• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengeluaran Pemerintah

Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum, anggaran berimbang yaitu suatu kondisi di mana penerimaan sama dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan (G < T). Sedangkan anggaran defisit yaitu anggaran pengeluaran lebih besar dari penerimaan (G > T). Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah inflasi. Sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi angka pengangguran maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya. (Mangkoesoebroto, 1994).

Pengeluaran pemerintah terdiri dari :

2.1.1. Pengeluaran Publik

Pengeluaran Publik yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran Publik, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga,

(2)

perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian. (Mangkoesoebroto, 1994)

Anggaran belanja Publik memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Besarnya dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah, penghematan pembayaran bunga utang dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dari pos belanja pegawai yang dialokasikan untuk menaikan gaji pegawai dan pensiunan. Selain itu, juga terjadi pada pos pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara pinjaman dalam dan luar negeri yaitu pada saat implikasi di saat pengembalian.

Dalam kasus pinjaman dalam negeri, pembayaran bunga utang oleh pemerintah akan kembali dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena terjadi transfer pendapatan oleh kelompok masyarakat yang membayar pajak kepada kelompok masyarakat yang menjadi kreditur. Dampak dari aliran ini masih berputar di dalam negeri karena masing-masing pihak adalah warga negara Indonesia. Sedangkan dalam kasus pinjaman luar negeri, terjadi aliran dampak ekonomi (multiplier effect) yang berbeda. Pihak-pihak yang menerima pengembalian pinjaman adalah pihak kreditur yang berasal dari luar negeri (Mangkoesoebroto, 1994).

(3)

Jumlah utang luar negeri yang semakin besar menyebabkan anggaran yang digunakan untuk membayar bunga utang juga semakin meningkat. Meningkatnya jumlah pembayaran bunga utang tersebut selain disebabkan oleh membengkaknya jumlah utang jatuh tempo juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Selain pengeluaran untuk belanja pegawai dan pembayaran bunga utang, pos lain yang menarik adalah pengeluaran pemerintah untuk berbagai subsidi. Satu pos diantaranya yang berperan cukup besar adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM). Subsidi ini muncul pada pada tahun 1997/1998 sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak mentah di pasar dunia menyebabkan meningkatnya biaya pengadaan BBM sehingga melebihi hasil penjualan BBM itu sendiri. Akibatnya pemerintah terpaksa memberikan subsidi terutama terhadap minyak tanah dan solar.

Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen atau lembaga negara non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap (Dumairy, 1997).

2.1.2. Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik

(4)

maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBN secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia maka pencapaian sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin. (Nota Keuangan dan RAPBN, 2004)

Sehubungan dengan hal tersebut formulasi distribusi dan alokasi dari penentuan besarnya pengeluaran memegang peranan penting dalam pencapaian target kebijaksanaan fiskal. Di samping itu, pengelolaan anggaran permbangunan juga harus tetap di tempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan anggaran pendapatan dan belanja negara yang sehat melalui upaya mengurangi secara bertahap peran pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan.

Pengeluaran pembangunan dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pembiayaan pembangunan rupiah dibiayai dari sumber pembiayaan dalam negeri dan luar negeri dalam bentuk pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasuk departemen Hankam dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan ke

(5)

dalam dana pembangunan yang dikelola instansi pusat dan dana pembangunan yang dikelola daerah. (Basri, 2005)

Dalam rangka menutupi kesenjangan antara kebutuhan pembangunan dengan kemampuan dana dalam negeri maka pembiayaan proyek masih tetap dibutuhkan. Pembiayaan proyek bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman proyek dan dimanfaatkan untuk pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial dalam rangka mendukung program jaringan pengaman sosial, penyediaan sarana dan prasarana transportasi, pembangunan dibidang pertanian, tenaga listrik dan pengairan. Di samping itu juga dilakukan pengadaan prasarana pendukung Hankam, Telekomunikasi dan pembangunan prasarana perkotaan. (Basri, 2005)

Sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget, dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Sejak tahun 2005 mulai ditetapkan penyatuan anggaran antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan serta pengklasifikasian anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja, organisasi dan fungsi. (Nota Keuangan dan RAPBN, 2005). Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian format dan struktur belanja negara yang baru, maka belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal,

(6)

(iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan (viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget). (Suminto, 2004)

Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting dalam belanja tersebut antara lain : (Suminto, 2004)

1. Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, tunjangan khusus dan belanja pegawai, serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan terlihat pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang diklasifikasikan sebagai rutin dan pembangunan. Di sinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih.

2. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian juga sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.

3. Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (i) belanja modal

(7)

asset tetap/fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/non-fisik. Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya nonfisik secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan.

4. Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang menguasai hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan masyarakat. Subsidi tersebut dialokasikan melalui perusahaan negara dan perusahaan swasta.

5. Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka belanja tersebut akan dikelompokkan sebagai bantuan sosial. Bantuan sosial menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer uang/barang yang diberikan kepada penduduk, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, misalnya transfer untuk pembayaran dana kompensasi sosial.

6. Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.

2.2. Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi (Suparmoko, 1987) :

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.

(8)

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Berdasarkan atas penilaian ini kita dapat membedakan bermacam-macam pengeluaran negara seperti:

1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa barang-barang yang bersangkutan. Misalnya pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan negara, atau untuk proyek-proyek produktif barang ekspor.

2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan, kesehatan masyarakat (public health).

3. Pengeluaran yang tidak self liquditing maupun yang tidak reproduktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat misalnya untuk bidang-bidang rekreasi, pendirian monumen, obyek-obyek tourisme dan sebagainya. Dan hal ini dapat juga mengakibatkan naiknya penghasilan nasional dalam arti jasa-jasa tadi.

4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan misalnya untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada

(9)

saat pengeluaran terjadi penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Kalau hal ini tidak dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di masa mendatang pada waktu usia yang lebih lanjut pasti akan lebih besar.

2.3. Teori Pengeluaran Pemerintah

2.3.1. Teori Makro Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan (suparmoko, 1987).

Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut (Boediono, 1999) :

a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa. b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai.

Perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro ekonomi, dimana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.

c. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment.

Transfer payment bukan pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar barang melainkan mencatat pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya pembayaran subsidi atau bantuan langsung

(10)

kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun,pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya berbeda.

2.3.2. Teori Mikro Pengeluaran Pemerintah

Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran akan barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut, selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Sebagai contoh, misalnya pemerintah menetapkan akan membuat sebuah pelabuhan udara baru. Pelaksanaan pembuatan pelabuhan baru tersebut menimbulkan permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh sektor swasta seperti semen, baja, alat-alat pengangkutan dan sebagainya (Basri, 2005).

Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Penentuan permintaan 𝑈𝑈𝑖𝑖 = f (G, X)

Di mana : G = Vektor dari barang publik X = Vektor dari barang swasta i = Individu

U = Fungsi utilitas

Seorang individu mempunyai permintaan akan barang publik dan swasta. Akan tetapi, permintaan efektif akan barang tersebut (pemerintah dan swasta)

(11)

tergantung pada kendala anggaran (budget constraints). Misalkan seorang individu (i) membutuhkan barang publik (K) sebanyak Gik. Untuk menghasilkan barang K sebanyak Gk, pemerintah harus mengatur sejumlah kegiatan. Misalnya pemerintah berusaha untuk meningkatkan penjagaan keamanan. Dalam pelaksanaan usaha meningkatkan keamanan tersebut tidak mungkin bagi pemerintah untuk menghapuskan sama sekali angka kejahatan. Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus menetapkan suatu tingkat keamanan yang dapat ditolerir oleh masyarakat. Suatu tingkat keamanan tertentu dapat dicapai dengan berbagai kombinasi aktivitas atau dengan menggunakan berbagai fungsi produksi (Basri, 2005).

Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa faktor dibawah ini yaitu (Mangkoesoebroto, 1994)

 Perubahan permintaan akan barang publik.

 Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.

 Perubahan kualitas barang publik.  Perubahan harga faktor produksi.

2. Penentuan tingkat output

Barang dan jasa publik yang disediakan oleh pemerintah ditentukan oleh politisi yang memilih jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Disamping itu, parapolitisi juga menentukan jumlah pajak yang akan dikenakan kepada masyarakat untuk membiayai barang dan jasa publik tersebut dalam menentukan jumlah barang dan jasa yang akan disediakan. Para politisi memperhatikan selera

(12)

atau keinginan masyarakat, agar masyarakat merasa puas dan tetap memilih mereka dalam sebagai wakil masyarakat. Fungsi utilitas para politisi adalah sebagai berikut (Basri, 2005) :

Up = g (X, G, S)

Dimana : Up = Fungsi utilitas

S = Keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau kedudukan G = Vektor barang publik

