• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM JARINGAN JALAN & PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN.ppt

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM JARINGAN JALAN & PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN.ppt"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM JARINGAN JALAN

PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Disampaikan pada :

SOSIALISASI DAN DISEMINASI

PEDOMAN-PEDOMAN TENTANG JALAN DAERAH 2012

Oleh : Sutono

Jabatan Fungsional Teknik Jalan dan Jembatan Madya Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Bina Marga

(2)

JALAN

(dari UU-38/2004, tentang Jalan)

Jalan

adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala

bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan

perleng-kapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah

permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,

kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

(pasal 1 ayat 4)

SISTEM JARINGAN JALAN

(dari UU-38/2004, tentang Jalan)

Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang

saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat

pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis;

(3)

1. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan

menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.

4. dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai

keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional , serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.

PERAN JALAN

(4)

PENYELENGGARAAN JALAN

(UU 38/2004, pasal 1)

Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan. (tur-bin-bang-was)

PENGATURAN - perumusan kebijakan perencanaan,

- penyusunan perencanaan umum, dan

- penyusunan peraturan perundangan-undangan jalan

PEMBINAAN - penyusunan pedoman dan standar teknis,

- pelayanan,

- peberdayaan sumber daya manusia, serta

- penelitian dan pengembangan jalan

PEMBANGUNAN

PENGAWASAN

- pemrograman dan penganggaran,

- perencanaan teknis,

- pelaksanaan konstruksi, serta

- pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan.

(5)

WEWENANG PENYELENGGARAAN JALAN

1. Wewenang Pemerintah dalam Penyelenggaraan Jalan meliputi :

Penyelenggaraan Secara Umum

Penyelenggaraan Jalan Nasional

2. Wewenang penyelenggaraan jalan Secara Umum adalah secara makro yang mencakup seluruh status jalan, baik Nasional, Provinsi,

Kabupaten/Kota dan Desa.

3. Wewenang penyelenggaraan jalan secara umum dan penyelenggaraan

jalan nasional meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan

pengawasan (tur-bin-bang-was).

(UU-38/2004 dan PP-34/2006, tentang Jalan)

Contoh Wewenang Pemerintah dalam Penyelenggaraan Jalan Prov./Kab./Kota :

Pengaturan jalan secara umum dalam penetapan norma, standar, kriteria (ps.18)

Pembinaan jalan secara umum dalam pemberian pelatihan aparatur di bidang jalan (ps.24)Pembangunan secara umum kewajiban memprioritaskan pemeliharaan (ps.30)

(6)

RTRW

N/P/K/K

SISTRANAS

(Sistem Transportasi Nasional)

Transportasi DARAT Transportasi UDARA

Transportasi LAUT Moda KERETA API Moda JALAN RAYA Moda

FERI & SUNGAI

JARINGAN JALAN

SISTEM JARINGAN JALAN

(7)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

JALAN :

-

UU no. 38, th.2004, tentang Jalan

(pengganti

UU-13/1980)

- PP no. 34, th.2006, tentang Jalan

(pengganti

PP-26/1985)

- PP no. 15, th.2005, tentang Jalan Tol

(pengganti

PP-8/1990)

TATA RUANG :

-

UU no. 26, th.2007, ttg. Penataan Ruang

(pengganti

UU-24/1992)

- PP no. 26, th.2008, ttg. RTRWN

(pengganti PP-47/1997)

TRANSPORTASI :

-

UU no. 22, th.2009, ttg. LLAJ

(pengganti UU-14/1992)

-

PP no. 37, th.2011, tentang Forum Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan (25 Jul 2011)

- . . . .

UU & PP terkait dengan : Keuangan, Pemerintahan,

Pertanahan, Lingkungan, dsb.

(8)

Dalam menetapkan sistem jaringan jalan, terlebih dulu harus diidentifikasi simpul-simpul yang harus dihubungkan (pusat-pusat kegiatan).

Untuk itu perlu diketahui Sistem Perkotaan Nasional : (PP-26/2008, pasal 11-13 )

Sistem perkotaan nasional terdiri atas Pusat Kegiatan Nasional (PKN),

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II PP- 26/2008, tentang RTRWN.

PKL ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/ kota, setelah dikonsultasikan dengan Menteri.

Selain sistem perkotaan nasional tersebut, dikembangkan Pusat

Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) untuk mendorong perkembangan kawasan perbatasan negara. PKSN tercantum dalam PP-26/2008 tentang

RTRWN.

