[128]
MARRIAGE COUNSELING
(Studi Terhadap Peran Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan dalam Membentuk Keluarga Samara)
Oleh: Suparlan
Dosen Ahwal Al-Asyaksakhsiah Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Wathan Mataram
Abstrak
Islam menganjurkan seseorang baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah apabila ia telah memiliki kesiapan secara materi dan mental (psikis). Anjuran tersebut pada dasarnya
sebagai bentuk pemeliharaan Islam atas kemuliaan manusia. Dalam arti kata, perkawinan –
sebagai pintu awal untuk membentuk sebuah keluarga- merupakan sesuatu yang selalu menjadi hasrat bagi setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Sebab, dengan adanya perkawinan, maka laki-laki dan perempuan dapat bergaul secara mulia dalam kehidupan keluarga sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan. BP-4 sebagai lembaga konseling perkawinan resmi di Indonesia di satu sisi memiliki peran yang penting dan besar dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun di sisi lain, keberadaan BP-4 ini nampaknya masih belum maksimal. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai aspek, baik aspek substansi hukum, struktur hukum, maupun budaya hukum. Dengan demikian, menurut pemakalah, kedepan barangkali perlu adanya kerja sama yang maksimal antara BP-4 sebagai Lembaga Konseling Keluarga dengan Dinas Sosial dan BKKBN, atau dinas lain guna menciptakan keluarga yang sakinah, sejahtera, dan sehat. Di samping itu, diperlukan juga Lembaga Konseling Keluarga Non-Pemerintah sebagai mitra kerja BP-4 guna memaksimalkan tupoksi dari BP-4 sendiri.
Kata Kunci : Mariage Counseling, Peran Badan Penasihatan, Pelestarian Perkawinan. Abstract
Islam encourages a person, both male and female, to marry if he already has material and mental readiness (psychic). The suggestion is basically as a form of maintaining Islam for human glory. In the sense of the word, marriage - as the initial door to forming a family - is something that has always been a desire for everyone, both men and women. Because, with marriage, men and women can get along nobly in family life as beings who have glory. BP-4 as an official marriage counseling institution in Indonesia on the one hand has an important and large role in forming a sakinah, mawaddah, and rahmah family. But on the other hand, the existence of BP-4 is still not optimal. That is caused by various aspects, both aspects of legal substance, legal structure, and legal culture. Thus, according to the speaker, in the future it may be necessary to have maximum cooperation between BP-4 as a Family Counseling Agency with the Social Service and BKKBN, or other agencies to create a prosperous, prosperous and healthy family. In addition, Non-Government Family Counseling Institutions are needed as BP-4 partners to maximize the duties of BP-4 itself.
[129]
A. Pendahuluan
Secara normatif, Islam menganjurkan seseorang baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah apabila ia telah memiliki kesiapan secara materi dan mental (psikis). Anjuran tersebut pada dasarnya sebagai bentuk pemeliharaan Islam atas kemuliaan manusia. Dalam arti kata, perkawinan – sebagai pintu awal untuk membentuk sebuah keluarga- merupakan sesuatu yang selalu menjadi hasrat bagi setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Sebab, dengan adanya perkawinan, maka laki-laki dan perempuan dapat bergaul secara mulia dalam kehidupan keluarga sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan.
Sebagai bentuk perhatian dari pemerintah terhadap kelestarian dan keharmonisan keluarga, maka pemerintah membentuk Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP-4). Terbentuknya BP-4 tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 1977, dimana keberadaan BP-4 tersebut diakui sebagai satu-satunya badan penunjang sebagian tugas Kementerian Agama dalam bidang penasihatan perkawinan, perselisihan rumah tangga dan perceraian. Sebagai badan yang bergerak dalam bidang penasihatan perkawinan dan keluarga bagi masyarakat Islam, BP-4 memikul tugas dan kewajiban untuk dapat memberikan bimbingan dan pelayanan yang sebaik-baiknya.1
Betapa pentingnya peran BP-4 sebagai lembaga konseling demi terwujudnya keluarga yang rukun, damai dan kokoh. Keberadaan lembaga konseling tersebut pada dasarnya memberikan peluang bagi suami-isteri untuk berada dalam keharmonisan rumah tangga mereka. Sebab, BP-4 merupakan lembaga konseling yang resmi
1 TIM Kerja Proyek Peningkatan Keluarga Sakinah, DEPAG RI, Jakarta, 2004, hal. 108.
dan mendapat pengakuan sah secara hukum. Keberadaan BP-4 juga ada di setiap Kantor Kementerian Agama Kabupate/Kota serta di setiap Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan.
