• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAPATAN REGIONAL WONOSOBO REGIONAL INCOME OF WONOSOBO 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAPATAN REGIONAL WONOSOBO REGIONAL INCOME OF WONOSOBO 2009"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPATAN REGIONAL WONOSOBO

REGIONAL INCOME OF WONOSOBO

2009

- NO. KATALOG BPS 9205.3307 - NO PUBLIKASI/PUBLICATION NUMBER 33076-0702

- UKURAN BUKU/BOOK SIZE 21CM X 28 CM - JUMLAH HALAMAN/PAGE 89 - NASKAH/MANUSCRIPT BPS KABUPATEN WONOSOBO - DITERBITKAN OLEH/PUBLISHED BY BPS KABUPATEN WONOSOBO

BOLEH DIKUTIP DENGAN MENYEBUT SUMBERNYA

(2)

BUPATI WONOSOBO

SAMBUTAN

Menyikapi perkembangan globalisasi, yang antara lain ditandai dengan perdagangan bebas dan persaingan yang semakin ketat, upaya peningkatan daya saing produk daerah perlu mendapat perhatian yang lebih dari semua pihak. Dalam upaya tersebut, perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pembangunan ekonomi sudah seharusnya berdasar pada data dan informasi ekonomi yang akurat dan obyektif.

Oleh karena itu saya berharap informasi yang disajikan dalam buku Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wonosobo tahun 2008 ini dapat didayagunakan oleh semua pihak guna memahami perkembangan perekonomian dan menjadi bahan masukan dalam penyusunan kebijakan dan kegiatan pembangunan ekonomi Kabupaten Wonosobo.

Sehubungan dengan itu, kepada Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Wonosobo yang telah bekerjasama menerbitkan buku ini, hendaknya terus berupaya meningkatkan akurasi dan penyempurnaan data yang disajikan.

Wonosobo, Agustus 2010 BUPATI WONOSOBO

H.A. KHOLIQ ARIF

(3)

BUPATI WONOSOBO

FOREWORD

For antipation of the development globalization, where are signed by free trading and more highly tight competition, some efforts of promoting competitive regional products are necessary to get more attention by all side. In economic development activities should be based on data accurate and objective a economic information.

According at above reason, I hope several information in the book of “ Gross Regional Domestic Product of Wonosobo 2009” can be used by all sides in order to understand the economic development. I also expect that the information presented in this edition may become significant input to arrange policies and economic development activities in Wonosobo region on the future time.

In the line with a previous expectation, especially to BPS Statistics and Regional Planning Board of Wonosobo which had have working together to publish a book, I asked them that they will continually switching the basic year in compose a GRDP.

Wonosobo, August 2010

THE REGENT OF WONOSOBO

H.A. KHOLIQ ARIF

(4)

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BADAN PERENCANAAN DAERAH

Jalan Pemuda Nomor 8 Telp. 321050 Fax 321183

WONOSOBO

SAMBUTAN

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, publikasi PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 2009 ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Buku ini kiranya dapat memberikan informasi hasil-hasil pembangunan bagi masyarakat Kabupaten Wonosobo, utamanya bagi aparatur pemerintah, dunia usaha, para ahli dan pengamat ekonomi.

Dari buku ini, disamping akan terlihat hasil-hasil pembangunan secara garis besar, akan terlihat pula beberapa indikator ekonomi Kabupaten Wonosobo antara lain pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian, pendapatan perkapita dan struktur pengeluaran. Disamping itu juga dapat dilakukan perhitungan untuk memperkirakan pertumbuhan ekonomi regional dimasa yang akan datang.

Akhirnya kami berharap agar dengan terbitnya buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, untuk berbagai kepentingan sesuai dengan bidang tugas masing-masing dalam rangka untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bagi masyarakat Kabupaten Wonosobo.

Wonosobo, Agustus 2010

KEPALA BAPEDA KAB. WONOSOBO

Drs. Amin Suradi, M.Si NIP. 19580806 198203 1 001

(5)

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BADAN PERENCANAAN DAERAH

Jalan Pemuda Nomor 8 Telp. 321050 Fax 321183

WONOSOBO FOREWORD

With the expression of gratitude and trust in God, GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT OF WONOSOBO 2009 has been finished on time. We hope this publication can be given information of development result in the region especially government, business and all users.

From its publication consists of economic indicators, growth, structure, per capita income and expenditures. Beside it estimated of regional economic growth of future in this region.

Hopefully that the book of Regional Income of Wonosobo 2006 will be useful for all persons who are interested in regional development of Wonosobo Regency.

Wonosobo, August 2010 REGIONAL PLANNING BOARD

OF WONOSOBO REGENCY

Drs. Amin Suradi, M.Si

The Chief

(6)

KATA PENGANTAR

Buku Pendapatan Domestik Regional Bruto Kabupaten Wonosobo Tahun 2009, merupakan kelanjutan dari publikasi tahun-tahun sebelumnya. Publikasi ini memberikan gambaran perekonomian Kabupaten Wonosobo.

Buku ini memuat beberapa indikator penting berkaitan dengan perekonomian di Kabupaten Wonosobo yaitu laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian, pendapatan perkapita dan informasi penting lainnya yang dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi.

Dengan terbitnya publikasi ini, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Bupati Wonosobo dan Kepala Bappeda Kabupaten Wonosobo yang telah memberikan kepercayaan kepada BPS Kabupaten Wonosobo untuk menyusun publikasi ini.

Kami menyadari bahwa publikasi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk lebih memperbaiki publikasi selanjutnya.

Akhirnya kami berharap semoga dengan terbitnya publikasi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pembangunan di Kabupaten Wonosobo.

Wonosobo, Agustus 2010 BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN WONOSOBO

Kepala,

SRI HANDAYANI, SE MM NIP. 19620529 1999003 2 001

(7)

PREFACE

Gross Regional Domestic Product of Wonosobo 2009 is an annual publication of previous year, this publication provides some information about economic development in wonosobo regency.

It contains data of economic growth, economic structure, per capita income and other important that can be used as economic development planning and evaluation.

We would like to express our sincere thanks to the Regent and the Chief of Regional Planning Board of Wonosobo Regency who have entrusted BPS Statistic of Wonosobo to compose this publication

Comments and sugestions to improve this publication are always welcome. Hopefully, this publication can be positive contribution for Wonosobo Regency developoment.

