• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Menyontek merupakan suatu tindakan kecurangan dalam tes dengan memanfaatkan informasi dari luar secara tidak sah (Sujana & Wildan,1994) Jika menelaah lebih jauh menyontek telah terjadi bertahun-tahun yang lalu, Niella (1996) menyatakan bahwa dalam banyak hal isu mengenai penurunan nilai selalu dianggap sebagai alasan mengapa seorang anak atau siswa melakukan tindakan menyontek. Ternyata ditemukan bahwa perilaku jujur atau tidak jujurnya seseorang juga dipengaruhi oleh faktor keadaan. Yang dimaksud dengan faktor keadaan adalah kedaan dimana seorang anak dituntut untuk memiliki nilai yang baik oleh orang tua dan rasa takut kegagalan membuat siswa memutuskan untuk menyontek dan melakukan tindakan curang lainnya. Menyontek adalah cara terbaik untuk menyenangkan orang tua dan menjaga citra kesuksesan pribadi. Norwel dan Laudier (Batool, Abbas & Naercarmu,2011) menunjukan bahwa ketakutan terhadap nilai akhir yang diterima menjadi sebuah penyebab timbulnya perilaku menyontek pada individu. Hal tersebut dijadikan kesimpulan setelah Norwel & Laudier (Batool, Abbas & Naercarmu,2011) melakukan penelitian yang melibatkan sejumlah siswa. Diantara siswa tersebut, 19 orang menyatakan bahwa ketakutan akan perilaku kurang menyenangkan seperti berkurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua menjadi alasan mengapa mereka menyontek. Sebelas siswa menyatakan bahwa mereka menyontek semata – mata untuk mendapatkan

(2)

peringkat yang lebih baik di bandingkan teman-temannya. Delapan puluh tiga siswa yang lain menyatakan bahwa mereka memilih untuk menyontek karena mereka merasa menyontek lebih mudah dibandingkan dengan belajar dan bekerja keras.

Dalam hal lain, seperti yang dikemukakan oleh harian Republika pada tanggal 19 mei tahun 2015 terdapat fakta lainnya mengenai perilaku menyontek khusus di kota Yogyakarta yang terkenal dengan semboyan kota pelajar dinobatkan sebagai kota yang memiliki IIUN ( Indeks Integritas Ujian Nasioanal tertinggi di indonesia pada tahun 2015 yang berarti mempunyai tinggat tertinggi yakni sekitar 82,37 dengan nilai rata-rata nasional 63,28. Selanjutnya menurut situs okezone.com siswa yogyakarta melakukan aksi curang pada UN 2016 dengan memotret dan menyebarkan soal ujian yang sedang dikerjakan ke chatroom line. Anggotanya tersebut kemudian bersama-sama menyelesaikan soal. Kasus tersebut terkuak setelah salah seorang siswa yang juga menjadi anggota di group line melapor ke Ombudsman. Disamping itu menurut mediaindonesia.com tahun 2015 angka kecurangan UN masih tinggi bahkan ada hingga 80% sehingga menteri pendidikan dan kebudayaan Anies Baswedan mencoba menghilangkan kecurangan yang dilakukan oleh murid dan guru.

Hasil penelitian oleh longitudinal Anderman dalam Gunawan (2011) menunjukan bahwa menyontek sering dilakukan siswa SMP dikarenakan adanya perubahan keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa. Hal ini disebabkan siswa mengalami masa transisi dari Sekolah Menengah Pertama ke sekolah Menengah Atas, struktur kelas dan lingkungan sekolah yang kompetitif.

(3)

Nugroho (2008) mengutip sebuah artikel dalam harian jawa pos yang memuat tentang hasil polling yang dilakukannya atas siswa-siswi SMP di Surabaya mengenai persoalan menyontek Nugroho juga menyebutkan jumlah penyontek langsung tanpa malu-malu dengan 89,6 %, langsung hanya bertanya ke teman mencapai 46,5 % sedangkan 20% lebih berhati-hati pakai kode serta 14,9 % mengandalkan lirikan, jumlah responden yang lulus dari pengawasan guru sejumlah 65,3 %.

Hasil tersebut diperkuat dengan hasil dari Halida (2007) di 6 kota besar di Indonesia (Makasar, Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Medan) yang menyebutkan hampir 70% responden menjawab pernah melakukan praktik menyontek ketika masih sekolah maupun kuliah, yang artinya mayoritas responden penelitian pernah melakukan kecurangan akademik berupa menyontek. Survey yang melibatkan 480 responden dewasa yang dipilih secara acak dari petunjuk telepon residensial di kota-kota tersebut, serta dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur dan kuesioner yang menyatakan bahwa kecurangan akademik berupa menyontek muncul karena faktor lingkungan sekolah atau pendidikan.

