AGENT CARBOPOL
DAN HUMECTANT GLISEROL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Renny Yuliani Santoso
NIM : 038114098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
AGENT CARBOPOL
DAN HUMECTANT GLISEROL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Renny Yuliani Santoso
NIM : 038114098
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
AGENT CARBOPOL
®DAN HUMECTANT GLISEROL
Oleh:
Renny Yuliani Santoso
NIM : 038114098
Skripsi ini telah disetujui oleh:
Pembimbing
Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. Tanggal : 2 Februari 2007
karena atas berkat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir
ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm.).
Selesainya penulisan laporan akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Papa, mama, Rema dan Rio atas dukungan, motivasi serta doa bagi penulis.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis.
4. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran.
5. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran.
6. Dewi Setyaningsih, S.Si., Apt., yang telah memberikan diskusi dan saran.
7. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt., yang telah meluangkan waktu untuk
diskusi dan memberikan saran.
8. Segenap dosen atas kesabarannya dalam mengajar dan membimbing penulis
selama perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
skripsi ini.
11.Teman-teman Youth GPdI Magelang: Eunike, Yosafat, Bramantyo, Andrew,
Sisca, Boaz, Wuri, Jusac, Tabitha, Monike, Yonia, Syela, Ajeng, Dyarike,
Dwipa, Erwan, Erwin, Adi, David, Kris, Victor, Lulu, Sinta, Tria serta Ayiem
dan Ana atas dukungan doa dan semangat yang diberikan.
12.Teman-teman kos Dewi: Indah, Lia, Lanny, Yohana, Ratih, Dianing,
Mellissa, Selvi, Novie, Chika dan Mita atas doa dan semangatnya.
13.Kakak-kakakku Ricka, Meta, Maria, dan Listy atas dukungan dan semangat
yang diberikan.
14.Teman-teman angkatan 2003, khususnya Che-mistry atas kebersamaan dan
kekompakannya selama ini.
15.Teman-teman KKN di Tokerten, Klaten: Marga, Wiwid, Asep, Yosia, Gati,
Desy, Tyas, Bhanu, dan Uwie atas support dan keceriaannya.
16.Semua pihak yang telah memberi bantuan, dukungan dan semangat yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan kelemahan. Harapan penulis skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca semua
Yogyakarta,
Penulis
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Januari 2007
Penulis,
Renny Yuliani Santoso
yang memiliki sifat fisis yang baik dan memenuhi persyaratan.
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial) dan teknik analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95 %. Optimasi formula gel sunscreen dilakukan dengan kombinasi berbagai variasi level gelling agent dan humectant dengan parameter sifat fisis dan stabilitas sediaan gel. Formula tersebut diuji keamanannya dengan uji iritasi primer pada hewan percobaan kelinci albino.
Dari hasil penelitian diperoleh area optimum komposisi gelling agent dan humectant yang meliputi sifat fisis dan stabilitas gel. Daya sebar optimal sebesar < 5 cm. Viskositas optimal yang dipilih 250 d.Pa.s sampai 260 d.Pa.s. Pergeseran viskositas yang dikehendaki < 3 %. Dengan menggabungkan ketiga respon tersebut diperoleh area contour plot superimpossed sebagai respon kombinasi formula pada level yang diteliti. Interaksi Carbopol® dan gliserol dominan meningkatkan daya sebar gel. Carbopol® dominan meningkatkan viskositas gel. Tidak ada faktor yang mempengaruhi pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan selama 1 bulan. Hasil uji iritasi primer menunjukkan gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih tidak mengiritasi.
Kata kunci: ekstrak rimpang kunir putih, Carbopol®, gliserol, desain faktorial.
has good physical characteristic and fulfill the requirement.
The research uses a pure experimental design with double experimental variables (factorial design) and Yate’s treatment as analytic statistic technique with 95 % degree of reliability. Optimizing sunscreen gel formula was done by combine various level of gelling agent and humectant with parameter on the physical characteristic of gel and gel stability. The formula safety is tested by primer irritation test to the experiment animal that are albino rabbits.
From this research, gain an optimum area compotition of gelling agent and humectant, which include physical characteristic and gel stability. The optimal spreadability was< 5 cm. The optimal viscocity that was selected 250 d.Pa.s up to 260 d.Pa.s. Alteration of viscocity that was required < 3 %. By mixing the three respon gained the contour plot superimpossed area as the combination respon formula at the level that was researched. Interaction of Carbopol® and glycerol dominant in increasing the spreadability of gel. Carbopol® dominant in increasing gel viscocity. There is no factor that influence in viscocity moving after a month storage. The result of primer irritation test showed that sunscreen gel from kunir putih rhizome extract does not irritate.
Key word: kunir putih rhizome extract, Carbopol®, glycerol, factorial design.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
PRAKATA...……… vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii
INTISARI………... ix
ABSTRACT………... x
DAFTAR ISI………... xi
DAFTAR TABEL………... xv
DAFTAR GAMBAR……….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN………... xvii
BAB I. PENGANTAR……… 1
A. Latar Belakang... 1
1. Perumusan masalah... 4
2. Keaslian Karya... 4
3. Manfaat penelitian... 5
B. Tujuan Penelitian... 5
1. Tujuan Umum... 5
2. Tujuan Khusus... 5
2. Deskripsi……….. 6
3. Kandungan kimia………. 6
4. Khasiat………. 7
B. Kurkumin……….... 7
C. Ekstrak……… 8
D. Formulasi……… 9
1. Gel……….... 9
2. Carbomer………. 11
3. Gliserol……… 12
E. Sinar UV………. 13
F. Sunscreen……… 14
G. Sun Protecting Factor (SPF)………... 15
H. Spektrofotometri Ultra Violet………. 16
I. Iritasi Primer………... 19
J. Metode Desain Faktorial………. 19
K. Landasan Teori……….... 21
L. Hipotesis……….. 23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………. 24
A. Jenis Rancangan Penelitian……… 24
B. Variabel dalam Penelitian……….. 24
C. Definisi Operasional………... 24
D. Bahan dan Alat……….. 27
E. Tata Cara Penelitian………... 27
1. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih... 27
2. Uji SPF ekstrak rimpang kunir putih... 28
3. Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih... 29
4. Optimasi proses pembuatan gel... 30
5. Uji sifat dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih... 31
6. Uji iritasi primer... 32
F. Analisis Data dan Optimasi………... 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 34
A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih... 34
B. Scanning Range λ UV yang Diserap oleh Ekstrak Rimpang Kunir Putih... 35
C. Penetapan Nilai SPF... 36
D. Penetapan Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir Putih... 38
3. Penetapan kadar kurkumin... 39
E. Sifat Fisis dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih... 40
1. Daya sebar... 41
2. Viskositas... 43
3. Pergeseran viskositas... 45
F. Pengujian Iritasi Primer... 46
G. Optimasi Formula... 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 54
A. Kesimpulan... 54
B. Saran... 54
DAFTAR PUSTAKA... 56
LAMPIRAN………... 60
BIOGRAFI PENULIS………... 97
yang diserap……… 15
Tabel II. Beberapa contoh gugus kromofor... 18
Tabel III. Evaluasi reaksi iritasi kulit... 32
Tabel IV. Kriteria Iritasi... 32
Tabel V. Hasil pengukuran SPF... 37
