Intisari
Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan variasi komposisi gelling agent (Carbopol®) dan humectant (sorbitol) bertujuan untuk memperoleh komposisi optimum dari gelling agent dan humectant agar didapat formula gel yang memiliki sifat fisik yang baik.
Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dengan dua faktor, yaitu Carbopol®-sorbitol dan dua level yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula gel sunscreen menggunakan metode desain faktorial dengan membuat beberapa variasi kombinasi gelling agent dan humectant. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik gel meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas sediaan selama penyimpanan. Parameter sifat fisik sediaan gel dianalisis dengan analisis statistik ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode optimasi desain faktorial dan Yate’s Treatment.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunir putih dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UVA–UVB, Carbopol® merupakan faktor yang dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel sunscreen. Diperoleh area optimum formula gel sunscreen berdasarkan contour plot superimposed yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas pada level yang diteliti. Optimasi formula menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas antara 250 – 260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.
Kata kunci : ekstrak rimpang kunir putih, Carbopol®, sorbitol, desain faktorial
Abstract
The research about optimizing of sunscreen gel formula from Curcuma mangga Val. rhizome extract with variation of gelling agent (Carbopol®) and humectant (sorbitol) composition is purposed to get an optimum composition of gelling agent and humectant, so it can achieve gel formula which has good physical characteristic.
This research including pure experimental design with double experimental variable, with two factors that is Carbopol®–sorbitol and two levels that is high level–low level. Optimizing of sunscreen gel formula composition use factorial design method with make some variations of gelling agent and humectant. Optimizing is done to characteristic parameters including spreadability, viscosity, and alteration of viscosity of preparation during storage. The physical characteristic parameters and stability of gel preparation is analyzed with ANOVA statistic using α 95% which is using factorial design optimizing method and Yate’s Treatment.
Data analyze result shows that C. mangga rhizome extract can give absorption at UVA–UVB wavelength, Carbopol® is dominant and significant influential factor in determining spreadability, viscosity, and alteration of viscosity (stability) of sunscreen gel. Optimum area of sunscreen gel formula based on contour plot superimposed including spreadability, viscosity, and stability at the researched level has been found. Formula optimizing produce gel with spreadability less than 5 cm, viscosity between 250 – 260 dPa.s, and viscosity movement is less than 3%.
Key word : C. mangga rhizome extract, Carbopol®, sorbitol, factorial design
FORMULASI SEDIAAN SUNSCREEN EKSTRAK RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.) DENGAN CARBOPOL® 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN SORBITOL SEBAGAI HUMECTANT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Eva Nur Fitriana
NIM : 038114096
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
I asked for strength
and God gave me difficulties to make me strong
I asked for wisdom
and God gave me problem to solve
I asked for prosperity
and God gave me brains to work
I asked for courage
and God gave me dangers to overcome
I asked for love
and God gave me troubled people to help
I asked for favours
and God gave me opportunities
I received nothing that I wanted
but I received everything that I needed
My prayer has been answered
Karya ini kupersembahkan untuk :
Tuhanku yang Maha Kuasa, Allah SWT
Bapak dan Ibu, my angels and my everythings
Kakakku, guru kehidupan yang hebat
CHEmistry 03, persahabatan yang tak mungkin terlupakan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Sorbitol sebagai
Humectant. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Penulisan skripsi ini tidak pernah lepas dari bantuan, dorongan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan membantu
penulis sehingga skripsi ini akhirnya bisa terselesaikan.
3. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku dosen penguji atas waktu, bantuan,
masukan, dan saran yang telah diberikan.
4. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas waktu,
bantuan, saran, dan kritiknya.
5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., Yohanes Dwiatmaka, M.Si., dan Prof.
Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. yang telah banyak membantu dan
memberikan referensi.
6. Dewi Setyaningsih, S.Si., Apt. atas semangat dan dukungan yang telah
diberikan selama proses pembuatan skripsi.
7. Sunscreen team, Tirza dan Renny, atas doa, perhatian, dorongan, semangat, kepercayaan, dan kebersamaan selama menyelesaikan skripsi.
8. Pak Musrifin, Mas Wagiran, Mas Heru, Mas Andri, Mas Agung, Mas
Iswandi, dan Mas Otto atas bantuan dan kerjasamanya.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran, saran, dan kritik sangat
diharapkan. Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan
mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
Intisari
Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan variasi komposisi gelling agent (Carbopol®) dan humectant (sorbitol) bertujuan untuk memperoleh komposisi optimum dari gelling agent dan humectant agar didapat formula gel yang memiliki sifat fisik yang baik.
Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda dengan dua faktor, yaitu Carbopol®-sorbitol dan dua level yaitu level tinggi-level rendah. Optimasi komposisi formula gel sunscreen menggunakan metode desain faktorial dengan membuat beberapa variasi kombinasi gelling agent dan humectant. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik gel meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas sediaan selama penyimpanan. Parameter sifat fisik sediaan gel dianalisis dengan analisis statistik ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode optimasi desain faktorial dan Yate’s Treatment.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunir putih dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UVA–UVB, Carbopol® merupakan faktor yang dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel sunscreen. Diperoleh area optimum formula gel sunscreen berdasarkan contour plot superimposed yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas pada level yang diteliti. Optimasi formula menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas antara 250 – 260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.
Kata kunci : ekstrak rimpang kunir putih, Carbopol®, sorbitol, desain faktorial
Abstract
The research about optimizing of sunscreen gel formula from Curcuma mangga Val. rhizome extract with variation of gelling agent (Carbopol®) and humectant (sorbitol) composition is purposed to get an optimum composition of gelling agent and humectant, so it can achieve gel formula which has good physical characteristic.
This research including pure experimental design with double experimental variable, with two factors that is Carbopol®–sorbitol and two levels that is high level–low level. Optimizing of sunscreen gel formula composition use factorial design method with make some variations of gelling agent and humectant. Optimizing is done to characteristic parameters including spreadability, viscosity, and alteration of viscosity of preparation during storage. The physical characteristic parameters and stability of gel preparation is analyzed with ANOVA statistic using α 95% which is using factorial design optimizing method and Yate’s Treatment.
Data analyze result shows that C. mangga rhizome extract can give absorption at UVA–UVB wavelength, Carbopol® is dominant and significant influential factor in determining spreadability, viscosity, and alteration of viscosity (stability) of sunscreen gel. Optimum area of sunscreen gel formula based on contour plot superimposed including spreadability, viscosity, and stability at the researched level has been found. Formula optimizing produce gel with spreadability less than 5 cm, viscosity between 250 – 260 dPa.s, and viscosity movement is less than 3%.