Menurut Piaget, dalam Berk (2003) siswa Sekolah Menengah Pertama dengan rentang usia sebelas tahun ke atas berada pada tahapan penalaran deduktif hipotesis proposional dalam tahapan perkembangan kognitif manusia dimana saat mereka memasuki tahap deduktif hipotesis proposional ia akan memulai dengan suatu teori umum dari seluruh faktor yang memungkinkan mempengaruhi sebuah hasil dan apa sebab akibat jika melakukan hal tersebut serta menyimpulkannya.

(4)

Berbeda dengan cara berfikir Siswa Sekolah Dasar yang rentang usianya sebelas tahun kebawah, pada saat itu Siswa Sekolah Dasar mengalami tahap operasional kongkret dimana memecahkan masalah dengan memulai dengan realita yang paling nyata, sebagai situasi namun jika ia tidak menemukan realitanya maka ia tidak dapat memikirkan alternatif lainnya. Jadi pada tahap penalaran deduktif hipotesis propesional remaja sudah berpikir sistematis, dengan melakukan macam-macam penggabungan, memahami adanya macam-macam aspek pada suatu persoalan yang dapat di selesaikan seketika secara sekaligus tidak lagi satu persatu seperti yang biasa dilakukan pada Siswa Sekolah Dasar pada masa operasional kongkret.

Selanjutnya menurut situs wordpress.com terjemahan Al Quran dalam kitab kuning adalah pada umur Sekolah Menengah Pertama yaitu sekitar 11-15 tahun siswa sudah terlewati oleh masa tamyiz yaitu fase dimana ia mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya sehingga sekarang ini siswa berada pada fase amrad yang dimana ia sudah mulai mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai kedewasaan dan memiliki kemampuan bertanggung jawab secara penuh. Dalam Islam, fase ini juga merupakan fase dimana anak mencapai aqil baligh sehingga sudah semakin pandai menggunakan akalnya secara penuh. Salah satu yang menjadi tuntutan bagi siswa yang kemudian adalah kepandaiannya dalam mengatur manajemen waktu produktif belajar yang dimulai dengan kemampuan mengatur waktu untuk dirinya sendiri untuk belajar dan berikutnya ia mengerti apa yang menjadi kesalahan dalam melakukan perbuatan kecurangan.

(5)

Menurut Mccabe, Tervino & Butterfield (Eisenbreng,2004) pembahasan mengenai kemunculan perilaku menyontek dikalangan pelajar mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam bersikap ialah faktor individual. Dari sekian banyak faktor individual yang dipaparkan, agama merupakan salah satu bagian dari faktor individual yang dapat mempengaruhi perilaku menyontek pada diri seorang individu. Terinternisasi nilai-nilai keagamanan dan religiuatas dari seseorang yang beragama dianggap sebagai saringan paling baik dalam menyeleksi semua arus. Saringan informasi yang masuk, juga mengendalikan sikap dan perilaku dalam setiap praktek kehidupannya karena agama berisi norma-norma kebajikan yang mengatur kehidupan manusia (Sarwono Dalam Garliah Wulandari,2003) sebuah studi yang dilakukan oleh Retigger & Jordan (2005) menunjukan bahwa ada efek unik pada diri seseorang yang berkaitan dengan Religiusitas dan ditemukan fakta bahwa orientasi kelas yang berhubungan dengan perilaku menyontek dimana mahasiswa di kelas agama menunjukan bahwa tinggi rendahnya nilai kegamanaan berhubungan dengan penangulangan dan penurunan tingkat menyontek dalam kelas maupun kursus. Selain itu Sultan dan Huba (Retinger & Jordan 2005) melaporkan bahwa religiusitas berhubungan dengan tingkat menyontek pada siswa dimana siswa yang lebih religius memiliki batasan tertentu yang berguna untuk mempertimbangkan setiap perilaku sehingga lebih berhati-hati dan tidak terjebak dalam perilaku curang atau menyontek.

