumlah kapasitas tempat duduk yang tersedia dalam

kendaraan pada periode waktu tertentu, (Jason C, 1982).

100% X C Jp Lf  ……….(2.20) Keterangan : Lf = Faktor muatan (%)

Jp = Jumlah penumpang dalam kendaraan (orang)

C = Kapasitas kendaraan (orang)

Perhitungan kebutuhan armada adalah jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk melayani satu lintasan tertentu. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996)

) (kendaraan fA x H CT Jk  ………(2.21) Keterangan :

Jk = Jumlah kendaraan yang dibutuhkan

CT = Waktu sirkulasi (menit)

H = Headway / waktu antara kendaraan angkutan Kota (menit)

FA = Faktor ketersediaan kendaraan angkutan kota (%)

2.17 Objek dan Daya Tarik Wisata Kota Denpasar

Objek dan daya tarik wisata yang terdapat di Kota Denpasar menjadi lokasi tujuan pariwisata, seperti museum, puri, tempat pertunjukan, serta wisata alam dan lainnya. Sebaran objek wisata di Kota Denpasar dapat dilihat pada tabel 2.4.

(44)

38

Tabel 2.4 Objek Wisata Kota Denpasar

No Nama Objek Wisata Daya Tarik

1 Taman Budaya Budaya

2 Museum Bali Budaya

3 Pura Maospahit Budaya

4 Pasar Badung/ Kumbasari Budaya 5 Lingk. Pura Jagatnatha Budaya

6 Puri Satrya Budaya

7 Puri Jro Kuta Budaya

8 Puri Kesiman Budaya

9 Puri Pemecutan Budaya

10 Pasar Burung Satrya Budaya

11 Pelabuahn Benoa Budaya

12 Monumen Bajra Sani Budaya 13 Museum Sidik Jari Budaya 14 Hutan Mangrove Suwung Alam

15 Pantai Padanggalak Alam

16 Pantai Matahari Terbit Alam dan Rekreasi 17 Pantai Sanur Alam dan Rekreasi 18 Pantai Sindu Alam dan Rekreasi 19 Pantai Batu Jimbar Alam dan Rekreasi 20 Pantai Semawang Alam dan Rekreasi 21 Pantai Pulau Serangan Alam dan Rekreasi

22 Museum Le Mayeur Budaya

23 Prasasti Blanjong Budaya

Gambar

Gambar 2.1  Sistem Transportasi Makro           Sumber : Tamin, 2000
Tabel 2.1  Standar Kualitas Pelayanan Angkutan Umum
Tabel 2.3 Perbandingan Metode Departemen Perhubungan, Metode DLLAJ, dan  Metode FSTPT (ITB)  No  Komponen  Biaya Operasi  Kendaraan  Metode Departemen Perhubungan
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian Studi Pendahuluan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi dapat membantu pihak manajemen dalam memantau apakah biaya sesungguhnya dikeluarkan sesuai dengan yang

Efisiensi biaya produksi pada biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik dengan cara membandingkan antara biaya standar dengan biaya sesungguhnya yang

Be = merupakan token yang menampung hurup-hurup awal dari kata dasar dan kata dasar yang suku kata pertamanya berahir ‘r’ apabila bertemu dengan awalan ber maka berubah bunyi

Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya pada tanaman karet dilakukan dengan jarak tanam 3 m x 6 m dengan harapan diperolehnya pertumbuhan yang seimbang antara pertumbuhan

Penelitian ini bertujuan memberikan usulan perbaikan proses produksi gula pasir PG.Wonolangan dengan cara menganalisis pemborosan yang terjadi pada proses produksi

Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakukan maka tempurung kelapa dapat digasifikasi menggunakan updraft gasifier untuk menghasilkan gas mampu bakar. Api hasil pembakaran

Pada waktu pengambilan sampel pertama dan kedua didapatkan kadar nitrat yang cukup tinggi, hal ini disebabkan karena adanya pertemuan air limbah dengan air sungai, dimana

3D initial model merupakan model impedansi akustik yang digunakan sebagai model awal dari proses inversi ini dimana nilai impedansi akustik tersebut diperoleh