Key word : C. mangga rhizome extract, Carbopol®, sorbitol, factorial design
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Keaslian Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Kunir Putih ... 8
B. Kurkumin ... 10
C. Ekstrak ... 11
D. Gel ... 11
E. Gelling Agent ... 13
F. Humectant ... 14
G. Sinar Ultraviolet (UV) dan Sunscreen ... 15
H. Spektrofotometri UV–Vis... 19
I. Metode Desain Faktorial ... 22
J. Iritasi Primer ... 25
K. Landasan Teori ... 25
L. Hipotesis ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 28
B. Variabel dalam Penelitian ... 28
C. Definisi Operasional ... 29
D. Bahan dan Alat ... 30
E. Tata Cara Penelitian ... 31
1. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih ... 31
2. Pembuatan serbuk rimpang kunir putih ... 31
3. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih ... 31
4. Penetapan konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih dengan nilai SPF (Sun Protection Factors) 30 ... 32
5. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih 10 % ... 33
6. Optimasi proses pembuatan gel ... 34
7. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih ... 35
8. Uji iritasi primer ... 36
F. Analisis Data dan Optimasi ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga Val.) ... 38
B. Penetapan Konsentrasi Ekstrak Rimpang Kunir Putih dengan Nilai SPF 30 ... 41
C. Pengukuran Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir Putih 10 % ... 45
D. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 47
E. Optimasi Formula Gel Sunscreen ... 58
F. Uji Iritasi Primer Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
LAMPIRAN ... 71
BIOGRAFI PENULIS ... 101
DAFTAR TABEL
Tabel I. Desain Faktorial dengan Dua Level dan Dua Faktor ... 24
Tabel II. Formula Desain Faktorial ... 35
Tabel III. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit ... 36
Tabel IV. Kriteria Iritasi ... 36
Tabel V. Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 49
Tabel VI. Efek Carbopol® 3% b/v, Efek Sorbitol, dan Efek Interaksi Antar Keduanya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Sunscreen ... 50
Tabel VII. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Daya Sebar Gel ... 53
Tabel VIII. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Viskositas Gel ... 55
Tabel IX. Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Pergeseran Viskositas Gel ... 58
Tabel X. Skor Indeks Iritasi Primer Gel Sunscreen pada Kelinci Albino ... 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kurkumin ... 10
Gambar 2. Struktur Umum Carbomer... 13
Gambar 3. Struktur Sorbitol ... 15
Gambar 4. Spektrum Serapan Sediaan Sunscreen ... 42
Gambar 5. Scanning Panjang Gelombang Ekstrak Rimpang Kunir Putih .... 43
Gambar 6. Scanning Panjang Gelombang Larutan Kurkuminoid Standar ... 46
Gambar 7. Ikatan Terkonjugasi (Kromofor) dan Gugus Auksokrom pada Struktur Kurkumin ... 47
Gambar 8. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Daya Sebar Gel Sunscreen ... 52
Gambar 9. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Viskositas Gel Sunscreen ... 54
Gambar 10. Hubungan Pengaruh Carbopol® 3% b/v dan Sorbitol terhadap Pergeseran Viskositas Gel Sunscreen ... 57
Gambar 11. Contour Plot Daya Sebar Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 59
Gambar 12. Contour Plot Viskositas Gel SunscreenEkstrak Rimpang Kunir Putih ... 60
Gambar 13. Contour Plot Pergeseran Viskositas Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 61
Gambar 14. Contour Plot Super Imposed Sifat fisik dan Stabilitas Gel
Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 63
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Konsentrasi C. mangga dengan Nilai SPF 30 ... 71
Lampiran 2. Kadar Kurkumin dalam Ekstrak C. mangga 10 % ... 74
Lampiran 3. Data Penimbangan, Notasi, dan Formula Desain Faktorial .... 78
Lampiran 4. Data Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 79
Lampiran 5. Perhitungan Efek Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 82
Lampiran 6. Analysis of Variance (ANOVA) dengan Metode Yate’s Treatment ... 84
Lampiran 7. Perhitungan Persamaan Regresi ... 89
Lampiran 8. Data Uji Iritasi Primer ... 94
Lampiran 9. Foto Tanaman dan Rimpang Kunir Putih (C. mangga) ... 96
Lampiran 10. Foto Serbuk dan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga) ... 97
Lampiran 11. Foto Perkolator dan Spectrophotometer UV-Vis GenesysTM 6 (THERMOSPECTRONIC–USA) ... 98
Lampiran 12. Foto Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 99
Lampiran 13. Foto Uji Iritasi Primer pada Kelinci Albino ... 100
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas manusia sehari-hari tidak pernah lepas dari paparan sinar
matahari, dimana di dalamnya terdapat sinar ultraviolet (UV). Sinar UVA dan
UVB memegang peranan utama bagi kesehatan manusia karena memiliki panjang
gelombang yang panjang mengakibatkan sinar ini dapat mencapai permukaan
bumi, sedangkan sinar UVC memiliki panjang gelombang yang pendek sehingga
sinar ini tertahan oleh atmosfer (Anonim, 2005a). Sinar UV (UVA dan 10%
UVB) selalu ada setiap hari meskipun saat cuaca mendung, lebih dari 80% sinar
UV mampu menembus atmosfer pada hari berawan. Sinar UV dapat dipantulkan
oleh kaca, air, permukaan metal, dinding berwarna terang, dan benda-benda
berwarna terang lainnya (Anonim, 2004a).
Sinar UV bermanfaat untuk membantu perubahan provitamin D
(7-dehydrocholesterol) menjadi vitamin D, dimana vitamin D sangat bermanfaat bagi tubuh. Manfaat vitamin D antara lain untuk melancarkan aliran darah dengan cara
menghambat proliferasi sel otot polos, menghindari terjadinya arterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah karena penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah) dengan cara mengurangi jumlah kolesterol yang terdapat dalam
pembuluh darah, serta juga menghindari kerusakan tulang dengan cara mengatur
pembentukan Ca (kalsium) melalui peningkatan penyerapan Ca di usus (Lucas,
McMichael, Smith, dan Armstrong, 2006). Akan tetapi, paparan sinar UV yang
berlebihan dapat mengakibatkan sunburn yang menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, penuaan dini (skin aging), bahkan kanker kulit (Badmaev, Prakash, dan Majeed, 2005 ; Jellinek, 1970). Sinar UV yang secara biologis paling
aktif menyebabkan eritema dan hiperpigmentasi adalah sinar UV yang panjang
gelombangnya berkisar antara 290 – 320 nm (UVB) (Jellinek, 1970 ; Lu, 1995).
Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan pada kulit untuk mengurangi timbulnya
kerusakan karena radiasi sinar UV.
Penggunaan sunscreen merupakan salah satu cara untuk mengurangi bahaya yang timbul pada kulit akibat radiasi sinar UV yang berlebihan. Sunscreen
adalah senyawa kimia yang mengabsorpsi dan atau memantulkan radiasi sehingga
melemahkan energi UV sebelum terpenetrasi ke dalam kulit. Biasanya sunscreen
merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat
aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003).
Saat ini produk sunscreen yang beredar di pasaran masih banyak yang mengandung bahan aktif berupa senyawa sintetik, seperti PABA (p-amino benzoic acid) dan turunannya, benzophenone dan turunannya, octyl methoxycinnamate, dan octyl salicylate. Senyawa sintetik jika masuk ke dalam jaringan tubuh dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit yang sensitif. Selain itu, beberapa senyawa
sunscreen sintetik seperti PABA dan benzophenone telah diteliti dan dinyatakan bahwa senyawa tersebut berbahaya karena dapat meningkatkan kemungkinan
rangkapnya dan menghasilkan dua radikal bebas yang baru. Sifatnya yang sangat
larut lemak memungkinkan senyawa ini untuk menembus kulit dan membran sel,
serta dapat masuk ke dalam inti sel dimana terdapat DNA. Radikal bebas ini
kemudian akan bereaksi dan berikatan dengan DNA sehingga meningkatkan
resiko kanker kulit (Anonim, 2006a).
Penggunaan bahan alam lebih menguntungkan daripada senyawa sintetik
karena sebagian besar bahan alam dapat memberikan toleransi yang baik pada
kulit dan tidak menimbulkan iritasi berat karena alergi pada kulit yang sensitif.