Berdasarkan pembahasan diatas tentang Siswa Sekolah Menengah Pertama. Peneliti mengungkapkan bahwa perilaku menyontek telah ada dan

(6)

menjadi hal yang lazim yang terjadi di tingkat Sekolah Menengah Pertama atas dasar ini peneliti tertarik untuk meneliti “Apakah Ada Hubungan Antara Religiusitas dan Perilaku Menyontek Pada Siswa “Sekolah Menengah Pertama” pemilihan Sekolah Menengah Pertama dirasa lebih cocok atas dasar perilaku menyimpang pada tingkat atas sangat mungkin dimulai usia Amrad dan pentingnya penelitian tentang menyontek sejak remaja.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan sebagai tujuan menguji secara empirik hubungan antara religiusitas dengan perilaku menyontek pada siswa Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu psikologi dan memberi sumbangan bagi pengembangan teori psikologi, khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan dengan religiusitas dan hubungan dengan perilaku menyontek. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi, dan memberi gambaran mengenai hubungan antara religiusitas dengan perilaku menyontek pada siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai ada tidaknya hubungan antara religiusitas dan perilaku menyontek pada Siswa Sekolah Menengah Pertama dimana hal tersebut dapat membuat peneliti lain

(7)

dapat mengembangkan penelitian lanjutan mengenai penanganan dari perilaku menyontek di kalangan siswa dan lain sebagainya.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai perilaku menyontek dan kaitannya dengan religiusitas pernah dibahas sebelumnya oleh Retingger & Jordan (2005) dengan judul the relation among, religion, motivaton, and collge cheating : A natural experiment. Penelitian ini menggunakan cheating behaviour inventories dari Ordan (2011) dan skala religiusitas dari Katz (1988) responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan rata-rata usia 18-24 tahun. Responden dalam penelitian ini berjumalah 150 orang dengan pembagian 84 pria dan 67 wanita. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ada sebuah efek unik yang terjadi pada seseorang yang berkaitan dengan religiusitas dan laporan diri responden mengenai perilaku menyontek dimana nilai keagamaan berhubungan dengan penurunan laporan menyontek.

Batool, Abbas, Naeemi (2011) dengan judul cheating behaviour among undergraduade students. Penelitian ini mengunakan kuesioner yang dibuat sendiri oleh para peneliti untuk mengumpulkan data. Responden dari penelitian ini adalah 300 mahasiwa dari 5 universitas berbeda yang berada di Islamadad. Dari penelitian ini menunjukan 5 hipotesis yang didapat dari hasil bahwa perilaku menyontek pada siswa denagn IPK lebih tinggi ternyata tidak berbeda jauh daripada responden dengan IPK rendah. Responden pria lebih banyak melakukan tindakan menyontek dibandingkan responden wanita. Tekanan orang tua terlalu

(8)

besar agar anak mendapat nilai bagus di sekolah potensial membuat anak melakuan tindakan menyontek persiapan belajar yang baik menentukan perilaku menyontek pada responden. Hasil akhir dari penelitian ini adalah siswa yang mengikuti banyak kegiatan eksas lebih memungkinkan melakukan tindakan menyontek.

Penelitian dari Syarif & Norrenzayan (2011) dengan judul mean make good people: different views of god predist cheating behaviour. Penelitian ini didesain dengan model eksperimen dan mengunakan alat ukur dari Von Hippel, Lakin & Shakarchi yang diisi mengunukaan komputer kemudian diukur dengan menggunakan scale of intrinsic religion views of god scale, and a set demographic questions dari hoge. Penelitian ini dilakukan dua kali dengan peserta terbanyak sebanyak enam puluh satu orang terdiri dari empat puluh empat perempuan, lalu peserta kedua 39 orang dengan 28 orang diantaranya adalah perempuan. Hasil dari penelitian adalah bahwa terdapat kolerasi negatif antara perasaan melihat Tuhan dengan perilaku menyontek. Kesimpulannya, tidak ada perbedaan dalam perilaku menyontek antara peserta yang memiliki kepercayaan dengan yang tidak percaya pada eksisntensi Tuhan.

Penelitian oleh Eisenberg (2004) dengan judul to cheat or not to cheat: effects of moral perpective and situational variables on students attide. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan alat yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan dibantu tiga peneliti lain. Alat yang digunakan berbentuk real life scenarious dan questionnaire include two semi-open questionnaire. Pertisipan dalam penelitian ini adalah siswa tingkat 8 dan 9 dengan rentang usia 12-14 tahun

(9)

masing-masing berjumlah 95 laki-laki dan 101 perempuan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa siswa yang berorientasi dengan moral menunjukan nilai yang signifikan dalam melakukan tindakan menyontek dibandingkan dengan siswa yang memiliki orientasi moral tinggi.

