• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Sistem Kerja Helm Las

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan Sistem Kerja Helm Las"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM KERJA HELM LAS

DEVELOPMENT OF WELDING HELMET WORK SYSTEM

Debby Azra Aditya1, Fajar Sadika2, Dandi Yunidar3,

1,2,3Prodi S1 Desain Produk, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom

1

debbyazraaditya@gmail.com, 2fajarsadika@telkomuniversity.ac.id,

3

dandiyunidar@telkomuniversity.ac.id,

Abstrak

Kacamata las adalah salah satu peralatan kerja untuk melindungi mata penggunanya dari percikan api, debu, hingga sinar las yang intensitas cahayanya melebihi kapasitas kemampuan mata manusia. Pada dasarnya, kacamata khusus las telah memiliki fitur yang sesuai dengan anjuran keselamatan kerja yang dibutuhkan saat mengelas. Namun, para pengguna yaitu tukang las masih banyak yang tidak menggunakan kacamata las sesuai anjuran keselamatan kerja itu karena faktor-faktor yang membuat mereka tidak nyaman. Faktor utama adalah bentuk dan material kacamata las yang membuat kontak fisik antara pengguna dan produk jadi tidak sesuai standar kenyamanan pekerja sehingga dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian faktor utama kacamata las yang tidak nyaman sehingga dapat menemukan solusi yang baik agar para tukang las dapat mengenakan kacamata las sesuai anjuran keselamatan dengan benar.

Kata Kunci: kacamata, las, pengguna, kontak, fisik, mata, pekerjaan.

Abstract

Welding glasses is one of the working tools to protect the user’s eyes from sparks of fire, dust, to welding rays of light with intensity beyond the capacity of the human eye. Basically, the special welding glasses already had features that match the safety advice that required when welding. However, there are many users who are the welders which won’t use welding glasses as recommended for the safety work because of factors that made them uncomfortable. The main factors are shape and material of welding glasses which made a physical contact between user and finished product that not according to the worker's comfort standard, so it can cause the risk of work accident.

Based on these backgrounds, the main factors of uncomfortable welding glasses was investigated so it can found a good solution for welders to wear welding glasses according to safety advice correctly.

Keywords: glasses, welding, user, physical, contact, eyes, work

1. Pendahuluan

Penggunaan kelengkapan keselamatan kerja merupakan salah satu aturan dalam standar operasional prosedur dalam pekerjaan yang dapat menimbulkan resiko terhadap pekerja. Kelengkapan kerja dapat memiliki sifat dan spesifikasi yang khusus terhadap setiap pekerjaanya, namun dapat memiliki kekurangan berupa pengurangan efisiensi terhadap pengguna. Kegunaan helm khusus las memiliki kekurangan pada penggunaan yang menyulitkan pengguna, kekurangan merupakan produk memiliki titik berat yang tidak stabil dikarenakan berat pada sisi depan pada wajah pekerja. Hal ini dapat mengganggu serta menurunkan kinerja pekerja. Bahkan dikarenakan kekurangan ini sebagai alternatif para pekerja tidak menggunakan helm khusus tersebut dan beralih kepada helm shading saja, sebuah spesifikasi tertentu tetap dibutuhkan namun dihiraukan.

Dari kegiatan mengelas, cahaya merupakan emisi dari wujud energi pada proses pengelasan yang melibatkan reaksi material terhadap material lain serta berlangsung pada suhu tinggi. Emisi cahaya ini dapat berkisar lebih dari ambang batas normal yang dapat diproses oleh mata manusia, dari penjelasan spektrum sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa cahaya yang dihasilkan oleh pengelasan berupa warna putih yang berarti cahaya tersebut sudah melebihi frekuensi serta panjang gelombang yang dapat di proses mata manusia, sebagai acuan lain dapat diukur mencapai 80,000~90,000lux. Cahaya yang dihasilkan memasuki wujud UV

(2)

atau Ultra Violet, UV memiliki panjang gelombang berkisar antara 10~400 nm. Helm las digunakan oleh pengelasan harus dapat menahan cahaya yang setara dengan 80.000~90.000lux, hal ini menjadi anjuran agar sinar UV tidak langsung merusak mata pekerja. Material yang digunakan sebagai penahan cahaya tersebut juga harus memiliki absorbsi lumen tinggi serta frekuensi yang tepat.

Efisiensi merupakan sebuah paramater kinerja sesuatu terhadap apa yang dikerjakannya untuk meraih tujuan, penggunaan material pada perancangan produk akan mempengaruhi efisiensi pengguna dari berbagai macam sisi. Seperti jenis material berserta kontak fisik, dimensi material pada perancangan desain, dan fungsional terhadap pengguna. Helm khusus las memiliki kekurangan pada titik berat yang tidak stabil, ketidak setaraan jenis material dan dimensi material menyebabkan helm condong jatuh ke depan, hal ini menyulitkan pekerja pada pengelasan yang membutuhkan helm khusus tersebut, seperti saat melakukan pengelasan las argon. Perancangan desain produk membutuhkan penelitian terhadap jenis material yang akan digunakan, agar memberikan efisiensi yang baik kepada pengguna dan diharapkan dapat meningkatkan kinerja. Serta memberikan keamanan kontak fisik terhadap pengguna.

Berdasarkan hasil observasi literatur dan data lapangan, penulis akan melakukan penelitian penggunaan material yang sesuai dengan spesifikasi standar keamanan namun dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna. Diharapkan setelah penulis melakukan penelitian, dapat ditemukan pengembangan dan saran yang sesuai dengan standar aturan keamanan dan memberikan peningkatan keselamatan kerja.

2. Dasar Teori dan Perancangan 2.1 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya merupakan perwujudan dari wavelenght, sebuah cahaya memiliki panjang frekuensi yang mampu dibagi-bagi tiap jenisnya. Cahaya yang dapat di proses oleh mata manusia merupakan fraksi kecil dari variasi gelombang cahaya yang ada. Fraksi kecil ini merupakan Visible Light atau cahaya tampak, mata manusia dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang dari 390~700 nm dan diperwujudkan dengan berbagai macam warna, dari terendah berupa violet 380 nm dengan frekuensi 668 THz hingga warna merah dengan panjang gelombang 620 nm dengan frekuensi 400THz. Cahaya dapat memiliki wujud intensitas dan frekuensi tinggi yang dihasilkan dari interaksi dan reaksi besar, layaknya pengelasan besi. Pengelasan besi dapat menghasilkan sinar yang memiliki frekuensi melampaui batas normal yang dapat diproses oleh mata manusia.

Mengukur intensitas cahaya bukanlah hal baru. Namun, perangkat elektronik modern semakin dipengaruhi oleh persyaratan operasional — otonomi, efisiensi energi, dll — yang bergantung pada penilaian berbasis-standar dan berbasis-manusia tentang penerangan ambient. Penilaian semacam itu mengukur sesuatu yang disebut iluminansi, dan unit SI untuk penerangan adalah lux. Pengukuran yang terkait erat dengan luminous flux, unit SI untuk lumen.

Luminous flux sesuai secara konseptual dengan jumlah cahaya; iluminasi, di sisi lain, adalah jumlah cahaya relatif terhadap ukuran permukaan yang diterangi. Jadi, kebetulan bahwa lux didefinisikan sebagai lumens per meter persegi1.

Lux dan lumens jelas berbeda. Untuk sumber cahaya tetap dengan jumlah lumens tertentu, jumlah lux dapat dan dalam banyak kasus adalah variabel. Memindahkan objek yang diterangi jauh dari sumber cahaya akan menurunkan kecerahan - jumlah lux. Menambahkan lensa atau reflektor ke sumber cahaya dapat memfokuskan cahaya ke area tertentu dan menghasilkan kecerahan yang lebih tinggi di area tersebut (meskipun lumens dan jaraknya sama)2.

2.2 Intensitas Cahaya Las pada Mata Manusia

Mata manusia tidak merespon spektrum cahaya seperti instrumen laboratorium. Sebuah plot sensitivitas warna mata manusia ditunjukkan pada gambar di bawah.

(3)

Gambar 1. Sensitivitas mata manusia pada warna

(Sumber: Light Measurements and the Human Eye Explained [E-Book], Unknown) Warna yang diamati oleh seseorang mungkin tidak sama dengan warna yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Ini menciptakan masalah dalam memilih atau mendesain sumber cahaya buatan karena spektrum tertentu mungkin tidak menyenangkan mata dan beberapa spektrum mungkin berbahaya. Ini diatasi dengan cara khusus yang mengubah laboratorium menentukan spektrum sumber cahaya ke dalam apa yang akan dilihat oleh mata manusia.