SISTEM PERKOTAAN NASIONAL

(9)

PKN (Pusat Kegiatan Nasional)

Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala

internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

(PP-26/2008, pasal 1 (19))

Kriteria PKN :

PP-26/2008, pasal 14 (1)

kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan

ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat

kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa

provinsi; dan/atau

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul

utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

Simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa

provinsi, antara lain, meliputi pelabuhan internasional/nasional, bandar

udara pusat penyebaran skala pelayanan primer/sekunder/tersier, stasiun

skalabesar, dan terminal tipe A.

(10)

PKW (Pusat Kegiatan Wilayah)

Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala

provinsi atau beberapa kabupaten/kota. (

PP-26/2008, pasal 1 (20))

Kriteria PKW :

PP-26/2008, pasal 14 (2)

kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua

kegiatan eksporyang mendukung PKN;

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat

kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa

kabupaten; dan/atau

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul

transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

Simpul transportasi yang melayani skala provinsi ataubeberapa

kabupaten, antara lain, meliputi pelabuhan regional, bandar udara

pusat penyebaran skala pelayanan tersier, stasiun skala menengah,

dan terminal tipe B.

(11)

PKL (Pusat Kegiatan Lokal)

Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala

kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

(PP-26/2008, pasal 1 (21))

Kriteria PKL :

PP-26/2008, pasal 14 (3)

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat

kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau

beberapa kecamatan; dan/atau

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul

transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

Simpul transportasi yang melayani skala kabupaten ataubeberapa

kecamatan, antara lain, meliputi pelabuhan lokal, bandar udara bukan

pusat penyebaran, stasiun skala kecil, dan terminal tipe C.

(12)

PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional)

Kawasan perkotaan yang yang ditetapkan untuk mendorong

pengembangan kawasan perbatasan negara.

(PP-26/2008, pasal

1 (22))

Kriteria PKSN :

PP-26/2008, pasal 14 (4)

pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan

lintas batas dengan negara tetangga;

pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang

internasional yang menghubungkan wilayah dengan negara

tetangga;

pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi

yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau

pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi

yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

(13)

PKN

dan

PKW,

ditetapkan berdasarkan PP-26/2008 tentang

RTRWN, lampiran II. RTRWN ini berlaku untuk 20 tahun

dengan waktu pelaksanaan , yaitu :

I. (2008-2009) + (2010-2014),

II. (2015-2019),

III. (2020-2024), dan

IV. (2025-2027)

PKL

, ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang RTRW

Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota,

setelah dikonsultasikan dengan Menteri.

PKSN

, ditetapkan berdasarkan PP-26/2008 tentang RTRWN,

lampiran II.

PENETAPAN SIMPUL-SIMPUL

YANG HARUS DIHUBUNGKAN OLEH JARINGAN JALAN

(PKN, PKW, PKL, dan PKSN)

(14)

SISTEM JARINGAN JALAN

(UU-38/2004 tentang Jalan)

Pengelompokkan Jalan : (pasal 6)

Menurut PERUNTUKANNYA Jalan Umum dan Jalan Khusus

Jalan Umum :

jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas.

Jalan Khusus :

jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.

yang dimaksud dengan jalan khusus, antara lain, adalah jalan di dalam kawasan pelabuhan, jalan kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan di kawasan industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah.

(15)

SISTEM JARINGAN JALAN

(UU-38/2004 tentang Jalan)

Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan

(16)

UU-22/2009 LLAJ

BAB VI. JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Pasal 19 : Kelas Jalan

Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:

a.fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan

b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.

Kelas Jalan Fungsi Jalan Ukuran Kendaraan Bermotor MST

Kelas I Jalan Arteri Jalan Kolektor Lebar ≤ 2.500 mm Panjang ≤ 18.000 mm Tinggi ≤ 4.200 mm 10 Ton Kelas II Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal Jalan Lingkungan Lebar ≤ 2.500 mm Panjang ≤ 12.000 mm Tinggi ≤ 4.200 mm 8 Ton Kelas III Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal Jalan Lingkungan Lebar ≤ 2.100 mm Panjang ≤ 9.000 mm Tinggi ≤ 3.500 mm 8 Ton Kelas

Khusus Jalan Arteri

Lebar > 2.500 mm Panjang > 18.000 mm

Tinggi ≤ 4.200 mm

(17)

Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan

prasarana jalan

UU-38/2004 tentang Jalan :

Pasal 10 : dikelompokkan atas

- Jalan Bebas Hambatan “Freeway”

- Jalan Raya “Highway”

- Jalan Sedang “Road” -Jalan Kecil “Street” PP-34/2006 tentang Jalan, Pasal 63 : Penetapan oleh Penyelenggara Jalan

Kelas jalan berdasarkan

spesifikasi penyediaan prasarana jalan

UU-38/2004 tentang Jalan :

Pasal 10 : dikelompokkan atas

- Jalan Bebas Hambatan “Freeway”

- Jalan Raya “Highway”

- Jalan Sedang “Road”

-Jalan Kecil “Street”

PP-34/2006 tentang Jalan, Pasal 63 :

Penetapan oleh Penyelenggara Jalan

KELAS JALAN

Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan.

Kelas jalan berdasarkan

penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan

UU-22/2009 tentang LLAJ :

Pasal 19 : Klasifikasi berdasarkan

Fungsi jalan, MST, dimensi kendaraan,

Klas I, II, III, Khusus.

(Kementerian Perhubungan) Pasal 8 : (huruf e)

Penetapan Kelas Jalan pada setiap Ruas Jalan oleh Penyelenggara Jalan,

Kelas jalan berdasarkan

penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan

UU-22/2009 tentang LLAJ :

Pasal 19 : Klasifikasi berdasarkan

Fungsi jalan, MST, dimensi kendaraan,

Klas I, II, III, Khusus.

(Kementerian Perhubungan)

Pasal 8 : (huruf e)

Penetapan Kelas Jalan pada setiap Ruas Jalan oleh Penyelenggara Jalan,

(18)

JALAN BEBAS HAMBATAN (FREE-WAY) JALAN RAYA (HIGHWAY) JALAN SEDANG (ROAD) JALAN KECIL (STREET)

- pengendalian jalan masuk secara penuh

- tidak ada persimpangan sebidang

- dilengkapi pagar ruang milik jalan

- dilengkapi dengan median.

- untuk lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas

- dilengkapi dengan median.

- untuk lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi

- melayani lalu lintas setempat.

paling sedikit :

- 2 lajur setiap arah - lebar lajur 3,5 m.

Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median, serta pagar.

paling sedikit :

- 2 lajur setiap arah - lebar lajur 3,5 m. paling sedikit :

- 2 lajur untuk 2 arah - lebar jalur 7 m. paling sedikit :

- 2 lajur untuk 2 arah - lebar jalur 5,5 m.

SPESIFIKASI

(19)

FUNGSI MOBILITAS FUNGSI AKSESIBILITAS J A L A N A R T E R I J A L A N K O L E K T O R J A L A N L O K A L LALULINTAS UTAMA TRANSISI DISTRIBUSI KOLEKSI AKSES FUNGSI MOBILITAS FUNGSI AKSESIBILITAS J A L A N A R T E R I J A L A N K O L E K T O R J A L A N L O K A L LALULINTAS UTAMA TRANSISI DISTRIBUSI KOLEKSI AKSES

Klasifikasi fungsi jalan pada dasarnya dilakukan dengan alasan bahwa fungsi aksesibilitas ruang dan mobilitas/lalulintas tidak dapat diperankan secara sempurna oleh satu ruas jalan yang sama.

Suatu ruas yang mempunyai fungsi akses ruang yang tinggi akan mempunyai fungsi mobilitas /lalulintas rendah, sebaliknya suatu ruas yang mempunyai fungsi mobilitas tinggi akan mempunyai fungsi akses yang rendah.

SISTEM JARINGAN JALAN

Klasifikasi Fungsi Jalan

diperlukan karena :

Ketebalan garis menunjukkan

besaran lalu lintas Diambil dari bahan sosialisasi,

(20)

3. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa di dalam kawasan perkotaan.

Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi.

SISTEM JARINGAN JALAN

(dari UU-38/2004, tentang Jalan, pasal-7)

1. Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan

sistem jaringan jalan sekunder.

2. Sistem jaringan jalan primer merupakan jalan dengan peranan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan bersifat menerus yang memberikan pelayanan lalu lintas tidak terputus walaupun masuk ke dalam kawasan perkotaan.

Pusat-pusat kegiatan adalah kawasan perkotaan yang mempunyai jangkauan pelayanan nasional, wilayah, dan lokal

(21)

KRITERIA ARTERI KOLEKTOR LOKAL Angkutan yang dilayani Jarak Perjalanan Kecepatan Rata-rata Jumlah jalan masuk Simpul yang dihubungkan Utama Jauh Tinggi Dibatasi Pengumpul Sedang a. antar-PKN,

b. antara PKN dan PKW, dan/atau c. PKN dan/atau PKW dengan

bandar udara pusat pelayanan skala primer/sekunder/tersier *) dan pelabuhan laut

internasional/nasional. Setempat Dekat Tidak Dibatasi Rendah Dibatasi Sedang

a. ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan.

b. antar ibukota kecamatan. c. ibukota kabupaten dengan

PKL. d. antar-PKL. a. antar-PKW, dan b. Antara PKW dan PKL.

