!" "
OPTIMASI GELLING AGENT CARBOPOL! 940 DAN HUMECTANT
GLISEROL DALAM SEDIAAN GEL ANTIINFLAMASI LIDAH BUAYA GEL (Aloe barbadensis Mill.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Skolastika Ruth Maharani 108114073
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2014
"
#" "
$" "
%" "
HALAMAN PERSEMBAHAN
This is for the my greatest friends in the world,
“MOM, DAD, Bagas and Antonius Senopati”
This is the one of my dreams come true. "
&" "
'" "
(" "
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan penyertaan-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “OPTIMASI GELLING
AGENT CARBOPOL! 940 DAN HUMECTANT GLISEROL DALAM SEDIAAN GEL
ANTIINFLAMASI LIDAH BUAYA GEL (Aloe barbadensis Mill.)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.Farm) pada program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Semua proses yang penulis alami selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini baik suka maupun duka, tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, memberi bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.
4. Ibu Melania Perwitasari, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.
5. Segenap dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
6. Bapak Musrifin, Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Wagiran dan laboran-laboran lainnya atas bantuan yang diberikan selama penulis menjalani perkuliahan dan menyusun skripsi.
"
)" "
7. Teman-teman formulasi Daniel Pradipta, Stephani Alvia dan Samuel Meinardus yang telah memberikan ilmu, pengalaman, dukungan dan semangat bagi penulis. 8. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2010 atas pengalaman, semangat, dan
kebersamaan yang berkesan bagi peulis.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menjalani masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis berharap, semoga skripsi ini memiliki manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta,
Penulis
"
*"
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi
PRAKATA...vii
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...6
A. Lidah Buaya...6
G. Gelling Agent...14
H. Humektan...15
I. Metode Desain Faktorial...16
"
!+" "
J. Landasan Teori...17
K. Hipotesis...17
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...18
A. Jenis Rancangan Penelitian...18
B. Variabel Penelitian...18
1. Variabel bebas...18
2. Variabel tergantung...18
3. Variabel pengacau terkendali...18
4. Variabel pengacau tak terkendali...19
C. Definisi Operasional...19
D. Bahan Penelitian...20
E. Alat Penelitian...21
F. Tata Cara Penelitian...21
1. Determinasi tanaman lidah buaya (Aloe barbadensis)...21
2. Pengumpulan dan penyiapan tanaman lidah buaya (Aloe barbadensis)...21
3. Pembuatan jus lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.)...22
4. Ekstraksi polisakarida Acemannan dari lidah buaya (Aloe barbadensis Mill)...22
5. Formula gel antiinflamasi...22
6. Pembuatan gel antiinflamasi...23
7. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiinflamasi lidah buaya gel (Aloe
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...28
A. Pengumpulan dan Determinasi Tanaman...28
B. Pembuatan Lidah buaya gel...28
C. Orientasi Level Kedua Faktor Penelitian...30
D. Optimasi Sediaan Gel...33
"
!!" "
2. Uji variansi data dengan Levene’s test...37
3. Respon nilai efek...38
a. Viskositas...38
b. Daya sebar...40
c. Pergeseran viskositas...41
F. Uji Daya Antiinflamasi Sediaan Gel...41
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...44
A. Kesimpulan...44
B. Saran...44
DAFTAR PUSTAKA...45
LAMPIRAN...49
BIOGRAFI PENULIS...80
"
!#" "
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula standar Aloe vera Gel (Niazi, 2004)...22 Tabel II. Formula modifikasi...23 Tabel III. Tabel komposisi gel antiinflamasi yang diteliti...24
Tabel IV. Sifat fisik sediaan gel dengan variasi konsentrasi
carbopol...30
Tabel V. Sifat fisik sediaan gel dengan variasi konsentrasi
gliserol...31 Tabel VI. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar...37 Tabel VII. Hasil Levene’s test uji viskositas dan daya sebar...38 Tabel VIII. Nilai efek carbopol dan gliserol serta interaksinya dalam
menentukan respon viskositas...39
Tabel IX. Tabel normalitas persentase inhibisi untuk masing-masing
formula...42
Tabel X. Tabel hasil uji t-test berpasangan untuk uji efek
antiinflamasi...43
" "
!$" "
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kimia Acemannan, sebuah mukopolisakarida yang
diekstrak dari daun lidah buaya...8
Gambar 2. Struktur carpobol...14
Gambar 3. Struktur gliserol...16
Gambar 4. Skema jalannya penelitian...26
Gambar 5. Profil kurva variasi konsentrasi carbopol terhadap viskositas...30
Gambar 6. Profil kurva variasi konsentrasi carbopol terhadap daya sebar...31
Gambar 7. Profil kurva variasi konsentrasi gliserol terhadap daya sebar...31
Gambar 8. Profil kurva variasi konsentrasi gliserol terhadap viskositas...32
Gambar 9. Countour plot viskositas gel antiinflamasi lidah buaya gel...40
"
!%" "
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Determinasi tumbuhan...50
Lampiran 2 Etical Clearence...51
Lampiran 3 Formula desain faktorial...52
Lampiran 4 Data viskositas, pergeseran viskositas dan daya sebar...52
Lampiran 5 Uji efek antiinflamasi...58
Lampiran 6 Dokumentasi...60
Lampiran 7 Perhitungan daya menggunakan R software...62
"
!&" "
INTISARI
Penelitian tentang optimasi komposisi Carbopol 940 sebagai gelling agent
dan gliserol sebagai humectant dalam sediaan gel antiinflamasi lidah buaya gel (Aloe barbadensis Mill.), bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi Carbopol 940 dan gliserol atau interaksinya dalam menentukan stabilitas gel, serta mendapatkan area optimum dari formulasi gel antiinflamasi ekstrak lidah buaya.
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental murni eksploratif, yaitu mencari komposisi Carbopol! 940 sebagai gelling agent dan gliserol sebagai humectant dalam formula gel antiinflamasi lidah buaya gel (Aloe barbadensis
Mill.) yang optimum dalam stabilitas dan penyimpananannya serta sifat fisisnya. Parameter sifat fisisnya, yaitu uji viskositas, uji daya sebar, dan uji pergeseran viskositas setelah 1 bulan penyimpanan. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan software R-2.13.2 untuk mengetahui signifikansi (p<0,05) pada tiap faktor maupun interaksi kedua faktor terhadap respon. Uji efek antiinflamasi pada sediaan gel dilakukan dengan menghitung % inhibisi dan dianalisis dengan menggunakan t test antar dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Tidak ditemukan perbandingan Carbopol! 940 pada rentang 1-2 g dan Gliserol 20-30 g yang optimal. Carbopol memiliki efek paling besar dalam menentukan viskositas. Gel dengan lidah buaya gel memiliki efikasi terhadap inflamasi hewan uji tikus jantan galur Wistar.
Kata Kunci : optimasi, carbopol, gliserol, gel, lidah buaya gel (Aloe barbadensis), antiinflamasi
"
!'" "
ABSTRACT
This is a research on optimization of Carbopol 940 composition as gelling agent, and gliserol as humectant on aloe vera gel (Aloe barbadensis Mill.) anti-inflammatory gel. The purpose of this research is to understand the effect of Carbopol! 940 and gliserol composition, or its interaction in determining the gel stability, and to get the optimum area from gel formulation of aloe vera anti-inflammatory gel.
