• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.Definisi Hukum. 2.Pembagian/jenis-jenis Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1.Definisi Hukum. 2.Pembagian/jenis-jenis Hukum"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1.Definisi Hukum

Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu.

2.Pembagian/jenis-jenis Hukum

Ada bererapa hukum yang berlaku di Indonesia. Pembagian hukum di Indonesia berdasarkan pada beberapa aspek. Berikut jenis-jenis pembaian hukum di Indonesia.

1. Menurut sumbernya

Menurut sumbernya hukum dibedakan menjadi :

a. Hukum undang-undang, yaitu peraturan hukum yang tercantum dalam perundangan-undangan. b. Hukum adat, yaitu peraturan-peraturan hukum yang terletak dalam kebiasaan.

c. Hukum traktat, yaitu peraturan hukum yang ditetapkan oleh beberapa negara dalam suatu perjanjian Negara.

d. Hukum jurisprudensi, yaitu peraturan hukum yang terbentuk oleh putusan hakim. e. Hukum doktrin, peraturan hukum yang berasal dari dari pendapat para ahli hukum. 2. Menurut bentuknya

Menurut bentuknya hukum dibedakan menjadi :

a. Hukum tertulis, yaitu peraturan hukum yang terdapat pada berbagai perundangan-undangan.

b. Hukum tidak

tertulis (hukum kebiasaan), yaitu peraturan hukum yang masih hidup dalam keyakinan

sekelompok masyarakat dan ditaati oleh mayarakat tersebut walaupun peraturan tersebut tidak tertulis dalam bentuk undang-undang.

3. Menurut tempat berlakunya :

Menurut tempat berlakunya hukum dibedakan menjaadi :

a. Hukum nasional, yaitu peraturan hukum yang berlaku dalam suatu wilayah Negara tertentu. b. Hukum internasional, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan dalam dunia

internasional.

4. Menurut waktu berlakunya :

Menurut waktu berlakunya hukum dibedakan menjadi :

a. Ius constitutum (hukum positif), yaitu peraturan hukum yang berlaku pada saat ini bagi suatu masyarakat dalam suatu daerah tertentu.

b. Ius constituendum, yaitu peraturan hukum yang diharapkan akan berlaku pada masa mendatang.

c. Hukum asasi (hukum alam), yaitu peraturan hukum yang berlaku pada siapa saja dan kapan saja diseluruh dunia.

(2)

5. Menurut cara mempertahankannya :

Menurut cara mempertahankannya hukum dibedakan menjadi :

a. Hukum material, yaitu peraturan hukum yang berisi perintah dan larangan untuk mengatur kepentingan bersama.

b. Hukum formal, yaitu peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana cara pelaksaan hukum material

6. Menurut sifatnya :

Menurut sifatnya hukum dibedakan menjadi :

a. Hukum yang memaksa, yaitu peraturan hukum yang bersifat mutlak.

b. Hukum yang mengatur, yaitu peraturan hukum yang dapat dikesampingkan jika pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.

7. Menurut wujudnya :

Menurut wujudnya hukum dibedakan menjadi :

a. Hukum obyektif, yaitu peraturan hukum yang berlaku umum dalam suatu Negara. b. Hukum subyektif, yaitu peraturan hukum yang muncul dari hukum obyektif teapi hanya berlaku pada orang tertentu. Hukum subyektif juga disebut sebagai hak.

8. Menurut isinya :

Menurut isinya hukum dibedakan menjadi :

a. Hukum privat, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan pribadi.

b. Hukum publik, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat kelengkapannya dan warga negararanya.

3.Hukum dalam ajaran Buddha i.Cattari Arya Saccani

EMPAT KEBENARAN MULIA atau Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani) adalah kebenaran absolut atau mutlak yang berlaku bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, ras, budaya, maupun agama. Karena mengakui atau tidak mengakui, suka atau tidak suka, setiap manusia mengalami dan diliputi oleh hukum kebenaran ini.

