• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] : tinjauan terhadap sorbitol dan gliserol sebagai humectant tahun ajaran 2007-2008.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi formula gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] : tinjauan terhadap sorbitol dan gliserol sebagai humectant tahun ajaran 2007-2008."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

x

INTISARI

Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) : tinjauan terhadap sorbitol dan gliserol sebagai humectant dilakukan untuk melihat profil sifat fisis dan komposisi optimum dari kedua humectant. Pengukuran SPF (Sun Protection Factor) secara

in vitro dengan metode Petro (1981) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki nilai SPF kurang lebih 15.

Rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni yang bersifat eksploratif. Desain optimasi formula yang digunakan untuk melihat respon kombinasi sorbitol dan gliserol adalah simplex lattice. Parameter optimasi yang diukur yaitu sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel berupa pergeseran viskositas. Parameter-parameter tersebut harus memenuhi kriteria daya sebar 3 – 5 cm, viskositas 400 – 600 dPa.s dan persentase pergeseran viskositas setelah penyimpanan 1 bulan yaitu ≤5%. Persamaan simplex lattice dari tiap parameter diuji validitasnya menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki SPF 15,18 yaitu 0,688 mg%. Formula gel yang memenuhi kriteria yaitu formula dengan kombinasi 42% gliserol : 58% sorbitol sampai dengan 65% gliserol : 35% sorbitol. Profil kurva viskositas dan pergeseran viskositas berbentuk cekung dimana kombinasi sorbitol dan gliserol dengan perbandingan tertentu dapat menurunkan respon.

(2)

xi

ABSTRACT

The study about optimizing the Curcuma mangga rhizome ethanolic extract sunscreen gel formula with sorbitol and glycerol as humectants was carried out to determine the profile of the gel physic properties and the optimum composition of the two humectants. An in-vitro SPF (Sun Protection Factor) determination using Petro method (1981) was conducted to predict the concentration of curcuminoid in ethanolic extract of Curcuma mangga rhizome with SPF ±15 prior to gel sunscreen manufacturing.

The research design was pure experimental explorative. The simplex lattice design was applied to optimize the formula in terms of the combination of humectants. The optimization parameter were the gel physical properties (spreadability and viscosity) and the stability parameter (viscosity shift). The criteria which must be fulfilled for the optimization were : 3 – 5 cm for spreadability, 400 – 600 dPa.s for viscosity and ≤5% for the percentage of viscosity shift over one month storage. The validity of the simplex lattice equation of each parameter was measure using ANOVA with significance level 95%.

The results show that, the curcuminoid concentration in Curcuma mangga rhizome ethanol extract of SPF level 15,18 was 0,688 mg%. The optimum range which met the criteria, was the gel formula with composition between 42% glycerol : 58% sorbitol and 65% glycerol : 35% sorbitol. The curve profiles of viscosity and viscosity shift were concave, indicating that the combination of sorbitol and glycerol in certain composition might reduce the responses.

(3)

OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL

RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.): TINJAUAN

TERHADAP SORBITOL DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Christiana Untung Setyaningretry

NIM : 048114026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

OPTIMASI FORMULA GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL

RIMPANG KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.): TINJAUAN

TERHADAP SORBITOL DAN GLISEROL SEBAGAI HUMECTANT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Christiana Untung Setyaningretry

NIM : 048114026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)
(8)

vi

Kupersembahkan karya ini untuk:

Bapaku di Surga dan Putra Tunggalnya Jesus Christ

yang telah menjadikanku sebagai alat-Nya untuk

melayani sesama dan membagikan kasih-Nya.

Bapak, Ibu, Mbak Vero, Mbak Tyas & Floren buat

dukungan, kesabaran & doa yang ada dalam tiap

langkahku

Joseph yang selalu membantuku untuk bangkit

(9)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Rimpang Kunir Putih

(Curcuma mangga Val.): Tinjauan Terhadap Sorbitol dan Gliserol Sebagai

Humectant”, yang menjadi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Famasi

(S. Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini tidak bisa terwujud dan terangkai menjadi satu tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan

penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing dalam penelitian

PKM dan pembimbing skripsi atas segala masukan, kritik, semangat dan

sarannya.

3. Agatha Budi Susiana M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas bimbingan, saran

dan pengarahannya baik selama penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.

4. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas bimbingan,

saran dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.

5. Segenap dosen atas kesabarannya dalam mengajar dan membimbing penulis

(10)

viii

6. Pak Musrifin selaku laboran FTS dan segenap laboran dan karyawan atas

bantuan dan kerjasamanya selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma.

7. Wiwid Dwi Susanti, Robertus Eka Kurniawan sebagai teman satu tim Mango

dalam penelitian.

8. Fransiska Indah Pratiwi, Octaviana Manuhutu dan Yovita Endah Lestari atas

bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama ini.

9. Astika, Wida dan Pras atas pengalaman hidup di tempat masing-masing yang

telah dibagikan untuk saya. Hidup Van Lith!

10. Semua pihak dan teman-teman yang telah memberi bantuan, dukungan dan

semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih

banyak kekurangannya mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman

yang dimiliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat

diperlukan penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Januari 2008

(11)
(12)

x

INTISARI

Penelitian tentang optimasi formula gel sunscreen ekstrak etanol

rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) : tinjauan terhadap sorbitol dan

gliserol sebagai humectant dilakukan untuk melihat profil sifat fisis dan komposisi

optimum dari kedua humectant. Pengukuran SPF (Sun Protection Factor) secara

in vitro dengan metode Petro (1981) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki nilai SPF kurang lebih 15.

Rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni yang bersifat eksploratif. Desain optimasi formula yang digunakan untuk melihat respon

kombinasi sorbitol dan gliserol adalah simplex lattice. Parameter optimasi yang

diukur yaitu sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel berupa pergeseran viskositas. Parameter-parameter tersebut harus memenuhi kriteria daya

sebar 3 – 5 cm, viskositas 400 – 600 dPa.s dan persentase pergeseran viskositas

setelah penyimpanan 1 bulan yaitu ≤5%. Persamaan simplex lattice dari tiap

parameter diuji validitasnya menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memiliki SPF 15,18 yaitu 0,688 mg%. Formula gel yang memenuhi kriteria yaitu formula dengan kombinasi 42% gliserol : 58% sorbitol sampai dengan 65% gliserol : 35% sorbitol. Profil kurva viskositas dan pergeseran viskositas berbentuk cekung dimana kombinasi sorbitol dan gliserol dengan perbandingan tertentu dapat menurunkan respon.

Kata kunci : sunscreen, kunir putih (Curcuma mangga Val.), humectant, gliserol,

(13)

xi

ABSTRACT

The study about optimizing the Curcuma mangga rhizome ethanolic

extract sunscreen gel formula with sorbitol and glycerol as humectants was carried out to determine the profile of the gel physic properties and the optimum composition of the two humectants. An in-vitro SPF (Sun Protection Factor) determination using Petro method (1981) was conducted to predict the

concentration of curcuminoid in ethanolic extract of Curcuma mangga rhizome

with SPF ±15 prior to gel sunscreen manufacturing.

The research design was pure experimental explorative. The simplex lattice design was applied to optimize the formula in terms of the combination of humectants. The optimization parameter were the gel physical properties (spreadability and viscosity) and the stability parameter (viscosity shift). The criteria which must be fulfilled for the optimization were : 3 – 5 cm for

spreadability, 400 – 600 dPa.s for viscosity and ≤5% for the percentage of

viscosity shift over one month storage. The validity of the simplex lattice equation of each parameter was measure using ANOVA with significance level 95%.

The results show that, the curcuminoid concentration in Curcuma

mangga rhizome ethanol extract of SPF level 15,18 was 0,688 mg%. The optimum range which met the criteria, was the gel formula with composition between 42% glycerol : 58% sorbitol and 65% glycerol : 35% sorbitol. The curve profiles of viscosity and viscosity shift were concave, indicating that the combination of sorbitol and glycerol in certain composition might reduce the responses.