Penelitian tentang religiusitas dilakukan oleh Idris, Biddin & Saad (2012) dengan judul islamic religionsity measuemen and its relationship with budiness income zakat compliance behavior menemukan hasil bahwa tingkat religiusitas mempengaruhi kepatuhan zakat. Orang yang religiusitas tinggi lebih patuh dibanding orang yang religiusitasnya rendah. Penelitian ini melibatkan 227 responden yang merupakan pemilik unit bisnis aktif di kedah. Pengukuran religiusitas dari penelitian ini mengunakan angket yang dibuat dari berbagai dimensi variabel dengan asumsi bahwa mengukur religiusitas harus dari berbagai dimensi untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari dimensi lain.

Penelitian lain juga berkaitan dengan religiusitas adalah penelitaian dari Rayya (2008) dengan judul A psychological measure of islamic religiousness: evidensi for relevance, reliabilty and validity. Penelitian ini menggunakan teory dari pargament sebagai teori acuan akan tetapi peneliti menggunakan alat ukur yang di buat sendiri dan di beri nama PMIR (psychological measure of islamic religions). Dalam penelitian ini responden penelitian berjumlah 340 orang. Responden dari berbagai negara mengisi skala memalui cara oneline.

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa penelitian ini memiliki keaslian dalam hal :

(10)

Topik penelitian ini adalah religiusitas dan hubungannya dengan perilaku menyontek. Banyak penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai perilaku menyontek tetapi belum ada yang menjadikan religiusitas sebagai variabel tunggal yang mempengaruhi perilaku menyontek.

Penelitian sebelumnya milik Syarif & Norenazam (2011) tidak memiliki atau menitik beratkan topik penelitaian pada religiusitas sebagai hal yang mempengaruhi tindakan menyontek, melainkan menitik beratkan pada agama. Begitu juga dengan penelitian oleh Retingger & Jordan (2005) berjudul the relation among religion, motivation, and collge cheating: a natural eksperiment, karena pada penelitian tersebut religius bukanlah variabel tunggal yang langsung dihubungkan dengan perilaku menyontek. Pada penelitian ini, peneliti memiliki topik mengenai religiusitas dari hubungannya dengan perilaku menyontek dikalangan Siswa Sekolah Menengah Pertama, dengan perilaku menyontek sebagai variabael tunggal dan religiusitas sebagai variabel tergantung.

2. Keaslian Teori

Sepanjang yang peneliti ketahui belum ada penelitian yang lain yang mengunakan teori perilaku menyontek dari Mccabe & Trevino (Mccabe, Tervino & Butterfield, 2001) sedangkan untuk teory religiusitas peneliti menggunakan teory dari Rayya (2008) yang dibahas dalam disertasinya.

3. Keaslian Alat Ukur.

Penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Retingger & Jordan (2005) menggunakan alat ukur perilaku menyontek dari Katz

(11)

sedangkan penilitian dari Batool, Abbas & Naomi menggunakan alat ukur hasil dari modifikasi sendiri. Adapun bentuk penyusunan aitem – aitem pada alat ukur dalam penelitian ini didasarkan pada aspek perilaku menyontek yang dikemukankan oleh Mccabe & Trevino (Retingger & Jordan, 2005) sedangkan untuk mengukur religiusitas peneliti menggunakan aspek religiusitas dan alat ukur religiusitas dari Rayya (2008).

4. Keaslian Responden Penelitian

Karakteristik individu yang menjadi responden penelitian ini tidak sama dengan penelitian terdahulu karena kategori responden yang digunakan dalam penelitian ini ialah siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama yang ada si Yogyakarta. Penelitian terdahulu menggunakan siswa SMA dan mahasiswa, dimana penelitian juga dilakukan di luar negeri.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

persoalan yang melingkup tatanan birokrasi pemerintahan yang sangat di dominasi oleh kehadiran PNS dengan sifat dan perilaku seperti diuraikan dalam pembahasan terdahulu,perlu

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Input data, yaitu: data Sumber PLN, Trafo, Saluran, dan beban yang diperoleh dari sistem yang terkait dengan catu daya Kawasan GI PUSPIPTEK dalam hal ini menggunakan catu

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang menampung sampah yang berasal dari DKI Jakarta (lima zona pembuangan) seluas 85 Ha, dan sampah yang berasal dari Kota

Jadi keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman atau keberagaman dari mahluk hidup yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan – perbedaan sifat, diantaranya

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata