E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013 1
Profil Penderita Akne Vulgaris pada Siswa-Siswi di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan
Acne Vulgaris Patient Profiles of Shafiyyatul Amaliyyah Medan High
School Students
R. A. Khalida Purwaningdyah
1, Nelva Karmila Jusuf
21
Mahasiswa F. Kedokteran USU angkatan 2009 / email : ajengkhalida@yahoo.com
2
Staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, F. Kedokteran USU Abstrak
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit kulit yang umum dijumpai termasuk di masyarakat kita Indonesia. Menurut laporan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika Indonesia, terdapat 60% penderita AV pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Etiologi pasti AV masih belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seperti: keratinisasi abnormal, infeksi Propionibacterium acnes, dan inflamasi. Faktor lain seperti usia, ras, familial, makanan dan cuaca/musim secara tidak langsung dapat memicu peningkatan proses patogenesis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penderita AV pada siswa-siswi di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang, tingkat ketepatan relatif (d) sebesar 0,1. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling.
Diperoleh hasil penelitian dengan mayoritas penderita AV berjenis kelamin laki-laki (58%), usia 17 tahun (41%), memiliki ayah/ibu menderita AV (41%), menderita AV saat sebelum dan sesudah menstruasi (15%). Kacang (64%), panas (70%), psikis (90%) dan kosmetik (18%) dapat memicu terjadinya AV. Tempat predileksi AV paling sering terkena di bagian wajah (85%). Obat topikal merupakan jenis pengobatan yang paling banyak digunakan untuk mengatasi AV(61%) dan sebagian besar tidak melakukan pengobatan khusus (39%).
Dari hasil penelitian tersebut diharapkan siswa-siswi sebaiknya melakukan pencegahan lebih dini agar terhindar dari terjadinya AV dan lebih aktif untuk mencari informasi yang berkaitan dengan AV. Kata kunci: akne vulgaris, siswa-siswi, profil.
Abstract
Acne vulgaris is a common skin disease included in indonesian people. According to the Study Group of Indonesian Cosmetic Dermatology recorded 60% AV patients in 2006 and 80% in 2007. The specific etiology of AV is stil unknown, but there are several factors that could affect the occurence of AV such as: abnormal keratinization, infection of Propionibacterium acnes, and inflammation. Other factors such as age, race, family history, diet, weather/season could trigger indirectly the increase of patogenesis process.
This study has the aim to determine AV patient profiles of Shafiyyatul Amaliyyah Medan High School students. This is a descriptive study with 100 observation, the relativity precision level 0.1. The sample is obtained with simple random sampling.
The study shows that the majority of AV patients is male (58%), aged 17 years (41%), have parent that suffer AV (41%), suffer AV before and after menstruation (15%). Nuts (64%), heat (70%), psychological (90%) and cosmetic (18%) could trigger the AV. Predilection area of AV is mostly distributed in face (85%). Topical medicine is the most commonly used treatment for AV (61%) and mostly not having a specific treatment (39%).
From the study, the students need to do early prevention to restrain from the occurrence of AV and be more active in searching the information about AV.
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013 2 Pendahuluan
Akne vulgaris adalah suatu penyakit pada folikel rambut dan jaringan sebasea yang pada umumnya dapat sembuh sendiri, biasanya mengenai remaja dan dewasa muda (Fulton, 2009).
Umumnya insiden akne vulgaris terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada pria (Wasitaatmadja, 2009). Di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat 60% penderita jerawat pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007.
Etiologi pasti dari akne vulgaris sampai saat ini belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti produksi sebum yang berlebihan, hiperkeratinisasi pada saluran pilosebasea, infeksi Propionibacterium acnes, dan inflamasi (Fulton, 2009). Faktor lain seperti usia, ras, familial, makanan, cuaca/musim yang secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses patogenesis (Wasitaatmadja, 2009).