Penelitian ini akan menggunakan zat aktif yang berasal dari bahan alam, yaitu
ekstrak rimpang kunir putih yang diketahui mengandung kurkumin yang mampu
mengabsorpsi UVA dan UVB (Hutapea, 1993 ; Anonim, 2004b). Oleh karena itu,
kurkumin yang berasal dari bahan alam dapat digunakan sebagai alternatif dalam
pembuatan sunscreen (Muller, 1996).
Pada umumnya sunscreen diaplikasikan dengan cara dioleskan pada permukaan kulit. Bentuk sediaan sunscreen yang sudah beredar di pasaran saat ini berupa krim dan lotion. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air (Anief, 2003). Minyak yang
terkandung dalam krim akan menimbulkan rasa tidak nyaman saat pemakaian dan
akan menjadi masalah pada orang dengan produksi kelenjar sebasea yang
perlindungannya cepat berkurang. Oleh karena itu, perlu dikembangkan bentuk
sediaan lain yang lebih baik dan nyaman saat digunakan.
Sediaan sunscreen dengan bentuk sediaan gel akan dibuat dalam penelitian ini, dimana gel sunscreen belum banyak beredar di pasaran. Gel merupakan sistem penghantaran obat yang sempurna untuk cara pemberian yang
beragam dan kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda (Allen Jr.,
2002). Gel yang dibuat adalah hidrogel. Pemilihan bentuk sediaan ini didasarkan
pada penggunaan gel sunscreen di daerah tropis, seperti Indonesia, dimana hidrogel memberikan rasa nyaman (tidak terasa panas di kulit) saat digunakan
karena tidak menutup pori kulit dan kompatibilitasnya relatif baik dengan jaringan
biologis (Zatz dan Kushla, 1996). Selain itu, sediaan sunscreen dibuat dalam bentuk gel bertujuan agar zat aktif yang berperan sebagai penyerap UV tetap
berada di dalam gel (permukaan kulit) dan tidak dapat masuk ke dalam lapisan
kulit, dengan demikian zat aktif dapat tetap bekerja optimum dalam menyerap UV
(menahan UV agar tidak menembus dan masuk ke dalam kulit). Hidrogel cocok
sebagai salep tidak berlemak untuk kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang
berlebihan. Setelah kering, hidrogel akan meninggalkan suatu lapisan tipis
transparan elastis dengan daya lekat tinggi, tidak menyumbat pori kulit, tidak
mempengaruhi respirasi kulit, dan dapat mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).
Penelitian ini menggunakan Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant dalam formula gel sunscreen. Jumlah gelling agent
dan humectant yang digunakan perlu dioptimasi untuk mendapatkan formula gel
agent dan humectant dengan berbagai tingkat konsentrasi untuk mendapatkan sediaan sunscreen yang mampu mempertahankan efektifitas pemakaian dalam jangka waktu yang cukup lama. Sediaan sunscreen membutuhkan bahan tambahan humectant untuk mencegah timbulnya garis atau kerutan, kulit kering, dan efek jangka panjang lainnya karena paparan UV dari sinar matahari (Johnson,
2002). Sunscreen yang dihasilkan diharapkan memenuhi parameter kualitas sifat fisik sediaan gel yang meliputi daya sebar, viskositas, stabilitas fisik, maupun
efektivitas dan keamanannya sebagai sunscreen.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada range panjang gelombang UVA – UVB (290 – 400 nm)?
2. Apakah ditemukan area komposisi optimum yang diprediksi sebagai formula
optimum gel serta efek yang dominan dari gelling agent, humectant, dan interaksinya?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant
belum pernah dilakukan.
Penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan bahan alam sebagai
(Badmaev, 2003), dimana penelitian ini menyatakan bahwa aktivitas kurkuminoid
dan THC (tetrahydrocurcuminoid) memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas enzim tyrosinase, melindungi kulit terhadap radiasi UVB serta terhadap iritasi kimia, fisika dan biologi (Badmaev, 2003).
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan bentuk sediaan sunscreen yang berasal dari bahan alam.
2. Manfaat Praktis
Mengetahui efek dominan dari gelling agent dan humectant dalam menentukan sifat fisik gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui serapan ekstrak rimpang kunir putih pada range panjang gelombang UVA – UVB (290 – 400 nm).
2. Mendapatkan formula optimum sediaan sunscreen dalam bentuk sediaan gel dengan bahan aktif yang berasal dari bahan alam, yaitu ekstrak rimpang kunir
putih (Curcuma mangga Val.).
a. Mengetahui yang lebih dominan antara Carbopol®, sorbitol, atau interaksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kunir Putih 1. Sistematika
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledone
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma mangga Val.
(Hutapea, 1993)
2. Morfologi
Kunir putih berupa semak dengan tinggi 1 – 2 m. Berbatang semu,
tegak, lunak, berwarna hijau, dan batang di dalam tanah membentuk rimpang.
Daun tunggal, berpelepah, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing,
panjang ± 1 m, lebar 10 – 20 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau.
Bunga majemuk di ketiak daun, bentuk tabung, ujung terbelah, benang sari
berwarna putih menempel pada mahkota, putik silindris, kepala putik bulat
berwarna kuning, mahkota lonjong berwarna putih. Buah berbentuk
bulat berwarna hijau kekuningan. Biji berbentuk bulat berwarna coklat.
Berakar serabut berwarna putih (Hutapea, 1993).
Umbi berbentuk seperti umbi jahe, berwarna kuning muda (krem),
dalam keadaan segar baunya seperti buah mangga kweni, bila telah diekstrak
atau dijadikan bubuk warnanya tetap kuning muda (krem) (Anonim, 2003).
3. Kandungan kimia
Rimpang kunir putih mengandung saponin, flavonoida (Hutapea,
1993), alkaloid, steroid, terpen dan minyak atsiri, juga mengandung senyawa
aktif seskuiterpenalkohol yang terdiri dari zederon, zedoaron, furanodien,
curzeron, currenon, furanodienon, isofuranodienon, curdion, curcumenol, procurcumenol, curcumol, curcumadiol, dehydrocurdion, dan curcumin (Anonim, 2004b).
4. Kegunaan
Rimpang kunir putih digunakan untuk mengobati demam, sebagai
antipiretik, dan bersifat sebagai penenang. Rimpang ini juga dapat digunakan
sebagai penambah nafsu makan, memperbaiki pencernaan, peluruh angin atau
kembung, penguat lambung, obat penyakit kulit, luka memar, keseleo, peluruh
kencing, penawar racun, bronkhitis (Sayekti dan Ernita, 1994 ; Muhlizah,
1999). Selain itu, rimpang kunir putih juga berkhasiat sebagai anti kanker, penurun kadar kolesterol darah, asam urat, dan pencegahan osteoporosis
B. Kurkumin
HO O
OH O
O O
Gambar 1. Struktur kurkumin (Heinrich, Barnes, Gibbons, dan Williamson, 2004)
Kurkumin adalah komponen warna kuning dari turmeric. Strukturnya yang rigid dan planar (adanya sistem konjugasi) membuat afinitas kurkumin
terhadap lipid bilayer menjadi besar, dan juga bertanggung jawab terhadap warna kuning yang ada (Nakayama, 1997).
Kurkumin dapat mengabsorpsi sinar UV yang diantaranya memiliki
panjang gelombang antara 290 – 320 nm (UVB) karena adanya sistem
terkonjugasi dan gugus auksokrom. Selain itu, kurkumin juga dapat menghambat
aktivitas enzim tyrosinase, yaitu enzim yang berperan dalam pembentukan pigmen kulit dan melanogenesis (Badmaev et al., 2005).