Korelasi suhu warna dalah ukuran dari tampilan warna cahaya yang sebenarnya jika dilihat oleh mata manusia. Ketika suhu warna berkorelasi naik, warna yang diamati bergerak dari merah ke kuning dan terus menjadi putih. Warna kuning dan merah akan memiliki CCT sekitar 1500 K dan cahaya putih muncul sekitar 7500 K4.

Hasil dari uji coba laboratorium ini membuktikan bahwa semakin panas sumber cahaya, maka akan semakin putih pula warnanya. Warna ini sangat menyilaukan sehingga cahaya harus melewati proses polarisasi terlebih dahulu sebelum mengenai mata langsung agar bisa diterima oleh penglihatan normal manusia. Salah satu proses kerja yang dapat menghasilkan cahaya berwarna putih dengan alat yang digunakan dan harus membuat mata bertahan untuk melihatnya adalah las.

2.3 Definisi Las

Welding dalam bahasa Indonesia berarti las. Salah satu jenis pekerjaan teknik yang juga umum dilakukan oleh masyarakat Indonesia dari kalangan kecil, menengah, hingga atas. Las dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penyambungan (besi dan sebagainya) dengan cara membakar. Penjelasan lainnya, las adalah teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Sonawan dan Suratman, 2000).

Dari proses pengerjaannya, las dibagi menjadi 4 macam, yaitu: a. Gas

Pengelasan dengan menggunakan gas (gas asetilin, propana, atau hidrogen), dengan cara membakar gas bakar dengan oksigen (zat asam) sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencairkan logam induk dan logam pengisi.

b. Ikat

Pengelasan sepanjang kira-kira 0,5—2 cm untuk mengikat bagian konstruksi supaya tetap pada kedudukannya sampai penguatan menyeluruh dilaksanakan.

c. Isi

Pengelasan sambungan pelat tumpang yang pelat sebelah atasnya berlubang tempat memasukkan logam pengisi las.

d. Tangan

Pengelasan yang seluruh prosesnya dilakukan dengan tangan.

Pekerjaan pengelasan juga menghasilkan radiasi inframerah tergantung pada temperatur lelah mental (Direktorat Hilir Bidang Pemasaran dan Niaga, 2002).

Tukang las harus memiliki mental dan fisik yang kuat, dengan koordinasi antara tangan dan mata yang baik, dan kemampuan untuk tetap fokus pada tugas yang berulang-ulang dan berlangsung lama. Orang yang lamban dan ceroboh tidak cocok untuk pekerjaan ini. Tukang las memiliki kebanggaan tersendiri dan keterampilan yang khusus untuk menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.

Tukang las yang baik juga harus bisa memotivasi dan menyemangati dirinya sendiri, karena mungkin pekerjaan ini adalah pekerjaan lepas, harus menemukan proyek dan pekerjaan sendiri. Terkadang tukang las banyak dibutuhkan, tapi ini tergantung bagaimana menemukan permintaan untuk pekerjaan ini dan tergantung keterampilan dalam mengelas. Sebagai tukang las, tukang las akan berurusan dengan logam panas, sinar yang menyilaukan, dan asap yang berbahaya setiap hari. Dalam mengelas, tukang las akan bekerja dengan perlengkapan yang berat dan dapat menyebabkan cedera serius.

2.4 Helm Las

Helm las merupakan helm kerja pelindung mata dan wajah dari resiko bahaya yang ditimbulkan dari efek kerja pengelasan dan memotong bahan serabut seperti kayu. Tidak hanya melindungi mata dari panas dan radiasi optik yang dihasilkan oleh pengelasan, seperti sinar ultraviolet yang intens yang dihasilkan oleh busur listrik, tapi juga dari percikan api atau puing-puing di sekitar lingkungan kerja.