Tabel VI. Kurva baku kurkuminoid... 39
Tabel VII. Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih... 39
Tabel VIII. Hasil pengukuran sifat fisis gel... 40
Tabel IX. Efek larutan Carbopol® 3 % b/v, efek gliserol, dan efek interaksi dalam menentukan sifat fisis gel... 41
Tabel X. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar... 43
Tabel XI. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon viskositas…... 44
Tabel XII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas………... 46
Tabel XIII. Hasil pengukuran indeks iritasi primer gel dan sifat iritannya…... 47
Gambar 2. Struktur carbomer... 11
Gambar 3. Struktur gliserol……….. 13
Gambar 4. Hasil scanning range λ UV yang diserap oleh ekstrak rimpang kunir putih………... 36
Gambar 5. Struktur kurkumin dengan sistem kromofor dan auksokrom……. 36
Gambar 6. Hasil scanningλmaks baku kurkuminoid... 38
Gambar 7. Hubungan pengaruh larutan Carbopol® 3 % b/v dan gliserol terhadap daya sebar gel………... 42
Gambar 8. Hubungan pengaruh larutan Carbopol® 3 % b/v dan gliserol terhadap viskositas gel………... 43
Gambar 9. Hubungan pengaruh larutan Carbopol® 3 % b/v dan gliserol terhadap pergeseran viskositas gel………... 45
Gambar 10. Contour plot daya sebar gel sunscreen………... 48
Gambar 11. Contour plot viskositas gel sunscreen……… 50
Gambar 12. Contour plot pergeseran viskositas gel sunscreen…………... 51
Gambar 13. Contour plot superimpossed sifat fisis dan stabilitas gel sunscreeen………... 53
Lampiran 2. Perhitungan SPF………... 65
Lampiran 3. Data Penimbangan, Notasi, dan Formula Desain Faktorial... 68
Lampiran 4. Data Sifat Fisis dan Stabilitas Gel……… 69
Lampiran 5. Data Uji Iritasi Primer... 72
Lampiran 6. Perhitungan Efek Sifat Fisis dan Stabilitas... 74
Lampiran 7. Persamaan Regresi... 76
Lampiran 8. Perhitungan Yate’s Treatment……….. 83
Lampiran 9. Foto Tanaman Kunir Putih (Curcuma mangga Val.)... 92
Lampiran 10. Foto Gel Setiap Formula Setelah Penyimpanan 1 Bulan... 94
Lampiran 11. Foto Uji Iritasi Primer... 96
A. Latar Belakang
Lapisan ozon merupakan lapisan yang melindungi bumi dari bahaya radiasi
Ultra Violet (UV) sinar matahari. Saat ini lapisan ozon di bumi mulai mengalami
penipisan akibat dari zat Chloro Flouro Carbon (CFC) yang banyak digunakan
antara lain untuk pendingin ruangan, zat pendingin lemari es, pembuatan karet busa,
pembersih peralatan elektronika dan aerosol. Penipisan lapisan ozon dapat
membahayakan apabila radiasi UV dari sinar matahari langsung terpapar pada kulit
manusia dalam jangka waktu yang lama. Paparan sinar UV yang berlebihan akan
menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, penuaan dini (skin aging), bahkan kanker
kulit (Badmaev, Prakash, Majeen, 2005; Jellinek, 1970). Sinar yang secara biologi
paling aktif menyebabkan eritema dan pigmentasi adalah sinar UV yang pendek,
yaitu yang panjang gelombangnya dibawah 320 nm (Lu, 1995).
Indonesia adalah negara tropis sehingga intensitas sinar matahari yang
sampai ke permukaan bumi semakin tinggi. Meskipun secara alamiah kulit manusia
mempunyai sistem perlindungan terhadap radiasi UV sinar matahari, tetapi tidak
cukup efektif terhadap kontak radiasi yang berlebihan. Oleh karena itu dibutuhkan
perlindungan tambahan baik secara fisik maupun secara kimia seperti menggunakan
produk kosmetik. Penggunaan sediaan sunscreen merupakan salah satu upaya untuk
menanggulangi bahaya dari radiasi UV. Pada umumnya sunscreen diaplikasikan
dengan cara mengoleskan pada permukaan kulit, terutama pada kulit wajah.
Sunscreen adalah senyawa kimia yang menyerap dan atau memantulkan radiasi
sehingga melemahkan energi UV sebelum terpenetrasi ke dalam kulit (Stanfield,
2003).
Pada umumnya produk sunscreen yang beredar dipasaran mengandung
bahan aktif berupa zat sintetik. Berdasarkan mekanisme kerjanya produk sunscreen
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu chemical sunscreen yang bekerja dengan menyerap
radiasi UV dan physical sunscreen yang bekerja dengan memantulkan atau
menghamburkan radiasi UV. Pada produk sunscreen yang bertanggung jawab
menyerap radiasi UV adalah struktur molekul dari bahan aktif yang mengandung
gugus kromofor dan auksokrom yang terikat pada sistem kromofor, contoh bahan
aktif sunscreen antara lain: derivat para-aminobenzoic acid, octyl
methoxycinnamate, dan octyl salycilate. Produk sunscreen yang memantulkan atau
menghamburkan radiasi UV akan membentuk lapisan buram yang akan menutupi
kulit sehingga menghalangi dari radiasi UV, contoh bahan aktifnya adalah titanium
dioxide dan zinc oxide. Penggunaan sunscreen dengan bahan aktif zat sintetik yang
berlebihan pada beberapa orang dapat menimbulkan efek samping negatif.Sunscreen
dengan zat aktif berasal dari bahan alam memiliki toleransi yang sangat baik
terhadap kulit yang diperlihatkan dengan ikatan yang lemah antara bahan alam
dengan protein kulit (Friid, 1996).
Tanaman kunir putih diketahui mengandung senyawa kurkumin (Anonim,
2004). Struktur molekul kurkumin memiliki gugus kromofor dan gugus auksokrom
yang terikat pada sistem kromofor. Dari struktur molekul tersebut maka senyawa
Sediaan sunscreen sudah banyak dikembangkan dalam bentuk krim dan
lotion. Krim dan lotion merupakan sediaan semipadat yang diformulasi sebagai
emulsi yang terdiri dari fase minyak dan fase air. Kekurangan dari sediaan krim dan
lotion antara lain menimbulkan rasa lengket pada kulit sehingga kurang nyaman saat
digunakan. Sediaan krim jika konsistensinya terlalu padat dapat menyumbat
pori-pori yang merangsang timbulnya jerawat pada kulit berminyak. Berdasarkan
kekurangan dari bentuk sediaan sunscreen yang sudah ada maka perlu dikembangkan
suatu bentuk sediaan yang memiliki sifat fisis yang lebih baik.
Gel berbasis senyawa hidrofilik (hidrogel) merupakan sediaan semipadat
yang mempunyai konsistensi lembut dan memberikan rasa dingin pada kulit. Rasa
dingin ini merupakan efek dari evaporasi air. Keuntungan lain dari bentuk sediaan ini
adalah setelah kering akan meninggalkan lapisan tipis tembus pandang, elastis
dengan daya lekat tinggi namun tidak menyumbat pori-pori kulit dan mudah dicuci
dengan air. Berdasarkan kelebihan yang dimiliki oleh sediaan hidrogel maka
dilakukan penelitian sediaan suncreen berbentuk hidrogel.
Dalam penelitian ini dibuat sediaan gel sunscreen dengan gelling agent
Carbopol® dan humectant gliserol. Carbopol® berfungsi sebagai suspending agent
dan atau agen peningkat viskositas yang akan membentuk badan gel. Gliserol
sebagai humectant berfungsi untuk mempertahankan kelembaban kulit sehingga akan
menjaga kelenturan kulit (Harry, 1982). Fungsi humectant dalam sediaan sunscreen
untuk mencegah keriput dan efek jangka panjang lain pada kulit yang ditimbulkan
parameter kualitas fisis sediaan gel yang meliputi daya sebar, viskositas, stabilitas
fisis dan keamanannya saat diaplikasikan pada kulit.
Sebelum diaplikasikan ke masyarakat luas, hasil penelitian awal tersebut
masih membutuhkan penelitian lanjutan untuk memperoleh suatu sediaan farmasi
dengan formula yang relatif optimum. Komposisi Carbopol® dan gliserol dioptimasi
berdasarkan metode desain faktorial. Metode ini dapat digunakan untuk melihat efek
yang dominan dalam menentukan respon yang dikehendaki. Diharapkan dengan
komposisi Carbopol® dan gliserol yang optimum akan diperoleh sediaan gel
sunscreen yang memenuhi parameter kualitas fisis sediaan gel yang meliputi daya
sebar, viskositas, stabilitas fisis dan keamanannya saat digunakan.
1. Perumusan masalah
a. Apakah ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada daerah
panjang gelombang (λ) UV A dan UV B?
b. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum Carbopol®-gliserol pada
contour plot superimpossed yang diprediksi sebagai formula optimum gel?
c. Mana yang lebih dominan antara Carbopol®, gliserol atau interaksi keduanya
dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas gel yang dipengaruhi oleh
formula?
2. Keaslian karya
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
formulasi sediaan gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.)
3. Manfaat penelitian
Secara teoritis penelitian ini menambah khasanah ilmu pengetahuan,
khususnya dalam bidang kefarmasian mengenai aplikasi desain faktorial pada proses
pembuatan gel sunscreen. Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui
efek dominan yang menentukan sifat fisis dan stabilitas gel.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Membuat formula sediaan sunscreen dengan zat aktif yang berasal dari
bahan alam yaitu ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dalam bentuk
sediaan gel.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui serapan ekstrak rimpang kunir putih pada daerah λ UV A dan
UV B.
b. Mengetahui area kerja optimum komposisi Carbopol®-gliserol dari contour
plot superimpossed yang diprediksi sebagai formula optimum gel.
c. Mengetahui Carbopol®, gliserol atau interaksi keduanya yang lebih dominan
dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang
A. Kunir Putih 1. Keterangan botani
Kunir putih yang beraroma mangga memiliki nama ilmiah Curcuma
mangga Val., termasuk dalam suku Zingiberaceae. Di daerah Jawa disebut sebagai
temu mangga (Hutapea, 1993).
2. Deskripsi
Temu mangga berupa semak dengan tinggi 1-2 meter. Berbatang semu,
tegak, lunak, berwarna hijau, dan batang di dalam tanah membentuk rimpang. Daun
tunggal, berpelepah, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, panjang ± 1 m,
lebar 10-20 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau. Bunga majemuk di ketiak
daun, bentuk tabung, ujung terbelah, benang sari menempel pada mahkota, berwarna
putih; putik silindris, kepala putik bulat berwarna kuning; mahkota lonjong berwarna
putih. Buah berbentuk kotak-bulat berwarna hijau kekuningan. Biji berbentuk bulat
berwarna coklat. Berakar serabut berwarna putih (Hutapea, 1993).
3. Kandungan kimia
Rimpang dan daun temu mangga mengandung saponin, flavonoid (Hutapea,
1993), tanin, minyak atsiri, amilum, damar, gula (Mulhizah, 1999; Gunawan,
Soegihardjo, Mulyani, Koensoemardiyah, 1988), alkaloid, steroid, terpen dan juga
mengandung senyawa aktif seskuiterpenalkohol yang terdiri dari zederon, zedoaron,
furanodien, curzeron, currenon, furanodienon, isofuranodienon, curdion,
curcumenol, procurcumenol, curcumenol, curcumol, curcumadiol, dehydrocurdion,
curcumin (Anonim, 2004).
4. Khasiat
Rimpang temu mangga digunakan untuk mengobati demam, antipiretik, dan
bersifat sebagai penenang (Gunawan et al., 1988), menguatkan syahwat, obat
penambah nafsu makan, menyempitkan vagina atau menciutkan peranakan, balur
sakit perut dan pengurang lemak perut, penangkal racun, pencahar, mengobati
gatal-gatal, bronkitis, asma, obat radang yang disebabkan oleh luka, obat masuk angin atau
kembung (Muhlizah, 1999), antitumor, antihepatotoksik (lever), antiinflamasi
(antiradang), obat ambeien, antiradang tenggorokan, sariawan, analgetika
(menghilangkan rasa sakit), melancarkan dan menormalkan haid, melancarkan
peredaran darah, menghilangkan kembung, menghilangkan gumpalan,
menghilangkan keputihan, melancarkan pencernaan, antikanker (Anonim, 2004).
B. Kurkumin
Kurkumin adalah komponen utama kuniryang berwarna kuning. Kurkumin
memiliki afinitas yang tinggi terhadap lapisan lemak karena strukturnya yang kaku
dan datar dalam sistem terkonjugasi, yang juga menyebabkan warna kuning
(Nakayama,1997).
Kurkumin mampu melindungi kulit terhadap radiasi UV B. Selain itu,
kurkumin dapat menghambat aktifitas enzim tirosinase, yaitu enzim yang berperan
pembentukan melanin yang dapat memacu penuaan dan sebagai penentu kanker kulit
(Badmaev et al., 2005).
HO O
OH O
O O
Gambar 1. Struktur kurkumin (Heinrich, Barnes, Gibbons, Williamson, 2004)
Kurkumin mempunyai aktivitas sebagai antisiklooksigenase, antiedema,
antilipoksigenase, antioksidan, dan antilipid-peroksidasi, sehingga dapat digunakan
sebagai obat anti radang (antiinflamasi), antihepatotoksik (lever), ambeien (wasir),
antialergi, asma, menghambat proses penuaan, dan juga sebagai anti kanker
(Anonim, 2004).
C. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cairan dibuat dengan menyari
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari
langsung. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter, atau cairan etanol
dan air (Anonim, 1979).
Etanol dipertimbangkan sebagai larutan penyari karena lebih efektif,
kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol dengan kadar lebih dari 20%, tidak
beracun, netral, absorpsinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala
perbandingan. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida,
meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air
(Anonim, 1986).
Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma
mangga Val.) yang diperoleh dari hasil perkolasi serbuk rimpang kunir putih
menggunakan pelarut etanol 70 %.
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan atau penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Anonim, 2000).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
1. aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan dengan larutan
yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi
2. ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir
cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut
cukup untuk mengurangi lapisan atas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan
konsentrasi (Anonim, 1986).
D. Formulasi 1. Gel
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
cairan (Anonim, 1995). Gel bersifat tiksotropik yaitu berbentuk semipadat dengan
pendiaman namun berbentuk cair pada saat diaplikasikan. Gel pada umumnya
memiliki sifat rheologi pseudoplastik (Nairn, 1997; Zatz and Kushla, 1996).
Mekanisme pembentukan gel dengan membentuk struktur jaringan koloidal
3 dimensi melalui penjeratan solven oleh gelling agent. Struktur tersebut akan
membatasi aliran solven melalui penjeratan dan menghentikan gerakan dari molekul
solven. Struktur ini juga bertanggung jawab menahan deformasi dan kekentalan yang
elastis dari gel (Pena, 1999).
Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer yang
mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa
menyimpan air dalam strukturnya. Hidrogel merupakan sistem yang menyebabkan
air tidak bisa bergerak karena adanya polimer tidak larut. Salah satu alasan
disukainya hidrogel sebagai komponen dari sistem penghantaran dan pelepasan obat
adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologis. Polimer yang
digunakan dalam hidrogel terhidrolisis lambat dan secara bertahap melepaskan obat
bebas (Zatz and Kushla, 1996).
Bentuk sediaan farmasi yang akan diteliti adalah gel berbasis senyawa
hidrofilik (hidrogel). Alasan pemilihan bentuk sediaan gel berbasis senyawa
hidrofilik adalah karena sediaan tersebut memiliki konsistensi lembut, dan
memberikan rasa dingin pada kulit. Rasa dingin ini merupakan efek dari evaporasi
air dan alkohol. Keuntungan lain dari bentuk sediaan ini yaitu setelah kering akan
meninggalkan lapisan tipis tembus pandang, elastis dengan daya lekat tinggi namun
2. Carbomer
Carbomer adalah polimer sintetis berbobot molekul tinggi, polimer non
liner asam akrilat yang membentuk rantai silang dengan sebuah polyalkenyl
polyether. Polimer carbomer bersifat higroskopis di alam karena kemampuannya
menyerap dan menahan air, carbomer dikembangkan selama beberapa waktu untuk
memperoleh volume sebenarnya (Anonim, 2001).
C H2
H C
COOH n
Gambar 2. Stuktur carbomer (Anonim, 2001)
Carbomer mempunyai beberapa sinonim yaitu Carboxypolymethylene,
Carboxyvinyl polymer, acrylic acid polymer dan carbopol. Fungsi carbopol adalah
sebagai suspending agent dan atau agen peningkat viskositas (thickener) (Anonim,
1983). Carbopol di dalam gel dapat mengontrol dan meningkatkan viskositas pada
range pH 3,5 sampai 11 (Weiner and Bernstein, 1989).
Carbomer 1% mempunyai pH 3. Senyawa-senyawa yang dapat
menetralkan carbomer antara lain: NaOH, KOH, Na2CO3, borax, asam amino,
triethanolamine (Anonim, 1983).
Gel yang mengandung carbomer akan lebih kental pada pH 6-11 dan
viskositasnya akan berkurang jika pH kurang dari 3 atau lebih dari 12. Viskositas
juga dapat berkurang jika terdapat elektrolit kuat. Gel akan kehilangan viskositasnya
dengan penambahan antioksidan. Iritasi primer, sensitisitas atau reaksi alergi tidak
ditemukan pada penggunaan carbomer secara topikal (Anonim, 1983).
Beberapa mekanisme mungkin bertanggung jawab dalam pembentukan gel
dan seperti kombinasi dari beberapa proses yang terjadi. Pada kondisi asam, sebagian
gugus karboksil pada rantai polimer akan terputus untuk membentuk gulungan yang
lentur. Penambahan basa memutuskan lebih banyak gugus dan gaya tolak-menolak
elektrostatis antara tempat-tempat yang diserang akan memperbesar molekul,
membuat gel menjadi lebih rigid (kaku) dan mengembang. Akan tetapi, penambahan
basa yang berlebihan membuat gel menjadi cair (encer) karena kation-kation
melindungi gugus-gugus karboksil dan juga mengurangi gaya tolak-menolak
elektrostatis. Jika ditambahkan amina yang berlebih pada sistem dispersi carbopol,
konsistensinya tidak berkurang, kemungkinan karena efek sterik mencegah
perlindungan gugus karboksil yang akan diserang (Barry, 1983).
3. Gliserol
Gliserol adalah cairan seperti sirup jernih dengan rasa manis. Dapat
bercampur dengan air dan alkohol. Sebagai suatu pelarut, dapat disamakan dengan
alkohol, tapi karena kekentalannya, zat terlarut dapat larut perlahan-lahan
didalamnya kecuali kalau dibuat kurang kental dengan pemanasan. Gliserol bersifat
sebagai bahan pengawet dan sering digunakan sebagai stabilisator dan sebagai suatu
pelarut pembantu dalam hubungannya dengan air dan alkohol (Ansel, 1989). Gliserol
digunakan sebagai emolien dan humectant dalam sediaan topikal dengan rentang
CH2
CH
CH2
OH
OH
OH
Gambar 3. Stuktur gliserol (Anonim, 1995)
Gliserol tidak mengiritasi dan sangat jarang terjadi reaksi sensitisitas
(Smolinske, 1992) tetapi pada konsentrasi tinggi gliserol menimbulkan efek iritasi
pada kulit dan lebih disukai konsentrasi gliserol 10-20 % (Jellinek, 1970).
E. Sinar UV
Sinar UV adalah sinar yang dikeluarkan atau diemisikan oleh matahari. Sinar
UV dapat dibagi menjadi tiga yaitu UV A (320-400 nm), UV B (290-320 nm), dan
UV C (200-290 nm) (Harry, 1982). Lapisan ozon merupakan pelindung yang efektif
terhadap penetrasi radiasi UV ke bumi. Kerusakan lapisan ozon menyebabkan
terjadinya peningkatan penetrasi radiasi UV ke bumi yang akan memberikan dampak
besar bagi manusia dan organisme lain (Tedesco, 1997). Sinar UV C sangat
berbahaya tetapi diserap oleh lapisan ozon dan gas-gas lain yang ada di atmosfer
(Walters, 1997).
Sinar UV B bertanggung jawab terhadap terbakarnya kulit setelah terpapar
oleh sinar matahari. Pewarnaan kulit akibat sinar matahari terjadi ketika sinar UV B
mengaktifkan melanosit pada kulit sehingga terbentuk melanin. UV A dilaporkan
menyebabkan efek samping hilangnya kolagen, mengurangi kuantitas pembuluh
F. Sunscreen
Sunscreen merupakan bahan kimia yang menyerap dan atau memantulkan
radiasi sehingga melemahkan energi ultraviolet sebelum terpenetrasi ke kulit
(Stanfield, 2003). Menurut Food and Drug Administration (1999), bahan aktif
sunscreen adalah bahan yang menyerap, memantulkan atau menghamburkan radiasi
pada daerah UV dengan λ 290-400 nm.
Berdasarkan mekanisme aksinya, topikal sunscreen secara luas dapat
dikelompokan menjadi 2 yaitu: physical blockers dan chemical absorbers. Physical
blockers bekerja dengan memantulkan atau menghamburkan radiasi UV. Chemical
absorbers bekerja dengan menyerap radiasi UV dan dapat dibedakan berdasarkan
jenis radiasi yang diserap yaitu UV A atau UV B, atau baik UV A maupun UV B
(Anonim, 2005b).
Physical blockers sunscreen efektif dalam melindungi UV A dan UV B.
Bahan aktif physical blockers yang umum digunakan adalah titanium dioxide dan
zinc oxide. Agen ini dapat dikatakan ideal sunscreen karena bersifat inert, aman, dan
melindungi dari semua spektrum UV (Anonim, 2005b). Prinsipnya adalah
membentuk lapisan tipis yang kusam pada permukaan kulit (Calder, 1997). Kerugian
dari physical blockers sunscreen adalah cenderung mengotori dan dapat
meninggalkannoda pada pakaian(Verros, 1997).
Chemical absorbers sunscreen biasanya mengandung kombinasi bahan
aktif yang dapat menyerap radiasi baik UV A maupun UV B, ada juga yang
Tabel I. Bahan aktif chemical absorbers sunscreen dengan jenis radiasi yang diserap
Dioxybenzone sepenuhnya sepenuhnya sebagian
Oxybenzone sepenuhnya sepenuhnya sebagian
Sulisonbenzone sepenuhnya sepenuhnya sebagian
Cinnamates
Octocrylene sepenuhnya sepenuhnya sebagian
Octyl methoxycinnamate sepenuhnya tidak tidak
Salicylates
Homosalate sebagian tidak tidak
Ethylhexyl salicylate sepenuhnya tidak tidak
Trolamine salicylate sepenuhnya tidak tidak
(Anonim, 2005b)
G. Sun Protecting Factor(SPF)
SPF adalah tingkat perlindungan produk sunscreen terhadap sinar matahari
yang dapat menyebabkan eritema. Sejak SPF ditetapkan sebagai ukuran
perlindungan sunscreen terhadap eritema pada manusia, dan sejak eritema terutama
disebabkan oleh λ UV B, SPF ditetapkan terutama sebagai ukuran perlindungan
terhadap sinar UV B (Stanfield, 2003).
SPF merupakan perbandingan Minimal Erythema Dose (MED) pada kulit
manusia yang terlindungi oleh sunscreen dengan MED tanpa perlindungan sunscreen
(Stanfield, 2003). Kondisi uji standar ditetapkan dosis sunscreen adalah 2 mg/cm2.
Meskipun pengukuran SPF dapat dilakukan secara alami dengan melihat
respon biologis yang tidak diketahui hubungannya dengan sifat kimia, hubungan
tersebut dapat diperkirakan dengan menghubungan antara serapan dan SPF.
T
(Stanfield, 2003; Walters,1997)
Io sebagai intensitas sinar yang sampai ke kulit tanpa sunscreen, I sebagai
intensitas sinar dengan keberadaan sunscreen dan A merupakan serapan (Walters,
1997). Sunscreen dengan nilai SPF 2 akan meneruskan 50 % energi matahari yang
dapat menyebabkan kulit terbakar, SPF 15 akan meneruskan 6,7 % dan nilai SPF 30
akan meneruskan 3,3 % (Stanfield, 2003).
H. Spektrofotometri Ultra Violet
Spektrofotometri UV adalah anggota teknik spektroskopik yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dengan
instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV melibatkan energi elektronik yang
cukup besar pada molekul yang dianalisis sehingga spektrofotometri UV lebih
banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan
Analisis kuantitatif selalu melibatkan pembacaan serapan radiasi
elektromagnetik oleh molekul, atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan, yang
disebut dengan serapan (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen (%T).
Bouger, Lambert, dan Beer membuat formula secara matematik hubungan antara
transmitan atau serapan terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang
dianalisis dan tebal larutan yang menyerap sebagai:
b
It = intensitas radiasi yang diteruskan
ε = daya serap molar (Lt.mol-1.cm-1)
c = konsentrasi (mol.Lt-1)
b = tebal larutan (cm)
A = serapan
(Mulja dan Suharman, 1995)
Apabila suatu molekul dikenai radiasi elektromagnetik maka akan terjadi
eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron
antibonding. Ada empat tipe transisi elektronik yang mungkin terjadi yaitu σÆσ*,
nÆσ*, nÆπ*, dan πÆπ*. Eksitasi elektron (σÆσ*) memberikan energi yang
misalnya alkana. Eksitasi elektron (πÆπ*) diberikan oleh ikatan rangkap dua dan
tiga, juga terjadi pada derah ultraviolet jauh. Eksitasi elektron (nÆπ*) terjadi pada
gugus karbonil (dimetil keton dan asetaldehid) yang terjadi pada daerah ultraviolet
jauh (Mulja dan Suharman, 1995).
Suatu molekul dapat menyerap radiasi elektromagnetik jika memiliki
kromofor, yaitu gugus penyerap dalam molekul. Molekul yang mengandung
kromofor disebut kromogen.
Tabel II. Beberapa contoh gugus kromofor
Kromofor Struktur λ maksimum ε maksimum
Pada senyawa organik dikenal pula gugus auksokrom, yaitu gugus yang
tidak menyerap radiasi namun jika terikat bersama kromofor dapat meningkatkan
auksokrom: -OCH3, -Cl, dan -OH (Christian, 2004). Terikatnya gugus auksokrom
oleh gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita serapan menuju ke
panjang gelombang yang lebih panjang disertai dengan peningkatan atau penurunan
intensitas (Mulja dan Suharman, 1995).
I. Iritasi Primer
Iritasi adalah suatu reaksi pada kulit oleh zat kimia, misalnya alkali kuat,
asam kuat, pelarut dan detergen. Beratnya bermacam-macam dari hiperemia, edema
dan vesikulasi sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan
umumnya pada sentuhan pertama (Lu, 1995).
Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat yang
mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan. Biasanya zat ini tidak mencapai
peredaran darah, karena langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama
berhubungan. Organ tubuh yang terlibat terutama mata, hidung, tenggorokan, trakea,
bronkus, epitel, alveolus, esophagus dan kulit (Ariens, Simons, Mutschler, 1985).
J. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel
bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika.
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang
Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor
yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain
faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus:
Y = b0 + b1(A) + b2(B) + b12 (A)(B)………...(1)
Dengan:
Y = respon hasil atau sifat yang diamati
(A),(B) = level bagian A, level bagian B, yang nilainya -1 dan +1
b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Pada desain faktorial dua level dua faktor diperlukan empat percobaan (2n =
4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor), yaitu :
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - + a + - - b - + - ab + + +
Keterangan :
- = level rendah
+ = level tinggi
Formula 1 = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah Formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah Formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi Formulaab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level tinggi
Dari persamaan (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu
respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang
optimum (Bolton, 1997).
Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek
level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut
Bolton (1997) sebagai berikut:
Efek faktor A = { a– (1) } + { ab – b }
2
Efek faktor B = { b – (1) } + { ab – a }
2
Efek interaksi = { ab – b } + { (1) – a } 2
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor (Muth, 1999).
K. Landasan Teori
Sebagai upaya mencegah kerusakan kulit akibat radiasi UV sinar matahari
maka penggunaan sediaan sunscreen merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan sendiri oleh masyarakat. Salah satu mekanisme aksi dari sediaan sunscreen
adalah menyerap radiasi UV oleh struktur bahan aktif dalam sunscreen yang
mengandung gugus kromofor dan auksokrom yang terikat pada sistem kromofor.
Ekstrak rimpang kunir putih mengandung senyawa kurkumin yang dalam strukturnya
memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang terikat dalam sistem kromofor. Oleh
Untuk membuat sediaan sunscreen yang dapat digunakan oleh masyarakat
dengan mudah, praktis, nyaman, dan manjur maka diperlukan suatu bentuk sediaan
farmasi yang memenuhi persyaratan tersebut. Bentuk sediaan farmasi yang akan
diteliti adalah gel berbasis senyawa hidrofilik. Sediaan gel berbasis senyawa
hidrofilik memiliki konsistensi lembut, memberikan rasa dingin, dan dapat
membentuk lapisan tipis pada kulit yang dapat tercuci oleh air. Rasa dingin yang
ditimbulkan merupakan efek dari evaporasi air dan alkohol yang terkandung dalam
gel.
Produk sediaan farmasi dengan kandungan bahan alam saat ini lebih disukai
oleh masyarakat daripada bahan sintetik karena dianggap lebih aman. Dalam
penelitian ini dilakukan optimasi formula gel ekstrak rimpang kunir putih dengan
gelling agent Carbopol® dan humectant gliserol. Sifat dan stabilitas fisis formula
dilihat dari formula yang memiliki viskositas tertentu yaitu memiliki konsistensi
padat pada penyimpanan dan memiliki konsistensi cair sesaat setelah diaplikasikan
pada kulit dan memiliki daya sebar yang baik, dalam arti tanpa tekanan besar mampu
menyebar secara merata sehingga menjamin pemerataan dosis. Formula dengan
konsistensi yang lebih encer diasumsikan memiliki daya sebar yang lebih baik (Garg,
Aggarwal, Garg, Singla, 2002). Sedangkan keamanan pemakaian gel sunscreen
ekstrak rimpang kunir putih diuji dengan uji iritasi primer pada hewan percobaan
L. Hipotesis
Diduga ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada daerah λ UV
A dan UV B. Diduga dapat ditentukan faktor yang dominan dari komposisi
Carbopol®dan gliserol dalam menentukan sifat gel sunscreen sehingga diduga dapat
ditemukan area komposisi optimum gelling agent dan humectant yang dikehendaki
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel
eksperimental ganda (desain faktorial) dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula
optimum gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih yang memenuhi syarat mutu,
yaitu aman, manjur, dan dapat diterima oleh masyarakat.
B. Variabel dalam Penelitian 1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dan level gelling agent
Carbopol® dan humectant gliserol.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis gel meliputi daya
sebar, viskositas, pergeseran viskositas, dan indeks iritasi primer.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu
penyimpanan, lama penyimpanan, dan wadah penyimpanan.
C. Definisi Operasional
1. Gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih adalah sediaan semipadat yang
berfungsi sebagai agen penyerap sinar UV yang dibuat dari ekstrak rimpang
kunir putih, gelling agent, dan humectant sesuai dengan formula yang telah
ditentukan, dibuat sesuai prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.
2. Ekstrak rimpang kunir putih adalah sediaan cair dari rimpang kunir putih yang
diperoleh dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70 % tanpa proses
pemekatan. Hasil perkolasi yang diperoleh diasumsikan memiliki konsentrasi
100 %.
3. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui
efek yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel serta
digunakan untuk mencari area komposisi optimum gelling agent-humectant
berdasarkan contour plot superimpossed yang diprediksi sebagai formula
optimum terbatas pada level yang diteliti.
4. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini
digunakan 2 faktor, yaitu larutan Carbopol® 3 % b/v sebagai faktor A dan gliserol
sebagai faktor B.
5. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2 level,
yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah larutan Carbopol® 3 % b/v
dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 84,99 gram dan level tinggi sebanyak
114,99 gram. Level rendah gliserol dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 30
gram dan level tinggi sebanyak 60 gram.
6. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efek, besarnya dapat
dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil percobaan sifat fisis (daya
7. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya
efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level
rendah dan rata-rata pada level tinggi.
8. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat fisis dan
stabilitas gel.
9. Contour plot superimpossed adalah grafik area pertemuan yang memuat semua
arsiran dalam contour plot yang diprediksikan sebagai area optimum gel.
10.Daya sebar optimum adalah diameter penyebaran gel sebesar < 5 cm pada
pengukuran massa gel 1 gram yang diberi beban 125 gram selama 1 menit.
11.Viskositas optimum adalah viskositas yang mendukung kemudahan gel diisikan
ke dalam wadah dan dikeluarkan saat digunakan serta memiliki sifat pemerataan
yang baik saat diaplikasikan. Viskositas yang optimum dalam penelitian ini
adalah 250-260 d.Pa.s.
12.Pergeseran viskositas adalah persentase selisih viskositas gel setelah
penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas rata-rata awal (segera setelah
dibuat), dibagi dengan viskositas awal (segera setelah dibuat), dikali 100 %.
Rumus untuk pergeseran viskositas adalah
100%
D. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak rimpang kunir
putih, etanol (teknis), etanol (p.a.), aquadest, baku kurkuminoid (E. Merck),
Carbopol® tipe 940 (teknis), gliserol (teknis), triethanolamine (teknis).
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah glasswares
(Pyrex-Germany), mixer (Erweka-Germany), viscotester seri VT 04 (Rion-Japan), alat uji
SPF terhadap ekstrak rimpang kunir putih spektrofotometer UV-Vis seri GenesysTM 6
(Thermospectronic-USA), alat uji iritasi primer.
E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih
a. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih
Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari daerah
Wates, Kulon Progo. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk
menghilangkan kotoran kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan
rimpang kunir putih dari kemungkinan adanya campuran rimpang lain atau
dari bagian tanaman lain. Rimpang dikupas kulitnya kemudian dirajang
tipis-tipis (± 3 mm). Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari dengan ditutup
kain hitam sampai rimpang kering ditandai dengan mudah dipatahkan atau
hancur bila diremas. Setelah simplisia kering, dilakukan sortasi kering untuk
memisahkan kemungkinan pengotor yang masih tertinggal dan simplisia yang
dengan oven sebelum simplisia diserbuk, menggunakan suhu 50 oC sampai
simplisia kering ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas.
b. Pembuatan serbuk rimpang kunir putih
Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk
kemudian diayak dengan ayakan nomor 20/30.
c. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih
Ekstrak rimpang kunir putih diperoleh melalui proses perkolasi
serbuk rimpang kunir putih sebanyak 1 kg dengan cairan penyari berupa
campuran etanol dan air dengan konsentrasi perbandingan etanol : air adalah
(70:30) sebanyak + 7 liter. Perkolasi dilakukan dengan membasahi serbuk
rimpang kunir putih dengan cairan penyari yang selalu baru sampai diperoleh
perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Anonim, 2000).
2. Uji SPF ekstrak rimpang kunir putih
a. Scanning serapan pada rangepanjang gelombang (λ) UV (200 - 400 nm)
Ekstrak rimpang kunir putih diukur serapannya pada range λ 200-
400 nm. Dari range tersebut diamati λ yang memberikan serapan.
b. Penentuan λ dan pengukuran serapan ekstrak
Dari hasil scanning serapan pada range λ UV (200-400 nm), dipilih
λ untuk mengukur serapan ekstrak. Serapan yang didapat dihitung sebagai
nilai SPF, menggunakan rumus:
A = -log10 ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡
SPF 1
c. Penetapan konsentrasi ekstrak dengan nilai SPF 30
Penetapan konsentrasi ekstrak yang memiliki nilai SPF 30 dilakukan
dengan membuat seri kadar ekstrak 8, 9, 10, 11, dan 12 %, yang kemudian
diukur serapannya pada λ yang dipilih. Serapan yang diperoleh dimasukkan
kedalam rumus hubungan antara serapan dan SPF. Konsentrasi ekstrak yang
memiliki serapan dengan nilai SPF 30 atau yang mendekati 30 dipilih sebagai
konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam formulasi gel.
3. Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih
a. Penetapan panjang gelombang maksimum (λmaks) baku kurkuminoid E.
Merck
Larutan baku kurkuminoid 3 % b/v diukur serapannya pada range
panjang gelombang 200-700 nm. Panjang gelombang yang memberikan
serapan paling besar merupakan λmaks baku kurkuminoid.
b. Pembuatan kurva baku kurkuminoid
Kurva baku kurkuminoid dibuat dengan 5 seri konsentrasi yaitu
0,1792; 0,2560; 0,3328; 0,4097; dan 0,4865 mg %. Seri konsentrasi baku
diukur serapannya pada λmaks kemudian konsentrasi dan serapan yang
diperoleh dimasukkan ke dalam program regresi linier sehingga dapat
diperoleh persamaan regresi.
c. Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih
Ekstrak rimpang kunir putih 5 % diukur serapannya kemudian
dimasukkan dalam persamaan regresi sehingga didapatkan kadar kurkumin.
diperoleh dengan mengalikan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir
putih 5 % dengan faktor pengenceran 10/5.
4. Optimasi proses pembuatan gel
a. Formula gel sunscreen menurut A Formulary of Cosmetic Preparation (1977)
Ethanol (SD-40) 48,0
Carbopol 940 1,0
Escalol 106 (Glyceryl-p-amino benzoate) 3,0
Monoisopropilamine 0,09
Aquadest 47,91
Parfume 9,5
Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula dengan
berbagai komposisi gelling agent dan humectant menggunakan metode
desain faktorial. Formula yang diperoleh untuk 300 gram:
Larutan Carbopol® 3 % b/v 84,99-114,99
Gliserol 30-60
Aquadest 120
Ekstrak rimpang kunir putih 10 % 30
Triethanolanime 3 ml
Formula Desain Faktorial
Formula Larutan Carbopol ®
3 % b/v Gliserol
1 84,99 30
a 114,99 30
b 84,99 60
b. Pembuatan gel
Larutan Carbopol® 3 % b/v dan aquadest dicampur menggunakan
pengaduk sampai homogen (1). Secara terpisah campurkan gliserol dengan
ekstrak rimpang kunir putih 10 % menggunakan pengaduk sampai homogen
(2). Masukkan campuran (2) ke dalam campuran (1) kemudian dicampur
menggunakan mixer dengan kecepatan 700 rpm selama 15 menit. Pada menit
ke-7, ukur pH (pH gel sekitar 4-5). Tambahkan triethanolamine sedikit demi
sedikit hingga diperoleh pH sekitar 6-7 sampai menit ke-15.
5. Uji sifat fisis dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih
a. Uji daya sebar
Pengukuran daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan gel.
Pengukuran dilakukan dengan mengukur diameter terpanjang setelah 1 gram
gel pada kaca berskala ditimpa dengan beban seberat 125 gram selama 1
menit (Garg et al., 2002).
b. Uji viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester seri VT 04
dengan cara : gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable
viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum
penunjuk viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04). Uji ini
dilakukan dua kali, yaitu (1) segera setelah gel selesai dibuat dan (2) setelah
6. Uji iritasi primer
Uji iritasi primer yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
metode Draize. Sejumlah 0,5 ml (0,5 gram) larutan uji disisipkan di bawah
tempelan-tempelan pada kulit punggung kelinci (berukuran 1 inci x 1 inci) kemudian
tempelan-tempelan tersebut ditutup dengan kain kasa. Tempelan dibiarkan di kulit
selama 24 jam, kemudian diambil dan diamati terjadinya eritema dan edema pada
interval waktu 24 jam dan 72 jam.
Tabel III. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)
Jenis iritasi Skor
Eritema Tanpa eritema meluas keluar daerah pejanan)
0 1 2 3 4
Skor eritema dan edema keseluruhan pada jam ke 24 dan 72 jam dirata-
rata, rata- rata ini disebut indeks iritasi primer. Kriteria iritasi dicocokkan dengan
tabel di bawah ini:
Tabel IV. Kriteria Iritasi (Lu, 1995)
Indeks iritasi Kriteria iritasi senyawa kimia
< 2 Kurang merangsang
2 – 5 Iritan moderat
F. Analisis Data dan Optimasi
Data daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang terkumpul
dianalisis dengan perhitungan efek menurut desain faktorial untuk mengetahui efek
yang paling dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas gel. Formula
komposisi gelling agent dan humectant yang optimum yaitu antara Carbopol® dan
gliserol diperoleh dari penggabungan contour plot masing-masing respon yang
dikenal dengan contour plot superimpossed.
Analisis statistik teknik Yate’s Treatment dilakukan untuk mengetahui
signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam mempengaruhi respon.
Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya hubungan
dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga
F hitung dan F tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis
alternatif (H1) menyatakan adanya regresi (hubungan) antara faktor dengan respon,
sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan tidak adanya regresi
(hubungan) antara faktor dengan respon. H1 diterima dan H0 ditolak apabila harga F
hitung lebih besar daripada harga F tabel, yang berarti bahwa faktor berpengaruh
signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari nilai Fα(numerator, denominator)
dengan taraf kepercayaan 95 %. Derajat bebas faktor dan interaksi (experiment)
sebagai numerator, yaitu 1, dan derajat bebas experimental error sebagai
denominator, yaitu 3, sehingga diperoleh harga F tabel untuk faktor dan interaksi
A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih
Pembuatan ekstrak diawali dengan pengumpulan rimpang kunir putih
(Curcuma mangga Val.). Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan
tanah dan kotoran lain yang menempel pada rimpang kemudian dilakukan sortasi
basah untuk memisahkan rimpang kunir putih dari kemungkinan adanya campuran
rimpang lain atau dari bagian tanaman yang lain. Rimpang dikupas kulitnya
kemudian dirajang tipis-tipis (± 3 mm). Perajangan dilakukan untuk mempermudah
proses pengeringan dan penyerbukan.
Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam
dan untuk menyempurnakannya dilakukan pengeringan dengan oven menggunakan
suhu 50 oC. Setelah rimpang kering, yang ditandai dengan mudah dipatahkan atau
hancur bila diremas maka dilakukan sortasi kering untuk memisahkan kemungkinan
adanya pengotor yang masih tertinggal dan rimpang yang rusak. Penyerbukan
bertujuan untuk memperluas area kontak dengan cairan penyari sehingga proses
penyarian lebih baik. Sebelum proses penyarian, serbuk diayak dengan ayakan
nomor 20/30 untuk memperoleh derajat halus serbuk yang relatif seragam.
Penyarian dilakukan dengan cara perkolasi yaitu mengalirkan cairan
penyari ke serbuk yang telah dibasahi. Perkolasi memiliki kelebihan yaitu dapat
menyari zat aktif lebih baik karena adanya pergantian larutan sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi dan juga kecilnya ruangan antar butir-butir serbuk
maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi. Makin besar perbedaan konsentrasi akan
meningkatkan daya dorong pemindahan massa sehingga mempercepat penyarian.
Alat yang digunakan untuk perkolasi adalah perkolator. Cairan penyari yang
digunakan adalah larutan etanol 70 %. Pemilihan etanol sebagai cairan penyari
karena etanol dapat melarutkan zat-zat aktif dalam hal ini kurkumin. Etanol juga
dapat mencegah pertumbuhan kapang dan kuman.
Perkolasi dilakukan pada 1 kg serbuk dan menggunakan etanol sebanyak +
7 liter. Awalnya serbuk dikembangkan selama 24 jam menggunakan etanol
kemudian dialiri etanol sampai diperoleh hasil perkolat tidak berwarna. Perkolat
yang diperoleh langsung digunakan dalam formulasi tanpa dilakukan pemekatan.
B. Scanning Range λ UV yang Diserap oleh Ekstrak Rimpang Kunir Putih
Scanning range λ UV yang diserap oleh ekstrak rimpang kunir putih
bertujuan untuk melihat kemampuan ekstrak dalam menyerap radiasi UV. Ekstrak
rimpang kunir putih diukur serapannya pada range λ UV yaitu 200-400 nm. Hasil
scanning menunjukkan bahwa ekstrak menyerap pada semua range λ (200-400 nm).
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ekstrak rimpang kunir putih merupakan
Gambar 4. Hasil scanning range λ UV yang diserap oleh ekstrakrimpang kunir putih
Ekstrak rimpang kunir putih mengandung senyawa kurkumin yang dalam
struktur molekulnya mempunyai sistem kromofor dan gugus auksokrom yang terikat
pada sistem kromofor. Sistem kromofor dan gugus auksokrom yang terikat pada
sistem kromofor merupakan agen yang menyerap radiasi UV.
Keterangan :
: sistem kromofor
: gugus auksokrom
Gambar 5. Struktur kurkumin dengan sistem kromofor dan gugus auksokrom
C. Penetapan Nilai SPF
Menurut The Cancer Council Australia (2005a), penggunaan sunscreen
matahari. Negara tropis menerima intensitas sinar matahari yang tinggi sepanjang
tahun oleh karena itu dibutuhkan sediaan sunscreen dengan nilai SPF yang tinggi.
Untuk aktifitas di dalam ruangan dibutuhkan sunscreen dengan nilai SPF paling
sedikit 15 karena sinar UV dapat sampai ke kulit melalui pantulan kaca maupun
berasal dari benda-benda yang memancarkan radiasi UV. Aktifitas di luar ruangan
akan lebih banyak terpapar sinar matahari maka dibutuhkan produk sunscreen
dengan nilai SPF yang lebih tinggi dari 15. Dalam formulasi ini dibuat sediaan gel
sunscreen ekstrak rimpang kunir putih dengan nilai SPF 30 yang diharapkan dapat
memberikan perlindungan yang lebih efektif dalam hal ini untuk negara tropis.
Penetapan nilai SPF dilakukan dengan menghubungkan antara serapan dan
SPF. Untuk memperoleh konsentrasi ekstrak dengan nilai SPF 30 maka dilakukan
pembuatan seri kadar ekstrak dengan replikasi sebanyak 3 kali yang diukur pada λ
300 nm. Panjang gelombang yang dipilih adalah 300 nm karena termasuk dalam
range λ UV B. Hasil serapan dimasukkan ke dalam rumus hubungan antara serapan
dan SPF. Konsentrasi ekstrak rimpang kunir putih 10 % memberikan serapan dengan
nilai SPF mendekati 30.
Tabel V. Hasil pengukuran SPF
Konsentrasi ekstrak (%) SPF rata-rata
D. Penetapan Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir Putih 1. Penetapan panjang gelombang maksimum baku kurkuminoid E. Merck
Panjang gelombang maksimum (λmaks) adalah panjang gelombang suatu
senyawa yang memberikan serapan yang paling besar. Pengukuran kadar dengan
metode spektrofotometri umumnya dilakukan pada panjang gelombang serapan
maksimum karena pada panjang gelombang serapan maksimum, perubahan serapan
untuk setiap perubahan konsentrasi adalah paling besar (Pecsok, Shields, Cairns,
William, 1976). Hasil scanning λ baku kurkuminoid dari 200-700 nm diperoleh λmaks
pada 425 nm.
Gambar 6. Hasil scanning λmaks baku kurkuminoid
2. Pembuatan kurva baku kurkuminoid E. Merck
Pembuatan kurva baku bertujuan untuk memperoleh persamaan garis
regresi yang selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar kurkumin dalam ekstrak
menggunakan 5 seri konsentrasi dan diperoleh serapan rata-rata dari replikasi
sebanyak 3 kali sebagai berikut:
Tabel VI. Kurva baku kurkuminoid
Konsentrasi (mg %) Serapan rata-rata
0,1792 0,277 0,2560 0,406 0,3328 0,535 0,4097 0,667 0,4865 0,751
Persamaan regresi yang digunakan untuk penetapan kadar kurkumin dalam
ekstrak rimpang kunir putih adalah Y = 1,5739 X + 0,0033.
3. Penetapan kadar kurkumin
Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan kurkumin adalah
kurkuminoid karena senyawa baku yang digunakan adalah kurkuminoid E. Merck.
Kurkumin merupakan salah satu senyawa identitas dalam ekstrak rimpang kunir
putih yang dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri. Penetapan kadar
kurkumin dilakukan pada λmaks baku kurkuminoid yaitu 425 nm. Penetapan kadar
kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih 10 % dilakukan replikasi sebanyak 4
kali dan diperoleh kadar kurkumin sebagai berikut:
Tabel VII. Kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih
Replikasi Kadar kurkumin (mg %)
1 0,5664 2 0,5371 3 0,5256 4 0,5296 rata-rata 0,5397
Kadar rata-rata kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih 10 % yang
diperoleh adalah 0,5397 + 0,0184 mg %.
E. Sifat Fisis dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih Sifat fisis dan stabilitas merupakan unsur penting yang menentukan kualitas
sediaan farmasetis. Sifat fisis yang diukur dalam sediaan gel sunscreen ini adalah
daya sebar dan viskositas. Stabilitas sediaan dilihat dari pergeseran viskositas setelah
penyimpanan selama 1 bulan. Apabila tidak terjadi pergeseran viskositas setelah
penyimpanan gel selama 1 bulan maka dapat dikatakan gel memiliki stabilitas yang
baik. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan mengukur diameter terpanjang dari
penyebaran 1 gram gel pada kaca berskala yang ditimpa dengan beban seberat 125
gram selama 1 menit. Daya sebar yang baik menjamin pemerataan gel saat
diaplikasikan pada kulit. Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan
semipadat. Semakin besar daya sebar maka viskositas sediaan semipadat semakin
kecil (Garg et al., 2002).
Pengukuran viskositas dilakukan dua kali yaitu segera setelah gel dibuat
dan setelah penyimpanan gel selama satu bulan. Viskositas gel yang diukur segera
setelah pembuatan gel menunjukkan tingkat kekentalan gel. Sedangkan pengukuran
viskositas setelah penyimpanan gel selama 1 bulan menunjukkan kestabilan gel.
Hasil pengukuran sifat fisis gel sunscreen:
Tabel VIII. Hasil pengukuran sifat fisis gel
Formula Daya sebar (cm) Viskositas (d.Pa.s) δ Viskositas (%)
1 4,50 ± 0,12 248,33 ± 9,23 3,92 ± 1,50
a 4,29 ± 0,14 270 ± 3,46 1,69 ± 1,26
b 4,26 ± 0,13 262,50 ± 3,99 4,76 ± 3,15
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui faktor yang paling dominan antara
larutan Carbopol® 3 % b/v, gliserol atau interaksi antara larutan Carbopol® 3 % b/v
dan gliserol dalam menentukan daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas dari
sediaan gel dilakukan berdasarkan 2 pertimbangan, yaitu:
1. Desain faktorial yaitu efek rata-rata dari setiap faktor maupun interaksinya untuk
melihat pengaruh tiap faktor dan interaksinya terhadap besarnya respon.
Perhitungan ini memuat arah respon.
2. Yate’s treatment yaitu suatu teknik analisis secara statistik untuk menilai secara
obyektif signifikansi pengaruh relatif dari berbagai faktor dan interaksi terhadap
respon. Perhitungan ini tidak memuat arah respon.
Tabel IX. Efek larutan Carbopol® 3 % b/v,efek gliserol dan efek interaksi antar keduanya dalam menentukan sifat fisis gel
Efek Daya sebar Viskositas δ Viskositas
Carbopol® |-0,07| 12,29 |-2,66|
Gliserol |-0,10| 4,79 0,82
Interaksi 0,14 |-9,38| |-0,86|
Dari perhitungan efek rata-rata dari setiap faktor maupun interaksinya
(tabel IX), semakin besar nilai efek yang diperoleh maka semakin dominan dalam
menentukan sifat fisis dan stabilitas gel. Apabila diperoleh nilai mutlak negatif maka
efek ini berpengaruh pada penurunan sifat fisis dan stabilitas gel.
1. Daya sebar
Efek interaksi memiliki nilai paling besar daripada efek larutan Carbopol® 3
% b/v dan efek gliserol. Berdasarkan nilai efek tersebut maka interaksi larutan
Carbopol® 3 % b/v-gliserol merupakan faktor yang dominan dalam menentukan daya
Kurva yang terbentuk pada grafik hubungan daya sebar-larutan Carbopol®
3 % b/v dan daya sebar-gliserol (gambar 7) saling berpotongan menunjukkan adanya
interaksi antara larutan Carbopol® 3 % b/v dan gliserol. Oleh karena itu perlu
diperhatikan pemilihan komposisi campuran larutan Carbopol® 3 % b/v dan gliserol
sehingga dapat diperoleh area optimum daya sebar seperti yang dikehendaki. Adanya
sedikit perubahan level pada larutan Carbopol® 3 % b/v atau gliserol maupun pada
keduanya akan menyebabkan perubahan terhadap efek interaksi yang akan
menyebabkan terjadinya perubahan daya sebar gel.
Grafik Hubungan Carbopol dan Daya Sebar
Lev el Rendah Gliserol Lev el Tinggi Gliserol
Grafik Hubungan Gliserol dan Daya Sebar
Lev el Rendah Carbopol Lev el Tinggi Carbopol
Gambar 7a Gambar 7b
Gambar 7. Hubungan pengaruh larutan Carbopol® 3 % b/v (a) dan gliserol (b)
terhadap daya sebar gel
Perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95 % untuk respon
daya sebar disajikan dalam tabel X. Perhitungan harga F yang diperoleh dari Yate’s
treatment untuk respon daya sebar memperlihatkan bahwa larutan Carbopol® 3 %
b/v, gliserol, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang bermakna secara
daripada F tabel yaitu 10,13. Harga F interaksi paling besar daripada yang lain, hal
ini menegaskan identifikasi bahwa interaksi merupakan faktor yang dominan dalam
menentukan respon daya sebar.
Tabel X. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar
Source of Variation Degrees of Freedom
Sum of Squares
Mean Square F
Replicates 1 0,00001 0,00001
Treatment 3 0,0679 0,0226
a 1 0,0091 0,0091 11,3750
b 1 0,0210 0,0210 26,2500
ab 1 0,0378 0,0378 47,2500
Experimental error 3 0,0025 0,0008
Total 7 0,0704 ---
2. Viskositas
Efek larutan Carbopol® 3 % b/v paling besar daripada efek gliserol dan efek
interaksi. Berdasarkan nilai efek tersebut maka larutan Carbopol® 3 % b/v
merupakan faktor yang dominan dalam menentukan viskositas gel.
Grafik Hubungan Carbopol dan Viskositas
Lev el Rendah Gliserol Lev el Tinggi Gliserol
Grafik Hubungan Gliserol dan Viskositas
Lev el Rendah Carbopol Lev el Tinggi Carbopol
Gambar 8a Gambar 8b Gambar 8. Hubungan pengaruh larutan Carbopol® 3 % b/v (a) dan gliserol (b)