Empat Kebenaran Mulia merupakan "temuan" BUKAN ciptaan Pangeran Siddhartha yang bermeditasi di bawah Pohon Bodhi hingga memperoleh Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha. Sebagaimana temuan bola lampu oleh Thomas ALfa Edisson Jadi, maka demikian pula dengan Empat Kebenaran Mulia yang ditemukan dan diajarkan oleh Sang Buddha Gotama kepada umat manusia di bumi ini. Muncul ataupun tidak muncul seorang Buddha di dunia ini, kebenaran itu akan tetap ada dan berlaku secara universal.

(3)

Empat Kebenaran itu adalah:

1. Duka atau Penderitaan (DUKKHA)

2. Sebab Penderitaan (DUKKHA SAMUDAYA) 3. Berakhirnya Penderitaan (DUKKHA NIRODHA)

4. Cara Menghentikan Penderitaan (DUKKHA NIRODHA GAMINIPATIPADA) ii.Kamma dan Punarbhava

Kata “kamma” berasal dari bahasa pali, dan kata “karma” berasal dari bahasa sanskerta. Karma adalah perbuatan manusia ketika hidup di dunia; hukum sebab akibat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 509). Karma juga diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh jasmani, perkataan, dan pikiran yang baik maupun yang jahat (Abhidhammathasangaha, 2005: 277). Dalam Anggutara Nikaya, Sang Buddha juga mengatakan bahwa “para bhikkhu, kehendak untuk berbuat itulah yang kunamakan karma. Setelah timbul kehendak dalam batinnya, seseorang melakukan perbuatan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karma merupakan perbuatan dari suatu mahluk melalui pikiran, ucapan, dan badan jasmani yang disertai dengan niat (cetana). Segala bentuk perbuatan dapat disebut dengan karma bila disertai dengan niat (cetana). Semua mahluk dapat melakukan karma kecuali telah mencapai tingkat kesucian tertinggi (arahat). Seorang arahat tidak melakukan karma karena ia telah

menghentikan proses karma. Perbuatan yang ia lakukan disebut kiriya yang tidak akan menimbulkan akibat apapun. Karma akan menimbulkan akibat atau hasil disebut vipaka atau akibat karma. Adanya suatu perbuatan atau karma yang menimbulkan akibat atau vipaka disebut hukum karma atau hukum sebab akibat.

Dalam Anggutara Nikaya, III, 415 dijelaskan bahwa perbuatan (karma) seseorang ditentukan oleh salah satu dari tiga faktor yaitu rangsangan luar, motif yang disadari dan motif yang tidak disadari. Labih lanjut dijelaskan bahwa kontak (phassa) merupakan penyebab dari perilaku (karma). Rasangan dari luar adalah gerakan refleks atau perilaku yang mengikuti rangsangan indria. Motif yang disadari adalah dosa (kebencian), lobha (keserakahan), moha (kebodohan), alobha (ketidak serakahan), adosa (tidak membenci), dan amoha (ketidak bodohan). Sedangkan motif yang tidak disadari adalah keinginan untuk hidup langgeng (jivitukama) dan keinginan untuk menghindar dari kematian (amaritukama). Ketiga faktor tersebut merupakan sebab terjadinya suatu karma yang akan menimbulkan akibat. Sedangkan dalam paticcasamuppada, ketidak-tahuan (avijja) merupakan sebab utama yang menimbulkan karma.

Dalam agama Buddha tidak ada pembuat kamma karena ajaran Buddha mengajarkan anatta (tanpa inti). Dalam Visudhi-Magga, bhikkhu Budhagosa mengatakan bahwa “ Tak ada pelaku

(4)

yang menjalankan perbuatan (kamma), ataupun seseorang yang merasakan buahnya, hanyalah suku cadang penunjang yang bergulir terus, inilah sesuangguhnya yang betul”.

Punarbhava

Punarbhava adalah kelahiran kembali atau tumumbal lahir. Dalam agama Buddha dikenal juga dengan penerusan dari nama (patisandhi vinnana). Ketika seseorang akan meninggal dunia, kesadaran ajal (cuti citta) mendekati kepadaman dan didorong oleh kekuatan-kekuatan kamma. Kemudian kesadaran ajal padam dan langsung menimbulkan kesadaran penerusan (patisandhi vinnana ) untuk timbul pada salah satu dari 31 alam kehidupan sesuai dengan karmanya.

Keinginan tak terpuaskan akan keberadaan dan kenikmatan inderawi adalah sebab tumimbal lahir (Dhammananda, 2004: 141). Dengan memadamkan nafsu keinginan maka kita dapat menghentikan tumimbal lahir. Nafsu keinginan ini merupakan salah satu sebab yang menimbulkan karma dan menimbulkan proses kelahiran kembali.

Ajaran agama Buddha tentang tumimbal lahir harus kita bedakan dari ajaran tentang perpindahan dan reinkarnasi dari agama lain. Tumimbal lahir atau punarbhava yang disebut juga penerusan (patisandhi) bukan perpindahan roh karena dalam agama Buddha tidak mengenal roh yang kekal dan berpindah. Dalam agama Buddha dikenal dengan penerusan dari nama (patisandhi vinnana). Secara umum ada 4 cara tumimbal lahirnya mahluk-mahluk, yaitu Jalabuja-yoni (lahir melalui kandungan seperti manusia, sapi, dan kerbau), andaja-yoni (lahir melalui telur seperti ayam, bebek, dan burung), sansedaja-yoni (lahir melalui kelembaban seperti nyamuk dan ikan), dan opapatika-yoni (lahir secara spontan seperti mahluk-mahluk alam dewa dan peta).

Ada dua pendapat tentang tumimbal lahir, yang pertama menurut Abhidhamma bahwa tumimbal lahir terjadi segera setelah kematian suatu mahluk tanpa keadaan antara apapun. Sedangkan yang kedua ada yang berpendapat bahwa suatu mahluk setelah mati maka kesadaran atau energi mental mahluk tersebut tetap ada dalam suatu tempat, didukung oleh energi mental akan nafsu dan kemelekatannya sendiri, menunggu hingga cepat atau lambat tumimbal lahir terjadi. Seorang Buddha atau arahat tidak akan terlahir kembali karena telah menghentikan karma. Dalam Dhammacakkapavatana sutta sang Buddha mengatakan bahwa “inilah kelahiran-ku yang terakhir, tiada lagi tumimbal lahir bagi-ku”. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang Buddha tidak akan terlahir kembali.

Kelahiran kembali bukanlah suatu karangan belaka, sekarang ini para ahli sedang

mengumpulkan bukti-bukti adanya suatu tumimbal lahir. Dalam film “Past Lives: Stories of Reincarnation”, disana memuat cerita orang-orang yang dapat mengingat kehidupan lampaunya.

(5)

Karma dan Punarbhava mempunyai hubungan yang saling bergantungan. Ada hubungan sebab akibat antara karma dan punarbhava. Karma menyebabkan proses tumimbal lahir suatu mahluk. Dalam culakammavibhanga sutta dijelaskan bahwa “setiap mahluk adalah pemilik perbuatannya sendiri, terwarisi oleh perbuataannya sendiri, lahir dari perbuatannya sendiri, berhubungan dengan perbuatannya sendiri, dan terlindung oleh perbuatannya sendiri”. Hal tersebut menjelaskan bahwa suatu mahluk terlahir karena perbuatannya sendiri. Karma yang

menyebabkan suatu mahluk mengalami tumimbal lahir. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah karma bukan satu-satunya sebab yang menimbulkan suatu mahluk mengalami kelahiran kembali. Selain karma ada faktor-faktor lain yang menyebabkan terlahirnya suatu mahluk. Ada tiga syarat yang diperlukan untuk kelahiran suatu mahluk yaitu senggama antara orang tua, ibu dalam masa subur, dan hadirnya gandhaba. Gandhaba adalah janin atau calon individu suatu mahluk.