Berdasarkan makalah metodologi penelitian berjudul Pengaruh Pemakaian Kacamata Las Terhadap Ketajaman Penglihatan Pada Pekerja Las Karbit Di Wilayah Pinggir Jalan Goa Jatijajar Kebumen yang ditulis oleh Gita Naftasari, pelindung mata digunakan untuk menghindari pengaruh

(4)

radiasi energi seperti sinar ultra violet, inframerah dan lain-lain yang dapat merusak mata. Pemaparan sinar ultra violet dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat atau pemaparan sinar ultra violet intensitas rendah dalam waktu cukup lama akan merusak kornea mata. Para pekerja yang kemungkinan dapat terkena bahaya dari sinar yang menyilaukan, seperti sinar dari las potong dengan menggunakan gas dan percikan dari las sinar yang memijar harus menggunakan pelindung mata khusus.

Helm las sangat penting digunakan pada saat mengelas, untuk melindungi mata dari radiasi sinar ultra violet, sinar tampak, dan sinar inframerah. Goggles tersebut harus mampu menurunkan kekuatan pancaran sinar tampak dan harus dapat melindungi mata dari pancaran sinar ultra violet dan inframerah. Untuk mendapatkan helm las dengan kaca gelap yang memiliki sifat tidak tembus sinar-sinar berbahaya sulit didapatkan.

Untuk keperluan ini maka helm las harus mempunyai warna tranmisi tertentu, misalnya abu-abu, coklat atau hijau. Lensa helm tidak boleh terlalu gelap, karena tidak dapat melihat benda kerja dengan jelas, tetapi juga tidak boleh terlalu terang, sebab akan menyilaukan. Bahan dari helm las dapat terbuat dari plastik yang transparan dengan lensa yang dilapisi kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dan kesilauan atau lensa yang terbuat dari kaca yang dilapisi timah hitam untuk melindungi dari radiasi gelombang elektromagnetik dan mengion (Budiono, 2003) 10.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih helm las oleh Harsono Wiryosumarto dan Toshie Okumura (1996) adalah:

a. Harus mempunyai daya penerus yang tepat terhadap cahaya tampak. b. Harus mampu menahan cahaya dan sinar yang berbahaya.

c. Harus mempunyai sifat-sifat yang tidak melelahkan mata.

d. Harus tahan lama dan mempunyai sifat yang tidak mudah berubah. e. Harus memberikan rasa nyaman kepada pemakai.

3. Pembahasan

3.1 Systematic Human Error Reduction and Prediction(SHERPA)

Stasiun Kerja No

Task Task

Mode Error

Deskripsi

Error Konsekuensi Perbaikan

Error Level Pengawasan mutu 1.1 Peralatan C6 Tukang las masih memilih

helm las yang tidak sesuai anjuran keselamatan karena merasa itu lebih nyaman Mata terkena percikan api, menghambat pekerjaan Mengompres mata yang terkena percikan api High 1.2 Bahan las C1 Tukang las jarang mengecek bahan las yang

hampir tidak pernah pindah

dari posisi awal

Jika ada bahan las yang kurang di tengah pekerjaan dapat menghambat Mencari bahan las yang kurang di toko terdekat Low 1.3 Pelaksanaan C1 Tukang las tidak mengawasi pekerjaan tukang las lain

Tukang las harus lebih berhati-hati bekerja sendiri Tidak dapat diperbaiki Low 1.4 Keterampilan C1 Tukang las yang bekerja sudah profesional Jika sesuatu terjadi, tanggung jawab dipegang tukang las yang Tidak dapat diperbaiki Low

(5)

bersangkutan 1.5 Proses C1 Tukang las yang bekerja sudah profesional Jika sesuatu terjadi, tanggung jawab dipegang tukang las yang bersangkutan Tidak dapat diperbaiki Low Pengamanan pengelasan 2.1 Pemakaian baju kerja A5 Baju yang digunakan tukang las hanya kaos dan celana biasa Masih merasakan panas karena percikan api pada bagian tubuh tertentu Mendinginkan diri sebentar (istirahat) Medium 2.2 Pemakaian helm pelindung A10 Tukang las memakai helm

