Keterbukaan Ekonomi Sektor Perikanan di Provinsi Maluku:
Aplikasi Error Correction Model (ECM)
ABSTRACT
Maluku is a province that comprised 92 percent of the ocean so rich in marine resources and fisheries. In
this study focuses on the analysis of fishery exports and macro variables in the region. The dependent variable was the fisheries exports (Y), while the independent variable is the target of observation is the investment variable (X1), the inflation variable (X2), the exchange rate variable (X3) and variable of labor (X4). Data used in this study originated from the BPS, BI and the Department of Marine and Fisheries Maluku Province. The method used in this study is EG-ECM (Engle Granger - Error Correction Model). Results showed that in the short term and long-term inflation variable has a significant and negative relation with fisheries export, exchange rate variable have a significant and positive relation with fisheries export. Labor has a significant in the long term while no effect on short-term fisheries export. Investment variable in both the long-term and short term is not significant in influencing the fisheries exports. ECT is a significant value indicates that the model used in this study is valid. Keywords: fisheries export, investment, inflation, exchange rates. Trikonomika
Volume 10, No. 1, Juni 2011, Hal. 63–71 ISSN 1411-514X
PENDAHULUAN
P
erdagangan luar negeri merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara. Perdagangan luar negeri menjadi semakin penting, bukan saja dalam kaitannya dengan haluan pem bangunan yang berorinetasi luar, tetapi juga membidik masyarakat di negaranegara lain sebagai pasar hasil produksi dalam negeri.Pasaran ekspor mempunyai peran yang me nonjol terhadap perekonomian, khususnya dalam penerimaan devisa. Selain itu, ekspor juga berperan sebagai sumber penerimaan pemerintah dan dapat mendorong investasi. Suatu negara dapat mengekspor barangbarang yang dihasilkannya apabila barang barang tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam negara tersebut dan juga diperlukan di negara lain yang tidak dapat menghasilkan atau belum bisa memenuhi kebutuhan akan barang tersebut. Ekspor untuk produkproduk dengan nilai tambah yang tinggi
Yerimias Manuhutu
Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura Ambon
Jln. Ir. Putuhena Kampus Poka Ambon
E-Mail: [email protected]
Fenty Yoseph M
Fakultas Ekonomi Universitas Musamus Merauke
E-Mail: [email protected]
Vera Pauline K
Politeknik Negeri Ambon
sangatlah penting dan diharapkan dapat menjadi motor penggerak proses perekonomian daerah.
Sektor perikanan sebagai salah satu sub sektor pertanian diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam meningkatkan penerimaan bagi daerah, terutama karena Provinsi Maluku yang me miliki luas laut mencapai 92,4% sedangkan sisanya merupakan wilayah daratan yang terdiri dari pulau pulau besar, sedang dan kecil.
Perairan Maluku mempunyai sifat oceanografis, biologis dan geografis tersendiri yang membedakan dengan lautlaut lain di perairan Nusantara. Kondisi demikian, menjadikan perairan Maluku mengandung sumber daya potensial ekonomis yang cukup tinggi sebagai sumber hayati laut, mineral maupun potensi wisata bahari.
Dengan luas laut tersebut, menunjukan bahwa Maluku kaya akan potensi sumber daya alam laut, terlihat dari standing stock sebesar 1,9 juta ton/tahun dan potensi lestari (MSY) sebesar 950.000 ton/tahun. Potensi penangkapan berdasarkan hasil kajian terhadap stok ikan di Wilayah Penangkapan (WPP) Provinsi Maluku pada tahun 2007, oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP bekerjasama dengan LIPI terfokus pada; laut Banda 277.890 ton/tahun, laut Arafura 771.500 ton/tahun, laut Seram 590.640 ton/tahun dan total penangkapan mencapai 1.640.030 ton/tahun. Potensi perikanan tangkap terdiri dari; jenis ikan pelagis besar 261.490 ton/tahun, ikan pelagis kecil 980.120 ton/tahun, ikan demersil 295.500 ton/tahun, ikan karang 47.600 ton/tahun, udang 44.000 ton/tahun, lobster 800 ton/tahun dan cumi mencapai 10.520 ton/tahun. Negata tujuan ekspor perikanan adalah Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan China. Komoditi perikanan yang di ekspor adalah ikan beku lain, ikan beku mackeral, ikan beku filet, udang beku dan ikan tuna atau cakalang beku.
Peluang pengembangan sektor kelautan di Provinsi Maluku sangat didukung dengan ketersediaan potensi sumber daya laut yang melimpah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu berupaya menggeser paradigma pembangunan yang berorientasi darat (continental oriented) ke arah pembangunan yang berorientasi laut (ocean oriented). Sehingga pem bangunan daerah, dapat bersinergi dengan ketersedia an potensi laut, sekaligus menjadi daya dukung bagi pencapaian pembangunan di Provinsi Maluku.
Menurut Retraubun (2006), terlepas dari itu, upaya pengelolaan sektor kelautan di Maluku, senantiasa mendapat perhatian yang serius dari pemerintah pusat. Hal ini ditandai dengan disetujui nya penyusunan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk beberapa daerah kepulauan, termasuk Maluku, dimana terjadi peningkatan alokasi DAK tahun 2007 yang diharapkan dapat diarahkan untuk pembangunan infrastruktur yang leanding sektornya perikanan dan kelautan.
Ekspor perikanan di Provinsi Maluku selama periode penelitian menunjukkan perkembangan yang cukup menarik karena pada beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Perkembangan Ekspor perikanan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perkembangan Volume Ekspor Perikanan, Tahun 1985–2008 Volume (ton) 400.000,00 350.000,00 300.000,00 250.000,00 200.000,00 150.000,00 100.000,00 50.000,00 0,00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, 2009
Gambar 1. menunjukkan perkembangan volume produksi ekspor perikanan di Provinsi Maluku tahun 1985–2008. Dimana terlihat bahwa pergerakan antara volume ekspor perikanan memiliki trend yang cenderung meningkat namun mengalami penurunan pada tahun 1998, hal ini disebabkan karena faktor eksternal, yakni adanya krisis moneter yang melanda dunia sehingga turut mempengaruhi kinerja ekspor perikanan di Maluku. Kemudian pada tahun 1999 terjadi penurunan karena pengaruh faktor internal, yakni adanya krisis kemanusiaan yang melanda Maluku. Namun pada tahun 2008 volume ekspor perikanan mencapai 338.892,67 ton atau meningkat sebesar 4,13 persen dengan nilai ekspor sebesar Rp 1.148.439.306,04 atau meningkat sebesar 19
persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kontribusi ekspor perikanan terhadap total ekspor di Provinsi Maluku adalah sebesar 59 persen dan merupakan kontributor terbesar diantara subsub sektor yang berkontribusi. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor perikanan merupakan instrumen yang paling ber potensi dalam dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena daya dukung yang dimiliki.
Berbagai cara terus dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi Maluku dalam perluasan ekspor perikanan, salah satu kebijakan yang dipandang sangat baik serta mampu memberikan efek yang cepat adalah investasi. Investasi merupakan salah satu instrumen dalam proses pembangunan yang ampuh merangsang aktivitas perekonomian di daerah dengan cepat. Perkembangan investasi dapat dilihat pada Gambar 2. 8.000.000.000 7.000.000.000 6.000.000.000 5.000.000.000 4.000.000.000 3.000.000.000 2.000.000.000 1.000.000.000 Investasi 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Gambar 2. Perkembangan Investasi Perikanan, Tahun 1985–2008
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, 2009
Pada dasarnya investasi merupakan pembentukan modal yang mendukung peranan baik pemerintah maupun swasta dalam perekonomian. Menurut Harrod Domar, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan investasiinvestasi baru sebagai stok modal seperti penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.
Investasi diharapkan sebagai penggerak per tumbuhan perekonomian karena terbatasnya dana yang dimiliki, investasi mutlak diperlukan sebab pada dasarnya pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan melalui lebih banyak mengadakan investasi. Investasi melalui foreign direct investment terbukti mempunyai hubungan kausal dengan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara berkembang (Jayaraman and Choong, 2006).
Pada Gambar 2. terlihat bahwa perkembangan investasi perikanan mengalami pertumbuhan yang pesat pada tahuntahun terakhir setelah masa krisis ekonomi dan krisis kemanusiaan berakhir, hal ini turut dipicu oleh pergerakan nilai kurs mata uang yang yang erat kaitannya dengan ekspor karena komoditi perikanan memiliki nilai yang berbeda antar negara. Sementara disisi lain pergerakan tingkat suku bunga yang berkaitan dengan kurs sangat rentan terhadap penyakit ekonomi yakni inflasi, dalam kondisi yang baik dan tingkatan yang wajar inflasi bukanlah sesuatu hal yang ditakutkan namun apabila sudah dalam kondisi yang berdampak buruk dan merusak struktur perekonomian inflasi adalah penyakit yang harus dikendalikan.
Dengan adanya permasalahan yang cukup rumit ini maka yang menjadi pertanyaan menarik untuk diteliti adalah adalah bagaimana arah dan seberapa besar pengaruh investasi, inflasi, kurs dan tenaga kerja terhadap ekspor perikanan di Provinsi Maluku?
METODE
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data time series dengan periode tahun 1985–2008, yang bersumber dari Dinas kelautan dan perikanan Provinsi Maluku, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI).
Estimasi yang akan dilakukan menggunakan pendekatan model dinamis khususnya model koreksi kesalahan EngleGranger (Engle-Granger Error
Corection Model, EGECM). Untuk pengolahan data
digunakan E-Views. Pendekatan ECM meminimalkan kemungkinan estimasi hubungan langsung dengan tetap mempertahankan infomasi jangka panjang tanpa mengurangi adanya pengaruh struktur lag yang berubahubah (Wickens and Breusch, 1988). Metode ECM juga menghasilkan t–statistik hasil estimasi yang valid walaupun dalam keadaan ketiadaan variabel penjelas (Inder, 1993).
Adapun langkahlangkah pengujian yang di lakukan adalah sebagai berikut: Uji Stasioneritas Data dan Derajat Integrasi, dilakukan pengujian stationeritas data runtut waktu dengan menggunakan uji akar unit (unit root test) yang dikenal dengan nama uji Augmented DickeyFuller (ADF) dan Phillip
Peron (PP) untuk mengetahui stasionaritas suatu data,
apakah data sudah stasioner pada derajat integrasi yang sama. Konsekuensi dari data yang tidak stasioner ter sebut akan dapat mengakibatkan munculnya regresi
lancung (spurious regression) dalam suatu model (lihat Granger, 1986:213; Insukindro, 1990:161–172 dan Insukindro, 1992:1–13; Thomas, 1997).
Setelah diketahui derajat integrasinya sama, selanjutnya dilakukan uji kointegrasi yang merupakan uji untuk mengetahui adakah hubungan jangka panjang atau hubungan keseimbangan antara variabel dependen dengan variabel independen. Caranya adalah dengan menguji stasioneritas residual dengan cara seperti pada tahap pertama. Residual diperoleh dari hasil estimasi model awal persamaan penelitian, dengan variabel sebagai berikut:
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah realisasi nilai ekspor sektor perikanan (Y). Data yang digunakan adalah data realisasi ekspor tahunan yang dikeluarkan oleh Dinas kelautan dan perikanan Provinsi Maluku berbagai edisi satuan rupiah (Rp).
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari: Investasi (X1), merupakan realisasi investasi pada sektor perikanan di Provinsi Maluku. Data dalam bentuk tahunan dengan satuan rupiah (Rp). Inflasi (X2), merupakan inflasi yang terjadi di Provinsi Maluku. Data diperoleh dari BPS Provinsi Maluku dalam berbagai edisi dengan satuan persen (%). Nilai Kurs (X3), merupakan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS. Data diperoleh dari Bank Indonesia dalam berbagai edisi dalam satuan rupiah (Rp). Tenaga Kerja (X4), merupakan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor perikanan, terdiri dari tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja asing (TKA) dalam jumlah orang per tahun.
Keseimbangan akan terjadi apabila variabel variabel ekonomi yang dianalisis seperti dalam model berikut.
Yt = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t + et ... (1)
Namun pada umumnya, keseimbangan tersebut sulit tercapai dan justru ketidakseimbangan yang sering muncul dalam jangka pendek. Ketidakseimbangan ini digambarkan dengan nilai Error Correction Term (ECT) yang dirumuskan sebagai berikut.
ECTt = Yt – β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t ... (2)
ECTt disebut sebagai kesalahan ketidak seimbangan (disequilibrium error). Karena X dan
Y jarang dalam kondisi keseimbangan, maka hanya
dilakukan observasi hubungan ketidakseimbangan (jangka pendek) dengan memasukan unsur kelambanan sehingga model persamaannya menjadi: (Insukindro 1992).
Yt = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t + β1X1t–1 + βXt + βX + βX + Y + e ... (3)
Persoalan utama dalam mengestimasi persamaan (3) adalah jika data ternyata tidak stasioner pada tingkat level. Sehingga perlu dilakukan manipulasi dengan cara mengurangi setiap sisi kanan dan kiri persamaan (3) dengan variabel Yt–1. Hasilnya sebagai berikut. Yt – Yt–1 = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t + β5X1t–1 + β6X2t–1 + β7X3t–1 + β8X4t–1 + β9Yt – Yt–1 + et = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t + β5X1t–1 + β6X2t–1 + β7X3t–1 + β8X4t–1 – (Yt–1 – β9Yt–1) + et = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t + β5X1t–1 + β6X2t–1 + β7X3t–1 + β8X4t–1 – (1 – β9) Yt–1 + et = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t + β5X1t–1 + β6X2t–1 + β7X3t–1 + β8X4t–1 – λYt–1 + et Keterangan: λ = (1 – β9)
Selanjutnya, penambahan dan pengurangan dengan (β1X1t–1 + β2X2t–1 + β3X3t–1 + β4X4t–1) meng hasilkan persamaanpersamaan berikut:
Yt – Yt–1 = β0 + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t + β5X1t–1 + β6X2t–1 + β7X3t–1 + β8X4t–1 + β1Y1t–1 + β2X2t–1 + β3X3t–1 + β4X4t–1 – β1Y1t–1 – β2X2t–1 – β3X3t–1 – β4X4t–1 – λYt–1 + et = β0 + β1X1t – β1X1t–1 + β2X2t – β2X2t–1 + β3X3t – β3X3t–1 + β4X4t – β4X4t–1 + β5X1t–1 + β1X1t–1 + β6X2t–1 + β2X2t–1 + β7Y3t + β3X3t–1 + β8X4t–1 + β4X4t–1 – λYt–1 + et DYt = β0 + β1DX1t + β2DX2t + β3DX3t + β4DX4t + (β5 + β1)X1t–1 + (β6 + β2)X2t–1 + (β7 + β3)X3t–1 + (β8 + β4)X4t–1 – λYt–1 + et = β0 + β1DX1t + β2DX2t + β3DX3t + β4DX4t – λ(Yt–1 – δ1X1t–1 – δ2X2t–1 – δ3X3t–1– δ4X4t–1) + et = β0 + β1DX1t + β2DX2t + β3DX3t + β4DX4t – λ(Yt–1 – δ0 – δ1X1t–1 – δ2X2t–1– δ3X3t–1 – δ4X4t–1) + et = β0 + β1DX1t + β2DX2t + β3DX3t + β4DX4t – λETCt–1 + et Keterangan: δ0 = bl0 δ 3 = b b l 7+ 3
(
)
δ1 =(
b5l+b1)
δ4 =(
b8+lb4)
δ =(
b6+b2)
DX = X – XDengan dilakukannya manipulasi persamaan dan parameterisasi ulang seperti diatas, maka model EG ECM yang diperoleh adalah sebagai berikut.
DYt = β0 + β1DX1t + β2DX2t + β3DX3t + β4DX4t
– β5ECTt–1 + et ... (4) Dari persamaan two steps Engle-Grenger, model ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural, maka persamaan yang akan diestimasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
lnDYt = β0 + β1lnDX1t + β2lnDX2t + β3lnDX3t +
β4lnDX4t – β5ECTt–1 + et ... (5) Keterangan:
lnDYt = diferensi pertama ekspor perikanan (Yt – Yt–1)
lnDX1t = diferensi pertama investasi perikanan (X1 – X1t–1)
lnDX2t = diferensi pertama inflasi (X2 – X2t–1)
lnDX3t = diferensi pertama kurs rupiah (X3 – X3t–1)
lnDX4t = diferensi pertama tenaga kerja sektor perikanan (X4 – X4t–1)
ECTt–1 = Error Corection Term pada t–1 (= Yt–1 – β0 – δ1X1t–1 – δ2X2t–1 – δ3X3t–1 – δ4X4t–1)
β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel ekonomi makro
β5 = Koefisien ECT (error correction term)
Hubungan Jangka Pendek, setelah mengestimasi EGECM dengan metode OLS, selanjutnya dilakukan uji signifikansi variabel penelitian dan uji asumsi klasik terhadap hasil estimasi EGECM. Dalam proses ini akan diketahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek termasuk validitas model estimasi yang dilihat dari informasi variabel ECT.
Model ECM menawarkan perbaikan metode estimasi jangka panjang hubungan diantara variabel variabel ekonomi secara runtut waktu (time series) (Makki, et. al., 1999). Hubungan jangka panjang di lakukan mengestimasi persaman kointegrasi. Dalam proses ini dapat diketahui pengaruh jangka panjang variabel ekonomi terhadap ekspor perikanan.
HASIL
Pada umumnya variabel ekonomi bersifat non stasioner sedangkan metode analisis time series mensyaratkan atau mengasumsikan stasioneritas dari series yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan uji
stationarity yang dalam penelitian ini mengunakan uji
akar unit (unit roots test) dengan metode Augmented
Dickey Fuller Test (ADF test) dan uji Phillips Perron
(PP).
I. Uji Stationeritas pada Tingkat Level
Variabel ADF Hitung PP Hitung
None Intercept Trend and Intercept None Intercept Trend and Intercept
lnY –1.881869* 0.559690 –1.763216 2.308699** 0.913509 –1.649853
lnX1 1.508211 –0.842655 –3.590414* 2.053110** –0.740393 –2.682671
lnX2 –0.510080 –2.611603 –2.538788 –0.276386 –3.06447** –2.960997
lnX3 1.450829 –1.080733 –1.080733 1.690442* –1.152611 –1.976099
lnX4 1.059413 –1.086757 –1.519703 1.077526 –0.879238 –1.485793
II. Uji Stationeritas pada Tingkat 1st Difference
Variabel ADF Hitung PP Hitung
None Intercept Trend and Intercept None Intercept Trend and Intercept
lnY –2.8616*** –3.7882*** –4.17378** –3.8732*** –4.4953*** –4.8820***
lnY1 –3.2956*** –4.0637*** –3.94558** –3.5194*** –3.9308*** –3.82031**
lnY2 –4.7830*** –4.6550*** –4.5291*** –5.8166*** –5.6569*** –5.4482***
lnY3 –3.1529*** –3.5481** –3.47756** –4.5870*** –5.0220*** –4.9532***
lnY4 –2.58321** –2.74833** –2.74217** –3.8779*** –4.0651*** –4.00268**
Tabel 1. Uji Stationeritas
Keterangan: * signifikan 10%; ** signifikan 5%; *** signifikan 1%
Pada Tabel 1. menunjukkan hasil uji stationeritas dengan menggunakan uji ADF dan uji PP pada tingkat level mengindikasikan bahwa variabel yang digunakan dalam penelitian tidak stationer (memiliki
unit roots) sehingga diperlukan uji lebih lanjut untuk
menghilangkan akar unit melalui turunan pertama (first difference). Dari hasil pada tabel yang sama terlihat bahwa pada uji tingkat 1st difference semua
data sudah stationer pada diferensi pertama dan hal ini mengindikasikan bahwa ada terjadi kointergrasi atau hubungan jangka panjang.
Jika variabel lebih dari dua dan lebih dari satu vektor kointegrasi maka pengujian kointegrasi johansen yang dipandang paling baik digunakan. Dipakai untuk mengidentifikasikan perbedaan nilai lebih dari satu vektor kointegrasi dan melibatkan lebih dari dua variabel.
Hypothesized
No. of CE(s) Eigenvalue StatisticTrace
5 Percent Critical Value 1 Percent Critical Value None ** 0.861196 93.17965 68.52 76.07 At Most 1 * 0.689209 49.73649 47.21 54.46 At Most 2 0.559139 24.02655 29.68 35.65 At Most 3 0.238905 6.007970 15.41 20.04 At Most 4 9.24E-05 0.002033 15.41 6.65
Tabel 2. Uji Johansen
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5% (1%) level
Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level
Dari hasil diketahui bahwa pada taraf uji 5% terdapat dua persamaan kointegrasi antar variabel sehingga dapat disimpulkan bahwa setidaknya terdapat dua kombinasi linear antar variabel ekspor dengan variabelvariabel makro yang menunjukkan adanya stabilitas jangka panjang antar variabel tersebut. Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut.
Y + 0,14X1 + 1,84X2 – 1,38X3 – 0,36X4 = 0; atau;
Y = –0,14X1 – 1,84X2 + 1,38X3 + 0,36X4
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam keseimbangan jangka panjang ekspor perikanan akan berhubungan negatif dengan investasi di bidang perikanan dan inflasi, sedangkan nilai kurs dan tenaga kerja berhubungan positif dengan ekspor perikanan.
Setelah melakukan uji stasioneritas dan uji kointegrasi, berlanjut dengan membentuk model koreksi kesalahan melalui estimasi EGECM. Dalam proses ini dapat diketahui pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek dan juga validitas model estimasi yang dapat diketahui dari koefisien variabel Error
Correction Term (ECT). Eksistensi koreksi kesalahan
menghasilkan koefisien koreksi kesalahan yang menunjukkan adanya fenomena dikoreksinya pe nyimpang an menuju ekuilibrium.
Dependent Variable: d(lnY) Method: Least Squares Sample (adjusted): 1986 2008
Included observations: 23 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t–Statistic Prob
C 0.036181 0.066678 0.542626 0.5944 d(lnX1) 0.178280 0.221411 0.805198 0.4318 d(lnX2) –0.165866 0.091066 –1.821389 0.0862 d(lnX3) 0.514752 0.238259 2.160473 0.0453 d(lnX4) 0.160376 0.227542 0.704817 0.4905 Resid01(–1) –0.561246 0.227350 –2.468643 0.0245
R–squared 0.426983 Mean dependent var 0.132186
Adjusted
R–squared 0.258449 S.D. dependent var 0.306470
S.E. of
regression 0.263911 Akaike info criterion 0.393051
Sum squared
resid 1.184037 Schwarz criterion 0.689267
Log likelihood 1.479909 F–Statistic 2.533510
Durbin-Watson stat 1.448255
Prob(F–Statistic) 0.068802
Tabel 3. Hasil Analisis Engle-Granger Error Correction
Model (EGECM)
Sumber: data diolah
Persamaan dari hasil analisis ECM dapat ditulis sebagai berikut.
d(lnY) = 0,036 + 0,178*d(lnX1) – 0,165*d(lnX2) + 0,514*d(lnX3) – 0,160*d(lnX4) – 0,56*resid01(–1)
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat diketahui bahwa nilai variabel ECT (Error
Correction Term) yaitu variabel yang menunjukkan
nilai keseimbangan ekspor perikanan. Nilai ini merupakan indikator bahwa spesifikasi model valid.
Perilaku variabelvariabel makro dalam jangka pendek dapat dijelaskan sebagai berikut: variabel investasi mempunyai nilai koefisien sebesar 0,17 memiliki slope positif dan berpengaruh tidak signifikan terhadap ekspor perikanan. Variabel inflasi mempunyai nilai koefisien 0,16 memiliki slope negatif dan berpengaruh signifikan 10% terhadap ekspor perikanan. Variabel kurs mempunyai nilai koefisien 0,51 memiliki slope positif dan berpengaruh signifikan 5% terhadap ekspor perikanan. Variabel
tenaga kerja mempunyai nilai koefisien 0,15 memiliki slope positif tetapi tidak signifikan mempengaruhi ekspor perikanan.
Nilai koefisien ECT mempunyai makna bahwa perbedaan antara nilai aktual dengan nilai keseimbangannya sebesar 0,56 dimana menjelaskan bahwa sekitar 56% ketidaksesuaian antara nilai aktual ekspor perikanan Provinsi Maluku dalam jangka pendek dan nilai keseimbangan ekspor perikanan Provinsi Maluku dalam jangka panjang akan dikoreksi setiap tahunnya.
Signifikansi ECT adalah sebesar 0,024 yang berarti signifikan pada α < 5% dan menunjukkan bahwa spesifikasi model yang dipakai adalah tepat dan mampu menjelaskan variasi dinamis.
Uji Asumsi Klasik
Uji heteroskedastisitas, untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model yang digunakan maka dilakukan uji terlebih dahulu, uji yang digunakan adalah uji White.
White Heteroskedasticity Test
F–statistic 6.238791 Probability 0.147018
Obs*R–squared 22.63715 Probability 0.306960 Tabel 4. Hasil Uji White
Sumber: data diolah
Hasil uji White menunjukkan bahwa dalam model penelitian yang digunakan tidak terdapat heteroskedastisitas terlihat dari probabilitas 30% > 5%.
Uji otokorelasi, untuk mendeteksi adanya otokorelasi adalah dengan menggunakan LM test (Serial Correlation Lagrange Multiplier Test).
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
F–statistic 2.463350 Probability 0.118828
Obs*R–squared 5.686546 Probability 0.058235 Tabel 5. Hasil Lagrange Multiplier (LM)
Sumber: data diolah
Berdasarkan berdasarkan hasil LM test menunjukkan bahwa tidak terdapat otokorelasi terbukti dari nilai probabilitas obs*R2 adalah 5,8%
> 5% sehingga disimpulkan bahwa model tidak mengandung otokorelasi.
Uji multikolinearitas, digunakan auxilary
regression yang intinya membandingkan nilai R2
model utama dengan R2 model parsial (regresi antar
variabel independen). Model Regresi R2 Model Utama dLN_Y = f(dLN_X1, dLN_X2, dLN_X3, dLN_X4) 0,506 Model Parsial dLN_X1 = f(dLN_X2, dLN_X3, dLN_X4) 0,439 dLN_X2 = f(dLN_X1, dLN_X3, dLN_X4) 0,049 dLN_X3 = f(dLN_X1, dLN_X2, dLN_X4) 0,090 dLN_X4 = f(dLN_X1, dLN_X2, dLN_X3) 0,430 Tabel 6. Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber: data diolah
Uji korelasi parsial menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas terlihat dari nilai R2 pada
model utama lebih besar dari R2 parsial.
Uji normalitas, menggunakan Jarque-Bera Test. Adapun nilai hasil uji Jarque-Bera sebesar 1,135502 dengan probabilitas sebesar 0,566799 lebih besar dari α = 0,05 berarti bahwa residu dalam persamaan tersebut terdistribusi normal.
Uji t digunakan untuk melihat pengaruh signifikansi variabel-variabel independen secara terpisah terhadap variabel dependen. Tingkat signifikansi yang digunakan untuk uji ini adalah 10%, nilai kritis tabel (t–tabel) yang diperoleh adalah 1,711. Nilai thitung untuk variabel investasi adalah 0,805 < 1,711 (nilai t–tabel) artinya secara terpisah variabel investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor perikanan. Nilai t-hitung untuk variabel inflasi adalah –1,821 > 1,711 artinya secara terpisah variabel inflasi berpengaruh negatif terhadap ekspor perikanan dan signifikan. Nilai t–hitung untuk variabel kurs adalah 2,160 > 1,711 artinya bahwa secara terpisah variabel kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor perikanan. Sedangkan variabel tenaga kerja tidak signifikan. Sementara nilai t–hitung untuk variabel ECT adalah sebesar –2,468 lebih besar dari t–tabel yang artinya bahwa secara terpisah variabel ECT berpengaruh signifikan terhadap ekspor perikanan di Provinsi Maluku.
Uji F untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari variabelvariabel independen terhadap variabel dependennya secara bersamasama. Berdasar kan hasil f–hitung sebesar 2,5335 dengan probabilitas 0,0688 artinya bahwa secara keseluruhan variabel independen yang digunakan mampu mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi 10%.
Analisis hubungan jangka panjang, hubungan jangka panjang ini dapat diperoleh dengan mengestimasi model persamaan kointegrasi.
Persamaan jangka panjang dapat ditulis sebagai berikut.
LN_Y = 7,06299137 + 0,15*LN_X1 – 0,366*LN_X2 +
0,794*LN_X3 + 0,434*LN_X4
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil estimasi terhadap model yang digunakan menunjukkan bahwa dalam jangka panjang variabel inflasi, kurs dan tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap ekspor perikanan, sementara investasi cenderung tidak berpengaruh baik jangka panjang maupun jangka pendek terhadap ekspor perikanan selama periode pengamatan, sehingga hal ini berimplikasi bahwa keterbukaan ekonomi pada sektor perikanan perlu mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah daerah karena investasi adalah instrumen yang paling cepat dalam mendorong pertumbuhan dan keterbukaan ekonomi sektor perikanan. Dalam penelitiannya Sebastian Edwards (1998) mengemukakan keterbukaan ekonomi akan peningkatan produktivitas sektorsektor ekonomi. Hasil penelitian lainnya menunjukkan keterbukaan ekonomi dan perdagangan internasional secara umum terbukti dapat meningkatkan produktivitas sektor pertanian (Urata & Yokota, 1994; Edwards, 1998).
Desentralisasi sektor kelauatan di Maluku masih mengalami kendala pada aturan main, dimana kewenangan dalam pengelolaan sumber daya kelautan berada pada wilayah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai terluar bagi pemerintah daerah provinsi, dan 1/3 dari wilayah laut kewenangan pemerintah daerah provinsi bagi pemerintah kabupaten atau kota. Sehingga keluar dari 12 mil tersebut, adalah kewenangan pemerintah pusat yang dikenal sebagai Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Akibatnya sekitar 50% lebih kekayaan laut masih dikelolah oleh pemerintah pusat.
Di Maluku masih rawan terjadi illegal fishing yang sengaja dilakukan oleh nelayan asing di laut Arafuru dan laut Banda yang kaya akan potensi sumber daya laut berupa ikan. Akibatnya pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi ZEE yang merupakan kewenangan pemerintah pusat, dimana hanya menjadi penonton terjadinya ilegal
fishing.
Praktek yang demikian menyebabkan rusaknya sumber daya hayati laut, seperti gejala tangkap lebih (overfishing), rusaknya terumbu karang akibat praktik penangkapan ikan secara merusak (pengeboman), rusaknya hutan mangrove, dan lain sebagainya. Inilah
yang sering disebut sebagai eksternalitas negatif, yaitu suatu akibat yang harus ditanggung oleh aktivitas yang ditimbulkan pihak lain (Suhana, 2003).
Menyangkut problem ini, Mahsul (2005) lantas mengungkapkan, misalnya sebagai provinsi kepulauan, di provinsi Maluku banyak wilayahnya yang kosong terpisah jauh oleh perairan melebihi jarak 12 mil yang ditetapkan untuk pengelolaan wilayah laut. Sehingga akan masuk wilayah mana wilayah yang kosong tersebut. Konsekuensinya akan mengakibatkan wilayah laut tidak bertuan, sehingga wilayah laut yang kosong tersebut rawan terjadinya
illegal fishing.
Oleh karena itu, agar pemerintah daerah Maluku dapat memiliki kewenangan dalam pengelolaan wilayah laut yang bukan merupakan kewenangan mereka, maka bersama 6 provinsi kelauatannya lainnya, perlu mendesak pemerintah dan DPR agar UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diamandemen. Dimana amendeman itu, menyangkut pasalpasal yang membatasi kewenangan pemerintah daerah, yang memiliki karakteristik wilayah yang didominasi oleh laut. Sehingga wilayahwilayah laut yang tidak bertuan tersebut, dapat dialihfungsikan ke dalam wilayah provinsi, dan bisa dikelola demi peningkatan kesejahteraan rakyat.
KESIMPULAN
Hasil analisis menunjukan adanya hubungan saling mempengaruhi antara variabelvariabel ekonomi makro yang dimasukan dalam model dengan per tumbuh an ekonomi. Dalam jangka pendek tidak semua variabel mempengaruhi ekspor perikanan. Secara keseluruhan dalam jangka panjang, hanya variabel investasi yang tidak berpengaruh terhadap ekspor perikanan.
Tidak berpengaruhnya varibel investasi terhadap ekspor perikanan di Maluku disebabkan masih banyaknya permasalahan dalam hal pengelolaan sektor perikanan diantaranya adalah masih banyaknya paraktekpraktek illegal fishing yang menjadi demotivasi bagi investor untuk berinvetasi di sektor perikanan. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah daerah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, karena ketika semakin banyak investor yang masuk ke Maluku pada sektor perikanan maka akan menaikan volume investasi dan meningkatkan aktivitas sektor perikanan serta memacu pertumbuhan yang pada akhirnya akan mendorong keterbukaan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L. 2004. Ekonomi Pembangunan (Edisi ke 4). Yogyakarta: STIEYKPN.
Badan Pusat Statistik. Beberapa edisi. Maluku dalam
Angka.
Bank Indonesia. Beberapa edisi. Laporan Tahunan
BI.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku. Beberapa edisi. Laporan Tahunan.
Edwards, S. 1998. Openness, Productivity and Growth: What Do We Really Know?. The
Economic Journal, 108: 383–398.
Engle, R. F. 1987. Forecasting and Testing in Cointegration System. Journal of Econometrics, 35:143–159.
Engle, R. F. and Granger, C. W. J. 1987. Cointegration and Error Correction: Representation, Estimation and Testing. Econometrica, 55(2):251–276. Fendityana, Tunggal Yoga. 2005. Analisis Uji
Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Penanaman Modal asing Langsung Indonesia Periode 1986–
2003, Universitas Airlangga, Surabaya: tidak dipublikasikan.
Granger, C. W. J. and Newbold, P. 1974. Spurious regressions in econometrics. Journal of
Econometrics, 2: 111–120.
Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics (3rd
edition). Mc.Graw – Hill International Edition. Harvey, A. C. 1990. Econometric Analysis of time
series (2nd edition). Cambridge: MIT Press.
Inder, B. 1993. Estimating longrun relationships in economics: a comparison of different approaches.
Journal of Econometrics, 57: 53–68.
Insukindro. 1991. Regresi Linier Lancung dalam Analisis Ekonomi; Suatu Tinjauan dengan Studi Kasus di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, 1: 8–23.
_________. 1998. Sindrum R2 Dalam Analisis Regresi Linier Runtun Waktu. Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia, 7: 1–17.
Jayaraman, T. K. and Choong, CheeKeong. 2006. Foreign direct investment in the South Pacific Island Countries: a case study of Fiji. World
Review of Entrepreneurship, Management and Sustainable Development, 2(4): 309–322.
Makki, S. S., Tweeten, L. G. and Thraen, C. S. 1999. Investing in research and education versus commodity programs: implications for agricultural productivity. Journal of Productivity Analysis, 12: 77–94.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Macroeconomics (5th
edition). New York: Worth publishers.
Sasandara, Rudy. 2005. Ekspor Indonesia: Kinerja,
Permasalahan serta Strategi Peningkatannya,
diambil pada tanggal 17 Juni 2006 dari http:// rudicty.com/
Sims, C. A., et. al. 1991. Inference in Linear Time Series models with Some Unit Roots.
Econometrica, 58: 113–114.
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional
dan Neraca Pembayaran (Edisi pertama). Jakarta:
LPFEUI.
Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics; an
Introduction (1st edition). Addison Wesley
Longman.
Urata, S. and Yokota, K. 1994. Trade liberalization and productivity growth in Thailand. The Development
Economies, 32: 444–458.
Wickens, M. R. and Breusch, T. E. 1988. Dynamic specification the: long-run and the estimation of transformed regression models. Economic
Journal, 98: 189–205.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan
Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis (Edisi ke2).
Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, FE UII.
Williamson D. Stephen. 2005. Macroeconomics (2nd
edition). University of Iowa: Pearson Addison Wesley.