Kurkumin melindungi keratinosit dari kerusakan yang disebabkan oleh
xantin oksidase dan dapat digunakan sebagai antioksidan pada sediaan topikal
(Anonim, 2000a). Kurkumin mempunyai aktivitas sebagai antisiklooksigenase,
antioedema, antilipooksigenase, antioksidan, dan antilipidperoksidasi, sehingga
dapat digunakan sebagai obat anti radang (antinflamasi), antihepatotoksik (lever),
ambien (wasir), anti alergi, asma, menghambat proses penuaan, dan juga sebagai
C. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari
langsung. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter, atau cairan
etanol-air (Anonim, 1979). Penyarian simplisia dengan etanol-air dapat dilakukan dengan
infundasi, dekok, atau destilasi, sedangkan penyarian simplisia dengan pelarut
organik dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi, dan sokhletasi (Silva, Lee,
dan Kinghorn, 1998).
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang
dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral,
absorpsinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan
panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit, sedangkan kerugian etanol
adalah harganya yang mahal. Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak
menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar,
dan klorofil (Anonim, 1986).
Ekstrak rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil
perkolasi rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 70%.
D. Gel
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
Gel digolongkan berdasarkan 2 sistem klasifikasi. Sistem klasifikasi
pertama membagi gel menjadi inorganik dan organik. Inorganik gel pada
umumnya berupa sistem 2 fase, sedangkan organik gel berupa sistem 1 fase.
Klasifikasi yang kedua membagi gel menjadi hidrogel dan organogel. Hidrogel
mengandung bahan-bahan yang terdispersi sebagai koloid atau larut dalam air
(Allen Jr., 2002), sedangkan organogel mengandung pelarut non aqueous sebagai fase kontinyu (Zatz, Berry, dan Alderman, 1996).
Gel merupakan sistem penghantaran obat yang sempurna untuk cara
pemberian yang beragam dan kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda
(Allen Jr., 2002). Gel dengan tujuan penggunaan topikal tidak boleh kasar (less greasy) (Zatz et al., 1996).
Hidrogel adalah sistem dimana air tidak bisa bergerak (immobilized) oleh adanya polimer tidak larut. Salah satu alasan disukainya hidrogel sebagai
komponen dari sistem penghantaran dan pelepasan obat dikarenakan
kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologi. Polimer yang
digunakan dalam hidrogel terhidrolisis lambat dan secara bertahap melepaskan
obat bebas. Banyak polimer untuk tujuan ini telah disintesis (Zatz dan Kushla,
1996).
Hidrogel cocok sebagai salep tidak berlemak untuk kulit dengan fungsi
kelenjar sebasea yang berlebihan. Setelah kering, hidrogel akan meninggalkan
suatu lapisan tipis transparan elastis dengan daya lekat tinggi, tidak menyumbat
pori kulit, tidak mempengaruhi respirasi kulit, dan dapat mudah dicuci dengan air
E. Gelling Agent
H2
C HC
COOH n
Gambar 2. Struktur umum carbomer (Anonim, 2001)
Carbopol® (carbomer) adalah polimer sintetik asam akrilat yang memiliki berat molekul besar, berupa serbuk putih dan halus, memiliki bau yang
khas, mudah terion, sedikit asam, higroskopis, terdispersi dalam air
(menghasilkan pH 2,8 – 3,2) tetapi tidak larut dalam air dan sebagian besar
pelarut (Anonim, 2001; Zatz dan Kushla, 1996). Carbopol® 940 memiliki sifat
pengental yang baik pada konsentrasi tinggi serta menghasilkan gel yang jernih,
sangat cocok digunakan pada kosmetik dan sediaan topikal (Anonim, 2006b).
Larutan carbomer memiliki sifat alir pseudoplastic, yaitu viskositas menurun seiring dengan kecepatan pencampuran yang meningkat (Zatz dan
Kushla, 1996). Carbomer akan menghasilkan gel yang jernih dan stabil pada pH netral. Pada larutan asam (pH 3,5 – 4), carbomer membentuk sistem dispersi dengan viskositas rendah sampai sedang. Antara pH 5 – 10, polimer akan
mencapai viskositas yang optimal saat membentuk gel. Pada pH di atas 10,
struktur gel rusak dan viskositas menurun. Dispersi carbomer akan meningkat viskositasnya seiring dengan peningkatan konsentrasi polimer. Gel carbomer akan mengalami degradasi oksidatif jika terpapar cahaya matahari dan terkatalisis oleh
logam. Penyerap UV ditambahkan ke dalam gel carbomer untuk mencegah oksidasi yang dapat mengakibatkan penurunan viskositas dan stabilitas gel
Carbomer digunakan sebagai pengental, suspending dan dispersing agent, stabilizer, dan emulsifier. Carbomer sebagai gelling agent akan membentuk sistem tiga dimensi, dimana medium pendispersi akan tertahan di
dalam matriks gel. Carbomer biasa digunakan dalam kosmetik pada pH 6 sampai 9 dengan konsentasi di bawah 1%. Carbomer tidak diabsorpsi oleh jaringan tubuh karena memiliki berat molekul yang besar. Uji klinis menunjukkan bahwa
carbomer memiliki potensial iritasi dan sensitisasi kulit yang rendah sampai pada konsentrasi 100%. Hal ini membuktikan bahwa carbomer aman digunakan sebagai bahan kosmetik (Anonim, 2001; Anonim, 2006b)
F. Humectant
Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air
(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).
Humectant merupakan senyawa higroskopis yang umumnya larut dalam air. Humectant tidak menutup kulit dan mudah hilang jika tercuci. Gliserol, propilen glikol, dan sorbitol biasa digunakan sebagai humectant dalam sediaan untuk mencegah penguapan dan pembentukan lapisan kering pada permukaan produk
(Zocchi, 2001). Humectant membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari
Gambar 3. Struktur sorbitol (Anonim, 1979)
Sorbitol merupakan serbuk, granul, atau serpihan berwarna putih, bersifat
higroskopik, berasa manis, biasanya meleleh pada suhu sekitar 96ºC. Satu gram
sorbitol larut dalam 0,45 mL air, sedikit larut dalam alkohol, metanol, atau asam
asetat (Anonim, 2000b). Sorbitol sangat tidak larut dalam pelarut organik.
Sorbitol bersifat inert dan dapat bercampur dengan bahan tambahan lainnya
(Loden, 2001). Larutan sorbitol berupa cairan seperti sirup yang tidak berwarna,
jernih, berasa manis, tidak memiliki bau yang khas, dan bersifat netral. Larutan
sorbitol tidak untuk diinjeksikan (Anonim, 2000b).
Sorbitol sifatnya tidak iritatif pada kulit, dan tidak toksik jika digunakan
peroral sampai dosis 9 gram/hari. Pada umumnya sorbitol digunakan sebagai
pemanis (Loden, 2001). Saat ini sorbitol sering digunakan dalam kosmetik
modern sebagai humectant dan bahan pembengkak (thickener) karena sifatnya yang higroskopis (Anonim, 2005b). Sorbitol, di bawah kondisi 25ºC dengan
kelembaban relatif 50%, memiliki higroskopisitas sebesar 1 mg H2O / 100 mg dan
kapasitas menahan air sebesar 21 mg H2O / 100 mg (Rawlings et al., 2002).
G. Sinar UV dan Sunscreen
Sinar matahari terdiri dari tiga kategori yang dikelompokkan berdasarkan
panjang gelombangnya, yaitu UV, sinar tampak, dan infra merah. UV dekat
dan UVC (200 – 290 nm). Sinar UVC umumnya tidak mencapai permukaan bumi
karena memiliki panjang gelombang yang paling pendek sehingga terserap
seluruhnya di lapisan ozon. Sinar UVB memiliki panjang gelombang yang lebih
panjang daripada UVC sehingga masih dapat melewati lapisan ozon sekitar 10%.
Apabila lapisan ozon menipis, sinar UVB yang dapat melewati lapisan ozon akan
semakin banyak sehingga UVB yang mencapai permukaan bumi akan meningkat
jumlahnya. Sinar UVA memiliki panjang gelombang yang paling panjang diantara
sinar UV dekat lainnya sehingga sinar ini hampir seluruhnya dapat melewati
lapisan ozon. Dengan demikian sinar UV yang paling banyak mencapai
permukaan bumi adalah sinar UVA. (Anonim, 2005a ; Lucas et al., 2006).
Sinar UVB dapat memberikan efek positif dengan menginduksi produksi
vitamin D di kulit. Sepuluh dari seribu kematian di US setiap tahunnya
disebabkan oleh kanker akibat kekurangan UVB (kekurangan vitamin D).
Kekurangan vitamin D juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang dapat
mengakibatkan sakit pada tulang, sulit menahan berat badan, dan terkadang patah
tulang (Anonim, 2007a). Namun demikian, UVB merupakan sinar UV yang
paling bertanggung jawab mengakibatkan sunburn di kulit. Sinar ini hanya mampu menembus kulit sampai pada lapisan epidermis, dimana pada lapisan ini
terdapat keratinosit (sel kulit), sel basal, dan sel melanosit. Sel melanosit
mensintesis enzim tirosinase dan pigmen melanin yang kemudian dipindahkan ke
keratinosit dan menimbulkan warna di kulit. UVB akan merangsang sel melanosit
untuk membentuk melanin lebih banyak, akibatnya kulit akan menjadi lebih gelap
atau flek hitam (Anonim, 2005a). Selain itu, radiasi UVB akan menginduksi
pembentukan radikal bebas, dimana jika tubuh sudah tidak mampu menahan
radikal bebas yang jumlahnya sangat berlebih maka radikal bebas tersebut akan
bereaksi dengan molekul yang ada di dekatnya sehingga akan merusak molekul
dan struktur sel. Perusakan ini akan mendorong timbulnya kanker kulit seperti
melanoma (Anonim, 2006c).
Sinar UV yang memiliki panjang gelombang paling tinggi adalah UVA.
Sinar ini dapat menembus kulit sampai ke lapisan dermis, dimana pada lapisan ini
terdapat kolagen, elastin, pembuluh darah, dan ujung saraf. Lapisan ini
memberikan perlindungan bagi kulit. Paparan UVA dalam jangka panjang dapat
merusak dan menyusutkan kolagen dan elastin, dengan demikian lapisan terluar
(epidermis) akan mengkerut atau tidak terikat lagi dengan jaringan tubuh
(Anonim, 2005a).
Radiasi UV berlebih yang masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan
efek negatif seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Efek negatif lainnya
adalah pengaruh radiasi UV terhadap sistem imun dan radikal bebas dalam tubuh.
Efek lokal radiasi UV adalah menghentikan respon sel imun terhadap sel
abnormal yang dapat mengakibatkan terbentuknya kanker kulit, sedangkan efek
sistemiknya adalah menekan respon imun dari sel Thelper (Th)-1 yang dapat mengakibatkan timbulnya autoimmune disorder (gangguan autoimun), dimana tubuh mengenali sel-sel di dalamnya sebagai sel asing (Lucas et al., 2006).
Salah satu cara untuk melindungi kulit dari efek berbahaya sinar UV
mengabsorpsi dan atau memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit.
Biasanya sunscreen merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003).
Sunscreen bekerja dengan 2 cara:
1.Memantulkan sinar (light scattering). Mekanisme tersebut menyebabkan radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan kecil kristal dari
beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis yang
kusam/buram pada permukaan kulit.
2.Mengabsorpsi panjang gelombang pada range UVA dan UVB oleh suatu senyawa. Radiasi yang diabsorpsi kemudian dikeluarkan kembali sebagai
panas oleh getaran deeksitasi pada keadaan eksitasi (Calder, 2005).
Tingkat perlindungan (efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari nilai SPF (Sun Protection Factors). SPF dapat mengindikasikan lamanya seseorang yang menggunakan sunscreen dapat bertahan di bawah sinar matahari tanpa menimbulkan eritema sebagai salah satu akibat dari sunburn (Anonim, 2007b).
Uji nilai SPF menggunakan metode in vivo adalah membandingkan MED (Minimal Erythema Dose) antara seseorang yang menggunakan sunscreen dengan yang tidak (Walters, Keeney, Wigal, Johnston, dan Cornelius, 1997). MED adalah
kuantitas energi yang efektif menimbulkan eritema (Joules/m2) yang dibutuhkan
untuk menghasilkan penampakan pertama, reaksi kemerahan dengan batas yang
SPF =
skin protected
-non in
skin protected in
MED MED
(Anonim, 1999)
Metode in vitro untuk mencari nilai SPF merupakan hubungan antara SPF dan absorbansi yang ditunjukkan pada persamaan berikut :
A = – log10
SPF 1
= log10 SPF
(Walters et al., 1997) Produk sunscreen yang telah beredar di pasaran saat ini mengandung sunscreen agent antara lain PABA (para amino benzoic acid) yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 260 – 313 nm, oxybenzone yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 270 – 350 nm, octyl methoxycinnamate yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 280 – 310 nm, dan octyl salicylate yang mengabsorbsi pada panjang gelombang 260 – 310 nm (Anonim, 2007c).
H. Spektrofotometri UV–Vis
Spektrofotometri UV–Vis adalah tehnik analisis fisika-kimia yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul yang memakai sumber radiasi
elektromagnetik (REM) UV dekat (200 – 400 nm) dan sinar tampak (400 – 750
nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi ultraviolet jauh (100 –
200 nm) tidak dipakai sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorpsi oleh udara
(atmosfer) (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja dan Suharman, 1995).
Absorpsi cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi
dasar (ground state) yang berenergi rendah ke orbital keadaan eksitasi yang berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap selanjutnya terbuang sebagai kalor,
sebagai cahaya, atau tersalurkan dalam reaksi kimia (misalnya isomerisasi atau
reaksi-reaksi radikal bebas) (Fessenden dan Fessenden, 1986). Panjang
gelombang dimana terjadinya eksitasi elektronik yang memberikan absorbansi
yang maksimum disebut sebagai panjang gelombang maksimum (λ maks) (Mulja
dan Suharman, 1995).
Keadaan dasar suatu molekul organik mengandung elektron-elektron
valensi dalam tiga tipe utama orbital molekul, yaitu orbital sigma (σ), orbital pi
(π), dan orbital terisi tapi tak terikat (n). Transisi-transisi elektron mencakup
promosi sutau elektron dari salah satu keadaan dasar (σ, π, atau n) ke salah satu
keadaan eksitasi (σ* atau π*). Transisi elektron σ ke σ* memberikan energi yang
terbesar dan terjadi pada daerah UV jauh yang diberikan oleh ikatan tunggal.
Transisi elektron π ke π* diberikan oleh ikatan rangkap dua atau tiga yang dapat
terjadi pada daerah UV jauh (untuk ikatan rangkap menyendiri) dan UV dekat
(untuk senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi). Transisi elektron n ke σ*
atau n ke π* dapat terjadi pada senyawa yang memiliki gugus dengan satu atau
lebih elektron bebas. Transisi elektron n ke π* membutuhkan energi yang lebih
kecil daripada transisi elektron yang lain (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja
dan Suharman, 1995 ; Silverstein, Bassler, dan Morril, 1991).
Sebelum dikembangkan teori transisi elektron, orang telah mengetahui
bahwa beberapa tipe struktur organik menimbulkan warna, sedangkan tipe yang
menjalani transisi elektron π ke π* dan n ke π*) disebut kromofor, yang dalam
bahasa Yunani berarti bertanggung jawab menimbulkan warna, contohnya C≡C,
C=C, C=O, N=N, dan N=O2. Disamping itu, pada senyawa organik dikenal juga
gugus fungsionil yang mempunyai elektron bebas yang dapat mengintensifkan
warna, dikenal sebagai gugus auksokrom, yang dalam bahasa Yunani berarti
meningkatkan. Gugus auksokrom tidak dapat menjalani transisi elektron π ke π*,
tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Gugus ini akan meningkatkan panjang
gelombang dan intensitas absorpsi, contohnya ―OH, ―OR, ―NH2, ―NHR
―NR2, dan ―X (Fessenden dan Fessenden, 1986 ; Mulja dan Suharman, 1995 ;
Silverstein et al., 1991).
Analisis dengan spektrofotometri UV–Vis selalu melibatkan pembacaan
absorbansi REM oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan.
Keduanya dikenal sebagai absorbansi (A) tanpa satuan dan transmitan dengan
satuan persen (T%). Lambert dan Beer membuat formula secara matematik
hubungan antara transmitan atau absorbansi terhadap intensitas radiasi sebagai
berikut :
T 1 log A
I I T
o t
= =
Dimana T adalah persen transmitan, Io adalah intensitas radiasi yang datang, It
adalah intensitas radiasi yang diteruskan, dan A adalah absorbansi. Pembacaan A
(0,2 – 0,8) atau %T (15% - 65%) akan memberikan persentase kesalahan analisis
Spektrofotometri UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel
yang berupa larutan, gas, atau uap. Sampel yang berupa larutan perlu
memperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang digunakan, yaitu pelarut yang
tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya,
tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis,
dan memiliki kemurnian atau derajat yang tinggi untuk dianalisis (Mulja dan
Suharman, 1995).
I. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental kuno yang dilakukan
dengan meneliti efek dari suatu variabel eksperimental dengan menjaga variabel
lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan
secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan.
Signifikan ini berarti adanya perubahan dari level rendah ke level tinggi pada
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yang besar pada respon
(Bolton, 1990).
Desain faktorial ini mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level,
efek, dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt,
1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan
desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti meliputi level rendah dan level
tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor.
rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan
yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).
Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu
teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu
atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa
persamaan matematika (Bolton, 1990).
Desain faktorial dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor (misal
sifat alir dan viskositas) yang masing-masing faktor diuji pada level yang berbeda,
yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain
percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan
terhadap suatu respon. Desain faktorial dalam suatu percobaan dengan dua faktor
memberikan pertanyaan sebagai berikut :
a.Apakah faktor A memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon ?
b.Apakah faktor B memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon ?
c.Apakah interaksi faktor A dan B memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu
respon? (Bolton, 1990).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan dua level
desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus : Y = b0 + b1(A) + b2(B) + b12(A)(B) ... (1)
Keterangan :
Y = respon hasil yang diamati
A, B = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimum sampai maksimum
b0 = rata-rata dari semua percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor), yaitu
(1) A dan B masing-masing pada level rendah, (a) A pada level tinggi dan B pada
level rendah, (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, serta (ab) A dan B
masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1990).
Tabel I. Desain faktorial dengan dua level dan dua faktor Formula Faktor A Faktor B Interaksi
(1) – – + a + – – b – + – ab + + +
Keterangan :
– = level rendah + = level tinggi
Formula (1) = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi
Dari persamaan (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran
yang optimum (Bolton, 1990).
Besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksinya dapat
diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan
rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek sebagai berikut :
{
} {
}
2b -ab (1)
-a A faktor
Efek = +
{
} {
}
2a -ab (1)
-b B faktor
{
} {
}
2a -(1) b
-ab interaksi
Efek = +
(Bolton, 1990)
J. Iritasi Primer
Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali
kuat, asam kuat, pelarut, dan deterjen. Beratnya bermacam-macam, dari
hiperaemia (kelebihan zat kimia dalam darah), edema, dan vesikulasi sampai
pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan umumnya pada sentuhan
pertama (Lu, 1995).
Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat yang
mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan. Biasanya zat ini tidak mencapai
peredaran darah, karena langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama
berhubungan. Organ tubuh yang terlibat terutama mata, hidung, tenggorokan,
trakea, bronkus, epitel, alveolus, esophagus, dan kulit (Ariens, Simons, dan
Mutschler, 1985).
K. Landasan Teori
Radiasi sinar UV yang masuk sampai ke permukaan bumi (UVA dan
UVB) dapat menimbulkan kerusakan yang berbahaya bagi tubuh. Salah satu
diharapkan dapat mengurangi efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh
senyawa sintetik. Bahan alam yang digunakan adalah rimpang kunir putih yang
diketahui mengandung kurkumin yang dapat mengabsorpsi sinar UVA dan UVB.
Produk sunscreen yang baik seharusnya mudah dan praktis, nyaman, aman, dan efektif saat digunakan. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk sediaan
yang memenuhi persyaratan mutu. Penelitian ini membuat sediaan sunscreen dalam bentuk gel berbasis senyawa hidrofilik. Sediaan gel memiliki konsistensi
yang lembut, tidak terlalu berminyak, memberikan rasa dingin yang timbul karena
terjadinya evaporasi etanol dan air, serta dapat membentuk lapisan tipis di
permukaan kulit dengan daya lekat tinggi sehingga efek perlindungannya lebih
stabil.
Dalam penelitian ini dilakukan optimasi formula gel dengan bahan
ekstrak rimpang kunir putih yang menggunakan Carbopol® sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant, dimana Carbopol® dan sorbitol dikombinasi untuk mendapatkan sediaan gel dengan sifat fisik yang baik. Gelling agent dan humectant merupakan bahan yang memegang peranan penting dalam sediaan gel sunscreen karena Carbopol® sebagai gelling agent membentuk matriks tiga dimensi yang akan menghasilkan gel dan sorbitol sebagai humectant yang bersifat higroskopis akan menahan air pada sediaan gel untuk mengurangi penguapan,
selain itu penambahan humectant dalam sediaan sunscreen bertujuan untuk mencegah timbulnya garis atau kerutan pada kulit, kulit kering, dan efek jangka
panjang lainnya karena paparan radiasi UV dari sinar matahari. Sifat fisik dan
memiliki konsistensi padat pada penyimpanan dan memiliki konsistensi cair
sesaat setelah diaplikasikan pada kulit, serta memiliki daya sebar yang baik,
dalam arti tanpa tekanan besar mampu menyebar secara merata sehingga
menjamin pemerataan dosis (efektif). Nilai SPF didapatkan melalui pengukuran
serapan ekstrak rimpang kunir putih menggunakan spektrofotometer UV dan
untuk membuktikan keamanan pemakaian gel dilakukan uji iritasi primer dengan
hewan uji kelinci albino.
L. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, diduga terdapat efek yang dominan dalam
menentukan sifat fisik, dan stabilitas gel, serta komposisi yang optimum antara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan
desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memenuhi syarat mutu, yaitu aman (safe), manjur (effective), dan dapat diterima masyarakat (acceptable).
B. Variabel dalam Penelitian 1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi level gelling agent dan humectant, yaitu Carbopol® 940 dan sorbitol, masing-masing dengan level rendah dan tinggi.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar,
viskositas, dan pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan selama satu
bulan).
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama, cahaya, dan
wadah penyimpanan.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu penyimpanan,
suhu ruangan, dan kelembaban ruangan.
C. Definisi Operasional
a. Ekstrak rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil perkolasi
rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 70% v/v. Hasil perkolasi ini
diasumsikan sebagai ekstrak rimpang kunir putih dengan konsentrasi 100%.
b. SPF ekstrak rimpang kunir putih adalah kemampuan ekstrak sebagai zat aktif
sunscreen untuk melindungi kulit dari paparan radiasi sinar UVB yang diukur berdasarkan serapannya pada panjang gelombang 300 nm dengan
menggunakan Spectrophotometer UV.
c. Gelling agent adalah bahan pembentuk sediaan gel yang membentuk matriks tiga dimensi. Penelitian ini menggunakan Carbopol® 940 sebagai gelling agent. d. Humectant adalah bahan dalam kosmetik yang dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah air (kelembaban) pada lapisan kulit terluar dengan cara
mengambil lembab dari lingkungan. Penelitian ini menggunakan sorbitol
sebagai humectant.
e. Sifat fisik gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas
fisik gel, meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas untuk
melihat stabilitas gel selama penyimpanan satu bulan.
f. Faktor adalah variabel bebas dalam penelitian, yaitu gelling agent (Carbopol® 3% b/v) dan humectant (sorbitol) yang digunakan.
g. Level merupakan nilai untuk faktor, yaitu level tinggi dan level rendah. Dalam
penelitian ini, level tinggi Carbopol® adalah 38,33 g, level rendah Carbopol®
adalah 28,33 g, level tinggi sorbitol adalah 20 g, dan level rendah sorbitol
h. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisik gel
yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.
i. Contour plot menunjukkan profil dari respon sifat fisik gel yang diperoleh melalui persamaan desain faktorial.
j. Contour plot superimposed adalah penggabungan profil respon sifat fisik gel yang optimal dari contour plot masing-masing respon berdasarkan standar yang digunakan.
k. Komposisi optimum adalah area komposisi gelling agent dan humectant yang menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari 5 cm, viskositas 250 sampai
260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 3%.
l. Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia yang terjadi di tempat
kontak dan umumnya pada sentuhan pertama.
D. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak rimpang kunir
putih (Curcuma mangga Val.), etanol (kualitas p.a.), etanol (kualitas teknis), sorbitol (kualitas farmasetis), Carbopol® 940 (kualitas farmasetis), aquadest,
standar kurkuminoid E. Merck®, triethanolamine (TEA).
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas
(PYREX-GERMANY), pipet mikro, mesin penyerbuk, ayakan, perkolator, mixer dengan kecepatan 700 rpm, Viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), Spectrophotometer UV–Vis GenesysTM 6 (THERMOSPECTRONIC-USA), oven (Laboratorium
E. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih
Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Kulonprogo. Rimpang dicuci dengan air mengalir kemudian dilakukan sortasi
basah. Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis (± 3 mm). Pengeringan
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 30 – 40ºC sampai rimpang
kering, ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Setelah
simplisia kering, dilakukan sortasi kering.
2. Pembuatan serbuk rimpang kunir putih
Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk
kemudian diayak dengan derajat kehalusan (20/30) (Anonim, 1986).
3. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih
Ekstrak rimpang kunir putih diperoleh dengan proses perkolasi serbuk
rimpang kunir putih dengan cairan penyari berupa campuran etanol dan air
dengan perbandingan 70 : 30 (etanol 70% v/v). Serbuk rimpang kunir putih
sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam bejana dan dibasahi dengan cairan
penyari sebanyak 1,5 L (sampai semua serbuk terendam), dimaserasi selama 24
jam. Serbuk yang telah dibasahi tersebut lalu dimasukkan ke dalam sebuah
perkolator, kemudian ditambahkan sejumlah cairan penyari sehingga cairan
penyari mulai menetes dan serbuk masih ditutupi dengan suatu lapisan cairan
penyari. Cairan penyari dibiarkan menetes dan ditambahkan terus-menerus
sampai diperoleh hasil perkolat tidak berwarna. Perkolasi 1 kg serbuk rimpang
4. Penetapan konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih dengan nilai SPF 30 a. Scanning serapan pada panjang gelombang UV
Ekstrak rimpang kunir putih diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
UV pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Dari range tersebut, diamati panjang gelombang yang memberikan serapan.
b. Pengukuran konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih
Berbagai konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 300 nm. Absorbansi yang didapat kemudian
dihitung sebagai nilai SPF. Konsentrasi yang mendekati nilai SPF 30 adalah
konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk percobaan selanjutnya. Rumus
konversi absorbansi menjadi nilai SPF :
T 1
SPF= (Stanfield, 2003)
T log I
I log A
0 − = −
= (Walters et al., 1997)
SPF 1 log A=−
A = log SPF
SPF = 10A
c. Pembuatan larutan baku kurkumin
Standar kurkumin E. Merck® dilarutkan dalam etanol p.a. sebagai larutan
stok. Dibuat seri pengenceran menggunakan etanol p.a. dari larutan stok
7,1691 mg%, 8,7054 mg%, dan 9,2174 dan mg%. Larutan baku tersebut
diukur serapannya pada λ 300 nm dengan spektrofotometer. Pembuatan seri
larutan baku dan pengukuran serapan tersebut setiap konsentrasi diulangi
sebanyak 3 kali, kemudian dibuat persamaan garis regresi linear kurva
bakunya.
5. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih 10 % a. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum
Larutan baku kurkumin diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV–
Vis pada panjang gelombang 200 – 700 nm. Panjang gelombang maksimum
ditandai dengan nilai serapan yang paling besar.
b. Pembuatan larutan baku kurkumin
Standar kurkumin E. Merck® dilarutkan dalam etanol p.a. sebagai larutan
stok. Dibuat seri pengenceran menggunakan etanol p.a. dari larutan stok
hingga diperoleh konsentrasi 0,1792 mg%, 0,2560 mg%, 0,3328 mg%,
0,4097 mg%, dan 0,4865 mg%. Larutan baku tersebut diukur serapannya
pada λ maks dengan spektrofotometer. Pembuatan seri larutan baku dan
pengukuran serapan tersebut setiap konsentrasi diulangi sebanyak 3 kali,
kemudian dibuat persamaan garis regresi linear kurva bakunya.
c. Pengukuran kadar kurkumin dalam ekstrak
Ekstrak rimpang kunir putih diambil 10 mL lalu diencerkan dengan etanol
p.a. sampai 100 mL (konsentrasi ekstrak 10 % v/v), kemudian larutan
tersebut diambil 5 mL lalu diencerkan dengan etanol p.a. sampai 10 mL
diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan
spektrofotometer. Pembuatan ekstrak dan pengukuran serapan diulangi
sebanyak 4 kali. Serapan yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan garis regresi linear kurva baku dan dikalikan dengan faktor
pengenceran sehingga diperoleh kadar kurkumin dalam ekstrak 10 % v/v.
6. Optimasi proses pembuatan gel a. Formula
i. Formula gel sunscreen menurut A Formulary of Cosmetic Preparation (Ash dan Michael, 1977)
Ethanol (SD-40) 48,0
Carbopol® 940 1,0
Escalol 106 (Glyceryl-p-amino benzoate) 3,0
Monoisopropilamine 0,09
Aquadest 47,91
Parfum 9,5
ii. Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula dengan
berbagai konsentrasi gelling agent :
Carbopol® 940 (3 % b/v) 28,33 – 38,33 gram
Sorbitol 10 – 20 gram
Ekstrak rimpang kunir putih 10 gram
Aquadest 40 gram
Tabel II. Formula desain faktorial Formula Carbopol® 3 % (g) Sorbitol (g)
1 28,33 10
a 38,33 10
b 28,33 20
ab 38,33 20
b. Pembuatan gel
Ekstrak rimpang kunir putih dan sorbitol dicampur secara manual dengan
pengadukan tanpa pemanasan sampai homogen (campuran 1). Carbopol®
dan aquadest juga dicampur secara manual dengan pengadukan tanpa
pemanasan sampai homogen (campuran 2). Campuran (1) dimasukkan ke
dalam campuran (2) kemudian dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan 700 rpm selama 10 menit. Setelah campuran homogen,
tambahkan TEA sedikit demi sedikit sambil tetap dicampur mengunakan
mixer dengan kecepatan 700 rpm selama 5 menit.
7. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih a. Uji daya sebar
Uji daya sebar sediaan gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan cara : gel ditimbang seberat 1,0 gram,
diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat
lain dan pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit,
kemudian dicatat penyebarannya (Garg, Aggarwal, dan Singla, 2002).
b. Uji viskositas
viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) segera setelah gel
selesai dibuat dan (2) setelah disimpan selama 1 bulan untuk uji stabilitas.
8. Uji iritasi primer
0,5 g gel diletakkan di bawah kasa berukuran 1 inci persegi yang ditempatkan
di atas bagian kulit yang telah dicukur. Kasa diikatkan dengan cermat pada
hewan selama 24 jam. Pada akhir periode, kasa diambil dan reaksi kulit diberi
angka sesuai dengan tingkat (1) eritema dan (2) pembentukan edema. Reaksi
kulit dibaca lagi setelah 48 jam dan 72 jam (Lu, 1995).
Tabel III. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)
Jenis Iritasi Skor
Tanpa eritema 0
Eritema hampir tidak tampak 1
Eritema berbatas jelas 2
Eritema moderat sampai berat 3
Eritema
Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak 4
Tanpa edema 0
Edema hampir tidak tampak 1
Edema tepi berbatas jelas 2
Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3
Edema
Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan meluas keluar daerah pejanan)
4
Tabel IV. Kriteria iritasi (Lu, 1995)
Indeks Iritasi Kriteria Iritasi Senyawa Kimia
< 2 Kurang merangsang
2-5 Iritan Moderat
F. Analisis Data dan Optimasi
Data yang terkumpul dari uji sifat fisik dianalisis dengan analisis statistik
Anova menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode desain faktorial
untuk melihat besarnya efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik gel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih (C. mangga Val.)
Tahap awal pembuatan ekstrak rimpang kunir putih adalah pengumpulan
bahan baku rimpang kunir putih yang diperoleh dari Wates, Kulonprogo.
Rimpang yang didapat kemudian disortasi, dibersihkan dari bahan organik asing
atau kotoran-kotoran yang melekat, seperti tanah, daun, batang, dan rimpang
tanaman lain. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku simplisia
benar dan murni, berasal dari tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val.). Rimpang selanjutnya dicuci dengan air mengalir untuk menekan angka kuman,
kemudian ditiriskan agar kelebihan air mengalir. Rimpang yang sudah bersih lalu
dirajang dengan tebal irisan ± 3 mm. Perajangan ini dilakukan untuk mempercepat
dan memudahkan proses pengeringan simplisia. Irisan yang terlalu tebal dapat
memperlama proses pengeringan dan kemungkinan dapat menyebabkan simplisia
berjamur atau membusuk karena enzim yang terkandung masih aktif. Irisan yang
terlalu tipis juga tidak baik karena mempermudah terjadinya perusakan
kandungan kimia akibat reaksi oksidasi dan reduksi.
Irisan rimpang kunir putih kemudian dikeringkan di bawah sinar
matahari dan dilanjutkan dengan dikeringkan menggunakan oven. Pengeringan
tidak langsung dilakukan dengan menggunakan oven karena kapasitas irisan
rimpang yang dapat muat ke dalam oven hanya sedikit, sedangkan irisan rimpang
yang akan dikeringkan jumlahnya sangat banyak. Pengeringan di bawah sinar
matahari dilakukan dengan menata irisan rimpang sedemikian rupa sehingga
irisan rimpang tidak saling menumpuk agar rimpang lebih cepat mengering dan
mencegah pertumbuhan kapang. Irisan rimpang ditutup dengan kain hitam untuk
menghindari terurainya kandungan kimia karena radiasi sinar matahari dan debu.
Pengeringan dilakukan agar simplisia tahan lama dalam penyimpanan karena
terurainya kandungan kimia akibat pengaruh enzim dapat dihindari, selain itu juga
bertujuan untuk menekan angka kapang. Irisan rimpang yang sudah cukup kering
kemudian dilanjutkan pengeringannya dengan menggunakan oven pada suhu 30 –
40ºC sampai simplisia sudah benar-benar kering, ditandai dengan simplisia mudah
hancur jika diremas atau mudah dipatahkan. Simplisia yang sudah kering
kemudian disortasi kembali untuk memisahkan simplisia dari sisa-sisa kotoran
dan simplisia yang rusak akibat proses sebelumnya. Simplisia selanjutnya
diserbuk dengan mesin penyerbuk. Penyerbukan bertujuan untuk meningkatkan
luas permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut, dengan
demikian semakin halus serbuk simplisia makin baik ekstraksinya. Akan tetapi,
penyerbukan yang terlalu halus menyebabkan banyak dinding sel pecah sehingga
zat yang tidak diinginkan akan ikut dalam hasil penyarian, selain itu serbuk akan
memadat atau merapat karena ukurannya yang terlalu kecil sehingga pelarut susah
membasahi serbuk karena ruang antar sel berkurang. Oleh karena itu, serbuk
simplisia yang didapat kemudian diayak dengan ukuran ayakan 20/30 agar ukuran
serbuk lebih homogen dan pembasahan oleh pelarut lebih mudah.
Serbuk simplisia kemudian diekstrak dengan pelarut etanol 70%. Etanol
pendahuluan sehingga yang diharapkan akan diperoleh adalah seluruh ekstraknya.
Pemilihan pelarut yang digunakan didasarkan pada kemampuannya melarutkan
metabolit sekunder (selektif), mudah dipindahkan, murah dan mudah diperoleh,
inert, tidak toksik, dan tidak mudah terbakar. Campuran etanol-air (etanol 70%)
digunakan sebagai pelarut karena air murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak
mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan alamiah,
sedangkan etanol dapat efisien berpenetrasi ke dalam membran sel, lebih selektif,
kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, absorbsinya baik,
dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan
untuk pemekatan lebih sedikit. Etanol dapat melarutkan kurkumin yang
terkandung dalam ekstrak kunir putih yang berkhasiat sebagai bahan aktif gel
sunscreen (penyerap UV).
Ekstraksi serbuk rimpang kunir putih yang dilakukan adalah dengan cara
perkolasi, yaitu cara penyarian dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia yang telah
dibasahi ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori. Cairan penyari yang selalu baru dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan