OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN
EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HITAM DENGAN SORBITOL DAN PEG 400 SEBAGAI HUMECTANT
SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Ika Wulandari
048114072
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi
OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN
EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HITAM DENGAN SORBITOL DAN PEG 400 SEBAGAI HUMECTANT
Yang diajukan oleh: Ika Wulandari NIM : 048114072
telah disetujui oleh
Pembimbing
HALAMAN PENGESAHAN
Pengesahan Skripsi Berjudul
OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN
EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HITAM DENGAN SORBITOL DAN PEG 400 SEBAGAI HUMECTANT
Oleh : Ika Wulandari NIM : 048114072
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma pada tanggal :
29 Juli 2008
Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Dekan
(Rita Suhadi, M.Si., Apt.)
Pembimbing:
C. M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., M.Pharm., Apt. ... Panitia Penguji :
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ke ra g ua n kita a d a la h p e ng khia na t,
Ya ng se ring ka li me mb ua t kita
ke hila ng a n p e lua ng
ka re na ta kut me nc o b a
(W. Shakespeare, Measure for Measure)
Yang tragis adalah orang yang seumur hidupnya
Tidak pernah mengerahkan seluruh kemampuan maksimalnya
(Arnold Bennet)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang berjudul Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hitam dengan Sorbitol dan PEG 400 sebagai Humectant. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Dalam penyelesaian penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik bimbingan, dorongan, kritik maupun saran. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Jesus Christ my Saviour and Marvelous Inspiration.
2. Bapak dan Ibu atas bimbingan dan didikannya hingga aku menjadi sekarang ini.
3. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., M.Pharm., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Agatha Budi Susiana L., M.Si., Apt. dan Sri Hartati Yuliani., M.Si., Apt., selaku dosen penguji, atas masukan, kritik, dan sarannya.
7. Staf Laboratorium: Pak Musrifin, Mas Wagiran, Mas Sarwanto, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Otok, dan Mas Andri atas bantuan dan kerjasamanya.
8. Tim Teh : Agung, Dian, Rinta, Ferry, Yoyo, Tere, Selvi, Dona, Resti untuk doa, kesetiaan, dukungan, pengorbanan, semangat, kepercayaan, dan kerjasama tim yang luar biasa.
9. Tim Alga, Tim Wortel, Tim Curcuma untuk kerjasama dan kerelaan berbagi alat dan laboratorium bersama.
10.Hendrik, Ayu, Adit, Coco, Boris, Tika, dan Rian atas perhatian, dukungan dan semangatnya
11.Teman-teman FST 2004, untuk kebersamaannya selama beberapa tahun terakhir ini. Kenangannya terlalu indah untuk dilupakan.
12.Teman-teman KKN Kutu, Sumbermulyo : Edward, Shanti, Vina, Ibam, Ita, Rosa, Ferdi, Bayu, Lety.
13.Teman-teman Mudika St. Robertus Candi untuk kebersamaannya
14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu untuk semua dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Harapan penulis skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca semua.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Juli 2008 Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HAK CIPTA ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
Intisari ... xiv
Abstract ... xv
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Keaslian Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II... 6
TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Polifenol teh ... 6
C. Isolasi Flavonoid ... 7
D. Produk Sunscreens... 8
E. Spektrofotometri Ultraviolet dan Tampak ... 10
F. Gel ... 10
G. Humectant... 11
H. Metode Desain Faktorial ... 13
I. Landasan Teori... 15
J. Hipotesis... 17
BAB III ... 18
METODOLOGI PENELITIAN... 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18
B. Variabel dalam Penelitian ... 18
C. Definisi Operasional ... 19
D. Bahan dan Alat... 21
E. Tata Cara Penelitian ... 22
F. Analisis Data dan Optimasi... 30
BAB IV ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN... 31
A. Preparasi Ekstrak Kering Polifenol dari Teh Hitam ... 31
B. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Polifenol Teh Hitam.. 32
C. Penentuan nilai SPF secara In Vitro... 37
D. Formulasi Gel... 40
F. Optimasi Formula Sunscreen... 51
G. Subjective Assessment... 57
H. Keterbatasan Penelitian... 57
BAB V... 58
KESIMPULAN DAN SARAN... 58
A. Kesimpulan ... 58
B. Saran... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
LAMPIRAN... 63
DAFTAR TABEL
Tabel I Kategori nilai SPF………. 10 Tabel II Formula desain faktorial……… 28 Tabel III Hasil penetapan kadar polifenol terhitung kuersetin……. 37 Tabel IV Hasil pengukuran sifat fisik gel………. 41 Tabel V Efek sorbitol, efek PEG 400, dan efek interaksi antara
keduanya dalam menentukan sifat fisik gel………...
42
Tabel VI Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon daya sebar………...
44
Tabel VII Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon viskositas………...
46
Tabel VIII Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon perubahan viskositas………..
50
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur sorbitol………. 12
Gambar 2 Struktur polyethylene glycol……….. 13
Gambar 3 Struktur kuersetin……….. 33
Gambar 4 Hasil scanning operating time………... 34
Gambar 5 Hasil scanning panjang gelombang maksimum………… 35
Gambar 6 Kurva Baku Kuersetin………... 36
Gambar 7 Hasil scanning spectra UV polifenol teh hitam…………. 38
Gambar 8 Struktur theaflavin………. 38
Gambar 9 Hubungan pengaruh sorbitol (a) dan PEG 400 (b) terhadap daya sebar gel………. 43
Gambar 10 Hubungan pengaruh sorbitol (a) dan PEG 400 (b) terhadap viskositas……… 45
Gambar 11 Hubungan pengaruh sorbitol (a) dan PEG 400 (b) terhadap pergeseran viskositas……….. 48
Gambar 12 Contour plot daya sebar gel sunscreen………. 53
Gambar 13 Contour plot viskositas gel sunscreen………... 54
Gambar 14 Contour plot pergeseran viskositas gel sunscreen……… 55
Intisari
Penelitian ini tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hitam dengan carbopol sebagai gelling agent dan kombinasi sorbitol dan PEG 400 sebagai humectant. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang dominan diantara sorbitol, PEG 400, dan interaksinya dalam menentukan sifat fisik gel, dan untuk memperoleh area komposisi optimum dari
humectant yang diteliti.
Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial). Efektivitas ekstrak kering polifenol teh hitam terhadap radiasi sinar ultraviolet (UV) dinilai dengan uji SPF
(Sun Pretection Factor) secara in vitro berdasarkan metode Petro, sebelum ekstrak
diformulasikan dalam sediaan gel. Sediaan gel diuji sifat fisik yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Desain faktorial digunakan untuk menentukan faktor yang dominan dalam menentukan respon gel. Hasil pengukuran sifat fisik dianalisis menggunakan Yate’s Treatment untuk mengamati perubahan respon yang disebabkan oleh perbedaan level humectant dan untuk mengetahui adanya interaksi antara sorbitol dan PEG 400.
Dari hasil pengukuran nilai SPF secara in vitro diketahui bahwa ekstrak kering polifenol teh hitam memiliki nilai SPF 4,5. Hasil analisis desain faktorial menunjukkan bahwa PEG 400 dominan mempengaruhi daya sebar dan pergeseran viskositas gel, sedangkan viskositas gel dominan dipengaruhi oleh interaksi antara sorbitol dan PEG 400, sehingga sedikit perubahan komposisi PEG 400 dalam formula dapat memberikan perubahan daya sebar dan pergeseran viskositas yang signifikan. Akan tetapi, viskositas gel akan sangat ditentukan oleh interaksi antara sorbitol dan PEG 400. Pada level humectant yang diteliti juga dapat ditemukan
superimposed contour plot yang memenuhi daya sebar 5 – 7 cm, viskositas
sebesar 240 – 250 d.Pa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 15%.
Abstract
This study investigated formula optimization of black tea polyphenol dry extract sunscreen gel with carbopol as gelling agent and combination of sorbitol and PEG 400 as humectant. The aims of this study were to observe the dominant effect among sorbitol, PEG 400, and the interaction between sorbitol and PEG 400 on the gel physical properties, and to obtain the optimum composition area of humectant which observe.