las yang tidak sesuai anjuran keselamatan karena merasa itu lebih nyaman Mata terkena percikan api dan rabun sesaat karena cahaya las yang kadang terlalu silau, menghambat pekerjaan Mengompres mata yang terkena percikan api atau membersihkan percikan api dengan kertas High 2.3 Persiapan keamanan dari ledakan A4 Tukang las tidak banyak mengubah setting mesin sejak pertama kali digunakan Ada kemungkinan arus listrik pendek, namun jarang terjadi Mengecek setting mesin lebih teliti Medium Penerimaan bahan yang mau dilas 3.1 Membawanya ke dalam ruangan A7 Tukang las seringkali tersandung atau salah posisi ketika membawa besi terutama yang berukuran besar Bagian tubuh sakit atau terluka terkena besi Menggunakan plester dan betadine atau mengsitirahatka n bagian tubuh yang sakit sejenak Medium 3.2 Meletakkanya secara hati-hati A1 Tukang las kadang terburu-buru dan menjatuhkan besi Bagian tubuh sakit atau terluka terkena besi Menggunakan plester dan betadine atau mengsitirahatka n bagian tubuh yang sakit sejenak Low 3.3 Menggesernya ke posisi yang pas A1

Tukang las kadang terburu-buru dan menjatuhkan besi Bagian tubuh sakit atau terluka terkena besi Menggunakan plester dan betadine atau mengsitirahatka n bagian tubuh yang sakit sejenak Low

Pengelasan 4.1 Mengambil bahan las listrik A1 Tukang las dapat salah mengambil jumlah elektroda yang dibutuhkan Elektroda yang digunakan kurang sehingga pekerjaan terhambat Harus mengambil elekroda tambahan Low

(6)

4.2 Menyalakan las listrik A2 Tukang las salah memposisikan antara ujung pistol las dan

ujung elektroda Elektroda dan listrik bisa cepat habis sehingga menghambat pekerjaan Harus membeli elektroda dan listrik tambahan Medium 4.3 Tangan memegang elektroda dan pistol las A4 Tangan tukang las bisa terlalu dekat dan juga

jauh dari sumber panas Jika terlalu panas, hasil leburan jadi berlebihan dan jika panasnya kurang, las tidak dapat menempelkan besi Menyesuaikan jarak tangan dengan baik Low 4.4 Mengelas besi A9 Tukang las harus berhenti sesekali untuk istirahat karena tidak memakai perlindungan yang sesuai anjuran keselamatan Mata cepat lelah, perih, dan merah karena terkena ‘tembakan’ las. Kulit wajah dan tangan sering melepuh karena panas percikan api Membutuhkan waktu untuk mengistirahatka n mata dan menunggu kulit yang melepuh sampai mengelupas High Finishing Las 5.1 Mengambil gerinda A2 Tukang las salah mengatur posisi kabel gerinda Dapat tersandung oleh kabel Hati-hati mengatur posisi kabel di sekitar tempat las Low 5.2 Merapikan hasil las dengan gerinda A9 Tukang las harus berhenti sesekali untuk istirahat karena tidak memakai perlindungan yang sesuai anjuran keselamatan Mata cepat lelah, perih, dan merah karena terkena percikan api dari hasil gerinda. Kulit wajah dan tangan sering melepuh karena panas percikan api Membutuhkan waktu untuk mengistirahatka n mata dan menunggu kulit yang melepuh sampai mengelupas High 5.3 Merapikan hasil las dengan amplas

tangan A2 Hasil penghalusan dari gerinda belum maksimal jadi bekas las masih tersisa banyak Tangan tukang las cepat merasa pegal Istirahat sembari melakukan senam ringan untuk merilekskan otot tangan Medium 5.4 Mendempul-amplas sampai semua lubang tertutup A4 Dempul yang kurang dapat menyisakan lubang Terlihat tidak menarik ketika dicat Dempul dilakukan berulang kali sampai lubang tertutup Low

Tabel 1. Tabulasi SHERPA

(7)

Wawancara pada kurang lebih 5 tukang las yang berada di bengkel las sepanjang jalan Buah Batu, Bandung, diberikan 4 pertanyaan utama sebagai berikut:

1. Jangka waktu bekerja sebagai tukang las.

2. Jenis helm las yang biasa digunakan: Full Face, helm hitam biasa, atau Goggles (yang menggunakan karet).

3. Efek samping atau kecelakaan yang pernah dialami selama menggunakan helm las yang sekarang.

4. Alasan mengapa tidak menggunakan helm las yang sesuai anjuran keselamatan kerja. Berikut adalah tabel berisi jawaban dari 4 pertanyaan tersebut:

No Nama, Umur Jawaban Pertanyaan 1 Jawaban Pertanyaan 2 Jawaban Pertanyaan 3 Jawaban Pertanyaan 4 1 Aris, 33 tahun 16 tahun Helm hitam biasa Percikan api masuk mata dan

perih karena silau lihat cahaya Lebih nyaman menggunakan helm hitam biasa 2 Adul, 15 tahun 3 tahun Helm hitam biasa

Perih dan pegal kalau kelamaan ngelas lihat cahaya Lebih mudah dan nyaman digunakan 3 Dani, 27 tahun 15 tahun Helm hitam biasa, full face Kalau helm hitam biasa sering kena percikan api, tapi kalau full

face sering pegal karena kelamaan digunakan Lebih ringan dan nyaman digunakan, full face hanya dipakai kalau pesanan las lagi

banyak 4 Adit, 30 tahun 18 tahun Helm hitam biasa, full face Kalau helm hitam biasa sering kena percikan api, tapi kalau full

face sering pegal karena kelamaan digunakan Lebih ringan dan nyaman digunakan, full face hanya dipakai kalau pesanan las lagi

banyak 5 Banu, 36 tahun 15 tahun Goggles, full face Karet goggles kadang terlalu kuat di kepala sehingga menimbulkan pusing, full face

bisa bikin pegal dan pengap Menjadi tukang las setelah menempuh pendidikan jadi mengerti

goggles dan full face adalah pilihan paling

aman untuk melindungi

mata Tabel 2. Tabulasi Wawancara

4. Kesimpulan

Berdasarkan metode SHERPA dan hasil wawancara di atas, pengalaman dan antarmuka pengguna terhadap produk menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan untuk menemui kesimpulan rekomendasi helm las sesuai anjuran keselamatan.

Bisa dilihat pada metode SHERPA, kecelakaan kerja yang memiliki resiko paling tinggi dalam menjadi tukang las terletak di bagian mata. Percikan api dapat masuk ke dalam mata jika tidak menggunakan helm las yang sesuai dan helm hitam biasa yang kadar polarisasinya kurang dapat membuat mata silau karena cahaya las yang memiliki intensitas tinggi. Jika dibiarkan, hal ini dapat menjadi dampak buruk terhadap mata.

(8)

Tukang las bisa terkena miopi jika tidak hati-hati atau membiasakan diri mengistirahatkan mata, kemungkinan terburuk dapat menyebabkan kebutaan.

Selain menggunakan metode SHERPA, pada wawancara yang langsung diberikan pada para tukang las, mereka juga mengaku sering mengeluhkan kecelakaan pada daerah mata. Mereka tetap tidak bisa mengelak terkena percikan api yang masih bisa masuk dari sela-sela helm meskipun mereka sudah memasang jarak aman antara cahaya las dan mata yaitu 50–60 cm. Walau sudah mengelas selama bertahun-tahun, resiko itu tetap tidak bisa dihindari selama mereka masih mengenakan helm hitam biasa.

Dari kesimpulan yang bisa didapat pada penelitian kontak fisik pengguna ini, helm las sesuai anjuran keselamatan sebaiknya memiliki dimensi full face sehingga dapat melindungi keseluruhan wajah pengguna. Namun, para tukang las mengaku enggan menggunakan helm khusus las tersebut karena mereka tidak nyaman dengan polarisasi helm las yang terlalu gelap. Tapi, itu juga dikarenakan sistem pengamanan yang terlalu kaku sehingga tidak bisa dilepas-pasang dengan mudah atau material yang terlalu berat dan kasar sehingga membuat pengguna merasa pegal dan kulitnya terkena lecet.

Helm hitam biasa yang dijual di pasaran memang memiliki material yang ringan dan kaca yang tidak terlalu gelap sehingga membuat pengguna masih bisa melihat sekeliling meskipun mereka mengenakannya tanpa mengelas. Hal ini yang membuat para tukang las cenderung memilih helm ini karena saat bekerja mereka lebih nyaman menggunakannya tanpa harus kesulitas melepas-pasangnya. Hanya saja sebagai gantinya, mereka harus siap sedia jika sesekali mata mereka terkena percikan api, debu, dan cahaya las.

5. Saran

Dari laporan di atas, saran yang dapat diberikan adalah:

1. Penggantian alternatif kaca hitam ke polycarbonate yang diberikan film penyerap intensitas cahaya tinggi.

2. Menggunakan bahan ABS ringan yang kemudian dilapisi coating agar tahan panas.

3. Menggunakan bahan plastik di bagian depan kepala dikombinasikan dengan bahan karet berupa gesper sebagai pengatur kekuatan cengkeraman pada kepala.

4. Mengganti headbelt dengan sistem adjustable atau yang bisa diatur pemakaiannya.

5. Perlu penelitian yang lebih mendalam untuk ukuran kepala rata-rata tukang las di Indonesia karena data literatur tidak selalu sesuai dengan data lapangan.

Dengan diterapkannya saran ini maka diharapkan dapat menambah kenyamanan pengguna helm las full face sesuai anjuran keselamatan. Terutama untuk para tukang las di Indonesia. Bahan-bahan yang dibutuhkan cukup terjangkau dan dapat diproduksi dalam jumlah besar. Semoga pembahasan pada laporan ini dapat menjadi pertimbangan untuk meningkatkan keamanan para pekerja di Indonesia.

Daftar Pustaka

[1] Anonim. 2018. Cara Menjadi Tukang Las. [Online] Available at: https://id.wikihow.com/Menjadi-Tukang-Las. [Accessed 8 Januari 2018]

[2] Keim, Robert. 2016. Understanding Illuminance: What’s in a Lux? [Online] Available at:

https://www.allaboutcircuits.com/technical-articles/understanding-illuminance-whats-in-a-lux/ [Accessed 5 Januari 2018]

[3] Kesehatan, RAION. 2015. Efek dan Cara Mengatasi Sakit Mata Akibat Sinar Las Listrik. [Online] Available at: http://theraionkesehatan.blogspot.co.id/2015/12/efek-dan-cara-mengatasi-sakit-mata.html [Accessed 10 Januari 2018]

[4] Naftasari, Gita. 2010. PENGARUH PEMAKAIAN HELM LAS TERHADAP KETAJAMAN PENGLIHATAN PADA PEKERJA LAS KARBIT DI WILAYAH PINGGIR JALAN GOA JATIJAJAR KEBUMEN. Tugas Terstruktur Mata Kuliah Metodologi Penelitian. Universitas Jenderal Soedirman. [Online] Available at: http://dicerahkan.blogspot.co.id/2011/01/pengaruh-pemakaian-helm-las.html. [Accessed 12 Januari 2018]

[5] Nemec, John. 2018. Light Measurements and the Human Eye Explained. Berryessa Designs. [Online] Available at: www.berryessadesigns.com/docs/Light-Measurements-Glossary-Rev2.pdf [Accessed 15 Januari 2018]

Gambar

Tabel 1. Tabulasi SHERPA

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total siklus hidup pada varietas Mekongga yaitu ±27,1 hari dan jumlah telur yang diletakkan yaitu ±41,56 butir/betina sedangkan varietas

Fungsi multi nilai kontraktif pada himpunan dari himpunan bagian-himpunan bagian ruang metrik lengkap tidak kosong dan tertutup mempunyai

Sejenis kontrak yang tidaK melibatkan kontrak tetap tetapi kerj-kerja diukur dan dinilai sebaik sahaja kerja berjalan dan menunjukkan kemajuan. Pembayaran merupakan jumlah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian sebagian semen dengan fly ash dengan kadar 55% menghasilkan nilai absorpsi dan koefisien sorptifity yang paling kecil pada saat

Tampilan Program Utama dari program komputer untuk menentukan eigen fungsi dan eigen energy dari electron dalam kawat kuantum Bagian terpenting didalam program.. yang

E yang diisolasi dari tanaman teh memiliki kemampuan untuk melakukan biotransformasi senyawa (-)-epikatekin menjadi (-)- (2R,3S)-dihidrokuersetin di dalam medium

Kemungkinan yang dimaksud dengan masjid dalam hadis tersebut adalah mushalla yang sering digunakan untuk shalat Id dan shalat Istisqa‟ karena di samping masjid Nabi tidak

(dalam Amirah Diniaty, 2012:78) diantaranya sebagai berikut: a) menerima diri sendiri, baik mengenai kekuatannya maupun kelemahan- kelemahannya, sehingga dapat membuat