Penulis ingin meneliti mengenai profil penderita akne vulgaris pada siswa-siswi di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan karena secara demografis sekolah ini terletak di daerah yang strategis dan dapat mewakili karakteristik populasi siswa-siswi yang menderita akne vulgaris di daerah perkotaan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh profil tentang penderita akne vulgaris pada siswa/siswi di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional yang dilakukan di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan pada bulan November 2012. Populasi penelitian adalah siswa-siswi yang menderita akne vulgaris dengan jumlah sampel minimum sebanyak 96 orang dan diambil dengan teknik consecutive sampling.
Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi dan angket dengan
menggunakan kuesioner. Sebelum pengumpulan data, peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan dan manfaat penelitian. Kemudian meminta persetujuan untuk menjadi responden dengan menandatangani informed consent. Responden yang bersedia diberi lembar kuesioner. Selesai pengisian, peneliti memeriksa kelengkapan data pada lembar kuesioner, kemudian menganalisis data tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Responden penelitian ini adalah murid SMA di Shafiyyatul Amaliyyah dengan jumlah 100 orang. Dari keseluruhan responden tersebut diamati umur, jenis kelamin, dan profil penderita akne yaitu riwayat keluarga, diet, hormon, iklim, psikis, kosmetika, bagian tubuh yang terkena akne dan pengobatan yang digunakan.
Pada tabel 1, didapati mayoritas responden adalah laki-laki sebanyak 58 orang (58%) dan perempuan sebanyak 42 orang (42%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Tjekyan (2009) yang menyebutkan dalam penelitiannya bahwa angka kejadian akne vulgaris lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Hal ini juga sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa akne vulgaris lebih sering mengenai laki-laki daripada perempuan pada saat remaja (Fulton, 2009). Perempuan memiliki kesadaran yang lebih tinggi untuk mencari informasi dan mencari pelayanan kesehatan dalam menangani masalah akne (Ruswan, 2001), oleh karena itulah kemungkinan laki-laki lebih sering terkena dan mempunyai masalah akne dibandingkan perempuan. Selain itu, peranan hormon androgen pada pria juga memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini yang menyebabkan kelenjar palit bertambah besar dan produksi sebum meningkat, oleh sebab itu gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria (Wasitaatmadja, 2009).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi %
Laki-laki 58 58
Perempuan 42 42
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013 3 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi % 14 5 5 15 35 35 16 17 17 17 41 41 18 2 2 Total 100 100
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga Frekuensi %
Ayah/ Ibu 41 41
Kakak/Abang/Adik 37 37
Seluruh anggota keluarga 8 8
Lain-lain 14 14
Total 100 100
Pada tabel 2, didapati mayoritas responden dengan kelompok usia 17 tahun sebanyak 41 orang (41%), kelompok usia 15 tahun sebanyak 35 orang (35%), kelompok usia 16 tahun sebanyak 17 orang (17%), kelompok usia 14 tahun sebanyak 5 orang (5%) dan kelompok usia 18 tahun sebanyak 2 orang (2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa umumnya insiden akne vulgaris terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada pria (Wasitaatmadja, 2009). Akne pada remaja biasanya dimulai pada masa pubertas, ketika gonad mulai memproduksi dan melepaskan lebih banyak hormon androgen (Fulton, 2009).
Pada tabel 3, didapati mayoritas riwayat keluarga yang terkena akne vulgaris
adalah ayah/ibu sebanyak 41 orang (41%), kakak/abang/adik sebanyak 37 orang (37%), lain-lain (seperti: paman, sepupu, ayah/ibu dan kakak/abang/adik, tidak ada) sebanyak 14 orang (14%), dan seluruh anggota keluarga sebanyak 8 orang (8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa akne vulgaris merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang normal, faktor genetik juga diduga berperan dalam menentukan bentuk dan gambaran klinis, penyebaran lesi dan durasi penyakit. Lebih dari 60% penderita mempunyai minimal salah satu orang tua dengan akne vulgaris juga (Efendi, 2003).
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Diet
Diet Frekuensi % Kacang 64 64 Coklat 5 5 Makanan gorengan 19 19 Susu 1 1 Lain-lain 11 11 Total 100 100
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Munculnya Akne Vulgaris pada Perempuan
Munculnya akne vulgaris pada perempuan
Frekuensi %
Sebelum menstruasi 13 31
Pada saat menstruasi 10 23.8
Setelah menstruasi 2 4.8
Setelah dan sebelum menstruasi 15 35.7
Tidak timbul Akne sebelum, pada saat, dan setelah menstruasi
2 4.8
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013 4 Pada tabel 4, mayoritas responden
berpendapat bahwa jenis makanan yang dapat menimbulkan akne vulgaris adalah kacang sebanyak 64 orang (64%), makanan gorengan sebanyak 19 orang (19%), lain-lain (seperti: semua benar, kacang dan makanan gorengan, udang, ayam, ikan tuna, telur, tidak ada) sebanyak 11 orang (11%), coklat sebanyak 5 orang (5%), dan susu sebanyak 1 orang (1%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan dan keparahan akne adalah makanan dengan indeks glikemik tinggi, sedangkan kacang, susu, dan coklat merupakan makanan dengan indeks glikemik rendah (Smith et al , 2007).
Pada tabel 5, mayoritas responden perempuan mengalami akne vulgaris yang berkenaan dengan menstruasi terjadi sebelum dan sesudah menstruasi sebanyak 15 orang (35.7%), sebelum menstruasi sebanyak 13 orang (31%), pada saat menstruasi sebanyak 10 orang (23.8%), setelah menstruasi dan tidak timbul akne vulgaris yang berkenaan dengan menstruasi memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing sebanyak 2 orang (4.8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa periode mestruasi kulit menjadi lebih berminyak dan dapat menimbulkan akne premesntrual. Kulit berminyak tersebut mencerminkan peningkatan aktivitas kelenjar sebasea (Zouboulis et al, 2002).
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Iklim
Iklim Frekuensi %
Panas 70 70
Dingin 1 1
Tidak dipengaruhi oleh cuaca 29 29
Total 100 100
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Memperhatikan Kondisi Akne Vulgaris
Memperhatikan kondisi akne vulgaris Frekuensi % Ya, selalu 51 51 Kadang-kadang 45 45 Tidak pernah 4 4 Total 100 100
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pengaruh Akne Vulgaris pada Kehidupan
Pengaruh akne vulgaris pada kehidupan Frekuensi % Sangat berpengaruh 31 31 Kadang-kadang 39 39 Sangat jarang 16 16 Tidak berpengaruh 14 14 Total 100 100
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Psikis
Psikis Frekuensi %
Senang 3 3
Sedih 7 7
Stres 90 90
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013 5 Pada tabel 6, didapati bahwa panas
merupakan cuaca yang dapat menimbulkan akne vulgaris, yaitu sebanyak 70 orang (70%), sebanyak 29 orang (29%) menjawab tidak dipengaruhi oleh cuaca, dan dipengaruhi oleh dingin sebanyak 1 orang (1%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa musim, suhu yang tinggi, kelembaban udara yang lebih besar, serta sinar ultra violet yang lebih banyak menyebabkan akne vulgaris lebih sering timbul pada musim panas dibandingkan dengan musim dingin. Pada kulit, kenaikan suhu udara 1 derajat celcius mengakibatkan kenaikan laju eksresi sebum naik sebanyak 10% (Efendi, 2003).
Pada tabel 7, mayoritas responden yang selalu memperhatikan kondisi aknenya sendiri sebanyak 51 orang (51%), siswa-siswi yang terkadang memperhatikan kondisi aknenya sendiri sebanyak 45 orang (45%) dan sebanyak 4 orang (4%) siswa-siswi yang tidak pernah memperhatikan kondisi aknenya sendiri. Pada tabel 8 juga didapati bahwa mayoritas responden akne vulgaris kadang-kadang memiliki pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari atau kehidupan sosialnya yaitu
sebanyak 39 orang (39%), sangat berpengaruh sebanyak 31 orang (31%), jarang mempengaruhi kehidupan sehari-hari sebanyak 16 orang (16%) dan yang tidak berpengaruh sebanyak 14 orang (14%). Hal ini terkait dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa penyakit akne vulgaris merisaukan penderita karena dapat mengerosi kepercayaan diri akibat berkurangnya keindahan wajah pada penderita (Wasitaatmadja, 2011).
Pada tabel 9, didapati mayoritas keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya akne vulgaris pada responden adalah stres, yaitu sebanyak 90 orang (90%), sedih sebanyak 7 orang (7%) dan senang sebanyak 3 orang (3%). Hasil tersebut sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa stres emosi pada sebagian penderita dapat menyebabkan kambuhnya akne melalui mekanisme peningkatan produksi Androgen dalam tubuh (Effendi, 2003). National Institutes of Health Amerika Serikat (2006) menyatakan stres merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris.
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Bahan Pemicu Timbulnya Akne Vulgaris
Pemicu timbulnya akne vulgaris Frekuensi %
Pelembab 9 9
Pemutih 3 3
Sabun pencuci muka 35 54
Cream siang/malam 4 4
Lain-lain 49 49
Total 100 100
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Make-up yang Mempengaruhi Timbulnya Akne Vulgaris pada Perempuan
Make-up yang mempengaruhi Frekuensi %
Foundation 18 42.9
Bedak 7 16.7
Sunscreen/sunblock 3 7.1
Lain-lain 14 33.3
Total 42 100
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Bagian Tubuh yang Terkena Akne Vulgaris
Bagian tubuh yang terkena akne Frekuensi %
Wajah 85 85
Bahu 1 1
Dada bagian atas 1 1
Punggung 6 6
Lain-lain 7 7
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013 6 Pada tabel 10, didapati mayoritas bahan pemicu timbulnya akne yaitu sebanyak 49 orang (49%) oleh karena lain-lain (seperti: tidak
ada, detergen, zat kimia), sabun pencuci muka sebanyak 35 orang (35%), pelembab sebanyak 9 orang (9%), cream siang/malam sebanyak 4 orang dan pemutih sebanyak 3 orang (3%). Pada tabel 11 juga didapati mayoritas responden perempuan menggunakan
foundation yang dapat menimbulkan akne
vulgaris yaitu sebanyak 18 orang (42.9%), lain-lain (seperti: tidak ada, blush on) sebanyak 14 orang (33.3%), bedak yaitu sebanyak 7 orang (16.7%), dan sunscreen/sunblock yaitu sebanyak 3 orang (7.1%). Hasil ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa penggunaan kosmetik merupakan faktor resiko yang berhubungan dengan timbulnya akne vulgaris (Munawar et. al, 2007). Kosmetika yang mengandung campuran bahan yang bersifat komedogenik seperti pelembab dan
alas bedak dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris. Tetapi mayoritas yang menjawab tidak dipengaruhi oleh bahan-bahan yang memicu terjadinya jerawat (tertera pada kuesioner) tidak sesuai dengan kepustakaan tersebut.
Pada tabel 12, mayoritas responden didapati bagian tubuh yang paling sering terkena akne vulgaris adalah wajah yaitu sebanyak 85 orang (85%), lain-lain (seperti: badan, wajah dan punggung, wajah dan dada bagian atas) yaitu sebanyak 7 orang (7%), punggung yaitu sebanyak 6 orang (6%), dan dengan jumlah yang sama pada bahu dan dada bagian atas masing-masing sebanyak 1 orang (1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa biasanya akne vulgaris mengenai daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea, seperti: muka, dada, dan punggung bagian atas (Fulton, 2009).
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Penanganan Untuk Mengatasi Akne Vulgaris
Penanganan Frekuensi %
Membeli obat bebas (tersedia di supermarket)
10 10
Membeli obat khusus (hanya tersedia di apotik tanpa resep dokter)
16 16
Konsultasi dengan dokter 25 25
Tidak ada penanganan khusus 39 39
Lain-lain 10 10
Total 100 100
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pengobatan yang Digunakan
Pengobatan yang digunakan frekuensi %
Pengobatan sistemik 1 1
Pengobatan topikal 61 61
Bedah kulit 1 1
Lain-lain 37 37
Total 100 100
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pencegahan yang Dilakukan
Pencegahan yang dilakukan Frekuensi %
Kurangi penggunaan kosmetik 3 3
Olahraga teratur 2 2
Lebih sering mencuci muka 83 83
Istirahat yang cukup 4 4
Lain-lain 8 8
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013 7 Pada tabel 13, didapati mayoritas
responden tidak melakukan penanganan khusus untuk mengatasi masalah pada aknenya yaitu sebanyak 39 orang (39%), konsultasi dengan dokter yaitu sebanyak 25 orang, membeli obat khusus yang tersedia di apotik tanpa resep dokter yaitu sebanyak 16 orang (16%), membeli obat bebas yang tersedia di supermarket sebanyak 10 orang, dan lain-lain (seperti: mencuci muka, mengoles akne dengan bekas darah menstruasi, membeli obat dari luar, memecahkan jerawat, obat herbal) yaitu sebanyak 10 orang. Akne merupakan suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri ( self-limited disease) (Fulton, 2007), karena hal inilah mayoritas responden tidak melakukan penanganan khusus dan membiarkan akne tersebut sembuh dengan sendirinya.
Pengobatan yang digunakan untuk mengatasi akne vulgaris pada responden yang paling banyak dengan menggunakan pengobatan topikal berdasarkan tabel 14 yaitu sebanyak 61 orang (61%), lain-lain (seperti: tidak ada, mencuci muka dengan anti akne, pembersih muka, obat herbal) yaitu sebanyak 37 orang (37%), dengan jumlah yang sama menggunakan pengobatan sistemik dan melakukan bedah kulit yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (1%). Sediaan obat yang paling banyak dijual bebas dan mudah ditemukan untuk mengatasi akne yaitu sediaan dalam bentuk obat topikal. Pengobatan sistemik biasanya digunakan apabila gagal dalam pengobatan lain, sedangkan bedah kulit dilakukan apabila mengalami akne yang berat (Wasitaatmadja, 2009), karena hal inilah responden lebih memilih menggunakan obat topikal untuk mengatasi akne, terlebih lagi apabila penderita hanya mengalami masalah akne dengan gradasi ringan.
Pada tabel 15 didapati mayoritas terbanyak yang dilakukan responden untuk mencegah terjadinya akne vulgaris adalah lebih sering mencuci muka sebanyak 83 orang (83%), lain-lain (seperti: menjaga muka tetap bersih, menggunakan masker, semua benar, bermain game, minum air mineral yang banyak, tidak ada, lebih sering mencuci muka dan istirahat yang cukup) sebanyak 8 orang (8%), istirahat yang cukup sebanyak 4 orang (4%), mengurangi penggunaan kosmetik sebanyak 3 orang, dan olahraga teratur sebanyak 2 orang (2%). Hal ini tidak sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa mencuci muka lebih sering tidak signifikan mencegah akne vulgaris.
Tindakan mencuci dan menggosok wajah yang berlebihan dapat mengiritasi dan memperparah kelenjar sebasea (Kimball et al, 2009). Kern (2010) menyatakan bahwa sebaiknya mencuci muka dua kali sehari pada pagi dan malam hari dengan menggunakan kedua telapak tangan selama 10 detik, mencuci muka yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
Simpulan dan Saran
Adapun kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah:
1. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan mayoritas berusia 17 tahun (41%).
2. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan mayoritas berjenis kelamin laki-laki (58%).
3. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan mayoritas mempunyai ayah/ibu yang juga menderita akne vulgaris (41%).
4. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan mayoritas diet terbanyak yang memicu timbulnya akne vulgaris adalah kacang (64%).
5. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan mayoritas berjenis kelamin perempuan menderita akne vulgaris pada setelah dan sebelum menstruasi (15%).
6. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan mayoritas menyatakan panas merupakan pemicu timbulnya akne vulgaris (70%).
7. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan mayoritas selalu memperhatikan kondisi akne vulgarisnya setiap hari (51%), terkadang dapat memperngaruhi kehidupan sehari-hari dan sosial penderita (39%). Stres juga suatu keadaan yang dapat memicu terjadinya akne vulgaris (90%).
8. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan mayoritas menyatakan foundation (42.9%) merupakan kosmetika yang dapat memicu terjadinya akne vulgaris dan akne vulgaris tidak dipengaruhi oleh bahan-bahan seperti yang tertera pada kuesioner (49%). 9. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas tempat predileksi akne vulgaris pada bagian wajah (85%).
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013 8 10. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas menggunakan obat topikal untuk menangani masalah pada akne (61%) dan kebanyakan tidak melakukan pengobatan khusus untuk mengatasinya (39%).
Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan pertanyaan pada responden lebih diperdalam, seperti sikap yang dilakukan responden dengan terjadinya akne vulgaris, dan cara responden membersihkan wajah setiap harinya. Diharapkan juga untuk menggunakan sampel yang lebih banyak agar cakupan penelitian lebih dalam dan luas. Sebaiknya penelitian dapat dilakukan pada responden yang dapat mewakili karakteristik populasi penderita akne vulgaris di daerah pedesaan atau dengan pengetahuan yang terbatas, sehingga dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Z., 2003. Peran Kulit dalam Mengatasi Akne Vulgaris. Available from:
http://library.usu.ac.id/download/fk/h iztologi-zukesti3.pdf
[Accessed: April 20, 2012]
Fulton, J., 2009. Acne Vulgaris. eMedicine
Articles. Available from:
http://emedicine.medscape.com/articl e/1069804
[Accessed: April 20, 2012]
Kern, W.D., 2010. How to Wash Your Face. Available from:
http://www.acne.org/wash-face.html [Accessed: December 27, 2012]
Kimball, AB., Choi, JM., Lew VK., 2006. Single-Blinded, Randomized, Controlled Clinical Trial Evaluating The Effect of Face Washing on Acne
Vulgaris. Pediat Dermatol. 23:421-7.
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases, National Institutes of Health, 2006. Questions and Answers about Acne.
Ruswan, Aryani S., 2001. Penatalaksanaan Akne
pada Remaja. Dalam: Tjokronegoro, A.,
Utama, H., ed. Pengobatan Mutakhir
Dermatologi pada Anak dan Remaja.
Jakarta: FK-UI, 78-80.
Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Keempat. Sagung Seto, Jakarta.
Shazia, Munawar, 2007. Precipitating Factors of
Acne Vulgaris in Females. Available from:
http://apims.net/Volumes/Vol5-2/Precipitating %20factors%20of%20Acne%20Vulgaris %20in20Females.pdf
[Accessed: December 1, 2012]
Smith, R., Mann, N., Braue A., Mäkeläinen, H., Varigos, G., 2007. A Low-
Glycemic-Load Diet Improves Symptoms in Acne Vulgaris Patients: A Randomized Controlled Trial. American Journal of Clinical Nutrition. 86: 107-115.
Tjekyan, Suryadi., 2009. Kejadian dan Faktor
Resiko Akne Vulgaris. Media Medica
Indonesia, 43: 38.
Wasitaatmadja, SM., 2009. IlmuPenyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi Kelima. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Wasitaatmadja, SM., 2011. Dermatologi
Kosmetik. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik.
Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Zouboulis, CC., Seltmann, H., Hiroi, N., Chen, W., Young, M., Oeff, M., 2002. Corticotropin-Releasing Hormone: An Autocrine Kortikotropin-Releasing Hormone: Proc Natl Acad Sci USA, 99: 7148-7153.