This research was a pure experimental study with double experimental variable (factorial designs). The effectiveness of black tea polyphenol dry extract against ultraviolet radiation was assessed by in vitro SPF (Sun Protection Factor) test based on Petro method, prior to physical property evaluation of each formula in terms of spreadability, viscosity, and viscosity shift. Factorial design was used to determine which factor was dominant in gel formation. The result was analyzed statistically using Yate’s Treatment to determine the difference response which caused by the difference of humectant levels and to observed interaction between sorbitol and PEG 400.
Based on the result of in vitro, SPF test showed that black tea polyphenol dry extract has 4.5 SPF values. In terms of factorial design analysis, PEG 400 was dominant in affecting the spreadability and viscosity shift responses of gels, while gel viscosity was dominantly affected by the interaction between sorbitol and PEG 400. Hence, small alteration of PEG 400 in the formula will show significant change of spreadability and viscosity shift. However, the viscosity of gel will be significantly determined by the interaction between sorbitol and PEG 400. In this level of study, superimposed contour plot which complied the area of 5-7 cm for spreadability, 240-250 d.Pa.s for viscosity and less than 15% of viscosity shift, was also observed.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Disamping efek yang menguntungkan, paparan sinar matahari yang melimpah dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan beberapa penyakit kulit yang terkait dengan radiasi sinar UV. Efek tersebut terutama disebabkan oleh sinar ultraviolet A dan B. Efek merugikan yang ditimbulkan bergantung pada frekuensi, lama, dan intensitas sinar matahari yang mengenai kulit serta sensitivitas seseorang (Purwanti, Erawati, Kurniawati, 2005). Kerusakan lapisan ozon di stratosfer menyebabkan semakin banyaknya sinar UV yang mencapai bumi (Warsito, 2004). Dalam beberapa tahun terakhir, insidensi berbagai penyakit yang terkait dengan radiasi sinar ultraviolet semakin meningkat dan cenderung berkembang. Paparan kronik radiasi UV terhadap kulit menginduksi beberapa respon biologis, termasuk perkembangan erythema, edema, pembentukan sunburn
cells, hyperplasia, penekanan sistem imun, kerusakan DNA, photoaging dan
melanogenesis. Perubahan ini secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam perkembangan kanker kulit (Svobodova, Psotova, Walterova,2003).
Salah satu strategi untuk melindungi akibat buruk dari radiasi sinar UV adalah penggunaan sunscreen. Penelitian ini fokus membahas pada produk
sunscreen yang tujuan penggunaannya adalah untuk mencegah dan
meminimalkan efek merusak dari sinar UV tanpa efek yang menyakitkan (Wilkinson and Moore, 1982).
Pemilihan bahan aktif sebagai sunscreen didasarkan pada adanya ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) dan gugus pada ikatan rangkap terkonjugasi (auksokrom). Pada struktur molekul bahan aktif tersebut yang berperan dalam penyerapan radiasi sinar UV adalah cincin aromatik yang terkonjugasi oleh gugus karbonil (Walters, Keeney, Wigal, Johnston, Cornelius, 2007).
Bahan aktif yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak kering polifenol teh hitam. Selain terbukti sebagai agen antioksidan yang efektif untuk melawan efek mutagenik dan karsinogenik dari radiasi sinar UV (Katiyar et al., 2001; Svobodova et al., 2003) polifenol teh juga merupakan salah satu senyawa fenolik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) dan cincin aromatik yang terkonjugasi oleh gugus karbonil dan gugus hidroksi. Ikatan rangkap terkonjugasi dan cincin aromatik inilah yang bertanggung jawab dalam penyerapan radiasi sinar UV (Svobodova et al., 2003).
Keuntungan lain dari sediaan yang dipilih adalah terbentuknya lapisan tipis (film) pada kulit akibat evaporasi air dan alkohol yang dapat dicuci dengan air.
Jumlah dan jenis humectant yang ditambahkan dalam suatu formula sediaan gel dapat mempengaruhi kualitas fisik dan stabilitas fisik sediaan gel karena sifat humectant yang menarik lembab dari lingkungan. Humectant yang digunakan pada penelitian ini adalah sorbitol dan PEG 400. Kombinasi sorbitol dan PEG 400 dengan adanya pengadukan yang kuat akan membentuk suatu gel larut air yang akan mempengaruhi kualitas fisik sediaan gel (Smolinske, 1992).
Optimasi formula dilakukan dengan metode desain faktorial. Dengan metode desain faktorial dapat diketahui faktor yang dominan mempengaruhi sifat fisik gel sunscreen dan interaksi antara dua faktor yang diteliti.Area komposisi sorbitol dan PEG 400 yang optimum sebatas level humectant yang diteliti dapat diprediksi dengan superimposed contour plot sehingga akan diperoleh sediaan gel
sunscreen yang memenuhi persyaratan kualitas fisik yang meliputi daya sebar,
viskositas, dan pergeseran viskositas.
Analisis statistik Yate’s Treatment dalam penelitian ini digunakan untuk melihat perbedaan respon yang terjadi akibat perubahan level pada dua humectant
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini yaitu :
1. Berapakah konsentrasi polifenol teh hitam yang dapat memberikan nilai SPF 4,5 di dalam penelitian ini?
2. Di antara sorbitol, PEG 400, dan interaksi keduanya, manakah yang dominan mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas fisik gel sunscreen?
3. Apakah ditemukan area komposisi optimum pada superimposed contour plot
yang diprediksi sebagai formula optimum sediaan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hitam?
C.Keaslian Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang bentuk sediaan sunscreen yang berasal dari bahan alam.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui efek yang dominan mempengaruhi sifat fisik gel sunscreen dan stabilitas fisik gel
sunscreen sehingga dapat diperoleh formula optimum gel yang memenuhi
persyaratan.
E.Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum penelitian ini adalah :
Mendapatkan formula optimum gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hitam yang memenuhi persyaratan sifat fisik dan stabilitas fisik gel.
2. Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Mengetahui konsentrasi polifenol teh hitam yang dapat memberikan nilai SPF 4,5 di dalam penelitian ini.
b. Mengetahui pengaruh sorbitol, PEG 400, dan interaksi keduanya yang dominan terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel sunscreen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Polifenol teh
Teh hitam berasal dari pucuk daun tanaman teh (Camellia sinensis L.) melalui proses pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara pemanasan dan penguapan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase / fenolase sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Sebaliknya, teh hitam dibuat dengan memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan katekin dalam teh (Hartoyo, 2003). Pada proses oksidasi enzimatik, katekin pada teh hitam terkondensasi menjadi theaflavin yang merupakan dimer dan thearubigin yang merupakan polimer (Mulder et al., 2005).
B. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari dengan bantuan penggojogan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Anonim, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah memiliki reprodusibilitas yang baik dengan jumlah penyari yang sama, cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim, 1986).
C. Isolasi Flavonoid
memisahkan golongan flavonoid dari senyawa yang lebih polar seperti karbohidrat. Etil asetat merupakan pelarut yang baik untuk menangani katekin dan proantosianidin (Robinson, Trevor, 1991).
D. Produk Sunscreens
Berdasarkan mekanisme aksinya sunscreen dapat dibedakan menjadi
chemical absorber dan physical blockers. Sunscreen kimiawi umumnya
merupakan senyawa aromatik yang dikonjugasi gugus karbonil. Sunscreen
kimiawi ini mengabsorbsi sinar UV intensitas tinggi dengan eksitasi menuju
energy state yang lebih tinggi, sedangkan physical blockers memantulkan atau
menyebarkan radiasi UV (Levy, 2001).
Berdasarkan pada tujuan penggunaannya yaitu untuk mencegah atau meminimalkan efek merusak dari radiasi sinar matahari tanpa efek yang menyakitkan, sunscreen dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Agen pencegah sunburn merupakan sunscreen yang mengabsorbsi 95% atau lebih radiasi sinar UV dengan panjang gelombang antara 290 – 320 nm.
2. Agen suntanning adalah sunscreen yang mengabsorbsi sedikitnya 85% radiasi UV dengan rentang panjang gelombang antara 290 – 320 nm tetapi meneruskan sinar UV dengan panjang gelombang lebih dari 320 nm dan menghasilkan penghitaman kulit (tan) ringan yang bersifat sementara. Agen ini akan menghasilkan erythema tetapi tanpa rasa sakit.
Sunscreen pada kedua kategori ini merupakan sunscreen kimiawi yang
yang sama bisa bekerja sebagai keduanya tetapi pada konsentrasi yang berbeda (lebih rendah pada produk suntan).
3. Agen sunblock tidak tembus cahaya ditujukan untuk memberikan proteksi maksimum dengan pembentukan barier fisik. Titanium dioxide dan zinc oxide adalah agen dalam kelompok ini yang sering digunakan. Titanium dioxide secara praktis memantulkan dan menyebarkan seluruh radiasi dalam rentang UV dan Visible (290 – 777 nm) dengan cara demikian mencegah atau meminimalisir baik sunburn maupun suntan.
(Harry, 1985). Sifat-sifat yang diperlukan dalam suatu sediaan sunscreen adalah sebagai berikut :
1. Efektif dalam mengabsorbsi radiasi erythmogenic pada rentang 290 – 320 nm tanpa kerusakan yang akan mengurangi efisiensinya atau memberikan peningkatan jumlah bahan yang bersifat toksik atau mengiritasi,
2. Tidak mudah menguap dan tidak mudah hilang dari permukaan kulit sehingga memungkinkan untuk memberikan perlindungan selama beberapa jam,
3. Memiliki karakteristik kelarutan yang sesuai dengan formulasi pembawa kosmetik,
4. Tidak berbau atau berbau cukup lembut untuk dapat diterima penggunanya dan memenuhi karakteristik fisik yang relevan,
5. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak menimbulkan reaksi sensitif, 6. Stabil di bawah kondisi penggunaan.
Menurut FDA, sunscreen dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan nilai SPFnya.
Tabel I. Kategori nilai SPF
SPF Kategori 2 - < 12 Proteksi minimal
12 - < 30 Proteksi sedang > 30 Proteksi tinggi
(Anonim, 1999)
E. Spektrofotometri Ultraviolet dan Tampak
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopik yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190 – 380 nm) dan sinar tampak (380 – 780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi ultraviolet jauh (100 – 190 nm) tidak dipakai sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorpsi oleh udara (Mulja dan Suharman, 1995).
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995).
F. Gel
membentuk struktur jaring koloid tiga dimensi. Jaring ini membatasi aliran cairan dengan menjebak dan menghentikan pergerakan molekul pelarut. Struktur jaring juga bertanggung jawab pada ketahanan terhadap deformasi, oleh karena itu, juga bertanggung jawab terhadap sifat viskoelastisitas (Pena, 1990). Istilah hidrogel dipakai untuk menunjukkan spesifikasi gel cair yang mengandung polimer tidak larut (Lieberman, 1996).
G. Humectant
Humectant merupakan substansi organik berbobot molekul kecil yang
larut air dengan sifat menarik lembab dari udara hingga dicapai suatu derajat
dilution tertentu (Laden, 2000; Wilkinson and Moore, 1982; Rawlings, Harding,
Watkinson, 2002).
Alkohol polihidris – gliserol, propylene glycol, sorbitol, polyoxyethylene sorbitol, dan polyethylene glycol – oleh beberapa penulis dianggap berperan sebagai emolien, dengan menjaga kehalusan dan kelembutan kulit. Bahan tersebut biasanya digunakan sebagai humectant untuk memperlambat penguapan air dalam emulsi O/W. Telah dinyatakan bahwa penyimpanan air dalam fase eksternal emulsi dihubungkan dengan aktifitas emolien melalui kemampuannya mengabsorbsi lembab dari udara dibawah kondisi suhu dan relative humidity
1. Sorbitol
Gambar 1. Struktur Sorbitol (Gennaro, 2000)
Sorbitol pertama kali diisolasi dari jus buah berry gunung Ash (Sorbus
americana, S.decora). Saat ini dibuat dari hidrogenasi tekanan tinggi dengan
tembaga kromium atau katalis nikel atau dengan reduksi elektrolitik dari glukosa dan sirup jagung. Jika menggunakan bahan dari gula tebu atau gula bit, disakarida dihidrolisis menjadi dekstrosa dan fruktosa sebelum mengalami proses hidrogenasi (Anonim, 1986).
Secara kimia sorbitol relatif inert dan kompatibel dengan kebanyakan bahan tambahan. Stabil pada udara tanpa kehadiran katalis dan dalam suhu dingin, asam dan basa yang diencerkan. Sorbitol tidak menjadi gelap dan terdekomposisi pada suhu tinggi atau dengan adanya amina. Tidak mudah terbakar, tidak korosif, dan tidak mudah menguap. Pada konsentrasi tinggi sorbitol merupakan stabilizer
untuk vitamin yang labil dan antibiotik (Anonim, 1986).
Penambahan polyethylene glycol cair dengan pengadukan kuat pada larutan sorbitol akan menghasilkan massa gel yang larut air dengan titik leleh 35 – 40° C (Anonim, 1986).
2. Polyethylene glycol
H OCH2CH2 OH
n
Gambar 2. Struktur Polyethylene glycol (Gennaro, 2000)
Polyethylene glycol 200, 300, 400 dan 600 jernih, berbentuk cairan
viskos pada suhu ruangan. Glycol tidak terhidrolisis atau memburuk dibawah kondisi tertentu. Semakin meningkatnya berat molekul, maka kelarutan dalam air, tekanan uap, higroskopisitas dan kelarutan pada pelarut organik menurun; pada saat yang sama, rentang pembekuan atau pelelehan, titik nyala dan viskositas meningkat (Gennaro, 2000).
Bahan ini memiliki kelarutan dan kompatibilitas dalam rentang yang luas, yang membuatnya berguna dalam preparasi farmasetis dan kosmetik (Gennaro, 2000).
Polyethylene glycol digunakan dalam kosmetik dengan kandungan gugus
oxyethylene sebanyak 4 hingga 115.000 (disebut PEG 4 hingga 115M). Derivat cairnya digunakan sebagai pelarut dan humectant dalam minyak mandi, pewangi, shampo, kondisioner rambut, make-up wajah, krim, lotion, produk suntan, dan produk pembersih (Smolinske, 1992).
H. Metode Desain Faktorial
dilihat efek dari perbandingan jumlah sorbitol dan PEG 400 sebagai humectant
terhadap sifat fisik dan stabilitas gel.
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1997). Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level design) dilakukan berdasarkan rumus :
Y = b0 + b1 (A) + b2 (B) + b12 (A)(B) ………(1) Dengan :
Y = respon hasil atau sifat yang diamati, misalnya daya sebar (A), (B) = level bagian A, bagian B
b0, b1, b2, b12 = koefisien. Dapat dihitung dari hasil percobaan
(Bolton, 1997)
masing-masing pada level tinggi. Untuk memudahkan perhitungan, level tinggi dari faktor diubah menjadi +1 dan level rendah dari faktor diubah menjadi -1 (Bolton, 1997).
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungannya sebagai berikut :
Efek faktor A = ((a – (1)) + (ab-b)) / 2 Efek faktor B = ((b – (1)) + (ab – a)) / 2 Efek interaksi = ((ab – b) + ((1)-a)) / 2
(Bolton, 1997)
I. Landasan Teori
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa matahari sebagai penyebab utama penuaan kulit yang ditandai dengan produksi melanin, kulit yang semakin kusam, flek, kerutan, dan pori-pori yang membesar. Kerusakan lapisan ozon di stratosfer menyebabkan semakin banyaknya sinar UV yang mencapai bumi. Sinar ultraviolet dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kanker kulit, kerusakan mata, penurunan kekebalan tubuh dan perusakan sel-sel hidup pada manusia dan hewan.
Salah satu alternatif cara mencegahnya adalah dengan penggunaan
sunscreen sebagai agen fotoprotektif. Tujuan preparasi produk sunscreen adalah
Sunscreen kimiawi umumnya merupakan senyawa aromatik yang dikonjugasi gugus karbonil. Sunscreen kimiawi ini mengabsorbsi sinar UV intensitas tinggi dengan eksitasi menuju energy state yang lebih tinggi.
Senyawa polifenol dalam teh telah diteliti memiliki aktifitas biologi sebagai agen kemopreventif terhadap senyawa promotor tumor, inflamasi kulit yang diinduksi radiasi UV, dan tumorigenesis pada uji kultur sel, uji hewan di laboratorium, studi epidemiologik, dan uji klinik (Mukhtar and Ahmad, 1999; Katiyar et al., 2001) lewat beberapa mekanisme seperti menghambat kerusakan DNA yang diinduksi oleh radiasi UV. Pada penelitian ini digunakan bahan aktif polifenol teh hitam yang merupakan salah satu senyawa fenolik yang memiliki gugus kromofor dan auksokrom. Gugus kromofor dan auksokrom inilah yang bertanggung jawab dalam menyerap radiasi sinar UV.
Untuk dapat digunakan sebagai sunscreen maka ekstrak kering polifenol teh hitam perlu dimasukkan dalam suatu pembawa yang sesuai. Dalam penelitian ini digunakan bentuk sediaan gel dengan basis hidrofilik sebagai pembawa. Alasan pemilihan bentuk sediaan tersebut adalah karena bentuk sediaan gel yang berbasis senyawa hidrofilik memiliki konsistensi yang lembut dan memberikan rasa dingin pada kulit. Rasa dingin tersebut merupakan efek evaporasi air. Keuntungan lain dari sediaan yang dipilih adalah terbentuknya lapisan tipis (film) pada kulit akibat evaporasi air dan alkohol yang dapat dicuci dengan air.
stabilitas fisik sediaan, yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Sifat sorbitol, yang dengan penambahan polyethylene glycol cair akan membentuk suatu massa mirip lilin yang berupa gel larut air, merupakan suatu karakteristik yang dapat mempengaruhi sifat fisik gel. Dalam penelitian ini digunakan PEG 400 yang merupakan suatu polyethylene glycol cair. Interaksi keduanya dapat diamati pengaruhnya terhadap sifat fisik gel. Dengan menggunakan metode desain faktorial diharapkan dapat diketahui efek dari masing-masing humectant, yaitu sorbitol dan PEG 400, dan interaksi keduanya.
J. Hipotesis
Hi1 : µ respon sorbitol level rendah≠ µ respon sorbitol level tinggi Hi2 : µ respon PEG 400 level rendah ≠ µ respon PEG 400 level tinggi Hi3 : ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial) dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula optimum gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hitam yang memenuhi syarat mutu, yaitu dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat.
B. Variabel dalam Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis humectant (sorbitol dan PEG 400) dan level humectant (tinggi dan rendah).
2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel dan stabilitas fisik gel meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.
3. Variabel Pengacau Terkendali
4. Variabel Pengacau Tak Terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan saat pembuatan gel.
C. Definisi Operasional
1. Gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hitam adalah sediaan semipadat
yang berfungsi sebagai agen penyerap sinar UV yang dibuat dari ekstrak kering polifenol teh hitam, gelling agent, dan humectant sesuai dengan formula yang telah ditentukan, dibuat sesuai prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.
2. Ekstrak kering polifenol teh hitam adalah sediaan serbuk kering dari teh hitam yang diperoleh dengan maserasi menggunakan metanol (teknis) dilanjutkan dengan ekstraksi polifenol teh hitam menggunakan etil asetat yang dipekatkan dan dikeringkan.
3. SPF (Sun Protection Factor) adalah hasil logaritma dari luas area di bawah kurva absorbansi pada rentang panjang gelombang 290 nm sampai panjang gelombang terbesar yang memberikan nilai absorbansi 0,05 yang dihitung dengan rumus trapezium dibagi dengan selisih panjang gelombang terbesar dan terkecil, dilakukan menurut metode Petro.
4. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dari komponen formula dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel serta digunakan untuk mencari area komposisi optimum humectant sorbitol-PEG 400 berdasarkan superimposed contour plot
5. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu sorbitol sebagai faktor A dan PEG 400 sebagai faktor B.
6. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah sorbitol dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 5 g dan level tinggi sebanyak 15 g. Level rendah PEG 400 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 5 g dan level tinggi sebanyak 15 g.
7. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efek, besarnya dapat dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai respon adalah hasil percobaan sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas fisik gel (pergeseran viskositas).
8. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level rendah dan rata-rata pada level tinggi.
9. Superimposed Contour plot adalah grafik area pertemuan yang memuat area
daya sebar 5 – 7 cm, viskositas 240 – 250 d.Pa.s, dan pergeseran viskositas ≤ 15 % dalam contour plot yang diprediksikan sebagai area optimum gel.
10. Daya sebar optimum adalah diameter penyebaran gel sebesar 5 – 7 cm pada pengukuran massa gel 1 gram yang diberi beban 125 gram selama 1 menit. 11. Viskositas optimum adalah viskositas yang mendukung kemudahan gel
pemerataan yang baik saat diaplikasikan. Viskositas yang optimum dalam penelitian ini adalah 240-250 d.Pa.s.
12. Pergeseran viskositas adalah presentase selisih viskositas gel setelah penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas rata-rata awal (48 jam setelah pembuatan), dibagi dengan viskositas rata-rata awal (48 jam setelah pembuatan), dikali 100%.
Rumus untuk pergeseran viskositas adalah 1
100% viskositas setelah penyimpanan bulan viskositas rata rata awal
x viskositas rata rata awal
− −
−
Pergeseran viskositas optimum dalam penelitian ini adalah ≤ 15 %.
D. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak kering polifenol teh hitam, metanol (teknis), kloroform (teknis), etil asetat (teknis), etanol 96% (teknis), Etanol 90%, aquadest, Carbopol® tipe 934 (teknis), sorbitol (teknis), PEG 400 (teknis), triethanolamine (teknis), vitamin C.
2. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah glassware (Pyrex-Germany), shaker, alat uji SPF terhadap ekstrak kering polifenol teh hitam
spektrofotometer UV-Vis seri GenesysTM 10s (Thermospectronic-USA), mixer
E. Tata Cara Penelitian
1. Preparasi ekstrak kering polifenol dari teh hitam
a. Penetapan kadar air serbuk teh hitam. Penetapan kadar air serbuk teh hitam dilakukan dengan menggunakan metode Karl Fischer. Serbuk teh hitam ditimbang 1 gram, ditambah 10 mL metanol, lalu didiamkan selama 1 hari pada suhu kamar. Selanjutnya dilakukan pre-titrasi pada alat dan uji kebocoran alat, hingga didapat angka drift 10-50. Standarisasi dilakukan dengan cara menimbang
spuit berisi air, kemudian dimasukkan 1 tetes air ke dalam alat. Spuit ditimbang
kembali untuk menentukan berat air yang dimasukkan. Kesetaraan air dihitung. Metanol dimasukkan sebanyak 1 mL dan dititrasi dengan alat (blanko). Kadar air dihitung. Sampel dimasukkan 1 mL, dititrasi dengan alat, dan dihitung kadar air dalam sampel. Kadar air dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar air = − ×100%
2. Penetapan kadar polifenol teh hitam dalam ekstrak kering polifenol
secara Kolorimetri (metode Folin Ciocalteau)
a. Penentuan operating time. Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan 75% aseton sampai volume 50,0 mL. Dibuat konsentrasi 0,4 mg/mL menggunakan aseton 75%. Diambil 0,5 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteau sebanyak 2,5 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL larutan Na2CO3 kemudian diencerkan dengan aquades hingga tanda sehingga konsentrasi larutan menjadi 0,4 mg% b/v. Larutan divortex selama 30 detik kemudian diinkubasi selama 40 menit. Kemudian disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 726,0 nm. Dicari operating time yang memberikan serapan yang stabil.
c. Penetapan kurva baku. Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan 75% aseton sampai volume 50,0 mL. Dibuat seri konsentasi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL menggunakan aseton 75%. Diambil 0,5 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL.Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteau sebanyak 2,5 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL larutan Na2CO3 kemudian diencerkan dengan aquades hingga tanda sehingga konsentrasi larutan menjadi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg% b/v. Larutan divortex selama 30 detik kemudian diinkubasi selama 40 menit. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit.Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
persamaan kurva baku sehingga diperoleh konsentrasi polifenol total terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.
3. Penentuan nilai SPF secara in vitro
a. Pembuatan larutan stok polifenol teh hitam. Ekstrak kering polifenol teh hitam ditimbang setara dengan 25 mg polifenol teh hitam (50 mg ekstrak kering) dan dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 100 mL. Larutan diencerkan hingga tanda sehingga diperoleh larutan stok polifenol teh hitam dengan konsentrasi 25 mg% b/v.
b. Penentuan spektra absorpsi UV polifenol teh hitam. Larutan stok diambil sebanyak 2,4 mL dan diencerkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 6 mg% b/v. Spektra UV larutan diperoleh dengan scanning absorbansi larutan pada panjang gelombang 250-400 nm.
c. Penentuan nilai SPF. Larutan stok diambil sebanyak 2,4 dan 3 mL dan diencerkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 6 dan 7,5 mg% b/v. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi.
Absorbansi masing-masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 290 nm hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm yang mempunyai nilai serapan 0,050. Dibuat kurva antara nilai absorbansi terhadap panjang gelombang. Luas daerah di bawah kurva (AUC) antara dua panjang gelombang yang berurutan dihitung dengan rumus trapezium:
Keterangan rumus di atas adalah:
A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah diantara dua panjang gelombang yang berurutan.
Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi diantara dua panjang gelombang yang berurutan.
λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah diantara dua panjang gelombang berurutan.
λp = panjang gelombang yang lebih tinggi diantara dua panjang gelombang berurutan.
Seluruh luas daerah di bawah kurva absorbansi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor (SPF) dapat dihitung dengan rumus :
Log SPF =
1
λ λn−
AUC
...(4)
Keterangan rumus di atas adalah:
λn = panjang gelombang terbesar diantara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai absorbansi 0,050.
λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm).
4. Optimasi proses pembuatan gel
a. Formula gel sunscreen menurut A Formulary of Cosmetic Preparation (1977)
Ethanol (SD-40) 48,0
Carbopol 940 1,0
Escalol 106 (Glyceryl-p-amino benzoate) 3,0
Monoisopropilamine 0,09
Aquadest 47,91
Parfume 9,5
Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula dengan variasi perbandingan komposisi humectant.
R/ Etanol 96% 10 mL
Sorbitol 5 – 15 gram
PEG 400 5 – 15 gram
Carbopol 3% b/v 30 gram
Aquadest 35 mL
Triethanolamin sampai pH 5-6
Tabel II. Formula Desain Faktorial
Formula 1 a b ab
Etanol 96% 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
Sorbitol 5 g 15 g 5 g 15 g
PEG 400 5 g 5 g 15 g 15 g
Carbopol 3% b/v 30 g 30 g 30 g 30 g
Aquadest 35 mL 35 mL 35 mL 35 mL
Triethanolamin sampai pH 5 - 6
Ekstrak kering polifenol
teh hitam 15,50 mg 17,35 mg 17,35 mg 19,20 mg Vitamin C 0,01 g 0,01 g 0,01 g 0,01 g
b. Pembuatan gel
Sorbitol dan PEG 400 dicampurkan dengan bantuan magnetic strirer
5. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen fraksi polifenol teh hitam
a. Uji daya sebar.
Pengukuran daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari setelah penyimpanan (Garg, Aggarwal, Singla, 2002). Gel ditimbang seberat 1,0 gram, diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit. Pengukuran dilakukan dengan mengukur rata-rata dari dua diameter penyebaran (Garg et al., 2002). Pengukuran diulangi 6 kali.
b. Uji viskositas dan pergeseran viskositas.
Pengukuran viskositas menggunakan alat viscotester seri VT 04 (Rion-Japan) dengan cara : gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable
viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk
viskositas (Instruction Manual Viscotester seri VT 04). Untuk mengetahui pergeseran viskositas uji ini dilakukan dua kali, yaitu 48 jam, dan 30 hari setelah pembuatan gel.
6. Subjective Assessment
Subjective assessment dilakukan dengan membuat kuesioner untuk
memperoleh data tentang tingkat penerimaan konsumen terhadap formula gel
sunscreen ekstrak kering polifenol teh hitam. Kuesioner disebarkan kepada 30
F. Analisis Data dan Optimasi
Data daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang terkumpul dianalisis dengan perhitungan efek menurut desain faktorial untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel. Formula komposisi humectant yang optimum yaitu antara sorbitol dan PEG 400 diperoleh dari penggabungan superimposed contour plot.
Analisis statistik Yate’s Treatment dilakukan untuk mengetahui perbedaan respon yang terjadi pada dua level humectant yang berbeda dan mengetahui adanya interaksi antara kedua humectant yang diteliti. Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya hubungan dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga F hitung dan F tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif (Hi) yang diuji adalah :
Hi1 : µ sorbitol level rendah≠ µ sorbitol level tinggi Hi2 : µ PEG 400 level rendah ≠ µ PEG 400 level tinggi Hi3 : ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400 Hnull merupakan negasi dari Hi. Hnullyang diuji adalah :
Hnull1 : µ sorbitol level rendah = µ sorbitol level tinggi Hnull2 : µ PEG 400 level rendah = µ PEG 400 level tinggi
Hnull3 : tidak ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Preparasi Ekstrak Kering Polifenol dari Teh Hitam
Teh hitam yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari produsen Teh Tambi yang berasal dari Wonosobo. Sebelum digunakan, teh hitam tersebut diuji organoleptis. Hasil uji organoleptis menunjukkan warna hitam, bau khas, dan rasa pahit. Kemudian dilakukan penetapan kadar air terhadap serbuk teh hitam menggunakan metode titrimetri Karl Fischer. Penetapan kadar air ini dilakukan untuk kepentingan standarisasi bahan sebelum dilakukan isolasi. Kadar air yang sesuai dengan standar adalah kurang dari 10%. Pada penetapan kadar air serbuk teh hitam ini didapatkan rata-rata kadar air teh hitam dari 3 kali replikasi adalah sebesar 6,722% sehingga memenuhi persyaratan standarisasi bahan.
adalah membantu cairan penyari untuk dapat masuk dalam sela-sela serbuk dan memperluas bidang kontak antara cairan penyari dengan serbuk teh hitam sehingga jumlah zat yang tersari lebih optimal.
Hasil penyarian selanjutnya disaring dan diuapkan menggunakan vacuum
rotary evaporator hingga volumenya mencapai 100 mL dan dilakukan pemisahan
dengan ekstraksi berulang. Pertama-tama ekstrak tersebut ditambahkan kloroform dan aquades masing-masing sebanyak 100 mL dan digojog. Penambahan kloroform ini bertujuan untuk menghilangkan senyawa non polar lain, seperti protein, lemak, klorofil, pigmen, dan amilum, yang berada bersama-sama dengan polifenol dalam ekstrak. Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan cairan. Lapisan bawah merupakan fase kloroform dan lapisan atas merupakan fase Metanol-air. Lapisan atas dipisahkan dan ditambahkan etil asetat untuk menarik polifenol. Penambahan etil asetat dilakukan dua kali dengan tujuan untuk mengoptimalkan jumlah polifenol yang tersari. Fase etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator. Ekstrak kental tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60°C hingga didapatkan serbuk ekstrak kering polifenol teh hitam. Serbuk polifenol teh hitam selanjutnya diuji organoleptis. Hasil uji organoleptis terhadap serbuk ekstrak kering polifenol teh hitam menunjukkan warna coklat agak tua, bau khas, dan rasa agak pahit.
B. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Polifenol Teh Hitam
senyawa fenolik. Metode Folin Ciocalteau telah banyak digunakan dalam penetapan kadar polifenol dalam ekstrak teh dan cukup selektif dan sensitif terhadap polifenol. Prinsip dari metode Folin Ciocalteau adalah pereaksi Folin Ciocalteau akan mengoksidasi senyawa polifenol dalam suasana basa sehingga terbentuk kompleks warna molibdenum blue. Senyawa berwarna ini selanjutnya dapat diukur absorbansinya pada rentang panjang gelombang sinar tampak.
Senyawa polifenol yang terkandung dalam ekstrak kering polifenol teh hitam cukup bervariasi dalam hal jenis maupun jumlah sehingga pada percobaan ini polifenol yang terukur dihitung berdasarkan senyawa pembanding. Senyawa pembanding yang digunakan dalam percobaan ini adalah kuersetin sehingga polifenol yang terukur, terhitung sebagai kuersetin. Kuersetin digunakan sebagai senyawa pembanding dalam penelitian ini karena kuersetin termasuk dalam senyawa golongan polifenol. Struktur kuersetin ditunjukkan dalam gambar 3.
OH
Gambar 3. Struktur Kuersetin (Svobodova et al., 2003)
dengan pereaksi Folin Ciocalteau. Penentuan operating time dilakukan terhadap larutan baku kuersetin dengan konsentrasi 0,4 mg/mL yang diukur pada panjang gelombang 726,0 nm. Pengukuran dilakukan sampai larutan tersebut memberikan serapan yang stabil. Pada percobaan ini penentuan operating time dilakukan dari menit ke-0 sampai menit ke-120. Hasil scanning operating time menunjukkan bahwa larutan memberikan serapan yang stabil pada rentang waktu 40-120 menit terhitung sejak larutan direaksikan. Hasil scanning operating time ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil Scanning Operating Time
dilakukan terhadap larutan baku kuersetin dengan konsentrasi 0,4 mg/mL yang diukur pada rentang panjang gelombang 600-800 nm dengan asumsi bahwa serapan maksimum kuersetin berada pada rentang panjang gelombang tersebut. Dari hasil scanning didapatkan panjang gelombang kuersetin adalah pada 733,7 nm. Hasil scanning panjang gelombang maksimum ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum
y = 1.213x + 0.054
Gambar 6. Kurva Baku Kuersetin
Tabel III. Hasil Penetapan Kadar Polifenol Terhitung Kuersetin
Replikasi Absorbansi Kadar polifenol dalam ekstrak (% b/b)
1 0,315 53,540
2 0,304 51,283
3 0,302 50,912
4 0,298 50,128
5 0,297 49,974
rata-rata 51,167 SD 1,433 C. Penentuan nilai SPF secara In Vitro
Efektivitas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hitam dapat dinyatakan dengan nilai SPF. SPF didefinisikan sebagai hasil logaritma dari luas area di bawah kurva absorbansi pada rentang panjang gelombang 290 nm sampai panjang gelombang terbesar yang memberikan nilai absorbansi 0,05 yang dihitung dengan rumus trapezium dibagi dengan selisih panjang gelombang terbesar dan terkecil, dilakukan menurut metode Petro (1980). Hasil ini merupakan gambaran kemampuan ekstrak dalam melindungi kulit dari paparan sinar UV menurut pengujian secara in vitro. Pengujian efektivitas gel sunscreen dilakukan secara in
vitro dengan metode spektrofotometri menurut Petro (1980). Gambar 7
Gambar 7. Hasil scanning spektra UV polifenol teh hitam
Ekstrak kering polifenol teh hitam mengandung senyawa polifenol yang dapat menyerap radiasi sinar UV. Sistem kromofor dan gugus auksokrom yang terikat pada sistem kromofor yang terdapat dalam polifenol teh hitam bertanggung jawab dalam penyerapan radiasi sinar UV. Gugus polifenol ditunjukkan dalam Gambar 8.
O
O OH
HO
OH
O
OH
OH
OH HO
OH
OH
Keterangan :
--- : sistem kromofor --- : gugus auksokrom
Penetapan nilai SPF ekstrak polifenol teh hitam secara in vitro dilakukan dengan mengukur AUC (Area Under Curve) absorbansi terhadap panjang gelombang antara 290 nm sampai panjang gelombang di atas 290 nm yang memberikan absorbansi 0,05 (Petro, 1980). Penetapan nilai SPF dilakukan terhadap 2 konsentrasi kadar polifenol yaitu 6 dan 7,5 mg% dalam etanol 90%, masing-masing dengan 3 kali replikasi. Nilai SPF diperoleh dari perhitungan menggunakan rumus :
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak kering polifenol teh hitam dengan konsentasi 6,19 mg% dalam etanol 90% memiliki nilai SPF rata-rata sebesar 2,377 dan konsentrasi 7,74 mg% dalam etanol 90% memiliki nilai SPF rata-rata sebesar 4,584. Menurut FDA nilai SPF tersebut termasuk dalam kategori perlindungan minimal.
D. Formulasi Gel
Formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hitam yang digunakan pada penelitian ini merupakan modifikasi dari formula gel sunscreen
menurut A Formulary of Cosmetic Preparation. Dalam formula ini digunakan larutan carbopol 3% b/v sebagai basis gel hidrofilik. Sorbitol dan PEG 400 merupakan humectant menggantikan Escalol 106, yang digunakan pada formula ini dan merupakan faktor yang diteliti. Etanol memberikan efek dingin pada kulit akibat adanya evaporasi. Monoisopropilamine digantikan TEA, merupakan basa lemah yang digunakan untuk menambah konsistensi carbopol sedangkan vitamin C digunakan untuk menurunkan pH sehingga polifenol lebih stabil.
E. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Sunscreen
Sifat fisik dari sediaan gel sunscreen diamati dari profil daya sebar dan viskositas 48 jam setelah pembuatan. Stabilitas fisik gel sunscreen dapat diketahui dengan melihat pergeseran viskositas yang terjadi selama penyimpanan 1 bulan. Tujuan pengamatan sifat fisik dan stabilitas fisik gel adalah untuk memperoleh sediaan gel sunscreen fraksi polifenol teh hitam yang memenuhi salah satu syarat mutu, yaitu dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat.
Uji daya sebar gel dilakukan untuk mengetahui kemampuan gel untuk menyebar setelah diaplikasikan pada kulit. Respon daya sebar yang diinginkan adalah 5 sampai 7 cm. Daya sebar tersebut merupakan standar untuk sediaan
semifluid (Garg et al., 2002). Pengukuran viskositas dilakukan dua kali yaitu
sediaan. Daya sebar yang baik menjamin kemudahan pemakaian saat gel diaplikasikan pada kulit. Pengukuran viskositas setelah penyimpanan 1 bulan adalah untuk melihat pergeseran viskositas yang terjadi dalam waktu penyimpanan selama 1 bulan sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan stabilitas fisik sediaan selama penyimpanan. Penilaian sediaan oleh konsumen dilakukan dengan mengisi quesioner tentang subjective assessment.
Dari hasil percobaan yang dilakukan didapatkan data daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas untuk masing-masing formula yang ditampilkan pada tabel IV.
Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisik gel
Formula Daya sebar (cm) Viskositas (d.Pa.s) Pergeseran viskositas (%) 1 5,425 ± 0,094 250,000 ± 6,325 8,333 ± 1,506
a 5,367 ± 0,129 231,667 ± 6,831 12,230 ± 2,231 b 4,850 ± 0,095 248,333 ± 4,082 20,807 ± 1,043 ab 5,175 ± 0,094 253,333 ± 5,164 19,737 ± 1,017
Untuk melihat hubungan pengaruh peningkatan level sorbitol dan PEG 400 dapat dilihat pada grafik hubungan pengaruh faktor terhadap respon. Interpretasi dari grafik ini penafsirannya secara visual, memperlihatkan adanya interaksi yang terjadi pada level yang diteliti, interaksi yang terjadi ditandai dengan adanya dua garis yang tidak sejajar pada grafik. Kelebihan metode ini adalah dapat mempermudah melihat arah perubahan respon akibat perubahan faktor-faktornya, sedangkan kelemahan metode ini adalah penafsirannya hanya secara visual sehingga perlu dilakukan perhitungan lebih lanjut untuk dapat menarik kesimpulan dari hasil yang didapat.
Dengan metode statistik Yate’s Treatment dapat diketahui hubungan pengaruh dari setiap faktor dan interaksi terhadap sifat fisik yang diamati. Hubungan pengaruh dari setiap faktor dan interaksi terhadap sifat fisik dapat diamati dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel.
Dari hasil pengukuran sifat fisik dan stabilitas fisik gel dapat dilakukan analisis perhitungan efek untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing faktor terhadap respon. Tabel V menunjukkan efek dari masing-masing faktor dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik gel.
Tabel V. Efek sorbitol, efek PEG 400, dan efek interaksi antar keduanya dalam menentukan sifat fisik gel
respon sorbitol PEG 400 Interaksi daya sebar |0.1335| |-0.3835| |0.1915|
viskositas |-6.665| |9.995| |11.665| Pergeseran viskositas |1.415| |9.995| |-2.485|
terbesar tanpa memperhatikan notasi positif maupun negatif. Bila dari perhitungan diperoleh notasi positif, maka faktor tersebut berpengaruh meningkatkan respon, sedangkan bila dari perhitungan diperoleh notasi negatif, maka faktor tersebut berpengaruh menurunkan respon.
1. Daya sebar
Dari grafik hubungan pengaruh sorbitol terhadap daya sebar yang ditunjukkan pada gambar 9 dapat diketahui bahwa semakin banyak sorbitol yang digunakan akan berefek menurunkan daya sebar pada level rendah PEG 400, sedangkan pada level tinggi PEG 400, semakin banyak sorbitol yang digunakan akan berefek meningkatkan daya sebar gel. Pada penggunaan sorbitol yang semakin banyak, perubahan daya sebar lebih besar pada penggunaan level tinggi PEG 400 dibanding level rendah PEG 400. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang lebih curam pada level tinggi PEG 400. Dari grafik hubungan pengaruh PEG 400 terhadap daya sebar dapat diketahui bahwa semakin banyak PEG 400 yang digunakan akan berefek menurunkan daya sebar pada level rendah maupun level tinggi sorbitol. Dua garis yang tidak sejajar pada grafik menunjukkan adanya interaksi.
level rendah PEG 400 level tinggi PEG 400
4.8
level rendah sorbitol level tinggi sorbitol
Analisis statistik dilakukan untuk melihat perbedaan respon yang terjadi pada level rendah dan level tinggi dari kedua humectant yaitu sorbitol dan PEG 400 dan melihat adanya interaksi keduanya terhadap daya sebar. Hipotesis yang digunakan adalah :
Hi1 : µsobitol level rendah ≠ µsorbitol level tinggi Hi2 : µPEG 400 level rendah≠ µPEG 400 level tinggi
Hi3 : Ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400
Hnull yang digunakan merupakan negasi dari Hi, yaitu : Hnull1 : µsobitol level rendah = µsorbitol level tinggi
Hnull2 : µPEG 400 level rendah = µPEG 400 level tinggi
Hnull3 : Tidak ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400
Hnull dapat ditolak apabila dengan perhitungan nilai F didapatkan hasil yang lebih besar dari nilai F tabel. Nilai F(1,15) tabel dengan taraf kepercayaan 95% adalah sebesar 4,5431. Hasil perhitungan analisis menggunakan Yate’s Treatment
disajikan pada Tabel VI.
Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon daya sebar
Source of Variation
Degrees of Freedom
Sum of Squares Mean Squares F
Replicates 5 0,0159 0,0032
Treatment 3 1,2088 0,4029
sorbitol 1 0,1067 0,1067 8,0225
PEG 400 1 0,8817 0,8817 66,2932
interaksi 1 0,2204 0,2204 16,5714
Experimental error
15 0,2 0,01333
Total 23 1,4246
dan interaksi lebih besar dari F tabel, sehingga Hnull ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata daya sebar sorbitol level rendah berbeda dengan rata-rata daya sebar sorbitol level tinggi, rata-rata daya sebar PEG 400 level rendah berbeda dengan rata-rata daya sebar PEG 400 level tinggi, dan terdapat interaksi antara sorbitol dan PEG 400 dalam menentukan daya sebar. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa perubahan level pada sorbitol dan PEG 400 memberikan pengaruh terhadap respon daya sebar gel dan terdapat interaksi antara sorbitol dan PEG 400 dalam menentukan daya sebar gel.
Lebih lanjut untuk dapat menentukan faktor yang dominan dalam menentukan daya sebar gel dapat diketahui dari perhitungan efek. Berdasarkan perhitungan efek pada tabel V, faktor yang dominan dalam menentukan daya sebar adalah PEG 400. Hasil perhitungan efek menunjukkan PEG 400 mempunyai notasi negatif yang berarti menurunkan daya sebar. Sorbitol dan interaksi mempunyai notasi positif yang berarti menaikkan daya sebar. Namun, dari perhitungan efek diketahui sorbitol dan interaksi tidak dominan mempengaruhi daya sebar gel.
level rendah PEG 400 level tinggi PEG 400
230
level rendah sorbitol level tinggi sorbitol
Dari grafik hubungan pengaruh sorbitol terhadap viskositas yang ditunjukkan pada gambar 10 dapat diketahui bahwa semakin banyak sorbitol yang digunakan akan berefek menurunkan viskositas pada level rendah PEG 400, sedangkan pada level tinggi PEG 400, semakin banyak sorbitol yang digunakan akan berefek meningkatkan viskositas gel. Pada penggunaan sorbitol yang semakin banyak, perubahan viskositas lebih besar pada penggunaan level rendah PEG 400 dibandingkan level tinggi PEG 400. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang lebih curam pada level rendah PEG 400. Dari grafik hubungan pengaruh PEG 400 terhadap viskositas dapat diketahui bahwa semakin banyak PEG 400 yang digunakan akan berefek menurunkan viskositas pada level rendah sorbitol, sedangkan pada level tinggi sorbitol, semakin banyak PEG 400 yang digunakan akan berefek meningkatkan viskositas gel. Perpotongan garis yang tampak nyata pada grafik menunjukkan adanya interaksi antara sorbitol dan PEG 400.
Tabel VII. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon viskositas
Source of Variation
Degrees of Freedom
Sum of Squares Mean Squares F
Replicates 5 220,8333 44,1667
Treatment 3 1683,333 561,111
sorbitol 1 266,6667 266,6667 9,3204
PEG 400 1 600 600 20,9709
interaksi 1 816,6663 816,6663 28,5437
Experimental error
15 429,1667 28,6111
Total 23 2333,333
Hi1 : µsobitol level rendah≠ µsorbitol level tinggi Hi2 : µPEG 400 level rendah ≠ µPEG 400 level tinggi
Hi3 : Ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400
Hnull yang digunakan merupakan negasi dari Hi, yaitu : Hnull1 : µsobitol level rendah = µsorbitol level tinggi
Hnull2 : µPEG 400 level rendah = µPEG 400 level tinggi
Hnull3 : Tidak ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400
Hnull dapat ditolak apabila dari perhitungan nilai F didapatkan nilai yang lebih besar dari nilai F tabel. Nilai F(1,15) tabel dengan taraf kepercayaan 95% adalah sebesar 4,5431.
Berdasarkan hasil perhitungan harga F yang diperoleh dari Yate’s
Treatment untuk respon viskositas dapat disimpulkan Hnull1, Hnull2, dan Hnull3
ditolak karena nilai F hitung lebih besar dari F tabel. Dari perhitungan Yate’s
Treatment dapat diketahui bahwa rata-rata viskositas sorbitol level rendah berbeda
dengan rata-rata viskositas sorbitol level tinggi, rata-rata viskositas PEG 400 level rendah berbeda dengan rata-rata viskositas PEG 400 level tinggi, dan terdapat interaksi antara sorbitol dan PEG 400 dalam menentukan viskositas gel. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa perubahan level pada sorbitol dan PEG 400 memberikan pengaruh terhadap respon viskositas gel dan terdapat interaksi antara sorbitol dan PEG 400 dalam menentukan viskositas gel.
menentukan viskositas adalah interaksi antara sorbitol dan PEG 400. Hasil perhitungan efek menunjukkan interaksi mempunyai notasi positif yang berarti meningkatkan viskositas gel. PEG 400 juga mempunyai notasi positif yang berarti menaikkan viskositas. Namun, dari perhitungan diketahui PEG 400 tidak dominan, sedangkan interaksi sorbitol-PEG 400 dominan dalam mempengaruhi viskositas gel. Sorbitol mempunyai notasi negatif yang berarti menurunkan viskositas gel.
3. Pergeseran viskositas
Dari keempat formula yang telah dibuat dapat dilihat bahwa pengukuran viskositas setelah 1 bulan mengalami penurunan dibandingkan pengukuran viskositas 48 jam setelah pembuatan. Setelah penyimpanan 1 bulan dalam suatu wadah tertutup diperkirakan terjadi relaksasi pada jaring gel sehingga mengakibatkan penurunan viskositas gel. Adanya peningkatan suhu selama penyimpanan dalam ruangan menyebabkan pemuaian volume gel sehingga viskositas gel menurun.
level rendah PEG 400 level tinggi PEG 400
0
level rendah sorbitol level tinggi sorbitol
Gambar 11. Hubungan pengaruh sorbitol (a) dan PEG 400 (b) terhadap pergeseran viskositas
yang digunakan akan berefek meningkatkan pergeseran viskositas pada level rendah PEG 400, sedangkan pada level tinggi PEG 400, semakin banyak sorbitol yang digunakan akan berefek menurunkan pergeseran viskositas gel. Pada penggunaan sorbitol yang semakin banyak, pergeseran viskositas lebih besar pada penggunaan level rendah PEG 400 dibandingkan level tinggi PEG 400. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang lebih curam pada level rendah PEG 400. Dari grafik hubungan pengaruh PEG 400 terhadap pergeseran viskositas dapat diketahui bahwa semakin banyak PEG 400 yang digunakan akan berefek meningkatkan pergeseran viskositas pada level rendah maupun level tinggi sorbitol. Dua garis yang tampak tidak sejajar pada grafik menunjukkan adanya interaksi antara sorbitol dan PEG 400.
Analisis statistik Yate’s Treatment digunakan untuk mengetahui pengaruh ketiga faktor terhadap respon perubahan viskositas. Hipotesis yang digunakan pada analisis statistik ini adalah :
Hi1 : µsobitol level rendah ≠ µsorbitol level tinggi Hi2 : µPEG 400 level rendah≠ µPEG 400 level tinggi
Hi3 : Ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400
Hnull yang digunakan merupakan negasi dari Hi, yaitu : Hnull1 : µsobitol level rendah = µsorbitol level tinggi
Hnull2 : µPEG 400 level rendah = µPEG 400 level tinggi
Hnull3 : Tidak ada interaksi antara sorbitol dan PEG 400
adalah sebesar 4,5431. Hasil perhitungan statistik Yate’s Treatment ditunjukkan pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon pergeseran viskositas
Source of
Treatment 3 647.7869 215,9290
sorbitol 1 11.9850 11.9850 6,3934
PEG 400 1 598,8006 598,8006 319,4285
interaksi 1 37,0013 37,0013 19,7382
Experimental error
15 28.1191 1,8746
Total 23 694.6189
Berdasarkan hasil perhitungan harga F yang diperoleh dari Yate’s
Treatment untuk respon pergeseran viskositas dapat disimpulkan Hnull1, Hnull2,
dan Hnull3 ditolak karena nilai F hitung lebih besar dari F tabel. Dari perhitungan
Yate’s Treatment dapat diketahui bahwa rata-rata pergeseran viskositas sorbitol
level rendah berbeda dengan rata-rata pergeseran viskositas sorbitol level tinggi, rata-rata pergeseran viskositas PEG 400 level rendah berbeda dengan rata-rata pergeseran viskositas PEG 400 level tinggi, dan terdapat interaksi antara sorbitol dan PEG 400 dalam menentukan stabilitas gel. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa perubahan level pada sorbitol dan PEG 400 memberikan pengaruh terhadap respon pergeseran viskositas gel dan terdapat interaksi antara sorbitol dan PEG 400 dalam menentukan pergeseran viskositas gel.
perhitungan efek, PEG 400 mempunyai notasi positif yang berarti meningkatkan pergeseran viskositas gel sehingga gel dikatakan lebih tidak stabil. Sorbitol juga mempunyai notasi positif yang berarti menaikkan pergeseran viskositas. Namun, dari perhitungan efek diketahui sorbitol tidak dominan dalam mempengaruhi pergeseran viskositas gel, sedangkan interaksi antara sorbitol dan PEG 400 mempunyai notasi negatif yang berarti mengurangi terjadinya pergeseran viskositas sehingga gel dikatakan lebih stabil.
F. Optimasi Formula Sunscreen
Optimasi komposisi perlu dilakukan untuk mendapatkan komposisi sorbitol dan PEG 400 yang optimum untuk menghasilkan sediaan dengan kualitas fisik dan stabilitas fisik yang dapat diterima. Komposisi yang optimal merupakan komposisi yang memiliki sifat maupun karakteristik yang baik, yaitu sesuai dengan yang diinginkan dari bentuk sediaan. Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit baik dalam pengemasan maupun pengeluaran sediaan dari pengemas saat akan digunakan, sedangkan viskositas yang terlalu rendah akan menyebabkan kesulitan saat sediaan diaplikasikan di kulit. Daya sebar yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi dapat mempengaruhi kemudahan sediaan pada saat aplikasi. Optimasi komposisi humectant dalam gel sunscreen dilakukan terhadap sifat fisiknya antara lain : daya sebar dan viskositas. Hasil optimasi diharapkan sediaan
gel sunscreen memiliki viskositas yang cukup dan daya sebar yang baik saat
diaplikasikan pada kulit.
karena itu, diharapkan pergeseran viskositas yang terjadi seminimal mungkin sehingga masih dapat dikatakan stabil setelah mengalami penyimpanan.
Hasil pengukuran sifat fisik gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dapat dibuat contour plot. Contour plot dibuat berdasarkan hasil perhitungan persamaan desain faktorial. Dari contour plot masing-masing uji sifat fisik tersebut ditetapkan daerah yang memenuhi standar respon yang diinginkan. Area tersebut kemudian digabungkan dalam superimposed contour plot sifat fisik gel, kemudian ditentukan area komposisi optimum gel, dimana kombinasi sorbitol dan PEG 400 akan memberikan respon yang optimal untuk semua sifat yang diteliti.
a. Daya sebar
Gambar 12. Contour plot daya sebar gel sunscreen
Dari grafik contour plot daya sebar dapat ditentukan area optimum yang mempunyai daya sebar 5 – 7 cm. Pada gambar 12, dari wilayah yang diarsir terlihat bahwa pada area tersebut memenuhi persyaratan daya sebar 5 – 7 cm. Diharapkan dengan diameter penyebaran 5 – 7 cm mempunyai karakteristik yang baik, sehingga mudah saat diaplikasikan dan nyaman saat digunakan oleh konsumen.
b. Viskositas
Persamaan desain faktorial viskositas gel yang diperoleh dari eliminasi Gauss yaitu : Y = 265,8325 – 2,9995 (A) – 1,3335 (B) + 0,2333 (A)(B). Melalui persamaan ini dapat dibuat contour plot yang terlihat pada gambar 13. Dengan
contour plot viskositas gel, dapat ditentukan area komposisi optimum gel untuk