Wonosobo, August 2010

BPS Wonosobo

SRI HANDAYANI, SE MM

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Page SAMBUTAN BUPATI WONOSOBO ... i The Regent Foreword of Wonosobo

SAMBUTAN KETUA BAPPEDA KABUPATEN WONOSOBO ... ii The Foreword of a Chief of Regional Planning Board of Wonosobo

KATA PENGANTAR ... iii Preface

DAFTAR ISI ... iv Contents

Sekilas tentang PDRB ... viii I. PENDAHULUAN ... 1 INTRODUCTION 1.1. Umum ... 1 General 1.2. Tahun Dasar ... 2 Base Year 1.3. Sistimatika Penyajian ... 2 Presentation System

II. KONSEP DAN DEFINISI ... 3 CONCEPT AND DEFINITION

2.1. Produk Domestik Regional Bruto ... 3 Gross Regional Domestic Product

2.2. Produk Domestik Regional Neto ... 5 Net Regional Domestic Product

2.3. PDRN atas Dasar Biaya Faktor Produksi ... 5 NRDP at Factor Cost

2.4. Pendapatan Regional ... 5 Regional Income

2.5. Angka-angka per kapita ... 5 Per capita Figures

2.6. Cara dan Penyajian Angka Indeks ... 6 The Method and Presentation of It Index

2.7. Perhitungan Atas Dasar Harga Konstan ... 7 At Constant Market Prices

(9)

3.1.1. Tanaman Bahan Makanan ... 9 Food Crops

3.1.2. Tanaman Perkebunan ... 11 Estate Crops

3.1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya ... 13 Livestock and it product

3.1.4. Kehutanan ... 15 Forestry

3.1.5. Perikanan ... 16 Fishery

3.2. Pertambangan dan Penggalian ... 18 Mining and Quarrying

3.3. Industri Pengolahan ... 20 Manufacturing Industries

3.3.1. Industri Besar dan Sedang ... 22 Large and Medium Scale Manufacturing

3.3.2. Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga ... 24 Small Scale Manufacturing and Home Industries

3.4. Listrik dan Air Bersih ... 26 Electricity and Watersupply

3.4.1. Listrik ... 26 Electricity 3.4.2. Air Bersih ... 28 Watersupply 3.5. Bangunan ... 29 Construction

3.6. Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 31 Trade, Hotel and Restaurant

3.6.1. Perdagangan Besar dan Eceran ... 31 Wholesale and Retail Trade

3.6.2. Hotel ... 33 Hotel

3.6.3. Restoran/Rumah Makan ... 34 Restaurant

3.7. Angkutan dan Komunikasi ... 36 Transportation and Communication

3.7.1. Pengangkutan ... 36 Transportation

3.7.2. Komunikasi ... 39 Communication

3.8. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya ... 41 Bank and Other Financial Institutions

3.8.1. Bank ... 41 Bank

3.8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Jasa Perusahaan ... 42 Non Bank Financial Institution and Services Allied to Financial

(10)

3.8.3. Sewa Bangunan ... 44 Building Rental

3.9. Jasa-jasa ... 47 Services

3.9.1. Jasa Pemerintahan dan Pertahanan ... 47 Government and Defense Services

3.9.2. Jasa Swasta ... 49 Private Services

IV. ULASAN EKONOMI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN 2009 ... 55 A REVIEW ECONOMY OF WONOSOBO REGENCY AT 2009

4.1. Umum ... 55 General

PDRB dan Perkembangannya ... 56 GRDP and it development

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonosobo ... 57 Economic growth of Wonosobo Regency

Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Wonosobo ... 58 The growth of Industrial Origin in Wonosobo Regency

Peranan masing-masing Sektor dalam PDRB Total ... 59 The contribution of Industrial Origin of Total GRDP

PDRB Per kapita Kabupaten Wonosobo ... 61 GRDP Per capita of Wonosobo Regency

Tabel –tabel ... 62 Tables

(11)

SEKILAS TENTANG PDRB

Produk Domestik Regional Bruto atau biasa disingkat PDRB adalah salah satu bagian dari sistem neraca ekonomi regional yang didalamnya merekam hasil-hasil dari kegiatan ekonomi di suatu wilayah dalam periode waktu tertentu (biasanya 1 tahun).

Untuk mempermudah bagi masyarakat awam dalam memahami arti dan kegunaan tabel-tabel pokok, tabel-tabel pelengkap dan tabel-tabel turunannya secara tepat, berikut ini diuraikan mengenai siklus kegiatan ekonomi sebagai prinsip dasar ekonomi makro yang mengkaitkan interaksi antara produsen dan konsumen melalui berbagai transaksi yang terjadi, baik mengenai arus barang/jasa maupun faktor-faktor produksi yang beroprasi dalam kegiatan ekonomi di suatu daerah.

1. Siklus Kegiatan Ekonomi

Apabila diperhatikan, transaksi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, secara sederhana dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu: Pertama adalah kelompok produsen/pengusaha/usaha yang terdiri dari pengusaha/usaha besar, menengah, kecil dan perorangan dengan berbagai jenis barang/jasa yang dihasilkan seperti; barang-barang dari usaha sektor pertanian, sektor pertambangan/penggalian, sektor industri, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan konstruksi, sektor perdagangan, sektor transportasi dan komunikasi, sektor perbankan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa dari sektor pemerintahan dan swasta. Kedua adalah kelompok konsumen/pemakai/rumah tangga. Kelompok produsen/pengusaha dalam kegiatannya memproduksi/membuat/menghasilkan barang/jasa tidak terlepas dari penggunaan faktor-faktor produksi seperti; tenaga kerja, tanah/tempat, modal dan kewiraswastaan (keahlian usaha) , faktor-faktor produksi tersebut tidak lain berasal dari rumah tangga. Kelompok rumah tangga dalam memberikan faktor produksi kepada pihak pengusaha akan mendapatkan balas jasa yang berupa; upah/gaji (bagi para pekerja/karyawan), bunga (bagi para pemsok modal), hasil persewaan tanah (bagi mereka yang menyewakan tanah) dan keuntungan (bagi para pengusaha). Selanjutnya balas jasa ini disebut NILAI TAMBAH atau pendapatan, yang kemudian digunakan oleh kelompok konsumen/rumah tangga untuk membeli barang /jasa dari produsen/pengusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup. Transaksi dari kedua kelompok ini yang satu merupakan pemakai barang/jasa dan kelompok ke dua merupakan penghasil barang/jasa terjadi secara berkesinambungan sehingga terbentuklah apa yang dinamakan siklus perekonomian.

Untuk melihat siklus/perputaran perekonomian yang sederhana, diumpamakan terjadi antara kelompok perusahaan dan kelompok rumah tangga di dalam suatu perekonomian tertutup atau di dalam suatu wilayah yang tidak melaksanakan transaksi dengan wilayah lain. Gambar di

(12)

bawah ini menunjukkan transaksi yang terjadi antara rumah tangga dan perusahaan dalam suatu perekonomian tertutup sederhana.

Siklus kegiatan ekonomi tertutup sederhana:

Keterangan :

a. Menunjukkan penyediaan faktor produksi yang berasal dari rumah tangga b. Menunjukkan balas jasa faktor produksi yang berasal dari perusahaan c. Menunjukkan arus uang yang dibelanjakan oleh rumah tangga

d. Menunjukkan arus barang/jasa yang dikeluarkan/dijual oleh perusahaan

Gambar sederhana tersebut menunjukkan bahwa aliran barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan akan sama dengan aliran uang yang dibelanjakan oleh rumah tangga.

Di dalam kenyataanya barang dan jasa yang digunakan konsemen sebagai konsumsi maupun sebagai modal di wilayah Wonosobo, tidak semuanya berasal dari Wonosobo tetapi ada yang berasal dari luar daerah wonosobo atau dari luar negeri. Dan sebaliknya barang/jasa yang dihasilkan di wilayah Wonosobo tidak semuanya dikonsumsi oleh konsumen Wonosobo tetapi

Kelompok Perusahaan/Usahaha Kelompok

(13)

Wonosobo. Untuk perekonomian yang sifatnya terbuka, perputaran ekonomi akan lebih rumit dibandingkan dengan perekonomian tertutup sederhana.

Dengan melihat siklus ekonomi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan regional adalah sebagai berikut :

a. Kalau ditinjau dari segi produksi disebut produk regional, yaitu merupakan jumlah nilai tambah (produksi dikurangi biaya antara) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

b. Kalau ditinjau dari segi pendapatan disebut pendapatan regional (regional income), yaitu

merupakan penjumlahan pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun)

c. Atau apabila ditinjau dari segi pengeluaran, disebut pengeluaran regional (regional

expenditure), yaitu merupakan jumlah pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga swasta nirlaba (lembaga yang tidak mencari untung), pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor neto suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

Akan tetapi pada kenyataannya, pendapatan yang dihasilkan oleh suatu daerah belum tentu akan dinikmati oleh masyarakat di daerah tersebut, dan begitu pula sebaliknya ada pendapatan yang dinikmati oleh masyarakat daerah tersebut yang berasal dari daerah lain. Sehubungan dengan itu maka terjadi aliran pendapatan dari sutu daerah ke daerah lainnya. Produktivitas suatu daerah dicerminkan oleh domestik, sedang tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari sudut penggunaannya, setelah diperhitungkan aliran pendapatan yang keluar masuk daerah tersebut.

2. Penggunaan Harga pada tahun dasar

Setiap publikasi PDRB selalu disajikan dalam dua macam harga, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan.

PDRB atas dasar harga berlaku didasarkan pada perkalian antara barang dan jasa yang diproduksi pada suatu tahun dengan harga yang terjadi pada tahun bersangkutan. Jadi pertumbuhan yang terjadi pada PDRB atas dasar harga berlaku bukan merupakan pertumbuhan riil/nyata karena masih dipengaruhi oleh perkembangan harga/inflasi, sehingga pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku tidak bisa dijadikan sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

PDRB atas dasar harga konstan didasarkan pada perkalian antara barang dan jasa yang diproduksi pada suatu tahun dengan harga yang terjadi pada tahun tertentu yang dijadikan sebagai acuhan/patokan, sehingga pertumbuhan yang terjadi merupakan pertumbuhan riil/nyata karena pertumbuhan tersebut semata-mata hanya didasarkan pada naik turunnya produksi barang/jasa. Dengan kata lain pertumbuhan yang terjadi sama sekali tidak dipengartuhi oleh perubahan harga, karena harga barang/jasa sudah dipatok pada tahun dasar yang sudah ditentukan. Jadi

(14)

riil/nyata yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah pada waktu tertentu, biasanya dihitung setiap satu tahun sekali.

Tahun dasar adalah tahun yang digunakan sebagai rujukan penilaian (reference year)

dalam penghitungan PDRB atas dasar harga konstan. Penggunaan tahun dasar dan perubahannya merupakan rekomendasi yang dibuat oleh PBB bagi seluruh negara agar selalu berupaya untuk memperbarui tatacara serta teknik penghitungan PDRB dengan menggunakan

tahun yang dianggap lebih “up to-date”, mengikuti perubahan/perkembangan tatanan yang terjadi.

Serial penghitungan PDRB dengan menggunakan tahun dasar 1993 dianggap sudah terlalu lama, selain itu serial tahun dasar tersebut dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan atau kondisi ekonomi yang terjadi. Oleh sebab itu serial penghitungan angka PDRB publikasi sekarang dan yang akan datang secara nasional maupun regional telah direkomendasikan untuk menggunakan tahun dasar 2000, karena pada tingkat nasional tahun tersebut dianggap tahun yang representatif untuk digunakan sebagai rujukan bagi penghitungan PDRB tahun-tahun lainnya.

(15)

1

INTRODUCTION

PENDAHULUAN

1.1 Umum

1.1 General

Pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan pengaruh yang semakin kompleks dengan makin beragam jenis dan macam kegiatan usaha. Informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai pembangunan di bidang ekonomi sangat diperlukan untuk me-nyongsong era globalisasi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu ukuran tingkat keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi sekaligus diperlukan untuk menyusun perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi regional.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo pada tahun 2009 sebesar 4,02 persen atau mengalami peningkatan sebesar 0,33 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini utamanya didukung oleh sektor Pertanian, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Industri Pengolahan dan sektor Jasa-jasa. Disamping itu sektor Listrik, Gas dan Air Bersih serta sektor Angkutan dan Komunikasi juga mengalami peningkatan meskipun tidak sebesar sektor utama.

Publikasi Pendapatan Regional Kabupaten Wonosobo 2009 merupakan hasil penghitungan PDRB Kabupaten Wonosobo dengan menggunakan tahun dasar 2000. Dalam publikasi ini gambaran perekonomian dibatasi pada series PDRB tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.

Economic growth in various sectors will affect the increasingly complex with more diverse types and kinds of business activities. The information can provide a picture of economic development is needed for the globalization era. Gross Regional Domestic Product (GDP) is one measure of success in economic development as well as necessary for planning and evaluation of regional economic development

Economic growth in Wonosobo regency in 2009 amounting to 4.02 percent or an increase of 0.33 percent when compared with the previous year.

Increasing economic growth is mainly supported by the Agriculture sector, Trade, Hotels and Restaurants, Manufacturing Industry sector and services sector. Besides the sector of Electricity, Gas and Water Supply and Transport and Communications sector also increased, although not for major sectors.

Wonosobo Regency Publications Regional Income in 2009 is the result of calculations using the Wonosobo Regency base year 2000. Picture of the economy in this publication is restricted to the GDP series in 2006 until the year 2009.

(16)

1.2 Tahun Dasar

1.2 Base Year

Penggunaan tahun dasar tertentu

dalam penghitungan PDRB merupakan salah satu persyaratan, agar analisa perbandingan secara menyeluruh antar waktu dan antar wilayah dapat dilakukan. Sebagaimana pada publikasi tahun lalu, tahun dasar penghitungan PDRB tahun 2009 menggunakan tahun dasar 2000.

The use of a particular base year in calculating GRDP is one requirement, so that the overall comparative analysis over time and across regions can be done. As the publication last year, the calculation of GRDP in the base year 2009 using the base year 2000.

1.2 Sistematika Penyajian

1.2 Presentation System

Sistematika penyajian publikasi Pendapatan Regional Kabupaten Wonosobo 2009 sedikit mengalami perubahan dibanding tahun-tahun sebelumnya, dimana ulasan perekonomian Kabupaten Wonosobo dimunculkan dalam bab tersendiri sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan lengkap. Sedangkan untuk bab-bab lainnya seperti tahun lalu dimana pada bagian akhir akan tetap ditampilkan series PDRB.