KRITERIA FUNGSI JALAN (DALAM SISTEM PRIMER)

( UU-38 / 2004 + PP-34/2006 tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)

(22)

MATRIKS HUBUNGAN ANTARA SIMPUL DAN FUNGSI JALAN

(Dalam Sistem Jaringan Primer)

( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)

SIMPUL PKN Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional PKW (i.k. Prov.) Strategis Nasional Strategis Nasional Strategis Nasional PKW (i.k. Kab.) PKL

Keterangan : - i.k. Prov. : ibukota provinsi - Bandara Primer : Badar Udara penyebaran primer/sekunder/tersier. *)

Bandara P/S/T *) PKSN Pelabuhan Nas./Int. PKN PKW (i.k. Prov.) PKW (i.k. Kab.) PKL Bandara P/S/T *) Pelabuhan Nas./Int. PKSN Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Arteri Kolektor-1 Kolektor-2 Kolektor-4 Kolektor-2 Lokal Kolektor-4 Kolektor-4 Kolektor-4 Kolektor-3

Lokal Lokal Lokal

Lokal Lokal Lokal

(23)

-JALAN KOLEKTOR PRIMER (JKP) PKL JALAN LOKAL PRIMER (JLP)

JALAN LINGKUNGAN PRIMER (JLP) JALAN LOKAL PRIMER (JLP) JALAN LOKAL PRIMER (JLP)

JALAN LOKAL PRIMER (JLP)

JALAN LOKAL PRIMER (JLP) JALAN KOLEKTOR PRIMER (JKP) JALAN KOLEKTOR PRIMER (JKP) JALAN ARTERI PRIMER (JAP) JALAN ARTERI PRIMER (JAP)

JALAN ARTERI PRIMER (JAP)

PKW PKW PKN Persil PK Lingkungan PKL PKN SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER

(24)

( F1 ) (F (F2.3) 2.2) Sekunder Kawasan Primer (F2.1) Primer (F1) Sekunder I (F2.1) Perumahan -Arteri -- Lokal Kolektor Kolektor Arteri Lokal - -Lokal Lokal Lokal Lokal Lingkungan I II III Sekunder II (F2.2) Sekunder III (F2.3) Arteri Kolektor -Arteri Arteri Lokal

MATRIKS HUBUNGAN ANTARA SIMPUL DAN FUNGSI JALAN

(Dalam Sistem Jaringan Sekunder)

Perumahan

(25)

-SISTEM JARINGAN JALAN SEKUNDER JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS) F1 Kawasan Primer

JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)

F2,1 Kawasan Sekunder I JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS) F2,1 Kawasan Sekunder I JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS) F2,2 Kawasan Sekunder II JALAN KOLEKTOR SEKUNDER (JKS)

JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)

F2,2 Kawasan Sekunder

II

JALAN KOLEKTOR SEKUNDER (JKS)

F2,3 Kawasan Sekunder III JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS) F2,3 Kawasan Sekunder III Perumahan Perumahan JALAN LINGKUNGAN SEKUNDER (JLS) JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)

JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS) JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)

(26)

Bandar Udara Pergudangan Kawasan Industri Terminal Angkutan Barang Kawasan Perdagangan Regional Pelabuhan & Pergudangan Perumahan Kawasan Sekunder Kawasan Primer Batas Perkotaan

Jaringan Jalan Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Kolektor Sekunder

Jalan Lokal Sekunder Jalan Lingkungan Sekunder

(27)

Dari Pasal 17 :

Pengaturan jalan umum meliputi pengaturan jalan secara umum, pengaturan jalan nasional, pengaturan jalan provinsi, pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, serta pengaturan jalan kota.

Dari Pasal 18 :

1.Pengaturan jalan secara umum , meliputi:

a.pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya;

b.perumusan kebijakan perencanaan;

c. pengendalian penyelenggaraan jalan secara makro; dan

d.penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengaturan jalan.

2.Pengaturan jalan nasional , meliputi:

a.penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor yang menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer;

penetapan status jalan nasional; dan

penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.

PENGATURAN JALAN (1)

(28)

PENGATURAN JALAN (2)

(dari UU-38/2004, tentang Jalan)

Dari Pasal 19 :

Pengaturan jalan provinsi, meliputi:

a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan;

b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan provinsi dengan memperhatikan keserasian antarwilayah provinsi;

c. penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten, antaribukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer;

d. penetapan status jalan provinsi; dan

(29)

Dari Pasal 20 :

Pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, meliputi:

a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah dan antarkawasan;

b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa;

c. penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa; dan

d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa. Dari Pasal 21 :

Pengaturan jalan kota , meliputi:

a. perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan kota berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antardaerah dan antarkawasan;

b. penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kota; c. penetapan status jalan kota; dan

d. penyusunan perencanaan jaringan jalan kota.

PENGATURAN JALAN (3)

(30)

Dari Pasal 26 :

Jalan nasional terdiri atas: a. jalan arteri primer; A

b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi; K-1

c. jalan tol; dan

d. jalan strategis nasional.

FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (1)

(PP-34/2006, tentang Jalan))

Yang dimaksud dengan jalan strategis nasional adalah jalan yang melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis yaitu:

1. mempunyai peranan membina kesatuan dan keutuhan nasional, 2. melayani daerah-daerah rawan,

3. bagian dari jalan lintas regional atau lintas internasional, 4. melayani perbatasan antar negara, serta

(31)

Dari Pasal 27

Jalan provinsi terdiri atas:

a. jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota; K-2

b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten atau kota; K-3

c. jalan strategis provinsi; dan

d. jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 .

FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (2)

(PP-34/2006, tentang Jalan))

Yang dimaksud dengan jalan strategis provinsi adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan provinsi.

(32)

Dari Pasal 28 :

Jalan kabupaten terdiri atas:

a. jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi;  K-4

b. jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa;

c. jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam kota; dan d. jalan strategis kabupaten.

FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN (3)

( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan))

Yang dimaksud dengan jalan strategis kabupaten adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan kabupaten berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan kabupaten.

Dari Pasal 29

Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota. Dari Pasal 30 :

Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa.

(33)

DIAGRAM FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN

( UU-38 / 2004 + PP-34/2006, tentang Jalan dan PP-26/2008 tentang RTRWN)

FUNGSI / PERANAN STATUS

(Wewenang Penyelenggaraan) Sistem Jaringan Jalan PRIMER Arteri Kolektor-1 SK Menteri PU Jalan NASIONAL (termasuk jalan tol dan jalan strategis nasional) Kolektor -2 Kolektor -3 Jalan PROVIN SI SK Gubernur SK Gubernur Kolektor-4 Lokal Lingkunga n Arteri Kolektor Lokal Lingkun gan Sistem Jaringan Jalan SEKUNDER SK Bupati SK Walikota Jalan KOTA Jalan KABUPATE N dan Jalan DESA SK Menteri PU Catatan :

(34)

- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K - UU+PP Transportasi

Sistranas

- Kebutuhan Jaringan Jalan - Rekomendasi Studi

- Usulan Daerah Draft

Keputusan MENTERI PU

tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam

Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya

Sebagai Arteri dan Kolektor-1.

Pendapat dari

Menteri Perhubungan

Keputusan MENTERI PU tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam

Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Arteri dan

Kolektor-1.

Keputusan MENTERI PU tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai JALAN NASIONAL

(termasuk Jalan Tol dan Jalan Strategis Nasional)

Keputusan MENTERI PU tentang Rencana Umum

Jaringan Jalan Nasional.

PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN NASIONAL

(UU-38/2004 tentang Jalan)

UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 18 ayat (2) , pengaturan jalan nasional meliputi : a. penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri, dan jalan kolektor (K-1) yang

menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer. b. penetapan status jalan nasional, dan

c. penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional.

(a)

(b)

(35)

- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K - UU+PP Transportasi

Sistranas, Tatrawil - Kebutuhan Jaringan Jalan - Rekomendasi Studi

- Usulan Kabupaten/Kota

Keputusan GUBERNUR tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan :

Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3, Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan.

Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut

Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan.

Keputusan GUBERNUR

tentang Rencana Jaringan Jalan Provinsi Keputusan GUBERNUR tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai JALAN PROVINSI (Kolektor-2 , Kolektor-3, termasuk Jalan

Strategis Provinsi).

PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN PROVINSI

(UU-38/2004 tentang Jalan)

UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 19 ayat (2) , pengaturan jalan provinsi :

c. Penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengn ibukota kabupaten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer.

d. Penetapan status jalan provinsi, dan

e. Penyusunan perencanaan jaringan jalan provinsi.

(d) (e) (c) Berdasarkan usul bupati/walikota bersangkutan dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Penetapan Fungsi Arteri & Kolektor-1

Dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional

(36)

- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K - UU+PP Transportasi

Sistranas, Tatrawil - Kebutuhan Jaringan Jalan - Rekomendasi Studi

- Usulan Kabupaten/Kota

Keputusan GUBERNUR tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan :

Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3, Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan.

Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut

Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan.

Keputusan BUPATI tentang Rencana Jaringan Jalan Kabupaten dan Jalan

Desa

Keputusan BUPATI tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya

Sebagai JALAN KABUPATEN dan JALAN DESA

Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan dalam sistem primer,

Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan dalam sistem sekunder

termasuk Jalan Strategis Kabupaten.

PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN KABUPATEN DAN JALAN DESA

(UU-38/2004 tentang Jalan)

UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 20, pengaturan jalan kabupaten : c. Penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa

d. Penetapan perencanaan jaringan jalan kabupaten dan jalan desa.

(c) (d) Berdasarkan usul bupati/walikota bersangkutan dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Penetapan Fungsi Arteri & Kolektor-1

Dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional dan SK Gubernur tentang Rencana Jaringan Jalan Provinsi.

(37)

- RTRWN, RTRWP, RTRWK/K - UU+PP Transportasi

Sistranas, Tatrawil - Kebutuhan Jaringan Jalan - Rekomendasi Studi

- Usulan Kabupaten/Kota

Keputusan GUBERNUR tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan :

Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Peranannya Sebagai Kolektor-2, Kolektor3, Kolektor-4, Lokal, dan Lingkungan.

Dalam Jaringan Jalan Sekunder Menurut

Peranannya Sebagai Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan.

Keputusan WALIKOTA tentang Rencana Jaringan Jalan Kota

Keputusan WALIKOTA tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut

Statusnya Sebagai JALAN KOTA (Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan dalam sistem sekunder )

PENETAPAN FUNGSI & STATUS JALAN KOTA

(UU-38/2004 tentang Jalan)

UU-38/2004 tentang Jalan, pasal 21 pengaturan jalan kota : c. Penetapan status jalan kota, dan

d. Penetapan perencanaan jaringan jalan kota.

(c) (d) Berdasarkan usul bupati/walikota bersangkutan dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Penetapan Fungsi Arteri & Kolektor-1

Dengan memperhatikan SK Menteri PU tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional dan SK Gubernur tentang Rencana Jaringan Jalan Provinsi.

(38)

MATRIK PENDANAAN PENYELENGGARAAN JALAN

Sumb er Dana Stat us Jalan APBD Kab./Kota APBD Provinsi DAK *) (dicantumkan di APBD) DAU (dilebur dalam APBD) APBN Provins i Kota Kabupate n Nasion al -*) *) *)

*) Dana pagu : jumlah (DAK + pendamping dari APBD minimum 10% DAK). **) PP34/2006 tentang Jalan, pasal 85 : dalam hal pemerintah daerah tidak

(39)

Perubahan Fungsi : (PP-34/2006, pasal 64)

1. Fungsi jalan suatu ruas jalan dapat berubah apabila:

berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah yang lebih luas daripada wilayah sebelumnya;

semakin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengembangan sistem transportasi;

lebih banyak melayani masyarakat dalam wilayah wewenang

penyelenggara jalan yang baru; dan/atau

oleh sebab-sebab tertentu menjadi berkurang peranannya, dan/atau

melayani wilayah yang lebih sempit dari wilayah sebelumnya. 2. Perubahan fungsi jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.

3. Dalam hal usulan perubahan fungsi jalan disetujui, maka penyelenggara jalan yang menyetujuinya mengusulkan penetapan perubahan fungsi jalan kepada pejabat yang berwenang.

PERUBAHAN FUNGSI DAN STATUS JALAN (1)

Sebab-sebab tertentu antara lain dibangunnya jalan elak (by pass) di suatu perkotaan yang menggantikan jalan primer semula sehingga jalan primer semula yang masuk kota menjadi berkurang fungsinya dari fungsi primer menjadi fungsi sekunder.

(40)

PERUBAHAN FUNGSI DAN STATUS JALAN (2)

CATATAN :

Perubahan fungsi jalan membawa konsekuensi perubahan status jalan

yang berarti perubahan wewenang penyelenggaraanya.

Perlu komitmen antar instansi terkait dalam hal wewenang

penye-lenggaraannya yang akan dilepas atau yang akan menjadi tanggung jawab penyelenggaraannya.

(jangan sampai jaringan jalan tersebut tidak ada yang menangani, sehingga perlu segera ditindaklanjuti dengan Berita-Acara Serah Terima Aset). Perubahan Status : (PP-34/2006, pasal 65)

1. Status jalan suatu ruas jalan dapat berubah setelah perubahan fungsi jalan ditetapkan.

2. Perubahan status jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima.

3. Dalam hal usulan perubahan status jalan sebagaimana disetujui, maka penyelenggara jalan yang menyetujuinya menetapkan status jalan tersebut.

4. Penyelenggara jalan sebelumnya tetap bertanggung jawab atas penyelenggaraan jalan tersebut sebelum status jalan ditetapkan.

(41)

Arteri Primer Rencana Jalan Lingkar Perkota an Sistem Sekunder (Dalam Perkotaan)

JALAN ARTERI-PRIMER MELINTASI PERKOTAAN

SEBELUM ADA JALAN LINGKAR

Existing Fungsi Jalan

Perkota an

(42)

Arteri Primer Jalan Lingkar Perkotaan Sistem Sekunder (Dalam Perkotaan)

JALAN ARTERI-PRIMER MELINTASI PERKOTAAN

( Sesudah ada By-Pass )

Arteri Primer

Alih Fungsi Jalan

(43)

GAMBARAN JARINGAN JALAN DI PERBATASAN

(Antar Provinsi , Antar Kabupaten/Kota)

Kab. X

Batas Provinsi

Provinsi A

Provinsi B

- Ruas jalan lintas batas provinsi /kabupaten/kota

 harus mempunyai fungsi dan status yang sama. - Keterpaduan penanganan antar provinsi /kabupaten/kota

Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal Kab. Y

Kab. Z Kab. W

Batas Kab. Batas Kab.

(44)

KAB/KOTA PALU DONGGALA MOUTONPARIGI

G SIGI POSO ... PALU Ruas No.:...

... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... DONGGAL A Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... PARIGI MOUTON G Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ...

SIGI Ruas No.:... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ...

POSO Ruas No.:... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... ... Ruas No.:... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ... Ruas No.: ... ...

MATRIK KABUPATEN DAN KOTA UNTUK DAFTAR RUAS JALAN LINTAS BATAS

(45)

PROSES PENETAPAN FUNGSI DAN STATUS JALAN

1. Pembahasan PemProv dengan seluruh PemKab/PemKot mengenai seluruh jaringan jalan yang ada di wilayah provinsi (dikurangi jalan arteri dan Kolektor-1 dalam sistem primer / Jalan Nasional) untuk ditetapkan fungsinya oleh Pemprov.

2. Pembuatan Nota Kesepakatan / MOU dari hasil pembahasan yang ditandatangani oleh pemprov, pemkab/pemkot untuk tindak lanjut menuju SK Gubernur.

3. Penyiapan SK Gubernur tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Fungsinya sebagai K-2, K-3, K-4, dan Lokal (Dalam Sistem Primer) dan sebagai Jalan Arteri, Kolektor, dan Lokal (Dalam Sistem Sekunder)

4. Setelah penetapan ditandatangani Gubernur, pemprov, pemkab, dan pemkot menetapkan SK Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya :

Jalan Provinsi dengan SK Gubernur,

Jalan Kabupaten dan Desa dengan SK Bupati,

Jalan Kota dengan SK Walikota.

(46)

PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT FUNGSINYA SEBAGAI

JALAN KOLEKTOR-2, KOLEKTOR-3, KOLEKTOR-4, DAN LOKAL(DALAM JARINGAN PRIMER) DAN SEBAGAI JALAN ARTERI, KOLEKTOR, DAN LOKAL (DALAM JARINGAN SEKUNDER) .

LAMPIRAN

: KEPUTUSAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH NOMOR : . . . . TANGGAL : . . . . PROVINSI : SULAWESI TENGAH (52) FUNGSI JALAN

NO. NOMOR RUAS NAMA RUAS

SISTEM PRIMER SISTEM SEKUNDER

PANJANG (KM) PANJANG (KM)

K-2 K-3 K-4 L Lingk. A K L Lingk.

                           

PROVINSI SULAWESI TENGAH                  

                                                                                                                KOTA PALU                                                                                                       KABUPATEN DONGGALA                                                                                                       KABUPATEN . . . .                                                                                                      

(47)

LAMPIRAN : KEPUTUSAN GUBERNUR NOMOR : . . . .

TANGGAL : . . . . PROVINSI : SULAWESI TENGAH

STATUS JALAN PROVINSI

NO. NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG RUAS(KM)

           

           

           

           

           

LAMPIRAN : KEPUTUSAN WALIKOTA NOMOR : . . . .

TANGGAL : . . . . KOTA : PALU

PROVINSI : SULAWESI TENGAH

STATUS JALAN KOTA

NO. NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG RUAS(KM)

           

           

           

           

PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT STATUSNYA SEBAGAI JALAN PROVINSI

PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT STATUSNYA SEBAGAI JALAN KOTA

(48)

LAMPIRAN : KEPUTUSAN BUPATI NOMOR : . . . . TANGGAL : . . . . KABUPATEN : . . . . PROVINSI : SULAWESI TENGAH

STATUS JALAN KABUPATEN

NO. NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG RUAS(KM)

           

           

           

           

           

LAMPIRAN : KEPUTUSAN BUPATI NOMOR : . . . . TANGGAL : . . . . KABUPATEN : . . . . PROVINSI : SULAWESI TENGAH

STATUS JALAN DESA

NO. NOMOR RUAS NAMA RUAS PANJANG RUAS(KM)

           

           

           

           

PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT STATUSNYA SEBAGAI JALAN DESA PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MENURUT STATUSNYA SEBAGAI JALAN KABUPATEN

(49)

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (1)

(PP-34/2006 tentang Jalan)

Bagian Keenam : Standar Pelayanan Minimal

Pasal 112

1. Pelayanan jalan umum ditentukan dengan kriteria yang dituangkan dalam standar pelayanan minimal yang terdiri dari standar pelayanan minimal jaringan jalan dan standar pelayanan minimal ruas jalan.

2. Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aksesibilitas, mobilitas, dan keselamatan.

3. Standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kondisi jalan dan kecepatan.

4. Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan dengan penyediaan prasarana jalan dan penggunaan jalan yang memadai.

5. Standar pelayanan minimal jaringan jalan dan standar pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat.

(50)

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN (2)

Seluruh Jaringan berarti seluruh jaringan dengan status jalan Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang ada di wilayah ybs.

1. JARINGAN JALAN  

ASPEK CAKUPAN & SATUAN

A Aksesibilitas Seluruh Jaringan, Panjang Jalan / Luas (km / km2) B Mobilitas Seluruh Jaringan, Panjang Jalan / 1000 penduduk

C Keselamatan Seluruh Jaringan, Jumlah kecelakaan / panjang jalan / tahun

2. RUAS JALAN  

ASPEK CAKUPAN & SATUAN

A Kondisi Jalan Lebar Jalan + LHR , IRI

(51)

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

Total Transport Cost Jaringan Jalan : a. Aksesibilitas b. Mobilitas c. Keselamatan Ruas Jalan : a. Kondisi Jalan b. Kondisi Pelayanan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Total Government Cost Total Public Cost +

(52)

UPAYA SUPAYA JALAN Nas/Prov/Kab/Kota

BISA BERKESINAMBUNGAN (SUSTAINABLE)

1. Perlu penetapan fungsi dan status jalan N/P/K/K sesuai prosedur secara menyeluruh (terintegrasi) untuk koridor wilayah dan waktu yang terukur.

2. Penetapan status yang berarti penetapan kewenangan penyelenggaraan serta sumber-sumber dana yang dapat digunakan.

3. Sumber –Sumber Dana :

- Jalan Nasional APBN

- Jalan Prov/Kab/Kota APBD Prov/Kab/Kota terkait dengan penanganan

jalan termasuk DAK untuk prasarana jalan (DAK Jalan dicantumkan dalam APBD).

- Pengalokasian dari masing-masing intitusi terkait dengan penanganan seluruh jaringan jalan sinergi/terintegrasi, sesuai prioritas, dan terukur.

- Memanfaatkan : Musrenbang, Konreg, dsb.

4. Perlu adanya evaluasi penanganan jalan N/P/K/K, dikaitkan dengan : - sumber-sumber dana yang ada.

(53)

Gambar

DIAGRAM FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN

Referensi

Dokumen terkait

After the codon optimization step, caf1 was synthesized by “gapless” PCR using 22 overlaping oligonucleotides cover the complete sequence of this gene.. The sequencing

serial konfigurasi yang berfungsi sebagai komunikasi serial antara software dengan Arduino Mega, bagian tampilan tekanan dan kedalaman berfungsi menampilkan hasil

Program pelatihan yang dipakai dalam penelitian ini merupakan modifikasi program pelatihan STAC yang dilakukan oleh Midgett dan Doumas (2016) pada siswa sekolah dasar

Mengatasi permasalahan tersebut, peneliti berencana untuk mengembangkan lembar kegiatan siswa (LKS) yang dapat mencapai kompetensi sekaligus penguasaan keterampilan

Diharapkan dengan melalui proses perancangan dan promosi ini, kelompok Ludruk Irama Budaya sebagai Ludruk yang masih tradisional di Surabaya tetap bertahan dan lebih dikenal

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Biplot dengan Dekomposisi Nilai Singular Biasa dan Kekar untuk Pemetaan Provinsi Berdasarkan Prestasi Mahasiswa IPB” adalah

Hasil pengukuran kadar sampel yang dapat dilihat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis memilki kadar yang sesuai dengan nilai sebenarnya yang tertera dalam

Pada awalnya PT Garuda Indonesia selaku airlines melaksanakan kegiatan ground handling untuk keperluan perusahaan sendiri, mengingat kebutuhan akan pelayanan yang