X = Vektor barang swasta

2.3.3. Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes

Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G merupakan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian tertutup. Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional. Variabel Y (pendapatan nasional), C (pengeluaran konsumsi), dan G (pengeluaran pemerintah). Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional (Dumairy, 1997). Apabila ruas kiri dan ruas kanan dibagi dengan Y, maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

𝑌𝑌 𝑌𝑌

=

𝐶𝐶 𝑌𝑌

+

𝐼𝐼 𝑌𝑌

+

𝐺𝐺 𝑌𝑌 1 = APC + 1 𝑌𝑌

+

𝐺𝐺 𝑌𝑌

Menurut Keynes untuk menghindari timbulnya stagnasi dalam perekonomian, pemerintah berusaha untuk meningkatkan jumlah pengeluaran pemerintah (G) dengan tingkat yang lebih tinggi dari pendapatan nasional, sehingga dapat mengimbangi penurunan nilai APC (Average Propensity to Consume) dalam perekonomian. Pendapatan setelah diperhitungkannya transfer

(13)

pemerintah disebut sebagai disposible income suatu masyarakat sama dengan besarnya transfer pemerintah (Tr) dikurangi besarnya pajak (Tax) yang dipungut oleh pemerintah. Persamaannya adalah sebagai berikut (Reksoprayitno, 1985) :

Yd = Y – Tx + Tr

Dari persamaan tersebut, dapat diturunkan kedalam persamaan berikut ini : Y = Yd + Tr – Tx

Maka :

C + I +G = Y = Yd + Tr – Tx

Perpajakan dan pengeluaran pemerintah saling berkaitan dalam pengertian atau anggaran pendapatan dan belanja pemerintah secara keseluruhan.

Pengeluaran total dalam perekonomian dikurangi efek pengganda dari peningkatan pajak dan potongan pajak merupakan kebijakan dimana pemerintah melaksanakan anggaran surplus dalam menekan pengeluaran pemerintah. Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan pengeluaran, maka pemerintah mengoperasikan anggaran defisit dengan mengurangi pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Suatu penurunan dalam pengeluaran pemerintah dan peningkatan dalam pajak dari aliran sirkulasi pendapatan nasional akan mengurangi permintaan agregat dan melalui proses pengganda (multiplier) akan memberikan penurunan tekanan inflasi ketika perekonomian mengalami peningkatan kegiatan yang berlebihan (over-heating). Sebaliknya adanya peningkatan dalam pengeluaran pemerintah dan penurunan dalam pajak, maka suatu suntikan (injection) ke dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional akan

(14)

menaikkan permintaan aggregate dan melalui efek pengganda menciptakan tambahan lapangan pekerjaan (Kamaluddin, 1999).

2.3.4. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Analisis Rostow didasarkan kepada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercipta akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental bukan saja dalam corak kegiatan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara. Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut (Mangkoesoebroto, 1994) :

Tahap awal : pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pemerintah harus menyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya.

Tahap menengah : investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas namun peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan swasta yang semakin membesar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit. Investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin kecil.

(15)

Tahap lanjut : pembangunan ekonomi dan aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan masyarakat.

Rostow dan Musgrave seperti halnya Wagner melandasi pendapatnya juga berdasarkan pengamatan dan pengalaman pembangunan ekonomi di banyak negara sehingga teori yang dikembangkan masih terdapat kelemahan. Kelemahan teori Rostow dan Musgrave ini tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu dan tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap ataukah beberapa tahap secara simultan.

2.3.5. Hukum Wagner

Teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap GNP. Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relative pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya (Mangkoesoebroto, 1994). Hukum tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut : 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃

>

𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡−1 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡−1

>

𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡−2 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡−2

>...>

𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡−𝑛𝑛 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡−𝑛𝑛

Keterangan : PkPP = Pengeluaran Pemerintah per kapita PPk = Pendapatan Nasional per kapita 1,2…n = Indeks Waktu (tahun)

Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of state yaitu teori yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dengan masyarakat yang lain. Sebagaimana ditunjukkan

(16)

dalam gambar secara relative peranan pemerintah semakin meningkat. Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu : tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1997).

Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antara industri-industri dan hubungan industri-industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan kompleks sehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negative menjadi semakin besar. Namun hukum Wagner terdapat kelemahan yaitu tidak didasar pada suatu teori pemilihan barang-barang publik. Hukum Wagner ini ditunjukkan dalam gambar 2.1, dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1 :

Pengeluaran pemerintah / GDP Kurva 1 Kurva 2 waktu 0 Sumber : Mangkoesoebroto, 1994 Gambar 2.1

(17)

2.3.6. Teori Peacock dan Wiseman

Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak, padahal masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar. Peacock dan Wiseman menyatakan sebagai berikut : masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Jadi dalam keadaan normal kenaikan pendapatan nasional meningkatkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal terganggu misalnya disebabkan oleh perang atau eksternalitas yang lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut.

Konsekuensinya menimbulkan tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut sebagai efek pergantian (displacement effect) yaitu adanya suatu gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah

(18)

semakin bertambah, bukan hanya karena GNP meningkat, tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ketingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ketangan pemerintah, efek ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali ada tingkat sebelum terjadi perang. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini (Mangkoesoebroto, 1994) :

Pengeluaran Pemerintah / GDP Pengeluaran

Pemerintah D F C A G Pengeluaran B Swasta 0 t t+1 tahun Sumber: Mangkoesoebroto, 1994 Gambar 2.2.

Teori Peacock dan wiseman

Dalam keadaan normal dari t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana ditunjuk garis AG. Apabila

(19)

pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukkan pada segmen CD. Setelah perang selesai (pada tahun t+1), pengeluaran pemerintah tidak menurun ke G. Hal ini disebabkan karena setelah perang, pemerintah memerlukan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pemerintah.

Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi oleh masyarakat sehingga tingkat toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih basar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat. Secara grafik perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat dalam pendapat Rostow dan Musgrave, melainkan berslope positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga yang dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini:

Pengeluaran Pemerintah/ GDP

Wagner Rostow Musgrave

Peacock dan Wiseman

0

Tahun Sumber : Mangkoesoebroto, 1994

Gambar 2.3.

Perkembangan pengeluaran pemerintah

(20)

2.4. Penerimaan Pemerintah

Penerimaan Pemerintah adalah penerimaan pemerintahan yang meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah, mencetak uang dan sebagainya (Suparmoko, 1987).

Penerimaan negara baik dari dalam negeri ataupun yang berasal dari luar negeri sangat penting bagi proses keberhasilan proses pembangunan nasional, terutama penerimaan pemerintah dari dalam negeri yaitu berupa penerimaan pajak dan bukan pajak serta penerimaan migas dan non migas. Penerimaan ini digunakan untuk menutupi pengeluaran rutin pemerintah dan sisanya akan menjadi tabungan pemerintah. Kelebihan dana tersebut yang kemudian akan menjadi sumber pembangunan apabila tidak tersedia, maka pembangunan harus dibiayai dengan pinjaman luar negeri.

Menurut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pendapatan Negara dibedakan menjadi :

a. Sumber-sumber penerimaan rutin

b. Sumber-sumber penerimaan pembangunan

2.4.1. Penerimaan (Rutin) Dalam Negeri

Penerimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak.

Penerimaan perpajakan

Penerimaan perpajakan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis, yaitu: 1. Pajak Penghasilan (PPh)

(21)

Pajak penghasilan merupakan biaya atau tarif yang ditetapkan sesuai dengan besarnya penghasilan seseorang.

2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak pertambahan nilai barang dan jasa merupakan tarif yang dikenakan atas nilai tambah barang dan jasa sedangkan pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah yang diimpor dari luar negeri. 3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak bumi dan bangunan merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang didirikan di atasnya. Hasil pemungutan tersebut 90% dikembalikan kepada daerah setempat dan sisanya 10% digunakan untuk pemerintah pusat.

4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan jenis penerimaan pajak yang dikenakan atas nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.

5. Pajak Lainnya

Pajak lainnya terdiri bea materai dan cukai. Bea materai merupakan tarif yang dikenakan atas dokumen, dokumen terutang dan tidak terutang. Cukai merupakan pemungutan atas barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir.

6. Cukai

Kebijaksanaan pemungutan cukai tidak semata-mata dilaksanakan untuk mengisi kas negara tetap juga bertujuan sebagai alat pengatur dalam rangka perlingungan

(22)

bagi masyarakat. Dasar perhitungan besarnya tarif cukai tergantung kepada jumlah barang kena cukai, tarif, dan harga dasar.

7. Bea Masuk

Bea masuk merupakan tarif yang dikenakan atas barang-barang yang di impor dari luar negeri. Selain sebagai penerimaan negara bea masuk yang bertujuan untuk memproteksi produksi dalam negeri.

