OPTIMASI FORMULA SEDIAAN GEL UV PROTECTION FILTRAT PERASAN UMBI WORTEL (Daucus carota, Linn.) :
TINJAUAN TERHADAP SORBITOL , GLISEROL, DAN PROPILENGLIKOL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Andryan Susanto NIM : 048114140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
OPTIMASI FORMULA SEDIAAN GEL UV PROTECTION FILTRAT PERASAN UMBI WORTEL (Daucus carota, Linn.) :
TINJAUAN TERHADAP SORBITOL , GLISEROL, DAN PROPILENGLIKOL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Andryan Susanto NIM : 048114140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Skripsi
OPTIMASI FORMULA SEDIAAN GEL UV PROTECTION FILTRAT PERASAN UMBI WORTEL (Daucus carota, Linn.) :
TINJAUAN TERHADAP SORBITOL , GLISEROL DAN PROPILENGLIKOL
Yang diajukan oleh : Andryan Susanto NIM : 048114140
telah disetujui oleh : Pembimbing Utama
HA LA M A N PERSEM BA HA N
Hati yang gembira adalah obat yang manjur tetapi semangat
yang patah mengeringkan tulang (Amsal 17:22)
Kupersembahkan dengan penuh CINTA untuk :
Tuhan Yesus, Papa, Mama, Ooh Agus, & Venie
KATA PENGANTAR
Hanya oleh anugrahNya kalau skripsi ini bisa selesai dikerjakan. Dia yang berjanji, Dia yang memulai, Dia juga yang menyelesaikannya tepat pada waktunya. Segala pujian dan syukur hanya bagi Dia. Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Skripsi ini selesai dikerjakan karena begitu melimpahnya segala bentuk bantuan dan dukungan yang diberikan berbagai pihak selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Tanpa segala bantuan dan dukungan yang diberikan, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan memuaskan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin berterimakasih kepada berbagai pihak yang begitu banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Orang-orang yang terkasih itu antara lain :
1. Tuhan Yesus, untuk sgala anugrahNya dan kasih setiaNya yang tak pernah berkesudahan.
2. Rita Suhadi, M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Christine Patramurti, M.Si, Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
5. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm, Apt selaku Dosen Penguji yang telah menguji sekaligus memberi saran dan kritik yang membangun bagi penulis. 6. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si, Apt selaku Dosen Penguji yang telah
menguji sekaligus memberi saran dan kritik yang membangun bagi penulis. 7. Papa dan Mama tersayang untuk sgala doa, nasehat, dan kebaikannya selama
ini. Tuhan memberkati.
8. Ooh Agus untuk sgala doa dan dukungannya. Terimakasih Oh. Tuhan memberkati.
9. Venie tercinta. Thanks ya.. untuk sgala bentuk Cinta darimu untukku.. Thanks atas kesediaannya untuk menemaniku selama ini, dalam suka maupun duka. Ayo kerjain skripsinya!!Semangat!!Tuhan memberkati.
10.Tim Project Wortel (Budiaji, Ella, Desi, Cipi, Ine, dan Finza) untuk smua yang terbaik selama ini.
11.Segenap Staf Laboratorium: Pak Yuwono, Pak Musrifin, Pak Sigit, Pak Wagiran, Pak Agung, Pak Iswandi, Pak Otok, Pak Heru, Pak Sarwanto, Pak Parlan, Pak Kunto dan Pak Andri atas sgala bantuannya.
12.Komsel Paingan : Ko Agung, Mas Dwi, Bang Alex Manalu, Budiaji, Andry Axel, Budiarto (selamat datang kami ucapkan!!), Ko Yudi (Ayo semangat Ko!!), Ko Yanuar (yang ada di Jakarta sana. GBU!!).
14.Teman-teman seperjuangan Angkatan 2004. Ayo semangat!!Pantang Mundur!!GBU all..
15.Semua Pihak yang penulis tidak dapat sebutkan namanya satu persatu. Thanks for All!!Tuhan memberkati.
Akhir kata kembali penulis mengucapkan banyak terimakasih untuk semua pihak atas segala dukungan dan bantuannya. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Mari maju terus dan tetap semangat!!Tuhan Memberkati.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Juli 2008
Penulis
INTISARI
Penelitian ini tentang optimasi formula sediaan gel UV protection filtrat perasan wortel (Daucus carota, Linn.) dengan menggunakan sorbitol, gliserol dan propilenglikol sebagai humektan. Tujuan penelitian adalah mendapatkan area optimum dari gel UV Protection filtrat perasan wortel (Daucus carota, Linn.) dengan komposisi humektan yang sesuai untuk menghasilkan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel yang baik.
Penelitian ini termasuk rancangan eksperimental menggunakan metode
simplex lattice design 3 komponen dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula gel
UV protection filtrat perasan wortel yang dapat diterima masyarakat (acceptable). Tiap formula diuji untuk mengetahui respon daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas. Uji validitas persamaan yang diperoleh menggunakan analisis uji F dengan taraf kepercayaan 95%. Dibuat contour plot untuk masing-masing uji fisis, kemudian digabungkan semua contour plot untuk menghasilkan satu superimposed contour plot yang menunjukkan komposisi optimum humektan sorbitol, gliserol dan propilenglikol.
Daya sebar optimal berkisar pada diameter penyebaran sebesar 4-5 cm. Viskositas optimal ditentukan antara 275 d.Pa.S-325 d.Pa.S. Stabilitas gel ditunjukkan dengan pergeseran viskositas kurang dari 5%. Dari penelitian diperoleh komposisi optimum superimposed contour plot.
Kata kunci : filtrat perasan wortel, UV protection, sorbitol, gliserol, propilenglikol,
ABSTRACT
This research was about formula optimization of carrot filtrate as UV protection gel dosage form using sorbitol, glycerol and propilenglycole as humectants. The research aimed to obtain the optimum composition of the humectants which obtained good physical properties and good stability of gels.
The design of the research was experimental design and using 3 component’s simplex lattice design method, which has got UV protection gel which is acceptable. Each formula was tested in terms of spreadability, viscosity, and viscosity shift. The equation of its formula was analysed statistically using F test with 95 % confidence level. Contour plot for each physical properties test was made and all were combined to yield superimposed contour plot, which showed optimum area of sorbitol, glycerol, and propilenglycole composition.
Optimum diameter of spreadability was determined around 4-5 cm and optimum viscosity was determined around 275 d.Pa.S-325 d.Pa.S, while gel stability was determined with the viscosity shift less than 5%. From the results the optimum superimposed contour plot was obtained.
Keywords :
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Keaslian Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6
A. Wortel... 6
1. Morfologi tanaman... 6
2. Kandungan kimia dan kegunaan ... 6
B. Beta Karoten ... 7
C. Gel ... 9
D. Carbomer... 10
E. Humektan ... 12
F. Sinar UV, UV Protection dan SPF... 15
G. Radikal bebas dan Antioksidan karotenoid... 17
H Spektrofotometri UV dan Visibel ... 19
I. Simplex Lattice Design... 20
J. Uji Daya Sebar ... 23
K. Viskositas... 24
L. Keterangan Empiris... 24
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 26
B. Variabel Penelitian ... 26
C. Definisi Operasional ... 27
E. Tata Cara Penelitian ... 28
1. Penetapan kadar beta karoten dalam filtrat perasan wortel (Daucus carota, Linn.)... 28
2. Memprediksi nilai SPF filtrat perasan wortel ... 30
3. Optimasi pembuatan gel UV Protection... 31
4. Uji sifat fisis formula ... 32
F. Analisis Data ... 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
A. Pembuatan Filtrat Wortel ... 34
B. Penetapan Kadar Beta Karoten dalam Filtrat Perasan Wortel... 36
1. Penetapan kadar beta karoten dan nilai SPF dalam filtrat perasan wortel sebelum membuat gel ... 38
2. Penetapan kadar beta karoten dan nilai SPF dalam gel... 45
C. Pembuatan Sediaan Gel ... 48
D. Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Gel ... 50
1. Uji Daya Sebar ... 51
2. Uji Viskositas ... 53
3. Uji Stabilitas... 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …... 60
DAFTAR TABEL
Tabel I. Higroskopisitas dan kemampuan humektan mengikat air ...14 Tabel II. Desain eksperimen simplex lattice 3 komponen ...23 Tabel III. Clear Aqueous Gel dengan Dimeticone...31 Tabel IV. Komposisi Formula baru setelah dilakukan modifikasi
untuk sediaan (100 gram)...31 Tabel V. Formula Simplex Lattice Design...32 Tabel VI. Kurva baku beta karoten dengan Spectrophotometer Genesis...40
Tabel VII. Jumlah beta karoten dalam 1 gram filtrat perasan wortel dengan
Spectrophotometer Genesis 10...41 Tabel VIII. Hasil pengukuran SPF...44 Tabel IX. Hasil pengukuran SPF filtrat wortel ...44 Tabel X. Kurva baku beta karoten dengan Perkin-ElmerSpectrophotometer UV-Vis
Lambda 20...46 Tabel XI. Jumlah beta karoten dalam 1 gram filtrat perasan wortel karoten dengan
Perkin-ElmerSpectrophotometer UV-Vis Lambda 20...47 Tabel XII. Hasil pengukuran SPF dalam 200 gram gel ...47 Tabel XIII. Sifat fisis formula gel filtrat perasan wortel...51
Tabel XIV. Persamaan simplex lattice design respon sediaan gel filtrat perasan wortel...51
Tabel XVI. Hasil uji validitas persamaan simplex lattice design respon viskositas gel filtrat perasan wortel ...55 Tabel XVII. Hasil uji validitas persamaan simplex lattice design respon pergeseran
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur molekul beta karoten...8
Gambar 2. Spektra UV-Vis Beta Karoten...8
Gambar 3. Rumus molekul carbopol ...11
Gambar 4. Struktur molekul gliserol ...12
Gambar 5. Struktur molekul sorbitol ... 13
Gambar 6. Struktur molekul propilenglikol... 14
Gambar 7. Simplex lattice design model special cubic... 21
Gambar 8. Hasil scanning beta karoten dengan pelarut kloroform Spectrophotometer UV GenesisTM 10 ...43
Gambar 9. Hasil scanning filtrat perasan wortel dengan pelarut kloroform Spectrophotometer UV GenesisTM 10 ...43
Gambar 10. Hasil scanning panjang gelombang serapan maksimum larutan beta karoten 452,2 nm...45
Gambar 11. Contour plot daya sebar gel filtrat perasan wortel... 52
Gambar 12. Contour plot viskositas sediaan gel filtrat perasan wortel... 54
Gambar 13. Contour plot pergeseran viskositas gel filtrat perasan wortel... 56
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG
Spektrum radiasi UV yang sampai ke bumi hanya UV A dan sebagian
kecil UV B. UV C dan sebagian besar UV B tidak sampai ke permukaan bumi
karena diblok oleh lapisan ozon di stratosfer. Namun penipisan lapisan ozon oleh
reaksi fotokimia termasuk chlorofluorocarbons (CFC) menyebabkan lebih banyak
UV B yang sampai ke bumi (Halliwell and Gutteridge, 1999).
Radiasi UV dibagi menjadi vacuum UV (λ 40-190 nm), Far UV (λ
190-220 nm), UV C (λ 220-290 nm), UV B (λ 290-320 nm) dan UV A (λ 320-400
nm). Vacuum UV, Far UV, dan UV C hampir tidak ditemukan dalam alam karena
secara total diserap oleh atmosfer. UV B adalah bentuk radiasi UV yang paling
berbahaya karena memiliki energi yang cukup besar untuk menembus dan
merusak DNA seluler. Individu yang dalam aktivitas kesehariannya banyak di
tempat terbuka dan terpapar sinar matahari secara langsung memiliki resiko besar
terpapar oleh efek UV B (Zeman, 2007).
Radiasi UV tidak selalu berbahaya, sejumlah kecil radiasi UV
memberikan keuntungan untuk kesehatan dan berperan penting dalam produksi
vitamin D (Anonim, 2006). Selain itu radiasi UV juga bermanfaat untuk
meningkatkan aliran darah di kulit. Radiasi UV menghasilkan proses fotooksidasi
and Stahl, 2004). Akan tetapi, paparan sinar UV yang berlebihan dapat
mengakibatkan sunburn yang menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, penuaan
dini (skin aging), edema, hiperplasia dan kanker kulit (Badmaev, 2005; Jellinek,
1970; Ley and Reeve, 1997). Sinar UV yang secara biologis paling berpotensi
menyebabkan eritema dan hiperpigmentasi adalah sinar UV dengan panjang
gelombang 280-320 nm (UV B) (Jellinek, 1970). Kulit yang terpapar sinar
matahari secara terus-menerus akan menjadi kulit yang kering. UV A adalah sinar
UV yang bertanggungjawab dalam penebalan stratum corneum. Dibandingkan
UV B, sinar UV A lebih efektif menyebabkan penebalan stratum corneum (Ley
and Reeve, 1997).
Sunscreen adalah senyawa kimia yang mampu mengabsorpsi dan atau
memantulkan sinar UV sebelum mencapai kulit (Stanfield, 2003). Sunscreen
dapat digunakan untuk mengurangi efek merusak radiasi UV, tetapi sekarang ini
sunscreen berbahan aktif sintetik di pasaran dilaporkan terbukti memiliki resiko
kurang aman ketika digunakan. Bahan aktif sintetik berkuran sangat kecil mampu
untuk terabsorpsi ke dalam kulit dan dapat tereksitasi menjadi radikal bebas
menyerang sel DNA. Penyerangan sel DNA ini dapat menyebabkan efek yang
lebih buruk daripada terpapar oleh UV secara langsung (Hanson, Gratton,
Bardeen, 2006).
Beberapa senyawa sintetik seperti benzophenone, octocrylenen, dan
octylmethoxycinnamate dilaporkan dapat menginduksi pembentukan radikal bebas
seperti reactive oxygen species (ROS) dengan adanya induksi sinar UV (Hanson
alam yang lebih aman dalam penggunaannya, yaitu diperoleh dari filtrat perasan
wortel (Daucuscarota, Linn.) yang mengandung beta karoten. Peran penting beta
karoten di dalam tubuh yaitu sebagai prekursor vitamin A dan sebagai
antioksidan. Beta karoten sebagai antioksidan banyak digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan penyakit yang berhubungan dengan stress oksidatif.
Oleh sebab itu, filtrat perasan wortel yang mengandung beta karoten dapat
digunakan sebagai alternatif dalam pembuatan sunscreen karena bersifat
antioksidan sehingga dapat mengurangi kerusakan oksidatif akibat ROS.
Umumnya bentuk sediaan sunscreen yang dijual di pasaran, berbentuk
lotion dan cream. Dalam penelitian ini sediaan dibuat dengan variasi bentuk
sediaan yang lain yaitu bentuk gel. Dipilih bentuk gel karena memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan dengan bentuk sediaan yang lain. Gel relatif lebih
nyaman untuk digunakan karena dapat memberikan sensasi dingin pada kulit,
selain itu tidak mengandung minyak sehingga mudah dicuci dengan air. Gel juga
memiliki tampilan yang lebih menarik jika dibandingkan dengan bentuk sediaan
yang lain sehingga dapat meningkatkan penerimaan masyarakat.
Gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang mengandung larutan
bahan aktif tunggal maupun campuran dengan pembawa senyawa hidrofilik atau
hidrofobik atau dapat juga gel didefinisikan sebagai sistem dua komponen dari
sediaan semipadat yang kaya akan cairan (Barry, 1983). Disebut sebagai hydrogel
apabila pembawanya adalah air. Sediaan hydrogel memiliki beberapa kelebihan
dalam hal acceptability, seperti misalnya memiliki viskositas dan daya sebar yang
pertimbangan inilah maka bentuk sediaan yang diformulasi dalam penelitian ini
adalah dalam bentuk hydrogel.
Dalam penelitian ini digunakan agen pengental gel carbopol dan 3
humektan yaitu sorbitol, gliserol dan propilenglikol. Ketiganya dapat digunakan
untuk memberikan proteksi terhadap kehilangan air pada gel karena evaporasi air
yang cepat dapat mempengaruhi daya sebar sediaan. Penggunaan secara
bersamaan sorbitol, gliserol dan propilenglikol sebagai humektan didasarkan pada
kenyataan bahwa masing-masing senyawa mempunyai keuntungan dan kerugian.
Sorbitol memiliki sifat sangat higroskopis sehingga dapat menjaga konsistensi
sediaan, selain itu sorbitol memiliki viskositas yang tinggi, jika dibandingkan
dengan sorbitol maka gliserol mempunyai viskositas yang lebih rendah namun
nyaman digunakan sedangkan propilenglikol memiliki viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan sorbitol namun kurang nyaman dalam aplikasinya karena adanya
pengaruh rasa lengket saat digunakan.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk melakukan optimasi formula
gel terhadap humektan yang digunakan. Pendekatan yang digunakan pada
optimasi formula gel UV protection dengan metode optimasi simplex lattice
design 3 komponen.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah ada range area optimum gel UV Protection filtrat perasan wortel
(Daucus carota, Linn.) bila dilihat dari sifat fisis dan stabilitas gel
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
optimasi formula gel UV Protection filtrat perasan umbi wortel (Daucus carota,
Linn.) tinjauan terhadap sorbitol, gliserol dan propilenglikol dengan metode
simplex lattice design belum pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan informasi bagi tumbuh-kembang ilmu kefarmasian
mengenai penggunaan bahan alam dalam sediaan UV Protection.
2. Manfaat Praktis
Mengetahui range komposisi optimum dari sifat fisis gel UV Protection filtrat
perasan wortel (Daucus carota, Linn.) dengan humektan sorbitol, gliserol dan
propilenglikol.
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apakah ada range area optimum bila dilihat dari sifat fisis dan
stabilitas gel UV Protection filtrat perasan wortel (Daucus carota, Linn.) pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Wortel 1. Morfologi tanaman
Wortel (Daucus carota, Linn.) termasuk anggota familia Apiaceae yang
berasal dari Afrika utara. Merupakan terna musiman, tinggi 1-1,5 m, tumbuh di
daerah sejuk bertemperatur 200C, terutama di daerah pegunungan yang memiliki
suhu udara dingin dan lembab (Thomas, 1992). Jenis wortel cukup banyak,
tumbuh baik pada ketinggian 500-1000 m atau 1000-2000 m dpl (di atas
permukaan laut). Untuk tumbuhnya, wortel memerlukan tanah geluh berpasir
yang kaya bahan organik dan sinar matahari yang cukup.
Wortel berbatang pendek, basah, merupakan sekumpulan tangkai daun
yang keluar dari ujung umbi bagian atas. Daun majemuk berganda, pangkal
tangkai melebar menjadi upih, lonjong, tepi bertoreh, ujung runcing, pangkal
berlekuk, panjang 15-20 cm, lebar 10-13 cm, pertulangan menyirip, berwarna
hijau. Bunga berkumpul dalam payung majemuk, mahkota berbentuk bintang,
halus, berwarna putih.
2. Kandungan kimia dan kegunaan
Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu,
nutrisi anti kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dektrosa, laktosa, dan
maltosa), pektin, glutanion, mineral (kalsium, fosfor, besi, kalium, natrium,
(Dalimartha, 2001). Secara umum dalam 122 gram wortel, terdapat beta karoten
10,108 mg, vitamin B1 0,081 mg, dan vitamin C 7,2 mg (Anonim, 2007a).
Wortel berwarna orange oleh karena kandungan beta karoten, yang
mana dalam tubuh manusia untuk diubah menjadi vitamin A. Wortel juga kaya
akan serat, mineral dan dikenal sebagai antioksidan. Wortel mengandung porfirin.
Zat yang dapat merangsang kelenjar pituitary dan meningkatkan hormon seks.
Buah mengandung bisabolene, tiglic acid dan geraniol. Biji wortel liar
mengandung flavonoid, minyak menguap termasuk asarone, carotol, pinene dan
limonene. Sebuah wortel ukuran sedang mengandung sekitar 15.000 IU beta
karoten (Dalimartha, 2001). Kadar beta karoten yang terkandung dalam wortel
(740 μg) hampir dua kali lipat lebih banyak dari kandungan beta karoten dalam
kangkung (380 μg) dan tiga kali lebih banyak kandungan beta karoten daun caisin
(286 μg). Makin jingga warna wortel, makin tinggi kadar beta karotennya
(Afriansyah, 2002).
B. Beta Karoten
Karotenoid adalah pigmen warna yang memberikan warna merah, orange,
kuning dan hijau pada sayuran dan buah. Karotenoid adalah senyawa
poliisoprenoid yang memiliki 40 atom karbon dan ikatan rangkap terkonjugasi
yang kompleks. Beta karoten merupakan golongan karotenoid. Beta karoten
digunakan oleh tubuh untuk membuat retinol, yang dibutuhkan untuk kesehatan
penglihatan. Konsumsi vitamin A berlebih adalah berbahaya karena konsumsi
gejala: mual, sakit kepala dan anoreksia (Anonim, 2008b), tetapi beta karoten
adalah supplemen yang aman karena tubuh akan mengubah beta karoten menjadi
vitamin A sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu tidak meracuni tubuh.
Beta karoten adalah antioksidan dan melindungi tubuh dengan
menangkap radikal bebas mencegah oksidasi (Anonim, 2007b). Karotenoid
diketahui mampu menginhibisi radikal bebas menginduksi lipid peroksidase. Beta
karoten mempunyai kemampuan mengikat singlet oksigen (1O2) yang baik,
mengikat radikal peroksil dan menginhibisi lipid peroksidase.
Rantai terkonjugasi dalam golongan karotenoid menunjukkan bahwa
mereka menyerap dalam area visible dan memberikan warna. Spektrum pada
gambar 2 menunjukkan beta karoten menyerap kuat antara 400-500 nm, beta
karoten tampak orange karena merefleksikan warna merah atau kuning (Anonim,
2007c).
Ga m ba r 1 . St r u k t u r m ole k u l be t a k a r ot e n ( An onim , 2 0 0 7 b)
C. Gel
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Gel merupakan
sistem semi rigid yang pergerakan medium pendispersinya dibatasi oleh jaringan
tiga dimensi dari partikel atau makromolekul yang terdispersi. Beberapa sistem
gel merupakan sistem yang jernih transparan seperti air; tetapi ada yang memiliki
tampilan keruh buram karena bahan-bahan penyusun tidak terdispersi secara
keseluruhan atau gel tersebut membentuk aggregat.
Konsentrasi dari gelling agent kurang dari 10%, biasanya dalam rentang
0.5 % sampai 2 %. Gel dapat digunakan secara oral, topikal, intranasal, vaginal,
dan rektal (Allen and Loyd, 2002). Gel merupakan sistem penghantaran obat yang
sempurna untuk cara pemberian yang beragam dan kompatibel dengan banyak
bahan obat yang berbeda (Allen and Loyd, 2002). Gel merupakan bentuk sediaan
semisolid yang mengandung larutan bahan aktif tunggal maupun campuran
dengan pembawa senyawa hidrofilik atau hidrofobik atau dapat pula didefinisikan
sebagai sistem dua komponen dari sediaan semipadat yang kaya akan cairan
(Barry, 1983). Disebut sebagai hydrogel apabila pembawanya adalah air (Peppas
et al., 2000).
Hydrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer
yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa
menyimpan air dalam strukturnya. Salah satu alasan disukainya hydrogel sebagai
yang relatif baik dengan jaringan biologis. Polimer yang digunakan dalam
hydrogel terhidrolisis lambat dan secara bertahap melepaskan obat bebas. Banyak
polimer untuk tujuan ini telah disintesis (Zatz and Kushla, 1996). Hydrogel
mengandung bahan-bahan yang terdispersi sebagai koloid atau larut dalam air
(Allen and Loyd, 2002). Setelah kering, hydrogel akan meninggalkan suatu
lapisan tipis transparan elastis dengan daya lekat tinggi, tidak menyumbat pori
kulit, tidak mempengaruhi respirasi kulit, dan dapat mudah dicuci dengan air
(Voigt, 1994).
Beberapa mekanisme mungkin bertanggungjawab pada pembentukan gel
dan sepertinya kombinasi dari beberapa proses terjadi. Pada kondisi asam,
sebagian gugus karboksil pada rantai polimer akan terputus untuk membentuk
gulungan yang lentur. Penambahan basa memutuskan lebih banyak gugus dan
gaya tolak-menolak elektrostatis antara tempat-tempat yang diserang
memperbesar molekul, membuatnya menjadi gel yang rigid dan mengembang.
Akan tetapi penambahan basa yang berlebihan membuat gel menjadi cair karena
kation-kation melindungi gugus-gugus karboksil dan juga mengurangi gaya
tolak-menolak elektrostatis (Barry, 1983).
D. Carbomer
Carbomer (Carbopol) pertama kali dideskripsikan dalam literatur
professional pada tahun 1955 dan sampai sekarang digunakan dalam berbagai
sediaan farmasetika, misalnya dalam tablet lepas terkontrol, suspensi, dan gel
and Loyd, 2002). Carbopol membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Carbopol
merupakan material koloid hidrofilik yang mengental lebih baik daripada natural
gum. Carbopol didispersikan ke dalam air membentuk larutan asam yang keruh
yang kemudian dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium hidroksida,
trietanolamin, atau dengan basa inorganik lemah seperti amonium hidroksida,
sehingga akan meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhan
(Barry,1983). Ketika ditambahkan air, maka memungkinkan tumbuhnya jamur
dan mikroorganime yang lainnya. Ketika diformulasikan dengan sistem berair,
0,1% metilparaben atau propilparaben dapat ditambahkan sebagai agen pengawet
dan tidak mempengaruhi efisiensi dari resin carbomer (Allen and Loyd, 2002).
Carbomer yang digunakan dalam penelitian ini adalah carbomer 940 NF,
memiliki kekentalan 40.000-60.000 cP, memiliki efisiensi membentuk gel dengan
viskositas tinggi dan memiliki kejernihan sangat baik (Allen and Loyd, 2002).
Dalam bentuk netral, carbopol larut dalam air, alkohol, dan gliserin serta akan
membentuk gel yang jernih dan stabil. Pada larutan asam (pH 3,5-4,0) dispersi
carbopol menujukkan viskositas yang rendah hingga sedang dan pada pH 5-10
akan menunjukkan viskositas yang optimal. Pada pH di atas 10, struktur gel rusak
dan viskositas menurun (Anonim, 2001).
H2 C HC
COOH n
E. Humektan
Humektan adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan
untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air
(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).
Humektan dalam formula dimaksudkan meningkatkan kenyamanan penggunaan
produk pada kulit dan melembutkan kulit (Nairn, 1997).
Humektan merupakan senyawa higroskopis yang umumnya larut dalam
air. Humektan tidak menutup kulit dan mudah hilang jika tercuci. Gliserol,
propilenglikol, dan sorbitol biasa digunakan sebagai humektan dalam sediaan
untuk mencegah penguapan dan pembentukan lapisan kering pada permukaan
produk. Humektan membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga
kandungan air pada lapisan stratum corneum serta mengikat air dari lingkungan
ke kulit (Rawlings, Harding, Watkinson, Chandar, and Scott, 2002).
Gliserin atau gliserol digunakan sebagai emollient dan humektan dalam
daftar FDA-81 produk topikal farmasetis dan digunakan dalam konsentrasi
0,2-65,7% (Smolinske, 1992). Gliserol dapat campur dengan air dan alkohol 96%,
tidak larut dalam pelarut eter, kloroform dan miyak (Anonim, 1973).
HO
OH
OH
Sorbitol merupakan serbuk, granul, atau serpihan berwarna putih, bersifat
higroskopik, berasa manis, biasanya meleleh pada suhu sekitar 96ºC. Satu gram
sorbitol larut dalam 0,45 ml air, sedikit larut dalam alkohol, metanol, atau asam
asetat (Anonim, 2000). Sorbitol sangat tidak larut dalam pelarut organik. Sorbitol
bersifat inert dan dapat bercampur dengan bahan tambahan lainnya (Loden,
2001). Larutan sorbitol berupa cairan seperti sirup yang tidak berwarna, jernih,
berasa manis, tidak memiliki bau yang khas, dan bersifat netral. Larutan sorbitol
tidak untuk diinjeksikan (Anonim, 2000).
Ga m ba r 5 . St r u k t u r sor bit ol ( Anon im , 1 9 7 9 )
Sorbitol sifatnya tidak iritatif pada kulit, dan tidak toksik jika digunakan
peroral sampai dosis 9 gram/hari. Pada umumnya sorbitol digunakan sebagai
pemanis (Loden, 2001). Saat ini sorbitol sering digunakan dalam kosmetik
modern sebagai humektan dan bahan pembengkak (thickener) karena sifatnya
yang higroskopis (Anonim, 2005). Sorbitol, di bawah kondisi 25ºC dengan
kelembaban relatif 50%, memiliki higroskopisitas sebesar 1 mg H2O / 100 mg dan
kapasitas menahan air sebesar 21 mg H2O / 100 mg (Rawlings et al., 2002).
Sorbitol merupakan bahan yang sangat efektif digunakan sebagai humektan pada
Ta be l I . H igr osk opisit a s da n k e m a m pu a n h u m e k t a n m e ngik a t a ir ( 2 50C, 5 0 % RH )
Humektan Higroskopisitas (H20 mg/100mg)
Kapasitas Ikat Air Total (H20 mg/100mg)
Propilenglikol merupakan bahan yang berfungsi sebagai humektan,
pelarut, plasticizer. Fungsi lain propilenglikol adalah sebagai pengawet pada
konsentrasi 15-30%, hygroscopic agent, desinfectan, stabilizer vitamin dan
pelarut pengganti yang dapat campur dengan air (Anonim, 1983). Propilenglikol
digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 1-5 %, stabil pada pH 3-6 dan
harus mengandung pengawet (Allen and Loyd, 2002). Propilenglikol merupakan
bahan yang tidak berbahaya dan aman digunakan pada produk kosmetik dengan
konsentrasi lebih dari 50% (Loden, 2001). Propilenglikol tidak menyebabkan
iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan atau injeksi
intramuskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada 38%
F. Sinar UV, UV protection dan SPF
Sinar matahari terdiri dari tiga kategori yang dikelompokkan berdasarkan
panjang gelombangnya, yaitu UV, sinar tampak, dan infra merah. UV dibedakan
menjadi tiga bagian, yaitu UV A (320-400 nm), UV B (290-320 nm), dan UV C
(200-290 nm). Sinar UV C umumnya tidak mencapai permukaan bumi karena
memiliki panjang gelombang yang paling pendek sehingga terserap seluruhnya di
lapisan ozon. Sinar UV B memiliki panjang gelombang yang lebih panjang
daripada UV C sehingga masih dapat melewati lapisan ozon sekitar 10%. Apabila
lapisan ozon menipis, sinar UV B yang dapat melewati lapisan ozon akan semakin
banyak sehingga UV B yang mencapai permukaan bumi akan meningkat
jumlahnya. Sinar UV A memiliki panjang gelombang yang paling panjang
diantara sinar UV dekat lainnya sehingga sinar ini hampir seluruhnya dapat
melewati lapisan ozon. Dengan demikian sinar UV yang paling banyak mencapai
permukaan bumi adalah sinar UV A.
Sinar UV B dapat memberikan efek positif dengan menginduksi produksi
vitamin D di kulit. Sepuluh dari seribu kematian di US setiap tahunnya
disebabkan oleh kanker akibat kekurangan UV B (kekurangan vitamin D).
Kekurangan vitamin D juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang dapat
mengakibatkan sakit pada tulang, sulit menahan berat badan karena rapuhnya
massa tulang, dan terkadang patah tulang (Anonim, 2007a).
UV B merupakan sinar UV yang paling bertanggung jawab
mengakibatkan sunburn di kulit. Sinar ini hanya mampu menembus kulit sampai
basal, dan sel melanosit. Sel melanosit mensintesis enzim tirosinase dan pigmen
melanin yang kemudian dipindahkan ke keratinosit dan menimbulkan warna di
kulit. UV B akan merangsang sel melanosit untuk membentuk melanin lebih
banyak, akibatnya kulit akan menjadi lebih gelap yang sering disebut terbakar,
atau jika ukurannya sangat kecil biasa disebut titik atau flek hitam (Anonim,
2005).
UV B akan menginduksi pembentukan radikal bebas, dimana jika tubuh
sudah tidak mampu menahan radikal bebas yang jumlahnya sangat berlebih maka
radikal bebas tersebut akan bereaksi dengan molekul yang ada di dekatnya
sehingga akan merusak molekul dan struktur sel. Perusakan ini akan mendorong
timbulnya kanker kulit seperti melanoma (Anonim, 2005).
Sinar UV yang memiliki panjang gelombang paling tinggi adalah UV A.
Sinar ini dapat menembus kulit sampai ke lapisan dermis, dimana pada lapisan ini
terdapat kolagen, elastin, pembuluh darah, dan ujung saraf. Lapisan ini
memberikan perlindungan bagi kulit. Paparan UV A dalam jangka panjang dapat
merusak dan menyusutkan kolagen dan elastin, dengan demikian lapisan terluar
(epidermis) akan mengkerut atau tidak terikat lagi dengan jaringan tubuh
(Anonim, 2005).
Minimal erythema dose (MED) adalah karakteristik untuk mengetahui
sensitivitas dari seseorang untuk mengalami resiko erythema akibat paparan sinar
UV (Sies and Stahl, 2004). SPF merupakan perbandingan MED (Minimal
dengan MED kulit manusia tanpa perlindungan agen UV protection (Walters et
al., 1997).
Meskipun pengukuran SPF dapat dilakukan secara alami, namun juga
diketahui hubungan yang sederhana antara SPF dan absorbansi sebagai berikut :
⎥⎦
I sebagai intensitas sinar dengan pemakaian sunscreen dan A merupakan
absorbansi. Suatu produk dikatakan mempunyai harga SPF 2 apabila seseorang
menggunakan sunscreen dan dia memperoleh perlindungan dari radiasi UV (tanpa
mengalami burning) dua kali lebih lama dibandingkan jika dia tidak
menggunakan sunscreen (Walters et al., 1997).
G. Radikal bebas dan Antioksidan karotenoid
Radikal bebas adalah molekul dengan satu atau lebih elektron tidak
berpasangan di orbit terluarnya. Molekul tidak stabil ini berinteraksi dengan cepat
dengan molekul yang ada didekatnya, memberikan, menarik, atau bahkan saling
melengkapi elektron terluar mereka. Reaksi ini tidak hanya mengubah molekul
yang berdekatan tetapi juga menghasilkan radikal bebas yang kedua atau ROS
yang lain. Karena kereaktifan dari ROS maka terjadi reaksi yang
berkesinambungan. Reaksi ini memiliki efek yang mengubah struktur dan fungsi
dan ROS yang lain, jaringan yang dirusak oleh ROS dapat semakin parah
berkembang menjadi sejumlah penyakit, salah satunya kanker kulit (Gregory,
2002).
Paparan UV pada kulit dapat dianggap sebagai stress yang dapat
menimbulkan terbentuknya ROS (Reactive Oxygen Species). ROS adalah suatu
bentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan bahaya, salah satunya adalah
terjadinya lipid peroksidasi. Lipid peroksidasi akan menyebabkan terjadinya
disfungsi sel yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel.
Lipid peroksidasi mengacu pada degradasi oksidatif dari lipid. Ini adalah proses
dimana radikal-radikal bebas mencuri elektron-elektron dari lipid pada membran
sel, menghasilkan kerusakan sel. Proses ini dihasilkan oleh mekanisme rantai
reaksi radikal bebas. Proses ini lebih sering mempengaruhi polyunsaturated fatty
acid, karena mengandung kelipatan ikatan ganda diantara methylen -CH2- yang
memiliki hidrogen reaktif yang istimewa.
Lipid peroksidasi yang dihasilkan oleh ROS akan menyebabkan
terjadinya disfungsi sel yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan dan
kematian dari suatu sel hidup. Lipid peroksidasi juga menghasilkan gas-gas
seperti ethane, pentane dan ethylen sebagai tanda terjadinya kerusakan sel atau
bahkan kematian sel.
Antioksidan adalah bahan kimia yang dapat memberikan sebuah elektron
yang diperlukan radikal bebas, tanpa menjadikan dirinya berbahaya. Antioksidan
dibedakan menjadi antioksidan endogen dan exogen. Antioksidan endogen berupa
katalase. Sedangkan antioksidan exogen mencakup beta karoten, vitamin C,
vitamin E, zinc (Zn), dan selenium (Se). Se, misalnya, terdapat pada udang, ikan
tuna, lobster, telur, ayam, bawang putih, biji gandum, jagung, beras merah, nasi
putih, dan sereal (Anonim, 2008a). Antioksidan exogen bekerja dengan tiga
mekanisme yaitu 1) pemotongan rantai propagasi dan radikal bebas, 2)
mekanisme khelasi, dan 3) memadamkan singlet oksigen (Atmosukartono dan
Rahmawati, 2003).
Aktivitas fotoproteksi dari karotenoid dihubungkan dengan sifat
antioksidan yang dimilikinya, secara efektif menetralkan reaksi radikal bebas
seperti oksigen singlet. Pengatasan reaksi radikal bebas dilakukan oleh karotenoid
secara fisika, dengan penghantaran energi eksitasi oksigen singlet ke karotenoid,
sebagai hasilnya oksigen akan kembali stabil (ground state), energi dilepaskan
oleh karotenoid sebagai energi panas (Sies and Stahl, 2004).
H. Spektrofotometri UV dan Visibel
Spektrofotometri ultraviolet adalah bagian dari analisis spektroskopik
yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm)
dengan instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).
Spektrofotometri UV dapat melakukan penentuan terhadap sampel berupa larutan,
gas atau uap. Pada analisis kuantitatif, pengukuran serapan dilakukan pada
panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang serapan maksimum
merupakan panjang gelombang dimana suatu senyawa memberikan absorbansi
untuk tiap satuan konsentrasi paling besar sehingga akan didapat kepekaan
analisis yang maksimal (Mulja dan Suharman, 1995).
Spektrofotometri Visibel merupakan anggota teknik analisis spektroskopik
yang memakai sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780 nm). Pada
umumnya pelarut yang sering dipakai dalam analisis Spektrofotometri UV-Visibel
adalah air, etanol, sikloheksan, dan isopropanol. Namun demikian, perlu
diperhatikan absorpsi pelarut yang dipakai di daerah UV-Visibel (penggal
UV=UV cut off). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam masalah pemilihan
pelarut adalah polaritas pelarut yang dipakai, karena akan sangat berpengaruh
terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis (Mulja dan Suharman,
1995).
I. Simplex Lattice Design
Metode optimasi simplex lattice design diaplikasikan untuk melihat profil
campuran bahan. Dengan pendekatan ini juga dimungkinkan untuk mendapatkan
area optimum campuran ketiga humektan dengan sifat fisis dan stabilitas yang
dikehendaki (Amstrong, 1996., Bolton, 1997)
Suatu formula merupakan campuran yang terdiri dari obat dan eksipien.
Setiap perubahan fraksi dari salah satu komponen dalam campuran akan merubah
sedikitnya satu atau bahkan lebih fraksi eksipien lain.
Jika Xi adalah fraksi dari komponen i dalam campuran maka :
Campuran akan mengandung sedikitnya satu komponen dan jumlah fraksi semua
komponen adalah seragam, ini berarti
X1 + X2 + …… + Xq = 1 (2)
Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari
komponen-komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambar
dengan q titik sudut dan q – 1 dimensi. Semua fraksi dari kombinasi dua
komponen dapat dinyatakan sebagai garis lurus. Jika ada 3 komponen (q=3) maka
akan dinyatakan sebagai dua dimensi dengan 3 sudut yaitu merupakan gambar
segitiga sama sisi (model special cubic) seperti yang terlihat pada gambar 7.
Panjang dari tiap sisi segitiga menggambarkan ukuran tiga komponen sebagai
suatu fraksi dari keseluruhan komponen.
Ga m ba r 7 . Sim ple x la t t ice de sign m ode l spe cia l cu bic
Tiap sudut dari segitiga sama sisi tersebut menyatakan komponen murni,
oleh karena itu fraksi dari komponen itu adalah satu. Titik A menyatakan suatu
formula hanya mengandung komponen A, komponen B dan C tidak ada. Garis
menyatakan campuran 0,5 komponen B dan 0,5 komponen C, komponen A tidak
ada. Yang harus diperhatikan adalah ketiga sisi segitiga harus mempunyai skala
yang sama (Amstrong and James, 1996).
Hubungan fungsional antara respon (variabel tergantung) dan komposisi
(variabel tidak tergantung) dinyatakan dengan persamaan :
Y = B1X1 + B2X2 + B3X3 + B12X1X2 + B13X1X3 + B23X2X3 + B123X1X2X3 (3)
Dengan Y adalah respon, B1 adalah koefisien dari X1, B12 adalah koefisien dari X1
dan X2 bersama-sama, dan seterusnya. Dalam persamaan diatas tidak terdapat B0
yang merupakan suatu konstanta dari suatu titik potong, karena dalam model
segitiga sama sisi ini tidak dimungkinkan adanya suatu titik potong.
Untuk q=3 maka persamaan (2) berubah menjadi X1 + X2 + X3 = 1 (4)
Dari persamaan (4) didapat X3 = 1 – (X1 + X2) dan disubstitusikan ke persamaan
(3) menjadi:
Y = B1X1 + B2X2 + B3 [1 – (X1 + X2) ] + B12 X1X2 + B13X1 [1 – (X1 + X2) ]
+ B23X2 [1 – (X1 + X2) ] + B123 X1X2 [1 – (X1 + X2) ] (5)
Persamaan (5) diubah dalam bentuk persamaan kuadrat dengan basis X2 sebagai
berikut :
persamaan (6) adalah sebagai berikut:
2
Koefisien diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon yang diinginkan
(merupakan nilai dari contour). Nilai X1 ditentukan maka nilai X2 dapat dihitung.
Akan didapatkan 2 nilai X2 dan dicari X2 yang memenuhi syarat yaitu yang
memenuhi persamaan (1) dan (4) dengan kata lain X2 tidak boleh negatif dan
tidak boleh lebih dari satu. Kemudian nilai X1 dan X2 digunakan untuk mencari
nilai X3 dengan persamaan (4). Setelah semua nilai didapatkan dimasukkan ke
dalam segitiga maka akan didapatkan contour plot yang diinginkan (Armstrong
and James, 1996).
Ta be l I I . D e sa in e k spe r im e n sim ple x la t t ice de sign 3 k om pone n
Percobaan Komponen A (%) Komponen B (%) Komponen C (%)
I 100 0 0
The parallel-plate method merupakan metode yang paling sering
digunakan dalam menentukan dan mengukur daya sebar sediaan semisolid.
Metode ini mudah dan relatif murah (Garg et al., 2002).
Faktor yang mempengaruhi daya sebar adalah formulanya kaku atau tidak,
tempat aksi. Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formula,
kecepatan evaporasi pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas karena
evaporasi (Garg et al., 2002).
K. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya (Martin and
Bustamante, 1993). Viskositas, elastisitas dan rheologi merupakan karakteristik
formulasi yang penting dalam produk akhir sediaan semisolid. Peningkatan
viskositas akan menurunkan daya sebar (Garg et al., 2002). Gel pada penggunaan
topikal sebaiknya tidak terlalu lengket karena dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman. Penggunaan konsentrasi gelling agent yang terlalu tinggi atau
penggunaan gelling agent dengan bobot molekul yang terlalu besar akan
menghasilkan gel yang susah diaplikasikan (Zatz and Kushla, 1996).
L. Keterangan Empiris
Golongan karotenoid seperti beta karoten terbukti memiliki efektivitas
sebagai fotoproteksi dengan pemberian supplemen beta karoten secara per oral
(Sies and Stahl, 2004), tetapi belum diketahui bagaimana efek yang ditimbulkan
jika diaplikasikan dalam sediaan topikal. Wortel (Daucus carota, Linn.) sebagai
tanaman yang memiliki kandungan beta karoten yang cukup banyak sangat
berpotensi untuk dikembangkan menjadi sediaan UV Protection. Penggunaan beta
bahan alam diketahui memberikan tingkat keamanan yang lebih baik bagi kulit
daripada zat aktif sintetik.
Humektan ditambahkan untuk membantu menjaga kelembaban kulit
dengan cara menjaga kandungan air pada lapisan stratum corneum serta mengikat
air dari lingkungan ke kulit sehingga akan menggantikan air dalam sediaan yang
menguap sehingga konsistensi sediaan tetap terjaga. Formula optimum merupakan
formula yang memiliki sifat fisis gel terbaik yaitu daya sebar gel, viskositas gel
dan stabilitas gel yang ditunjukkan dengan pergeseran viskositas setelah
penyimpanan selama 1 bulan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh formula
optimum sediaan gel UV Protection filtrat perasan umbi wortel dengan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental semu menggunakan
metode simplex lattice design 3 komponen dan bersifat eksploratif, yaitu mencari
formula UV Protection filtrat perasan wortel yang memenuhi salah satu
persyaratan mutu, yaitu dapat diterima masyarakat (acceptable).
B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi komposisi humektan, yaitu
sorbitol, gliserol dan propilenglikol.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar,
viskositas, dan % pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan selama satu
bulan).
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama pengadukan,
kecepatan pengadukan, lama penyimpanan, dan wadah penyimpanan.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu percobaan dan
C. Definisi Operasional
1. Filtrat perasan wortel adalah cairan hasil dari wortel yang telah dijuice,
disaring tiga kali dan disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 15
menit, dipisahkan dengan endapan perasan wortel.
2. Gelling agent adalah bahan pembentuk sediaan gel yang akan membentuk
matriks tiga dimensi. Pada penelitian ini digunakan carbopol 1% b/v.
3. Humektan adalah bahan yang membantu mempertahankan kelembaban pada
permukaan kulit dengan cara menarik lembab dari lingkungan. Pada penelitian
ini digunakan sorbitol, gliserol, dan propilenglikol.
4. Sifat fisis adalah sifat gel yang dapat dilihat kenampakan fisisnya dan dapat
diukur secara kuantitatif meliputi daya sebar, viskositas dan perubahan
viskositas selama penyimpanan.
5. Daya sebar optimum adalah daya sebar sediaan gel dengan diameter
penyebaran dengan range diameter 4-5 cm.
6. Viskositas optimum adalah viskositas yang mempunyai nilai antara 275-325
d.Pa.s.
7. Pergeseran viskositas optimum adalah selisih viskositas gel setelah disimpan
selama 1 bulan pada suhu kamar dengan viskositas segera setelah pembuatan
yang telah dirata-rata, dibandingkan dengan viskositas segera setelah
pembuatan. Pergeseran viskositas yang optimum dalam penelitian ditentukan
sebesar ≤ 5 %.
8. Contour plot adalah profil respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran
9. Superimposed contour plot adalah gabungan dari semua contour plot yang
dapat digunakan untuk menentukan ada tidaknya prediksi komposisi formula
optimum gel UV protection.
10.Komposisi optimum adalah range komposisi humektan yang menghasilkan
gel dengan daya sebar 4-5 cm, viskositas 275-325 d.Pa.s, dan pergeseran
viskositas ≤ 5%.
D. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah filtrat perasan wortel
(Daucus carota, Linn.), n-heksan (kualitas p.a), aseton (kualitas p.a), gliserol
(kualitas farmasetis), sorbitol (kualitas farmasetis), carbopol (kualitas farmasetis),
triethanolamine (TEA), metil paraben (kualitas farmasetis), aquadest. Alat yang
digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas (PYREX), mixer, Viscotester
seri VT 04 (Rion-Japan), Spectrophotometer UV GenesisTM 10, Perkin-Elmer
Spektrophotometer UV-Vis Lambda 20, lemari pendingin (Refrigerator Toshiba).
E. Tata Cara Penelitian
1. Penetapan kadar beta karoten dalam filtrat perasan wortel (Daucus carota, Linn)
1.1Ekstraksi beta karoten dalam wortel
a. Preparasi Wortel
Wortel segar dibersihkan dan dipotong-potong, lalu ditimbang kurang
Hasil jus disaring tiga kali. Kemudian hasil saringan dipisahkan dengan
menggunakan sentrifuge kecepatan 4000 rpm selama 15 menit sehingga
didapatkan filtrat wortel dan endapan wortel. Kemudian filtrat dan endapan
dipisahkan. Bagian filtrat yang digunakan sebagai zat aktif gel UV Protection.
b. Ekstraksi beta karoten
Sampel filtrat perasan wortel yang didapat kemudian ditimbang
secara seksama 3 gram. Kemudian sampel dicuci dengan 2 x 25 ml aseton,
kemudian dengan 25 ml heksan. Fase aseton dihilangkan dari ekstrak
dengan 5 x 100 ml aquadest. Kemudian lapisan paling atas (fraksi heksan)
diambil, lalu masukkan dalam labu ukur 25 ml kemudian ditambahkan
pelarut (aseton : heksan = 1: 9) sampai tanda. Replikasi dilakukan sebanyak
3 kali.
1.2 Pembuatan kurva baku beta karoten
a. Pembuatan larutan stok beta karoten
Timbang kurang lebih seksama 10,0 mg beta karoten murni kemudian
larutkan dengan pelarut aseton : heksan (1:9) sampai 25 ml.
b. Pembuatan larutan intermediet beta karoten
Ambil 2,5 ml larutan stok ke dalam labu ukur 25 ml kemudian
encerkan dengan pelarut aseton:heksan (1:9) sampai tanda.
c. Pembuatan larutan baku beta karoten
Pipet larutan intermediet sebanyak 1,25; 2,5; 3,75; 5,0; dan 6,25 ml
aseton:heksan (1:9) sampai tanda sehingga didapat konsentrasi 2; 4; 6; 8; 10
ppm.
d. Scanning panjang gelombang serapan maksimum larutan baku beta karoten
Scanningλmax dengan menggunakan 3 seri larutan baku (2, 6, 10 ppm).
Kemudian dari ketiga seri larutan baku dibandingkan kurva serapannya.
e. Pengukuran absorbansi larutan seri baku
Tiap-tiap larutan seri baku 2; 4; 6; 8; 10 ppm diukur aborbansi pada
λmax yang didapat. Kemudian dibuat persamaan regresi linier antara
konsentrasi dengan absorbansi.
1.3 Penetapan kadar beta karoten dalam filtrat perasan wortel
Absorbansi sampel filtrat diukur pada λmax. Kadar beta karoten dalam
filtrat perasan wortel dihitung berdasarkan persamaan kurva baku yang
didapat.
2. Memprediksi nilai SPF beta karoten dalam filtrat perasan wortel Scanning serapan pada panjang gelombang 365 nm
Timbang 0,875 gram (yang mengandung beta karoten setara dengan
jumlah beta karoten yang dimasukkan dalam gel UV protection) filtrat
perasan wortel. Setelah itu larutkan dalam kloroform hingga 25 ml,
kemudian lakukan scanning pada UV 250-400 nm untuk mengetahui profil
serapan dari beta karoten pada panjang gelombang UV. Setelah itu diukur
serapannya pada panjang gelombang 365 nm. Pengukuran serapan ini
Penentuan λ dan pengukuran serapan filtrat perasan wortel
Dari hasil scanning serapan pada λ 365 nm, serapan yang didapat
dihitung sebagai nilai SPF, menggunakan rumus:
A = log 10 SPF
(Walters et al., 1997).
3. Optimasi pembuatan gel UV Protection
Ta be l I I I . Cle a r Aqu e ou s Ge l de n ga n D im e t icon e
Bahan Jumlah (gram)
Aquadest 59,8
Carbomer 0,5 Triethanolamin 1,2
Gliserol 34,2
Propilene Glikol 2,0
Dimetikon copoliol 2,3
Ta be l I V . Kom posisi For m u la ba r u se t e la h dila k u k a n m odifik a si u n t u k se dia a n ( 1 0 0 gr a m )
Bahan Jumlah (gram)
Aquadest 47
Carbomer 1
Triethanolamin 0,5
Rancangan formula simplex lattice design dengan komposisi sorbitol, gliserol, dan
propilenglikol yang berbeda dalam penelitian :
Ta be l V . For m u la Sim ple x La t t ice D e sign
Formula(gram) I II III IV V VI VII VIII IX X
Sorbitol 48 0 0 24 24 0 16 32 8 8
Gliserol 0 48 0 24 0 24 16 8 32 8
Propilenglikol 0 0 48 0 24 24 16 8 8 32
Carbopol 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Aquadest 47 47 47 47 47 47 47 47 47 47
Trietanolamin 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Filtrat Perasan
Umbi Wortel 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Prosedur :
Carbopol ditambah aquadest kemudian dimikser 400 rpm selama 10
menit. Campuran komponen humektan dimikser selama 200 rpm selama 5 menit.
Kemudian campuran carbopol, campuran humektan dan filtrat dimikser dengan
kecepatan 200 rpm selama 5 menit. Langkah terakhir ditambahkan TEA pada
campuran, dimikser sampai terbentuk massa yang kental dan homogen.
4. Uji Sifat Fisis Formula a. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar sediaan gel UV Protection filtrat perasan wortel
dilakukan langsung setelah pembuatan, dengan cara: gel ditimbang seberat 1
gram, diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca
bulat lain ditambah dengan pemberat sehingga total berat diatas gel 125
(Garg etal., 2002). Kemudian dilakukan pengulangan pengukuran sebanyak
enam kali.
b. Uji Viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04
dengan cara: gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable
viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum
penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) segera setelah gel
selesai dibuat dan (2) setelah disimpan selama 1 bulan dengan replikasi
sebanyak enam kali (Voigt,1994).
F. Analisa Data
Data uji fisis diolah dengan pendekatan simplex lattice design untuk
menghitung koefisien A, B, C, AB, AC, BC dan ABC sehingga didapatkan
persamaan: Y = A(X1) + B(X2) + C(X3) + AB(X1)(X2) + AC(X1)(X3) +
BC(X2)(X3) + ABC(X1)(X2)(X3). Dibuat persamaan simplex lattice design dan
dibuat contour plot yang menggambarkan garis respon yang diinginkan.
Tiap persamaan diuji validitasnya secara statistik menggunakan uji F
dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila valid maka dapat dilakukan prediksi
respon tertentu dari campuran humektan dalam berbagai komposisi.Untuk
mendapatkan area komposisi optimum, masing-masing contour plot respon
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Filtrat Wortel
Langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan sejumlah wortel yang
diperlukan. Wortel-wortel ini diperoleh dari daerah sejuk Kopeng. Daerah ini
dipilih dengan alasan, wortel yang dihasilkannya memiliki kualitas dan kuantitas
yang terjamin. Dipilih wortel-wortel yang masih segar dan diusahakan memiliki
umur dan bentuk yang seragam. Setelah terkumpul sejumlah wortel yang
diperlukan, kemudian wortel-wortel ini dicuci sampai bersih dengan air mengalir.
Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran seperti debu, sisa
tanah dan kotoran-kotoran lainnya yang masih melekat pada wortel.
Wortel yang sudah bersih ini kemudian dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan pada udara terbuka selama beberapa saat. Setelah kering
kemudian wortel-wortel ini ditimbang sejumlah ± 1kg, diharapkan dapat diperoleh
hasil perasan yang cukup untuk membuat 10 formula gel dimana setiap untuk
setiap formula gel (200 gram) dibutuhkan 7 gram filtrat perasan wortel. Kemudian
dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil maksudnya adalah untuk
memudahkan proses penyarian dengan alat juicer yang digunakan. Pemotongan
yang dilakukan tidak boleh terlalu kecil dan tipis, karena akan menyusahkan
proses penyarian yang akan dilakukan dengan juicer. Alat juicer ini dipilih karena
dalam proses kerjanya tidak membutuhkan air tambahan, mengingat bahwa yang
Proses penyarian dengan juicer diulang lebih dari satu kali apabila masih
ada bagian wortel yang belum menjadi ampas, pengulangan ini dapat menambah
volume air perasan yang didapatkan, selain itu semua bagian menjadi digunakan
dan tidak tersisa. Setelah didapatkan air perasan wortel kemudian dilakukan
penyaringan. Proses penyaringan dilakukan sebanyak tiga kali dengan tujuan
untuk menjamin ampas kasar tidak terdapat dalam hasil perasan wortel. Apabila
tidak dilakukan penyaringan terlebih dahulu maka akan ditemukan endapan
ampas setelah proses sentrifuge selesai dilakukan.
Setelah hasil perasan wortel terpisah dari ampasnya, kemudian dilakukan
proses sentrifuge. Tujuan dilakukan sentrifuge adalah untuk memisahkan filtrat
dan endapan dari air perasan jus wortel. Proses sentrifuge dilakukan
menggunakan alat sentrifuge empat tabung, hasil penyaringan disentrifuge dalam
volume sedikit demi sedikit. Proses sentrifuge dilakukan selama 15 menit dengan
kecepatan putar 4000 rpm. Pemilihan kecepatan putar 4000 rpm selama 15 menit
karena dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit sudah dapat memisahkan
filtrat dan endapan.
Pada saat proses sentrifuge, hasil penyaringan dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuge sampai hampir penuh pada tabung, kemudian ditutup kencang
dengan membran film supaya cairan tidak tumpah keluar. Proses sentrifuge yang
dilakukan ini menggunakan prinsip gravitasi dalam pengendapan partikel kecil
dengan kecepatan tinggi sehingga diperoleh sejumlah massa endapan di bagian
bawah tabung sentrifuge. Kemudian filtrat yang dihasilkan dipisahkan pada
endapan. Filtrat inilah yang akan digunakan sebagai zat aktif dalam pembuatan
sediaan gel UV Protection.
Selama masa orientasi didapati bahwa filtrat cepat mengalami kerusakan
dan pembusukan. Oleh karena itu ditambahkan metil paraben 0,1 % secukupnya
sebagai bahan pengawet untuk mencegah tumbuhnya jamur dan perkembangan
bakteri pembusuk yang dapat mengakibatkan pembusukan filtrat wortel dalam
waktu yang singkat. Dipilih metil paraben 0,1 % karena memiliki kecocokan
dengan gelling agent carbopol yang digunakan untuk pembuatan sediaan gel.
B. Penetapan Kadar Beta Karoten dalam Filtrat Perasan Wortel
Beta karoten dalam penelitian ini digunakan sebagai senyawa penanda,
karena beta karoten merupakan kandungan terbesar dalam wortel dibandingkan
senyawa lainnya. Sebagai standarisasi kandungan kimia dari sediaan gel yang
dibuat maka sebelum dilakukan pembuatan gel, perlu diketahui terlebih dahulu
kandungan beta karoten dari filtrat wortel yang akan dimasukkan ke dalam
sediaan.
Prosedur ekstraksi yang dilakukan mengacu pada prosedur pengisolasian
beta karoten dari sayuran segar menurut yang tercantum dalam Analytical method
of AOAC dengan sedikit modifikasi pada bagian-bagian yang diperlukan
(Anonim, 1995b). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi ini adalah
campuran dengan perbandingan 1 bagian aseton dan 9 bagian heksan.
Ekstraksi beta karoten dari filtrat perasan wortel dilakukan dengan
menimbang sampel filtrat perasan wortel secara seksama sebanyak 0,5 gram,
sampel kemudian diekstrak dengan 25 ml aseton lalu distirrer selama 2,5 menit.
Hasil ekstraksi ini disaring dengan kertas saring dan ditampung dalam erlemeyer.
Endapan yang masih tersisa kemudian distirrer lagi dengan 25 ml aseton selama
2,5 menit.
Hasil ekstraksinya kemudian kembali disaring dengan kertas saring dan
dijadikan satu dengan hasil ekstraksi tahap I pada erlemeyer. Proses ekstraksi
dilakukan secara bertahap, tujuannya adalah untuk mendapatkan kadar beta
karoten dalam jumlah yang lebih besar daripada jika hanya dilakukan 1 kali tahap
ekstraksi.
Proses ekstraksi dilanjutkan dengan penambahan 25 ml heksan dan
distirrer selama 1 menit lagi. Kemudian hasilnya disaring dan disatukan dengan
hasil ekstraksi dengan aseton pada erlemeyer. Waktu yang dibutuhkan untuk
pencucian heksan lebih singkat karena intensitas warna filtrat sesudah mengalami
pencucian dengan aseton sudah memudar, diasumsikan sebagai tanda bahwa
kandungan beta karoten sudah banyak yang terlarut dalam aseton.
Penambahan heksan bertujuan untuk memisahkan beta karoten dengan
komponen lain yang bersifat polar yang terdapat dalam filtrat perasan wortel
sehingga beta karoten banyak yang masuk ke pelarut heksan. Hal ini disebabkan
heksan lebih bersifat non polar daripada aseton.
Hasil ekstraksi kemudian ditempatkan ke dalam corong pisah, fase
aseton dihilangkan dengan penambahan 100 ml aquadest dan penggojogan selama
karena polaritasnya yang mirip sehingga beta karoten hanya terdapat dalam fase
heksan. Setelah penggojogan akan tampak 2 fraksi dalam corong pisah, fraksi
aquadest yang mengikat aseton dan fraksi heksan. Beta karoten dalam fraksi
aseton diharapkan terikat pada fraksi heksan ketika fraksi aseton terikat pada
molekul air, karena heksan kepolarannya lebih rendah daripada aseton sehingga
diharapkan beta karoten yang bersifat non polar lebih terikat pada heksan daripada
pada aseton.
Fraksi heksan yang telah didapat diekstraksi 4 kali lagi menggunakan
100 ml aquadest dengan prosedur yang sama. Tujuan penambahan aquadest
adalah untuk menghilangkan sisa-sisa aseton. Fraksi heksan yang didapat
dikumpulkan pada labu ukur 25 ml lalu ditambahkan pelarut campuran
aseton-heksan (1:9) sampai tanda batas, tujuan penambahan pelarut adalah untuk
menyeragamkan volume dalam perhitungan kadar beta karoten.
1. Penetapan kadar beta karoten dan nilai SPF sebelum dibuat sediaan gel Penetapan kadar beta karoten perlu dilakukan untuk digunakan sebagai
kontrol terhadap kandungan beta karoten yang terdapat dalam sediaan gel UV
protection. Sebelum filtrat wortel dimasukkan dalam sediaan maka terlebih
dahulu perlu ditetapkan kadar beta karoten di dalamnya supaya kadar beta karoten
yang dimasukkan dalam tiap formula selalu sama. Untuk mengetahui kadar beta
karoten di dalam filtrat wortel digunakan metode spektrofotometri. Sebagai baku
digunakan beta karoten (E Merck®,USA).
Seri larutan baku beta karoten dibuat dengan menimbang 10 mg beta
dibuat larutan intermediet dengan pengenceran 10 kali larutan stok. Seri larutan
baku dibuat dengan konsentrasi 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm dan dibuat replikasi
sebanyak 3 kali, untuk mencari nilai r (linearitas) persamaan baku yang paling
signifikan yaitu mendekati 1. Dengan demikian dapat digunakan untuk
menghitung kadar beta karoten dari filtrat perasan wortel.
Langkah berikutnya yang dilakukan adalah scanning panjang gelombang
serapan maksimum larutan baku beta karoten. Scanning panjang gelombang
dilakukan dengan menggunakan spektofotometer GENESIS 10 pada range
panjang gelombang 200-700 nm, pada konsentrasi 2 ppm, 6 ppm, dan 10 ppm.
Pada konsentrasi tersebut panjang gelombang maksimum yang didapat adalah 452
nm. Padahal panjang gelombang teoritis menurut AOAC adalah 436 nm, ini
berarti terdapat pergeseran panjang gelombang yang cukup jauh antara panjang
gelombang hasil pengukuran dan teoritis. Tetapi yang digunakan untuk penetapan
kadar beta karoten adalah panjang gelombang maksimum 452 nm.
Pergeseran ini mungkin disebabkan karena adanya pergeseran
batokromik beta karoten oleh pelarut aseton-heksan sehingga panjang gelombang
maksimum yang dihasilkan lebih panjang dari teoritisnya. Atau dimungkinkan
juga karena kondisi seperti suhu dan kelembaban udara yang berbeda dari acuan
sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Selain itu mungkin juga disebabkan
oleh beberapa hal yaitu adanya perbedaan kondisi baku beta karoten yang
digunakan, kemungkinan spektrofotometer yang digunakan untuk mengukur
berbeda sehingga memiliki cara mengukur dan ketelitian yang berbeda juga.
Akibatnya hasil pengukurannya juga berbeda.
Ta be l V I . Ku r v a ba k u be t a k a r ot e n de nga n Spe k t r ofot om e t e r Ge n e sis 2,174 0,262 2,160 0,243 2,056 0,336 4,348 0,541 4,320 0,626 4,112 0,570 6,522 0,930 6,480 0,986 6,168 0,980 8,696 1,200 8,640 1,291 8,224 1,320 10,870 1,509 10,800 1,629 10,280 1,622 A = 0,0575
Dari hasil perhitungan kadar dan absorbansi ketiga seri larutan baku
diatas menggunakan metode regresi linear, didapatkan 3 persamaan dengan nilai r
(regresi) yang berbeda. Ketiga persamaan tersebut memiliki nilai r yang lebih
besar dari pada nilai r tabel (r tabel = 0,878) dengan taraf kepercayaan sebesar 95
%, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa ketiga persamaan tersebut linear.
Berdasarkan nilai r dari ketiga seri larutan baku tersebut, didapati bahwa
pada seri larutan baku II memiliki nilai r yang paling mendekati 1, yaitu sebesar
0,99915. Semakin tinggi nilai regresi menunjukkan semakin baik hubungan sebab
akibat antara variabel bebas dan variabel tergantung. Dalam penetapan kadar ini
hubungan yang dimaksud adalah bahwa perubahan nilai kadar benar-benar
mempengaruhi nilai absorbansi yang didapat, sehingga untuk perhitungan kadar
digunakan persamaan y = 0,15912x – 0,0761. Hasil dari pengukuran nilai
Ta be l V I I . Ju m la h be t a k a r ot e n da la m 1 gr a m filt r a t pe r a sa n w or t e l de nga n Spe ct r oph ot om e t e r Ge ne sis 1 0
filtrat absorbansi Σ beta karoten dalam 1 g filtrat
Sun Protection Factor merupakan suatu parameter sediaan sunscreen
yang digunakan untuk mengetahui lamanya perlindungan yang diberikan sediaan
sunscreen untuk dapat memproteksi kulit dari sinar UV jika dibandingkan dengan
kondisi normal (tanpa sunscreen).
Beta karoten yang terdapat dalam sediaan gel filtrat wortel diharapkan
dapat berpotensi sebagai sunscreen dengan cara mengabsorpsi sinar UV karena
beta karoten memiliki gugus terkonjugasi yang cukup banyak pada struktur beta
karoten.
Menurut standar FDA suatu sediaan dikategorikan sebagai sunscreen
jika memiliki nilai SPF di atas 15. Namun menurut Stacener (2008) nilai SPF
dibatasi dari 4-30 tergantung kondisi geografis dan kondisi normal orang yang
menggunakannya. Orang yang tidak mudah terbakar sinar matahari dapat
menggunakan sunscreen dengan SPF rendah (4) demikian pula sebaliknya.
Sediaan gel yang akan dibuat pada penelitian ini adalah sediaan yang
memiliki SPF medium yaitu antara 10-15. Hal ini dikarenakan untuk kondisi
Indonesia hanya diperlukan SPF yang medium saja, karena sebagian kulit orang
Indonesia tidak mudah terbakar, mengingat bahwa kulit orang Indonesia memiliki
pigmen yang lebih gelap daripada orang Eropa maupun Australia, juga