Key words: sunscreen, Curcuma mangga Val., humectants, sorbitol, glycerol,

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Kunir Putih ... 7

(15)

xiii

2. Pertelaan Tanaman ... 7

3. Kandungan Kimia ... 8

4. Kegunaan ... 8

B. Kurkuminoid ... 8

C. Maserasi ... 10

D. Gel ... 11

E. Humectant ... 13

1. Gliserol ... 13

2. Sorbitol ... 15

F. Radiasi Ultraviolet dan Sunscreen ... 16

G. Pengukuran SPF in vitro dengan Spektrofotometri UV-Vis ... 18

H. Metode Simplex Lattice Design ... 20

I. Keterangan Empiris ... 22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 24

B. Variabel dalam Penelitian ... 24

C. Definisi Operasional ... 25

D. Bahan dan Alat ... 26

E. Tata Cara Penelitian ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Ekstraksi Kurkuminoid dari Serbuk Rimpang Kunir Putih ... 33

B. Penetapan Kadar Kurkuminoid Dalam Ekstrak Etanol Kunir Putih ... 36

(16)

xiv

D. Formulasi Gel ... 43

E. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 45

F. Optimasi Formula ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN… ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 66

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula Simplex Lattice Design ……… 31

Tabel II. Kadar kurkuminoid (mg%) dan nilai serapan dari tiga replikasi seri larutan baku kurkuminoid ………... 38

Tabel III. Kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih ……….. 40

Tabel IV. Pengukuran SPF ekstrak etanol kunir putih ………... 42

Tabel V. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas ……… 46

Tabel VI. Daya sebar hasil percobaan dan perhitungan ………. 47

Tabel VII. Viskositas hasil percobaan dan perhitungan ……….. 49

Tabel VIII. Pergeseran viskositas hasil percobaan dan perhitungan ……….. 51

Tabel IX. Hasil uji F untuk daya sebar ………... 52

Tabel X. Hasil uji F untuk viskositas ……… 54

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kurkuminoid ……… 9

Gambar 2. Struktur Monomer Asam Akrilat ………... 12

Gambar 3. Struktur Gliserol ………. 13

Gambar 4. Struktur Sorbitol ………. 15

Gambar 5. Dimensi pencampuran 2 komponen yaitu berupa garis atau kurva ………... 21

Gambar 6. Ikatan terkonjugasi (kromofor) dan gugus auksokrom pada kurkuminoid ………... 36

Gambar 7. Scanning panjang gelombang larutan kurkuminoid standar …... 37

Gambar 8. Kurva baku larutan kurkuminoid ……… 39

Gambar 9. Hasil scanning ekstrak etanol rimpang kunir putih ……… 41

Gambar 10. Struktur carbomer saat relaksasi ……… 44

Gambar 11. Gambar skematik molekul carbomer setelah penambahan TEA 44 Gambar 12. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk daya sebar ... 48

Gambar 13. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk viskositas awal ……… 49

Gambar 14. Kurva teoritis hasil percobaan menurut persamaan simplex lattice design dan titik-titik hasil percobaan untuk pergeseran viskositas ……… 51

(19)

xvii

Gambar 16. Profil range optimum untuk viskositas awal ……….. 54

Gambar 17. Profil range optimum untuk pergeseran viskositas ………….... 57

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel I. Determinasi tanaman kunir putih dan poses ekstraksi ………… 66

Tabel II. Pembuatan kurva baku ………... 69

Tabel III. Penetapan kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih …………. 73

Tabel IV. Perhitungan SPF dengan metode Petro ……….. 75

Tabel V. Data Penimbangan Formula dan Notasi Simplex Lattice Design 76

Tabel VI. Foto gel, Hasil Uji sifat Fisik dan Stabilitas Gel ………... 77

Tabel VII. Perhitungan Simplex Lattice Design ……….. 79

(21)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah tropis dimana terdapat paparan sinar

matahari dengan intensitas yang cukup tinggi. Salah satu radiasi matahari yang

paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia adalah sinar ultraviolet (UV).

Sinar UV bermanfaat bagi tubuh karena dapat menstimulasi sirkulasi darah,

meningkatkan pembentukan hemoglobin, menurunkan tekanan darah dan mampu

menginduksi produksi vitamin D di kulit. Sinar UV juga dapat digunakan untuk

perawatan tuberkolosis dan penyakit kulit seperti psoriasis (Wilkinson dan Moore,

1982).

Disamping efek yang menguntungkan tersebut, paparan sinar matahari

yang melimpah dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan terjadinya

hiperpigmentasi kulit, keriput, penebalan epidermis, squamous cell carcinoma dan

katarak (Anonim, 2006b). Secara alami kulit memiliki perlindungan terhadap

sengatan matahari dengan penebalan kulit dan meningkatkan produksi melanin

(Wilkinson dan Moore, 1982). Namun kulit memiliki keterbatasan dalam

melawan efek merugikan dari sengatan matahari, sehingga dibutuhkan

perlindungan buatan, salah satunya dengan menggunakan sunscreen. Sunscreen

adalah senyawa aktif yang digunakan secara topikal untuk meminimalkan paparan

UV ke kulit, mekanisme kerjanya yaitu dengan menyerap (chemical sunscreen)

(22)

2

(efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari nilai SPF (Sun

Protection Factors) (Bondi dkk, 1991). Bahan sunscreen yang banyak digunakan

merupakan bahan sintetik. Beberapa bahan sunscreen sintetik seperti PABA (p

-aminobenzoic acid) dan avobenzon dapat menimbulkan reaksi alergi dan reaksi

fotosensitifitas (Parfitt, 1999; Bondi, Jegasothy, dan Lazarus, 1991). Bahan alam

dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan sunscreen karena bahan alam

mengandung senyawa nabati yang dapat mengabsorbsi radiasi UV. Senyawa

nabati tersebut digunakan oleh tanaman untuk mampu menjaga agar sel-selnya

tidak rusak dan tidak terganggu metabolismenya (Fridd, 1996).

Bahan alam juga mempunyai toleransi yang baik terhadap tubuh dan

efek samping yang rendah (Katno dan Pramono, 2000). Penelitian bahan alam

sebagai bahan sunscreen yang pernah dilakukan yaitu rimpang kunir putih

(Curcuma mangga Val.) (Fitriana, 2007; Santoso, 2007; dan Veasilia 2007).

Ekstrak etanol tersebut memberikan serapan pada panjang gelombang UV A dan

UV B (290 – 400 nm). Salah satu kandungan dalam rimpang kunir putih adalah

kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan

bisdemetoksikurkumin (Abas dkk., 2005). Dari penelitian tersebut dapat dijadikan

dasar untuk mengembangkan ekstrak etanol kunir putih menjadi sediaan

sunscreen.

Sediaan sunscreen yang banyak beredar di pasaran adalah bentuk krim

dan lotion. Krim merupakan bentuk sediaan semi padat yang terdiri dari dua fase,

yaitu fase minyak dan fase air. Kandungan minyak dalam krim dapat merangsang

(23)

3

berlebihan. Lotion mempunyai viskositas yang encer sehingga mudah hilang dari

kulit ketika diaplikasikan. Hal ini akan mengurangi daya perlindungan dari

sunscreen tersebut. Dengan demikian perlu dikembangkan bentuk sediaan lain

yang dapat mengatasi kekurangan tersebut.

Gel merupakan sistem semisolid terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu

cairan (Anonim, 1995). Gel mempunyai sistem semi kaku dimana pergerakan

medium dispersinya terbatas karena adanya jalinan struktur tiga dimensi dari

partikel atau makromolekul terdispersi sehingga akan meningkatkan stabilitas

sediaan yang dihasilkan (Zatz dan Kushla, 1996). Setelah diaplikasikan, gel akan

mengering dan meninggalkan lapisan elastis tembus pandang dengan daya lekat

tinggi tapi tidak menyumbat pori kulit (Voigt, 1994). Dengan demikian, bahan

aktif sunscreen di dalam gel juga akan membentuk lapisan di kulit dan tidak

terpenetrasi ke dalam.

Tipe hidrogel dipilih sebagai basis sediaan sunscreen dalam penelitian

ini karena kandungan bahan hidrofilik yang memiliki konsistensi lembut dan

memberikan rasa dingin yang disebabkan oleh efek evaporasi air (Voigt, 1994).

Hidrogel relatif memiliki kompatibilitas yang bagus dengan jaringan biologi dan

merupakan bahan biodegradable sehingga dapat meminimalkan iritasi di sekitar

sel dan jaringan (Zatz dan Kushla, 1996; Swarbrick dan Boylan, 1993).

Setelah terpapar UV maka terjadi evaporasi air dalam sediaan,

sehingga dibutuhkan bahan tertentu yang dapat menjaga kelembaban sediaan.

(24)

4

air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit

(Rawlings, Harding, Watkinson, Chandar, Scott, 2002). Dalam penelitian ini

menggunakan dua campuran humektant berupa sorbitol dan gliserol. Gliserol

merupakan humectant yang kuat dan mempunyai kemampuan menyerap air

hampir sama dengan natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat

air alami dalam kulit. Gliserol juga dapat mengembalikan kulit kering menjadi

normal dengan cepat dan mampu mempertahankan kondisi normal tersebut lebih

lama dibanding humectant yang lain (Aprilia, 2007). Sorbitol bersifat ringan dan

tidak lengket, serta tidak terlalu kuat dalam menarik kelembaban kulit sehingga

sesuai untuk sediaan yang digunakan di kulit (Khotimah, 2006). Penggunaan

gliserol dalam produk kosmetik cenderung menimbulkan rasa basah dan bersifat

berat (heavy) yang dapat ditutupi dengan cara mengkombinasikan dengan

humectant lain seperti sorbitol (Zocchi, 2001). Pengujian kombinasi gliserol dan

sorbitol dilakukan dengan Simplex Lattice Design untuk memperoleh gel

sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih yang nyaman dan stabil ditinjau dari

hasil uji daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas.

B. Perumusan Masalah

a. Berapakah kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih terhitung sebagai

kurkuminoid yang memiliki nilai Sun Protection Factor (SPF) kurang lebih

15 yang diukur secara in vitro dengan metode Petro?

b. Bagaimana profil sifat fisis gel dengan berbagai variasi komposisi humectant

(25)

5

c. Apakah ditemukan range campuran komposisi optimum formula gel dengan

humectant berupa gliserol dan sorbitol, yang memenuhi kriteria sifat fisis dan

stabilitas?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

optimasi formula sediaan gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih

(Curcuma mangga Val.) dengan gliserol dan sorbitol sebagai humectant belum

pernah dilakukan.

Adapun penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan rimpang

kunir putih sebagai sunscreen antara lain:

a. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma

mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Propilen

Glikol sebagai Humectant (Veasilia, 2007)

b. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma

mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Sorbitol

sebagai Humectant (Fitriana, 2007)

c. Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma

mangga Val.) dengan Gelling Agent Carbopol® dan Gliserol sebagai

(26)

6

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Menambah informasi bagi ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan

sunscreen yang berasal dari bahan alam dan aplikasi Simplex Lattice Design

pada poses pembuatan gel sunscreen.

b. Manfaat Praktis

Mengetahui nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak etanol rimpang kunir

putih secara in vitro serta mengetahui formula optimum berdasarkan

superimposed contour plot sifat fisik gel.

E. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan formula gel

sunscreen ekstrak etanol kunir putih yang memenuhi persyaratan mutu yaitu

manjur, aman dan dapat diterima masyarakat

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kadar ekstrak etanol rimpang kunir terhitung sebagai kurkuminoid

yang memiliki nilai Sun Protection Factor (SPF) kurang lebih 15 yang diukur

secara in vitro dengan metode Petro.

2. Mengetahui profil sifat fisis gel dengan berbagai variasi komposisi humectant

gliserol dan sorbitol.

3. Mendapatkan range campuran komposisi optimum formula gel dengan

humectant berupa gliserol dan sorbitol yang memenuhi kriteria sifat fisis dan

(27)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kunir Putih

1. Keterangan Botani

Tanaman ini memiliki nama ilmiah Curcuma mangga Val. atau

Curcuma amada (Hutapea, 1993; Muhlisah, 1999). Kunir putih termasuk dalam

suku Zingiberaceae dan marga Curcuma (Hutapea, 1993). Di Jawa, dikenal

sebagai kunir putih, temu bayangan, temu putih atau temu poh. Di Sunda disebut

koneng joho, koneng lalap, atau koneng pare. Di Madura disebut sebagai temu

pao (Muhlisah, 1999).

2. Pertelaan Tanaman

Tanaman kunir putih berupa semak dengan tinggi 1-2 meter. Memiliki

batang semu, tegak, lunak, berwarna hijau, dan batang di dalam tanah membentuk

rimpang (Hutapea, 1993). Rimpang kunir putih berbentuk bulat, renyah dan

mudah dipatahkan. Percabangan rimpangnya banyak dengan rimpang utamanya

keras (Muhlisah, 1999). Bila rimpang dibelah tampak daging buah yang berwarna

kekuningan di bagian luar dan putih kekuningan di bagian tengahnya (Muhlisah,

1999; Anonim, 2005). Mempunyai bau seperti buah mangga (Anonim, 1986).

Daun tunggal, berpelepah, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal

meruncing, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau (Hutapea, 1993). Panjang

(28)

8

panjang dengan daunnya. Permukaan atas dan bawah daun licin, tidak berbulu

(Muhlisah, 1999).

3. Kandungan kimia

Rimpang kunir putih mengandung saponin dan flavonoid (Hutapea,

1993) serta beberapa senyawa lain seperti labdane diterpene glucoside,

calcaratarin A, zerumin B, scopoletin, demethoxycurcumin,

bisdemethoxycurcumin, 1,7-bis(4-hydroxyphenyl)-1,4,6-heptatrien-3-one,

kurkumin, dan asam p-hikdroksisinamat (Abas dkk, 2005). Selain itu rimpang

kunir putih juga mengandung tanin, damar, gula dan amilum (Mulhisah, 1999),

dimana kandungan pati (amilum) hanya sedikit (Heyne, 1987).

4. Kegunaan

Ekstrak rimpang temu mangga memiliki aktivitas antioksidan,

antiradikal dan antiinflamasi (Alisyahbana, Ervira, Sugiarso, 2002). Rimpang

kunir putih dapat mengobati memar, keseleo, demam, bronchitis, TBC, wasir,

penawar racun akibat sengatan kalajengking atau ular, menghilangkan rasa mual

di perut, dan untuk perawatan kecantikan wanita (Muhlisah, 1999).

B. Kurkuminoid

Kurkuminoid terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan

bisdemetoksikurkumin (Anonim, 2002a). Kurkuminoid dapat diisolasi dari

rimpang kunir putih (Abas dkk., 2005). Penelitian terbaru mengenai degradasi

alkali pada kurkuminoid menjelaskan bahwa bisdemetoksikurkumin sedikit lebih

(29)

9

demetoksikurkumin. Gugus fenolik pada kurkumin menunjukkan sifat sebagai

akseptor ikatan hidrogen, sedangkan pada bisdemetoksikurkumin berperan

sebagai donor ikatan hydrogen (Majeed, Badmaev, Shivakumar, Rajendran,

2006).

O O

HO OH

R2 R1

Kurkumin (C21H20O6) merupakan serbuk kristal berwarna kuning

dengan bobot molekul 368,37 dan titik leleh 183oC. Secara alami, kurkumin

berasal dari hasil ekstraksi rimpang Curcuma longa L., Zingiberaceae dengan

pelarut tertentu (Budavari, 1989).

Gugus fenolik pada kurkumin bersifat sebagai pendonor ikatan

hidrogen yang mempengaruhi kelarutannya pada pelarut alkohol (Anonim, 2000).

Sifat kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air pada pH asam dan netral,

namun dapat larut dalam alkohol, asam asetat glasial dan pelarut alkali

(Stankovic, 2004; Budavari, 1989 ; Fridd, 1996). Kurkumin relatif stabil terhadap

panas, tetapi memiliki kecenderungan memudar dengan adanya cahaya, terutama

dalam bentuk larutan. Hal ini dapat diminimalkan dengan formulasi tertentu yang

dapat meningkatkan stabilitasnya terhadap cahaya, misalnya kurkumin

disuspensikan dalam sistem tertentu (Fridd, 1996; Stankovic 2004).

