Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia PERDOSKI Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia PERDOSKI Wasitaa
Wasitaatmadja, SM: tmadja, SM: PenyuntingPenyunting Jakarta, Centra Communications Jakarta, Centra Communications ISBN
ISBN
Hak Pengarang dan Penerbit Dilindungi oleh
Hak Pengarang dan Penerbit Dilindungi oleh Undang-Undang.Undang-Undang. Edisi Pertama Tahun 2013.
Edisi Pertama Tahun 2013. Edisi Kedua Tahun 2016. Edisi Kedua Tahun 2016.
Akne adalah salah satu penyakit kulit yang sangat sering terjadi. Di Indonesia penyakit ini menempati urutan 3 besar dari jumlah pengunjung Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit maupun Klinik Dermatologi. Sayangnya penatalaksanaan terhadap penyakit ini masih berbeda dari satu dokter ke dokter lainnya, dari satu klinik ke klinik lainnya, dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya dan bahkan dari satu pusat pendidikan dokter atau dokter spesialis kulit ke pusat pendidikan lainnya.
Oleh karena itulah Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia (KSDKI) yang merupakan thinkthank dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia dalam bidang terkait merasa perlu untuk mengadakan pertemuan khusus yang disebut sebagai Indonesian Acne Expert Meeting 2012 dengan tujuan untuk menyusun rekomendasi penatalaksanaan yang sama bagi akne di seluruh Indonesia mulai dari aspek diagnosis, terapi ajuvan dan maintenance serta pedoman penatalaksanaan sekuele yang terjadi.
Peserta dari meeting adalah para pakar di Institusi Pendidikan, para pakar di luar Institusi Pendidikan dalam hal ini para praktisi, para wakil dari Cabang PERDOSKI serta dari PP PERDOSKI dan Kolegium Kesehatan Kulit dan Kelamin. Para pembicara sebagai pengaju masalah ditunjuk dari 8 wakil Institusi Pendidikan, sedangkan para penyanggah dimintakan dari semua perwakilan Institusi Pendidikan dan pakar yang hadir. Meeting diselenggarakan di Hotel Borobudur Jakarta pada hari Kamis tanggal 22 November 2012 yang lalu sehari penuh atas sponsor PT. Transfarma Medica Indah.
Hasil dari IAEM 2012 berupa Rekomendasi yang dapat digunakan sebagai pedoman kerja dari seluruh Dokter/Dokter Spesialis Kesehatan Kulit dan Kelamin di Indonesia baik yang berada di Institusi Pendidikan maupun para praktisi yang di luar pendidikan dan dapat juga digunakan sebagai pedoman materi pendidikan Dokter/Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dalam penyakit akne.
Semoga Rekomendasi ini bermanfaat untuk kemajuan pelayanan kita dalam masyarakat.
dr. Sjarif M. Wasitaatmadja SpKK(K), FINSDV, FAADV
KATA PENGANTAR
Edisi I
Edisi ke 2 dari buku IAEM diubah menjadi buku PEDOMAN TATA LAKSANA AKNE DI INDONESIA sebab diharapkan lebih menarik judulnya dari buku edisi pertama dan jelas disertai dengan perubahan-perubahan yang telah terjadi selama 3 tahun di dunia dermatologi terutama mengenai topik kasus akne. Seperti pada edisi pertama yang merupakan hasil dari Indonesian Acne Expert Meeting tahun 2012 maka buku ini juga merupakan hasil diskusi panjang lebar mengenai penyakit akne baik dari bahan buku bacaan kepustakaan baru atau jurnal ilmiah dermatologi di dalam maupun luar negri. Besar harapan dari kami para peserta meeting dan pengurus KSDKI bahwa hasil kerja keras dalam meeting dapat diambil manfaatnya bagi penanganan kasus akne di Indonesia, tidak saja disebabkan bahwa kondisi kesehatan di Indonesia agak berbeda dengan di negara lain tetapi juga kondisi lain yang terkait misalnya SDM dan ekonomi yang masih belum pulih dari kelesuan.
KATA PENGANTAR
Edisi 2
Sejawat yang Terhormat,
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia (KSDKI) telah menerbitkan Rekomendasi Penatalaksanaan Akne Indonesia. Buku rekomendasi ini merupakan revisi dari konsensus Indonesian Acne Expert Meeting 2012.
Kontributor untuk pedoman ini berasal dari perwakilan seluruh institusi pendidikan yang mengadakan pertemuan pada tanggal 9-10 Mei 2015 di Hotel Gran Melia Jakarta, didukung oleh PT. Transfarma Medica Indah. Besar harapan kami, pedoman yang telah direvisi ini dapat digunakan sebagai pedoman kerja dari seluruh Dokter/Dokter Spesialis Kesehatan Kuit dan Kelamin di Indonesia baik yang berada di Institusi Pendidikan maupun para praktisi yang di luar pendidikan dan dapat juga digunakan sebagai pedoman materi pendidikan Dokter/Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dalam menangani penyakit Akne.
Kami juga ingin mengungkapkan rasa terima kasih kami kepada dr. Sjarif M. Wasitaatmadja, SpKK(K), FINSDV, FAADV selaku penggagas dan editor buku ini dan para kontributor yang telah menyumbangkan ilmu dan keahliannya dalam penyusunan buku panduan ini.
Semoga rekomendasi ini bermanfaat untuk kemajuan pelayanan kita dalam masyarakat.
dr. Abraham Arimuko, SpKK, MARS, FINSDV, FAADV Ketua KSDKI
KATA PENGANTAR
Ketua KSDKI
Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT, maka “Indonesian Acne Expert Meeting 2015” menghasilkan “Pedoman Tatalaksana Akne Vulgaris di Indonesia” dan dapat diterbitkan sesuai harapan.
Panduan ini merupakan konsensus dari para Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dari divisi kosmetik di 13 pusat pendidikan kolegium Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di seluruh Indonesia, yang dikoordinir oleh Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik (KSDKI) dengan editor dr. Sjarif M. Wasitaatmadja, SpKK(K), FINSDV, FAADV.
Akne Vulgaris adalah kondisi peradangan kronis yang menyerang folikel pilosebasea yang terjadi pada hampir 80% - 100% populasi yang pasti dijumpai pada praktek Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (SpKK) sehari-hari, baik untuk pasien yang datang langsung ataupun rujukan. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk para SpKK agar ada keseragaman dalam melakukan tatalaksana serta dapat mempermudah melakukan evaluasi setiap pengobatan dan dapat menentukan pengobatan yang paling sesuai dengan iklim Indonesia sebagai negara tropis dengan karakteristik penduduk yang beragam.
Harapan selanjutnya agar “Pedoman Tatalaksana Akne Vulgaris di Indonesia” ini dapat dilakukan revisi setiap periode tertentu agar selalu mengikuti ilmu yang mutakhir dan dapat digunakan membantu penelitian tentang Akne Vulgaris di Indonesia.
Kami ucapkan terima kasih kepada KSDKI dan seluruh pengurusnya, editor, para penulis dan mitra kerja atas usaha yang telah dilakukan hingga dicetaknya buku ini. Mudah-mudahan Allah SWT selalu membantu niat baik kita semua.
Aamiin YRA,
dr. Syarief Hidayat, SpKK, FINSDV, FAADV
Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI
KATA PENGANTAR
Ketua PP PERDOSKI
DAFTAR ISI
vi
1. Kata Pengantar Edisi I ... ii
2. Kata Pengantar Edisi 2 ... iii
3. Kata Pengantar Ketua KSDKI ... iv
4. Kata Pengantar Ketua PP PERDOSKI ... v
5. Pedoman Tata Laksana Akne di Indonesia Sebagai Hasil dari IAEM 2015: • Definisi ... 1 • Epidemiologi ... 1 • Etiopatogenesis ... 1 • Klasifikasi/Penggolongan ... 2 • Gradasi ... 3 • Diagnosis ... 4 • Diagnosis Banding ... 4
• Khusus Erupsi Akneiformis ... 5
• Khusus Akne Kosmetik ... 5
• Khusus Akne Dewasa ... 6
• Khusus Akne dan Penyakit Sistemik ... 6
• Manajemen Akne Ringan ... 6
• Manajemen Akne Sedang ... 7
• Manajemen Akne Berat ... 7
• Terapi Ajuvan ... 8
• Terapi Rumatan (Maintenance) ... 8
• Evaluasi Hasil Terapi ... 8
• Scar Pasca Akne (SPA) ... 9
• Hiperpigmentasi Pasca Akne ... 12
• Bagan Rekomendasi Terapi Akne ... 12
• Daftar Peserta IAEM 2015 ... 12
• Penutupan/Ucapan Terima Kasih ... 12
6. Lampiran 1: Bagan Rekomendasi Terapi Akne ... 13
7. Lampiran 2: Akne Vulgaris ... 14
PEDOMAN TATA LAKSANA AKNE
DI INDONESIA
Sebagai Hasil dari IAEM 2015
1. DEFINISI
Akne adalah penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya lesi polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus dan kista di tempat predileksi. Predileksi akne adalah di muka, leher, bahu, lengan atas, dada atas dan punggung atas, meskipun akne dapat timbul di daerah lain yang mengandung kelenjar sebasea misalnya paha dan bokong.
2. EPIDEMIOLOGI
Akne merupakan penyakit kulit yang banyak terjadi pada hampir 80%-100% populasi dan pada rentang umur dari bayi sampai orang tua, dengan peak age terbesar pada remaja umur 16-19 tahun pada pria atau 14-17 tahun pada wanita. Kasus terdapat di seluruh dunia dengan berbagai faktor penyebab sebagai pencetus, misalnya genetik, ras, stres, dietasi, kosmetik, obat-obatan, tekanan fisik, dan kebiasaan merokok.
Di Indonesia akne merupakan kasus ke-3 terbanyak yang datang untuk berobat di RSUP dan RSUD.
3. ETIOPATOGENESIS
Terdapat empat patogenesis yang paling berpengaruh pada timbulnya AV, yaitu:
a. Peningkatan produksi sebum
Kulit, dan terutama kelenjar sebasea merupakan tempat pembentukan hormon androgen aktif. Hormon androgen memengaruhi produksi sebum melalui proliferasi dan diferensiasi sel sebosit. Androgen berperan pada perubahan sel sebosit dan sel keratinosit folikular yang menyebabkan terbentuknya mikrokomedo yang akan berkembang menjadi komedo dan lesi inflamasi.
b. Hiperkornifikasi duktus pilosebasea
Pada keadaan normal, sel keratinosit folikular akan dilepaskan satu persatu ke dalam lumen dan kemudian diekskresi. Pada akne terjadi hiperproliferasi sel keratinosit, dan sel tidak dilepaskan secara tunggal sebagaimana keadaan normal. Perubahan awal yang terjadi pada folikel pilosebasea berupa perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Sel stratum korneum infrainfundibulum menjadi lebih banyak mengandung desmosom, tonofilamen, butir keratohialin, dan lipid, tetapi mengandung lebih sedikit butir-butir lamelar, sehingga stratum korneum lebih tebal dan lebih melekat.
c. Kolonisasi mikroflora kulit terutama P. acnes
Propionibacterium acnes (PA) merupakan mikroorganisme utama yang ditemukan di daerah infrainfundibulum, dapat mencapai permukaan kulit dengan mengikuti aliran sebum.
P. acnes akan bertambah banyak seiring dengan meningkatnya jumlah trigliserida dalam sebum yang merupakan nutrisi bagi PA. P. acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi pada AV dengan menghasilkan faktor kemotaktik dan enzim lipase yang akan mengubah trigliserida menjadi asam lemak bebas. d. Proses inflamasi
Proses inflamasi yang diperantarai sistem imun dapat melibatkan limfosit CD4 dan makrofag, yang menstimulasi vaskularisasi pilosebaseus dan memicu hiperkeratinisasi folikular.
Urutan yang pasti dari ke-4 patogenesis tersebut dan bagaimana interaksi di antaranya masih belum jelas.
4. KLASIFIKASI/PENGGOLONGAN
Belum ada penggolongan/klasifikasi yang disepakati secara universal. Terdapat berbagai sistem klasifikasi berdasarkan: jenis lesi, penyebab terjadinya, dan ada atau tidak adanya peradangan.
Yang diputuskan dipakai masih tetap klasifikasi yang dibuat oleh Plewig dan Kligman tahun 1976 yang ditetapkan dalam IAEM 2012 yaitu: Akne sejati yang terdiri dari akne vulgaris, akne venenata dan akne fisik yang dapat dibedakan dari acneiform eruption.
Klasifikasi Akne menurut Plewig dan Kligman (1976) AKNE SEJATI:
A. AKNE VULGARIS: yang terjadi pada masa remaja akibat berbagai faktor pencetus. Varian: misalnya akne tropikalis, akne mekanik
B. AKNE VENENATA: yang terjadi akibat kontaktan eksternal kimiawi. Varian: misalnya akne kosmetik, akne pomade, akne deterjen
C. AKNE FISIK: yang terjadi akibat agen fisik sinar matahari, sinar X. Misalnya komedo solaris
5. GRADASI
Gradasi/tingkat berat ringannya penyakit.
Juga belum ada yang disepakati secara universal. Terdapat berbagai sistem gradasi berdasarkan jenis lesi, jumlah lesi, ada tidaknya inflamasi, dan luasnya lesi.
Yang diputuskan dipakai adalah masih sistem yang dibuat oleh Lehmann tahun 2002.
Penggunaan GAGS (Global Acne Grading System) yang dibuat oleh Doshi dkk tahun 1997 dinilai lebih cocok digunakan dalam penelitian sebab terlalu complicated dengan pembagian area dan faktor nilai lesi yang ada di area tersebut.
Pembagian Gradasi Akne menurut Lehmann (2002)
A. RINGAN: komedo <20 /pustul <15 /kista =0 Total: <30
B. SEDANG: komedo 20-100 /pustul 15-50 /kista <5 Total: 30-125
C. BERAT: komedo >100 /pustul >50 /kista >5 Total: >125
6. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis adanya lesi polimorfik komedo, papul, pustul, nodus dan kista pada daerah predileksi. Bila sudah membaik sisa lesi berupa hiperpigmentasi pasca akne dan parut pasca akne. Komedo menjadi tanda khas dari akne sejati meskipun ada penyakit lain yang mirip komedo sebagai gejalanya misalnya steatoma, namun besar dan jenis sebumnya berbeda. Pada ekstraksi (dulu: ekskokleasi) komedo dengan sendok Unna (ekstraktor komedo) akan keluar sebum dengan konsistensi lunak sampai keras yang kadang ujungnya berwarna hitam karena berisi melanin.
Pemeriksaan laboratoris bukan merupakan standar bagi penegakkan diagnosis namun diperlukan bagi penelitian-penelitian etiopatogenesis akne. Demikian pula pemeriksaan histopatologis yang gambarannya tidak khas untuk akne.
Kuman yang disangka berperan dalam etiopatogenesis yaitu Propionibacterium acnes dapat ditemukan dalam duktus infrainfundibulum pilosebasea dengan pemeriksaan mikrobiologis anaerob. Dalam pemeriksaan mikrobiologis kadang ditemukan mikroba lain misalnya Pityrosporum ovale, Pityrosporum orbiculare, Micrococci dan kadang kutu Demodex folliculorum sebagai penyebab akne yang sukar sembuh.
Pemeriksaan lain, misalnya dermatoskopi, belum dikembangkan menjadi pemeriksaan standar bagi akne meskipun dipikirkan untuk dipakai sebab caranya mudah dan murah.
7. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding (differential diagnosis, DD) akne dapat dibuat berdasarkan usia penderita seperti yang IAEM 2012 lakukan (DD untuk akne bayi, infantil, anak, remaja, dewasa, dan tua) sehingga tertulis banyak sekali DD.
Diagnosis banding bisa dibuat berdasarkan jenis lesi, komedonal, inflamasi, kista atau nodus. Untuk itu dalam IAEM 2015 diputuskan bahwa pemikiran tentang diagnosis banding lebih fokus pada DD pada remaja dan dewasa saja. Dengan demikian DD akne pada remaja dan dewasa utamanya adalah apakah itu akne vulgaris, akne venenata atau akne fisik (semuanya dalam penggolongan akne 4 | Indonesian Acne Expert Meeting 2015
sejati) atau apakah bukan erupsi akneiformis. Pada keadaan khusus misalnya monomorfi komedo tertutup yang mirip milia, papul yang mirip siringoma, kista yang mirip steatoma atau nodus yang mirip furunkel, baru DD lain dipikirkan.
Differential Diagnosis (pubertal/post pubertal). 1. Erupsi akneiformis
2. Rosasea (Demodex folliculitis) 3. Gram-negative folliculitis 4. Malassezia folliculitis 5. Keratosis pilaris 6. Papular sarcoidosis 7. Dermatitis perioral 8. Pseudofolliculitis barbae 9. Tinea facei 10. Siringoma 11. Tricho-epithelioma 12. Cylindroma
8. KHUSUS ERUPSI AKNEIFORMIS
Dalam hal istilah acneiform drug eruption yang dipermasalahkan bukannya jumlah kasus yang terjadi tetapi terminologi dari penyakit. Berbagai penulis dalam kepustakaan menuliskan hal berbeda mengenai hal ini. Ada yang menyebutkan dapat akibat aplikasi obat topikal dan sistemik, ada yang menuliskan hanya akibat intake sistemik dari obat yang menimbulkan erupsi kulit mirip akne. Dalam forum ini diputuskan untuk memakai pola penyebab keduanya yaitu topikal dan sistemik sesuai dengan buku teks Fitzpatrick edisi tahun 2014, dengan catatan bahwa mekanisme terjadinya harus dieksplorasi lebih lanjut. Mengenai gejala klinisnya biasanya papul monomorfik di seluruh badan yang dihubungkan dengan pemakaian obat yang agak lama.
9. KHUSUS AKNE KOSMETIK
Dalam hal makin banyaknya terjadi kasus akne kosmetik akibat makin banyaknya pengguna kosmetik di dalam populasi penduduk di Indonesia maka ditekankan adanya berbagai ingredient dalam kosmetik yang bersifat komedogenik (akne non inflamasi) dan aknegenik (akne inflamasi).
Dalam etiopatogenesis terjadinya reaksi, pada bahan komedogenik lebih bersifat mekanis, di mana terjadi penyumbatan folikel sehingga memerlukan waktu lebih lama untuk terjadi, yaitu 2-3 bulan. Di lain pihak, pada bahan yang bersifat aknegenik lebih bersifat iritasi terhadap muara folikel sehingga dapat terjadi dalam waktu lebih singkat yaitu 2-3 hari.
10. KHUSUS AKNE DEWASA
Dalam hal makin banyaknya kasus akne yang terjadi pada usia pasca remaja ( post adolescence/adult acne, AA) maka dibahas lebih banyak penyebab hal tersebut terjadi. AA didefinisikan sebagai akne yang
terjadi pada usia ≥25 tahun dengan jenis antara lain: 1. Late onset
2. Persistent dan 3. Relaps dari adolescent acne yang sudah sempat sembuh.
Gejala klinis agak berbeda karena lebih banyak terjadi pada wanita, lebih inflamatif dan terletak di area lebih bawah misalnya dagu dan rahang bawah, leher, dan bahu bagian atas.
Perbedaan faktor penyebab hormonal (menstrual cycles, DHEAS, androgen), endocrinopathies (CAH, PCOS), genetik dan eksternal (drugs, drug induced , UV, obesity, smoking, cosmetics, stress, gravidity ), menimbulkan lebih banyak sequels (HPI, SPA). Manajemen terapi agak berbeda dengan sedikit fokus terhadap faktor penyebab hormonal dan terapi psikologis.
11. KHUSUS AKNE DAN PENYAKIT SISTEMIK
Dalam hal berbagai penyakit sistemik yang menyebabkan timbulnya akne telah banyak dilaporkan penelitian hubungan antara akne dan berbagai penyakit sistemik terutama akibat peningkatan aktivitas kelenjar sebasea dalam memproduksi sebum.
Oleh karena itu penyakit tersebut dapat diklasifikasikan dalam golongan 1. Kelainan endokrin (PCOS, Cushing syndrome, CAH, sindroma SAHA), 2. Non endokrin (sindroma Apert, PAPA) dan 3. Medikamentosa (INH, Vit B2, B6, B12, lithium)
12. MANAJEMEN AKNE RINGAN
Penggunaan obat topikal pada terapi akne derajat ringan umumnya ditujukan pada lesi dominan yang biasanya non inflamatorik:
komedonal dan papular. Kadang kala terjadi lesi campuran dengan pustul. Pada keadaan-keadaan komedonal terapi lini pertama (1st line therapy ) tetap asam retinoat, namun pada keadaan adanya lesi pustular terapi lini pertama ditambah dengan benzoil peroksida (BPO).
Terapi lini kedua (2nd line therapy ) pada akne derajat ringan baik yang komedonal maupun yang kombinasi pustul adalah asam azelaik. Terapi lini ketiga (3rd line therapy ) pada akne komedonal maupun kombinasi adalah asam retinoat + BPO atau antibiotik (AB) topikal dengan pertimbangan meningkatkan konsentrasi atau frekuensi aplikasi obat. Setiap perubahan dipikirkan setelah terapi 6-8 minggu. 13. MANAJEMEN AKNE SEDANG
Prinsip terapi pada akne derajat sedang adalah memberikan terapi topikal dan terapi oral.
Terapi topikal lini pertama adalah tetap asam retinoat, BPO, dan AB. Terapi lini kedua dan lini ketiga adalah asam azelaik, asam salisilat, dan kortikosteroid (KS) intralesi.
Terapi sistemik lini pertama adalah AB oral doksisiklin. Terapi sistemik lini kedua dan ketiga adalah AB lain.
Terapi sistemik wanita hamil dan menyusui adalah eritromisin. 14. MANAJEMEN AKNE BERAT
Terapi pada akne derajat berat adalah obat topikal dan sistemik.
Terapi lini pertama topikal adalah AB topikal. Terapi lini kedua dan ketiga topikal adalah asam azelaik, asam salisilat, dan KS intralesi. Terapi lini pertama, kedua dan ketiga topikal pada wanita hamil atau menyusui adalah BPO.
Obat sistemik yang diberikan pada lini pertama adalah AB (doksisiklin, azitromisin, kuinolon) dosis tinggi ditambah dengan KS oral.
Obat sistemik pada lini kedua adalah isotretinoin oral pada pria dewasa dan hormon oral pada wanita.
Obat sistemik pada lini ketiga adalah isotretinoin oral pada wanita. Terdapat SOP penggunaan isotretinoin oral yang harus dipatuhi (lihat lampiran).
Obat sistemik pada wanita hamil adalah eritromisin.
15. TERAPI AJUVAN
Terapi ajuvan (tambahan) adalah terapi/perawatan tambahan bersamaan dengan terapi utama terhadap akne dengan tujuan untuk mempercepat perbaikan terapi atau memperbaiki kondisi kulit waktu pengobatan berlangsung.
Jenis terapi ajuvan yaitu KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), perawatan kulit, bedah kimia ( skin peeling), antioksidan oral (evidence masih rendah), light/laser therapy , kortikosteroid oral jangka pendek, dan kosmeseutikal (Nicotinamide, ABA, Zinc PCA, dan sunscreen yang hipoalergenik dan non komedogenik).
Rekomendasi pemilihan terapi ajuvan adalah setelah inflamasi berhasil dikontrol.
16. TERAPI RUMATAN (MAINTENANCE )
Terapi rumatan adalah terapi yang diberikan setelah terapi utama dihentikan karena sembuh dengan tujuan untuk mencegah kekambuhan.
Jenis terapi rumatan adalah KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), perawatan kulit, asam retinoat topikal konsentrasi rendah (0,01%-0,025%) yang dinilai setiap 6 bulan untuk diteruskan atau dihentikan, dan kosmeseutikal (Nicotinamide, ABA, Zinc PCA).
17. EVALUASI HASIL TERAPI
UNTUK EVALUASI TERAPI PRAKTIS
Menurut Samuelson & Cook
1. Bagus sekali Excellent < 3 tingkat 2. Bagus Good < 2 tingkat 3. Sedang Moderate < 1 tingkat
4. Buruk Poor -/> buruk
UNTUK EVALUASI TERAPI PENELITIAN
1. Bagus sekali Excellent < 75-100%
2. Bagus Good < 50-74%
3. Sedang Moderate < 25%
4. Buruk Poor 0 atau >
18. SKAR PASCA AKNE (SPA)
Skar pasca akne adalah parut ( scar ) yang terjadi setelah lesi akne sembuh. Jenis SPA adalah: Atrofik (ice pick, rolling, box car ), hipertrofik, dan keloid.
Tabel 1. Gradasi SPA
Indonesian Acne Expert Meeting 2015 | 9 GRADE LEVEL OF
DISEASE CHARACTERISTICS
1 Macular Erythematous, hyper- or hypopigmented flat marks visible to patient or observer at any distance
Mild atrophy or hypertrophy that may not be
obvious at social distances of 50 cm or greater and may be covered adequately by makeup or the
normal shadow of shaved beard hair in men or normal body hair if extrafacial
Moderate atrophic or hypertrophic scarring that is obvious at social distances 50 cm or greater and is not covered easily by makeup or the normal
shadow of shaved beard hair in men or body hair if extrafacial, but is still able to be flattened by
manual stretching of the skin (if atrophic)
Severe atrophic or hypertrophic scarring that is obvious at social distances greater than 50 cm and is not covered easily by makeup or the normal
shadow of shaved beard hair in men or body hair if extrafacial and is not able to be flattened by
manual stretching of skin
2 Mild
3 Moderate
4 Severe
(Thiboutot et al. New insights into the management of acne: an update from Global Alliance to improve Outcomes in Acne Group. J Am Acad Dermatol. 2009;60:S1-50)
Jenis terapi untuk SPA atrofik adalah:
1. Minimal invasive: Chemical peeling, mikrodermabrasi, laser dan IPL, non ablative dan ablative laser , filler, kombinasi dengan asam retinoat.
2. Invasif: Eksisi elips (rolling besar), punch excision (ice pick), punch elevation (box car), dermal graft (parut luas), subcision (rolling). Jenis terapi untuk SPA hipertrofik dan keloid:
1. KS topikal (hipertrofik)
2. Injeksi triamcinolone acetonide (TA) intralesi (keloid) 3. Cryosurgery
4. Injeksi 5FU intralesi 5. Laser pulse dye
6. Eksisi + KIL (kortikosteroid intra lesi)
REKOMENDASI TERAPI SPA Shallow ≤3mm diameter-laser skin resurfacing >3mm diameter-laser skin resurfacing ±punch elevation Deep ≤3mm diameter-punch excision, punch graft >3mm diameter-punch excision or punch elevation, punch graft Fractional thermolysis (deep or shallow) PRP, Micro-needling Derma-brasion CO2 laser resurfacing Intralesional cortico-steroids Intralesional 5-FU Intralesional bleomycin Compression Imiquimod after intralesional excision Cryotherapy Pulsed-dye laser Bleomycin injection Excision+ electro-therapy Intralesional steroids Intralesional 5-FU Vascular laser Intralesional bleomycin Compression Imiquod after intralesional excision Debulking technique Derma-brasion Bleomycin injection
Adjunctive treatment: Topical retinoids 2 weeks prior to and following treatment, sunscreens, moisturizer
Punch excision (deep bases) Elevation and grafting Laser resurfacing/ derma-brasion (many scars close together) Spot TCA Peel PRP Micro-needling Combined therapy Micrograft & Subcision + ±Filter PRP Resurfacing Micro- derma-brasion Derma-brassion Deep-spot TCA peel Micro-needling
19. HIPERPIGMENTASI PASCA AKNE
HPA adalah hipermelanosis didapat yang terjadi sesudah peradangan kulit atau luka, (HPI) dalam hal ini setelah lesi akne sembuh.
Jenis HPA adalah yang epidermal dan yang letaknya di dermal. GRADASI HPA
Note: The final grade depends on the highest grade in each column. Jarak pandangan yang diusulkan adalah 50 cm.
Jenis terapi untuk HPA adalah obat topikal dan terapi prosedural minimal invasif pada lesi HPI. Tidak ada rekomendasi pilihan terapi awal, kedua dan seterusnya.
Obat topikal: retinoid topikal, hydroquinone, asam kojik, asam azelaik, arbutin, mequinol, soy, niacinamide, asam askorbat, glabridin, N-acetyl glucosamine, asam tranexamat, formula Kligman, kamuflase kosmetik, sunblock kosmetik.
Terapi prosedural: Chemical peeling, laser dan light therapy, mikrodermabrasi, dermabrasi.
20. BAGAN REKOMENDASI TERAPI AKNE Lihat lampiran 1 dan lampiran 2
21. DAFTAR PESERTA IAEM 2015 Lihat lampiran 3
22. PENUTUPAN/UCAPAN TERIMAKASIH
Buku ini disusun dan dicetak dengan bantuan sponsor
PT. TRANSFARMA MEDICA INDAH, a Menarini Company untuk dibagikan secara gratis bagi para dokter di Indonesia yang berminat.
GRADE 1 Trace Moderate Marked 1-10 11-20 >20 Mild Moderate Severe 2 3
INTENSITY NO OF LESION PSYCHOLOGICAL EFFECT
Lampiran 1.
BAGAN REKOMENDASI TERAPI AKNE IAEM 2015
RA: Retinoic Acid , BPO: Benzoyl Peroxide, AB: Antibiotik, Dox: Doxicyclin,
Azitro: Azitromycin, E: Eritromycin, AA: Azelaic Acid , AS: SA: Salicylic Acid , TAIL: Triamcinolon Acetonide Intra Lesi, AAn: Anti Androgen, F: Female, M: Male, IsotO: Isotretinoin Oral, AB>: Antibiotik konsentrasi >, GCS:
GlucoCorticoid Systemic, CSS: CorticoSteroid Systemic, AF: Akne Fulminan, KIE: Komunikasi Informasi Edukasi, SC: Skin Care, SP: Skin Peeling, LL: Laser and Light Therapy , K: Kosmeseutikal, PPX: Papulex® (ABA, Nicotinamide, Zinc PCA), SS: Sunscreen yang Hipoalergenik dan Non Komedogenik.
Indonesian Acne Expert Meeting 2015 | 13
GRADE /
THERAPY MILD MODERATE SEVERE 1 stLINE TOPICAL RA, SA BPO / pustul Wanita hamil RA, BPO, AB
BPO wanita hamil
AB
BPO wanita hamil
2ndLINE TOPICAL
AA
BPO wanita hamil
AA, SA, TAIL
BPO Wanita hamil
AA, SA, TAIL
BPO wanita hamil
3rdLINE TOPICAL
RA+BPO, AB> BPO wanita hamil
AB>, RA+BPO BPO wanita hamil
AA, SA, TAIL
BPO wanita hamil
AJUVAN --- KIE, SC, SP, LL, K(PPX, SS) --- --- ---MAINTENANCE KIE, SC, RA < 0.01-0.025%, K(PPX) ORAL - Dox E wanita hamil Azitro, Quinolon E wanita hamil
ORAL - AB lain F: Isotret
GCS/CSS (AF)
Lampiran 2.
Lampiran 3.
DAFTAR PESERTA
Partisipan:
dr. Sjarif M. Wasitaatmadja, SpKK(K), FINSDV, FAADV (S) dr. Irma Bernadette, SpKK(K) (I)
dr. Marlyn Grace Kapantow, SpKK (G)
Dr. dr. Satya Wydya Yenny, SpKK(K), FINDSV (SW) Dr. dr. Reti Hindritiani, SpKK(K), FINSDV, FAADV (RH) dr. Lilik Norawati, SpKK, FINSDV (N)
dr. Abraham Arimuko, SpKK, MARS, FINSDV, FAADV (AA) Dr. dr. Anis Irawan Anwar, SpKK(K), FINSDV, FAADV (AIA) Prof. dr. Theresia L. Toruan, SpKK(K), FINSDV, FAADV (T) Dr. dr. I.G.A. A. Praharsini, SpKK (P)
dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K) (RS) dr. Prasetyadi Mawardi, SpKK(K) PM)
dr. Lili Legiawati, SpKK(K), FINSDV, FAADV (LL) dr. Tantari Sugiman, SpKK(K) (TS)
dr. Rahwadewi, SpKK (R)
dr. Dwi Retno Adiwinarni, SpKK(K) (DR) dr. Dhiana Ernawati, SpKK(K), FINSDV (DE) dr. Danang Tri Wahyudi, SpKK (DT)
dr. Widyo Atmoko, SpKK (WA) dr. Asnawi Madjid, SpKK (AM) Dr. dr. Yulia F. Yahya, SpKK(K) (YF) dr. Brahm U. Pendit, SpKK (B)
dr. Silvia Veronica, SpKK (SV)
dr. Asmaja D Soedarwoto, SpKK(K), FINSDV (AD) dr. Yuli Kurniawati, SpKK (YK)