8. Tarif Ekspor

Tarif ekspor merupakan tarif atas beberapa komotidi yang akan di ekspor.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dikelompokan menjadi:

1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah 2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA)

3. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan 4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah

5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal pengenaan denda administrasi

6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah 7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam UU tersendiri

2.4.2. Penerimaan Pembangunan

Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari bantuan luar negeri yang dinyatakan dalam rupiah dan terdiri dari bantuan program dan

(23)

bantuan proyek. Bantuan program adalah bantuan luar negeri untuk mendukung program tertentu misalnya program keluarga berencana sedangkan bantuan proyek adalah bantuan luar negeri untuk mendukung proyek tertentu sebagai pelaksanaan program tersebut seperti proyek pembelian pil pencegah kehamilan yang merupakan realisasi dari program keluarga berencana (Soetrisno, 1982).

2.5. Hubungan Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pemerintah

Peranan pengeluaran pemerintah baik yang dibiayai melalui APBN maupun APBD khususnya pengeluaran untuk human capital dan infrastruktur fisik, dapat mempercepat pertumbuhan, tetapi pada sisi lain pembiayaan dari pengeluaran pemerintah tersebut dapat memperlambat pertumbuhan. Hal ini sangat tergantung pada sejauh mana produktifitas pengeluaran pemertintah tersebut dan distorsi pajak yang ditimbulkannya, yang mana dalam konteks ini pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi total output (PDRB) yakni melalui penyediaan infrastruktur, barang–barang publik dan insentif pemerintah terhadap dunia usaha seperti subsidi ekspor.

Menurut Suparmoko (1987), pengeluaran–pengeluaran pemerintah untuk jaminan sosial, pembayaran bunga dan bantuan pemerintah lainnya akan menambah pendapatan dan daya beli. Secara keseluruhan pengeluaran pemerintah ini akan memperluas pasaran hasil–hasil perusahaan dari industri yang pada gilirannya akan memperbesar pendapatan. Dengan bertambahnya pendapatan yang diperoleh pemerintah, maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dari segi penerimaan, maka pungutan pajak oleh pemerintah akan megurangi pendapatan para pengusaha yang sebetulnya dapat digunakan untuk

(24)

konsumsi dan pembentukan modal atau akan mengurangi pendapatan konsumsi dan penerimaan akan hasil produksi.

Selanjutnya Suparmoko (1987) mengatakan pengaruh yang terjadi dengan adanya pengeluaran dan penerimaan pemerintah, ini tegantung pada hubungan perimbangan antara pengeluaran dengan pendapatan pemerintah itu sendiri. Jika anggaran surplus, artinya pendapatan dari pajak–pajak dengan pungutan– pungutan lain lebih besar dari pengeluarannya, maka pengaruh yang ditimbulkan terhadap kehidupan ekonomi bersifat kontraktif atas employment, produksi regional dan output. Sebaliknya bila anggaran itu ternyata defisit yakni pengeluaran atau pembelanjaan pemerintah melampaui pendapatannya timbullah efek ekspansif dalam perekonomian.

Berdasarkan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa baik atau tidaknya hasil yang dapat dicapai oleh kebijakan pemerintah tergantung dari kualitas pemerintah itu sendiri. Apabila pemerintah tidak atau kurang efisien, maka akan terjadi pemborosan dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Jika pemerintah terlalu berkuasa dan menjalankan fungsi-fungsi ekonomi di dalam perekonomian suatu negara maka peranan swasta akan menjadi semakin kecil, para individu dan juga badan-badan usaha tidak lagi dapat melatih dirinya dalam menciptakan berbagai inisiatif secara efektif untuk mencapai keputusan yang rasional yang sangat berguna bagi pencapaian kepuasan atau keuntungan yang maksimal. Sebaliknya pemerintah terlalu sedikit tanggung jawabnya terhadap masyarakat, kegiatan swasta akan dapat merusak kehidupan masyarakat yaitu dapat menimbulkan adanya pembagian penghasilan yang tidak merata, timbulnya

(25)

kegiatan-kegiatan monopoli, tidak ada usaha-usaha yang sangat penting untuk kepentingan umum yang diusahakan.

Sejak akhir dekade 1950-an dalam literatur ekonomi dan keuangan, hubungan pengeluaran dan penerimaan pemerintah didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris. Seperti yang dikatakan oleh DeLoughy (1999) menemukan bahwa hubungan antara penerimaan dan pengeluaran memiliki hubungan dua arah pada jangka pendek, sebaliknya pada jangka panjang tidak terdapat hubungan antara penerimaan dan pengeluaran dalam kasus conecticut.

Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Khalid Bataineh (2008) di Yordania yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah serta adanya hubungan searah dari pengeluaran menuju penerimaan pemerintah. Dalam hal ini menunjukkan peningkatan pengeluaran pemerintah akan mendorong penerimaan pemerintah yang lebih tinggi di Yordania.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Mithani dan Khoon (1999), meneliti tentang Hubungan Kausalitas Antara Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah di Malaysia. Penelitiannya menemukan kausalitas satu arah (undireksional) dari pengeluaran terhadap penerimaan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor publik di Malaysia lebih dipengaruhi oleh anggaran pengeluaran pemerintah.

Hondroyiannis dan Papapetrou (1999), meneliti tentang Hubungan Kausalitas Antara Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah di Yunani.

(26)

Penelitiannya menemukan kausalitas satu arah (undireksional) dari pengeluaran terhadap penerimaan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan pada tingkat yang tinggi di Yunani selama perpanjangan periode waktu, utamanya pada anggaran pengeluaran dan tidak pada dinamika dari penerimaan pemerintah.

AbuAl-Foul dan Baghestani (2004), meneliti tentang Hubungan Kausalitas antara penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah : Studi Kasus Egypt dan Jordan. Penelitiannya menemukan untuk Egypt terjadi kausalitas satu arah dari penerimaan mendorong pengeluaran pemerintah. Sedangkan untuk Jordan terjadi kausalitas dua arah (feedback) antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah, artinya bahwa penerimaan yang tinggi mendorong pengeluaran yang tinggi demikian pula sebaliknya.

Yousef Elyasi dan Mohammad Rahimi (2012), meneliti tentang Hubungan Kausalitas Antara Penerimaan Pemerintah dan Pengeluaran Pemerintah di Iran. Penelitiannya menemukan bahwa adanya hubungan kausalitas dua arah antara pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, artinya bahwa adanya ketergantungan antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah, maupun sebaliknya.

Emelogu C. Obioma dan Uche M. Ozughalu (2010), dalam judul penelitiannya An Examination of the Relationship between Government Revenue and Government Expenditure in Nigeria: Cointegration and Causality Approach. Penelitiannya menemukan bahwa terdapat kausalitas satu arah dari penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah.penelitiannya juga menemukan adanya hubungan jangka panjang penerimaan pemerintah dan pengeluaran

(27)

pemerintah. Artinya bahwa untuk meningkatkan penerimaan pemerintah harus disertai dengan reformasi pengeluaran pemerintah agar mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Cheng (1999), meneliti tentang Hubungan Kausalitas Antara Pajak dan Pengeluaran di delapan negara Amerika Latin. Penelitiannya menemukan kausalitas dua arah (feedback) di negara Chile, Panama, Brazil, dan Peru. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan dan pengeluaran saling mempengaruhi. Sedangkan di negara columbia, Republik Dominica, Honduras dan Paraguay, terjadi kausalitas satu arah (undireksional).

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

2. Terdapat hubungan dua arah (feedback) antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah di Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan inkonsistensi RTRW Kota Bogor 1999-2009 dengan penggunaan lahan di lapang berdasarkan hasil analisis citra satelit Ikonos tahun

Dengan persepsi yang telah berubah, semakin banyak keluarga dan masyarakat Jepang yang memelihara binatang peliharaan, sehingga meningkatnya jumlah binatang yang

kebutuhan yang diprioritaskan sebagai true customer needs pada pabrik genteng RHM Sokka yaitu peralatan, perlengkapan dan sarana yang memadai, pemberian informasi

 Penyata Razak 1956 dan Penyata Rahman Talib 1960 – matlamat utama menyatukan kanak-kanak daripada berbilang etnik di bawah satu sistem pendidikan kebangsaan dengan

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

awal musim untuk memperoleh buah yang dapat dipasarkan dengan harga tinggi dan 5) hasil panen sekaligus meningkat (Pantastico, 1993). Secara teoritis dari segi fisiologi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi dalam bidang hukum pidana mengenai Putusan Pengadilan Tentang Pengembalian Barang Bukti

α shape , it allows one to calculate the melting temperature, creep temperature, intrinsic residual stress and energy bandgap for a given material at the nanoscale. Nevertheless,