Systematic presentation of the publication of Wonosobo regency 2009 Regional Revenue was little changed compared to previous years, where economic reviews appear in Wonosobo regency separate chapter so that it can provide a more clear and complete. While for the other chapters, such as last year where at the end of the series GRDP will still be displayed

.

(17)

2

CONCEPT AND DEFINITION

KONSEP DAN DEFINISI

1.1 PDRB

1.1 GRDP

Untuk menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang ditimbulkan dari suatu daerah, ada 3 (tiga) pendekatan yang digunakan yaitu :

a. Menurut Pendekatan Produksi, adalah menghitung nilai produksi dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah, dikurangi biaya antara dari masing-masing total produksi bruto tiap-tiap kegiatan, sub sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Barang dan jasa yang dihasilkan dinilai menurut harga produsen, ini bertujuan untuk mengetahui seberapa nilai yang benar-benar diterima produsen. Biaya transportasi dan pemasaran tidak dimasukkan dalam penghitungan ini, karena akan dihitung sebagai pendapatan sektor angkutan dan sektor perdagangan.

Unit-unit produksi tersebut penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) lapangan usaha, yaitu:

1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Bangunan

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa

To calculate the Gross Regional Domestic Product (GRDP) generated from an area, there are 3 (three) approach used is:

a. According to the production approach, is to calculate the value of production of goods and services produced by all economic activity within a region, minus the cost of the respective total gross production of each activity, sub-sector or sector within a specific period (usually one year) . Produced goods and services valued by the producer price, was aimed to identify how value is really paid to producers. Transportation and marketing costs are not included in this calculation, because it will be counted as income sectors of transport and commercial sectors.. Production units are classified as 9 (nine), field operations, namely: 1. Agriculture;

2. Mining and Quarrying 3. Manufacturing Industry

4. Electricity, Gas and Water Supply 5. Building

6. Trade, Hotels and Restaurants

7. Transportation and Communications

8. Finance, Leasing and Business Services

(18)
(19)

b. Menurut Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang di maksud adalah upah dan gaji , sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan per sektor di sebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena itu Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah dari nilai tambah bruto dari seluruh sektor (lapangan usaha).

c. Menurut Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah jumlah semua komponen permintaan akhir seperti:

1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, 2. Konsumsi pemerintah,

3. Pembentukan modal tetap domestikbruto,

4. Perubahan stok, 5. Ekspor neto.

Dari ketiga pendekatan tersebut diatas, secara konsep jumlah pengeluaran harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah komponen nilai tambah bruto, termasuk didalamnya balas jasa faktor produksi. Selanjutnya PDRB seperti yang telah diuraikan diatas disebut PDRB atas dasar harga pasar (adhp), karena didalamnya mencakup komponen pajak tidak langsung neto.

b. According to the Income Approach, GRDP represents the amount of fringe benefits received by the factors of production that participates in the production process in a region within a specific period (usually one year). Remuneration of production factors in the mean wages and salaries, land rent, interest and capital gains, all before deductions for income tax and other indirect taxes. In this definition, GRDP includes depreciation and net indirect taxes. The number of all components of revenue per sector referred to as the sectoral gross value added. Therefore, the Gross Regional Domestic Product is the sum of gross value added of all sectors (activities)..

c. According to the expenditure approach, GRDP is the sum of all components of final demand as:

1. Household consumption expenditure and private institutions that do not make a profit,

2. Government consumption

3. Gross domestic fixed capital formation,

4. Changes in stock, 5. Net exports

Of the three approaches mentioned above, the concept of total spending must equal the number of final goods and services produced and must be the same also with a total gross value added components, including the remuneration of production factors. Furthermore GRDP as described above, called the GRDP at market prices, because therein includes net indirect tax component.

(20)

2.2 Produk Domestik

Regional Netto (PDRN)

2.2 Net Regional Domestic

Product (NRDP)

Produk Domestik Regional Neto merupakan produk domestik regional bruto dikurangi dengan seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi selama setahun.

Net Regional Domestic Product represents the gross regional domestic product less the entire depreciation of fixed capital goods used in the production process for a year.

2.3 PDRN Atas Dasar Biaya

Faktor Produksi

2.3 Net Regional Product at

Factor Cost

Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor Produksi merupakan produk domestik regional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi pemerintah. Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, keduanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya PDRN Atas Dasar Biaya Faktor Produksi sering disebut sebagai Pendapatan

Regional.

Net Regional Domestic Product at Constant Factor Cost of Production is the regional net domestic product at market prices minus net indirect taxes. Net indirect taxes are indirect taxes levied by the government reduced by government subsidies. Both the indirect taxes and subsidies, both of which are imposed on goods and services produced or sold. Indirect taxes are subsidies increase the selling price while the opposite. Furthermore PDRN Production at Constant Factor Cost is often referred to as Regional Income.

2.4 Pendapatan Regional

2.4 Regional Income

Pendapatan Regional adalah PDRN atas dasar biaya faktor ditambah pendapatan neto dari luar wilayah. Pendapatan neto itu sendiri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk di suatu wilayah yang diterima dan dikurangi pendapatan yang dibawa ke luar wilayah.

Regional Income is NRDP at factor cost plus net income from outside the region. Net income is itself a revenue on production factors (labor and capital) owned by residents in an area which reduced the income received and taken out of the territory.

(21)

2.6 Cara Penyajian dan

Angka Indeks

2.6 Presentation Methods and

Value Indexes

Agregat-agregat pendapatan seperti yang telah diuraikan diatas disajikan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan suatu tahun dasar. a. Pada penyajian atas dasar harga

berlaku, semua produksi yang dihasilkan dinilai atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB.

b. Pada penyajian atas dasar harga konstan, suatu tahun dasar, semua nilai tambah yang ditimbulkan dinilai atas dasar harga konstan yang terjadi pada tahun dasar. Karena menggunakan harga tetap, maka nilai tambah dari tahun ke tahun

semata-mata karena perkembangan produksi riil dan

tidak dipengaruhi fluktuasi kenaikan harga atau yang disebut inflasi.

Total nilai tambah bruto juga disajikan dalam bentuk angka indeks perkembangan, laju pertumbuhan dan indeks harga implisit, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :

a. Indeks Perkembangan, diperoleh dengan membagi nilai-nilai pada masing-masing tahun dengan nilai tahun dasar, dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat

perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun

terhadap tahun dasarnya.

b. Angka Laju Pertumbuhan, diperoleh dengan membagi nilai pada tahun sebelumnya dikalikan 100, kemudian dikurangi 100. Angka ini menunjukkan tingkat pertumbuhan agregat pendapatan untuk masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya.

Income aggregates as described above, are presented in 2 (two) forms, ie at current prices and constant prices of a base year.

a. On presentation at current prices, all production would be assessed on the basis of prices prevailing at each year, either at the time of production rate and costs between and on the assessment of the value-added components and expenditure components of GDRP.

b. At the presentation of constant prices, a base year, all the added value generated valued at constant market prices that occurred in the base year. Because the use of fixed price, then the value added from year to year solely because of real production growth and rising prices are not influenced fluctuations or so-called inflation.

Total gross added value is also presented in the form of growth indices, growth rate and the implicit price index, each of which is described as follows: a. Growth Index, obtained by dividing

the values in each year with the value of the base year, multiplied by 100. This index shows the level of aggregate income growth from year to year to year basis.

b. Growth Figures, obtained by dividing the value of the previous year multiplied by 100, then minus 100. This figure shows the growth rate of aggregate income for each year compared to previous years.

(22)

Indeks Harga Implisit, diperoleh dengan membagi nilai atas dasar harga berlaku dengan nilai atas dasar harga konstan untuk masing-masing tahun, dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan harga dari agregat pendapatan terhadap harga pada tahun dasar

Implicit Price Index, is obtained by dividing the value at current prices with the value at constant prices for each year, multiplied by 100. This index shows price growth rate of aggregate income to the price in the base year

2.7 Perhitungan Atas Harga

Harga Konstan

2.7 At Constant Market Prices

Pertumbuhan riil dari agregat ekonomi diturunkan dengan cara menghilangkan pengaruh dari perubahan harga pada angka atas dasar harga berlaku, sehingga akan diperoleh angka atas dasar harga konstan. Bila angka atas dasar harga konstan dinyatakan dalam harga tahun dasar yang sama, maka analisis perbandingan akan dapat dilakukan dan diturunkan dari komponen-komponennya.

Tiga metode berikut adalah cara merubah angka atas dasar harga berlaku menjadi angka atas dasar harga konstan. Metode-metode tersebut pada dasarnya dapat digunakan untuk seluruh komponen PDRB, seperti permintaan akhir, output, input antara dan komponen pendapatan dari nilai tambah.

a. Revaluasi

Metode ini dilakukan dengan cara menilai produksi masing-masing tahun dengan menggunakan harga tahun dasar.

b. Ekstrapolasi

Yang perlu diperhatikan dalam cara ini adalah penentuan ekstrapolatornya. Kuantitas produksi dari masing-masing sektor maupun sub sektor merupakan ekstrapolator yang baik.

Real growth of economic aggregate is derived by eliminating the effect of price changes on the figures at current prices, that would be obtained figures at constant prices. If these values at constant prices expressed in the same price base year, the comparative analysis will be done and is derived from its components.

The following three methods are ways to change figures at current prices into constant prices figures. These methods can basically be used for all components of GDRP, such as final demand, output, input, intermediate and income components of value added.

a. Revaluation

This method is done by assessing the production of each year using the base year price.

b. Extrapolation

Noteworthy in this way is the determination of extrapolation. Production quantity of each sector or sub sector is a good extrapolator.

(23)

Namun apabila angka-angka tersebut tidak dapat diperoleh, maka dapat pula dipakai keterangan-keterangan lain yang erat kaitannya dengan produk-tivitas seperti tenaga kerja, kapa-sitas produksi (mesin kendaraan dan sebagainya). Nilai tambah atas dasar harga konstan pada suatu tahun diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan index produksi (kuantum) sebagai extrapolator-nya.

c. Deflasi

Metode ini dilakukan dengan membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku dengan indeks harga dari barang-barang yang bersangkutan. Indeks harga disini dapat berupa Indeks Harga Per-dagangan Besar, Indeks Harga Produsen dan Indeks Harga Konsumen. Indeks harga yang dipakai sebagai deflator harus disesuaikan tahun dasarnya, yaitu tahun 2000.

But if those numbers can not be obtained, it can also be used other particulars which is closely related to productivity such as labor, production capacity (machinery vehicles, etc.). Added value at constant prices in a year is obtained by multiplying the value added in the base year with production index (quantum) as his extrapolator. c. Deflation

This method is done by dividing the value added at current prices with the price index of the goods concerned. Index prices may be here for Wholesale Price Index, Producer Price Index and Consumer Price Index. The price index used as deflator should be adjusted in essence, is the year 2000.

(24)

3

THE DESCRIPTION OF SECTORS

URAIAN SEKTORAL

3.1 Pertanian

3.1 Agriculture

Dalam penghitungan PDRB sektor pertanian dibagi dalam 6 sub sektor, yaitu :

a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan Rakyat c. Tanaman Perkebunan Besar d. Peternakan dan Hasil-hasilnya e. Kehutanan

f. Perikanan

Metode penghitungan yang digunakan adalah dengan cara Pendekatan Produksi, yaitu dengan jalan menilai tiap-tiap jenis produksi. Jika nilai produksi dinilai dengan harga yang berlaku untuk masing-masing sub sektor, kemudian dikurangi dengan biaya antara dan penyusutan sektor bersangkutan, hasilnya merupakan nilai tambah neto sektor pertanian atas dasar harga berlaku. Apabila produksi tiap-tiap sub sektor dinilai dengan harga pada tahun 2000, dan selanjutnya dikurangi dengan biaya antara dan penyusutannya, maka akan diperoleh nilai tambah neto atas dasar harga konstan 2000.

In the calculation of GDRP of agriculture sector is divided into six sub-sectors, namely:

a. Food Crops b. Society Estate c. Large Estate

d. Livestock and its product e. Forestry

f. Fishery

The estimation method used is by production approach, ie by assessing each type of production. If the value of production valued at the price applicable to each sub-sector, then deducting the costs and the depreciation of the related sectors, the net result is a value-added agricultural sector at current prices. If the production of each sub-sector, valued at a price in 2000, and further reduced by between and depreciation costs will be obtained on the basis of net value added at constant prices in 2000.

3.1.1 Tabama

3.1.1 Food Crops

Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kentang, kacang tanah, kedelai, sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman pangan lainnya.

Commodity sub sector includes food crops such as rice, maize, cassava, sweet potato, potato, peanut, soybean, vegetables, fruits and other food crops.

(25)

Data produksi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo, sedangkan data harga diperoleh dari survei Harga Produsen yang diterima petani (HP-2) yang dilakukan oleh Mantri Statistik Kecamatan se Kabupaten Wonosobo.

NTB atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan harga produksi, yaitu mengalikan terlebih dahulu kuantum produksi dengan masing-masing harganya, kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga berlaku pada setiap tahun. Biaya antara tersebut diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output Tabel I-O tahun 2000 yang telah diupdate. Untuk memperoleh nilai tambah neto atas dasar harga berlaku, maka nilai penyusutan dikeluarkan. NTB atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi , yaitu mengalikan kuantum produksi pada masing-masing tahun dengan harga pada tahun 2000 kemudian dikurangkan lagi dengan biaya antara atas dasar harga konstan tahun 2000. Apabila nilai penyusutan dikeluarkan akan diperoleh nilai tambah neto atas dasar harga konstan 2000.

Production data obtained from the Department of Agriculture Wonosobo regency, while the price data obtained from surveys Producer Price received by farmers (HP-2) conducted by a District Statistics Mantri Wonosobo regency. Gross Value Added at current prices obtained by the approach of production prices, which multiplies the quantum advance with their respective production costs, then the results were reduced by the cost of current prices in each year. Costs between those obtained by using the ratio between the cost of the output IO table that was updated in 2000. To obtain net value added at current prices, the depreciation value is issued. Gross Value Added at constant prices in 2000 is calculated by way of revaluation, which multiplies the quantum of production in each year with the price deducted in the year 2000 and then again at a cost of constant prices of 2000. If the value of depreciation incurred will be obtained on the basis of net value added at constant prices in 2000.

Tabel : 3.1.1 Table

Nilai Tambah sub sektor Tanaman Bahan Makanan atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Added Value of Food Crops sub sector at current prices in Wonosobo regency years 2008-2009 (in millions of rupiah)

Uraian Description 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added

d. Penyusutan

Depreciation

e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

1.278.676,83 155.998,57 1.122.678,26 8.981,43 1.113.696,83 1.375.266,84 169.105,05 1.206.161,79 9.736,02 1.113.696,77

(26)

Tabel : 3.1.2 Table

Nilai Tambah sub sektor Tanaman Bahan Makanan atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Food Crops sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added

d. Penyusutan

Depreciation

e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

695.557,71 84.858,04 610.699,67 4.885,60 605.814,07 720,063.83 87,847.79 632,216.04 5,057.73 627,158.31

3.1.2. Tanaman Perkebunan 3.1.2. Estate Crops

Komoditi yang dicakup disini adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat, seperti kelapa, kopi, tembakau, klembak, cengkeh, kapulogo, mendong, tanaman obat-obatan dan sebagainya, termasuk produk ikutannya. Data produksi diperoleh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Wonosobo, sedangkan data harga berasal dari BPS Kabupaten Wonosobo.

Nilai tambah atas dasar harga berlaku dihitung dengan cara pendekatan produksi, yaitu dengan cara mengalikan masing-masing jenis komoditas dengan harganya. Jika biaya antara dikeluarkan akan diperoleh NTB atas dasar harga berlaku. Apabila penyusutan dikeluarkan akan diperoleh nilai tambah neto atas dasar harga berlaku. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi, sama seperti yang dilakukan pada tanaman bahan

Commodities covered here is the result of plantation crops cultivated by the people, such as coconut, coffee, tobacco, Rheum officinale, clove, kapulogo, rushes, herbs, etc., including associated products. Production data obtained from the Estates Department of Wonosobo regency, while price data derived from Statistics of Wonosobo Regency.

Value added at current prices is calculated by production approach, ie by multiplying each kind of commodity with a price. If the costs incurred will be obtained between Gross Value Added at current prices. If the depreciation incurred will be obtained on the basis of net value added at current prices. Added value at constant prices in 2000 is

(27)

Tabel : 3.1.3 Table

Nilai Tambah sub sektor Perkebunan atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Estate sub sector at current market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross value added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net value added

129.262,23 45.888,09 83.374,14 1.083,86 82.290,28 142,466.44 50,575.58 91,890.85 1,194.58 90,696.28 Tabel : 3.1.4 Table

Nilai Tambah sub sektor Perkebunan atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Estate sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

78.994,00 28.042,88 50.951,12 661,81 50.289,31 83,022.84 29,473.12 53,549.72 695.56 52,854.16

(28)

3.1.3 Peternakan dan

Hasil-hasilnya 3.1.3 Livestock and It Product

Sub sektor peternakan yang dihasilkan di Kabupaten Wonosobo meliputi ternak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil ternak seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, ayam, itik, telur dan susu segar. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah dengan perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak neto.

Data mengenai jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telur diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Wonosobo sedangkan data mengenai harga ternak dan hasil-hasilnya diperoleh dari Dinas Peternakan dan BPS Kabupaten Wonosobo. Nilai produksi didapatkan baik atas dasar harga konstan dinilai dengan harga produsen. Sedangkan nilai tambahnya didapatkan dengan mengurangkan berturut-turut biaya produksi dan penyusutan terhadap nilai produksi (output). Persentase biaya produksi dan penyusutan berdasarkan tabel I-O Indonesia tahun 1990 yang diupdate.

NTB atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi, yaitu mengalikan kuantum produksi masing-masing tahun dengan harga pada tahun 2000, kemudian dikurangkan lagi dengan biaya antara atas dasar harga konstan 2000, seperti terlihat pada tabel 3.1.6.

Biaya antara/produksi dimaksud adalah jenis-jenis pengeluaran untuk bibit, makanan, obat-obatan, jasa, pemeliharaan dan perbaikan ringan alat-alat usaha.

Livestock sub-sector generated in Wonosobo District covers a large livestock, small livestock, poultry and livestock products such as cattle, buffalo, pigs, horses, goats, sheep, chickens, ducks, eggs and fresh milk. Livestock production is estimated to equal to the number of livestock slaughtered plus stock change in livestock population and livestock exports net.

Data on the number of livestock slaughtered, livestock, dairy and egg production was obtained from the Animal Husbandry Department of Wonosobo regency, while data on livestock prices and the results obtained from the Animal Husbandry Department and the Statistics of Wonosobo Regency. Got good production values at constant prices assessed by the producer price. While the added value obtained by subtracting consecutive production costs and depreciation of the value of production (output). The percentage of production costs and depreciation based on Indonesian I-O tables are updated in 1990.

Gross Value Added at constant prices in 2000 is calculated by way of revaluation, which multiplies the quantum of production each year to the prices in the year 2000, then again with the offset between the cost at constant prices in 2000, as shown in table 3.1.6.

Intermediate cost/production such as seed, food, drug, service, care and repair of business equipment.

(29)

Tabel : 3.1.5 Table

Nilai Tambah sub sektor Peternakan atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of livestock sub sector at current market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

325.177,59 92.025,25 233.152,34 2.797,83 230.354,51 357,679.51 101,223.29 256,456.22 3,077.48 253,378.74 Tabel : 3.1.6

Table Nilai Tambah sub sektor Peternakan atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah) Value Added of livestock sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

168.268,79 47.620,07 120.648,72 1.447,78 119.200,94 177,300.04 50,175.91 127,124.13 1,525.48 125,598.64

(30)

3.1.4 Kehutanan 3.1.4 Forestry

Sub sektor kehutanan meliputi kegiatan penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan lainnya. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, sedangkan hasil kegiatan penghasilan hasil hutan lainnya antara lain berupa getah pinus dan kopal.

Data produksi kehutanan diperoleh dari Perum Perhutani Ngadisono dan Kedu Utara, sedangkan data harga disamping dari Perum Perhutani juga merupakan hasil survei yang dilakukan BPS Kabupaten Wonosobo. Dalam penghitungan NTB untuk sub sektor ini seperti dengan sub sektor pertanian yaitu dengan cara pendekatan produksi.

Sub sector includes forestry and logging activities taking other forest products. Logging activities generate logs, firewood, while the results of the income of other forest products include pine resin and copal.

Forestry data come from Forestry Service of Ngadisono and Kedu part North and price data from Forestry Service and BPS of Wonosobo.

In the accounting of Gross Value Added (GVA) of this sub sector as same as agriculture sector with production approach

Tabel : 3.1.7 Table

Nilai Tambah sub sektor Kehutanan atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of forestry sub sector at current market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross value added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net value added

132.297,72 19.183,16 113.114,56 6.899,99 106.214,57 139,163.32 20,178.67 118,984.65 7,258.07 111,726.59

(31)

Tabel : 3.1.8 Table

Nilai Tambah sub sektor Kehutanan atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of forestry sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

62.547,32 9.069,35 53.477,97 3.262,15 50.215,81 64,561.34 9,361.38 55,199.96 3,367.19 51,832.77 3.1.5 Perikanan 3.1.5 Fishery

Karena di Kabupaten Wonosobo tidak terdapat perairan laut, maka komoditi yang dicakup hanyalah perikanan darat yang meliputi pemeliharaan ikan dikolam, empang, sawah, dan karamba serta penangkapan ikan di perairan umum seperti waduk, telaga, sungai dan sebagainya. Data produksi ikan berasal dari Dinas Perikanan Kabupaten Wonosobo sedangkan produksi ikan yang dikonsumsi sendiri dan tidak dijual dipasaran umum diperkirakan sebesar 3 % dari total produksi. Nilai produksi sub sektor perikanan atas dasar harga berlaku diperoleh dari jumlah perkalian tiap jenis produksi dengan harga pada masing-masing tahun bersangkutan, sedangkan untuk nilai produksi atas dasar harga konstan 2000 dengan harga pada tahun dasar. Penghitungan NTB dilakukan dengan mengurangkan biaya antara terhadap nilai produksinya, apabila dikurangkan lagi dengan penyusutan maka akan diperoleh NTN. Persentase biaya antara dan penyusutan diperoleh dari Tabel I-O Indonesia tahun 1990 yang telah diperbarui.

Because in Wonosobo regency there are no marine waters, which covered only the commodities which include the maintenance of freshwater fish pool, pond, wetland, and karamba and fishing on public waters such as reservoirs, lakes, rivers and so forth. Fish production data comes from Wonosobo District Fisheries Office, while fish production is consumed alone and are not sold in the market generally estimated at 3% of total production. The production value of fishery sub sector at current prices obtained from multiplying the number of each type of production to the prices in each respective year, whereas the production value in 2000 constant prices to the prices in the base year. Gross Value Added Calculations done by subtracting the cost between the value of its production, again if offset by depreciation, it will get the Net Added Value. Between costs and depreciation percentage obtained from Table IO Indonesia in 1990 which has been updated.

(32)

Tabel : 3.1.9 Table

Nilai Tambah sub sektor Perikanan atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Fishery sub sector at current market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross value added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net value added

26.073,43 1.486,18 24.587,25 221,28 24.365,97 27,745.05 1,581.46 26,163.59 235.47 25,928.12 Tabel : 3.1.10

Table Nilai Tambah sub sektor Perikanan atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah) Value Added of Fishery sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

15.848,77 903,38 14.945,39 134,51 14.810,88 16,330.58 930.84 15,399.73 138.60 15,261.13

(33)

3.2 Pertambangan dan

Penggalian 3.2 Mining and Quarrying

Sektor Pertambangan dan Penggalian di Kabupaten Wonosobo meliputi penggalian pasir, kerikil, batu dan sebagainya.

Data yang dipergunakan dalam penghitungan PDRB merupakan hasil survei dan listing yang dilakukan oleh BPS Kabupaten Wonosobo. Data yang dicatat meliputi jumlah perusahaan, jumlah tenaga kerja, dan jumlah produksi. Data harga yang dipakai merupakan harga rata-rata Kabupaten Wonosobo.

Metode penghitungan untuk menghitung nilai produksi dengan menggunakan pendekatan produksi. Nilai produksi merupakan hasil perkalian antara produksi dengan harga masing-masing jenis produksi. Sedangkan untuk menghitung nilai produksi atas dasar harga konstan 2000, dengan cara revaluasi yaitu mengalikan produksi pada tahun berlaku dengan harga pada tahun dasar 2000.

Nilai tambah sektor pertambangan dan penggalian baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000, diperoleh dengan mengurangkan biaya antara dan penyusutan dari nilai produksinya. Biaya antara dan penyusutan untuk masing-masing produksi diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara dan penyusutan terhadap nilai produksi hasil penyusunan Tabel I-O Indonesia tahun 1990 yang diperbarui.

The Mining and Quarrying sector in Wonosobo Regency, namely Sold mining, Gravel mining, Stone, etc.

It’s data come from survey result and listing by BPS Wonosobo consists of number of companies, number of manpower, and number of production. It is used the average prices of this commodity in Wonosobo Regency.

Counting method to calculate the value of production using the production approach. The production value is calculated by multiplying the production price of each type of production. Whereas to calculate the value of production at constant prices in 2000, with revaluation method is multiplying production in the year with prices prevailing in the base year 2000.

Value added in mining and quarrying sector, both at current prices and constant prices in 2000, obtained by subtracting the cost of and the depreciation of the value of production. Between and depreciation costs for each production is obtained by using the ratio between the cost and the depreciation of the production value of the preparation of Indonesia in 1990 IO table is updated.

(34)

Tabel : 3.2.1 Table

Nilai Tambah sub sektor Pertambangan dan Penggalian atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Mining and Quarrying sub sector at current market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross value added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net value added

24.981,22 3.972,02 21.009,20 2.016,89 18.992,31 25,483.93 4,051.95 21,431.98 2,057.48 19,374.50 Tabel : 3.2.2 Table

Nilai Tambah sub sektor Pertambangan dan Penggalian atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Mining and Quarrying sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

14.768,21 2.348,15 12.420,06 1.192,33 11.227,73 14,784.45 2,350.73 12,433.72 1,193.64 11,240.08

(35)

3.3 Industri Pengolahan 3.3 Mining and Quarrying

Sektor ini mencakup semua perusahaan /usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk kedalam sektor iini adalah perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri dan perakitan dari bagian suatu industri. Sektor industri pengolahan dibedakan menjadi sub sektor industri pengolahan non migas dan sub sektor industri pengolahan pengilangan minyak bumi. Karena di Kabupaten Wonosobo tidak terdapat industri pengolahan pengilangan minyak, maka yang akan dicakup disini hanyalah industri pengolahan non migas. Industri pengolahan non migas dibedakan kedalam golongan yang didasarkan pada banyaknya pekerja/tenaga kerja, yaitu :

a. Industri besar mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih

b. Industri sedang mempunyai tenaga kerja 20-99 orang

c. Industri kecil mempunyai tenaga kerja 5-19 orang

d. Industri rumahtangga mempunyai tenaga kerja 1-4 orang

This sector includes all companies / businesses engaged in activities to change the basic goods into finished goods and intermediate goods, or of less value to higher value goods. Included in iini sector are companies that conduct industrial services and assembly of parts of an industry.

Manufacturing sector is divided into sectors of manufacturing industry sub-sector non-oil and petroleum refining industries. Because in Wonosobo regency there is no oil refinery industry, then that will be covered here only non-oil processing industry. Non-oil processing industry divided into groups based on number of workers / labor, namely:

a. Large scale manufacturing with manpowers are 100 persons and over

b. Medium scale manufacturing with manpowers between 20 and 99 persons

c. Small scale manufacturing with manpowers between 5 and 19 persons

d. Home industries with manpowers between 1 and 4 persons.

(36)

Tabel : 3.3.1 Table

Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Manufacturing Industries sub sector at current market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross value added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net value added

972.202,05 610.723,86 361.723,86 12.589,76 349.134,10 1,016,269.83 638,245.35 378,024.48 13,157.10 364,867.38 Tabel : 3.3.2

Table Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah) Value Added of Manufacturing Indutries sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs)

Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

506.495,20 317.254,89 189.240,31 6.615,19 182.625,12 518,684.34 324,889.84 193,794.50 6,774.39 187,020.11

(37)

3.3.1 Industri Besar dan

Sedang 3.3.1 Large and Medium Scale Manufacturing

Metode penghitungan yang dipakai adalah dengan metode pendekatan produksi, yaitu dengan cara menilai produksi yang dihasilkan dari unit produksi pengolahan dengan harga produsen yang terjadi.

Untuk mendapatkan nilai tambah terlebih dahulu mengeluarkan biaya yang dikeluarkan untuk membentuk barang dan jasa yang lazim disebut biaya antara.

Data yang dibutuhkan berasal dari Survei Tahunan Industri B/S Badan Pusat Statistik.

Persentase biaya antara dan penyusutan diperoleh dari tabel I-O tahun 1990 Indonesia yang telah diupdate. NTB Industri B/S atas dasar harga konstan 2000, diperoleh dengan cara deflasi dengan deflator IHPB Industri.

In this case used by production approach, that is a result of production multiplied by prices of producer.

For find a value added, the first step less cost from it is, and then to be good and service. It is often called intermediate cost.

The data come from Annual Industry Survey B/S of BPS

Percentage of intermediate cost and depreciation can be found from I-O table of Indonesia that updated. Gross value added of B/S Industry at 2000 constant market prices is obtained by deflation approach, with IHPB Industry as deflator.

(38)

Tabel : 3.3.3 Table

Nilai Tambah sub sektor Industri Besar dan Sedang atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Large dan Medium Scale Manufacturing sub sector at current market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs) Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross value added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net value added

720.527,97 458.255,79 262.272,18 8.917,26 253.354,92 750,529.79 477,336.95 273,192.84 9,288.56 263,904.28 Tabel : 3.3.4

Table Nilai Tambah sub sektor Industri Besar dan Sedang atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Large dan Medium Scale Manufacturing sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs) Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

351.794,37 223.741,22 128.053,15 4.353,80 123.699,35 359,377.12 228,563.85 130,813.27 4,447.64 126,365.63

(39)

3.3.2 Industri Kecil dan

Kerajinan RT 3.3.2 Smale Scale Manufacturing and Home Industries

Metode penghitungan yang digunakan untuk penghitungan adalah dengan metode pendekatan produksi.

Untuk mendapatkan nilai tambah terlebih dahulu mengeluarkan biaya yang dikeluarkan untuk membentuk barang dan jasa yang lazim disebut biaya antara.

Data yang digunakan berasal dari Cabang Dinas Perindustrian dan Deperindag Kabupaten Wonosobo serta laporan data penunjang Pendapatan Regional Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo.

Persentase biaya antara dan penyusutan diperoleh dari tabel I-O tahun 1990 Indonesia yang telah diupdate. NTB atas dasar harga konstan 2000, diperoleh dengan cara deflasi dan sebagai deflator adalah Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Industri.

The method for accounting of this case used by production approach

For find a value added, the first step less cost from it is, and then to be good and service. It is often called intermediate cost.

The data come from Manufacturing Industries Service and Departement of Trade and Industry branch of Wonosobo Regency and Regional Income Secondary Report of BPS Wonosobo.

Intermediate costs and depreciation percentages obtained from the IO table in 1990 Indonesia has been updated. Value added at constant prices in 2000, obtained by deflation and as a deflator is the Wholesale Price Index (WPI) Industry.

(40)

Tabel : 3.3.5 Table

Nilai Tambah sub sektor Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Small Scale Manufacturing and Home Industries sub sector at current market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs) Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross value added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net value added

251.140,59 151.668,91 99.451,68 3.679,70 95.771,98 264,705.27 159,873.63 104,831.64 3,878.76 100,952.88 Tabel : 3.3.6

Table Nilai Tambah sub sektor Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)

Value Added of Small Scale Manufacturing and Home Industries sub sector at constant market prices in Wonosobo Regency 2008-2009 (in million rupiahs) Uraian 2008 2009 (1) (2) (3) a. Nilai Produksi Production Value b. Biaya antara Intermediate cost

c. Nilai Tambah Bruto

Gross Value Added d. Penyusutan

Depreciation e. Nilai Tambah Neto

Net Value Added

154.513,04 93.325,88 61.187,16 2.263,92 58.923,24 159,043.53 96,062.29 62,981.23 2,330.31 60,650.92

Gambar

Gambar sederhana tersebut menunjukkan bahwa aliran barang dan jasa yang dihasilkan  oleh perusahaan akan sama dengan aliran uang yang dibelanjakan oleh rumah tangga
Tabel : 3.1.1  Table
Tabel : 3.1.5  Table
Table  Nilai Tambah sub sektor Perikanan atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonosobo tahun 2008-2009 (dalam jutaan rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bab II berisi Tinjauan Pustaka yang di dalamnya menguraikan tentang Tinjauan Umum Perjanjian Utang-piutang yang meliputi Pengertian Perjanjian Utang-piutang, Pihak dalam

Output atas dasar harga berlaku diperoleh berdasarkan perkalian indikator produksi dengan indikator harganya untuk masing-masing angkutan penumpang dan barang

Sedangkan output atas dasar harga konstan 2010 diperoleh dengan cara revaluasi, yaitu mengalikan kuantum barang yang dihasilkan pada masing-masing tahun dengan harga dasar

Dengan sistem pembelajaran student centered learning yang berfokus pada kebutuhan siswa bukan orang lain yang terlibat didalamnya seperti guru, banyak masalah –

Tabung baja dipakai sebagai bagian luar dari kolom kompo~it tabung baja beton, dipakai tabung baja dengan ukuran 6 em x 6 em, tebal 0.2 em dan dengan panjang

Meski pasal peralihan dalam RUU tersebut mengatur tentang penyesuaian yang dilakukan selama jangka waktu 3 tahun, ketentuan tersebut hanya dapat ditafsirkan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh bid-ask spread, market value dan variance return terhadap holding period saham secara parsial maupun simultan pada saham

Implementasi Script adalah tahap setelah pembuatan level game selesai di buat dimana dalam tahap ini digunakan untuk menjalankan obyek yang sudah dibuat sebelumnya