Gambar 1. Struktur kurkuminoid (Aggarwal, Kumar, Aggarwal, Shishodia, 2005)

R1 = R2 = OCH3 = (curcumin)

R1 = OCH3, R2 = H (demethoxycurcumin)

(30)

10

Dalam larutan asam atau netral, kurkumin bertindak sebagai donor

atom H yang bagus dan mempunyai peran penting dalam aktivitasnya sebagai

antioksidan (Jovanovic, Steenken, Boone, Simic, 1999).

C. Maserasi

Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung

etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.

Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring

atau bagian yang bening dienaptuangkan (Anonim, 1995).

Maserasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang sederhana dalam

hal pengerjaan dan peralatan yang digunakan. Proses maserasi dilakukan dengan

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang cocok. Pelarut yang

digunakan dapat berupa air, etanol, etanol-air atau pelarut lain (Anonim, 1986).

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka

larutan yang terpekat didesak keluar (Anonim, 1986).

Pada penyarian dengan metode maserasi, perlu dilakukan pengadukan

untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga

dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya perbedaan konsentrasi larutan di

dalam dan di luar sel. Maserasi dengan mesin pengadukan dilakukan dengan suatu

mesin yang berputar terus-menerus, sehingga proses maserasi dapat dipersingkat

(31)

11 D. Gel

Menurut definisinya, gel merupakan sistem semisolid terdiri dari

suspensi yang dibuat dari partikel anorgaik kecil atau molekul organik yang besar,

terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). Gel mempunyai sistem semi kaku

dimana pergerakan medium dispersinya terbatas karena adanya jalinan struktur

tiga dimensi dari partikel atau makromolekul terdispersi (Allen, 2002). Pada

umumnya memiliki sifat alir non-Newtonian yaitu pseudoplastik, dimana

viskositas semakin menurun dengan adanya peningkatan pengadukan (Zatz dan

Kushla, 1996).

Gel organik adalah sistem fase tunggal dimana pembentuk gelnya

berupa polimer (Allen, 2002). Bahan polimer yang mempunyai kemampuan

mengembang dalam air tanpa terlarut dan dapat menyimpan air dalam strukturnya

disebut sebagai hidrogel. Hidrogel merupakan sistem 2 komponen, yaitu

komponen hidrofilik, tidak larut, polimer dengan struktur tiga dimensi dan

komponen lain berupa air (Swarbrick dan Boylan, 1993).

Hidrogel cocok digunakan untuk salep tidak berlemak dan

diaplikasikan pada kulit dengan fungsi kelenjar sebasea yang berlebihan. Setelah

diaplikasikan, gel akan mengering dan meninggalkan lapisan elastis tembus

pandang dengan daya lekat tinggi tapi tidak menyumbat pori kulit (Voigt, 1994).

Sistem hidrogel relatif memiliki kompatibilitas yang bagus dengan jaringan

biologi dan merupakan bahan biodegradable sehingga dapat meminimalkan iritasi

(32)

12

Polimer sintetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbomer

(USP). Carbomer memiliki bobot molekul tinggi tersusun dari asam akrilat yang

berikatan silang dengan allyl sucrose atau allyl ether pada pentaerythritol.

Polimer carbomer dibentuk oleh asam akrilat yang berulang (Koleng dan

McGinity, 2005). Struktur monomernya ditunjukkan pada gambar di bawah.

Carbomer berupa serbuk putih yang berbulu halus (fluffy) dan sedikit

berbau khas. Sifatnya yang higroskopis, disebabkan karena kemampuannya dalam

mengabsorbsi dan menyimpan air. Polimer carbomer tidak larut air dan dalam

kebanyakan pelarut umum. Ketika dinetralkan (pH 7) dengan alkali hidroksida

atau amin akan larut dalam air, alkohol dan gliserol membentuk gel jernih yang

stabil (Anonim, 2001). Electrostatic repulsion mempunyai peran kritis dalam

pembentukan gel, viskositas dan kekuatan gel yang dipengaruhi oleh pH dan

jumlah garam (Swarbrick dan Boylan, 1992).

Carbomer 940 merupakan bahan pengental yang sempurna pada

viskositas tinggi dan tingkat kejernihannya sangat bagus dibandingkan carbomer

resin lain (Allen, 2002). Berat molekul Carbomer 940 yaitu 4 x 106 Dalton dan

memiliki pH optimum pada range 3 sampai 11 (Swarbrick dan Boylan, 1992;

Anonim, 1997).

(33)

13

HO OH

OH

E. Humectant

Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang digunakan

untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air

(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).

Humectant bekerja dengan menahan kandungan air pada stratum korneum yang

secara alami dapat hilang dari tubuh. Humectant dapat menarik air dari

lingkungan luar ke dalam kulit jika hanya dalam kondisi lembab yang tinggi

(Rawlings dkk, 2002).

Bahan-bahan yang digunakan sebagai humektant merupakan senyawa

organik yang larut air, khususnya alkohol polihidrat (poliol) yang dapat menyerap

air. Humectant yang banyak digunakan adalah gliserol, selain itu antara lain

terdapat sorbitol, propylene glycerol, butylenes glycol, urea, dan sodium laktat.

Humectant membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan

air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit

(Rawlings dkk, 2002).

1. Gliserol

Gliserol (BP) atau Gliserin (USP) memiliki rumus empirik C3H8O3

dengan bobot molekul 92,09. Pemeriannya yaitu jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, kental, berupa cairan higroskopis, rasa manis (kira-kira 0,6 kali lebih

manis dibanding sukrosa) (Price, 2005).

(34)

14

Fungsi dari gliserol yaitu sebagai antimikroba, emolien, humektan,

plasticizer, pelarut, bahan pemanis dan bahan pengisotonis. Pada sediaan topikal,

gliserol digunakan sebagai humektan dan emolien yang dapat melembabkan kulit.

Gliserol bersifat higroskopis (Price, 2005). Pada suhu 25oC dan RH 50%, gliserol

memiliki nilai higroskopisitas sebesar 25 H2O mg/100 mg dan kemampuan

menyimpan air sebanyak 40 mg H2O/100 mg (Rawlings dkk, 2002).

Gliserol murni tidak mudah teroksidasi dalam kondisi ruangan, namun

dapat mengalami dekomposisi dengan adanya panas sehingga menghasilkan

akrolein yang bersifat racun. Campuran gliserol, etanol (95%) dan propilen glikol

bersifat stabil secara kimia (Price, 2005).

Gliserol mempunyai kemampuan menyerap air hampir sama dengan

natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat air alami dalam

kulit. Selain itu, gliserol dapat mengembalikan kulit kering menjadi normal

dengan cepat dan mampu mempertahankan kondisi normal tersebut lebih lama

dibanding humectant lain (Aprilia, 2007). Gliserol merupakan humectant yang

penting dalam produk kosmetik dimana bersifat berat (heavy) dan menimbulkan

rasa basah, oleh karena itu untuk menutupi sifat tersebut dapat dikombinasi

dengan humectant lain seperti sorbitol (Zocchi, 2001).

Gliserol dapat menyebabkan plasticizing pada stratum korneum

dengan memecah ikatan hidrogen antara gugus bersebelahan pada lipid lamellar

sehingga menyebabkan lisisnya korneodesmosom di dalam matrik ekstraseluler.

(35)

15

nyata dan dapat meningkatkan efektifitas deskuamasi untuk memperbaiki kulit

kering dan bersisik (Rawlings dkk, 2002).

2. Sorbitol

Sorbitol merupakan alkohol heksahidrat yang berupa serbuk kristal

putih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Pada umumnya sorbitol tersedia

sebagai 70% larutan berair yang jernih, tidak berwarna dan kental (Loden, 2001).

Sorbitol memiliki rumus empiris C6H14O6 dan berat molekul 182,17 (Owen,

2005).

Sorbitol merupakan salah satu humectant yang banyak digunakan

dalam industri kosmetik dan toilet yang tidak bersifat toksik dan berbahaya.

Akhir-akhir ini sorbitol 70% telah menggantikan penggunaan gliserol baik

keseluruhan maupun sebagian karena harganya yang relatif lebih murah

(Wilkinson dan Moore, 1982).

Sorbitol memiliki sifat higroskopisitas lebih rendah dibandingkan

gliserol (Loden, 2001). Pada suhu 25oC dan kelembaban relatif 50%, sorbitol

memiliki nilai higroskopisitas sebesar 1 mg H2O/100mg dan kapasitas

menyimpan air sebanyak 21 mg H2O/100 mg (Rawlings dkk, 2002). Sorbitol

bersifat ringan, tidak lengket dan tidak terlalu kuat dalam menarik lembab

kelembaban kulit (Khotimah, 2006).

(36)

16

F. Radiasi Ultra Violet dan Sunscreen

Sinar matahari memancarkan berbagai radiasi elektromagnetik seperti

infra merah, visible dan ultraviolet yang memiliki karakteristik panjang

gelombang, frekuensi dan energi berbeda-beda. Salah satu radiasi matahari yang

paling berpengaruh terhadap kehidupan manusia adalah sinar ultraviolet. Sinar

ultraviolet (UV) dibagi menjadi panjang gelombang sangat pendek UV C (< 290

nm), UV B (290 – 320 nm), dan UV A yang terbagi lagi menjadi UV A 2 (320 –

340 nm) dan UV 1 (340 – 400 nm). UV C diserap ozon stratosfer sehingga tidak

mencapai permukaan bumi (Nole dan Johnson, 2004).

Spektra aksi eritema pada kulit lebih disebabkan oleh UV B

dibandingkan UV A. Sembilan puluh persen UV B yang sampai bumi terbatas

pada lapisan epidermal kulit. Demikian juga UV A dapat terpenetrasi ke

epidermis sampai kedalaman 0,2 mm dan aktivitasnya menurun dengan

meningkatnya panjang gelombang. Panjang gelombang 306 – 310 nm mempunyai

resiko pembakaran paling tinggi (Nole dan Johnson, 2004). Radiasi UV B

mempunyai peranan yang besar sebagai penyebab sunburn, penuaan kulit dan

kanker kutan (Bondi dkk, 1991).

UV A mempunyai kecenderungan untuk merusak struktur protein di

dermis (seperti kolagen dan elastin) sehingga menyebabkan penuaan dini. Akibat

pemaparan UV yang nampak yaitu pembentukan melanin dan penebalan

epidermis. Pemaparan radiasi matahari secara kronis juga berperan pada kulit

kering dengan mengganggu diferensiasi lapisan granular, termasuk proses

(37)

17

Johnson, 2004). NMF merupakan campuran humectant yang secara alami terdapat

dalam stratum corneum. NMF dibentuk dari protein filagrin dan diatur oleh

kandungan lembab pada stratum corneum. Kekurangan NMF di kulit dapat

mengurangi kemampuan stratum corneum untuk mengikat air dan menyebabkan

kulit kering (Loden, 2000).

Bahan sunscreen adalah senyawa kimia yang mengabsorpsi dan atau

memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit. Biasanya sunscreen

merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat

aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorpsi energi UV pada spektrum

yang terbatas (Stanfield, 2003).

Sunscreen bekerja dengan 2 cara:

1. Memantulkan sinar (light scattering) atau physical sunscreen. Mekanisme

tersebut menyebabkan radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan

kecil kristal dari beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis

yang kusam/buram pada permukaan kulit.

2. Mengabsorpsi panjang gelombang pada range UVA dan UVB oleh suatu

senyawa atau chemical sunscreen (Bondi dkk, 1991).

Bahan aktif sunscreen kimia pada umumnya berupa senyawa aromatik

yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Senyawa ini akan mengabsorbsi

intensitas sinar UV dan tereksitasi ke tingkat energi lebih tinggi. Energi yang

hilang mengakibatkan konversi sisa ke dalam panjang gelombang dengan energi

(38)

18

Tingkat perlindungan (efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar

UV dilihat dari nilai SPF (Sun Protection Factors). SPF (Sun Protection Factor)

adalah perbandingan waktu yang dibutuhkan radiasi UV untuk menimbulkan

eritema pada kulit yang terlindungi dengan kulit tidak terlindungi (Bondi dkk,

1991). Menurut regulasi yang dikeluarkan FDA, produk sunscreen harus memiliki

nilai SPF minimal 2 (Levy, 2001). Nilai SPF tertinggi yang diperkenalkan oleh

FDA adalah SPF 15, namun banyak orang atau instansi yang merekomendasikan

sunscreen dengan SPF 15 atau lebih tinggi untuk memperoleh perlindungan

maksimum (Bondi dkk, 1991).

G. Pengukuran SPF in vitro dengan Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis

spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat

(190 – 380 nm) dan sinar tampak (380 – 780 nm) dengan memakai instrument

spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup

untuk terjadinya transisi elektronik, sehingga spektra yang dihasilkan disebut

spektra elektronik yang berupa pita spektrum. Kromofor merupakan semua gugus

atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan

sinar tampak. Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron

bebas, seperti OH; O, NH2; dan OCH3 yang terikat pada kromofor akan

(39)

19

besar (pergeseran batokromik) disertai dengan peningkatan intensitas (efek

hiperkromik) (Rohman, 2007).

Menurut Petro (1981), SPF dapat ditentukan secara in vitro

menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis. Dalam metode

spektrofotometri UV-Vis terdapat Hukum Lambert-Beer yang menghubungkan

transmitan atau absorban terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang

dianalisis dan tebal larutan yang mengabsorbsi, dijelaskan dalam persamaan

Lambert-Beer (1).

. . (1)

A = serapan, T = persen transmitan, Io = intensitas radiasi yang dating, It =

intensitas radiasi yang diteruskan, ε = absorbansi molar, c = konsentrasi, b = tebal

larutan. (Mulja dan Suharman, 1995).

Dalam hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan, yaitu:

1. Sinar yang digunakan digunakan dianggap monokromatis 

2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang

sama 

3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang

lain dalam larutan tersebut 

4. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforesensi 

5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Rohman, 2007) 

Fakta yang ada mengenai sinar matahari penyebab sunburn adalah

(40)

20

polikromatik) dengan spektrofotometri dalam persamaan (2) yang didasarkan

pada hukum Lambert-Beer.

log (2)

Dimana Aave (As) adalah serapan sunscreen saat (interval dari aktivitas

eritema).

H. Metode Simplex Lattice Design

Permasalahan yang sering dihadapi dalam farmasetika adalah

pengaruh campuran beberapa bahan atau komposisi dari campuran terhadap hasil,

misalnya berupa sifat fisik. Menurut Armstrong dan James (1996), perubahan dari

salah satu bahan akan mengubah satu atau lebih bahan lain, dimana proporsi

bahan tidak boleh negatif. Dengan kata lain proporsi dari komponen X1, X2, … Xq

yaitu 0 ≤ Xi ≤1. Jumlah proporsi dari semua komponen yang dicampurkan

merupakan kesatuan, oleh karena itu

X1 + X2 + … + Xq = 1 (3)

Daerah dimana terdapat semua kemungkinan respon kombinasi dari

komponen-komponen disebut sebagai factor space. Factor space untuk sejumlah q

komponen dapat direpresentasikan dalam (q-1) dimensi. Untuk campuran dengan

2 komponen, maka factor space yang ditunjukkan adalah 2-1 = 1, yaitu berupa

(41)

21

Respon untuk kombinasi 2 komponen dapat diprediksi dengan

persamaan polinomial berikut :

Y = B1(A) + B2(B) + B12(A)(B) (4)

Dimana Y adalah respon, (A) adalah kadar proporsi dari komponen A dan (B)

adalah kadar proporsi dari komponen B. Koefisien B1, B2 dan B12 dihitung dari

hasil pengamatan percobaan (Bolton, 1997).

Contoh penerapan simplex lattice design adalah sebagai berikut, misal:

formula I menggunakan 100% pelarut A menghasilkan respon kelarutan 10

mg/ml, formula II menggunakan 100% pelarut B menghasilkan respon kelarutan

15 mg/ml, dan formula III dengan 50% pelarut A dan 50% pelarut B

menghasilkan respon 20 mg/ml. Dari ketiga formula dimasukkan dalam

persamaan (4) sehingga diperoleh nilai koefisien B1, B2, B12. Persamaan yang

diperoleh pada contoh tersebut yaitu Y = 10(A) + 15(B) + 30(A)(B). Dengan

persamaan tersebut, respon kelarutan untuk kombinasi lain pelarut A dan B dapat

diprediksi, dengan syarat kombinasi pelarut harus berjumlah 100% (Bolton,

1997).

Proporsi komponen 1 0,5 0 A respon

0 0,5 1 B

Gambar 5. Dimensi pencampuran 2 komponen yaitu berupa garis atau kurva. Titik-titik respon hasil pengkombinasian berada di sepanjang garis atau kurva.

(42)

22

Kebaikan dari model persamaan simplex lattice design yang diperoleh,

dapat diketahui dengan analisis variansi yaitu membandingkan respon hasil

perhitungan dan percobaan (Armstrong dan James, 1996). Jika nilai perhitungan

dekat dengan nilai percobaan, maka meningkatkan kepercayaan dalam

memprediksi respon berdasarkan persamaan (Bolton, 1997).

I. KETERANGAN EMPIRIS

Sediaan sunscreen digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar

UV. Bahan aktif sunscreen yang digunakan dalam sediaan berasal dari bahan

alam yaitu ekstrak etanol timpang kunir putih, dimana bahan alam memiliki

keuntungan yaitu dapat ditoleransi oleh tubuh, dan memiliki efek samping yang

rendah (Katno dan Pramono, 2000). Dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih

terkandung kurkuminoid yang memiliki serapan pada range panjang gelombang

UV A dan UV B. Efektifitas ekstrak etanol kunir putih sebagai sunscreen

ditunjukkan dengan nilai SPF (Sun Protection Factor) yang diuji secara in vitro

dengan metode Petro (1981) menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis.

SPF ditentukan berdasarkan serapan ekstrak pada panjang gelombang 290 nm

sampai panjang gelombang tertentu dimana serapan minimalnya 0,05.

Sediaan sunscreen yang dipilih adalah bentuk hidrogel yang memiliki

konsistensi lembut, memberikan efek dingin pada kulit dan kompatibilitas yang

bagus dengan jaringan biologi dan merupakan bahan biodegradable. Keuntungan

penggunaan gel yaitu nyaman dan cocok digunakan untuk kulit yang

(43)

23

humectant untuk membantu menjaga kelembaban kulit. Dalam penelitian ini

menggunakan campuran humectant berupa sorbitol dan gliserol, dimana sorbitol

dapat menutupi sifat gliserol yang berat (heavy) dan basah.

Optimasi campuran antara gliserol dan sorbitol menggunakan metode

simplex lattice design. Hasil yang diperoleh adalah data sifat fisik berupa hasil uji

daya sebar, viskositas dan data stabilitas sediaan gel berupa pergeseran viskositas.

Sehingga diharapkan dapat diperoleh range komposisi humectant yang memenuhi

(44)

24 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan

Simplex Lattice Design untuk dua komponen dan bersifat eksploratif, yaitu

mencari formula sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir putih yang memenuhi

kriteria sifat fisis dan stabilitas.

B. Variabel dalam Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi gliserol dan sorbitol

sebagai humectant dalam formula sunscreen gel ekstrak etanol kunir putih.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (meliputi daya

sebar dan viskositas) dan stabilitas gel yang berupa pergeseran viskositas gel

setelah penyimpanan selama satu bulan.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan

pengadukan, intensitas cahaya penyimpanan dan wadah penyimpanan.

4. Variabel pengacau tidak terkendali

Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu

(45)

25

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak etanol rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil

maserasi serbuk rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 96% v/v

kualitas teknis dengan perbandingan serbuk dan pelarut yaitu 1 : 9 selama 24

jam.

2. SPF (Sun Protection Factor) ekstrak etanol rimpang kunir putih menunjukkan

kemampuan ekstrak dalam melindungi kulit dari paparan sinar matahari yang

diukur dengan metode Petro menggunakan instrumen spektrofotometer

UV-Vis, yaitu berdasarkan serapan ekstrak pada panjang gelombang 290 nm

sampai panjang gelombang tertentu dimana serapan minimalnya 0,05.

3. Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang digunakan untuk

mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air

(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan. Humectant

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gliserol dan sorbitol.

4. Sifat fisik gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas

fisik gel, meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas untuk

melihat stabilitas gel selama penyimpanan satu bulan.

5. Daya sebar adalah kemampuan gel sunscreen ekstrak etanol rimpang kunir

putih untuk menyebar pada lempeng kaca bulat yang diatasnya diberi beban

125 g selama 1 menit. Kemampuan menyebar sebanding dengan diameter gel

(46)

26

6. Viskositas adalah tingkat kekentalan gel sunscreen ekstrak etanol rimpang

kunir putih yang diukur dengan cara membaca angka yang ditunjukkan oleh

jarum pada viscotester Rion.

7. Pergeseran viskositas adalah persentase perubahan viskositas gel setelah

penyimpanan selama 1 bulan.

8. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati, yaitu sifat fisik gel

yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas.

9. Contour plot menunjukkan profil berupa grafik respon daya sebar, viskositas

dan pergeseran viskositas.

10.Superimposed contour plot adalah range pertemuan yang memuat semua

arsiran dalam contour plot, yang diprediksi sebagai area komposisi optimum.

11.Komposisi optimum adalah range komposisi humectant (sorbitol dan gliserol)

yang menghasilkan gel sesuai kriteria daya sebar 3 – 5 cm, viskositas 400 –

600 dPa.s, dan pergeseran viskositas ≤5 % dimana persamaan simplex lattice

tiap parameter bersifat regresi secara statistik.

D. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang kunir putih

(Curcuma mangga Val.), etanol 96% (kualitas p.a.), etanol 96% (kualitas teknis),

gliserol (kualitas farmasetis), sorbitol (kualitas farmasetis), Carbopol® 940

(kualitas farmasetis), aquadest, trietanolamin (TEA), standar kurkuminoid E.

(47)

27

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas

(PYREX-GERMANY), pipet mikro 0,5-10 µL dan 100-1000 µL (Acura 825,

Socorex), blender kering, ayakan, maserator kinetik, Spectrophotometer UV–Vis

GenesysTM 10 (THERMOSPECTRONIC-USA), neraca elektrik, mixer, stirrer

magnetic, Viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), lempeng kaca pengukur daya

sebar, pH universal.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih

Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Merapi

Farma, Kaliurang. Determinasi tanaman kunir putih yaitu dengan mencocokkan

morfologi dan kandungan senyawa pada tanaman dengan ciri-ciri Curcuma

mangga Val. yang terdapat pada Asia Pacific Medicinal Plant Database (2005)

dan jurnal penelitian “Analisis Fitokimia Curcuma zedoria, Curcuma mangga dan

Kaempferia pandurata” (Hernani, 2002). Rimpang dicuci dengan air mengalir

kemudian dilakukan sortasi basah. Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis

(± 3 mm). Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain

hitam, kemudian dilanjutkan pengeringan dalam oven pada suhu 30 – 40ºC

sampai rimpang kering, ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila

diremas. Setelah simplisia kering, dilakukan sortasi kering. Simplisia yang sudah

kering diserbuk dengan mesin penyerbuk. Serbuk yang diperoleh kemudian

(48)

28 2. Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih

Ekstrak rimpang kunir putih diperoleh dengan cara maserasi serbuk

rimpang kunir putih dengan cairan penyari berupa etanol 96%. Serbuk rimpang

kunir putih sebanyak 20 gram dimasukkan dalam erlenmeyer bersumbat dan

dibasahi dengan 180 ml etanol 96% v/v, dimaserasi selama 24 jam menggunakan

maserasi kinetik. Serbuk yang telah diekstraksi dipisahkan dari maserat

menggunakan corong Buchner. Maserat yang diperoleh didiamkan selama 2 hari

agar patinya mengendap, kemudian disaring kembali menggunakan corong

Buchner. Filtrat yang dihasilkan ditambah dengan etanol 96% sampai total

volume sama dengan volume awal cairan penyari yaitu 180 ml. Hasil yang

diperoleh adalah ekstrak etanol rimpang kunir putih.

3. Pembuatan kurva baku

a. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum

Larutan baku kurkuminoid dengan konsentrasi 0,6 mg% diukur

serapannya dengan spektrofotometer UV–Vis pada panjang gelombang 200 – 600

nm. Panjang gelombang dengan serapan maksimum merupakan panjang

gelombang (λ) maksimum.

b. Pembuatan larutan baku kurkumin

Pembuatan 3 larutan stok dari standar kurkuminoid E. Merck® dalam

pelarut etanol 96% pa dengan konsentrasi 50 mg%. Dibuat seri pengenceran

menggunakan etanol p.a. dari tiap larutan stok yaitu dengan mengambil 0,04;

0,08; 0,12; 0,16; 0,20; 0,24 ml larutan sehingga diperoleh konsentrasi

(49)

29

Larutan baku tersebut diukur serapannya pada λ maksimum hasil pengukuran

dengan spektrofotometer UV-Vis. Dibuat persamaan regresi linear antara

konsentrasi dan serapan. Dicari persamaan regresi yang linear dengan

membandingkan nilai r ketiga kurva baku dengan tabel t.

4. Penetapan kadar ekstrak etanol rimpang kunir putih terhitung sebagai

kurkuminoid

Ekstrak etanol rimpang kunir putih diambil 4 cuplikan kadar yaitu

sebanyak 1; 1,25; 1,5 dan 1,75 ml kemudian tambahkan pelarut etanol 96% v/v p.a.

hingga 10 ml. Tiap-tiap cuplikan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Serapan

tiap cuplikan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

maksimum. Serapan yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan regresi linear

kurva baku sehingga diperoleh kadar ekstrak etanol kunir putih dalam tiap

cuplikan terhitung sebagai kurkuminoid.

5. Pengukuran SPF dari ekstrak etanol rimpang kunir putih dengan

Metode Petro (1981)

Keempat cuplikan ekstrak etanol kunir putih dengan tiap-tiap

pengulangan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada rentang

panjang gelombang 290 nm hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm

yang mempunyai nilai serapan 0,05, pengukuran tiap 5 nm. Dibuat kurva antara

panjang gelombang dengan serapan. Dihitung luas daerah di bawah kurva (AUC)

antara dua panjang gelombang yang berurutan menggunakan rumus:

λ

λ λ λ

(50)

30

λp-a merupakan panjang gelombang awal dan λp merupakan panjang gelombang

akhir dimana a sama dengan range panjang gelombang pengukuran (a yang

digunakan adalah 5 nm). Ap-a adalah serapan pada panjang gelombang λp-a dan

Ap adalah serapan pada panjang gelombang λp.

Seluruh luas daerah di bawah kurva serapan dapat dihitung dengan

cara menjumlahkan semua harga AUC antara dua panjang gelombang yang

berurutan, yaitu dari 290 nm sampai di atas 290 nm yang mempunyai serapan

0,05. Harga Sun Protection Factor (SPF) dihitung dengan rumus :

λ λ (6)

λn adalah panjang gelombang terbesar diantara panjang gelombang 290 nm

hingga di atas 290 nm dan mempunyai nilai serapan 0,05; dan λ1 adalah panjang

gelombang terkecil (290) (Petro,1981).

6. Optimasi proses pembuatan gel

a. Formula

Diambil dari formula Clear aqueous gel with dimethicone (Allen, 2002)

Aquadest 59,8%

Carbomer 934 0,5%

Trietanolamin 1,2%

Gliserin 34,2%

Propilen glikol 2,0%

Dimethicone copolyol 2,3%

Dari formula standar tersebut dilakukan modifikasi pada komposisi gliserin dan

(51)

31

Carbopol 940 1 gram

Sorbitol

Gliserol

Ekstrak rimpang kunir putih 12,5 ml

Aquadest 28,9 ml

Triethanolamine (TEA) 2,1 gram

Tabel I. Formula Simplex Lattice Design

Formula Gliserol (g) Sorbitol (g)

1 48 0

2 32 16

3 24 24

4 16 32

5 0 48

b. Pembuatan gel

Campuran 1 dibuat dengan cara memasukkan carbomer ke dalam air

dan diaduk dengan kecepatan 400 rpm selama 10 menit. Pada tempat yang

berbeda, humektant dalam formula dicampur menggunakan mikser dengan

kecepatan 200 rpm selama 5 menit (campuran 2). Campuran 2 dimasukkan ke

dalam campuran 1 sambil terus diaduk sampai homogen dengan kecepatan 400

rpm selama 5 menit. Tambahkan ekstrak kunir putih yang digunakan dan terakhir

tambahkan trietanolamin.

c. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih

i. Pengukuran pH

Pengukuran pH gel menggunakan indikator pH.

ii. Uji daya sebar

Uji daya sebar sediaan gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih

(52)

32

gram, diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca

bulat lain dan pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1

menit, kemudian dicatat diameter yang terbentuk pada tiga sisi yang berbeda

(Gargdkk, 2002).

iii. Uji viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan alat Viscotester

Rion seri VT 04, caranya yaitu : gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang

pada portable viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan

jarum penunjuk viskositas. Tiap formula dilakukan pengulangan pengukuran

sebanyak 6 kali. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) 48 jam setelah pembuatan

gel dan (2) setelah penyimpanan selama 1 bulan (Instruction Manual

Viscotester VT-04E).

7. Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode simplex

lattice design. Dibuat persamaan simplex lattice design dan dibuat contour plot

yang menggambarkan garis respon yang diinginkan.

Dari masing-masing respon dihitung validitas persamaan simplex

lattice desain. Apabila persamaan tersebut valid maka persamaan tersebut dapat

digunakan untuk memprediksi respon tertentu dari campuran ketiga humektant

dalam berbagai komposisi. Untuk mendapatkan area komposisi optimum,

(53)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekstraksi Kurkuminoid dari Serbuk Rimpang Kunir Putih

Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Merapi

Farma, Kaliurang. Sebelum digunakan untuk penelitian, kunir putih perlu

dideterminasi untuk memastikan bahwa rimpang yang digunakan berasal dari

tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val.). Hasil determinasi pada tanaman

kunir putih dibandingkan dengan pustaka menunjukkan ciri-ciri morfologi yaitu

rimpang bercabang, bagian luar berwarna kuning, dan dalamnya kuning muda,

panjang daun 30 – 65 cm berwarna hijau berbentuk bulat panjang membujur

(Anonim, 2005).

Tahap awal pembuatan simplisia rimpang kunir putih yaitu proses

pencucian dengan air mengalir dan sortasi basah yang dimaksudkan untuk

menghilangkan kotoran-kotoran seperti tanah, kerikil, pasir atau bagian lain dari

tanaman yang tidak digunakan. Rimpang yang sudah dicuci bersih kemudian

dikupas kulitnya dan dipotong tipis-tipis dengan ketebalan kira-kira 3 mm. Irisan

rimpang yang semakin tipis akan mempercepat proses pengeringan. Pengeringan

dilakukan untuk mengurangi kadar air, dimana air merupakan salah satu media

pertumbuhan bakteri, jamur dan kapang. Irisan dikeringkan di bawah sinar

matahari dengan ditutup kain hitam agar bahan aktif dalam simplisia tidak rusak

karena reaksi kimia yang disebabkan oleh radiasi matahari, selain itu agar

(54)

34

lebih efektif menyerap panas dibandingkan kain berwarna terang. Untuk

menyempurnakan pengeringan, irisan rimpang dipindahkan ke dalam oven sampai

irisan rimpang tersebut mudah dipatahkan. Kemudian dilakukan sortasi kering

untuk menghilangkan pengotor yang masih tertinggal pada simplisia kering.

Tahap akhir dari pembuatan simplisia adalah pengecilan ukuran partikel dengan

membuat serbuk.

Serbuk simplisia rimpang kunir putih diayak dengan derajat kehalusan

20/30 untuk mengoptimalkan proses maserasi. Semakin kecil ukuran serbuk

maka semakin luas pemukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari

sehingga proses penyarian lebih efektif, namun jika serbuk terlalu kecil dapat

mengakibatkan banyaknya dinding sel yang pecah sehingga zat yang tidak

diinginkan juga ikut ke dalam hasil penyarian (Anonim, 1986). Cairan penyari

yang digunakan adalah etanol 96% karena kandungan zat aktif dalam rimpang

kunir putih yang diharapkan terekstrak yaitu kurkuminoid, bersifat larut dalam

alkohol. Keuntungan lain dari etanol adalah sulit ditumbuhi kapang dan kuman,

tidak beracun dan netral (Anonim, 1986). Perbandingan serbuk dan cairan pelarut

dalam penelitian ini adalah 1 : 9 agar serbuk simplisia kunir putih dapat

terekstraksi sempurna.

Peristiwa yang terjadi pada maserasi serbuk rimpang kunir putih yaitu

cairan penyari etanol akan menembus dinding sel rimpang kunir putih dan masuk

ke dalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif yang diinginkan yaitu

kurkuminoid. Kurkuminoid akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara

(55)

35

luar. Adanya pengadukan terus menerus akan meratakan konsentasi larutan di luar

butir serbuk kunir putih, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga

adanya perbedaan konsentasi yang sebesar-besarnya antara larutan di dalam sel

dan di luar sel. Keuntungan lain dari proses maserasi dengan mesin pengaduk

adalah waktu maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam (Anonim,

1986).

Setelah 24 jam, proses maserasi dihentikan kemudian serbuk

dipisahkan dengan cara penyaringan. Ekstrak cair yang diperoleh didiamkan

selama 2 hari untuk mengendapkan amilum yang terdispersi koloid dalam ekstrak.

Setelah diendapkan, amilum disaring menggunakan corong Buchner. Filtrat yang

diperoleh ditambahkan pelarut etanol sampai volumenya setara dengan volume

awal. Ekstrak cair yang diperoleh disimpan dalam wadah tertutup rapat untuk

mencegah terjadinya penguapan pelarut selama penyimpanan.

Proses maserasi pada penelitian ini cocok diaplikasikan di industri

farmasi karena cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan

mudah diusahakan. Ekstrak cair yang diperoleh lebih mengefisiensikan waktu

karena tidak melalui tahap pengeringan ekstrak untuk memperoleh ekstrak kering

atau kental. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dengan cara dingin.

Dihindari penggunaan panas pada suhu tinggi karena butiran amilum akan

mengembang sehinga mengelilingi dan menutupi pori-pori serbuk, akibatnya

(56)

36

B. Penetapan Kadar Kurkuminoid Dalam Ekstrak Etanol Kunir Putih

Ekstrak etanol rimpang kunir putih mengandung kurkuminoid yang

terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Abas,

2005). Kurkuminoid dapat ditetapkan kadarnya menggunakan spektrofotometer

UV – Vis karena memiliki gugus kromofor atau ikatan terkonjugasi yang

mengakibatkan terjadinya delokalisasi elektron phi dan pergeseran batokromik

(pergeseran kearah panjang gelombang yang lebih panjang). Selain itu,

kurkuminoid memiliki gugus auksokrom atau gugus fungsional yang mempunyai

elektron bebas yang terikat pada gugus kromofor, yaitu 2 gugus –OH dan –OCH3

pada kurkumin, dua gugus –OH dan satu gugus –OCH3 pada demetoksikurkumin

serta dua gugus –OH pada bisdemetoksikurkumin (Gambar 6). Auksokrom ini

juga dapat meningkatkan intensitas serapan pada panjang gelombang UV (efek

hiperkromik) dan pergeseran batokromik (Rohman, 2007).

Gambar 6. Ikatan terkonjugasi (kromofor) dan gugus auksokrom pada kurkuminoid

Sebelum pengukuran kadar kurkuminoid dalam ekstrak, dilakukan

penetapan panjang gelombang serapan maksimum dan pembuatan kurva baku Keterangan : kromofor

demetoksikurkumin : 2 gugus –OH dan–OCH3 pada R1

(57)
(58)

38

Tabel II. Kadar kurkuminoid (mg%) dan nilai serapan dari tiga replikasi seri larutan baku kurkuminoid

No

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

Kadar terhitung

(mg%)

Serapan Kadar

terhitung (mg%)

Serapan Kadar

terhitung

Dari ketiga replikasi seri larutan baku di atas, nilai koefisien

korelasinya berturut-turut yaitu 0,99730; 0,99938; 0,99899. Nilai koefisien

korelasi teoritis (r) dari tabel dengan tingkat kepercayaan 99% adalah 0,917.

Perbandingan linearitas hasil perhitungan dan teoritis menunjukkan bahwa nilai

koefisien korelasi ketiga replikasi kurva baku lebih besar dari koefisien korelasi

teoritis, sehingga secara statistik, ketiganya memiliki korelasi linear yang

bermakna antara kadar dan serapan.

Dipilih salah satu persamaan kurva baku dengan nilai koefisien

korelasi (r) paling mendekati +1, yaitu persamaan Y = 1,4424 X + 0,0282

(persamaan kedua) dengan koefisien korelasi persamaan ini adalah 0,99938. Nilai

positif menggambarkan korelasi positif yang sempurna, yakni semua titik

percobaan terletak pada satu garis lurus yang kemiringannya positif (gambar 8).

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara besarnya kadar

(59)

39

Gambar 8. Kurva baku larutan kurkuminoid (Y = 1,4424 X + 0,0282)

Jika dilihat dari sensitifitasnya, persamaan kedua juga memiliki

sensitifitas paling tinggi. Sensitifitas ditunjukkan oleh nilai kemiringan (slope)

sama dengan nilai b (Rohman, 2007). Semakin besar nilai kemiringan maka

sensitifasnya semakin tinggi juga. Nilai b persamaan kedua yaitu 1,4424 dimana

lebih besar dari nilai b persamaan pertama (b = 1,4259) dan persamaan ketiga (b =

1,4127).

Persamaan kurva baku kedua digunakan untuk menghitung kadar

kurkuminoid dalam sampel ekstrak kunir putih. Ekstrak etanol rimpang kumir

putih yang diperoleh dari proses maserasi diambil dalam 4 cuplikan volum yang

berbeda-beda kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum

(425 nm). Absorbansi yang terukur dimasukkan dalam persamaan kurva baku

sebagai nilai y, sedangkan nilai x merupakan kadar yang terhitung sebagai

kurkuminoid dalam ekstrak etanol rimpang kunir putih.

Gambar

Gambar 16. Profil range optimum untuk viskositas awal  …………………..  54
Tabel I. Determinasi tanaman kunir putih dan poses ekstraksi ………… 66
Gambar 2. Struktur Monomer Asam Akrilat (Koleng dan McGinity, 2005)
Gambar 3. Struktur Gliserol (Price, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

II - 2 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Pelalawan Wilayah laut Kabupaten Pelalawan adalah ruang wilayah laut kewenangan (WLK) Kabupaten Pelalawan sesuai dengan

Judul : Penerapan Generalized Partial Credit Model dalam Teori Respon Butir untuk Menduga Kemampuan Hasil Tes Uraian (Studi Kasus: Soal Ujian Tengah Semester Mata Kuliah

3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. 4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia. 5)

Berdasarkan data tersebut, semua responden yang menyatakan bahwa pengembangan karir pegawai harus didasarkan pada kompetensi, yaitu sebanyak 158 orang (100%) berpendapat bahwa perlu

Kami melakukan pembuatan Video Profile suatu instansi dengan menggunakan teknologi hardware dan pengolahan menggunakan perpaduan software-software tercanggih saat ini, serta

Hubungan yang tercipta dari beberapa komponen tersebut yaitu antara petani pemilik, petani tani penyewa dan buruh tani tersebut dapat kita sebut dengan hubungan saling

59 /PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan sistem akuntansi dan

memenuhi kebutuhan produksi hortikultura, kemudian dikenal sbg TANAH SINTETIK ...