This research used pure-experimental explorative design, that is finding the composition of Carbopol! 940 as gelling agent, and gliserol as humectant on aloe vera (Aloe barbadensis Mill.) anti-inflammatory gel in optimum condition on its storage stability and also its physical appearances. The parameters for physical appearances are: viscosity test, scattered power test, viscosity shifting test after 1 month storage. The data was analyzed with statistical method using software R-2.13.2 to determine the significance (p<0,05) for each factor and interaction of both factors on the response. An anti-inflammatory effects test on gel preparation was done by calculating the percentage in inhibition and were analyzed using t-test between two groups, namely control group and the treatment group.
An optimum ratio between in range Carbopol! 940 1-2 g and Glycerol 20-30 g was un-achieveable. Carbopol has the greatest effect in determining viscosity. Gel with of aloe vera gel have efficacy against inflammatory test in animals; Wistar male rats.
Keywords : optimization, carbopol, glicerol, gel, aloe vera gel (Aloe barbadensis Mill.), anti-inflammatory
"
!(" "
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi utama kulit adalah sebagai organ pelindung terhadap lingkungan.
Hilangnya integritas kulit akan menimbulkan cedera atau nyeri yang
mengakibatkan sakit yaitu, inflamasi. Inflamasi merupakan respon terhadap
cedera jaringan dan infeksi. Respon ini dapat ditimbulkan oleh infeksi dari agen
fisik, zat kimia, mikroba, jaringan nekrotik atau reaksi imun (Kumar, Abbas,
Fausto, dan Mitchell, 2006).
Setiap orang tentunya pernah mengalami inflamasi atau peradangan pada
tubuhnya, misalnya saat terbentur, tergores benda tajam, atau saat timbulnya
jerawat. Inflamasi dapat menimbulkan nyeri setempat, bengkak, kulit
kemerah-merahan dan perubahan fungsi. Hal tersebut tentunya memberikan rasa yang tidak
nyaman.
Respons inflamasi muncul sebagai proses perlindungan, tubuh berusaha
menetralisir dan menghilangkan agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera,
serta bersiap untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Tanda-tanda munculnya
inflamasi yaitu kemerahan pada kulit, terasa panas, pembengkakan (edema), nyeri
dan hilangnya fungsi pada tempat cedera (Kee dan Hayes, 1994).
Lidah buaya menurut sejarah banyak digunakan sebagai obat konstipasi,
luka terbuka, serta luka terbakar (Gaby dkk., 2006). Lidah buaya biasanya
!)" "
1997). Lidah buaya banyak mengandung polisakarida, salah satunya adalah
acemannan (Hamman, 2008). Acemannan ditemukan mayoritas dalam gel daun lidah buaya yang diidentifikasi sebagai bahan aktif utama dalam gel daun lidah
buaya (Cowsert, 2010). Khasiat antiinflamasi dari lidah buaya telah banyak
dibuktikan dengan berbagai penelitian, dan telah terbukti dapat memberikan efek
dengan mengecilnya edema, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak lidah
buaya merupakan antiinflamasi yang potensial.
Gel adalah sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan (Dirjen POM, 1995). Gel mengandung basis senyawa hidrofilik
sehingga memiliki konsistensi lembut dan memberikan rasa dingin pada kulit.
Rasa dingin tersebut merupakan efek evaporasi (penguapan) air. Keuntungan gel
adalah setelah kering akan membentuk lapisan tipis tembus pandang elastis
dengan daya lekat tinggi, yang tidak menyumbat pori kulit dan dapat dengan
mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994). Tipe gel yang dibuat dalam penelitian ini
adalah hidrogel, karena memiliki kompatibilitas yang relatif baik terhadap
jaringan biologi sehingga meminimalkan timbulnya iritasi (Swarbrick dan Boylan,
1992).
Sediaan obat yang baik adalah sediaan yang optimum dalam komposisi
bahan yang digunakan. Untuk mendapatkan sediaan gel antiinflamasi yang baik
perlu dilakukan optimasi terhadap bahan yang memegang peranan penting di
!*" "
komposisinya hal penting lainnya yaitu dari segi efektivitasnya, safety, dan produk tersebut dapat diterima oleh konsumen.
Optimasi merupakan tahap yang penting di dalam formulasi, dalam
penelitian ini penulis ingin melakukan optimasi Carbopol® 940 sebagai gelling
agent dan gliserol sebagai humectant dengan aplikasi desain faktorial terhadap hasil pengujian sifat fisik gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran
viskositas. Gelling agent dan humectant sangat berperan penting dalam sifat fisik gel, yaitu peningkatan jumlah gelling agent pada sediaan gel dapat menyebabkan peningkatan viskositas sehingga daya sebar yang dihasilkan semakin berkurang,
begitu juga sebaliknya (Garg, Aggrawal, dan Singla 2002). Komposisi humectant
yang digunakan dapat mempengaruhi viskositas sediaan gel yang dihasilkan.
Sebab humectant adalah zat yang menyerap atau membantu zat lain mempertahankan kelembaban. Maka komposisi gelling agent dan humectant
dalam sediaan gel harus diperhatikan agar gel yang dihasilkan memiliki stabilitas
dan sifat fisik yang baik.
Optimasi komposisi gelling agent dan humectant pada sediaan gel
menggunakan desain faktorial dengan menggunakan dua faktor dan dua level
untuk masing-masing faktor. Hal ini bertujuan untuk mengetahui faktor
Carbopol® 940, gliserol maupun interaksi kedua faktor tersebut yang dominan
dalam menghasilkan respon stabilitas sediaan yang meliputi pergeseran viskositas
sediaan gel serta respon sifat fisik yaitu viskositas dan daya sebar.
#+" "
B. Perumusan Masalah
1. Apakah gel antiinflamasi lidah buaya gel (Aloe barbadensis Mill.) memberikan aktivitas antiinflamasi?
2. Apakah ditemukan area komposisi optimum yang diprediksi sebagai formula
optimum gel dari gelling agent dan humectant?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
optimasi gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya dengan Carbopol® 940
sebagai gelling agent dan Gliserol sebagai humectant belum pernah dilakukan. Penelitian terkait mengenai optimasi dengan menggunakan komposisi gelling
agent Carbopol dan humectant gliserol yang menghasilkan komposisi optimal untuk keduanya, yaitu, “Application of a factorial design to the study of specific parameters of Carbopol ETD 2020 gel. Part I. Viscoelastic parameters”
(Contreras dan Sanchez, 2002). Penelitian untuk ekstrak tanaman yang
diformulasikan sebagai sediaan gel antiinflamasi dengan judul, “Formulation and
Evaluation of Antiinflammatory Activity of Solanum pubescens Wild Extracts Gel on Albino Wistar Rats” (Niyogi, dkk., 2012).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis
#!" "
2. Manfaat metodologis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang komposisi
optimum dari gelling agent dan humectant.
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui aktivitas antiinflamasi yang diberikan oleh gel antiinflamasi
ekstrak etanol lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.).
2. Mendapatkan komposisi optimum sebagai formula optimum gel dari
gelling agent dan humectant.
##" "
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lidah Buaya
Tanaman lidah buaya berbatang pendek. Batangnya tidak kelihatan
karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah.
Daun tanaman lidah buaya berbentuk pita dengan helaian yang memanjang.
Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, bersifat
sukulen (banyak mengandung air) dan banyak mengandung getah atau lendir
(Sudarto, 1997).
Bunga lidah buaya berwarna kuning atau kemerahan berupa pipa yang
mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunga berukuran kecil, tersusun dalam
rangkaian berbentuk tandan. Akar tanaman lidah buaya berupa akar serabut yang
pendek dan berada di sekitar permukaan tanah. Panjang akar berkisar antara 50 -
100 cm (Sudarto, 1997).
Aloe mengandung glikosida-C dan resin. Glikosida utama yang
berbentuk kristal adalah barbaloin yang ditemukan pada semua jenis Aloe.
Aloe-emodin kadang-kadang ditemukan dalam jumlah sedikit. Resin Aloe memiliki
khasiat purgatif, yang termasuk dalam senyawa resin adalah senyawa kromon
glukosil-C aloesin (aloeresin B). Antrakuinon adalah metabolit sekunder di dalam
aloe yang kadarnya bergantung pada aktivitas metabolisme secara keseluruhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
#$" "
Acemannan ditemukan mayoritas dalam gel daun lidah buaya yang diidentifikasi sebagai bahan aktif utama dalam gel daun lidah buaya (Cowsert,
2010). Khasiat dari lidah buaya diantaranya untuk melembabkan kulit, melegakan
tenggorokan, meluruhkan cacing, mendinginkan dan mengurangi rasa sakit. Lidah
buaya menurut sejarah banyak digunakan sebagai obat konstipasi, luka terbuka,
serta luka terbakar (Gaby dkk., 2006). Aloe vera dapat bersifat sebagai antibakteri
yang membantu penyembuhan dari sunburn. Hal ini dikarenakan adanya kandungan aloectin B yang merangsang sistem kekebalan (Anonim, 2012).
B. Acemannan
Acemannan adalah mukopolisakarida D-isomer dalam gel daun lidah buaya. Senyawa ini dikenal memiliki imunostimulan, antivirus, dan antineoplastik
(Anonim, 2012). Kelompok sakarida berfungsi untuk menghasilkan energi. Aloe
memiliki dua kategori gula, glukosa dan manosa sebagai monosakarida dan
Acemannan serta selulosa sebagai polisakarida. Di dalam gel daun lidah buaya,
prekursor beta-(1,4)-asetal-polymannose lebih dikenal sebagai Acemannan. Dalam glukomannan ini terdiri dari 97% air dan 0,7% padatan, campuran gula sederhana
dan polisakarida dengan panjang rantai bervariasi dan dari berbagai berat molekul.
Polisakarida yang memiliki rantai berkisar dari 10.000 hingga 20.000 unit
monomer glukosa dan manosa disebut mukopolisakarida (Nema, Shrivastava, dan
Mitra, 2012).
#%" "
Gambar 1. Struktur kimia acemannan, sebuah mukopolisakarida yang
diekstrak dari daun lidah buaya (Benzie dan Galor, 2011)
Komponen yang paling banyak terdapat dalam lidah buaya adalah
Acemannan. Aktivitas sebagai antiinflamasi telah ditunjukkan pada studi in vitro
dan in vitro. Gel lidah buaya segar secara signifikan dapat menurunkan inflamasi akut pada tikus (dengan menginduksi carrageenin pada telapak kaki tikus) Mekanisme kerjanya sebagai antiinflamasi yaitu dengan memblok mediator
inflamasi yang berupa thromboxanes dan bradikinin, menurunkan infiltrasi neutrofil selama inflamasi dan menurunkan edema. Beberapa komponen dalam
Aloe vera bertanggung jawab pada mekanisme ini, dan komponen yang paling penting adalah glikoprotein, yang berperan sebagai inhibitor dan menghambat
bradikinin, yang berperan sebagai mediator nyeri pada inflamasi (Pizzorno dan
Murray, 2013).
#&" "
C. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dari bahan padat ataupun
cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat memisahkan
senyawa yang diinginkan tanpa melarutkan senyawa lain yang terdapat dalam
sampel. Ekstraksi menggunaan pelarut (ekstraksi pelarut) didasarkan pada
kelarutan antar komponen-komponennya dalam campuran. Ekstraksi pelarut
merupakan tehnik pemisahan suatu senyawa dalam campuran yang berdasarkan
pada perbedaan kelarutan senyawa yang akan dipisahkan dengan pelarut yang
digunakan (Rydberg, 1992).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat dengan cara
menyari nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh dari
cahaya matahari. Umumnya digunakan air, eter, atau campuran etanol-air sebagai
penyari (Anief, 2003).
D. Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respons yang diberikan tubuh sebagai bentuk
pertahanan terhadap cedera dan infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung,
terjadi reaksi vaskular, dimana elemen-elemen darah, cairan sel darah putih dan
mediator kimia berkumpul pada tempat cedera atau infeksi. Terdapat ciri khas dari
inflamasi yaitu muncul kemerahan pada kulit, rasa panas, pembengkakan
(udema), nyeri dan hilangnya fungsi pada jaringan yang terjadi cedera (Kee dan
Hayes, 1994).
#'" "
Agen yang menyebabkan inflamasi pada jaringan adalah kuman
(mikroorganisme), benda (pisau atau benda tajam lainnya), suhu (panas atau
dingin), berbagai jenis sinar (sinar matahari atau sinar X), listrik, zat-zat kimia
dan lain-lain. Secara garis besar, inflamasi ditandai dengan vasodilatasi pembuluh
darah lokal yang mengakibatkan terjadinya pendarahan yang berlebihan, kenaikan
permeabilitas kapiler yang disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah yang
besar ke dalam ruang interstisial, pembentukan cairan dalam ruang interstisial
yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler
dalam jumlah yang berlebih, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit di
dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Penyebab yang menimbulkan
reaksi ini adalah histamin, bradikinin, seratonin, dan prostaglandin (Kee dan
Hayes, 1994).
Tanda dan gejala inflamasi meliputi,
1. Kemerahan (Rubor)
Kemerahan merupakan tanda awal yang terlihat di daerah yang mengalami
inflamasi. Reaksi inflamasi muncul karena terjadi pelebaran arteriola yang
menyuplai darah ke bagian yang mengalami inflamasi. Sehingga darah
mengalir lebih banyak dan kapiler meregang dengan cepat karena terisi darah.
Keadaan seperti ini disebut dnegan hiperemia atau kongesti, hal ini
menyebabkan warna merah lokal pada daerah yang mengalami inflamasi.
Tubuh merespon reaksi ini dengan mengeluarkan zat seperti histamin (Hegner
dan Carldwell, 1994).
#(" "
2. Panas (Color)
Panas timbul bersamaan dengan kemerahan dari reaksi inflamasi yang
hanya terjadi pada permukaan tubuh, dalam keadaan normal lebih dingin dari
37oC yaitu pada suhu di dalam tubuh. Pada daerah yang mengalami inflamasi
kulit menjadi lebih panas daripada disekelilingnya, sebab darah yang dialirkan
tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada saat keadaan
normal. Fenomena panas lokal ini tidak tampak jika daerah yang mengalami
inflamasi jauh di dalam tubuh, sebab jaringan-jaringan tersebut mempunyai
suhu inti 37oC (Hegner dan Carldwell, 1994).
3. Nyeri (Dolor)
Rasa sakit atau nyeri yang timbul akibat dari reaksi inflamasi dapat
dihasilkan dengan berbagai cara, diantaranya perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokasi ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung saraf.
Rasa nyeri dapat pula disebabkan oleh telanan yang tinggi akibat
pembengkakan jaringan yang mengalami inflamasi (Hegner dan Carldwell,
1994).
4. Tumor
Pembekakan lokal (hanya pada daerah yang mengalami inflamasi)
sebagian besar ditimbulkan oleh cairan dan sel yang tertimbun. Pada awal
terjadinya reaksi inflamasi eksudat atau cairan yang mengumpul (Hegner dan
Carldwell, 1994).
#)" "
Inflamasi memiliki pola akut dan kronik, yaitu,
a. Inflamasi akut terjadi ketika bagian tubuh mengalami trauma (akibat
cedera atau operasi). onset yang cepat (dalam hitungan detik hingga
menit), durasi yang pendek (dalam hitungan menit hingga hari), dengan
melibatkan proses eksudasi cairan (edema) dan emigrasi sek
polimorfonuklear (neutrofil).
b. Inflamasi kronik adalah peradangan yang disebabkan oleh cedera terus
menerus yang berlangsung selama berminggu-minggu atau
bertahun-tahun. onset yang terjadi relatif lama (dalam hitungan hari) dan durasi
yang lebih lama (dalam hitungan minggu hingga tahun) dengan
melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan proliferasi
pembuluh darah serta pembentukan jaringan parut (Kumar, dkk., 2006).
E. Gel
Gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang mengandung larutan
bahan aktif tunggal maupun campuran dengan pembawa senyawa hidrofilik dan
hidrofobik. Gel juga dirumuskan sebagai sistem dispersi, yang minimal terdiri dari
dua fase yaitu sebuah fase padat dan sebuah fase cair (gel liofil) atau terdiri dari
sebuah fase padat dan fase berbentuk gas (gel kserofil). Gel mengandung basis
senyawa hidrofilik sehingga memiliki konsistensi lembut dan memberikan rasa
dingin pada kulit. Rasa dingin tersebut merupakan efek evaporasi air (Voigt,
1994).
#*" "
Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer
yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa
menyimpan air dalam strukturnya. Hidrogel secara umum terdiri dari 2 komponen
sistem, satu komponen bersifat hidrofilik, tidak larut, merupakan jaringan polimer
tiga dimensi, dan komponen yang lain merupakan air. Sifat hidrogel yaitu
kandungan airnya relatif tinggi dan bersifat lembut, konsistensinya elastis
sehingga kuat (Swarbrick dan Boylan, 1992).
Hidrogel cocok untuk penerapan pada kulit dengan fungsi kelenjar
sebaseus yang berlebihan. Setelah kering akan meninggalkan suatu film tembus
pandang yang elastis dengan daya lekat tinggi, yang tidak menyumbat pori kulit,
dan mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).
F. Antiinflamasi
Kerusakan sel akibat adanya berbagai pengaruh yang merusak, baik yang
bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh melepaskan mediator penyebab
inflamasi seperti histamin, bradikinin, kalidin, seratonin, prostaglandin,
leukotrien, dan sebagainya. Mekanisme aksi obat antiinflamasi dibedakan menjadi
dua, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan golongan non-steroid (Robbins,
1974).
Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan non-steroid, yaitu
menghambat enzim siklooksigenase yang mengakibatkan penghambatan sintesis
senyawa endoroksida siklik PGG2 dan PGH2. Kedua senyawa tersebut
$+" "
dengan demikian sintesis prostaglandin akan terhenti (Mutschler, 1991; Campbell,
1991). Selain itu, obat antiinflamasi golongan steroid bekerja pada inflamasi akut
dan kronis yang disebabkan oleh patogen, kimia dan trauma fisik atau dari reaksi
sistem imun seperti reaksi hipersensitifitas atau penyakin autoimun. Pada
inflamasi akut, steroid mencegah pembentukan udema dengan menghambat
sintesis vasodilatasi prostaglandin. Selain itu juga mencegah akumulasi dari
neutrofil dan monosit (Whitcher, 1992).
G. Gelling Agent
Gelling agent adalah gum alam atau sintetis, resin, atau hidrokoloid lain yang digunakan di dalam formulasi gel untuk menjaga konstituen cairan dan
padatan dalam suatu bentuk gel yang halus. Gelling agent yang sering digunakan antara lain Carpobol (Lieberman dan Martin, 1996).
Carbopol® 940 (carbomer) berasal dari polimer sintesis dengan berat
molekul tinggi dari ikatan silang asam akrilat dengan allyl ether dari sukrosa lain atau allyl ether. Carbopol® 940 homopolimer mengandung tidak kurang dari 56,0
% dan tidak lebih dari 68,0 % gugus asam karboksilat, dihitung berdasarkan zat
yang sudah dikeringkan (Ravissot dan Drake, 2000).
$!" "
Carbopol® 940 memiliki berbentuk serbuk berwarna putih dan higroskopis,
memiliki bulk density 208 kg/m3, dengan pH yang dihasilkan jika 1% terdispersi di air 2,5-3,0 dan 0,5% terdispersi di air 2,7-3,5. Pada konsentrasi 0,5%-2% dapat
berfungsi sebagai gelling agent. Carbopol® 940 memungkinkan untuk dipanaskan
dengan suhu 100-105oC selama dua jam tanpa mempengaruhi kekentalannya.
Akan tetapi jika dipanaskan pada suhu berlebih menyebabkan berkurangnya
stabilitas (Salomone, 1996).
H. Humektan
Humektan adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan
untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air
(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan (Loden, 2001).
Gliserol, propilen glikol, sorbitol, dan polyethylene glycol biasa digunakan
sebagai humektan dalam sediaan untuk mencegah penguapan dan pembentukan
lapisan kering pada permukaan produk (Zocchi, 2001). Gel transparan
diformulasikan dengan konsentrasi humektan maksimal sebesar 80% (Lieberman
dan Martin, 1996).
Gliserol berfungsi sebagai emolien, humectant, plasticizer, pelarut, bahan
pemanis dan bahan pengisotonis. Pada sediaan topikal, gliserol digunakan sebagai
$#" "
Gliserol bersifat higroskopis, dan dapat terdekomposisi jika dipanaskan.
Campuran gliserol dengan air, cetyl alcohol dan propilen glikol stabil secara kimia (Price, 2005).
(Pagliaro, 2013)
Gambar 3. Struktur Gliserol
Gliserol memiliki bobot jenis 1,261 g/cm3, titik lelehnya 18,2oC dan titik didih
290oC di bawah tekanan normal atmosfir. Gliserol sangat stabil saat disimpan,
tidak mengiritasi (Pagliaro, 2013).
I. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan cara yang digunakan untuk mengevaluasi
efek faktor yang dipelajari secara stimultan dan efek yang relatif penting dapat
dinilai (Armstrong dan James, 1996). Desain faktorial merupakan aplikasi
persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara
variabel-respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari
analisa tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1997). Penelitian desain
$$" "
untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap
respon. Selain itu memungkinkan untuk mengetahui interaksi antara faktor-faktor
tersebut (Bolton, 1997).
J. Landasan Teori
Gel antiinflamasi merupakan bentuk sediaan semisolid yang mengandung
larutan bahan aktif dengan pembawa senyawa hidrofilik dan hidrofobik yang
berfungsi untuk menyembuhkan inflamasi akibat cedera atau infeksi. Lidah buaya
yang digunakan memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi. Dalam pembuatan
gel antiinflamasi, digunakan gelling agent untuk menjaga karakteristik gel yang stabil dan baik, dalam penelitian ini digunakan Carbopol® 940 sebagai gelling
agent. Selain itu dalam penelitian juga digunakan humectant untuk mempertahankan kelembaban pada gel antiinflamasi, humectant yang digunakan adalah Gliserol. Pada penelitian ini, dilakukan model percobaan dengan
menggunakan metode desain faktorial dua aras dua faktor. Dengan menggunakan
metode ini, akan diketahui efek dari interaksi kedua faktor yang digunakan.
K. Hipotesis
Ada efek yang dominan dari komposisi Carbopol® 940 sebagai gelling
agent dan gliserol sebagai humectant dalam penentukan sifat fisik dan stabilitastas sediaan gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.).
$%" "
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan
Desain Faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari range formula gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya yang memenuhi uji fisik
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah komposisi Carbopol® 940, dan
Gliserol dalam formula gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.).
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat fisik gel (meliputi daya
sebar, viskositas, pergeseran viskositas) dan efek antiinflamasi yang
dihasilkan.
3. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah kecepatan dan lama
pengadukan, alat yang digunakan dalam pembuatan gel, dan wadah
penyimpanan gel.
"
$&" "
4. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah suhu
penyimpanan dan kelembaban ruangan.
C. Definisi Operasional
a. Ekstrak etanol lidah buaya didapat dari proses pengendapan dengan
metode salting out dengan co-solvent etanol untuk mendapatkan polisakarida dari filtrat lidah buaya.
b. Antiinflamasi, yaitu suatu agen yang memiliki khasiat meredakan nyeri,
menurunkan suhu tubuh yang naik dan menghambat agregasi platelet
(antikoagulan).
c. Gelling agent adalah bahan pembentuk sediaan gel yang membentuk matriks. Carbopol® 940 digunakan sebagai gelling agent dalam penelitian ini.
d. Humectant adalah bahan yang berfungsi untuk menarik lembab dari lingkungan sehingga kelembaban kulit dapat dipertahankan. Gliserol
digunakan sebagai humectant dalam penelitian ini.
e. Sifat fisik gel adalah parameter untuk mengetahui kualitas fisik gel yang
meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas setelah
penyimpanan selama 1 bulan.
f. Daya sebar adalah kemampuan menyebar dari gel ekstrak etanol lidah
$'" "
berat total 125 g, kemudian diukur diameter penyebarannya. Daya sebar
gel diukur 48 jam setelah formulasi.
g. Viskositas adalah tingkat kekentalan gel ekstrak etanol lidah buaya yang
diukur menggunakan viscotester. Viskositas gel diketahui dengan
mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Pengukuran viskositas
dilakukan 48 jam setelah formulasi.
h. Pergeseran viskositas adalah persentase perubahan viskositas gel setelah
penyimpanan satu bulan. Viskositas gel setelah satu bulan diketahui
dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas menggunakan
viscotester.
i. Formula gel optimum adalah formula gel yang memenuhi standar sediaan
semisolid yang ditetapkan.
j. Desain Faktorial adalah metode yang memungkinkan untuk mengetahui
efek yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan gel
antiinflamasi.
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol
lidah buaya, Carbopol® 940 (kualitas farmasetis), gliserol (kualitas farmasetis),
Natrium benzoat (kualitas farmasetis), Asam sitrat (kualitas farmasetis), Oleum menthae piperita (kualitas farmasetis), Aquadest, hewan uji tikus betina galur
wistar.
$(" "
E. Alat Penelitian
Alat-alat gelas (PYREX-GERMANY), neraca analitik, mixer, pH universal, Viscotester, corong Buchner, wadah plastik (net @100 g).
F. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.)
Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tujuan dilakukannya determinasi
adalah untuk memastikan kebenaran dari tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini. Determinasi dilakukan dengan mengacu pada Determinasi
tanaman menggunakan Backer, CA., dan Van Brink, R.C.B., 1965, Flora of
Java, Vol. 3, N.V.P Noordhoff-Groningen, Netherland.
2. Pengumpulan dan penyiapan tanaman lidah buaya (Aloe barbadensis
Mill.)
Tanaman lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.) diperoleh dari Toko tanaman hias Wagiman, jalan Bantul. Tanaman diambil pelepah daunnya
yang berwarna hijau tetapi tidak terlalu tua (umur 8-10 bulan) kemudian
dicuci dengan air mengalir. Setelah itu dilakukan sortasi basah, dan kulit
daun dikupas kemudian diambil daging daunnya.
$)" "
3. Pembuatan jus lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.)
Lidah buaya yang telah dipanen dikupas kulit luarnya hingga didapat
daging daunnya. Daging daunnya dibersihkan dengan menggunakan air untuk
menghilangkan cairan kuning (eksudat) dan kotoran yang menempel pada
lidah buaya, kemudian dipotong kecil-kecil. Potongan daging buah yang telah
dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam blender yang berfungsi untuk
mengecilkan ukuran, kemudian untuk memisahkan padatan dan cairannya
digunakan saringan.
4. Ekstraksi polisakarida acemannan dari lidah buaya
Jus lidah buaya yang diperoleh kemudian ditambahkan dengan etanol 96%
dengan perbandingan 1 : 4, dalam hal ini 50 cc jus lidah buaya ditambahkan
dengan 200 cc etanol 96%. Campuran jus lidah buaya tersebut diaduk
menggunakan strirer magnetic selama 10 menit pada suhu 40oC, kemudian didiamkan untuk proses pengendapan selama 10 jam pada suhu 10oC dengan
memberikan es di sekelilingnya. Endapan yang terbentuk dipisahkan dari
larutannya dengan menggunakan saringan penghisap (corong Bunchner)
untuk selanjutnya endapan tersebut dioven pada suhu 50oC.
5. Formula gel antiinflamasi
Tabel I. Formula standar Aloe vera Gel (Niazi, 2004)
Material Name Quantity (g) Aloe vera exctract 4,0
Propylene glycol 50,0
$*" "
Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi formula seperti dalam tabel II :
Tabel II. Formula modifikasi
Berdasarkan formula yang akan dibuat dapat dilakukan
perhitungan untuk menentukan besarnya sampel yang akan digunakan, yaitu :
(n-1)(p-1) > 15
Keterangan : n = jumlah sampel
p = jumlah perlakuan
p = 4 (4 formula kombinasi komposisi Carbopol" 940 dan gliserol)
Dari rumus perhitungan tersebut didapatkan hasil jumlah sampel n
! 2 sehingga pada penelitian ini dipergunakan jumlah sampel sebanyak tiga
replikasi untuk masing-masing formula yang digunakan (Bolton, 1997).
6. Pembuatan gel antiinflamasi
Faktor yang akan diteliti adalah faktor Carbopol" 940 dan gliserol. Aras
tinggi dan aras rendah dalam percobaan ini dapat dilihat pada Tabel III.
Carbopol® 940 dikembangkan dalam akuadest selama 24 jam. Carbopol®
940 yang telah mengembang kemudian dicampur dengan aquadest dan diaduk
menggunakan mixer dengan kecepatan 400 rpm selama 10 menit (campuran I). Gliserol dimasukkan ke dalam campuran I diaduk menggunakan mixer dengan
Bahan Berat (g)
Ekstrak Lidah Buaya 0,4 Natrium Benzoat 0,08 Carbopol® 940 0,5-1,5 Gliserol 20-25 Aquadest 5 Asam Sitrat 2 tetes
%+" "
Tabel III. Tabel komposisi gel antiinflamasi yang diteliti
*semua formula dalam satuan gram kecuali asam sitrat
Tambahkan ekstrak etanol Aloe barbadensis Mill. dan diaduk selama 5 menit dengan kecepatan 400 rpm, kemudian ditambahkan natrium benzoat diikuti asam
sitrat sedikit demi sedikit sambil terus diaduk selama 5 menit pada kecepatan 400
rpm hingga pH yang didapat 5-6 agar saat digunakan tidak mengiritasi kulit.
7. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya
(Aloe barbadensis Mill.)
Uji sifat fisik gel dilakukan dengan menguji daya sebar dan viskositas,
untuk uji stabilitas dilakukan dengan menguji viskositas gel setelah penyimpanan
selama satu bulan.
Uji sifat fisik :
a. Uji daya sebar
Uji daya sebar sediaan gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya dilakukan
48 jam setelah dibuat. Cara ujinya yaitu dengan gel ditimbang seberat 1,0 g,
diletakkan ditengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain
%!" "
dan pemberat dengan berat total 125 g, kemudian didiamkan selama 1 menit,
kemudian dicatat diameter penyebarannya (Garg dkk., 2002).
b. Uji viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat viscotester. Cara pengujiannya
yaitu gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk
viskositas setelah alat dinyalakan. Pengukuran viskositas gel dilakukan 48
jam setelah formulasi.
c. Uji pergeseran viskositas
Pergeseran viskositas gel ekstrak etanol lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.) diketahui dengan menghitung persentase perubahan viskositas gel setelah
penyimpanan selama satu bulan. Viskositas gel setelah penyimpanan satu
bulan diukur menggunakan alat viscotester. Cara pengujiannya yaitu gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester, alat
kemudian dinyalakan. Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan
jarum penunjuk viskositas.
8. Uji kemampuan antiinflamasi gel antiinflamasi lidah buaya gel (Aloe
barbadensis Mill.)
Hewan percobaan dibagi secara acak menjadi 9 kelompok, yaitu
kelompok formula 1 sebanyak empat kelompok, lalu formula 2 sebanyak 4
kelompok, dan 1 kelompok kontrol. Setiap kelompok terdapat tiga ekor tikus.
Sebelum perlakuan semua tikus diberi anestesi menggunakan
ketamin-xilazine, lalu pada kaki kiri tiap tikus diinjeksi 0,05 mL
%#" "
saline 1%. Setelah satu jam penyuntikan, masing-masing kelompok diberi formula-formula gel antiinflamasi secara topikal, dan ada satu kelompok
kontrol yang tidak diberi formula gel antiinflamasi. Pengukuran dilakukan
setiap 15 menit selama 3 jam. Persentase inhibisi masing-masing tikus
dihitung dengan rumus:
(Ab
dassah, dkk., 2009).
G. Analisis Hasil
Data yang terkumpul dari uji sifat fisik dianalisis dengan analisis statistik
Anova menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan metode Desain Faktorial
untuk melihat variasi Carbopol® 940 dan Gliserol, serta interaksi antara faktor
tersebut sehingga dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan sifat
fisik dan stabilitas.
H. Bagan Penelitian
Determinasi tumbuhan
Pengumpulan dan sortasi tanaman lidah buaya
%$" "
Orientasi level Carbopol® 940 dan gliserol
Optimasi komposisi Carbopol® 940 dan gliserol dengan ekstrak etanol lidah buaya
Pengujian sifat fisik dan stabilitas sediaan
Penentuan area optimum Carbopol® 940 dan gliserol
Pembuatan sediaan gel dengan komposisi optimum Carbopol® 940 dan gliserol
Pengujian pada hewan uji
Pengumpulan dan pengelolaan data Pembuatan jus lidah buaya
Ekstraksi polisakarida acemannan dari lidah buaya
%%" "
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan dan Determinasi Tumbuhan
Tanaman lidah buaya diperoleh dari Toko Tanaman Hias
Wagiman, Yogyakarta. Saat diambil daunnya berwarna hijau tua, dan
tidak terlalu tua dan tingginya sekitar 50 cm – 100 cm. Sebelum
digunakan, dilakukan determinasi terlebih dahulu menggunakan Basker,
C.A., dam van den Brink, R.C.D., 1965 Flora of Java, Vol. 3, N.V.P.
Noordhoff-Groningen, Netherland, pp. 82-83, 88-89 dan dibuktikan
dengan Lembar Pengesahan Determinasi (Lampiran1).
Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran dari tanaman
yang digunakan adalah benar Aloe barbadensis Mill. Berdasarkan hasil determinasi tersebut, maka terbukti benar bahwa tanaman yang digunakan
ini merupakan Aloe barbadensis Mill. (Lampiran1).
B. Pembuatan Ekstrak Etanol Lidah Buaya
Daun lidah buaya yang telah dipanen, kemudian dicuci dan dikupas
kulit luarnya, hingga didapatkan daging buahnya. Lalu daging buahnya
dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir untuk menghilangkan
cairan kuning (eksudat) dan kotoran yang menempel pada lidah buaya.
Setelah bersih, daging lidah buaya yang telah dicuci, kemudian dipotong
"
%&" "
dengan menggunakan blender, digunakan saringan untuk memisahkan
padatan dan cairannya.
Jus lidah buaya yang diperoleh dan telah dipisahkan dari ampasnya,
ditambahkan dengan etanol 96% yang bertujuan untuk mengendapkan
polisakarida. Sebagai bahan pengendap polisakarida pada tanaman lidah
buaya, etanol memiliki kemampuan melarutkan polisakarida yang relatif
kecil. Komposisi polisakarida dalam lidah buaya yaitu rhamnosa, fucosa,
arabinosa, xylosa, manosa, galaktosa, glukosa, dan asam uranic.
Polisakarida merupakan senyawa yang larut dalam air. Penambahan
alkohol ke dalam filtrat lidah buaya mengakibatkan rusaknya
kesetimbangan antara polisakarida dan air. Hal ini terjadi karena kelarutan
alkohol dalam air lebih tinggi dan menyebabkan peristiwa salting out. Dengan demikian etanol dapat digunakan dalam proses pengendapan
polisakarida penyusun karbohidrat dalam jaringan tanaman lidah buaya.
Penambahan etanol 96% menggunakan perbandingan 1:4, dalam hal ini 50
ml jus lidah buaya ditambahkan dengan 200 ml etanol 96%. Kemudian
larutan tersebut diaduk dengan menggunakan stirer selama 10 menit pada
suhu ruangan, lalu didiamkan untuk proses pengendapan selama 10 jam
pada suhu 100C, maka akan terbentuk endapan yang berwarna putih.
Endapan yang terbentuk dipisahkan dari larutannya dengan menggunakan
corong Buncher yang disedot dengan vakum. Pengeringan dilakukan
dengan menggunakan oven hingga etanol menguap, produk yang
dihasilkan kemudian ditimbang beratnya.
%'" "
C. Orientasi Level Kedua Faktor Penelitian
Orientasi level kedua faktor bertujuan untuk menetapkan level rendah
dan level tinggi dari masing-masing faktor dalam penelitian. Faktor yang
diamati pengaruhnya adalah jumlah gelling agent yaitu Carbopol® 940 dan
humectant, yaitu gliserol.
"
Jumlah Carbopol®
940 (g)
Daya Sebar (cm)
Viskositas (d.Pa.S)
0,5 6,5 150
1 5,3 250
1,5 4,6 275
2 3,2 300
2,5 2,7 325
Tabel IV. Sifat fisik sediaan gel dengan variasi jumlah Carbopol® 940
Gambar 5. Profil kurva variasi jumlah Carbopol® 940 terhadap viskositas "
%(" "
Jumlah Gliserol (g)
Daya Sebar (cm)
Viskositas (d.Pa.S)
20 6,50 250 25 5,45 300 30 4,87 325 35 4,36 350
Tabel V. Sifat fisik sediaan gel dengan variasi jumlah gliserol
Gambar 6. Profil kurva variasi jumlah Carpobol terhadap daya sebar "
"
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
%)" "
Didapatkan level dari gelling agent Carbopol® 940 yaitu 1 g sebagai
level rendah dan 2 g sebagai level tinggi. Pada Gambar 5 menunjukkan
bahwa pada jumlah 1 g daya sebar dan viskositas yang dihasilkan baik,
sedangkan pada jumlah 2 g, respon viskositas dan daya sebar mulai
konstan saat jumlah ditingkatkan lebih dari 2 g. Berdasarkan orientasi
yang telah dilakukan, jumlah Carbopol® 940 1 dan 2 g telah membentuk
massa gel yang baik dan jernih, serta memberi respon viskositas dan daya
sebar yang berbeda dan masuk ke dalam rentang yang dikehendaki. Selain
itu, rentang untuk Carbopol® 940 untuk berfungsi sebagai gelling agent
adalah 0,5-2 g (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
Gambar 8 menunjukkan bahwa pada jumlah gliserol 20 g, respon
viskositas yang dihasilkan tidak mengalami peningkatan yang signifikan
dan mulai stabil. Gliserol dengan jumlah 20 g dan 30 g sudah memberikan
respon daya sebar dan viskositas yang berbeda pada tiap levelnya.
Sehingga dipilih jumlah gliserol 20 g sebagai level rendah dan 30 g
Gambar 8. Profil kurva variasi jumlah gliserol terhadap viskositas
$#"
%*" "
sebagai level tinggi. Sebab menurut Price (2005), jumlah gliserol dalam
kosmetik sebagai humectant dan emolien adalah sebesar 30 g.
D. Optimasi Sediaan Gel
Komposisi sediaan gel dengan ekstrak etanol lidah buaya
menggunakan gelling agent Carbopol® 940 level rendah 1 gram dan level tinggi 2 gram. Bila dibandingkan dengan Contreras dan Sanchez (2002),
terdapat perbedaan level jumlah Carbopol® 940 dan gliserol yang
ditentukan dalam penelitian ini, selain itu tidak dilakukan penambahan
asam alginat untuk membentuk massa gel dan sebagai thickening agent.
Humectant adalah bahan yang penting digunakan dalam sediaan sebab memungkinkan untuk mencegah hilangnya kelembaban sehingga
mempertahankan kelembaban alami kulit setelah diaplikasikan. Humectant
yang digunakan adalah gliserol, sebab gliserol merupakan jenis humectant
yang sering digunakan untuk sediaan farmasi maupun produk kosmetik.
Humectant akan menarik uap air bila diterapkan di kulit, air yang diambil adalah transepidermal water yaitu air yang terdapat di stratum korneum.
Selain itu, humektan berfungsi sebagai emolien, gliserol dapat juga
melembutkan kulit. Pada penelitian ini jumlah humectant gliserol yang digunakan yaitu 20 g dan 30 g.
Pengawet yang digunakan dalam sediaan ini adalah natrium
benzoat dengan konsentrasi 0,08% yang termasuk dalam konsentrasi yang
diperbolehkan oleh Badan POM RI No. HK.00.05.42.1018 tanggal 25
&+" "
benzoat dan turunannya memiliki batas maksimum yang diperbolehkan
untuk sediaan non bilas 0,5%.
Pada sediaan gel topikal, pH sediaan yang dihasilkan sangat
diperhatikan, sebab apabila pH yang dihasilkan pada sediaan gel terlalu
tinggi atau rendah dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Nilai pH yang
tidak menyebabkan iritasi pada kulit diperoleh dengan penambahan asam
sitrat.
Pada proses pencampuran pengadukan dilakukan menggunakan
mixer dengan kecepatan putar terkecil, yaitu skala satu selama 5 menit, hal
ini dilakukan karena struktur gel akan rusak karena adanya peningkatan
shearing stress, dan hal ini menyebabkan viskositas menurun dan sifat alir
meningkat (Zatz dan Kushla, 1996). Waktu pengadukan yang singkat dan
kecepatan putar yang rendah sudah dapat membentuk massa gel yang baik
dan konsisten.
E. Pengujian Sifat Fisik dan Stabilitas Gel
Pengujian sifat fisik dan stabilitas sediaan gel bertujuan untuk
mengetahui sediaan gel yang dihasilkan telah memiliki sifat fisik yang
baik dan sesuai serta stabil selama proses penyimpanan. Hal ini terkait
untuk menentukan kualitas sediaan serta faktor penerimaan konsumen
terhadap sediaan, terkait dengan kemampuan gel untuk dapat menyebar
&!" "
waktu ini dianggap sudah tidak ada lagi gaya atau energi yang diberikan
selama proses pembuatan yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
Stabilitas sediaan gel yang diamati yaitu pergeseran viskositas setelah satu
bulan masa penyimpanan. Data hasil pengukuran kemudian dianalisa
menggunakan program R untuk mengetahui efek dari masing-masing
faktor serta interaksi dari masing-masing faktor terhadap respon.
Daya sebar memiliki pengaruh langsung pada pasien saat
mengaplikasikan sediaan semisolid. Daya sebar merupakan kemampuan
suatu sediaan semisolid untuk dapat menyebar pada area yang akan
diaplikasikan. Pada sediaan gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya,
viskositasnya berperan dalam menentukan daya sebarnya, jika sediaan
memiliki viskositas yang tinggi, maka daya sebarnya semakin rendah,
sebab gel yang dihasilkan akan kaku, sehingga saat diaplikasikan, sediaan
tidak dapat menyebar pada area yang akan diaplikasikan, maka hal ini
dapat mempengaruhi dosis pada area target. Daya sebar diukur dengan
melihat diameter penyebaran sediaan semisolid pada tempat aplikasi. Daya
sebar yang diinginkan untuk sediaan gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah
buaya yaitu 5-7 cm. Hal ini menjadi standar, agar gel yang dihasilkan tidak
terlalu encer ataupun terlalu kental, sehingga pasien merasa nyaman saat
mengaplikasikannya. Pengukuran daya sebar ini dilakukan dengan
menimbang 1 g gel dan diletakkan pada kaca bundar. Lalu sediaan tersebut
ditindih dengan menggunakan kaca bundar yang lain, dan dilakukan
&#" "
1 menit. Setelah itu diukur diameter penyebarannya pada masing-masing
penambahan beban, pengukuran dilakukan pada posisi yang tetap, yaitu
arah vertikal, horisontal, dan diagonal.
Respon akibat adanya variansi dan efek dari penambahan berbagai
jumlah Carbopol® 940 dan gliserol serta interaksi keduanya dalam
menentukan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel antiinflamasi ektrak lidah
buaya dicari dengan menggunakan perangkat lunak R-2.13.2 dengan uji
ANOVA two way dengan taraf kepercayaan 95%. Pada penelitian ini juga dicari signifikasinya pada tiap faktor dan interaksi kedua faktor dalam
menimbulkan efek, sehingga dapat diketahui faktor mana yang
berpengaruh signifikan dalam menimbulkan efek. Nilai efek yang
dihasilkan bersifat mutlak, yaitu faktor tersebut menurunkan respon
(bertanda negatif) atau menaikkan respon (bertanda positif).
Rancangan penelitian yang digunakan, yaitu aplikasi desain
faktorial dengan dua faktor dan dua level yang berbeda, yaitu level rendah
dan level tinggi. Tiap formula memiliki komposisi dengan jumlah yang
sama, kecuali Carbopol® 940 dan gliserin. Dua komponen tersebut dibuat
berbeda agar efek yang ditimbulkan hanya berasal dari Carbopol® 940 dan
gliserol pada level yang telah ditentukan. Uji statistik yang dilakukan
terdapat tiga tahapan, yaitu uji normalitas data, uji variansi data, dan uji
ANOVA. Agar mencapai tahap uji ANOVA, data yang dihasilkan
haruslah terdistribusi normal dan variansi datanya homogen.
&$" "
1. Uji normalitas data
Uji nornalitas dilakukan untuk melihat distribusi data yang
didapatkan normal atau tidak. Pada uji ini digunakan uji Saphiro-Wilk
(untuk sampel yang kurang dari atau sama dengan 50). Hasil yang
didapatkan dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar
Jenis data Formula p-value
1 0,4633
Pada tabel VI dapat dilihat bahwa tiap data memiliki probabilitas p-value > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data untuk viskositas dan
daya sebar memiliki distribusi yang normal (Dahlan,2011).
2. Uji variansi data dengan Levene’s test
Uji variansi data dilakukan untuk mengetahui data yang didapatkan
&%" "
yang dihasilkan homogen, maka data dapat diuji dengan menggunakan
ANOVA. Hasil uji variansi dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII. Hasil Levene’s test uji viskositas dan daya sebar
Pada tabel VII ditunjukkan bahwa p-value > 0,05 untuk viskositas dan daya sebar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data tersebut
memiliki varian (data homogen), sehingga dapat dilanjutkan pada uji
ANOVA.
3. Respon nilai efek
Uji ini dilakukan untuk mengetahui efek yang terjadi dan respon
dari kedua faktor yang diteliti.
a. Viskositas
Dari hasil analisis didapatkan hasil yang ditunjukkan pada tabel
VIII. Pada tabel VIII ditunjukkan nilai efek dari data viskositas
diperoleh nilai p sebesar 6,639 x 10-6 < 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data viskositas memiliki signifikansi. Nilai efek
Carbopol® 940, gliserin serta interaksi keduanya yang masing-masing
bernilai 78,333; 2,667 dan 1,000 yang bernilai positif menunjukkan Jenis data p-value
Viskositas 0,1146
Daya sebar 0,2915
&&" "
bahwa Carbopol® 940, gliserin dan interaksi keduanya memiliki efek
dalam menaikkan viskositas.
Tabel VIII. Nilai efek carpobol dan gliserol serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas
Faktor Efek p-value Standar error Nilai efek
Carbopol® 940 78,333 0,282 67,915
Gliserin 2,667 0,589 4,743
Interaksi 1,000 0,747 0,333
6,639 x 10-6
Selain itu, pada tabel VIII dapat dilihat bahwa Carbopol® 940 dan
gliserin, serta interaksi keduanya tidak memberikan efek signifikan
terhadap respon viskositas, sebab nilai p > 0,05. Berdasarkan pengujian
nilai efek diperoleh persamaan desain faktorial untuk respon viskositas
yaitu:
Y = 21,667+78,333X1 + 2,667X2 + 1,000X1X2
X1 sebagai Carbopol® 940, X2 sebagai gliserol dan X1X2 sebagai interaksi
antara Carbopol® 940 dan gliserin.
Persamaan di atas dapat dibuat countour plot. Dari countour plot
yang dibuat dapat dilihat daerah yang memenuhi kriteria yang diinginkan,
terbatas pada level yang diteliti.
&'" "
b. Daya sebar
Dari hasil analisis ditunjukkan bahwa faktor yang memiliki nilai
efek paling besar adalah interaksi antar kedua faktor yaitu Carbopol®
940 dan gliserin, yaitu sebesar 0,06000. Sedangkan pada Carbopol®
940 dan gliserin, keduanya memberikan efek penurunan pada daya
sebar yaitu secara berturut-turut -1,88333 dan -0,00500, dengan nilai
p-value > 0,05 yaitu 0,05004. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan
yang didapatkan tidak signifikan sehingga tidak dapat digunakan untuk
menentukan pengaruh pada masing-masing faktor terhadap daya sebar.
Hal ini bisa disebabkan karena interaksi antar komponen dalam
sediaan, untuk mengetahui komponen yang saling berinteraksi perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut.
c. Pergeseran viskositas
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor yang memiliki
efek yang paling besar adalah Carbopol® 940 yaitu 2,45167, kemudian
Gambar 9. Countour plot viskositas gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya
&(" "
menunjukkan bahwa efek dari interaksi keduanya, menurunkan respon
terhadap pergeseran viskositasnya. Hasil perhitungan p-value yang didapatkan >0,05, yaitu 0,2322. Jadi dapat disimpulkan bahwa
persamaan yang didapatkan tidak signifikan sehingga tidak dapat
digunakan untuk menentukan pengaruh dari masing-masing faktor
terhadap pergeseran viskositas.
F. Uji Daya Antiinflamasi Sediaan Gel
Uji aktivitas yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas gel
antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya yang dibuat. Besarnya daya
antiinflamasi dari sediaan gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya
dilihat dari persentase inhibisi yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran menggunakan
jangka sorong. Jangka sorong yang digunakan merupakan jangka sorong
digital merk Mitutoyo. Keuntungan dari metode ini dibandingkan dengan
metode potong kaki adalah tidak perlu mengorbankan hewan uji yang
digunakan, penggunaannya sederhana dan dapat mengurangi kesalahan
dalam pengukuran. Jangka sorong yang digunakan ini memiliki rentang
pengukuran 0-150 mm.
&)" "
Dalam penelitian ini, tebal udema diukur tiap jam selama 6 jam.
Kemudian data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan
perangkat lunak R-2.13.2, akan tetapi sebelumnya dihitung terlebih dahulu
persentase inhibisi untuk masing-masing perlakuan dengan menggunakan
rumus berikut:
(Abdassah, Sumiwi, Hendrayana, 2009).
Setelah didapatkan data persentase inhibisi, kemudian data dianalisis
menggunakan perangkat lunak R-2.13.2. Pertama data diuji normalitasnya
menggunakan Shapiro Wilk untuk mengetahui apakah data yang didapatkan distribusinya normal atau tidak. Hasil yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel IX.
Tabel IX. Tabel normalitas persentase inhibisi untuk masing-masing formula
Pada tabel IX ditunjukkan bahwa nilai p-value yang dihasilkan
>0,05, hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan dan kontrol formula p-value
formula 1 0,3445
formula a 0,3288
formula b 0,6871
formula ab 0,8001
&*" "
didapatkan p-value > 0,05, yang berarti data memiliki kesamaan varian. Kemudian setelah mengetahui data yang dihasilkan memiliki probabilitas
yang normal dan kesamaan varian, dilakukan uji t test berpasangan untuk mengetahuinya. Kemudian didapatkan hasilnya pada tabel X berikut,
Tabel X. Tabel hasil uji t-test berpasangan untuk uji efek antiinflamasi
H
Hasil uji t test berpasangan menunjukkan hanya pada kelompok formula f1 yang memiliki perbedaan yang signifikan, yaitu p-value yang
dihasilkan < 0,05 yaitu 0,03432. Hal ini menunjukkan bahwa hanya pada
formula tersebut yang memiliki efek sebagai antiinflamasi. Hal ini
disebabkan karena pelepasan zat aktif dari sediaan baik atau dapat
terabsorbsi melalui kulit dengan baik. Pada formula ini jumlah gelling agent dan humectant berada pada level rendah, sehingga semakin kecil
jumlah gelling agent dan humectant menyebabkan gel yang dihasilkan memiliki viskositas yang kecil, hal ini menyebabkan kecepatan difusi zat
aktif lebih cepat. Semakin besar viskositas suatu zat, maka difusi obatnya
akan semakin menurun karena pelepasan obat dari basis berkurang (Sinko,
2006).
Formula 1 Formula a Formula b Formula ab
p-value 0,03432 0,3739 0,2538 0,9962
'+" "
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi hanya pada formula f1.
2. Tidak ditemukan perbandingan Carbopol, 940 dan gliserol yang optimal
pada level yang diteliti.
B. Saran
1. Perlu dilakukan optimasi pada lama pencampuran dan kecepatan putar
agar mendapatkan gel antiinflamasi ekstrak etanol lidah buaya yang
memenuhi kriteria.
2. Perlu dilakukan uji pada pelepasan zat aktif untuk mengetahui kemampuan
pelepasan zat aktif pada sediaan hidrogel.
" "