x
INTISARI
Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) : tinjauan terhadap sorbitol dan gliserol sebagai humectant dilakukan untuk melihat profil sifat fisis dan komposisi optimum dari kedua humectant. Pengukuran SPF (Sun Protection Factor) secara
in vitro dengan metode Petro (1981) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki nilai SPF kurang lebih 15.
Rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni yang bersifat eksploratif. Desain optimasi formula yang digunakan untuk melihat respon kombinasi sorbitol dan gliserol adalah simplex lattice. Parameter optimasi yang diukur yaitu sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel berupa pergeseran viskositas. Parameter-parameter tersebut harus memenuhi kriteria daya sebar 3 – 5 cm, viskositas 400 – 600 dPa.s dan persentase pergeseran viskositas setelah penyimpanan 1 bulan yaitu ≤5%. Persamaan simplex lattice dari tiap parameter diuji validitasnya menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki SPF 15,18 yaitu 0,688 mg%. Formula gel yang memenuhi kriteria yaitu formula dengan kombinasi 42% gliserol : 58% sorbitol sampai dengan 65% gliserol : 35% sorbitol. Profil kurva viskositas dan pergeseran viskositas berbentuk cekung dimana kombinasi sorbitol dan gliserol dengan perbandingan tertentu dapat menurunkan respon.
xi
ABSTRACT
The study about optimizing the Curcuma mangga rhizome ethanolic extract sunscreen gel formula with sorbitol and glycerol as humectants was carried out to determine the profile of the gel physic properties and the optimum composition of the two humectants. An in-vitro SPF (Sun Protection Factor) determination using Petro method (1981) was conducted to predict the concentration of curcuminoid in ethanolic extract of Curcuma mangga rhizome with SPF ±15 prior to gel sunscreen manufacturing.
The research design was pure experimental explorative. The simplex lattice design was applied to optimize the formula in terms of the combination of humectants. The optimization parameter were the gel physical properties (spreadability and viscosity) and the stability parameter (viscosity shift). The criteria which must be fulfilled for the optimization were : 3 – 5 cm for spreadability, 400 – 600 dPa.s for viscosity and ≤5% for the percentage of viscosity shift over one month storage. The validity of the simplex lattice equation of each parameter was measure using ANOVA with significance level 95%.
The results show that, the curcuminoid concentration in Curcuma mangga rhizome ethanol extract of SPF level 15,18 was 0,688 mg%. The optimum range which met the criteria, was the gel formula with composition between 42% glycerol : 58% sorbitol and 65% glycerol : 35% sorbitol. The curve profiles of viscosity and viscosity shift were concave, indicating that the combination of sorbitol and glycerol in certain composition might reduce the responses.
OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL
RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.): TINJAUAN
TERHADAP SORBITOL DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Christiana Untung Setyaningretry
NIM : 048114026
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL
RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.): TINJAUAN
TERHADAP SORBITOL DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Christiana Untung Setyaningretry
NIM : 048114026
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
vi
Kupersembahkan karya ini untuk:
Bapaku di Surga dan Putra Tunggalnya Jesus Christ
yang telah menjadikanku sebagai alat-Nya untuk
melayani sesama dan membagikan kasih-Nya.
Bapak, Ibu, Mbak Vero, Mbak Tyas & Floren buat
dukungan, kesabaran & doa yang ada dalam tiap
langkahku
Joseph yang selalu membantuku untuk bangkit
vii PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Rimpang Kunir Putih
(Curcuma mangga Val.): Tinjauan Terhadap Sorbitol dan Gliserol Sebagai
Humectant”, yang menjadi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Famasi
(S. Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini tidak bisa terwujud dan terangkai menjadi satu tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing dalam penelitian
PKM dan pembimbing skripsi atas segala masukan, kritik, semangat dan
sarannya.
3. Agatha Budi Susiana M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas bimbingan, saran
dan pengarahannya baik selama penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.
4. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas bimbingan,
saran dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.
5. Segenap dosen atas kesabarannya dalam mengajar dan membimbing penulis
viii
6. Pak Musrifin selaku laboran FTS dan segenap laboran dan karyawan atas
bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
7. Wiwid Dwi Susanti, Robertus Eka Kurniawan sebagai teman satu tim Mango
dalam penelitian.
8. Fransiska Indah Pratiwi, Octaviana Manuhutu dan Yovita Endah Lestari atas
bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama ini.
9. Astika, Wida dan Pras atas pengalaman hidup di tempat masing-masing yang
telah dibagikan untuk saya. Hidup Van Lith!
10. Semua pihak dan teman-teman yang telah memberi bantuan, dukungan dan
semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih
banyak kekurangannya mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman
yang dimiliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diperlukan penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Januari 2008
x
INTISARI
Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak etanol
rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) : tinjauan terhadap sorbitol dan
gliserol sebagai humectant dilakukan untuk melihat profil sifat fisis dan komposisi
optimum dari kedua humectant. Pengukuran SPF (Sun Protection Factor) secara
in vitro dengan metode Petro (1981) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki nilai SPF kurang lebih 15.
Rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni yang bersifat eksploratif. Desain optimasi formula yang digunakan untuk melihat respon
kombinasi sorbitol dan gliserol adalah simplex lattice. Parameter optimasi yang
diukur yaitu sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel berupa pergeseran viskositas. Parameter-parameter tersebut harus memenuhi kriteria daya
sebar 3 – 5 cm, viskositas 400 – 600 dPa.s dan persentase pergeseran viskositas
setelah penyimpanan 1 bulan yaitu ≤5%. Persamaan simplex lattice dari tiap
parameter diuji validitasnya menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki SPF 15,18 yaitu 0,688 mg%. Formula gel yang memenuhi kriteria yaitu formula dengan kombinasi 42% gliserol : 58% sorbitol sampai dengan 65% gliserol : 35% sorbitol. Profil kurva viskositas dan pergeseran viskositas berbentuk cekung dimana kombinasi sorbitol dan gliserol dengan perbandingan tertentu dapat menurunkan respon.
Kata kunci : sunscreen, kunir putih (Curcuma mangga Val.), humectant, gliserol,
xi
ABSTRACT
The study about optimizing the Curcuma mangga rhizome ethanolic
extract sunscreen gel formula with sorbitol and glycerol as humectants was carried out to determine the profile of the gel physic properties and the optimum composition of the two humectants. An in-vitro SPF (Sun Protection Factor) determination using Petro method (1981) was conducted to predict the
concentration of curcuminoid in ethanolic extract of Curcuma mangga rhizome
with SPF ±15 prior to gel sunscreen manufacturing.
The research design was pure experimental explorative. The simplex lattice design was applied to optimize the formula in terms of the combination of humectants. The optimization parameter were the gel physical properties (spreadability and viscosity) and the stability parameter (viscosity shift). The criteria which must be fulfilled for the optimization were : 3 – 5 cm for
spreadability, 400 – 600 dPa.s for viscosity and ≤5% for the percentage of
viscosity shift over one month storage. The validity of the simplex lattice equation of each parameter was measure using ANOVA with significance level 95%.
The results show that, the curcuminoid concentration in Curcuma
mangga rhizome ethanol extract of SPF level 15,18 was 0,688 mg%. The optimum range which met the criteria, was the gel formula with composition between 42% glycerol : 58% sorbitol and 65% glycerol : 35% sorbitol. The curve profiles of viscosity and viscosity shift were concave, indicating that the combination of sorbitol and glycerol in certain composition might reduce the responses.
Key words: sunscreen, Curcuma mangga Val., humectants, sorbitol, glycerol,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
INTISARI... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Keaslian Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A. Kunir Putih ... 7
xiii
2. Pertelaan Tanaman ... 7
3. Kandungan Kimia ... 8
4. Kegunaan ... 8
B. Kurkuminoid ... 8
C. Maserasi ... 10
D. Gel ... 11
E. Humectant ... 13
1. Gliserol ... 13
2. Sorbitol ... 15
F. Radiasi Ultraviolet dan Sunscreen ... 16
G. Pengukuran SPF in vitro dengan Spektrofotometri UV-Vis ... 18
H. Metode Simplex Lattice Design ... 20
I. Keterangan Empiris ... 22
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 24
B. Variabel dalam Penelitian ... 24
C. Definisi Operasional ... 25
D. Bahan dan Alat ... 26
E. Tata Cara Penelitian ... 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Ekstraksi Kurkuminoid dari Serbuk Rimpang Kunir Putih ... 33
B. Penetapan Kadar Kurkuminoid Dalam Ekstrak Etanol Kunir Putih ... 36
xiv
D. Formulasi Gel ... 43
E. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 45
F. Optimasi Formula ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN… ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN ... 66
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula Simplex Lattice Design ……… 31
Tabel II. Kadar kurkuminoid (mg%) dan nilai serapan dari tiga replikasi seri larutan baku kurkuminoid ………... 38
Tabel III. Kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih ……….. 40
Tabel IV. Pengukuran SPF ekstrak etanol kunir putih ………... 42
Tabel V. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas ……… 46
Tabel VI. Daya sebar hasil percobaan dan perhitungan ………. 47
Tabel VII. Viskositas hasil percobaan dan perhitungan ……….. 49
Tabel VIII. Pergeseran viskositas hasil percobaan dan perhitungan ……….. 51
Tabel IX. Hasil uji F untuk daya sebar ………... 52
Tabel X. Hasil uji F untuk viskositas ……… 54
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kurkuminoid ……… 9
Gambar 2. Struktur Monomer Asam Akrilat ………... 12
Gambar 3. Struktur Gliserol ………. 13
Gambar 4. Struktur Sorbitol ………. 15
Gambar 5. Dimensi pencampuran 2 komponen yaitu berupa garis atau kurva ………... 21
Gambar 6. Ikatan terkonjugasi (kromofor) dan gugus auksokrom pada kurkuminoid ………... 36
Gambar 7. Scanning panjang gelombang larutan kurkuminoid standar …... 37
Gambar 8. Kurva baku larutan kurkuminoid ……… 39
Gambar 9. Hasil scanning ekstrak etanol rimpang kunir putih ……… 41
Gambar 10. Struktur carbomer saat relaksasi ……… 44
Gambar 11. Gambar skematik molekul carbomer setelah penambahan TEA 44 Gambar 12. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk daya sebar ... 48
Gambar 13. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk viskositas awal ……… 49
Gambar 14. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk pergeseran viskositas ……… 51
xvii
Gambar 16. Profil range optimum untuk viskositas awal ……….. 54
Gambar 17. Profil range optimum untuk pergeseran viskositas ………….... 57
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel I. Determinasi tanaman kunir putih dan poses ekstraksi ………… 66
Tabel II. Pembuatan kurva baku ………... 69
Tabel III. Penetapan kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih …………. 73
Tabel IV. Perhitungan SPF dengan metode Petro ……….. 75
Tabel V. Data Penimbangan Formula dan Notasi Simplex Lattice Design 76
Tabel VI. Foto gel, Hasil Uji sifat Fisik dan Stabilitas Gel ………... 77
Tabel VII. Perhitungan Simplex Lattice Design ……….. 79
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah tropis dimana terdapat paparan sinar
matahari dengan intensitas yang cukup tinggi. Salah satu radiasi matahari yang
paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia adalah sinar ultraviolet (UV).
Sinar UV bermanfaat bagi tubuh karena dapat menstimulasi sirkulasi darah,
meningkatkan pembentukan hemoglobin, menurunkan tekanan darah dan mampu
menginduksi produksi vitamin D di kulit. Sinar UV juga dapat digunakan untuk
perawatan tuberkolosis dan penyakit kulit seperti psoriasis (Wilkinson dan Moore,
1982).
Disamping efek yang menguntungkan tersebut, paparan sinar matahari
yang melimpah dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan terjadinya
hiperpigmentasi kulit, keriput, penebalan epidermis, squamous cell carcinoma dan
katarak (Anonim, 2006b). Secara alami kulit memiliki perlindungan terhadap
sengatan matahari dengan penebalan kulit dan meningkatkan produksi melanin
(Wilkinson dan Moore, 1982). Namun kulit memiliki keterbatasan dalam
melawan efek merugikan dari sengatan matahari, sehingga dibutuhkan
perlindungan buatan, salah satunya dengan menggunakan sunscreen. Sunscreen
adalah senyawa aktif yang digunakan secara topikal untuk meminimalkan paparan
UV ke kulit, mekanisme kerjanya yaitu dengan menyerap (chemical sunscreen)
2
(efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari nilai SPF (Sun
Protection Factors) (Bondi dkk, 1991). Bahan sunscreen yang banyak digunakan
merupakan bahan sintetik. Beberapa bahan sunscreen sintetik seperti PABA (p
-aminobenzoic acid) dan avobenzon dapat menimbulkan reaksi alergi dan reaksi
fotosensitifitas (Parfitt, 1999; Bondi, Jegasothy, dan Lazarus, 1991). Bahan alam
dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan sunscreen karena bahan alam
mengandung senyawa nabati yang dapat mengabsorbsi radiasi UV. Senyawa
nabati tersebut digunakan oleh tanaman untuk mampu menjaga agar sel-selnya
tidak rusak dan tidak terganggu metabolismenya (Fridd, 1996).
Bahan alam juga mempunyai toleransi yang baik terhadap tubuh dan
efek samping yang rendah (Katno dan Pramono, 2000). Penelitian bahan alam
sebagai bahan sunscreen yang pernah dilakukan yaitu rimpang kunir putih
(Curcuma mangga Val.) (Fitriana, 2007; Santoso, 2007; dan Veasilia 2007).
Ekstrak etanol tersebut memberikan serapan pada panjang gelombang UV A dan
UV B (290 – 400 nm). Salah satu kandungan dalam rimpang kunir putih adalah
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin (Abas dkk., 2005). Dari penelitian tersebut dapat dijadikan
dasar untuk mengembangkan ekstrak etanol kunir putih menjadi sediaan
sunscreen.
Sediaan sunscreen yang banyak beredar di pasaran adalah bentuk krim
dan lotion. Krim merupakan bentuk sediaan semi padat yang terdiri dari dua fase,
yaitu fase minyak dan fase air. Kandungan minyak dalam krim dapat merangsang
3
berlebihan. Lotion mempunyai viskositas yang encer sehingga mudah hilang dari
kulit ketika diaplikasikan. Hal ini akan mengurangi daya perlindungan dari
sunscreen tersebut. Dengan demikian perlu dikembangkan bentuk sediaan lain
yang dapat mengatasi kekurangan tersebut.
Gel merupakan sistem semisolid terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan (Anonim, 1995). Gel mempunyai sistem semi kaku dimana pergerakan
medium dispersinya terbatas karena adanya jalinan struktur tiga dimensi dari
partikel atau makromolekul terdispersi sehingga akan meningkatkan stabilitas
sediaan yang dihasilkan (Zatz dan Kushla, 1996). Setelah diaplikasikan, gel akan
mengering dan meninggalkan lapisan elastis tembus pandang dengan daya lekat
tinggi tapi tidak menyumbat pori kulit (Voigt, 1994). Dengan demikian, bahan
aktif sunscreen di dalam gel juga akan membentuk lapisan di kulit dan tidak
terpenetrasi ke dalam.
Tipe hidrogel dipilih sebagai basis sediaan sunscreen dalam penelitian
ini karena kandungan bahan hidrofilik yang memiliki konsistensi lembut dan
memberikan rasa dingin yang disebabkan oleh efek evaporasi air (Voigt, 1994).
Hidrogel relatif memiliki kompatibilitas yang bagus dengan jaringan biologi dan
merupakan bahan biodegradable sehingga dapat meminimalkan iritasi di sekitar
sel dan jaringan (Zatz dan Kushla, 1996; Swarbrick dan Boylan, 1993).
Setelah terpapar UV maka terjadi evaporasi air dalam sediaan,
sehingga dibutuhkan bahan tertentu yang dapat menjaga kelembaban sediaan.
4
air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit
(Rawlings, Harding, Watkinson, Chandar, Scott, 2002). Dalam penelitian ini
menggunakan dua campuran humektant berupa sorbitol dan gliserol. Gliserol
merupakan humectant yang kuat dan mempunyai kemampuan menyerap air
hampir sama dengan natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat
air alami dalam kulit. Gliserol juga dapat mengembalikan kulit kering menjadi
normal dengan cepat dan mampu mempertahankan kondisi normal tersebut lebih
lama dibanding humectant yang lain (Aprilia, 2007). Sorbitol bersifat ringan dan
tidak lengket, serta tidak terlalu kuat dalam menarik kelembaban kulit sehingga
sesuai untuk sediaan yang digunakan di kulit (Khotimah, 2006). Penggunaan
gliserol dalam produk kosmetik cenderung menimbulkan rasa basah dan bersifat
berat (heavy) yang dapat ditutupi dengan cara mengkombinasikan dengan
humectant lain seperti sorbitol (Zocchi, 2001). Pengujian kombinasi gliserol dan
sorbitol dilakukan dengan Simplex Lattice Design untuk memperoleh gel
sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih yang nyaman dan stabil ditinjau dari
hasil uji daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas.
B. Perumusan Masalah
a. Berapakah kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih terhitung sebagai
kurkuminoid yang memiliki nilai Sun Protection Factor (SPF) kurang lebih
15 yang diukur secara in vitro dengan metode Petro?
b. Bagaimana profil sifat fisis gel dengan berbagai variasi komposisi humectant
5
c. Apakah ditemukan range campuran komposisi optimum formula gel dengan
humectant berupa gliserol dan sorbitol, yang memenuhi kriteria sifat fisis dan
stabilitas?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
optimasi formula sediaan gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih
(Curcuma mangga Val.) dengan gliserol dan sorbitol sebagai humectant belum
pernah dilakukan.
Adapun penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan rimpang
kunir putih sebagai sunscreen antara lain:
a. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma
mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Propilen
Glikol sebagai Humectant (Veasilia, 2007)
b. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma
mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Sorbitol
sebagai Humectant (Fitriana, 2007)
c. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma
mangga Val.) dengan Gelling Agent Carbopol® dan Gliserol sebagai
6
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Menambah informasi bagi ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan
sunscreen yang berasal dari bahan alam dan aplikasi Simplex Lattice Design
pada poses pembuatan gel sunscreen.
b. Manfaat Praktis
Mengetahui nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak etanol rimpang kunir
putih secara in vitro serta mengetahui formula optimum berdasarkan
superimposed contour plot sifat fisik gel.
E. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan formula gel
sunscreen ekstrak etanol kunir putih yang memenuhi persyaratan mutu yaitu
manjur, aman dan dapat diterima masyarakat
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kadar ekstrak etanol rimpang kunir terhitung sebagai kurkuminoid
yang memiliki nilai Sun Protection Factor (SPF) kurang lebih 15 yang diukur
secara in vitro dengan metode Petro.
2. Mengetahui profil sifat fisis gel dengan berbagai variasi komposisi humectant
gliserol dan sorbitol.
3. Mendapatkan range campuran komposisi optimum formula gel dengan
humectant berupa gliserol dan sorbitol yang memenuhi kriteria sifat fisis dan
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kunir Putih
1. Keterangan Botani
Tanaman ini memiliki nama ilmiah Curcuma mangga Val. atau
Curcuma amada (Hutapea, 1993; Muhlisah, 1999). Kunir putih termasuk dalam
suku Zingiberaceae dan marga Curcuma (Hutapea, 1993). Di Jawa, dikenal
sebagai kunir putih, temu bayangan, temu putih atau temu poh. Di Sunda disebut
koneng joho, koneng lalap, atau koneng pare. Di Madura disebut sebagai temu
pao (Muhlisah, 1999).
2. Pertelaan Tanaman
Tanaman kunir putih berupa semak dengan tinggi 1-2 meter. Memiliki
batang semu, tegak, lunak, berwarna hijau, dan batang di dalam tanah membentuk
rimpang (Hutapea, 1993). Rimpang kunir putih berbentuk bulat, renyah dan
mudah dipatahkan. Percabangan rimpangnya banyak dengan rimpang utamanya
keras (Muhlisah, 1999). Bila rimpang dibelah tampak daging buah yang berwarna
kekuningan di bagian luar dan putih kekuningan di bagian tengahnya (Muhlisah,
1999; Anonim, 2005). Mempunyai bau seperti buah mangga (Anonim, 1986).
Daun tunggal, berpelepah, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal
meruncing, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau (Hutapea, 1993). Panjang
8
panjang dengan daunnya. Permukaan atas dan bawah daun licin, tidak berbulu
(Muhlisah, 1999).
3. Kandungan kimia
Rimpang kunir putih mengandung saponin dan flavonoid (Hutapea,
1993) serta beberapa senyawa lain seperti labdane diterpene glucoside,
calcaratarin A, zerumin B, scopoletin, demethoxycurcumin,
bisdemethoxycurcumin, 1,7-bis(4-hydroxyphenyl)-1,4,6-heptatrien-3-one,
kurkumin, dan asam p-hikdroksisinamat (Abas dkk, 2005). Selain itu rimpang
kunir putih juga mengandung tanin, damar, gula dan amilum (Mulhisah, 1999),
dimana kandungan pati (amilum) hanya sedikit (Heyne, 1987).
4. Kegunaan
Ekstrak rimpang temu mangga memiliki aktivitas antioksidan,
antiradikal dan antiinflamasi (Alisyahbana, Ervira, Sugiarso, 2002). Rimpang
kunir putih dapat mengobati memar, keseleo, demam, bronchitis, TBC, wasir,
penawar racun akibat sengatan kalajengking atau ular, menghilangkan rasa mual
di perut, dan untuk perawatan kecantikan wanita (Muhlisah, 1999).
B. Kurkuminoid
Kurkuminoid terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin (Anonim, 2002a). Kurkuminoid dapat diisolasi dari
rimpang kunir putih (Abas dkk., 2005). Penelitian terbaru mengenai degradasi
alkali pada kurkuminoid menjelaskan bahwa bisdemetoksikurkumin sedikit lebih
9
demetoksikurkumin. Gugus fenolik pada kurkumin menunjukkan sifat sebagai
akseptor ikatan hidrogen, sedangkan pada bisdemetoksikurkumin berperan
sebagai donor ikatan hydrogen (Majeed, Badmaev, Shivakumar, Rajendran,
2006).
O O
HO OH
R2 R1
Kurkumin (C21H20O6) merupakan serbuk kristal berwarna kuning
dengan bobot molekul 368,37 dan titik leleh 183oC. Secara alami, kurkumin
berasal dari hasil ekstraksi rimpang Curcuma longa L., Zingiberaceae dengan
pelarut tertentu (Budavari, 1989).
Gugus fenolik pada kurkumin bersifat sebagai pendonor ikatan
hidrogen yang mempengaruhi kelarutannya pada pelarut alkohol (Anonim, 2000).
Sifat kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air pada pH asam dan netral,
namun dapat larut dalam alkohol, asam asetat glasial dan pelarut alkali
(Stankovic, 2004; Budavari, 1989 ; Fridd, 1996). Kurkumin relatif stabil terhadap
panas, tetapi memiliki kecenderungan memudar dengan adanya cahaya, terutama
dalam bentuk larutan. Hal ini dapat diminimalkan dengan formulasi tertentu yang
dapat meningkatkan stabilitasnya terhadap cahaya, misalnya kurkumin
disuspensikan dalam sistem tertentu (Fridd, 1996; Stankovic 2004).
Gambar 1. Struktur kurkuminoid (Aggarwal, Kumar, Aggarwal, Shishodia, 2005)
R1 = R2 = OCH3 = (curcumin)
R1 = OCH3, R2 = H (demethoxycurcumin)
10
Dalam larutan asam atau netral, kurkumin bertindak sebagai donor
atom H yang bagus dan mempunyai peran penting dalam aktivitasnya sebagai
antioksidan (Jovanovic, Steenken, Boone, Simic, 1999).
C. Maserasi
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung
etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.
Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring
atau bagian yang bening dienaptuangkan (Anonim, 1995).
Maserasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang sederhana dalam
hal pengerjaan dan peralatan yang digunakan. Proses maserasi dilakukan dengan
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang cocok. Pelarut yang
digunakan dapat berupa air, etanol, etanol-air atau pelarut lain (Anonim, 1986).
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar (Anonim, 1986).
Pada penyarian dengan metode maserasi, perlu dilakukan pengadukan
untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga
dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya perbedaan konsentrasi larutan di
dalam dan di luar sel. Maserasi dengan mesin pengadukan dilakukan dengan suatu
mesin yang berputar terus-menerus, sehingga proses maserasi dapat dipersingkat
11 D. Gel
Menurut definisinya, gel merupakan sistem semisolid terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorgaik kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). Gel mempunyai sistem semi kaku
dimana pergerakan medium dispersinya terbatas karena adanya jalinan struktur
tiga dimensi dari partikel atau makromolekul terdispersi (Allen, 2002). Pada
umumnya memiliki sifat alir non-Newtonian yaitu pseudoplastik, dimana
viskositas semakin menurun dengan adanya peningkatan pengadukan (Zatz dan
Kushla, 1996).
Gel organik adalah sistem fase tunggal dimana pembentuk gelnya
berupa polimer (Allen, 2002). Bahan polimer yang mempunyai kemampuan
mengembang dalam air tanpa terlarut dan dapat menyimpan air dalam strukturnya
disebut sebagai hidrogel. Hidrogel merupakan sistem 2 komponen, yaitu
komponen hidrofilik, tidak larut, polimer dengan struktur tiga dimensi dan
komponen lain berupa air (Swarbrick dan Boylan, 1993).
Hidrogel cocok digunakan untuk salep tidak berlemak dan
diaplikasikan pada kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang berlebihan. Setelah
diaplikasikan, gel akan mengering dan meninggalkan lapisan elastis tembus
pandang dengan daya lekat tinggi tapi tidak menyumbat pori kulit (Voigt, 1994).
Sistem hidrogel relatif memiliki kompatibilitas yang bagus dengan jaringan
biologi dan merupakan bahan biodegradable sehingga dapat meminimalkan iritasi
12
Polimer sintetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbomer
(USP). Carbomer memiliki bobot molekul tinggi tersusun dari asam akrilat yang
berikatan silang dengan allyl sucrose atau allyl ether pada pentaerythritol.
Polimer carbomer dibentuk oleh asam akrilat yang berulang (Koleng dan
McGinity, 2005). Struktur monomernya ditunjukkan pada gambar di bawah.
Carbomer berupa serbuk putih yang berbulu halus (fluffy) dan sedikit
berbau khas. Sifatnya yang higroskopis, disebabkan karena kemampuannya dalam
mengabsorbsi dan menyimpan air. Polimer carbomer tidak larut air dan dalam
kebanyakan pelarut umum. Ketika dinetralkan (pH 7) dengan alkali hidroksida
atau amin akan larut dalam air, alkohol dan gliserol membentuk gel jernih yang
stabil (Anonim, 2001). Electrostatic repulsion mempunyai peran kritis dalam
pembentukan gel, viskositas dan kekuatan gel yang dipengaruhi oleh pH dan
jumlah garam (Swarbrick dan Boylan, 1992).
Carbomer 940 merupakan bahan pengental yang sempurna pada
viskositas tinggi dan tingkat kejernihannya sangat bagus dibandingkan carbomer
resin lain (Allen, 2002). Berat molekul Carbomer 940 yaitu 4 x 106 Dalton dan
memiliki pH optimum pada range 3 sampai 11 (Swarbrick dan Boylan, 1992;
Anonim, 1997).
13
HO OH
OH
E. Humectant
Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang digunakan
untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air
(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).
Humectant bekerja dengan menahan kandungan air pada stratum korneum yang
secara alami dapat hilang dari tubuh. Humectant dapat menarik air dari
lingkungan luar ke dalam kulit jika hanya dalam kondisi lembab yang tinggi
(Rawlings dkk, 2002).
Bahan-bahan yang digunakan sebagai humektant merupakan senyawa
organik yang larut air, khususnya alkohol polihidrat (poliol) yang dapat menyerap
air. Humectant yang banyak digunakan adalah gliserol, selain itu antara lain
terdapat sorbitol, propylene glycerol, butylenes glycol, urea, dan sodium laktat.
Humectant membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan
air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit
(Rawlings dkk, 2002).
1. Gliserol
Gliserol (BP) atau Gliserin (USP) memiliki rumus empirik C3H8O3
dengan bobot molekul 92,09. Pemeriannya yaitu jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, kental, berupa cairan higroskopis, rasa manis (kira-kira 0,6 kali lebih
manis dibanding sukrosa) (Price, 2005).
14
Fungsi dari gliserol yaitu sebagai antimikroba, emolien, humektan,
plasticizer, pelarut, bahan pemanis dan bahan pengisotonis. Pada sediaan topikal,
gliserol digunakan sebagai humektan dan emolien yang dapat melembabkan kulit.
Gliserol bersifat higroskopis (Price, 2005). Pada suhu 25oC dan RH 50%, gliserol
memiliki nilai higroskopisitas sebesar 25 H2O mg/100 mg dan kemampuan
menyimpan air sebanyak 40 mg H2O/100 mg (Rawlings dkk, 2002).
Gliserol murni tidak mudah teroksidasi dalam kondisi ruangan, namun
dapat mengalami dekomposisi dengan adanya panas sehingga menghasilkan
akrolein yang bersifat racun. Campuran gliserol, etanol (95%) dan propilen glikol
bersifat stabil secara kimia (Price, 2005).
Gliserol mempunyai kemampuan menyerap air hampir sama dengan
natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat air alami dalam
kulit. Selain itu, gliserol dapat mengembalikan kulit kering menjadi normal
dengan cepat dan mampu mempertahankan kondisi normal tersebut lebih lama
dibanding humectant lain (Aprilia, 2007). Gliserol merupakan humectant yang
penting dalam produk kosmetik dimana bersifat berat (heavy) dan menimbulkan
rasa basah, oleh karena itu untuk menutupi sifat tersebut dapat dikombinasi
dengan humectant lain seperti sorbitol (Zocchi, 2001).
Gliserol dapat menyebabkan plasticizing pada stratum korneum
dengan memecah ikatan hidrogen antara gugus bersebelahan pada lipid lamellar
sehingga menyebabkan lisisnya korneodesmosom di dalam matrik ekstraseluler.
15
nyata dan dapat meningkatkan efektifitas deskuamasi untuk memperbaiki kulit
kering dan bersisik (Rawlings dkk, 2002).
2. Sorbitol
Sorbitol merupakan alkohol heksahidrat yang berupa serbuk kristal
putih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Pada umumnya sorbitol tersedia
sebagai 70% larutan berair yang jernih, tidak berwarna dan kental (Loden, 2001).
Sorbitol memiliki rumus empiris C6H14O6 dan berat molekul 182,17 (Owen,
2005).
Sorbitol merupakan salah satu humectant yang banyak digunakan
dalam industri kosmetik dan toilet yang tidak bersifat toksik dan berbahaya.
Akhir-akhir ini sorbitol 70% telah menggantikan penggunaan gliserol baik
keseluruhan maupun sebagian karena harganya yang relatif lebih murah
(Wilkinson dan Moore, 1982).
Sorbitol memiliki sifat higroskopisitas lebih rendah dibandingkan
gliserol (Loden, 2001). Pada suhu 25oC dan kelembaban relatif 50%, sorbitol
memiliki nilai higroskopisitas sebesar 1 mg H2O/100mg dan kapasitas
menyimpan air sebanyak 21 mg H2O/100 mg (Rawlings dkk, 2002). Sorbitol
bersifat ringan, tidak lengket dan tidak terlalu kuat dalam menarik lembab
kelembaban kulit (Khotimah, 2006).
16
F. Radiasi Ultra Violet dan Sunscreen
Sinar matahari memancarkan berbagai radiasi elektromagnetik seperti
infra merah, visible dan ultraviolet yang memiliki karakteristik panjang
gelombang, frekuensi dan energi berbeda-beda. Salah satu radiasi matahari yang
paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia adalah sinar ultraviolet. Sinar
ultraviolet (UV) dibagi menjadi panjang gelombang sangat pendek UV C (< 290
nm), UV B (290 – 320 nm), dan UV A yang terbagi lagi menjadi UV A 2 (320 –
340 nm) dan UV 1 (340 – 400 nm). UV C diserap ozon stratosfer sehingga tidak
mencapai permukaan bumi (Nole dan Johnson, 2004).
Spektra aksi eritema pada kulit lebih disebabkan oleh UV B
dibandingkan UV A. Sembilan puluh persen UV B yang sampai bumi terbatas
pada lapisan epidermal kulit. Demikian juga UV A dapat terpenetrasi ke
epidermis sampai kedalaman 0,2 mm dan aktivitasnya menurun dengan
meningkatnya panjang gelombang. Panjang gelombang 306 – 310 nm mempunyai
resiko pembakaran paling tinggi (Nole dan Johnson, 2004). Radiasi UV B
mempunyai peranan yang besar sebagai penyebab sunburn, penuaan kulit dan
kanker kutan (Bondi dkk, 1991).
UV A mempunyai kecenderungan untuk merusak struktur protein di
dermis (seperti kolagen dan elastin) sehingga menyebabkan penuaan dini. Akibat
pemaparan UV yang nampak yaitu pembentukan melanin dan penebalan
epidermis. Pemaparan radiasi matahari secara kronis juga berperan pada kulit
kering dengan mengganggu diferensiasi lapisan granular, termasuk proses
17
Johnson, 2004). NMF merupakan campuran humectant yang secara alami terdapat
dalam stratum corneum. NMF dibentuk dari protein filagrin dan diatur oleh
kandungan lembab pada stratum corneum. Kekurangan NMF di kulit dapat
mengurangi kemampuan stratum corneum untuk mengikat air dan menyebabkan
kulit kering (Loden, 2000).
Bahan sunscreen adalah senyawa kimia yang mengabsorpsi dan atau
memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit. Biasanya sunscreen
merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat
aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum
yang terbatas (Stanfield, 2003).
Sunscreen bekerja dengan 2 cara:
1. Memantulkan sinar (light scattering) atau physical sunscreen. Mekanisme
tersebut menyebabkan radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan
kecil kristal dari beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis
yang kusam/buram pada permukaan kulit.
2. Mengabsorpsi panjang gelombang pada range UVA dan UVB oleh suatu
senyawa atau chemical sunscreen (Bondi dkk, 1991).
Bahan aktif sunscreen kimia pada umumnya berupa senyawa aromatik
yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Senyawa ini akan mengabsorbsi
intensitas sinar UV dan tereksitasi ke tingkat energi lebih tinggi. Energi yang
hilang mengakibatkan konversi sisa ke dalam panjang gelombang dengan energi
18
Tingkat perlindungan (efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar
UV dilihat dari nilai SPF (Sun Protection Factors). SPF (Sun Protection Factor)
adalah perbandingan waktu yang dibutuhkan radiasi UV untuk menimbulkan
eritema pada kulit yang terlindungi dengan kulit tidak terlindungi (Bondi dkk,
1991). Menurut regulasi yang dikeluarkan FDA, produk sunscreen harus memiliki
nilai SPF minimal 2 (Levy, 2001). Nilai SPF tertinggi yang diperkenalkan oleh
FDA adalah SPF 15, namun banyak orang atau instansi yang merekomendasikan
sunscreen dengan SPF 15 atau lebih tinggi untuk memperoleh perlindungan
maksimum (Bondi dkk, 1991).
G. Pengukuran SPF in vitro dengan Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat
(190 – 380 nm) dan sinar tampak (380 – 780 nm) dengan memakai instrument
spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).
Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup
untuk terjadinya transisi elektronik, sehingga spektra yang dihasilkan disebut
spektra elektronik yang berupa pita spektrum. Kromofor merupakan semua gugus
atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan
sinar tampak. Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron
bebas, seperti OH; O, NH2; dan OCH3 yang terikat pada kromofor akan
19
besar (pergeseran batokromik) disertai dengan peningkatan intensitas (efek
hiperkromik) (Rohman, 2007).
Menurut Petro (1981), SPF dapat ditentukan secara in vitro
menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis. Dalam metode
spektrofotometri UV-Vis terdapat Hukum Lambert-Beer yang menghubungkan
transmitan atau absorban terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang
dianalisis dan tebal larutan yang mengabsorbsi, dijelaskan dalam persamaan
Lambert-Beer (1).
. . (1)
A = serapan, T = persen transmitan, Io = intensitas radiasi yang dating, It =
intensitas radiasi yang diteruskan, ε = absorbansi molar, c = konsentrasi, b = tebal
larutan. (Mulja dan Suharman, 1995).
Dalam hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan, yaitu:
1. Sinar yang digunakan digunakan dianggap monokromatis
2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang
sama
3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang
lain dalam larutan tersebut
4. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforesensi
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Rohman, 2007)
Fakta yang ada mengenai sinar matahari penyebab sunburn adalah
20
polikromatik) dengan spektrofotometri dalam persamaan (2) yang didasarkan
pada hukum Lambert-Beer.
log (2)
Dimana Aave (As) adalah serapan sunscreen saat (interval dari aktivitas
eritema).
H. Metode Simplex Lattice Design
Permasalahan yang sering dihadapi dalam farmasetika adalah
pengaruh campuran beberapa bahan atau komposisi dari campuran terhadap hasil,
misalnya berupa sifat fisik. Menurut Armstrong dan James (1996), perubahan dari
salah satu bahan akan mengubah satu atau lebih bahan lain, dimana proporsi
bahan tidak boleh negatif. Dengan kata lain proporsi dari komponen X1, X2, … Xq
yaitu 0 ≤ Xi ≤1. Jumlah proporsi dari semua komponen yang dicampurkan
merupakan kesatuan, oleh karena itu
X1 + X2 + … + Xq = 1 (3)
Daerah dimana terdapat semua kemungkinan respon kombinasi dari
komponen-komponen disebut sebagai factor space. Factor space untuk sejumlah q
komponen dapat direpresentasikan dalam (q-1) dimensi. Untuk campuran dengan
2 komponen, maka factor space yang ditunjukkan adalah 2-1 = 1, yaitu berupa
21
Respon untuk kombinasi 2 komponen dapat diprediksi dengan
persamaan polinomial berikut :
Y = B1(A) + B2(B) + B12(A)(B) (4)
Dimana Y adalah respon, (A) adalah kadar proporsi dari komponen A dan (B)
adalah kadar proporsi dari komponen B. Koefisien B1, B2 dan B12 dihitung dari
hasil pengamatan percobaan (Bolton, 1997).
Contoh penerapan simplex lattice design adalah sebagai berikut, misal:
formula I menggunakan 100% pelarut A menghasilkan respon kelarutan 10
mg/ml, formula II menggunakan 100% pelarut B menghasilkan respon kelarutan
15 mg/ml, dan formula III dengan 50% pelarut A dan 50% pelarut B
menghasilkan respon 20 mg/ml. Dari ketiga formula dimasukkan dalam
persamaan (4) sehingga diperoleh nilai koefisien B1, B2, B12. Persamaan yang
diperoleh pada contoh tersebut yaitu Y = 10(A) + 15(B) + 30(A)(B). Dengan
persamaan tersebut, respon kelarutan untuk kombinasi lain pelarut A dan B dapat
diprediksi, dengan syarat kombinasi pelarut harus berjumlah 100% (Bolton,
1997).
Proporsi komponen 1 0,5 0 A respon
0 0,5 1 B
Gambar 5. Dimensi pencampuran 2 komponen yaitu berupa garis atau kurva. Titik-titik respon hasil pengkombinasian berada di sepanjang garis atau kurva.
22
Kebaikan dari model persamaan simplex lattice design yang diperoleh,
dapat diketahui dengan analisis variansi yaitu membandingkan respon hasil
perhitungan dan percobaan (Armstrong dan James, 1996). Jika nilai perhitungan
dekat dengan nilai percobaan, maka meningkatkan kepercayaan dalam
memprediksi respon berdasarkan persamaan (Bolton, 1997).
I. KETERANGAN EMPIRIS
Sediaan sunscreen digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar
UV. Bahan aktif sunscreen yang digunakan dalam sediaan berasal dari bahan
alam yaitu ekstrak etanol timpang kunir putih, dimana bahan alam memiliki
keuntungan yaitu dapat ditoleransi oleh tubuh, dan memiliki efek samping yang
rendah (Katno dan Pramono, 2000). Dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih
terkandung kurkuminoid yang memiliki serapan pada range panjang gelombang
UV A dan UV B. Efektifitas ekstrak etanol kunir putih sebagai sunscreen
ditunjukkan dengan nilai SPF (Sun Protection Factor) yang diuji secara in vitro
dengan metode Petro (1981) menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis.
SPF ditentukan berdasarkan serapan ekstrak pada panjang gelombang 290 nm
sampai panjang gelombang tertentu dimana serapan minimalnya 0,05.
Sediaan sunscreen yang dipilih adalah bentuk hidrogel yang memiliki
konsistensi lembut, memberikan efek dingin pada kulit dan kompatibilitas yang
bagus dengan jaringan biologi dan merupakan bahan biodegradable. Keuntungan
penggunaan gel yaitu nyaman dan cocok digunakan untuk kulit yang
23
humectant untuk membantu menjaga kelembaban kulit. Dalam penelitian ini
menggunakan campuran humectant berupa sorbitol dan gliserol, dimana sorbitol
dapat menutupi sifat gliserol yang berat (heavy) dan basah.
Optimasi campuran antara gliserol dan sorbitol menggunakan metode
simplex lattice design. Hasil yang diperoleh adalah data sifat fisik berupa hasil uji
daya sebar, viskositas dan data stabilitas sediaan gel berupa pergeseran viskositas.
Sehingga diharapkan dapat diperoleh range komposisi humectant yang memenuhi
24 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan
Simplex Lattice Design untuk dua komponen dan bersifat eksploratif, yaitu
mencari formula sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memenuhi
kriteria sifat fisis dan stabilitas.
B. Variabel dalam Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi gliserol dan sorbitol
sebagai humectant dalam formula sunscreen gel ekstrak etanol kunir putih.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (meliputi daya
sebar dan viskositas) dan stabilitas gel yang berupa pergeseran viskositas gel
setelah penyimpanan selama satu bulan.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan
pengadukan, intensitas cahaya penyimpanan dan wadah penyimpanan.
4. Variabel pengacau tidak terkendali
Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu
25
C. Definisi Operasional
1. Ekstrak etanol rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil
maserasi serbuk rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 96% v/v
kualitas teknis dengan perbandingan serbuk dan pelarut yaitu 1 : 9 selama 24
jam.
2. SPF (Sun Protection Factor) ekstrak etanol rimpang kunir putih menunjukkan
kemampuan ekstrak dalam melindungi kulit dari paparan sinar matahari yang
diukur dengan metode Petro menggunakan instrumen spektrofotometer
UV-Vis, yaitu berdasarkan serapan ekstrak pada panjang gelombang 290 nm
sampai panjang gelombang tertentu dimana serapan minimalnya 0,05.
3. Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang digunakan untuk
mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air
(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan. Humectant
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gliserol dan sorbitol.
4. Sifat fisik gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas
fisik gel, meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas untuk
melihat stabilitas gel selama penyimpanan satu bulan.
5. Daya sebar adalah kemampuan gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir
putih untuk menyebar pada lempeng kaca bulat yang diatasnya diberi beban
125 g selama 1 menit. Kemampuan menyebar sebanding dengan diameter gel
26
6. Viskositas adalah tingkat kekentalan gel sunscreen ekstrak etanol rimpang
kunir putih yang diukur dengan cara membaca angka yang ditunjukkan oleh
jarum pada viscotester Rion.
7. Pergeseran viskositas adalah persentase perubahan viskositas gel setelah
penyimpanan selama 1 bulan.
8. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisik gel
yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.
9. Contour plot menunjukkan profil berupa grafik respon daya sebar, viskositas
dan pergeseran viskositas.
10.Superimposed contour plot adalah range pertemuan yang memuat semua
arsiran dalam contour plot, yang diprediksi sebagai area komposisi optimum.
11.Komposisi optimum adalah range komposisi humectant (sorbitol dan gliserol)
yang menghasilkan gel sesuai kriteria daya sebar 3 – 5 cm, viskositas 400 –
600 dPa.s, dan pergeseran viskositas ≤5 % dimana persamaan simplex lattice
tiap parameter bersifat regresi secara statistik.
D. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang kunir putih
(Curcuma mangga Val.), etanol 96% (kualitas p.a.), etanol 96% (kualitas teknis),
gliserol (kualitas farmasetis), sorbitol (kualitas farmasetis), Carbopol® 940
(kualitas farmasetis), aquadest, trietanolamin (TEA), standar kurkuminoid E.
27
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas
(PYREX-GERMANY), pipet mikro 0,5-10 µL dan 100-1000 µL (Acura 825,
Socorex), blender kering, ayakan, maserator kinetik, Spectrophotometer UV–Vis
GenesysTM 10 (THERMOSPECTRONIC-USA), neraca elektrik, mixer, stirrer
magnetic, Viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), lempeng kaca pengukur daya
sebar, pH universal.
E. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih
Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Merapi
Farma, Kaliurang. Determinasi tanaman kunir putih yaitu dengan mencocokkan
morfologi dan kandungan senyawa pada tanaman dengan ciri-ciri Curcuma
mangga Val. yang terdapat pada Asia Pacific Medicinal Plant Database (2005)
dan jurnal penelitian “Analisis Fitokimia Curcuma zedoria, Curcuma mangga dan
Kaempferia pandurata” (Hernani, 2002). Rimpang dicuci dengan air mengalir
kemudian dilakukan sortasi basah. Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis
(± 3 mm). Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain
hitam, kemudian dilanjutkan pengeringan dalam oven pada suhu 30 – 40ºC
sampai rimpang kering, ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila
diremas. Setelah simplisia kering, dilakukan sortasi kering. Simplisia yang sudah
kering diserbuk dengan mesin penyerbuk. Serbuk yang diperoleh kemudian
28 2. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih
Ekstrak rimpang kunir putih diperoleh dengan cara maserasi serbuk
rimpang kunir putih dengan cairan penyari berupa etanol 96%. Serbuk rimpang
kunir putih sebanyak 20 gram dimasukkan dalam erlenmeyer bersumbat dan
dibasahi dengan 180 ml etanol 96% v/v, dimaserasi selama 24 jam menggunakan
maserasi kinetik. Serbuk yang telah diekstraksi dipisahkan dari maserat
menggunakan corong Buchner. Maserat yang diperoleh didiamkan selama 2 hari
agar patinya mengendap, kemudian disaring kembali menggunakan corong
Buchner. Filtrat yang dihasilkan ditambah dengan etanol 96% sampai total
volume sama dengan volume awal cairan penyari yaitu 180 ml. Hasil yang
diperoleh adalah ekstrak etanol rimpang kunir putih.
3. Pembuatan kurva baku
a. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum
Larutan baku kurkuminoid dengan konsentrasi 0,6 mg% diukur
serapannya dengan spektrofotometer UV–Vis pada panjang gelombang 200 – 600
nm. Panjang gelombang dengan serapan maksimum merupakan panjang
gelombang (λ) maksimum.
b. Pembuatan larutan baku kurkumin
Pembuatan 3 larutan stok dari standar kurkuminoid E. Merck® dalam
pelarut etanol 96% pa dengan konsentrasi 50 mg%. Dibuat seri pengenceran
menggunakan etanol p.a. dari tiap larutan stok yaitu dengan mengambil 0,04;
0,08; 0,12; 0,16; 0,20; 0,24 ml larutan sehingga diperoleh konsentrasi
29
Larutan baku tersebut diukur serapannya pada λ maksimum hasil pengukuran
dengan spektrofotometer UV-Vis. Dibuat persamaan regresi linear antara
konsentrasi dan serapan. Dicari persamaan regresi yang linear dengan
membandingkan nilai r ketiga kurva baku dengan tabel t.
4. Penetapan kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih terhitung sebagai
kurkuminoid
Ekstrak etanol rimpang kunir putih diambil 4 cuplikan kadar yaitu
sebanyak 1; 1,25; 1,5 dan 1,75 ml kemudian tambahkan pelarut etanol 96% v/v p.a.
hingga 10 ml. Tiap-tiap cuplikan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Serapan
tiap cuplikan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum. Serapan yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan regresi linear
kurva baku sehingga diperoleh kadar ekstrak etanol kunir putih dalam tiap
cuplikan terhitung sebagai kurkuminoid.
5. Pengukuran SPF dari ekstrak etanol rimpang kunir putih dengan
Metode Petro (1981)
Keempat cuplikan ekstrak etanol kunir putih dengan tiap-tiap
pengulangan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada rentang
panjang gelombang 290 nm hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm
yang mempunyai nilai serapan 0,05, pengukuran tiap 5 nm. Dibuat kurva antara
panjang gelombang dengan serapan. Dihitung luas daerah di bawah kurva (AUC)
antara dua panjang gelombang yang berurutan menggunakan rumus:
λ
λ λ λ
30
λp-a merupakan panjang gelombang awal dan λp merupakan panjang gelombang
akhir dimana a sama dengan range panjang gelombang pengukuran (a yang
digunakan adalah 5 nm). Ap-a adalah serapan pada panjang gelombang λp-a dan
Ap adalah serapan pada panjang gelombang λp.
Seluruh luas daerah di bawah kurva serapan dapat dihitung dengan
cara menjumlahkan semua harga AUC antara dua panjang gelombang yang
berurutan, yaitu dari 290 nm sampai di atas 290 nm yang mempunyai serapan
0,05. Harga Sun Protection Factor (SPF) dihitung dengan rumus :
λ λ (6)
λn adalah panjang gelombang terbesar diantara panjang gelombang 290 nm
hingga di atas 290 nm dan mempunyai nilai serapan 0,05; dan λ1 adalah panjang
gelombang terkecil (290) (Petro,1981).
6. Optimasi proses pembuatan gel
a. Formula
Diambil dari formula Clear aqueous gel with dimethicone (Allen, 2002)
Aquadest 59,8%
Carbomer 934 0,5%
Trietanolamin 1,2%
Gliserin 34,2%
Propilen glikol 2,0%
Dimethicone copolyol 2,3%
Dari formula standar tersebut dilakukan modifikasi pada komposisi gliserin dan
31
Carbopol 940 1 gram
Sorbitol
Gliserol
Ekstrak rimpang kunir putih 12,5 ml
Aquadest 28,9 ml
Triethanolamine (TEA) 2,1 gram
Tabel I. Formula Simplex Lattice Design
Formula Gliserol (g) Sorbitol (g)
1 48 0
2 32 16
3 24 24
4 16 32
5 0 48
b. Pembuatan gel
Campuran 1 dibuat dengan cara memasukkan carbomer ke dalam air
dan diaduk dengan kecepatan 400 rpm selama 10 menit. Pada tempat yang
berbeda, humektant dalam formula dicampur menggunakan mikser dengan
kecepatan 200 rpm selama 5 menit (campuran 2). Campuran 2 dimasukkan ke
dalam campuran 1 sambil terus diaduk sampai homogen dengan kecepatan 400
rpm selama 5 menit. Tambahkan ekstrak kunir putih yang digunakan dan terakhir
tambahkan trietanolamin.
c. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih
i. Pengukuran pH
Pengukuran pH gel menggunakan indikator pH.
ii. Uji daya sebar
Uji daya sebar sediaan gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih
32
gram, diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca
bulat lain dan pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1
menit, kemudian dicatat diameter yang terbentuk pada tiga sisi yang berbeda
(Gargdkk, 2002).
iii. Uji viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan alat Viscotester
Rion seri VT 04, caranya yaitu : gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang
pada portable viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan
jarum penunjuk viskositas. Tiap formula dilakukan pengulangan pengukuran
sebanyak 6 kali. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) 48 jam setelah pembuatan
gel dan (2) setelah penyimpanan selama 1 bulan (Instruction Manual
Viscotester VT-04E).
7. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode simplex
lattice design. Dibuat persamaan simplex lattice design dan dibuat contour plot
yang menggambarkan garis respon yang diinginkan.
Dari masing-masing respon dihitung validitas persamaan simplex
lattice desain. Apabila persamaan tersebut valid maka persamaan tersebut dapat
digunakan untuk memprediksi respon tertentu dari campuran ketiga humektant
dalam berbagai komposisi. Untuk mendapatkan area komposisi optimum,
33 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ekstraksi Kurkuminoid dari Serbuk Rimpang Kunir Putih
Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Merapi
Farma, Kaliurang. Sebelum digunakan untuk penelitian, kunir putih perlu
dideterminasi untuk memastikan bahwa rimpang yang digunakan berasal dari
tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val.). Hasil determinasi pada tanaman
kunir putih dibandingkan dengan pustaka menunjukkan ciri-ciri morfologi yaitu
rimpang bercabang, bagian luar berwarna kuning, dan dalamnya kuning muda,
panjang daun 30 – 65 cm berwarna hijau berbentuk bulat panjang membujur
(Anonim, 2005).
Tahap awal pembuatan simplisia rimpang kunir putih yaitu proses
pencucian dengan air mengalir dan sortasi basah yang dimaksudkan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran seperti tanah, kerikil, pasir atau bagian lain dari
tanaman yang tidak digunakan. Rimpang yang sudah dicuci bersih kemudian
dikupas kulitnya dan dipotong tipis-tipis dengan ketebalan kira-kira 3 mm. Irisan
rimpang yang semakin tipis akan mempercepat proses pengeringan. Pengeringan
dilakukan untuk mengurangi kadar air, dimana air merupakan salah satu media
pertumbuhan bakteri, jamur dan kapang. Irisan dikeringkan di bawah sinar
matahari dengan ditutup kain hitam agar bahan aktif dalam simplisia tidak rusak
karena reaksi kimia yang disebabkan oleh radiasi matahari, selain itu agar
34
lebih efektif menyerap panas dibandingkan kain berwarna terang. Untuk
menyempurnakan pengeringan, irisan rimpang dipindahkan ke dalam oven sampai
irisan rimpang tersebut mudah dipatahkan. Kemudian dilakukan sortasi kering
untuk menghilangkan pengotor yang masih tertinggal pada simplisia kering.
Tahap akhir dari pembuatan simplisia adalah pengecilan ukuran partikel dengan
membuat serbuk.
Serbuk simplisia rimpang kunir putih diayak dengan derajat kehalusan
20/30 untuk mengoptimalkan proses maserasi. Semakin kecil ukuran serbuk
maka semakin luas pemukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari
sehingga proses penyarian lebih efektif, namun jika serbuk terlalu kecil dapat
mengakibatkan banyaknya dinding sel yang pecah sehingga zat yang tidak
diinginkan juga ikut ke dalam hasil penyarian (Anonim, 1986). Cairan penyari
yang digunakan adalah etanol 96% karena kandungan zat aktif dalam rimpang
kunir putih yang diharapkan terekstrak yaitu kurkuminoid, bersifat larut dalam
alkohol. Keuntungan lain dari etanol adalah sulit ditumbuhi kapang dan kuman,
tidak beracun dan netral (Anonim, 1986). Perbandingan serbuk dan cairan pelarut
dalam penelitian ini adalah 1 : 9 agar serbuk simplisia kunir putih dapat
terekstraksi sempurna.
Peristiwa yang terjadi pada maserasi serbuk rimpang kunir putih yaitu
cairan penyari etanol akan menembus dinding sel rimpang kunir putih dan masuk
ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif yang diinginkan yaitu
kurkuminoid. Kurkuminoid akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara
35
luar. Adanya pengadukan terus menerus akan meratakan konsentasi larutan di luar
butir serbuk kunir putih, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga
adanya perbedaan konsentasi yang sebesar-besarnya antara larutan di dalam sel
dan di luar sel. Keuntungan lain dari proses maserasi dengan mesin pengaduk
adalah waktu maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam (Anonim,
1986).
Setelah 24 jam, proses maserasi dihentikan kemudian serbuk
dipisahkan dengan cara penyaringan. Ekstrak cair yang diperoleh didiamkan
selama 2 hari untuk mengendapkan amilum yang terdispersi koloid dalam ekstrak.
Setelah diendapkan, amilum disaring menggunakan corong Buchner. Filtrat yang
diperoleh ditambahkan pelarut etanol sampai volumenya setara dengan volume
awal. Ekstrak cair yang diperoleh disimpan dalam wadah tertutup rapat untuk
mencegah terjadinya penguapan pelarut selama penyimpanan.
Proses maserasi pada penelitian ini cocok diaplikasikan di industri
farmasi karena cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan. Ekstrak cair yang diperoleh lebih mengefisiensikan waktu
karena tidak melalui tahap pengeringan ekstrak untuk memperoleh ekstrak kering
atau kental. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dengan cara dingin.
Dihindari penggunaan panas pada suhu tinggi karena butiran amilum akan
mengembang sehinga mengelilingi dan menutupi pori-pori serbuk, akibatnya
36
B. Penetapan Kadar Kurkuminoid Dalam Ekstrak Etanol Kunir Putih
Ekstrak etanol rimpang kunir putih mengandung kurkuminoid yang
terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Abas,
2005). Kurkuminoid dapat ditetapkan kadarnya menggunakan spektrofotometer
UV – Vis karena memiliki gugus kromofor atau ikatan terkonjugasi yang
mengakibatkan terjadinya delokalisasi elektron phi dan pergeseran batokromik
(pergeseran kearah panjang gelombang yang lebih panjang). Selain itu,
kurkuminoid memiliki gugus auksokrom atau gugus fungsional yang mempunyai
elektron bebas yang terikat pada gugus kromofor, yaitu 2 gugus –OH dan –OCH3
pada kurkumin, dua gugus –OH dan satu gugus –OCH3 pada demetoksikurkumin
serta dua gugus –OH pada bisdemetoksikurkumin (Gambar 6). Auksokrom ini
juga dapat meningkatkan intensitas serapan pada panjang gelombang UV (efek
hiperkromik) dan pergeseran batokromik (Rohman, 2007).
Gambar 6. Ikatan terkonjugasi (kromofor) dan gugus auksokrom pada kurkuminoid
Sebelum pengukuran kadar kurkuminoid dalam ekstrak, dilakukan
penetapan panjang gelombang serapan maksimum dan pembuatan kurva baku Keterangan : kromofor
demetoksikurkumin : 2 gugus –OH dan–OCH3 pada R1
38
Tabel II. Kadar kurkuminoid (mg%) dan nilai serapan dari tiga replikasi seri larutan baku kurkuminoid
No
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
Kadar terhitung
(mg%)
Serapan Kadar
terhitung (mg%)
Serapan Kadar
terhitung
Dari ketiga replikasi seri larutan baku di atas, nilai koefisien
korelasinya berturut-turut yaitu 0,99730; 0,99938; 0,99899. Nilai koefisien
korelasi teoritis (r) dari tabel dengan tingkat kepercayaan 99% adalah 0,917.
Perbandingan linearitas hasil perhitungan dan teoritis menunjukkan bahwa nilai
koefisien korelasi ketiga replikasi kurva baku lebih besar dari koefisien korelasi
teoritis, sehingga secara statistik, ketiganya memiliki korelasi linear yang
bermakna antara kadar dan serapan.
Dipilih salah satu persamaan kurva baku dengan nilai koefisien
korelasi (r) paling mendekati +1, yaitu persamaan Y = 1,4424 X + 0,0282
(persamaan kedua) dengan koefisien korelasi persamaan ini adalah 0,99938. Nilai
positif menggambarkan korelasi positif yang sempurna, yakni semua titik
percobaan terletak pada satu garis lurus yang kemiringannya positif (gambar 8).
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara besarnya kadar
39
Gambar 8. Kurva baku larutan kurkuminoid (Y = 1,4424 X + 0,0282)
Jika dilihat dari sensitifitasnya, persamaan kedua juga memiliki
sensitifitas paling tinggi. Sensitifitas ditunjukkan oleh nilai kemiringan (slope)
sama dengan nilai b (Rohman, 2007). Semakin besar nilai kemiringan maka
sensitifasnya semakin tinggi juga. Nilai b persamaan kedua yaitu 1,4424 dimana
lebih besar dari nilai b persamaan pertama (b = 1,4259) dan persamaan ketiga (b =
1,4127).
Persamaan kurva baku kedua digunakan untuk menghitung kadar
kurkuminoid dalam sampel ekstrak kunir putih. Ekstrak etanol rimpang kumir
putih yang diperoleh dari proses maserasi diambil dalam 4 cuplikan volum yang
berbeda-beda kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum
(425 nm). Absorbansi yang terukur dimasukkan dalam persamaan kurva baku
sebagai nilai y, sedangkan nilai x merupakan kadar yang terhitung sebagai
kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih.