• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Intisari

Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan variasi komposisi gelling agent (Carbopol®) dan humectant (sorbitol) bertujuan untuk memperoleh komposisi optimum dari gelling agent dan humectant agar didapat formula gel yang memiliki sifat fisik yang baik.

Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dengan dua faktor, yaitu Carbopol®-sorbitol dan dua level yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula gel sunscreen menggunakan metode desain faktorial dengan membuat beberapa variasi kombinasi gelling agent dan humectant. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik gel meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas sediaan selama penyimpanan. Parameter sifat fisik sediaan gel dianalisis dengan analisis statistik ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode optimasi desain faktorial dan Yate’s Treatment.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunir putih dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UVA–UVB, Carbopol® merupakan faktor yang dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel sunscreen. Diperoleh area optimum formula gel sunscreen berdasarkan contour plot superimposed yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas pada level yang diteliti. Optimasi formula menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas antara 250 – 260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.

Kata kunci : ekstrak rimpang kunir putih, Carbopol®, sorbitol, desain faktorial

(2)

Abstract

The research about optimizing of sunscreen gel formula from Curcuma mangga Val. rhizome extract with variation of gelling agent (Carbopol®) and humectant (sorbitol) composition is purposed to get an optimum composition of gelling agent and humectant, so it can achieve gel formula which has good physical characteristic.

This research including pure experimental design with double experimental variable, with two factors that is Carbopol®–sorbitol and two levels that is high level–low level. Optimizing of sunscreen gel formula composition use factorial design method with make some variations of gelling agent and humectant. Optimizing is done to characteristic parameters including spreadability, viscosity, and alteration of viscosity of preparation during storage. The physical characteristic parameters and stability of gel preparation is analyzed with ANOVA statistic using α 95% which is using factorial design optimizing method and Yate’s Treatment.

Data analyze result shows that C. mangga rhizome extract can give absorption at UVA–UVB wavelength, Carbopol® is dominant and significant influential factor in determining spreadability, viscosity, and alteration of viscosity (stability) of sunscreen gel. Optimum area of sunscreen gel formula based on contour plot superimposed including spreadability, viscosity, and stability at the researched level has been found. Formula optimizing produce gel with spreadability less than 5 cm, viscosity between 250 – 260 dPa.s, and viscosity movement is less than 3%.

Key word : C. mangga rhizome extract, Carbopol®, sorbitol, factorial design

(3)

FORMULASI SEDIAAN SUNSCREEN EKSTRAK RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.) DENGAN CARBOPOL® 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN SORBITOL SEBAGAI HUMECTANT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Eva Nur Fitriana

NIM : 038114096

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

I asked for strength

and God gave me difficulties to make me strong

I asked for wisdom

and God gave me problem to solve

I asked for prosperity

and God gave me brains to work

I asked for courage

and God gave me dangers to overcome

I asked for love

and God gave me troubled people to help

I asked for favours

and God gave me opportunities

I received nothing that I wanted

but I received everything that I needed

My prayer has been answered

Karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhanku yang Maha Kuasa, Allah SWT

Bapak dan Ibu, my angels and my everythings

Kakakku, guru kehidupan yang hebat

CHEmistry 03, persahabatan yang tak mungkin terlupakan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Sorbitol sebagai

Humectant. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Penulisan skripsi ini tidak pernah lepas dari bantuan, dorongan, dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan membantu

penulis sehingga skripsi ini akhirnya bisa terselesaikan.

3. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku dosen penguji atas waktu, bantuan,

masukan, dan saran yang telah diberikan.

4. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas waktu,

bantuan, saran, dan kritiknya.

5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., Yohanes Dwiatmaka, M.Si., dan Prof.

Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. yang telah banyak membantu dan

memberikan referensi.

(8)

6. Dewi Setyaningsih, S.Si., Apt. atas semangat dan dukungan yang telah

diberikan selama proses pembuatan skripsi.

7. Sunscreen team, Tirza dan Renny, atas doa, perhatian, dorongan, semangat, kepercayaan, dan kebersamaan selama menyelesaikan skripsi.

8. Pak Musrifin, Mas Wagiran, Mas Heru, Mas Andri, Mas Agung, Mas

Iswandi, dan Mas Otto atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran, saran, dan kritik sangat

diharapkan. Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan

mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

(9)
(10)

Intisari

Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan variasi komposisi gelling agent (Carbopol®) dan humectant (sorbitol) bertujuan untuk memperoleh komposisi optimum dari gelling agent dan humectant agar didapat formula gel yang memiliki sifat fisik yang baik.

Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dengan dua faktor, yaitu Carbopol®-sorbitol dan dua level yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula gel sunscreen menggunakan metode desain faktorial dengan membuat beberapa variasi kombinasi gelling agent dan humectant. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik gel meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas sediaan selama penyimpanan. Parameter sifat fisik sediaan gel dianalisis dengan analisis statistik ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode optimasi desain faktorial dan Yate’s Treatment.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunir putih dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UVA–UVB, Carbopol® merupakan faktor yang dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel sunscreen. Diperoleh area optimum formula gel sunscreen berdasarkan contour plot superimposed yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas pada level yang diteliti. Optimasi formula menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas antara 250 – 260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.

Kata kunci : ekstrak rimpang kunir putih, Carbopol®, sorbitol, desain faktorial

(11)

Abstract

The research about optimizing of sunscreen gel formula from Curcuma mangga Val. rhizome extract with variation of gelling agent (Carbopol®) and humectant (sorbitol) composition is purposed to get an optimum composition of gelling agent and humectant, so it can achieve gel formula which has good physical characteristic.

This research including pure experimental design with double experimental variable, with two factors that is Carbopol®–sorbitol and two levels that is high level–low level. Optimizing of sunscreen gel formula composition use factorial design method with make some variations of gelling agent and humectant. Optimizing is done to characteristic parameters including spreadability, viscosity, and alteration of viscosity of preparation during storage. The physical characteristic parameters and stability of gel preparation is analyzed with ANOVA statistic using α 95% which is using factorial design optimizing method and Yate’s Treatment.

Data analyze result shows that C. mangga rhizome extract can give absorption at UVA–UVB wavelength, Carbopol® is dominant and significant influential factor in determining spreadability, viscosity, and alteration of viscosity (stability) of sunscreen gel. Optimum area of sunscreen gel formula based on contour plot superimposed including spreadability, viscosity, and stability at the researched level has been found. Formula optimizing produce gel with spreadability less than 5 cm, viscosity between 250 – 260 dPa.s, and viscosity movement is less than 3%.

Key word : C. mangga rhizome extract, Carbopol®, sorbitol, factorial design

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Keaslian Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Kunir Putih ... 8

B. Kurkumin ... 10

(13)

C. Ekstrak ... 11

D. Gel ... 11

E. Gelling Agent ... 13

F. Humectant ... 14

G. Sinar Ultraviolet (UV) dan Sunscreen ... 15

H. Spektrofotometri UV–Vis... 19

I. Metode Desain Faktorial ... 22

J. Iritasi Primer ... 25

K. Landasan Teori ... 25

L. Hipotesis ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel dalam Penelitian ... 28

C. Definisi Operasional ... 29

D. Bahan dan Alat ... 30

E. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih ... 31

2. Pembuatan serbuk rimpang kunir putih ... 31

3. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih ... 31

4. Penetapan konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih dengan nilai SPF (Sun Protection Factors) 30 ... 32

5. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih 10 % ... 33

(14)

6. Optimasi proses pembuatan gel ... 34

7. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih ... 35

8. Uji iritasi primer ... 36

F. Analisis Data dan Optimasi ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga Val.) ... 38

B. Penetapan Konsentrasi Ekstrak Rimpang Kunir Putih dengan Nilai SPF 30 ... 41

C. Pengukuran Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir Putih 10 % ... 45

D. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 47

E. Optimasi Formula Gel Sunscreen ... 58

F. Uji Iritasi Primer Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 71

BIOGRAFI PENULIS ... 101

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Desain Faktorial dengan Dua Level dan Dua Faktor ... 24

Tabel II. Formula Desain Faktorial ... 35

Tabel III. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit ... 36

Tabel IV. Kriteria Iritasi ... 36

Tabel V. Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 49

Tabel VI. Efek Carbopol® 3% b/v, Efek Sorbitol, dan Efek Interaksi Antar Keduanya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Sunscreen ... 50

Tabel VII. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Daya Sebar Gel ... 53

Tabel VIII. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Viskositas Gel ... 55

Tabel IX. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Pergeseran Viskositas Gel ... 58

Tabel X. Skor Indeks Iritasi Primer Gel Sunscreen pada Kelinci Albino ... 64

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kurkumin ... 10

Gambar 2. Struktur Umum Carbomer... 13

Gambar 3. Struktur Sorbitol ... 15

Gambar 4. Spektrum Serapan Sediaan Sunscreen ... 42

Gambar 5. Scanning Panjang Gelombang Ekstrak Rimpang Kunir Putih .... 43

Gambar 6. Scanning Panjang Gelombang Larutan Kurkuminoid Standar ... 46

Gambar 7. Ikatan Terkonjugasi (Kromofor) dan Gugus Auksokrom pada Struktur Kurkumin ... 47

Gambar 8. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Daya Sebar Gel Sunscreen ... 52

Gambar 9. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Viskositas Gel Sunscreen ... 54

Gambar 10. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Pergeseran Viskositas Gel Sunscreen ... 57

Gambar 11. Contour Plot Daya Sebar Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 59

Gambar 12. Contour Plot Viskositas Gel SunscreenEkstrak Rimpang Kunir Putih ... 60

Gambar 13. Contour Plot Pergeseran Viskositas Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 61

(17)

Gambar 14. Contour Plot Super Imposed Sifat fisik dan Stabilitas Gel

Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 63

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Konsentrasi C. mangga dengan Nilai SPF 30 ... 71

Lampiran 2. Kadar Kurkumin dalam Ekstrak C. mangga 10 % ... 74

Lampiran 3. Data Penimbangan, Notasi, dan Formula Desain Faktorial .... 78

Lampiran 4. Data Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 79

Lampiran 5. Perhitungan Efek Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 82

Lampiran 6. Analysis of Variance (ANOVA) dengan Metode Yate’s Treatment ... 84

Lampiran 7. Perhitungan Persamaan Regresi ... 89

Lampiran 8. Data Uji Iritasi Primer ... 94

Lampiran 9. Foto Tanaman dan Rimpang Kunir Putih (C. mangga) ... 96

Lampiran 10. Foto Serbuk dan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga) ... 97

Lampiran 11. Foto Perkolator dan Spectrophotometer UV-Vis GenesysTM 6 (THERMOSPECTRONIC–USA) ... 98

Lampiran 12. Foto Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 99

Lampiran 13. Foto Uji Iritasi Primer pada Kelinci Albino ... 100

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas manusia sehari-hari tidak pernah lepas dari paparan sinar

matahari, dimana di dalamnya terdapat sinar ultraviolet (UV). Sinar UVA dan

UVB memegang peranan utama bagi kesehatan manusia karena memiliki panjang

gelombang yang panjang mengakibatkan sinar ini dapat mencapai permukaan

bumi, sedangkan sinar UVC memiliki panjang gelombang yang pendek sehingga

sinar ini tertahan oleh atmosfer (Anonim, 2005a). Sinar UV (UVA dan 10%

UVB) selalu ada setiap hari meskipun saat cuaca mendung, lebih dari 80% sinar

UV mampu menembus atmosfer pada hari berawan. Sinar UV dapat dipantulkan

oleh kaca, air, permukaan metal, dinding berwarna terang, dan benda-benda

berwarna terang lainnya (Anonim, 2004a).

Sinar UV bermanfaat untuk membantu perubahan provitamin D

(7-dehydrocholesterol) menjadi vitamin D, dimana vitamin D sangat bermanfaat bagi tubuh. Manfaat vitamin D antara lain untuk melancarkan aliran darah dengan cara

menghambat proliferasi sel otot polos, menghindari terjadinya arterosklerosis

(pengerasan pembuluh darah karena penumpukan kolesterol pada dinding

pembuluh darah) dengan cara mengurangi jumlah kolesterol yang terdapat dalam

pembuluh darah, serta juga menghindari kerusakan tulang dengan cara mengatur

pembentukan Ca (kalsium) melalui peningkatan penyerapan Ca di usus (Lucas,

McMichael, Smith, dan Armstrong, 2006). Akan tetapi, paparan sinar UV yang

(20)

berlebihan dapat mengakibatkan sunburn yang menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, penuaan dini (skin aging), bahkan kanker kulit (Badmaev, Prakash, dan Majeed, 2005 ; Jellinek, 1970). Sinar UV yang secara biologis paling

aktif menyebabkan eritema dan hiperpigmentasi adalah sinar UV yang panjang

gelombangnya berkisar antara 290 – 320 nm (UVB) (Jellinek, 1970 ; Lu, 1995).

Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan pada kulit untuk mengurangi timbulnya

kerusakan karena radiasi sinar UV.

Penggunaan sunscreen merupakan salah satu cara untuk mengurangi bahaya yang timbul pada kulit akibat radiasi sinar UV yang berlebihan. Sunscreen

adalah senyawa kimia yang mengabsorpsi dan atau memantulkan radiasi sehingga

melemahkan energi UV sebelum terpenetrasi ke dalam kulit. Biasanya sunscreen

merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat

aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003).

Saat ini produk sunscreen yang beredar di pasaran masih banyak yang mengandung bahan aktif berupa senyawa sintetik, seperti PABA (p-amino benzoic acid) dan turunannya, benzophenone dan turunannya, octyl methoxycinnamate, dan octyl salicylate. Senyawa sintetik jika masuk ke dalam jaringan tubuh dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit yang sensitif. Selain itu, beberapa senyawa

sunscreen sintetik seperti PABA dan benzophenone telah diteliti dan dinyatakan bahwa senyawa tersebut berbahaya karena dapat meningkatkan kemungkinan

(21)

rangkapnya dan menghasilkan dua radikal bebas yang baru. Sifatnya yang sangat

larut lemak memungkinkan senyawa ini untuk menembus kulit dan membran sel,

serta dapat masuk ke dalam inti sel dimana terdapat DNA. Radikal bebas ini

kemudian akan bereaksi dan berikatan dengan DNA sehingga meningkatkan

resiko kanker kulit (Anonim, 2006a).

Penggunaan bahan alam lebih menguntungkan daripada senyawa sintetik

karena sebagian besar bahan alam dapat memberikan toleransi yang baik pada

kulit dan tidak menimbulkan iritasi berat karena alergi pada kulit yang sensitif.

Penelitian ini akan menggunakan zat aktif yang berasal dari bahan alam, yaitu

ekstrak rimpang kunir putih yang diketahui mengandung kurkumin yang mampu

mengabsorpsi UVA dan UVB (Hutapea, 1993 ; Anonim, 2004b). Oleh karena itu,

kurkumin yang berasal dari bahan alam dapat digunakan sebagai alternatif dalam

pembuatan sunscreen (Muller, 1996).

Pada umumnya sunscreen diaplikasikan dengan cara dioleskan pada permukaan kulit. Bentuk sediaan sunscreen yang sudah beredar di pasaran saat ini berupa krim dan lotion. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air (Anief, 2003). Minyak yang

terkandung dalam krim akan menimbulkan rasa tidak nyaman saat pemakaian dan

akan menjadi masalah pada orang dengan produksi kelenjar sebasea yang

(22)

perlindungannya cepat berkurang. Oleh karena itu, perlu dikembangkan bentuk

sediaan lain yang lebih baik dan nyaman saat digunakan.

Sediaan sunscreen dengan bentuk sediaan gel akan dibuat dalam penelitian ini, dimana gel sunscreen belum banyak beredar di pasaran. Gel merupakan sistem penghantaran obat yang sempurna untuk cara pemberian yang

beragam dan kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda (Allen Jr.,

2002). Gel yang dibuat adalah hidrogel. Pemilihan bentuk sediaan ini didasarkan

pada penggunaan gel sunscreen di daerah tropis, seperti Indonesia, dimana hidrogel memberikan rasa nyaman (tidak terasa panas di kulit) saat digunakan

karena tidak menutup pori kulit dan kompatibilitasnya relatif baik dengan jaringan

biologis (Zatz dan Kushla, 1996). Selain itu, sediaan sunscreen dibuat dalam bentuk gel bertujuan agar zat aktif yang berperan sebagai penyerap UV tetap

berada di dalam gel (permukaan kulit) dan tidak dapat masuk ke dalam lapisan

kulit, dengan demikian zat aktif dapat tetap bekerja optimum dalam menyerap UV

(menahan UV agar tidak menembus dan masuk ke dalam kulit). Hidrogel cocok

sebagai salep tidak berlemak untuk kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang

berlebihan. Setelah kering, hidrogel akan meninggalkan suatu lapisan tipis

transparan elastis dengan daya lekat tinggi, tidak menyumbat pori kulit, tidak

mempengaruhi respirasi kulit, dan dapat mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).

Penelitian ini menggunakan Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant dalam formula gel sunscreen. Jumlah gelling agent

dan humectant yang digunakan perlu dioptimasi untuk mendapatkan formula gel

(23)

agent dan humectant dengan berbagai tingkat konsentrasi untuk mendapatkan sediaan sunscreen yang mampu mempertahankan efektifitas pemakaian dalam jangka waktu yang cukup lama. Sediaan sunscreen membutuhkan bahan tambahan humectant untuk mencegah timbulnya garis atau kerutan, kulit kering, dan efek jangka panjang lainnya karena paparan UV dari sinar matahari (Johnson,

2002). Sunscreen yang dihasilkan diharapkan memenuhi parameter kualitas sifat fisik sediaan gel yang meliputi daya sebar, viskositas, stabilitas fisik, maupun

efektivitas dan keamanannya sebagai sunscreen.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada range panjang gelombang UVA – UVB (290 – 400 nm)?

2. Apakah ditemukan area komposisi optimum yang diprediksi sebagai formula

optimum gel serta efek yang dominan dari gelling agent, humectant, dan interaksinya?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant

belum pernah dilakukan.

Penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan bahan alam sebagai

(24)

(Badmaev, 2003), dimana penelitian ini menyatakan bahwa aktivitas kurkuminoid

dan THC (tetrahydrocurcuminoid) memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas enzim tyrosinase, melindungi kulit terhadap radiasi UVB serta terhadap iritasi kimia, fisika dan biologi (Badmaev, 2003).

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan bentuk sediaan sunscreen yang berasal dari bahan alam.

2. Manfaat Praktis

Mengetahui efek dominan dari gelling agent dan humectant dalam menentukan sifat fisik gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui serapan ekstrak rimpang kunir putih pada range panjang gelombang UVA – UVB (290 – 400 nm).

2. Mendapatkan formula optimum sediaan sunscreen dalam bentuk sediaan gel dengan bahan aktif yang berasal dari bahan alam, yaitu ekstrak rimpang kunir

putih (Curcuma mangga Val.).

a. Mengetahui yang lebih dominan antara Carbopol®, sorbitol, atau interaksi

(25)
(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kunir Putih 1. Sistematika

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledone

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma mangga Val.

(Hutapea, 1993)

2. Morfologi

Kunir putih berupa semak dengan tinggi 1 – 2 m. Berbatang semu,

tegak, lunak, berwarna hijau, dan batang di dalam tanah membentuk rimpang.

Daun tunggal, berpelepah, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing,

panjang ± 1 m, lebar 10 – 20 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau.

Bunga majemuk di ketiak daun, bentuk tabung, ujung terbelah, benang sari

berwarna putih menempel pada mahkota, putik silindris, kepala putik bulat

berwarna kuning, mahkota lonjong berwarna putih. Buah berbentuk

(27)

bulat berwarna hijau kekuningan. Biji berbentuk bulat berwarna coklat.

Berakar serabut berwarna putih (Hutapea, 1993).

Umbi berbentuk seperti umbi jahe, berwarna kuning muda (krem),

dalam keadaan segar baunya seperti buah mangga kweni, bila telah diekstrak

atau dijadikan bubuk warnanya tetap kuning muda (krem) (Anonim, 2003).

3. Kandungan kimia

Rimpang kunir putih mengandung saponin, flavonoida (Hutapea,

1993), alkaloid, steroid, terpen dan minyak atsiri, juga mengandung senyawa

aktif seskuiterpenalkohol yang terdiri dari zederon, zedoaron, furanodien,

curzeron, currenon, furanodienon, isofuranodienon, curdion, curcumenol, procurcumenol, curcumol, curcumadiol, dehydrocurdion, dan curcumin (Anonim, 2004b).

4. Kegunaan

Rimpang kunir putih digunakan untuk mengobati demam, sebagai

antipiretik, dan bersifat sebagai penenang. Rimpang ini juga dapat digunakan

sebagai penambah nafsu makan, memperbaiki pencernaan, peluruh angin atau

kembung, penguat lambung, obat penyakit kulit, luka memar, keseleo, peluruh

kencing, penawar racun, bronkhitis (Sayekti dan Ernita, 1994 ; Muhlizah,

1999). Selain itu, rimpang kunir putih juga berkhasiat sebagai anti kanker, penurun kadar kolesterol darah, asam urat, dan pencegahan osteoporosis

(28)

B. Kurkumin

HO O

OH O

O O

Gambar 1. Struktur kurkumin (Heinrich, Barnes, Gibbons, dan Williamson, 2004)

Kurkumin adalah komponen warna kuning dari turmeric. Strukturnya yang rigid dan planar (adanya sistem konjugasi) membuat afinitas kurkumin

terhadap lipid bilayer menjadi besar, dan juga bertanggung jawab terhadap warna kuning yang ada (Nakayama, 1997).

Kurkumin dapat mengabsorpsi sinar UV yang diantaranya memiliki

panjang gelombang antara 290 – 320 nm (UVB) karena adanya sistem

terkonjugasi dan gugus auksokrom. Selain itu, kurkumin juga dapat menghambat

aktivitas enzim tyrosinase, yaitu enzim yang berperan dalam pembentukan pigmen kulit dan melanogenesis (Badmaev et al., 2005).

Kurkumin melindungi keratinosit dari kerusakan yang disebabkan oleh

xantin oksidase dan dapat digunakan sebagai antioksidan pada sediaan topikal

(Anonim, 2000a). Kurkumin mempunyai aktivitas sebagai antisiklooksigenase,

antioedema, antilipooksigenase, antioksidan, dan antilipidperoksidasi, sehingga

dapat digunakan sebagai obat anti radang (antinflamasi), antihepatotoksik (lever),

ambien (wasir), anti alergi, asma, menghambat proses penuaan, dan juga sebagai

(29)

C. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari

nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari

langsung. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter, atau cairan

etanol-air (Anonim, 1979). Penyarian simplisia dengan etanol-air dapat dilakukan dengan

infundasi, dekok, atau destilasi, sedangkan penyarian simplisia dengan pelarut

organik dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi, dan sokhletasi (Silva, Lee,

dan Kinghorn, 1998).

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang

dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral,

absorpsinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan

panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit, sedangkan kerugian etanol

adalah harganya yang mahal. Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak

menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar,

dan klorofil (Anonim, 1986).

Ekstrak rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil

perkolasi rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 70%.

D. Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari

suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul

(30)

Gel digolongkan berdasarkan 2 sistem klasifikasi. Sistem klasifikasi

pertama membagi gel menjadi inorganik dan organik. Inorganik gel pada

umumnya berupa sistem 2 fase, sedangkan organik gel berupa sistem 1 fase.

Klasifikasi yang kedua membagi gel menjadi hidrogel dan organogel. Hidrogel

mengandung bahan-bahan yang terdispersi sebagai koloid atau larut dalam air

(Allen Jr., 2002), sedangkan organogel mengandung pelarut non aqueous sebagai fase kontinyu (Zatz, Berry, dan Alderman, 1996).

Gel merupakan sistem penghantaran obat yang sempurna untuk cara

pemberian yang beragam dan kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda

(Allen Jr., 2002). Gel dengan tujuan penggunaan topikal tidak boleh kasar (less greasy) (Zatz et al., 1996).

Hidrogel adalah sistem dimana air tidak bisa bergerak (immobilized) oleh adanya polimer tidak larut. Salah satu alasan disukainya hidrogel sebagai

komponen dari sistem penghantaran dan pelepasan obat dikarenakan

kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologi. Polimer yang

digunakan dalam hidrogel terhidrolisis lambat dan secara bertahap melepaskan

obat bebas. Banyak polimer untuk tujuan ini telah disintesis (Zatz dan Kushla,

1996).

Hidrogel cocok sebagai salep tidak berlemak untuk kulit dengan fungsi

kelenjar sebasea yang berlebihan. Setelah kering, hidrogel akan meninggalkan

suatu lapisan tipis transparan elastis dengan daya lekat tinggi, tidak menyumbat

pori kulit, tidak mempengaruhi respirasi kulit, dan dapat mudah dicuci dengan air

(31)

E. Gelling Agent

H2

C HC

COOH n

Gambar 2. Struktur umum carbomer (Anonim, 2001)

Carbopol® (carbomer) adalah polimer sintetik asam akrilat yang memiliki berat molekul besar, berupa serbuk putih dan halus, memiliki bau yang

khas, mudah terion, sedikit asam, higroskopis, terdispersi dalam air

(menghasilkan pH 2,8 – 3,2) tetapi tidak larut dalam air dan sebagian besar

pelarut (Anonim, 2001; Zatz dan Kushla, 1996). Carbopol® 940 memiliki sifat

pengental yang baik pada konsentrasi tinggi serta menghasilkan gel yang jernih,

sangat cocok digunakan pada kosmetik dan sediaan topikal (Anonim, 2006b).

Larutan carbomer memiliki sifat alir pseudoplastic, yaitu viskositas menurun seiring dengan kecepatan pencampuran yang meningkat (Zatz dan

Kushla, 1996). Carbomer akan menghasilkan gel yang jernih dan stabil pada pH netral. Pada larutan asam (pH 3,5 – 4), carbomer membentuk sistem dispersi dengan viskositas rendah sampai sedang. Antara pH 5 – 10, polimer akan

mencapai viskositas yang optimal saat membentuk gel. Pada pH di atas 10,

struktur gel rusak dan viskositas menurun. Dispersi carbomer akan meningkat viskositasnya seiring dengan peningkatan konsentrasi polimer. Gel carbomer akan mengalami degradasi oksidatif jika terpapar cahaya matahari dan terkatalisis oleh

logam. Penyerap UV ditambahkan ke dalam gel carbomer untuk mencegah oksidasi yang dapat mengakibatkan penurunan viskositas dan stabilitas gel

(32)

Carbomer digunakan sebagai pengental, suspending dan dispersing agent, stabilizer, dan emulsifier. Carbomer sebagai gelling agent akan membentuk sistem tiga dimensi, dimana medium pendispersi akan tertahan di

dalam matriks gel. Carbomer biasa digunakan dalam kosmetik pada pH 6 sampai 9 dengan konsentasi di bawah 1%. Carbomer tidak diabsorpsi oleh jaringan tubuh karena memiliki berat molekul yang besar. Uji klinis menunjukkan bahwa

carbomer memiliki potensial iritasi dan sensitisasi kulit yang rendah sampai pada konsentrasi 100%. Hal ini membuktikan bahwa carbomer aman digunakan sebagai bahan kosmetik (Anonim, 2001; Anonim, 2006b)

F. Humectant

Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air

(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).

Humectant merupakan senyawa higroskopis yang umumnya larut dalam air. Humectant tidak menutup kulit dan mudah hilang jika tercuci. Gliserol, propilen glikol, dan sorbitol biasa digunakan sebagai humectant dalam sediaan untuk mencegah penguapan dan pembentukan lapisan kering pada permukaan produk

(Zocchi, 2001). Humectant membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari

(33)

Gambar 3. Struktur sorbitol (Anonim, 1979)

Sorbitol merupakan serbuk, granul, atau serpihan berwarna putih, bersifat

higroskopik, berasa manis, biasanya meleleh pada suhu sekitar 96ºC. Satu gram

sorbitol larut dalam 0,45 mL air, sedikit larut dalam alkohol, metanol, atau asam

asetat (Anonim, 2000b). Sorbitol sangat tidak larut dalam pelarut organik.

Sorbitol bersifat inert dan dapat bercampur dengan bahan tambahan lainnya

(Loden, 2001). Larutan sorbitol berupa cairan seperti sirup yang tidak berwarna,

jernih, berasa manis, tidak memiliki bau yang khas, dan bersifat netral. Larutan

sorbitol tidak untuk diinjeksikan (Anonim, 2000b).

Sorbitol sifatnya tidak iritatif pada kulit, dan tidak toksik jika digunakan

peroral sampai dosis 9 gram/hari. Pada umumnya sorbitol digunakan sebagai

pemanis (Loden, 2001). Saat ini sorbitol sering digunakan dalam kosmetik

modern sebagai humectant dan bahan pembengkak (thickener) karena sifatnya yang higroskopis (Anonim, 2005b). Sorbitol, di bawah kondisi 25ºC dengan

kelembaban relatif 50%, memiliki higroskopisitas sebesar 1 mg H2O / 100 mg dan

kapasitas menahan air sebesar 21 mg H2O / 100 mg (Rawlings et al., 2002).

G. Sinar UV dan Sunscreen

Sinar matahari terdiri dari tiga kategori yang dikelompokkan berdasarkan

panjang gelombangnya, yaitu UV, sinar tampak, dan infra merah. UV dekat

(34)

dan UVC (200 – 290 nm). Sinar UVC umumnya tidak mencapai permukaan bumi

karena memiliki panjang gelombang yang paling pendek sehingga terserap

seluruhnya di lapisan ozon. Sinar UVB memiliki panjang gelombang yang lebih

panjang daripada UVC sehingga masih dapat melewati lapisan ozon sekitar 10%.

Apabila lapisan ozon menipis, sinar UVB yang dapat melewati lapisan ozon akan

semakin banyak sehingga UVB yang mencapai permukaan bumi akan meningkat

jumlahnya. Sinar UVA memiliki panjang gelombang yang paling panjang diantara

sinar UV dekat lainnya sehingga sinar ini hampir seluruhnya dapat melewati

lapisan ozon. Dengan demikian sinar UV yang paling banyak mencapai

permukaan bumi adalah sinar UVA. (Anonim, 2005a ; Lucas et al., 2006).

Sinar UVB dapat memberikan efek positif dengan menginduksi produksi

vitamin D di kulit. Sepuluh dari seribu kematian di US setiap tahunnya

disebabkan oleh kanker akibat kekurangan UVB (kekurangan vitamin D).

Kekurangan vitamin D juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang dapat

mengakibatkan sakit pada tulang, sulit menahan berat badan, dan terkadang patah

tulang (Anonim, 2007a). Namun demikian, UVB merupakan sinar UV yang

paling bertanggung jawab mengakibatkan sunburn di kulit. Sinar ini hanya mampu menembus kulit sampai pada lapisan epidermis, dimana pada lapisan ini

terdapat keratinosit (sel kulit), sel basal, dan sel melanosit. Sel melanosit

mensintesis enzim tirosinase dan pigmen melanin yang kemudian dipindahkan ke

keratinosit dan menimbulkan warna di kulit. UVB akan merangsang sel melanosit

untuk membentuk melanin lebih banyak, akibatnya kulit akan menjadi lebih gelap

(35)

atau flek hitam (Anonim, 2005a). Selain itu, radiasi UVB akan menginduksi

pembentukan radikal bebas, dimana jika tubuh sudah tidak mampu menahan

radikal bebas yang jumlahnya sangat berlebih maka radikal bebas tersebut akan

bereaksi dengan molekul yang ada di dekatnya sehingga akan merusak molekul

dan struktur sel. Perusakan ini akan mendorong timbulnya kanker kulit seperti

melanoma (Anonim, 2006c).

Sinar UV yang memiliki panjang gelombang paling tinggi adalah UVA.

Sinar ini dapat menembus kulit sampai ke lapisan dermis, dimana pada lapisan ini

terdapat kolagen, elastin, pembuluh darah, dan ujung saraf. Lapisan ini

memberikan perlindungan bagi kulit. Paparan UVA dalam jangka panjang dapat

merusak dan menyusutkan kolagen dan elastin, dengan demikian lapisan terluar

(epidermis) akan mengkerut atau tidak terikat lagi dengan jaringan tubuh

(Anonim, 2005a).

Radiasi UV berlebih yang masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan

efek negatif seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Efek negatif lainnya

adalah pengaruh radiasi UV terhadap sistem imun dan radikal bebas dalam tubuh.

Efek lokal radiasi UV adalah menghentikan respon sel imun terhadap sel

abnormal yang dapat mengakibatkan terbentuknya kanker kulit, sedangkan efek

sistemiknya adalah menekan respon imun dari sel Thelper (Th)-1 yang dapat mengakibatkan timbulnya autoimmune disorder (gangguan autoimun), dimana tubuh mengenali sel-sel di dalamnya sebagai sel asing (Lucas et al., 2006).

Salah satu cara untuk melindungi kulit dari efek berbahaya sinar UV

(36)

mengabsorpsi dan atau memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit.

Biasanya sunscreen merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003).

Sunscreen bekerja dengan 2 cara:

1.Memantulkan sinar (light scattering). Mekanisme tersebut menyebabkan radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan kecil kristal dari

beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis yang

kusam/buram pada permukaan kulit.

2.Mengabsorpsi panjang gelombang pada range UVA dan UVB oleh suatu senyawa. Radiasi yang diabsorpsi kemudian dikeluarkan kembali sebagai

panas oleh getaran deeksitasi pada keadaan eksitasi (Calder, 2005).

Tingkat perlindungan (efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari nilai SPF (Sun Protection Factors). SPF dapat mengindikasikan lamanya seseorang yang menggunakan sunscreen dapat bertahan di bawah sinar matahari tanpa menimbulkan eritema sebagai salah satu akibat dari sunburn (Anonim, 2007b).

Uji nilai SPF menggunakan metode in vivo adalah membandingkan MED (Minimal Erythema Dose) antara seseorang yang menggunakan sunscreen dengan yang tidak (Walters, Keeney, Wigal, Johnston, dan Cornelius, 1997). MED adalah

kuantitas energi yang efektif menimbulkan eritema (Joules/m2) yang dibutuhkan

untuk menghasilkan penampakan pertama, reaksi kemerahan dengan batas yang

(37)

SPF =

skin protected

-non in

skin protected in

MED MED

(Anonim, 1999)

Metode in vitro untuk mencari nilai SPF merupakan hubungan antara SPF dan absorbansi yang ditunjukkan pada persamaan berikut :

A = – log10

SPF 1

= log10 SPF

(Walters et al., 1997) Produk sunscreen yang telah beredar di pasaran saat ini mengandung sunscreen agent antara lain PABA (para amino benzoic acid) yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 260 – 313 nm, oxybenzone yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 270 – 350 nm, octyl methoxycinnamate yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 280 – 310 nm, dan octyl salicylate yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 260 – 310 nm (Anonim, 2007c).

H. Spektrofotometri UV–Vis

Spektrofotometri UV–Vis adalah tehnik analisis fisika-kimia yang

mengamati tentang interaksi atom atau molekul yang memakai sumber radiasi

elektromagnetik (REM) UV dekat (200 – 400 nm) dan sinar tampak (400 – 750

nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi ultraviolet jauh (100 –

200 nm) tidak dipakai sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorpsi oleh udara

(atmosfer) (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja dan Suharman, 1995).

Absorpsi cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi

(38)

dasar (ground state) yang berenergi rendah ke orbital keadaan eksitasi yang berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap selanjutnya terbuang sebagai kalor,

sebagai cahaya, atau tersalurkan dalam reaksi kimia (misalnya isomerisasi atau

reaksi-reaksi radikal bebas) (Fessenden dan Fessenden, 1986). Panjang

gelombang dimana terjadinya eksitasi elektronik yang memberikan absorbansi

yang maksimum disebut sebagai panjang gelombang maksimum (λ maks) (Mulja

dan Suharman, 1995).

Keadaan dasar suatu molekul organik mengandung elektron-elektron

valensi dalam tiga tipe utama orbital molekul, yaitu orbital sigma (σ), orbital pi

(π), dan orbital terisi tapi tak terikat (n). Transisi-transisi elektron mencakup

promosi sutau elektron dari salah satu keadaan dasar (σ, π, atau n) ke salah satu

keadaan eksitasi (σ* atau π*). Transisi elektron σ ke σ* memberikan energi yang

terbesar dan terjadi pada daerah UV jauh yang diberikan oleh ikatan tunggal.

Transisi elektron π ke π* diberikan oleh ikatan rangkap dua atau tiga yang dapat

terjadi pada daerah UV jauh (untuk ikatan rangkap menyendiri) dan UV dekat

(untuk senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi). Transisi elektron n ke σ*

atau n ke π* dapat terjadi pada senyawa yang memiliki gugus dengan satu atau

lebih elektron bebas. Transisi elektron n ke π* membutuhkan energi yang lebih

kecil daripada transisi elektron yang lain (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja

dan Suharman, 1995 ; Silverstein, Bassler, dan Morril, 1991).

Sebelum dikembangkan teori transisi elektron, orang telah mengetahui

bahwa beberapa tipe struktur organik menimbulkan warna, sedangkan tipe yang

(39)

menjalani transisi elektron π ke π* dan n ke π*) disebut kromofor, yang dalam

bahasa Yunani berarti bertanggung jawab menimbulkan warna, contohnya C≡C,

C=C, C=O, N=N, dan N=O2. Disamping itu, pada senyawa organik dikenal juga

gugus fungsionil yang mempunyai elektron bebas yang dapat mengintensifkan

warna, dikenal sebagai gugus auksokrom, yang dalam bahasa Yunani berarti

meningkatkan. Gugus auksokrom tidak dapat menjalani transisi elektron π ke π*,

tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Gugus ini akan meningkatkan panjang

gelombang dan intensitas absorpsi, contohnya ―OH, ―OR, ―NH2, ―NHR

―NR2, dan ―X (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja dan Suharman, 1995 ;

Silverstein et al., 1991).

Analisis dengan spektrofotometri UV–Vis selalu melibatkan pembacaan

absorbansi REM oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan.

Keduanya dikenal sebagai absorbansi (A) tanpa satuan dan transmitan dengan

satuan persen (T%). Lambert dan Beer membuat formula secara matematik

hubungan antara transmitan atau absorbansi terhadap intensitas radiasi sebagai

berikut :

T 1 log A

I I T

o t

= =

Dimana T adalah persen transmitan, Io adalah intensitas radiasi yang datang, It

adalah intensitas radiasi yang diteruskan, dan A adalah absorbansi. Pembacaan A

(0,2 – 0,8) atau %T (15% - 65%) akan memberikan persentase kesalahan analisis

(40)

Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel

yang berupa larutan, gas, atau uap. Sampel yang berupa larutan perlu

memperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang digunakan, yaitu pelarut yang

tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya,

tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis,

dan memiliki kemurnian atau derajat yang tinggi untuk dianalisis (Mulja dan

Suharman, 1995).

I. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental kuno yang dilakukan

dengan meneliti efek dari suatu variabel eksperimental dengan menjaga variabel

lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan

secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan.

Signifikan ini berarti adanya perubahan dari level rendah ke level tinggi pada

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yang besar pada respon

(Bolton, 1990).

Desain faktorial ini mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level,

efek, dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt,

1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan

desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti meliputi level rendah dan level

tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor.

(41)

rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan

yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu

teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu

atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa

persamaan matematika (Bolton, 1990).

Desain faktorial dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor (misal

sifat alir dan viskositas) yang masing-masing faktor diuji pada level yang berbeda,

yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain

percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan

terhadap suatu respon. Desain faktorial dalam suatu percobaan dengan dua faktor

memberikan pertanyaan sebagai berikut :

a.Apakah faktor A memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon ?

b.Apakah faktor B memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon ?

c.Apakah interaksi faktor A dan B memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu

respon? (Bolton, 1990).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan dua level

desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus : Y = b0 + b1(A) + b2(B) + b12(A)(B) ... (1)

Keterangan :

Y = respon hasil yang diamati

A, B = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimum sampai maksimum

b0 = rata-rata dari semua percobaan

(42)

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat

percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor), yaitu

(1) A dan B masing-masing pada level rendah, (a) A pada level tinggi dan B pada

level rendah, (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, serta (ab) A dan B

masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1990).

Tabel I. Desain faktorial dengan dua level dan dua faktor Formula Faktor A Faktor B Interaksi

(1) – – + a + – – b – + – ab + + +

Keterangan :

– = level rendah + = level tinggi

Formula (1) = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi

Dari persamaan (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran

yang optimum (Bolton, 1990).

Besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksinya dapat

diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan

rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek sebagai berikut :

{

} {

}

2

b -ab (1)

-a A faktor

Efek = +

{

} {

}

2

a -ab (1)

-b B faktor

(43)

{

} {

}

2

a -(1) b

-ab interaksi

Efek = +

(Bolton, 1990)

J. Iritasi Primer

Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali

kuat, asam kuat, pelarut, dan deterjen. Beratnya bermacam-macam, dari

hiperaemia (kelebihan zat kimia dalam darah), edema, dan vesikulasi sampai

pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan umumnya pada sentuhan

pertama (Lu, 1995).

Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat yang

mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan. Biasanya zat ini tidak mencapai

peredaran darah, karena langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama

berhubungan. Organ tubuh yang terlibat terutama mata, hidung, tenggorokan,

trakea, bronkus, epitel, alveolus, esophagus, dan kulit (Ariens, Simons, dan

Mutschler, 1985).

K. Landasan Teori

Radiasi sinar UV yang masuk sampai ke permukaan bumi (UVA dan

UVB) dapat menimbulkan kerusakan yang berbahaya bagi tubuh. Salah satu

(44)

diharapkan dapat mengurangi efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh

senyawa sintetik. Bahan alam yang digunakan adalah rimpang kunir putih yang

diketahui mengandung kurkumin yang dapat mengabsorpsi sinar UVA dan UVB.

Produk sunscreen yang baik seharusnya mudah dan praktis, nyaman, aman, dan efektif saat digunakan. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk sediaan

yang memenuhi persyaratan mutu. Penelitian ini membuat sediaan sunscreen dalam bentuk gel berbasis senyawa hidrofilik. Sediaan gel memiliki konsistensi

yang lembut, tidak terlalu berminyak, memberikan rasa dingin yang timbul karena

terjadinya evaporasi etanol dan air, serta dapat membentuk lapisan tipis di

permukaan kulit dengan daya lekat tinggi sehingga efek perlindungannya lebih

stabil.

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi formula gel dengan bahan

ekstrak rimpang kunir putih yang menggunakan Carbopol® sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant, dimana Carbopol® dan sorbitol dikombinasi untuk mendapatkan sediaan gel dengan sifat fisik yang baik. Gelling agent dan humectant merupakan bahan yang memegang peranan penting dalam sediaan gel sunscreen karena Carbopol® sebagai gelling agent membentuk matriks tiga dimensi yang akan menghasilkan gel dan sorbitol sebagai humectant yang bersifat higroskopis akan menahan air pada sediaan gel untuk mengurangi penguapan,

selain itu penambahan humectant dalam sediaan sunscreen bertujuan untuk mencegah timbulnya garis atau kerutan pada kulit, kulit kering, dan efek jangka

panjang lainnya karena paparan radiasi UV dari sinar matahari. Sifat fisik dan

(45)

memiliki konsistensi padat pada penyimpanan dan memiliki konsistensi cair

sesaat setelah diaplikasikan pada kulit, serta memiliki daya sebar yang baik,

dalam arti tanpa tekanan besar mampu menyebar secara merata sehingga

menjamin pemerataan dosis (efektif). Nilai SPF didapatkan melalui pengukuran

serapan ekstrak rimpang kunir putih menggunakan spektrofotometer UV dan

untuk membuktikan keamanan pemakaian gel dilakukan uji iritasi primer dengan

hewan uji kelinci albino.

L. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, diduga terdapat efek yang dominan dalam

menentukan sifat fisik, dan stabilitas gel, serta komposisi yang optimum antara

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan

desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memenuhi syarat mutu, yaitu aman (safe), manjur (effective), dan dapat diterima masyarakat (acceptable).

B. Variabel dalam Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi level gelling agent dan humectant, yaitu Carbopol® 940 dan sorbitol, masing-masing dengan level rendah dan tinggi.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar,

viskositas, dan pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan selama satu

bulan).

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama, cahaya, dan

wadah penyimpanan.

4. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu penyimpanan,

suhu ruangan, dan kelembaban ruangan.

(47)

C. Definisi Operasional

a. Ekstrak rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil perkolasi

rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 70% v/v. Hasil perkolasi ini

diasumsikan sebagai ekstrak rimpang kunir putih dengan konsentrasi 100%.

b. SPF ekstrak rimpang kunir putih adalah kemampuan ekstrak sebagai zat aktif

sunscreen untuk melindungi kulit dari paparan radiasi sinar UVB yang diukur berdasarkan serapannya pada panjang gelombang 300 nm dengan

menggunakan Spectrophotometer UV.

c. Gelling agent adalah bahan pembentuk sediaan gel yang membentuk matriks tiga dimensi. Penelitian ini menggunakan Carbopol® 940 sebagai gelling agent. d. Humectant adalah bahan dalam kosmetik yang dimaksudkan untuk

meningkatkan jumlah air (kelembaban) pada lapisan kulit terluar dengan cara

mengambil lembab dari lingkungan. Penelitian ini menggunakan sorbitol

sebagai humectant.

e. Sifat fisik gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas

fisik gel, meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas untuk

melihat stabilitas gel selama penyimpanan satu bulan.

f. Faktor adalah variabel bebas dalam penelitian, yaitu gelling agent (Carbopol® 3% b/v) dan humectant (sorbitol) yang digunakan.

g. Level merupakan nilai untuk faktor, yaitu level tinggi dan level rendah. Dalam

penelitian ini, level tinggi Carbopol® adalah 38,33 g, level rendah Carbopol®

adalah 28,33 g, level tinggi sorbitol adalah 20 g, dan level rendah sorbitol

(48)

h. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisik gel

yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.

i. Contour plot menunjukkan profil dari respon sifat fisik gel yang diperoleh melalui persamaan desain faktorial.

j. Contour plot superimposed adalah penggabungan profil respon sifat fisik gel yang optimal dari contour plot masing-masing respon berdasarkan standar yang digunakan.

k. Komposisi optimum adalah area komposisi gelling agent dan humectant yang menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas 250 sampai

260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.

l. Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia yang terjadi di tempat

kontak dan umumnya pada sentuhan pertama.

D. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak rimpang kunir

putih (Curcuma mangga Val.), etanol (kualitas p.a.), etanol (kualitas teknis), sorbitol (kualitas farmasetis), Carbopol® 940 (kualitas farmasetis), aquadest,

standar kurkuminoid E. Merck®, triethanolamine (TEA).

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas

(PYREX-GERMANY), pipet mikro, mesin penyerbuk, ayakan, perkolator, mixer dengan kecepatan 700 rpm, Viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), Spectrophotometer UV–Vis GenesysTM 6 (THERMOSPECTRONIC-USA), oven (Laboratorium

(49)

E. Tata Cara Penelitian

1. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih

Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Kulonprogo. Rimpang dicuci dengan air mengalir kemudian dilakukan sortasi

basah. Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis (± 3 mm). Pengeringan

dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 30 – 40ºC sampai rimpang

kering, ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Setelah

simplisia kering, dilakukan sortasi kering.

2. Pembuatan serbuk rimpang kunir putih

Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk

kemudian diayak dengan derajat kehalusan (20/30) (Anonim, 1986).

3. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih

Ekstrak rimpang kunir putih diperoleh dengan proses perkolasi serbuk

rimpang kunir putih dengan cairan penyari berupa campuran etanol dan air

dengan perbandingan 70 : 30 (etanol 70% v/v). Serbuk rimpang kunir putih

sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam bejana dan dibasahi dengan cairan

penyari sebanyak 1,5 L (sampai semua serbuk terendam), dimaserasi selama 24

jam. Serbuk yang telah dibasahi tersebut lalu dimasukkan ke dalam sebuah

perkolator, kemudian ditambahkan sejumlah cairan penyari sehingga cairan

penyari mulai menetes dan serbuk masih ditutupi dengan suatu lapisan cairan

penyari. Cairan penyari dibiarkan menetes dan ditambahkan terus-menerus

sampai diperoleh hasil perkolat tidak berwarna. Perkolasi 1 kg serbuk rimpang

(50)

4. Penetapan konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih dengan nilai SPF 30 a. Scanning serapan pada panjang gelombang UV

Ekstrak rimpang kunir putih diukur absorbansinya dengan spektrofotometer

UV pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Dari range tersebut, diamati panjang gelombang yang memberikan serapan.

b. Pengukuran konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih

Berbagai konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 300 nm. Absorbansi yang didapat kemudian

dihitung sebagai nilai SPF. Konsentrasi yang mendekati nilai SPF 30 adalah

konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk percobaan selanjutnya. Rumus

konversi absorbansi menjadi nilai SPF :

T 1

SPF= (Stanfield, 2003)

T log I

I log A

0 − = −

= (Walters et al., 1997)

SPF 1 log A=−

A = log SPF

SPF = 10A

c. Pembuatan larutan baku kurkumin

Standar kurkumin E. Merck® dilarutkan dalam etanol p.a. sebagai larutan

stok. Dibuat seri pengenceran menggunakan etanol p.a. dari larutan stok

(51)

7,1691 mg%, 8,7054 mg%, dan 9,2174 dan mg%. Larutan baku tersebut

diukur serapannya pada λ 300 nm dengan spektrofotometer. Pembuatan seri

larutan baku dan pengukuran serapan tersebut setiap konsentrasi diulangi

sebanyak 3 kali, kemudian dibuat persamaan garis regresi linear kurva

bakunya.

5. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih 10 % a. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum

Larutan baku kurkumin diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV–

Vis pada panjang gelombang 200 – 700 nm. Panjang gelombang maksimum

ditandai dengan nilai serapan yang paling besar.

b. Pembuatan larutan baku kurkumin

Standar kurkumin E. Merck® dilarutkan dalam etanol p.a. sebagai larutan

stok. Dibuat seri pengenceran menggunakan etanol p.a. dari larutan stok

hingga diperoleh konsentrasi 0,1792 mg%, 0,2560 mg%, 0,3328 mg%,

0,4097 mg%, dan 0,4865 mg%. Larutan baku tersebut diukur serapannya

pada λ maks dengan spektrofotometer. Pembuatan seri larutan baku dan

pengukuran serapan tersebut setiap konsentrasi diulangi sebanyak 3 kali,

kemudian dibuat persamaan garis regresi linear kurva bakunya.

c. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak

Ekstrak rimpang kunir putih diambil 10 mL lalu diencerkan dengan etanol

p.a. sampai 100 mL (konsentrasi ekstrak 10 % v/v), kemudian larutan

tersebut diambil 5 mL lalu diencerkan dengan etanol p.a. sampai 10 mL

(52)

diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan

spektrofotometer. Pembuatan ekstrak dan pengukuran serapan diulangi

sebanyak 4 kali. Serapan yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam

persamaan garis regresi linear kurva baku dan dikalikan dengan faktor

pengenceran sehingga diperoleh kadar kurkumin dalam ekstrak 10 % v/v.

6. Optimasi proses pembuatan gel a. Formula

i. Formula gel sunscreen menurut A Formulary of Cosmetic Preparation (Ash dan Michael, 1977)

Ethanol (SD-40) 48,0

Carbopol® 940 1,0

Escalol 106 (Glyceryl-p-amino benzoate) 3,0

Monoisopropilamine 0,09

Aquadest 47,91

Parfum 9,5

ii. Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula dengan

berbagai konsentrasi gelling agent :

Carbopol® 940 (3 % b/v) 28,33 – 38,33 gram

Sorbitol 10 – 20 gram

Ekstrak rimpang kunir putih 10 gram

Aquadest 40 gram

(53)

Tabel II. Formula desain faktorial Formula Carbopol® 3 % (g) Sorbitol (g)

1 28,33 10

a 38,33 10

b 28,33 20

ab 38,33 20

b. Pembuatan gel

Ekstrak rimpang kunir putih dan sorbitol dicampur secara manual dengan

pengadukan tanpa pemanasan sampai homogen (campuran 1). Carbopol®

dan aquadest juga dicampur secara manual dengan pengadukan tanpa

pemanasan sampai homogen (campuran 2). Campuran (1) dimasukkan ke

dalam campuran (2) kemudian dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan 700 rpm selama 10 menit. Setelah campuran homogen,

tambahkan TEA sedikit demi sedikit sambil tetap dicampur mengunakan

mixer dengan kecepatan 700 rpm selama 5 menit.

7. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih a. Uji daya sebar

Uji daya sebar sediaan gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan cara : gel ditimbang seberat 1,0 gram,

diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat

lain dan pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit,

kemudian dicatat penyebarannya (Garg, Aggarwal, dan Singla, 2002).

b. Uji viskositas

(54)

viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) segera setelah gel

selesai dibuat dan (2) setelah disimpan selama 1 bulan untuk uji stabilitas.

8. Uji iritasi primer

0,5 g gel diletakkan di bawah kasa berukuran 1 inci persegi yang ditempatkan

di atas bagian kulit yang telah dicukur. Kasa diikatkan dengan cermat pada

hewan selama 24 jam. Pada akhir periode, kasa diambil dan reaksi kulit diberi

angka sesuai dengan tingkat (1) eritema dan (2) pembentukan edema. Reaksi

kulit dibaca lagi setelah 48 jam dan 72 jam (Lu, 1995).

Tabel III. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)

Jenis Iritasi Skor

Tanpa eritema 0

Eritema hampir tidak tampak 1

Eritema berbatas jelas 2

Eritema moderat sampai berat 3

Eritema

Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak 4

Tanpa edema 0

Edema hampir tidak tampak 1

Edema tepi berbatas jelas 2

Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3

Edema

Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan meluas keluar daerah pejanan)

4

Tabel IV. Kriteria iritasi (Lu, 1995)

Indeks Iritasi Kriteria Iritasi Senyawa Kimia

< 2 Kurang merangsang

2-5 Iritan Moderat

(55)

F. Analisis Data dan Optimasi

Data yang terkumpul dari uji sifat fisik dianalisis dengan analisis statistik

Anova menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode desain faktorial

untuk melihat besarnya efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik gel.

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga Val.)

Tahap awal pembuatan ekstrak rimpang kunir putih adalah pengumpulan

bahan baku rimpang kunir putih yang diperoleh dari Wates, Kulonprogo.

Rimpang yang didapat kemudian disortasi, dibersihkan dari bahan organik asing

atau kotoran-kotoran yang melekat, seperti tanah, daun, batang, dan rimpang

tanaman lain. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku simplisia

benar dan murni, berasal dari tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val.). Rimpang selanjutnya dicuci dengan air mengalir untuk menekan angka kuman,

kemudian ditiriskan agar kelebihan air mengalir. Rimpang yang sudah bersih lalu

dirajang dengan tebal irisan ± 3 mm. Perajangan ini dilakukan untuk mempercepat

dan memudahkan proses pengeringan simplisia. Irisan yang terlalu tebal dapat

memperlama proses pengeringan dan kemungkinan dapat menyebabkan simplisia

berjamur atau membusuk karena enzim yang terkandung masih aktif. Irisan yang

terlalu tipis juga tidak baik karena mempermudah terjadinya perusakan

kandungan kimia akibat reaksi oksidasi dan reduksi.

Irisan rimpang kunir putih kemudian dikeringkan di bawah sinar

matahari dan dilanjutkan dengan dikeringkan menggunakan oven. Pengeringan

tidak langsung dilakukan dengan menggunakan oven karena kapasitas irisan

rimpang yang dapat muat ke dalam oven hanya sedikit, sedangkan irisan rimpang

yang akan dikeringkan jumlahnya sangat banyak. Pengeringan di bawah sinar

(57)

matahari dilakukan dengan menata irisan rimpang sedemikian rupa sehingga

irisan rimpang tidak saling menumpuk agar rimpang lebih cepat mengering dan

mencegah pertumbuhan kapang. Irisan rimpang ditutup dengan kain hitam untuk

menghindari terurainya kandungan kimia karena radiasi sinar matahari dan debu.

Pengeringan dilakukan agar simplisia tahan lama dalam penyimpanan karena

terurainya kandungan kimia akibat pengaruh enzim dapat dihindari, selain itu juga

bertujuan untuk menekan angka kapang. Irisan rimpang yang sudah cukup kering

kemudian dilanjutkan pengeringannya dengan menggunakan oven pada suhu 30 –

40ºC sampai simplisia sudah benar-benar kering, ditandai dengan simplisia mudah

hancur jika diremas atau mudah dipatahkan. Simplisia yang sudah kering

kemudian disortasi kembali untuk memisahkan simplisia dari sisa-sisa kotoran

dan simplisia yang rusak akibat proses sebelumnya. Simplisia selanjutnya

diserbuk dengan mesin penyerbuk. Penyerbukan bertujuan untuk meningkatkan

luas permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut, dengan

demikian semakin halus serbuk simplisia makin baik ekstraksinya. Akan tetapi,

penyerbukan yang terlalu halus menyebabkan banyak dinding sel pecah sehingga

zat yang tidak diinginkan akan ikut dalam hasil penyarian, selain itu serbuk akan

memadat atau merapat karena ukurannya yang terlalu kecil sehingga pelarut susah

membasahi serbuk karena ruang antar sel berkurang. Oleh karena itu, serbuk

simplisia yang didapat kemudian diayak dengan ukuran ayakan 20/30 agar ukuran

serbuk lebih homogen dan pembasahan oleh pelarut lebih mudah.

Serbuk simplisia kemudian diekstrak dengan pelarut etanol 70%. Etanol

(58)

pendahuluan sehingga yang diharapkan akan diperoleh adalah seluruh ekstraknya.

Pemilihan pelarut yang digunakan didasarkan pada kemampuannya melarutkan

metabolit sekunder (selektif), mudah dipindahkan, murah dan mudah diperoleh,

inert, tidak toksik, dan tidak mudah terbakar. Campuran etanol-air (etanol 70%)

digunakan sebagai pelarut karena air murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak

mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan alamiah,

sedangkan etanol dapat efisien berpenetrasi ke dalam membran sel, lebih selektif,

kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, absorbsinya baik,

dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan

untuk pemekatan lebih sedikit. Etanol dapat melarutkan kurkumin yang

terkandung dalam ekstrak kunir putih yang berkhasiat sebagai bahan aktif gel

sunscreen (penyerap UV).

Ekstraksi serbuk rimpang kunir putih yang dilakukan adalah dengan cara

perkolasi, yaitu cara penyarian dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk

simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia yang telah

dibasahi ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi

sekat berpori. Cairan penyari yang selalu baru dialirkan dari atas ke bawah

melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan

Gambar

Gambar 14. Contour Plot Super Imposed Sifat fisik dan Stabilitas Gel
Gambar 1. Struktur kurkumin (Heinrich, Barnes, Gibbons, dan Williamson,
Gambar 2. Struktur umum carbomer (Anonim, 2001)
Gambar 3. Struktur sorbitol (Anonim, 1979)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi komposisi Carbopol 940 sebagai gelling agent dan Tween 80 sebagai emulsifying agent pada sediaan emulgel sunscreen ekstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh Carbopol  940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant terhadap sifat dan stabilitas fisik

Penulis skripsi dengan judul “Optimasi Carbopol Sebagai Gelling Agent Dan Virgin Coconut Oil Sebagai Fase Minyak Dalam Sediaan Emulgel Sunscreen Ekstrak Lidah Buaya Dengan

Ada pengaruh dari komposisi carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant dalam emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophilli.) pada level

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ( Camellia sinensis L.) dengan

Penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang pengaruh penambahan konsentrasi CMC-Na pada sediaan gel sunscreen ekstrak temu giring (Curcuma

Ditemukan profil sifat fisis gel sunscreen ekstrak etanol Curcuma mangga pada respon daya sebar, viskositas dan perubahan viskositas. Ditemukan area optimum komposisi

Ditemukan profil sifat fisis gel sunscreen ekstrak etanol Curcuma mangga pada respon daya sebar, viskositas dan perubahan viskositas. Ditemukan area optimum komposisi