• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekpansif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ekpansif"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PERMASALAHAN DAN PENANGANAN TANAH EKPANSIF

4.1 Metoda Dasar Tanah Ekspansif

Kembang susut yang terjadi pada tanah ekspansif diakibatkan adanya perubahan kadar air yang mengakibatkan perubahan volume tanah. Apabila permukaan tanah relative rata, maka perubahan volume pada arah horizontal akan tertahan oleh massa tanah yang ada disekelilingnya. Sebaliknya apabila tanah ekspansif terdapat pada timbunan yang mempunyai lereng maka pengembangan dan penyusutan arah horizontal tidak ada gaya yang memberikan perlawanan. Perubahan volume ke arah horizontal akan mengakibatkan longsoran pada lereng timbunan badan jalan karena tambahan tekanan lateral yang besar pada tanah ekspansif.

Tanah ekpansif pada musim penghujan mengembangan arah vertikal terjadi dibawah suatu konstruksi jalan dan beban konstruksi tidak mampu mengimbangi terhadap tekanan vertikal tersebut, sehingga jalan akan bergelombang dan disertai terjadinya retakan. Sebaliknya pada musim kemarau pada badan jalan dengan tibunan tinggi dan lereng cukup curam, air yang terkandung dalam tanah akan menguap yang mengakibatkan terjadi penyusutan yang dapat menimbulkan penurunan atau sliding pada badan jalan dan diperparah oleh beban repitisi dari trafic lalu lintas maka penurunan pada badan jalan tersebut tidak dapat kembali sehingga menimbulkan penimbulkan penurunan yang berlebihan seolah-olah badan jalan terlihat longsor. Prinsip penanganan kerusakan jalan pada tanah ekspanif adalah menjaga perubahan kadar air seminimum mungkin dan / atau merubah sifat tanah sehingga potensi pengembangan ekspansif rendah.

Permasalahan tanah ekspansif pada ruas jalan Mranggen _ Wirosari dan disertai kondisi lingkungan di sekitar badan jalan sejajar dengan saluran pembuangan serta kondisi lereng timbunan yang cukup terjal, maka umur rencana jalan sangat dipengaruhi oleh sifat

(2)

tanah tersebut dan perlu adanya upaya untuk mengurangi pengaruh tanah ekspansif terhadap perkerasan jalan meskipun dengan biaya yang cukup besar.

Sifat-sifat tanah yang mempunyai sedikit perbedaan perilakunya dengan teori-teori dan hukum-hukum mekanika tanah yang ada dianggap sebagai tanah konvensional. Sedangkan tanah yang mempunyai tingkat perbedaan yang tinggi dalam perilakunya dianggap sebagai tanah non-konvensional atau tanah ekpansif. Untuk mengetahui sifat-sifat tanah ekpansif dapat diterangkan secara singkat sebagai berikut :

Swelling Potensial dan Tekanan Swelling pada Lempung Ekspansif Penyebab swelling potensial dan tekanan swelling :

a. Bahan Penyebab Swelling

 Mineral-mineral lempung ekspansif dengan kisi yang dapat mengembang dalam fraksi ukuran lempung yang dikenal sebagai mineral montmorillonite atau gabungan montmorillonite dengan illite

 Keadaan dipolar dari air dalam tanah lempung ekspansif

b. Alasan Ilmiah Perilaku Tanah Ekspansif

 Mineral-mineral lempung montmorillonite adalah phyllosilicates dengan kisi yang mengembang dalam arah ‘c’ (vertikal)

 Kapasitas pertukaran dasarnya (base) meningkat dengan peningkatan dalam substitusi isomorphic pada struktur lempung.

 Sifat listrik dipolar dan struktur dari air meningkatkan ikatan isosahedral antara molekul air ketika suhu turun dan keadaan air berubah dari cair ke padat.

 Menurunkan angka pori diikuti dengan peningkatan kohesi akibat menurunnya radius pori.

 Nilai batas cair tinggi (LL), nilai index plastisitas (PI) tinggi dan nilai batas susut rendah (LL) dihubungkan dengan kapasitas pertukaran dasar yang tinggi dalam mineral-mineral lempung montmorillonite.

(3)

 Karena sifat-sifat montmorillonite yang disebutkan diatas, mineral-mineral lempung ini menunjukkan tekanan swelling yang tinggi dan mengembang ketika kontak dengan keadaan dipolar dari air.

 Partikel-partikel ukuran lempung secara individu bersifat anisotropik berkenaan dengan swelling dan tekanan swelling, tetapi tekanan swelling yang hampir sama yang diamati dalam semua arah mungkin dihubungkan dengan distribusi acak dari pertikel-partikel lempung berkenaan dengan arah ‘c’ (vertikal) dalam media tanah.

c. Hal-hal Yang Perlu Dipehatikan

Pada suatu sample tanah ekspansif atau medium partikel-partikel lempung di distribusikan secara acak dalam matrik non-lempung dari tanah atau arah tidak mengembang (non-ekspanding) dari matrik lempung dari tanah dan pori-pori disekitarnya arah ‘c’ (vertikal) dari mineral-mineral lempung montmorillonite juga ber-orientasi secara acak dalam system tanah ekspansif.

Dalam mengembangkan mekanika media tanah ekspansif jenuh, perlu ditambahkan beberapa parameter tambahan ketika menguraikan aspek kekuatan dan deformasi. Hal ini karena karakteristik struktur dan listrik dari bahan dalam massa mineral-mineral lempung montmorillonite ketika berinteraksi dengan karakteristik struktur dan listrik dari bahan dalam massa air di polar umumnya akan menghasilkan tekanan internal dalam arah ‘c’ (vertikal) akibat kisi yang mengembang. Ini menghasilkan perpindahan dalam sisten tanah-air, menuju pengembangan. Interaksi yang disebutkan diatas menghasilkan kohesi di dalam sistem tanah-air. Selanjutnya adanya mineral lempung montmorillonite dalam tanah ekspansif dapat menghasilkan gaya internal yang menyebabkan pengembangan akibat adanya air di polar dan juga menghasilkan kohesi yang mana akan meghasilkan gaya tahanan dalam sistem tanah-air. Aspek-aspek berikut yang perlu ditambahkan :

(4)

 Perubahan tekanan swelling terhadap perubahan perpindahan. Perpindahan bisa terjadi dalam arah mengembang maupun menyusut

 Perubahan kohesi terhadap perubahan perpindahan dalam kedua arah. Friksi internal juga berubah.

 Perubahan kohesi terhadap kedalaman dan efeknya terhadap pengembangan.

 Pengaruh gravitasi (g) pada massa sistem tanah-air adalah seperti pada sifat indeks kompresibilitas Cc.

 Gaya W dan gaya Q : ketika berhubungan dengan masalah-masalah yang menyangkut keseimbangan gaya dan perpindahan dari sistem tanah ekspansif jenuh, perlu mempertimbangkan gaya badan (bodyforces) yang timbul dari dua set kondisi yang berbeda.

Set pertama dari gaya badan berhubungan dengan berat system air-tanah, seperti yang dilakukan oleh Terzaghi. Untuk kemudahan, kita namakan gaya W.

Set kedua dari gaya badan muncul sebagai interaksi dari sifat elektris dan struktur dari permasalahan dalam montmorillonite massa partikel lempung dan sifat elektris dipolar dan struktur dari masa air. Gaya-gaya ini diebut gaya Q, yang dikenal sebagai penyebab meningkatnya tekanan swelling.

Kohesi : perlu diketahui bahwa mineral lempung montmorillonite memberi konstribusi terhadap peningkatan kohesi dalam sistem air-tanah jenuh. Besarnya kohesi tergantung pada angka pori dan kandungan jumlah lempung. Angka pori akan berubah dengan perpindahan.

Angka pori : ketika sistem tanah ekspansif jenuh berada dalam keadaan seimbang. Sebuah pengujian telah menunjukkan bahwa angka poi, kohesi dan kondisi gesekan dalam adalah sama untuk gaya W dan Q di dalamnya.

4.2. Hubungan Matematis Tanah Ekspansif

Parameter-parameter terukur dalam tanah ekspansif yang mengalami perubahan dari keadaan kering menjadi jenuh adalah :

(5)

i. Tekanan ngembang (swelling pressure) dalam keadaan tidak ada perubahan volume.

ii. Angka pori, e

iii. Kohesi undrained, Cu

iv.  dan b, densitas kondisi jenuh dan mengapung (buoyant) v. Analisis ukuran butiran tanah

vi. Index Properties, WL, WP, PI dan SL vii. Indeks kompresi Cc

viii. Densitas kering pada keadaan tidak ada perubahan volume yang diteliti dari lapangan dengan kedalamam 1.5 m atau pada tanah yang sangat mengembang. ix. Densitas kering pada keadaan tidak ada perubahan volume kondisi SL tertentu

dari seluruh tanah selain yang lolos saringan nomor 36 Standar British (BS). x. Tekanan hisapan (Suction pressure)

Baberapa peneliti telah memperkirakan pengembangan (heave) dan aspek kekuatan tanah ekspansif jenuh parsial dengan menggunakan nilai dari pengukuran tekanan hisapan (suction). Tetapi beberapa tipe ganjil dari perilaku yang diteliti di lapangan dan pengujian skala besar tidak dapat dijelaskan dengan pendekatan tekanan hisapan

Pendekatan Kohesi

Pendekatan yang dilakukan oleh Katti adalah menghubungkan aspek swelling dan tekanan swelling dari tanah ekspansif jenuh dengan Cu (parameter kuat geser undrained) yang dapat diukur. Indeks kompebilitas Cc dihubungkan dengan Cu dan batas cair (Liquid Limit/LL). Menurut Skempton adalah sebagai berikut :

Cc = 0.007 (LL – 10) (4.1)

Dengan menggunakan parameter diatas, persamaan diformulasikan untuk mengevaluasi deformasi tegangan dan aspek kekuatan dari tanah ekspansif jenuh.

(6)

Hubungan QSWi - QSW

Mineral lempung montmorillonite dalam fraksi lempung adalah penyebab swelling dan tekanan swelling. Sebuah hubungan dikembangkan untuk mengevaluasi tekanan swelling dari partikel-partikel individual lempung dengan nilai terukur dari tekanan swelling selama penjenuhan dibawah kondii tanpa perubahan volume dimulai dari kandungan kelembaban nol ampai 100% penjenuhan. Hubungan ini dinamakan hubungan QSWi - QSW   2 (1 ) 2 2 2 3 1 3 2 3 e x x p Q Q SW SW         (4. 2) dimana, QSW = tekanan swelling

QSwi = tekanan swelling dari partikel individual p = kandungan lempung, % 100

e = angka pori

Hubungan Cu - re

Nilai cohesi (Cu) dalam tanah kohesif dibawah kondisi natural cenderung menuju nol ketika masa tanah jenuh mendekati batas cair. Dibawah kondisi natural nilai maksimum dari Cu untuk tanah kohesif jenuh dapat diperkirakan ketika system air-tanah mendekati kondisi batas susut.

) ( ) ( . 2 1 1 2 1 SL LL LL SL SL LL LL SL n e e SL SL u u r r r r C r r r r C C r C r r C C              Dimana : (4.3) (4.4) (4.5)

(7)

Cu = kohesi undrained

CuSL = kohesi undrained yang berkorespon dengan batas susut dan angka pori re = radius kapiler terhadap angka pori

rLL = radius kapiler berkorespon dengan batas cair dan angka pori rSL = radius kapiler berkorespon dengan batas susut dan angka pori

Hubungan re dan Ds

Radius lubang rata-rata terhadap diameter ekivalen butir dan angka pori dapat dihubungkan dan hubungan ini dinamakan re – Ds. Hubungan tersebut adalah sebagai berikut : 3 5 . 0 D e res (4.6) Hubungab e – p

Terzaghi telah menunjukkan bahwa ada hubungan antara e dan p, yang dikenal dngan hubungan e – p :

o b e b o c o o c o

h

h

P

P

C

e

e

P

P

C

e

e

10 10

log

log

Dimana : e = angka pori

eo = angka pori tanah ekspansif didekat permukaan yang mengembang Cc= Indeks komprebilitas

P = takanan yang berkorespon dengan e po = tekanan awal yang berkorespon dengan eo

b = densitas

(4.7)

(8)

he = kedalaman equilibrasi sendiri

ho = kedalaman dekat permukaan yang mengembang

Hubungan QSW - Cu

Beberapa penelitian skala besar menunjukkan bahwa tekanan swelling mempunyai nilai lebih dari 3 kg/cm2 seimbang penuh dengan kedalaman 1.0 sampai 1.2 m. Dibawah kedalam ini sangat sulit ditemukan adanya perubahan volume. Hal tersebut menunjukkan bahwa tekanan swelling dari partikel lempung individual seimbang dengan gaya-gaya tahanan di dalam sistem air-tanah ekspansif jenuh.

Dari penurunan persamaan matematis didapatkan hubungan Qsw dengan Cu sebagai berikut :

Qsw =  Cu (4.9)

Dimana :

 = faktor bentuk bervariasi dari 3.33 – 5.0

4.3. Potensi Tanah Ekspansif

Potensi tanah ekspansif berdasarkan pengujian Atterberg limit dan uji gradasi dapat ditentukan terhadap tingkat ekpasif suatu tanah lempungdengan menyesuaikan dengan kriteria-kriteria para peneliti terdahulu, misalnya : Seed (1962), William (1958), Raman (1967), Chen (1965 & 1988), Snethen (1977), Holtz & Gibbs (1956) dan Rocky Mountain.

(9)

1. Kriteria Chen (1965 – 1988)

Chen mengklasifikasikan tanah ekspansif berdasarkan potensi swelling yang tergantung besarnya indeks plastisitas (PI) dan batas susut (SL) yang telah ditentukan, seperti pada tabel 4.1 dibawah ini

Tabel 4.1 Potensi swelling berdasarkan Kriteria Chen

Plasticity Index (%) Shringkage Limit (%) Swelling Potential

0 – 15 > 15 Low

10 – 25 10-16 Medium

20 – 35 7-12 High

 35 < 11 Very High

Sesuai kriteria Chen, tanah yang memiliki harga indeks plastisitas (PI) diatas 20% dianggap tanah tersebut memiliki potensi mengembang yang tinggi sampai sangat tinggi.

2. Kriteria Raman

Tingkat pengembangan tanah ekspansifmenurut Raman diklasifikasikan berdasarkan parameter batas plastis (PI) dan batas susut (SL). seperti pada tabel 4.2 :

Tabel 4.2 Tingkat Pengembangan Berdasarkan Kriteria Raman Plasticity

Index (%) ShringkageIndex (%) Degree of Expansion

< 12 <15 Low

12 – 23 15 – 30 Medium

23 – 32 30 – 40 High

> 32 > 40 Very High

Kriteria Raman menunjukkan bahwa untuk PI diatas 32 % dan Shrinkage Index diatas 40 % memiliki tingkat ekspansif yang sangat tinggi.

(10)

Pada kriteria Snethen lebih banyak parameter yang digunakan dalam menklasifikasikan potensi mengembangkan tanah, berdasarkan hubungan nilai LL (%), PI (%), soil suction dan potential swelling (%) seperti pada tabel 4.3

Tingkat Swelling Berdasarkan Sneethen LL(%) PI (%) Potential Swell (%) Potential swell Classification > 0 > 35 > 1.5 High 50 – 60 25 – 35 0.5 – 1.5 Marginal < 60 < 25 <1.5 Low

sat = soil suction at natural moisture content (tsf) 4. Kriteria Holtz & Gibbs (1956)

Tingkat pengembangan tanah menurut Holtz & Gibs diklasifikasikan berdasarkan parameter Index Plastisitas (PI) dan Batas Susut (SL) seperti ditunjukkan pada tabel 4.4

Derajat ekspansif berdaarkan Holtz & Gibbs (1956)

Plastisity Index PI (%) Sringkage Limit SL (%) Derajat Ekpansif < 15 > 15 Rendah 13 – 23 10 – 16 Sedang 20 – 31 7 – 12 Tinggi > 31 < 11 Sangat tinggi

5. Kriteria Rocky Mountain

Tingkat pengembangan tanah menurut Rocky Mountain dapat ditentukan berdasarkan persen lolos saringan No.200, batas cair (LL) dan N SPT seperti tabel 4.5

Tabel 4.5 Tingkat Pengembangan tanah berdasarkan % Lolos Saringan No. 200 dan SPT

% Lolos

saringan No.200 (%)LL (Blows/ft)N SPT PengembanganTingkat > 95 > 60 > 30 Sangat Tinggi

(11)

30 – 60 30 – 40 10 – 20 Sedang

< 30 < 30 < 10 Rendah

4.4. Menentukan Prediksi Zona Aktif dan Pengembangan (Heave) A. Zona Aktif (Active Zone)

Masalah tanah ekspansif pada umumnya berkaitan erat dengan fruktuasi kadar air pada daerah permukaan tanah akibat pengaruh lingkungan dan cuaca atau musim, daerah ini disebut zona aktif. Penentuan zona aktif dapat dilakukan dengan pengukuran kadar air pada berbagai musim dengan waktu yang lama. Kondisi dimana tidak adanya fluktuasi kadar air pada musim hujan dan musim kemarau terhadap kedalaman merupakan batas zona aktif.

Pada kasus-kasus dimana tanah terdiri dari berbagai lapis perbedaan jenis tanah dikompensasi dengan cara memplot data kadar air/indeks plastisitas (w/PI) atau (LL-w) terhadap kedalaman. Cara memplot (w/PI) terhadap kedalman yang pakai untuk menganalisa kedalaman aktif zone mengingat waktu disain sangat terbatas.

B. Prediksi Pengembangan (Heave)

Salah satu akibat pengaruh tanah ekspansif pada perkerasan jalan (Highway Pavement) yaitu terjadinya Heave (pergerakan keatas/jembulan) dan retak-retak (cracking) akibat sringkage. Di Amerika kerugian jalan raya akibat perilaku tanah ekspansif mencapai ½ dari sluruh biaya kerusakan.

Heave terjadi akibat adanya perubahan volume tanah ekspansif yang dipengaruhi oleh paremeter tegangan normal bersih (v-ua). Pendekatan praktis untuk memperkirakan perubahan volume adalah dengan melakukan percobaan lintas dari keadaan tak jenuh ke keadaan jenuh. Pada pengujian dapat diukur besarnya tekanan pengembangan serta perilaku tegangan-regangan yang dapat digunakan untuk

(12)

memperkirakan besarnya pergerakan ke atas (heave), tatapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis susut. Ada 2 (dua) metode yang mendasar dalam memprediksi heave yaitu :

1. Berdasarkan Oedometer (swelland constant volume test, final effective stress conditions, double and simplified oedometer, CLOD Test Method)

2. Berdasarkan Soil suction test (WES Method, CLOD Test Method).

Dalam perhitungan untuk memprediksi heaving di lokasi proyek Semarang-Godong-Purwodadi, metode final effective stress conditions. Persamaan dasar untuk mempreduksi heaving yaitu :

1. Metode final effective stress conditions

         n i sc f oi i s e z C Ss 1 ' ' 1   (4.11) Dimana :

Ss = total pengembangan (heave) Cs = swell index

’f = final effective stress state

’sc = swell pressure terkoreksi dari constant volume test

2. Metode WES

Persamaan Heave dari persamaan WES diambil dari persamaan dasar : H e e Ss oi i n i    

1 1 (4.12) Dimana : Ss = total heave

Zi = ketebalan awal lapisan I

(13)

n = jumlah lapisan eo = angka pori awal

Tetapi metode WES memberikan koreksi terhadap :

ei = Cm (log uf – log ui) Cm =  (Gs/100) B log uf = A + B(PL) log ui = A + B(SL)

A dan B diambil dari tabel constants real suction

 = 0 PI < 5  = 0.0272 PI – 0.125 5 < PI  40  = 1 PI  40 Dimana : Cm = indeks sunction uf = sunction akhir ui = sunction awal

Gs = spesific grafity of solids PL = batas platis

SL = batas susut

4.5. Metoda Penanggulangan Tanah Ekspansif Konstruksi Jalan

Beberapa cara penanganan yang umum dilaksanakan untuk menangani kerusakan jalan diatas tanah ekspansif adalah sebagai berikut :

1. Penggantian material

Pada cara ini, material ekspansif digali dan diganti dengan material yang non ekspnsif. Material non ekspansif ini kemudian berfungsi sebagai beban yang akan mengurangi pengembangan vertikal (heave) serta mengurangi daerah zone aktif.

(14)

Penggunaan material granular dengan permeabilitas tinggi harus dihindari karena akan memudahkan akses aliran air atau pengaruh kapirerasi pada tanah ekspansif dibawahnya. Material pengganti harus memiliki sifat non ekpansip dan granular, akan lebih baik bila dipasang membran atau barrier kadar air. Penggunaan ‘Full Depth Asphalt Pavement’ sangat dianjurkan.

Kelebihan metode penggantian material antara lain :

 Pembasahan Tanah non-ekspansif dapat dipadatkan pada kepadatan yang lebih tinggi, sehingga memiliki daya dukung yang lebih tinggi dibanding tanah ekspansif yang dibasahkan atau tanah ekspansif yang dipadatkan pada kepadatan yang rendah

 Penggantian tanah sering ekonomis karena tidak memerlukan peralatan khusus

 Waktu pengerjaan jauh lebih singkat dibandingkan misalnya dengan metode

Adapun kelemahan metode ini adalah :

 Untuk perkerasan jalan yang sudah ada akan sulit terhadap pelaksanaannya,

 Akan cukup mahal apabila material yang dibutuhkan tidak tersedia secara lokal seperti di ruas jalan Mranggen –Wirosari.

 Ketebalan lapisan yang harus diganti bisa jadi terlalu dalam yang disesuiakan dengan swelling pressure sehingga tidak praktis dan tidak ekonomis untuk diganti

2. Perubahan Sifat secara Fisik

Metode ini dilakukan dengan cara tanah setempat digali atau digaruk dan dilakukan pencampuran dengan bahan yang lebih baik (bahan stabilisasi), diaduk kemudian dipadatkan kembali dengan tujuan mengurangi potensi pengembangannya. Kadang-kadang tanah ekspansif ini dicampur dengan pasir atau tanah lainnya (stabilisasi mekanis). Potensi ekspansif akan berkurang dengan

(15)

berkurangnya kepadatan kering. Holtz (1959) menunjukkan bahwa kepadatan yang rendah dan pada kadar air yang diatas kadar air optimum pada tanah expansif menghasilkan potansi pengembangan yang lebih rendah dibanding pemadatan yang tinggi dan pada kadar air yang rendah.

Pada penerapan metode ini, kepadatan dan kadar air untuk pemadatan harus diterapkan secara ketat berdasarkan hasil pengujian laboratorium. Metode ini efektif untuk tanah dengan kadar air lapangan yang lebh rendah dibanding pemadatan yang tinggi dan pada kadar air yang rendah.

Kelebihan penerapan metode ini antara lain :

 Penggunaan tanah setempat dapat mengurangi biaya secara berarti.

 Apabila pemadatan dilakukan secara baik, lapisan ini akan mengurangi migrasi air ke lapisan dibawahnya.

 Pekerjaan penggarukan, pengadukan dan pemadatan kembali dapat dilakukan secara mekanis sehingga lebih cepat.

Kelemahan metode ini :

 Kepadatan rendah mengakibatkan daya dukung yang rendah.

 Pengurangan potensi pengembangan mungkin tidak begitu besar.

 Pengendalian kualitas pekerjaan harus ketat, sulit untuk dilaksanakan.

3. Memperkecil Perubahan Kadar Air.

Pada metode ini tanah ekspansif dihilangkan, diperkecil, dipertahankan terhadap perubahan kadar air (w) sehingga tanah tidak terjadi pengembangan (swelling) pada waktu musim hujan dan tidak terjadi susut (shringkage) pada waktu kemarau/musim panas.

Untuk mempertahankan perubahan kadar air (w) tanah ekspansif dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : arah harisontal (horisontal barrier) dan arah

(16)

vertical (vertical barrier). Bahan yang dipakai untuk metode ini adalah geomembran untuk membungkus lapisan tanah yang mengalami perubahan kadar air yang besar pada daerah zona aktif.

Kelebihan penerapan metode ini antara lain :

 Konstruksi perkerasan jalan yang ada masih tetap dipertahankan.

 Pekerjaan vertical dan horisontal barrier tidak mengganggu lalu lintas.

 Apabila penutupan lubang vertical barrier dilakukan dengan pemadatan tanah secara baik, maka akan mengurangi migrasi air ke lapisan dibawahnya.

Kelemahan metode ini :

 Pelaksaaan penggalian tanah pada waktu memasang vertical barrier dapat mengakibatkan kelongsoran.

 Menjaga kwalitas bahan dan sambungan geomembran pada waktu pelaksanaan cukup sulit.

 Menjaga kwalitas kepadatan pengembalian tanah timbunan pada vertical barrier cukup sulit.

4. Pengubahan Sifat secara Kimiawi

Pada metode ini tanah ekspansif distabilisasi, biasanya dangan kapur atau kadar campuran pada umumnya berkisar antara 3 sampai 8% berat. Untuk memperbaiki reaksi pozzolanik ‘fly-ash’ dapat ditambah dengan resiko tanah menjadi berbutir.

Faktor-faktor yang dapat dipengaruhi reaksi kapur dengan tanah adalah sebagai berikut, Thompson (1966) :

 Tanah dengan pH lebih besar dari 7 biasanya bereaksi dengan baik.

 Karbon organik akan menghambat reaksi kapur-tanah

 Tanah dengan drainase jelek bereaksi lebih baik dengan tanah yang terdrainase dengan baik. Rasio Ca/Mg yang rendah menunjukkan reaksi yang baik.

(17)

 Sulfat dan beberapa senyawa besi menghambat reaksi kapur. Koloid besi dapat menghambat reaksi pozzolanik.

 Gipsum atau penyubur amoniak dapat memperbesar jumlah kapur yang dibutuhkan. Hidrasi gysum pada temperatur rendah juga dapat mengakibatkan pengembangan.

5. Beberapa Metode Pencampuran

a. Dicampur dan dipadatkan dengan cepat tetapi ketebalan yang terbatas. Oleh karena itu hanya baik untuk daerah dengan zone aktif yang rendah.

b. Pemboran

Cara ini banyak digunakan pada penanganan jalan lama. Pada cara ini, cairan kapur dimasukkan kedalam lubang bor. Lobang bor pada umumnya berkisar antara 150 sampai 300 mm menembus perkerasan jalan sedalam 1000 sampai 1500 mm.

c.Injeksi Bertekanan

Metoda ini merupakan perbaikan metode pemboran. Pada metode ini, cairan kapur diinjeksi bertekanan (pompa) dengan jarak 300mm dan jarak horizontal sekitar 100 sampai 150 mm. Cairan diinjeksikan sampai tanah tidak dapat menerima lagi cairan kapur atau sampai menghasilkan retakan atau deformasi pada permukaan. Penggunaan semen dapat dicoba apabila tanah tidak bereaksi dengan kapur.

d. Beban Penyeimbangan ( Counterweight )

Pengembangan dapat dihambat dengan cara membebani tanah sedemikian rupa sehingga beban tersebut akan mengimbangi tekanan pengembangan yang terjadi. Metode ini biasanya cocok untuk tanah dengan tekanan pengembang rendah sampai sedang ( 25 kPa)

(18)

Pada metode ini sebelum pelaksanaan konstruksi dimulai tanah ekspansif dibasahi dulu baik dengan menggunakan lobang bor untuk menyalurkan air atau tanpa lobang bor. Metode pembahasan ini didasarkan pada teori bahwa peningkatan kadar air sebelum pelaksanaan kontruksi akan menimbulkan pengembangan awal yang cukup besar sehingga apabila kadar air dapat dipertahankan, pengembangan selanjutnya akan banyak berkurang. Pembahasan dapat dilakukan dengan cara menggali saluran, membangun tanggul atau melakukan pemboran, pemasangan ‘sand-drain’. Tingkat kebasahan yang banyak dianjurkan adalah sampai 2-3 % diatas batas plastis.

Kelemahan metode ini antara lain :

 Karena permeabilitas yang rendah, pembahasan membutuhkan waktu yang lama, mungkin hitungan tahun

 Pembahasan akan mengakibatkan pengurangan daya dukung dan bahaya keruntuhan lereng.

 Pembasahan bisa jadi hanya mencakup beberapa meter dari permukaan tanah saja. Migrasi air ke bawah selanjutnya mengakibatkan pengembangan, terutama apabila zone aktif cukup dalam.

Metode ini cukup baik diterapkan untuk memiliki permeabilitas cukup tinggi serta pada tanah yang memiliki karakteristik retakan (fissured clay).

4.6. Perilaku Tekanan Lateral Tanah Ekspansif

Tekanan lateral pada tanah ekspansif tidak seperti tanah konvensional yang tekanan lateralnya hanya fungsi dari gaya W, c dan , tanah ekspansif jenuh perlu memperhatikan pengaruh dari fungsi gaya Q yang timbul akibat interaksi antara mineral lempung monmorillonite dan interaksi dengan dipolar alami air. Oleh karena itu, persamaan tekanan lateral ini melibatkan gaya W dan gaya Q.

(19)

Distribusi tekanan lateral dibawah kondisi mengembang bebas vertikal, seperti yang didapat dari data pengujian skala besar, menunjukkan bahwa perbandingan tekanan lateral terhadap vertical pada kondisi Ko sebesar 15 – 20 pada kedalaman 1.0 – 1.5 m, dengan kohesinya sebesar 1,5 sampai 0,80 kg/cm2. Pada kasus-kasus didapatkan bahwa tekanan lateral sampai kedalaman 4 – 6 m, kecuali untuk tekanan air.

Dengan memperhatikan reaksi tekanan lateral sebagai tekanan pasif pada tanah, sebuah persamaan dikembangkan untuk mengembangkan kohesi yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan lateral yang tinggi pada keadaan seimbang :

) 2 / 45 tan( 2 ) 2 / 45 ( tan2         h c p (4.13)

jika  = 0 dan h diabaikan maka

2

p

c  (4.14)

Dari persamaan diatas terlihat bahwa sistem tanah ekspansif jenuh menembangkan pemenuhan kohesi undrained untuk menyeimbangkan berbagai gaya yang timbul akibat adanya fungsi gaya W dan Q.

 Ekspresi Tekanan Lateral untuk Tanah Ekspansif Jenuh pada Kondisi Pengangkatan (Heave) Bebas

Gambar 4.1 menunjukkan berbagai aspek yang mengakibatkan tekanan lateral. Dinding rigid dengan panjang L berotasi di titik F. h = pengangkatan (heave); he = kedalaman equilibrasi sendiri dan H = ketebalan eqivalen awal ada angka pori e. Angka pori A adalah eo :

eo e LL

Angka pori bawah C adalah e, sedangkan angka pori diantara A dan c bervariasi dari eo sampai e secara logaritmis

(20)

Gambar 4.1 Tekanan pada tanah jenuh ekspansif

 Ekspresi Tekanan Lateral untuk z > h (berat tanah tidak diperhitungkan, hanya fungsi Q saja yang diperhitungkan)

 Perhatikan bahwa titik D pada kedalaman z, kondisi awal pada titik tersebut adalah angka pori e = e ;

Kohesi Cu = Cu

Tekanan lateral pada kondisi tanpa adanya pergerakan dinding adalah : u

c

p1  (4. 16)

Perpindahan arah x di titik D adalah :

 tan ) 1 ( z x   (4.17)

 Ekspresi Tekanan Lateral untuk z < he (berat tanah tidak diperhitungkan, hanya fungsi Q saja yang diperhitungkan)

Tanah jenuh mengalami pengembangan secara bebas dalam arah z. Angka pori dekat permukaan mendekati eLL dan pada kedalaman equlibrasi sendiri angka porinya e.

4.7. Analisisis dan Prediksi Pengembangan Tanah Ekspansif

C   Dinding Rigid dan Halus J J B A1 B1 J1 C1 D1 h H x

Tanah ekspansive jenuh

he L x Z J A D

(21)

Untuk mengetahui tingkat ekspansif tanah lempung diruas jalan Mranggen-Godong-Purwodadi-Wirosari, maka perlu dilakukan evaluasi dalam menentukan berpotensi ekspansif tinggi atau berpotensi rendah. Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan dari nilai batas cair (LL), nilai indeks plastisitas (PI), dan persentasi lolos saringan no 200.

Data laboratorium :

Batas cair LL = 60 – 95 % dan PI = 37 – 65 % sini lebih tinggi dari 32 %, berdasarkan klasifikasi Seed (2962), William (1958), Raman (1967), Chen (1965 & 1988) atau Snethen (1977), dengan nilai PI > 32 dan kadar lempung hasil ini maka tanah tersebut termasuk lempung dengan potensi ekspansif sangat tinggi.

Identifikasi dan Analisis Sifat Lempung Ekspansif

Dewasa ini, identifikasi untuk mengklasifikasikan tanah ekspansif memiliki kondisi batas uji yang berbeda-beda, seperti kondisi : contoh tanah, pembebanan serta kondisi pengujian lainnya. Dengan demikian, dalam mengidentifikasi hasil pengujian dengan suatu metode akan menghasilkan tingkat pengembangan yang berbeda dengan hasil uji lainnya. Langkah-langkah yang diperlukan dalam identifikasi dan analisis sifat lempung ekspansif secara sistematik dapat diuraikan dengan :

 Menggambarkan grafik pembagian butir berdasarkan analisis hydrometer (data tersaji dalam bentuk tabelaris)

 Memperkirakan kandungan mineral lempung dan tingkat aktivitas dari nilai activity

 Menggambarkan hubungan antara Indeks Plastisitas dan Batas Cair pada Casagrande Plasticity A-line

 Memperkirakan potensi pengembangan dan tingkat pengembangan

 Besarnya tekanan pengembangan (swelling pressure) hasil uji laboatorium

(22)

Casagrande Plasticity A”line”

Casagrande Plasticity A”line” menggambarkan hubungan antara Indeks Plastis dan Batas Cair. Hubungan tersebut untuk mengetahui jenis tanah dan tingkat plastisitas. Jenis tanah selain ditentukan menurut Unified Soil Classification System (USCS), juga dilakukan klasifikasi cara AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials). Berdasar USCS tanah lempung mempunyai jenis tanah inorganik berplastisitas tinggi (CH), Lempung dan Lanau Organik berplastisitas sedang hingga tinggi (OH) dan Lanau Inorganik dengan kompressiblitas tinggi (MH).

Dari Gambar 4.2. hubungan antara batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI), terlihat bahwa tanah daerah ruas jalan Mranggen-Godong-Purwodadi-Wirosari merupakan tanah lempung inorganic dengan plastisitas tinggi (CH) yang memiliki harga Batas Cair (LL) diatas 60 % dan Indek Plastisitas (PI) diatas 35 %. Dilihat dari gambar tersebut menunjukkan jenis tanah di sepanjang Mranggen-Wirosari merupakan tanah dengan plastisitas tinggi dan nilai kompressibelitas relative rendah.

GRAPH CASAGRANDE (DATA FROM BOR-SPT)

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 Liquid Limit LL% P la st ic it y In d ex P I SPT 3 SPT 5 SPT 7 SPT 9 SPT 10 SPT 12 SPT 13 SPT 14 tanah non kohesif lempung inorganik plastisitas sedang Lempung inorganik plastisitas tinggi

lempung organik dan lanau inorganik komprebilitas tinggi

(23)

Gambar 4.2. Hubungan PI vs LL untuk menentukan jenis tanah

Pada gambar 4.3. memperlihatkan sebagian dari data yang menunjukkan tingkat pengembangan tanah yang didasarkan terhadap butiran yang lolos saringan no. 200 dengan nilai batas plastis (LL), dari semua data yang ada menunjukkan bahwa nilai LL > 60 % dan lolos saringan No. 200 > 80 %, hal ini menunjukkan bahwa lapisan tanah sedalam 15,0 m di sepanjang Mranggen-Wirosari mempunyai derajat pengembangan yang sangat tinggi.

Gambar 4.3. Hubungan Lolos sar. No. 200 vs LL untuk menentukan tingkat ekpansif tanah

HYDROMETER ANALYSIS (Data from BOR - SPT)

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0. 00 20. 00 40.00 60.00 80.00 100. 00 120.00 Liquid Limit LL % P a s s in g N o . 2 0 0 ( % ) SPT 3 SPT 5 SPT 7 SPT 9 SPT 10 SPT 12 SPT 13 SPT 14

very high degree of expansion zone high degree of expansion zone medium degree of expansion zone low degree of expansion zone

(24)

Garis Activity

Menurut Skempton (1953), bahwa garis Activity merupakan hubungan antara prosentase kadar lempung dan Indeks Plastisitas. Garis Activity untuk lokasi Proyek Mranggen-Wirosari, terlihat pada tabel ringkasan data laboratorium, Besarnya nilai Activity dapat dihitung dari persamaan (4.18) :

) tan ( 10 s darAASHO C PI Activity   (4.18) dimana :

PI = Plasticity Index (%) = Batas Cair (LL) – Batas Plastis (PL) C = Kadar Lempung (%)

Nilai Activity (A) untuk proyek Paket-2 Mranggen-Purwodadi-Wirosarti secara keseluruhan sebesar, A = 1.49 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 30.0 0 20.0 0 35.0 0 35.0 0 32.0 0 44.0 0 48.0 0 42.0 0 39.0 0 27.0 0 34.0 0 25.0 0 18.0 0 21.0 0 27.0 0 32.0 0 23.0 0 Kadar Lempung In d ex P la st is it as

Gambar 4.4. Hubungan Index Plastis Vs Kadar Lempung

(25)

Pada prinsipnya tekanan pengembangan (swelling pressure) merupakan besarnya tegangan untuk menahan pengembangan tanah. Pengujian tekanan pengembangan dapat dilakukan dengan alat Geonor atau Consolidometer 1-D biasa.

Dari data swelling pressure hasil pengujian akan tersaji dalam bentuk hubungan antara : penurunan (s) vs waktu (t) dan vaid ratio (e) vs tahanan / pressure (kPa), dari grafik ini dapat ditentukan besarnya swelling pressure, swelling potential dan Index Pengembangan (Cs)

a. Swelling Presure dan Activity

LAPIS I 51 25 220 43 102 130 240 28 86 48 90 68 50 195 230 60 74 0 50 100 150 200 250 300 1.05 1.09 1.22 1.24 1.33 1.33 1.54 1.90 1.96 2.01 2.05 2.07 2.72 2.97 3.60 3.70 3.77 Activity S w el lin g P re su re ( kP a)

(26)

LAPIS II 0 50 100 150 200 250 300 350 400 1.02 1.30 1.41 1.42 1.60 1.70 1.90 2.00 2.08 2.20 2.22 2.30 2.37 2.70 2.75 3.03 3.54 Activity S w el li n g P re su re ( kP a)

Gambar 4.6 Hubungan Swelling Pressure Vs Activity (Ac) Tanah Asli

Hubungan antara swelling pressure dalam kondisi ‘in situ ‘ dan activity pada gambar 4.5 lapis tanah-1 (subgrade) dan gambar 4.6 pada lapis-2 (tanah asli) diatas memperlihatkan adanya nilai kedua parameter tersebut dan tidak terlihat hubungan linier atau unik. Hal ini menunjukkan besarnya swelling pressure mungkin tidak terlalu dipengaruhi oleh nilai activity (Ac) akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh sifat mineral dan perubahan kadar air (w).

(27)

28.00 60.00 120.00 102.00 130.00 25.0051.00 43.00 220.00 195.00 90.00 230.00 48.00 50.0068.00 86.0074.00 68.0085.0061.00 78.00 150.00 80.00 75.00 78.00 195.00 380.00 260.00 285.00 61.00 78.00 100.00 105.00101.00 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 3.34 3.80 5.21 4.07 8.53 6.30 7.03 6.83 6.17 7.22 9.43 4.72 3.42 7.19 3.93 5.42 3.41

Perubahan Kadar Air

S w e lli n g P re s u re

Tanah Dasar Tanah Asli

Gambar 4.7 Hubungan antara Swelling Presure vs Perubahan Kadar Air (w)

Hubungan antara swelling pressure vs perubahan kadar air terlihat pada gambar 4.7 diatas menunjukkan suatu fenomena bahwa bilamana kadr air (w) awal rendah maka akan memberikan swelling pressure yang besar dari perubahan kadar air (w) juga akan lebih besar. Melihat perilaku ini menunjukkan tanah ekspansif bila mengalami penyusutan yang terlalu besar akan menyebabkan swelling yang besar.

Kandungan Mineral

Mineral lempung dan kimia tanah salah satu faktor yang mempengaruhi tanah ekspansif. lempung yang memiliki kandungan kimia berbeda, akan memiliki potensi swelling yang berbeda pula. Tanah ekspansif umumnya mengandung mineral montmorillonite, mineral tersebut memiliki kandungan nilai batas cair (LL) yang tinggi, berkisar antara 80 % hingga 900 %, untuk itu dalam mendeteksi adanya mineral montmorillonite yang dapat menyebabkan mengembang dan menyusut digunakan harga batas cair (LL) dari bata Atterberg atau identifikasi mineral lempung dengan metode X-Ray Diffraction.

(28)

Dari hasil test kimia tanah komponen unsur kimia yang dominan adalah SiO2 = 38 – 58 %, Al2O3 = 17 – 22 % dan unsur kapur (CaO) = 5 – 11 % untuk lebih jelasnya lihat tabel 4.6. Hasil pengujian minerologi dengan X-Ray diffraction menunjukkan bahwa tanah di lokasi proyek ditemukan kandungan mineral Montmorillonite, Hallosite, dan Kaolinite, sehingga tanah tersebut memiliki potensi untuk mengembang. Kandungan mineral yang tinggi adalah montmorillonit = 29 – 35 % dan Halloysite = 21 – 40 %, untuk lebih jelasnya lihat tabel.4.7 Dilihat dari unsur mineral tersebut dapat diyakini bahwa jenis lempung di sepanjang ruas jalan Mranggen-Wirosari merupakan lempung montmorillonite dan mempunyai unsur kapur (CaO) cukup tinggi, sehingga permasalahan tanah ekpansif seperti kembang dan susut cukup berat untuk ditangani dan bilamana dilakukan stabilisasi dengan kapur kurang effisien karena tanah yang ada sudah mengandung unsur kapur cukup tinggi dan bila dilakukan menggantian tanah akan menghilangkan asset jalan yang sudah ada dan pelaksanaan sulit dilaksanakan karena perlu pembongkaran

Tabel 4.6 Komponen Kimia Tanah sepanjang Mranggen-Wirosari Komponen Prosentase kandungan unsure kimia

dari 7 sample (%) SiO2 38 – 58 Al2 O 2 17 – 22 Fe2 O 3 0,50 – 9 CaO 5 – 11 HP 9 – 16

Tabel 4.7 Komponen Minerologi Tanah Sepanjang Mranggen-Wirosari Komponen Prosentase kandungan unsure kimia

dari 7 sample (%)

Montmorillonite 29 – 35

Halloysite 21 – 40

Calcite 0 – 30

(29)

Feldspar 0 – 16

Analisis Keadaan Zona Aktif

Kedalaman zona aktif, secara kasar dapat di-identifikasi dari hubungan antara w/PI atau (LL-w)/PI terhadap kedalaman, dari hasil test ke-5 (lima) lokasi zona aktif disekitar lokasi proyek dapat diprediksikan bahwa kedalaman zona aktif antara 4,0 samapi 6,0 m. Dengan menarik garis interpolasi ke-5 lokasi pengujian aktif zone dan mempertimbangkan kondisi geologi serta topografi yang ada maka ketinggian zona aktif disepanjang Mranggen – Godong – Purwodadi - Wirosari dapat diinterpretasikan seperti pada Tabel 4.8 dan untuk jelasnya dapat dilihat pada gamba 4.8.

Grafik 4.8 menunjukkan hubungan antara (w/PI) dengan kedalaman  0.00 sampai – 6.00 sangat fruktuatif sedangkan dari –6.00 sampai –10.00 nilai (w/PI) relative constant, hal ini menunjukkan bahwa kedalaman zona aktif 4 – 6 m. Sebagai upaya untuk memperbaiki tanah ekspansif akibat perubahan kadar air dari pengalaman adalah 1/2 - 2/3 kedalaman aktif zone atau 2 – 3 m

Tabel 4.8 Kedalaman Zona aktif

No. Lokasi (Km. SMG) Kedalaman Zona Aktif (m) 1 Km. 11+400 – 18+400, dan 77+000 – 84+100 4,0 m 2 Km 18+400 – 46+000 dan 58+500 – 77+000 5,0 m 3 Km 46+000 – 58+500 6,0 m

(30)

GRAFIK ACTIVE ZONE -12 -10 -8 -6 -4 -2 0 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 w /PI K ed al am an FWC 1 FWC 2 FWC 2A FWC 3 FWC 4

Gambar 4.8 Kedalaman Aktif Zone

Pada gambar 4.9 menunjukkan hubungan kadar air (w) dengan kedalaman, kadar air pada kedalaman  0.00 sampai - 5,50 sangat variatif antara 18 – 55 % sedangkan pada kedalaman –5,50 m sampai –10,00 nilai kadar air (w) antara 27 – 40 %, dilihat dari perubahan kadar air (w) terebut kedalaman tanah yang rawan terhadap perubahan kadar air adalah sampai pada kedalaman – 5,50 m secara teoritis untuk menghilangkan pengaruhswelling dan shrinkage pada kedalaman tersebut harus diprotek atau dibungkus dengan geomembran dan secara praktek dapat diambil 1/2 - 2/3 dari kedalaman kadar air yang berfluktuatif.

(31)

GRAFIK ACTIVE ZONE -12 -10 -8 -6 -4 -2 0 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 w K ed al am an FWC 1 FWC 2 FWC 2A FWC 3 FWC 4

Gambar 4.9 hubungan antara Kadar Air dengan Kedalaman Prediksi Heaving

Perhitungan Heaving (pergerakan keatas/jembulan) dilakukan pada Stasioning-stasioning dimana memiliki tekanan swelling dan nilai dari batas atterberg yang ekstrim.

Dari hasil final effective stress conditionns dan WES. Heaving dapat terjadi setinggi 6.5 cm - 32.0 cm (metode final effective). Kendati hasil pengujian laboratorium, tekanan swelling 28 kPa sampai 380 kPa. Ini menunjukkan bahwa proses heave tidak semata-mata disebabkan oleh tekanan swelling yang berbeda, akan tetapi sebagian disebabkan oleh kadar air pada permukaan tanah.

Pada tabel 4.9 ditunkukkan hasil perhitungan pengembangan vertical (heave) dari Km. 11+400 sampai Km 84+100, dari tabel tersebut menunjukkan nilai heaving sangat

(32)

bervariasi dari 0 (nol) cm sampai 19,71 icn (50,06 cm, dimana nilai heaving yang besar pada ruas Godong-Purwodadi dan Gubug-Mintreng

Nilai rata-rata heaving sepanjang ruas jalan Mranggen-Wirosari sekitar 9,40 cm, nilai ini relative tidak terlalu tinggi, akan tetapi di beberapa tempat nilai heaving sangat tinggi 25 – 50 dan nilai rata-rata heaving tersebut dipakai sebagai dasar penentuan tebal perkerasan.

Pada gambar 4.10, gambar 4.11 dan gambar 4.12 menunjukkan besarnya nilai heave pada kedalaman zona aktif 6,00, 5,00 dan 4,00.

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan untuk kedalaman zona aktif 6,00 m, heave yang terjadi 17,1 cm dan bila diberi geomembran 3m maka dapat mereduksi heave 13,05 cm atau 76 %.

Untuk dedalaman zona aktif 5,00, heave yang terjadi bila 16 cm digunakan geomembran 2,5 m maka dapat mereduksi heave sebesar 11,63 atau 74 % dan untuk kedalaman zona aktif 7,00 m heave yang terjadi 15 cm, bila digunakan geomembran 2 m maka dapat mereduksi heave sebesar 10,4 cm atau 70 %. Dilihat dari latar belakang pengaruh pemasangan geomembran tersebut maka kedalaman penanaman geomembran 1/2 dari kedalaman aktif zone cukup relevan.

(33)

Tabel 4.9 : Hasil Perhitungan Pengembangan Vertical (Vertical Heave) NO REFERENCE LOCATION s cs f  ef ss ss KM (t/m2) (M) (inch) 1 TP1(-1.0) 16+00 2,80 0,02 5,1 0,78 0,01 0,57 2 TP1(-2.0) 16+000 6,80 0,06 5,1 0,78 -0,02 -0,91 3 TP2(-1.00) 23+400 6,00 0,04 5,1 0,77 -0,01 -0,36 4 TP2(-2,0) 23+402 8,50 0,06 5,1 0,88 -0,04 -1,53 5 TP3(-1.00) 26+900 24,00 0,07 5,1 0,60 -0,17 -6,88 6 TP3(-2.50) 26+901 6,10 0,04 5,1 0,54 -0,01 -0,46 7 TP4(-0.80) 27+950 10,20 0,06 5,1 0,70 -0,06 -2,53 8 TP4(-2.25) 27+951 7,80 0,04 5,1 0,91 -0,02 -0,84 9 TP5(-1.00) 32+450 13,00 0,06 5,1 0,86 -0,08 -3,12 10 TP5(-1.75) 32+451 31,00 0,11 5,1 0,64 -0,32 -12,60 12 TP6(-2,00) 34+351 8,00 0,04 5,1 0,88 -0,02 -0,91 13 TP7(-1,00) 36+750 5,10 0,07 5,1 1,02 0,00 0,00 14 TP7(-2,00) 36+751 7,50 0,06 5,1 0,88 -0,03 -1,16 15 TP7A(-1.10) 42+180 4,30 0,02 5,1 0,78 0,01 0,22 16 TP7A(-2.00) 42+181 7,80 0,04 5,1 0,73 -0,02 -0,93 17 TP8(-1.0) 44+280 22,00 0,07 5,1 0,72 -0,16 -6,23 18 TP8(-2.0) 44+281 19,50 0,07 5,1 0,67 -0,15 -5,89 19 TP9(-1.0) 49+250 19,50 0,11 5,1 0,75 -0,22 -8,65 20 TP9(-2.0) 49+251 38,00 0,18 5,1 0,84 -0,50 -19,71 21 TP10(-1.0) 52+580 9,00 0,04 5,1 0,90 -0,03 -1,13 22 TP10(-2.0) 52+581 26 0,15 5,1 0,73 -0,36 -14,34 23 TP11(-1.0) 58+010 23,00 0,13 5,1 0,64 -0,30 -11,92 24 TP11(-2.0) 58+011 28,50 0,13 5,1 0,76 -0,32 -12,69 25 TP13(-1.0) 64+800 4,80 0,04 5,1 0,70 0,00 0,13 26 TP13(-2.0) 64+801 6,10 0,04 5,1 0,77 -0,01 -0,38 27 TP14(-1.0) 69+000 5,00 0,01 5,1 1,11 0,00 0,01 28 TP14(-2.0) 69+001 7,80 0,04 5,1 0,99 -0,02 -0,81 29 TP15(-2.0) 75+350 6,80 0,04 5,1 0,70 -0,02 -0,64 30 TP15(-1.0) 75+351 10,00 0,04 5,1 0,74 -0,04 -1,75 31 TP16(-2.0) 76+000 8,60 0,06 5,1 1,05 -0,04 -1,44 32 TP16(-1.0) 76+001 10,50 0,09 5,1 0,97 -0,08 -3,31 33 TP18(-2.0) 80+650 7,40 0,04 5,1 0,76 -0,02 -0,90 34 TP18(-1.0) 80+651 10,10 0,03 5,1 0,71 -0,03 -1,22 X 12,47 0,06 5,10 0,80 -0,09 -3,71 S 8,99 0,04 0,00 0,13 0,13 9,4 cm CV 72 63,43 0,00 17 -138

(34)

Gambar 4. 10 Besarnya Heave Kedalaman Aktif Zone 6 m

Gambar 4. 12 Besarnya Heave Kedalaman Aktif Zone 4,0 m

F 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10 3m 6m S = 3 x 0.18 x 7.5 + 3 x 0.58 x 7.5 = 4.05 + 13.05 = 17.1 cm F 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10 2 m 4 m S = 2 x 0.31 x 7.5 + 2 x 0.69 x 7.5 = 4.65 + 10.35 = 15 cm F 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10 2.5m 5m S = 2.5 x 0.22 x 7.5 + 2.5 x 0.62 x 7.5 = 4.12 + 11.63 = 15.75 cm

(35)

Grafik 4.11 Besarnya Heave Kedalaman Aktif Zone 5.00 m 4.8. Prediksi Stabilitas Timbunan

Analisa Stabilitas pada lereng timbunan Jalan Normal :

Analisa stabilitas yang digunakan menggunakan metoda keseimbangan batas dengan bantuan program komputer, Pemodelan tanah untuk analisa stabilitas ini menggunakan metode Mohr – Coulomb dengan menggunakan parameter kuat geser efektif karena peristiwa pembebenan pada lereng terjadi pada kondisi jangka panjang berupa tambahan tekanan lateral akibat sifat ekspansifitas dari tanah. Tambahan tekanan lateral ekspansif ini terjadi akibat hujan dimana tekanan air pori secara perlahan terdisipasi. Sedangkan pembebanan dilakukan pada dua kondisi, yaitu :

1. Pada kondisi total stress (peak strength) dengan mempertimbangkan rembesan untuk badan jalan yang mempunyai beda elevasi dengan selokan dan beban normal (beban lalu lintas dan perkerasan),

2. Pada kondisi longterm (residual strenght) dengan perbedaan elevasi selokan di samping jalan terjadi peristiwa rembesan pada timbunan jalan, rembesan ini

(36)

mengakibatkan tambahan beban lateral pada lereng dan beban lalu lintas dan perkerasan.

Hasil analisa pada lokasi yang mengalami potensi amblas pada 15 titik / lokas, seperti tabel 4.10 yang didasarkan terhadap bentuk geometri, kemiringan lereng, tinggi timbunan, pada kondisi peak strength faktor keamanan (FKI) > 1,2 atau FK = 1,6 sampai 3,44. Sedangkan pada kondisi residual strength faktor keamanan (FK) antara 1,08 sampai 1,85

Pada Km 44+350, Kam 44+450, Km 55+250, Km 69+ 000 dan Km 8+875, Faktor Keamanan (FK) > 1,2, pada Km 69+000 sudah ditangani oleh Dinas Bina Marga Tingkat I, sedangkan yang lainnya direncanakan selain pada lokasi tersebut juga dilakukan analisis stabilitas lereng pada lokasi yang mengalami penurunan dangan tinggi badan jalan (H) < 3,00, hasil dari analisis mempunyai FK > 1,5 baik pada kondisi peak strength atau residual strength, hal ini menunjukkan bahwa penurunan tepi perkerasan oleh bahu jalan sangat dipengaruhi oleh shrinkage / pentusutan dan swelling (pengembangan) yang berjalan secara terus menerus sehingga terlihat seperti longsor. Sebagai upaya untuk membuat badan jalan stabil akibat pengaruh susut dan pengembangan tanah ada beberapa cara, antara lain memprotek atau membungkus tanah ekspansif dengan geomembran atau cara – cara lain yang sederhana yang pernah dilakukan.

(37)

Tabel 4.10 : Hasil Analisa Stabilitas Lereng NO LOKASI H  FOS EFFECTIF M  PEAK Residual 1 KM 38+050 4,60 35 2,96 1.56 2 KM 44+350 5.10 34 2.25 1.14 3 KM 44+450 3,80 40 2.06 1.11 4 KM 48+350 3,90 45 2,03 1,24 5 KM 48+800 4,80 25 3,7 1,83 6 KM 49+000 7,00 24 2,3 1,25 7 KM 55+250 5,20 30 2,01 1,13 8 KM 57+850 3,40 20 3,44 1,85 9 KM 68+300 4,70 28 2,06 1,23 10 KM 68+850 3,30 30 2,92 1,37 11 KM 69+000 5,70 37 1,76 1,11 (sudah dilakukan) 12 KM 70+250 3,30 34 1,66 1,36 13 KM 71+000 3,80 32 1,92 1,23 14 KM 78+150 4,60 40 2,05 1,08 15 KM 80+875 5,40 32 1,67 1,10

Peak strength Residual strength

C 21 kN/m2 c 12 kN/m2

(38)

Dari kondisi diatas terdapat beberapa konsekwensi yang dihadapi :

- Jika timbunan dibiarkan tanpa perkuatan, timbunan untuk sementara waktu tidak akan mengalami longsor, tetapi sedikit demi sedikit mengalami pergerakan kesamping, seiring dengan waktu, jika mengalami kondisi ekstrim dimana terjadi

(39)

hujan yang besar terus menerus, tanah timbunan kemungkinan besar akan mengalami kelongsoran. Indikasi kuat terjadi pada kasus-kasus longsoran sebelumnya.

- Jika timbunan menggunakan gravity wall, timbunan akan kembali stabil bila menggunakan tanah non expansif sebagai tanah timbunan antara grafity wall dengan perkerasan jalan dan kemiringan lereng < 10

- Untuk penanganan selain menggunakan perkuatan, bisa juga dengan menurunkan timbunan sampai 2.2 m untuk mencapai kestabilan yang diinginkan, tetapi harus diperhitungkan betul pengaruh muka air pada saat banjir jangan sampai berada di bawahnya

- Tinggi kritis timbunan jalan terhadap sliding akibat tekanan lateral swelling sekitar 2 – 3 m, disarankan timbunan jalan tidak melebihi tinggi kritis tersebut. Jika timbunan jalan melebihi tinggi kritis tersebut, disarankan sekali menggunakan perkuatan berupa struktur penahan tekanan lateral, seperti tiang pancang

Gambar

Tabel 4.2 Tingkat Pengembangan Berdasarkan Kriteria Raman Plasticity
Tabel  4.5   Tingkat Pengembangan tanah berdasarkan % Lolos Saringan       No.
Gambar 4.1 Tekanan pada tanah jenuh ekspansif
Gambar 4.2. Hubungan PI vs LL untuk menentukan jenis tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

(a) Bermula dengan mengira jumiah jisim habuk yang terpindah ke satu titisan air yang jatuh semasa hujan, dalam ruang yang kepekatan habuk ialah c kg/m3, terbitkan suatu

endofit diformulasi dengan beberapa limbah berpengaruh terhadap jumlah anakan total, panjang malai, berat 100 butir gabah bernas dan bobot kering tanaman, namun

Oleh karena itu penelitian ini dibatasi dengan kajian manajemen kurikulum di Pondok Pesantren Salafiyah Kasyiful ‘Ulum yang menyangkut tujuan pendidikan, materi

Pengertian Flashcard dijelaskan oleh Arsyad (2011: 119) yaitu kartu kecil yang berisi gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada

Ping Pong SETIAUSAHA SUKAN &amp; PERMAINAN SETIAUSAHA KOKURIKULUM GURU-GURU PENASIHAT RUMAH SUKAN PENOLONG SETIAUSAHA KOKURIKULUM PENYELARAS KELAB / PERSATUAN..

Soekarno Hatta (d/h Jl. Guru Hamzah No. Raya By Pass Km. By Pass KM.7 Kel Pisang Kec. Parman Padang No. Asia Medika) Jl. Mahkota Simpang No. Bathin Betuah No. Ahmad Dahlan No.

Pemimpin Redaksi: membantu presiden direktur dalam urusan perusahaan, dan terutama bertanggung jawab penuh atas seluruh isi pemberitaan yang dibantu oleh wakil

Saya membuatkan makanan untuk diberikan kepada teman saya, tetapi orang itu tidak menghargainya, menurut pendapat saya hal itu dapat terjadi karenaa. Saya tidak dapat memasak