Karma dapat menjelaskan pertanyaan, mengapa suatu mahluk tidak ada yang sama dan berbeda. Ada orang yang tinggi-pendek, kaya-miskin, cacat-normal, dll. Dalam Culakammavibanga sutta dijelaskan mengapa orang terlahir berbeda-beda. Salah satunya dijelaskan bahwa seseorang yang membunuh mahluk hidup dan tidak mempunyai belas-kasihan terhadapnya, akibat dari

perilakunya tersebut, ia akan dilahirkan kembali di alam yang buruk setelah meninggal. Dalam mahakammavibhanga sutta sang Buddha menjelaskan bahwa beberapa petapa dan brahmana mempunyai kekuatan batin dapat melihat mahluk-mahluk di alam lain. Kekuatan untuk dapat melihat mahluk-mahluk alam lain yang muncul dan lenyap sesuai dengan karmanya masing-masing disebut Dibbacakkhu-nana. Ada juga sesuatu kemampuan untuk mengingat kehidupan yang lampau disebut pubbenivasanussati-nana. Dengan memiliki dua kekuatan batin tersebut kita bisa membuktikan adanya tuimbal lahir atau kelahiran kembali.

Suatu mahluk yang melakukan karma maka ia akan menerima akibat dari karma yang telah ia lakukan itu. Akibat karma tersebut dapat berakibat pada kehidupan sekarang dan yang akan datang. Dalam Visuddhimagga, Buddhagosa menjelaskan ada pembagian karma menurut waktunya. Ada empat jenis yaitu ditthadhammavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan sekarang), uppajjavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan setelah kehidupan sekarang ini), Aparaparavedaniya kamma (karma yang menghasilkan akibat pada kehidupan selanjutnya), dan ahosi kamma (kamma yang tidak

memberikan akibat karena jangka waktunya telah habis). Karma seseorang yang telah ia lakukan tidak hanya akan menimbulkan akibat pada kehidupan sekarang ini tetapi juga pada kehidupan selanjutnya.

Dalam paticcasamuppada dijelaskan dengan jelas bagaimana hubungan karma dengan

punarbhava. Avijja sebagai sebab terdekat yang menimbulkan sankhara (bentuk-bentuk karma). Sankhara ini wujud aslinya adalah kamma 29 atau cetana 29, yaitu akusala citta 12, mahakusala citta 8, rupavacarakusala citta 5, dan arupavacarakusala citta 4. Kemudian sankhara ini akan menimbulkan Vinnana (kesadaran). Kesadaran inilah yang merupakan proses tumimbal lahir. Vinnana ini akan menimbulkan Nama-Rupa atau Pancakhanda yang akan menimbulkan suatu mahluk. Hal tersebut menjelaskan hubungan antara karma dan punarbhava yang sangat dekat.

(6)

iii.Tilakkhana

Tilakkhana / Tiga Corak Umum dalam Buddha

Tiga Corak Umum adalah Kebenaran alam semesta yang dikaitkan dengan seluruh kehidupan walaupun berbeda ruang dan waktu. Tiga Corak Umum mengatakan tentang sifat sejati segala sesuatu. Buddha mengajarkan bahwa semua keberadaan yang berkondisi terpengaruh oleh Tiga Corak Umum. Hal ini disebut juga sebagai Tiga Pelindung Hukum (Dharma) sebagaimana yang Buddha ajarkan bahwa setiap ajaran yang berpegang pada ketiga corak ini bisa dikatakan sebagai ajaran sejati. Ajaran apa pun yang tidak mengandung Tiga Corak Umum dan Empat Kebenaran Mulia tidak dapat dikatakan sebagai ajaran Buddha. (Pada ajaran Buddha tradisi Theravada, Dukkha diajarkan sebagai corak umum ketiga; sementara pada ajaran Buddha tradisi Mahayana, Nirwana diajarkan sebagai corak umum ketiga). Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan, semua Kebenaran ini harus disadari untuk membantu kita menerima kenyataan. • Anicca-Ketidakkekalan (Perubahan)

• Segala yang terkondisi selalu dalam perubahan. • Dukkha-Ketidakpuasan (Penderitaan)

• Segala yang terkondisi tidaklah memuaskan. • Anatta-Ketiadaan Diri (Tiada Aku)

• Segala fenomena adalah tanpa inti/aku yang kekal. • Nirwana-Pencerahan (Keheningan Sempurna)

• Pencerahan adalah pencapaian Kedamaian Sejati dan Kebahagiaan Sejati.

Hubungan Corak-Corak Umum

Apa pun yang akan selalu dalam perubahan (Anicca) adalah tanpa inti yang kekal (Anatta) dan menyebabkan ketidakpuasan (Dukkha) jika kita melekat pada mereka. Nirwana adalah keadaan damai tanpa terpengaruh oleh ketiga corak di atas.

Anicca

Anicca menggambarkan fenomena dari sudut pandang waktu. Segala sesuatu di alam semesta, baik fisik (dari sel terkecil dari tubuh kita sampai bintang terbesar) maupun mental (seperti bentuk-bentuk pikiran yang berkeliaran dalam pikiran kita) selalu mengalami perubahan, tidak pernah tetap sama sekalipun hanya dalam perbedaan detik. Karena segala sesuatu merupakan hasil atau akibat dari sebab-sebab dan kondisi yang berubah, maka segala sesuatu juga terus-menerus berubah.

Komponen terkecil dari benda yang paling padat sekalipun hanyalah gumpalan energi yang mengalir. Pikiran yang tidak terlatih bahkan lebih berkeliaran dan rentan untuk berubah, tidak

(7)

punya kestabilan. Semua unsur hidup dan tidak hidup adalah subjek pembusukan dan

penghancuran. Hukum Anicca bersifat netral dan tidak memihak, tidak diatur oleh hukum apa pun yang lebih tinggi; segalanya berlalu dan terperbarui secara alamiah.

Mengapa Kita Perlu Menyadari Anicca?

Ketika kita menyadari bahwa orang (kepribadian, minat, dan sikap mereka) dan situasi hidup tidaklah tetap dan terus berubah, kita akan menyikapi setiap momen hubungan dengan pikiran terbuka, mampu bereaksi terhadap setiap situasi baru tanpa melekat pada konsepsi yang telah lalu. Dengan demikian hubungan dapat dikembangkan dengan baik.

Kesuksesan dalam hidup tergantung pada kemampuan kita untuk beradaptasi dengan perubahan situasi dan menciptakan kesempatan-kesempatan baru. Kita akan lebih sukses dalam semua upaya kita jika Kebenaran ini disadari. Kita juga akan belajar untuk menghargai kesehatan, kesejahteraan materi, hubungan, dan hidup yang tidak terlalu melekat, menggunakan

kesejahteraan kita untuk dengan penuh kesadaran mempraktikkan jalan menuju Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Juga dengan Anicca, kita dapat mengubah penderitaan menjadi Kebahagiaan.

Anatta

Anatta menggambarkan fenomena dari sudut pandang ruang. Segala sesuatu di alam semesta tersusun dari berbagai bagian, yang juga terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil. Setiap bagian selalu berubah, kadang perubahan besar, tapi kebanyakan halus (bagi indra kita). Tak satu pun komponen yang tidak berubah, segalanya selalu berubah. Sesuatu itu ada hanya jika bagian-bagian penyusunnya bergabung. Jadi, tidak ada inti atau diri yang tetap dalam segala sesuatu, inilah yang disebut tanpa-pribadi. Ini juga berarti bahwa segala sesuatu saling berhubungan dan saling bergantungan satu sama lain. Tidak ada sesuatu pun yang berdiri sendiri sebagai diri yang terpisah.

Jika ada suatu diri yang sejati atau permanen, kita harus dapat mengidentifikasikannya. Bagaimanapun juga, tubuh kita berubah tak henti-hentinya dari detik ke detik, dari kelahiran sampai kematian. Pikiran bahkan berubah lebih cepat lagi. Jadi, kita tidak dapat mengatakan bahwa badan, batin, atau gabungan tertentu dari keduanya adalah suatu diri yang berdiri sendiri. Tidak ada yang dapat berdiri sendiri karena badan maupun batin tergantung dari banyak faktor untuk eksis. Karena apa yang dinamakan “diri” ini hanyalah sekumpulan faktor fisik dan mental yang terkondisi dan selalu dalam perubahan, tidak ada unsur yang nyata atau konkrit di dalam kita.

Jika tubuh adalah diri, tubuh seharusnya mampu menghendaki atau mengendalikan dirinya untuk menjadi kuat dan sehat. Namun demikian, tubuh dapat menjadi lelah, lapar, dan jatuh sakit. Begitu pula, jika pikiran adalah diri, seharusnya pikiran dapat melakukan apa pun yang

(8)

terganggu, kacau, dan bertentangan dengan kehendaknya. Oleh karena itu, baik batin maupun badan bukanlah diri.

Mengapa Kita Perlu Menyadari Anatta?

Orang yang tidak menyadari Kebenaran ini akan cenderung mementingkan diri sendiri dan egois. Orang itu tidak hanya merasa terus terancam oleh orang lain dan situasi tertentu, dia juga akan merasa terdorong untuk terus melindungi dirinya, harta bendanya, bahkan pendapatnya, dengan segala cara.

Dengan menyadari Kebenaran ini, kita akan lebih mudah untuk tumbuh, belajar, berkembang, bermurah hati, baik hati, dan berwelas asih karena kita tidak merasa selalu harus membentengi diri. Kita juga akan menghadapi situasi sehari-hari dengan lebih baik, membantu kemajuan menuju Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Sepanjang kita menganggap kita memiliki diri, sikap “aku-punyaku-milikku” akan menguasai hidup kita dan membawa berbagai macam masalah.

Dukkha

Tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini yang dapat memberi kita kepuasan yang lengkap dan abadi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan terus-menerus pada segala hal (termasuk apa yang kita nilai berharga) dan nafsu keinginan yang selalu berubah dalam pikiran kita yang tidak terlatih. Bahkan selama pengalaman yang paling menyenangkan pun, terdapat kecemasan bahwa momen itu pun tidak akan berlangsung lama. Mencari kebahagiaan abadi dalam perubahan terus-menerus akan mengganggu kedamaian batin, menyebabkan penderitaan. Hal ini juga berakhir dalam penderitaan kelahiran kembali yang terus berulang.

Mengapa Kita Perlu Menyadari Dukkha?

Menyadari bahwa ketidakpuasan bersifat universal dan tak terhindari, memungkinkan kita untuk menghadapi kenyataan hidup dengan ketenangan. Kita akan mampu mengatasi penuaan,

kesakitan, dan kematian tanpa merasa kecil hati atau putus asa. Kesadaran ini juga

menyemangati kita untuk mencari penyelesaian masalah ketidakpuasan seperti yang Buddha lakukan, serta mencari Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan.

Nirwana

Nirwana adalah dasar kehidupan, substansi dari segala sesuatu. Contohnya, ombak tidak harus “mati” untuk menjadi air. Air adalah substansi ombak. Ombak merupakan air juga. Kita juga seperti itu. Kita membawa dasar antar-makhluk (saling keterhubungan), Nirvana, “dunia” yang melampaui kelahiran dan kematian, kekal dan tidak kekal, diri dan tiada diri. Nirwana adalah keheningan sejati dari konsep dan fenomena-Kedamaian Sejati. Nirwana adalah dasar dari semua itu, seperti ombak yang tidak akan ada tanpa ada air. Jika Anda tahu bagaimana menyentuh

(9)

ombak, Anda tahu bagaimana menyentuh air pada saat yang sama. Nirwana tidak berdiri terpisah dari Anicca dan Anatta. Jika Anda tahu bagaimana menggunakan hal itu untuk menyadari kenyataan, Anda bersentuhan dengan Nirwana di sini dan saat ini.

Nirwana adalah punahnya segala konsep pemikiran. Kelahiran dan kematian adalah konsep pemikiran. Jadi dan tidak jadi adalah konsep pemikiran. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berurusan dengan kenyataan relatif ini. Akan tetapi, jika kita mengamati hidup dengan lebih mendalam, kenyataan akan terungkap dengan sendirinya dalam jalan yang lain. Ketika Anda memahami Anicca dan Anatta, Anda telah terbebas dari penderitaan dan mencapai Nirwana. Nirwana bukanlah sesuatu yang Anda cari-cari untuk masa mendatang. Sebagai pelindung Dharma, Nirwana ada dalam semua ajaran Buddha. Nirwana bukanlah tiadanya kehidupan. Nirwana dapat ditemukan dalam kehidupan ini juga. Nirwana berarti keteduhan, keheningan, atau padamnya api penderitaan. Nirwana mengajarkan bahwa kita telah menjadi apa yang kita inginkan. Kita tidak harus mengejar segala sesuatu lagi. Kita hanya perlu kembali kepada kita sendiri dan memahami hakikat sejati kita. Ketika kita melakukan ini, kita akan berada dalam kedamaian dan sukacita sejati.

Mengapa Kita Perlu Menyadari Nirwana?

Nirwana adalah istilah “teknis” Buddhis untuk Pencerahan-pembebasan dari segala penderitaan atau Kebahagiaan Sejati! Jika kita ingin sungguh-sungguh berbahagia, Nirwana harus kita capai.

iv.Paticcasamuppada

Paticcasamuppada atau hukum sebab-musabab yang saling bergantungan merupakan salah satu ajaran yang terpenting dalam Buddha Sasana. Paticcasamuppada adalah suatu ajaran yang menyatakan adanya sebab-musabab yang terjadi dalam kehidupan semua makhluk, khususnya manusia. Dengan menganalisa dan merenungkan Paticcasamuppada inilah, Petapa Gotama akhirnya mencapai Penerangan Sempurna menjadi Buddha.

Referensi

Dokumen terkait

Komponen Materi atau bahan ajar merupakan sesuatu yang disajikan oleh guru untuk diolah dan dipahami oleh siswa dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan.. Dari pengertian di atas

Cara atau teknik pemisahan campuran bergantung pada jenis, wujud, dan sifat komponen yang terkandung didalamnya. Jika komponen berwujud padat dan cair, misalnya pasir dan

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis bunga pada tanah Oxic

T-tes dilakukan untuk melihat adakah pengaruh metode yang digunakan terhadap hasil belajar peserta didik dengan menggunkan nilai dari post test dari kelas eksperimen dan

Bilam ana Transfo rm ato r telah energise didekat atau pada tegangan po sitif m aksim um ( kurva d pada Gam bar 8- 2) , fluks yang dibutuhkan pada waktu ini adalah no l.

PERANAN KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA TERHADAP IMIGRAN ILEGAL STATUS PENGUNGSI DI KOTA MEDAN (1978-2005).. Yang

Berdasarkan daftar nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter, karakter yang dapat diimplementasikan dengan pendidikan berwawasan lingkungan antara lain: (1)