Namun di sisi lain, banyaknya kasus-kasus seputar kehidupan keluarga yang terjadi di tengah masyarakat tidak dapat dipugkiri. Banyaknya kasus perceraian menjadi realita kehidupan keluarga muslim di Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung bahwa kasus perceraian pada tahun
2016 sudah mencapai 365.633 kasus.2
Demikian juga dengan kasus pernikahan
pada usia anak, dan pernikahan yang dilakukan di bawah tangan adalah menjadi permasalahan konkrit dari adanya permasalahan keluarga yang tetap terjadi hingga saat ini. Kondisi ini mengindikasikan lemahnya pembinaan dari lembaga konselig BP-4 terhadap kerukunan keluarga suami isteri. Bila saja hal ini dibiarkan begitu saja tanpa ada evaluasi maka kinerja dan perhatian pemerintah dalam ber-upaya untuk mewujudkan keluarga yang harmonis akan menjadi sia-sia. Maka dari itu, mencoba untuk mengkaji peran BP-4 dalam memberikan konseling guna mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
B.Pembahasan
a. Konseling Perkawinan dan Konsep
Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah dalam Keluarga Islam
1. Konsep Konseling Perkawinan
Konseling merupakan terjemahan dari counseling, yaitu bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai tehnik. Menurut Rochman, konseling adalah
2Sumber: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung (Statistik Indonesia 2017, BPS)
[130] suatu jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, dimana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapinya.3Sementara menurut Moh.
Surya, konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada
masa yang akan datang.4Dalam pengertian
yang lebih spesifik, Prayitno mengemukakan bahwa konseling adalah pertemuan empat mata antara konseli dan konselor yang berisi usaha yang laras dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang
didasarkan atas norma-norma yang berlaku.5
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat ditarik pemahaman bahwa konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata antara konselor dengan konseli agar konseli memperoleh konsep diri atau kepercayaan diri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan yang akan datang. Oleh karena itu, konseling merupakan bentuk khusus dari usaha bimbingan, yaitu suatu pelayanan yang diberikan oleh konselor kepada seseorang atau lebih. Dalam proses konseling ini, orang yag diberi konseling disebut klien atau konseli. Dengan demikian, konseling berlangsung dalam suasana pertemuan antara konselor dan klien atau konseli untuk mengusahakan pemecahan masalah yang dialami oleh klien atau konseli.
3Rochman Natawidjaja, Pendekatan, hal. 32. 4Moh. Surya, Dasar, hal. 38.
5Prayitno. Pengertian, hal. 38.
Bila ditinjau lebih mendalam,
hubungan konseling merupakan pertemuan yang paling akrab antara dua orang, yaitu koselor dan konseli. Dengan memperhatikan hal tersebut, kiranya usaha konseling tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, melainkan oleh tenaga yang terlatih untuk itu. Untuk menjadi konselor yang baik, maka dibutuhkan keahlian dalam bidang konseling.
Keahlian ini mecakup pengetahuan,
keterampilan, sikap dan pandangan yang hendaknya disertai dengan kematangan pribadi dan kemauan yang kuat untuk melakukan usaha konseling. Dalam konteks keluarga, terdapat beberapa beberapa istilah yang menunjukkan pada proses konseling,
seperti couple conseling, marital counseling,
dan marriage counseling. Istilah-istilah ini
menjukkan bahwa proses melakukan
konseling pekawinan.
2. Konsep Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah dalam Keluarga Islam
a. Konsep Sakinah dalam Keluarga
Kata sakinah berasal dari bahasa Arab
sakana-yaskunu-sukuunan, yang berarti hilang atau terputusnya dari sebuah gerakan, atau juga bisa diartikan dengan lawan dari
bergerak yang dapat berarti pula tenang.6
Kata sakinah yang merupakan derivasi dari
kata sakana bermakna thuma`ninah, yaitu
tenang. Dari kata sakana lahir juga kata
sukna dan maskan yang berarti rumah atau tempat tinggal, artinya, seseorang itu telah mendiami sebuah rumah atau tempat tinggal
dengan rasa tentang.7 Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, kata sakinah bermakna
kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan
kebahagiaan.8
6Ma`lu>f, Munjid fi> Lighah wa
al-A`la>m(Beirut: Da>ral-Musyri>q, 1997), hal. 342. 7Ma`lu>f, Munjid fi> Lighah wa
al-A`la>m, 342.
8Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 769.
[131]
Dalam al-Qur`an, kata sakinah dengan
berbagai bentuk variannya seperti li taskunu,
tuskanu, askantu, yuskina, dan lainnya terulang sejumlah 45 kali.9 Diantara ayat yang terdapat kata sakinah adalah surat ar-Rum (30): 21: yang berbunyi:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Menurut Quraish Shihab, kata taskunu
terambil dari sakana yang berarti diam atau tenang setelah sebelumnya ada goncangan dan gangguan. Perkawinan melahirkan ketenangan batin. Artinya, melalui lembaga perkawinan perasaan gelisah dan resah pada diri seseorang baik laki-laki dan perempuan berubah menjadi perasaan tenagng, yang pada akhirnya kegalauan hati dan kekacauan pikiran serta gejolak jiwa bisa menjadi reda
dan mereka akan memperoleh ketenangan.10
Demikian juga diungkapkan oleh
Fakhr ar-Razi dalam Tafsir al-Kabir, bahwa
pada mulanya ketenangan yang hendak dicapai oleh seseorang yang merasa resah dan gelisah adalah adalah berwujud ketenangan jasmani. Namun demikian pada
akhirnya melalui pernikahan yang
mempertemukan keduanya. Maka
ketenangan jasmani tersebut bisa mengarah pada ketenanga batin dan inilah tujuan yang
sebenarnya dari pernikahan.11
9Fu`ad Abd. Al-Baqi, Mu`jam al-Mufahrasy li
Alfa>z al-Qur`a>n(Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), hal. 353-354.
10M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah:
Pesan dan Keserasian al-Qur`an (Jakarta: Lentera Hati, 2005), XI: 35.
11Fakhr ar-Ra>zi, Tafsi>r al-Kabi>r(Tahran: Da>r al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.t.), XXV: 110.
Abdul Malik Karim Amrullah dalam
kitabnya al-Azhar menjelaskan bahwa
firman Allah Li Taskunu Ilaiha mengandung
makna “agar tenteramlah kamu kepadanya”. Hal ini dikarenakan seseorang akan mengalami kegelisahan kalau masih hidup sendiri karena mengalami kespian sehingga tidak tenteram. Lalu yang terjadi adalah seorang laki-laki mencari seorang wanita dan begitu juga sebaliknya sampai mereka berdua menikah dengan aturan yang sah, untuk selanjutnya kehidupan keduanya dipadukan menjadi satu, karena hanya dengan perpaduan sajalah akan dapat terjadi ketenangan, yang selanjutnya berimbas pada
perkembangbiakan manusia.12
Demikian juga dengan Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat dan
Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam buku
yang berjudul Membina Keluarga Sakinah,
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sakinah adalah rasa tenteram, aman, dan
damai. Seseorang akan merasakan sakinah
apabila terpenuhi unsur-unsur dan hajat hiduonya baik spiritual maupun material secara layak dan seimbang. Sebaliknya, apabila sebagian atau salah satu dari yang disebutkan tersebut tidak terpenuhi, maka orang tersebut akan merasa kecewa, resah, dan gelisah. Dengan demikian, seseorang
yang sakinah hidupnya adalah orang yang
terpelihara kesehatannya, cukup sandang, pangan, dan papan, diterima dalam pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak asasinya terpenuhi dan terlindungi oleh norma agama, norma masyarakat dan undang-undang yang berlaku.13
12Haji Abdul alik Karim Amrullah, Tafsir
al-Azhar (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1984), XXI: 65-66.
13Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Ibadah Haji, Membina Keluarga Sakinah (Jakarta: Depag RI, 2003), hal. 5.
[132] Oleh sebab itu, hanya pasangan yang
sah sajalah rasa sakinah atau ketenangan
tersebut bisa diwujudkan, dan bukanlah ketenangan semu yang bersifat kesenangan semata-mata yang hanya mendahulukan perasaan syahwat manusia belaka, seperti
yang terjadi dalam fenomena
perselingkuhan, prostitusi, dan pelacuran.
b. Konsep Mawaddah dalam Keluarga
Kata mawaddah berasal dari bahasa
Arab dengan akar katanya wadda, yawaddu,
mawaddatan yang berarti mencintai.14 Dalam al-Qur`an sendiri kata ini dengan berbagai bentuk variannya telah terulang
sebanyak 29 kali.15 Sementara dalam Bahasa
Indonesia kata ini sering diartikan dengan cinta dan kasih sayang.16
Kementerian Agama (sebelumnya
Departemen Agama) dalam, Al-Qur`an dan
Tafsirnya menjelaskan bahwa kata mawaddah adalah sebagai kata ganti dari
kata nikah dengan maksud dan arti
bersenggama dan bersetubuh. Sedangkan kata rahmah adalah sebagai kata ganti dari kata “anak”. Kesimpulan dari penafsiran tersebut adalah bahwasanya dengan adanya perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi sepasang suami-isteri, maka terjadilah persenggamaan yang menyebabkan lahirnya anak atau
keturunan dari akibat perkawinan tersebut.17
Kata mawaddah juga bisa diartikan
dengan sesuatu yang identik dengan anak muda atau masa muda. Sedangkan kata rahmah identik dengan orang tua atau masa tua. Kesimpulan dari penafsiran ini adalah apabila ketenangan jiwa dan ketenteraman belum tercapai, maka semestinya mereka
14Ma`lu>f, Munjid fi> Lighah wa
al-A`la>m, hal. 892.
15Fu`ad Abd. Al-Baqi, Mu`jam, hal. 747. 16Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hida Karya, 1990), hal. 490.
17Departemen Agama, AL-QUr`an dan
Tafsirnya (YogyakartaL UII Press, t.t.), hal. 553.
mengadakan intropeksi diri, kemudian menetapkan cara yang paling baik sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah. Sehingga tujuan dari perkawinan diharapkan akan dapat dicapai yaitu ketenangan jiwa, saling cinta encintai dan
tumbuhnya rasa kasih sayang.18
Menurut Quraish Shihab, kata
mawaddah diartikannya sebagai perasaan
cinta yang mendalam kepada isterinya.19
Menurutnya, mawaddah sendiri mempunyai
arti kelapangan dan kekosongan dari segala macam kehendak buruk. Satu hal yang cukup menarik adalah dengan dorongan rasa mawaddah ini maka seorang suami akan rela untuk membela istri, demikian pula seorang perempuan akan rela untuk meninggalkan orang tua dan keluarga yang telah membesarkannya demi hidup dengan laki-laki yang dicintainya, yang pada akhirnya
keduanya bersedia membuka rahasia
terdalam yang dimiliki masing-masing. Semua itu adalah hal-hal yang tidak mudah dan tidak akan dapat terlaksana kecuali adanya kuasa Tuhan yang menanamka rasa mawaddah ke dalam diri setiap pasangan. Dan demikianlah yang tertanam ke dalam hati dan perasaan suami-istri yang harmonis,
kapan dan di manapun mereka berada.20
Menurut At-Thobari, kata mawaddah
memiliki arti rasa cinta yang benar-benar
mempengaruhi perilaku nyata.21 Artinya
adalah, dimilikinya rasa mawaddah pada diri
setiap pasangan, akan menjadikan masing-masing pihak berusaha ingin agar apa yang ditampilkannya adalah sesuatu yang ideal.
Dengan demikian, mawaddah dapat diartikan
sebagai rasa cinta yang tidak lagi bergejolak
18Departemen Agama, AL-QUr`an dan
Tafsirnya, hal. 554.
19M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, XI: 35. 20M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, hal. 36. 21Muh}ammad H{usain at}-T{abari,
Al-Mi>zan fi> Tafsi>r al-Qur`a>n(Beirut: Muassasahal-A`lam al-Mathbu`ah, 1973), XVI: 196.
[133] dan tidak tenang sebagaimana rasa cintanya sepasang anak muda yang belum mengalami pernikahan atau hanya menampakkan kamuflase perilaku mereka yang cenderung dibuat-buat dan bersifat fatamorgana semata.
Berpijak pada kenyataan di atas, maka menurut al-Faruqi, bahwa ada beberapa prinsip yang penting untuk disoroti dalam keluarga Islam,22 diantaranya adalah:
a. Prinsip kebersamaan diantara sesama
anggotanya. Dengan adanya prinsip ini maka jalinan yang dihasilkan dalam keluarga adalah jalinan yang timbal balik, dan simbolis mutualisme dan bukanlah simbolis parasitisme.
b. Prinsip keberbedaan peran. Secara kodrati
adalah berbeda mengenai keberbedaan laki-laki dan wanita. Namun keberbedaan tersebut pada dasarnya berfungsi sebagai pendukung fungsi masing-masing dan bukan untuk saling mengalahkan.
c. Keterbukaan dan saling menjaga. Untuk
membina keluarga yang islami, diperlukan pembinaan yang terus menerus agar suasana kehidupan rumah tangga bisa tetap
terpelihara dengan baik oleh para
penghuninya, yaitu suami, misteri, dan anal/anak-anak.
c. Konsep Rahmah dalam Keluarga
Kata rahmah berasal dari Bahasa Arab
yaitu rahim-yarhamu-rahmah yang berarti
lembut, lunak, atau juga bisa diartikan kasih sayang. Kata ini juga bisa dimaknai dengan riqqah yang berarti juga lemah lembut, lunak, serta kasih sayang.23
Dalam kaitannya dengan al-Qur`an
surat ar0Rum (30): 21, kata rahmah telah
melahirkan beragam bentuk penafsiran dari
22Isma`il Raja l-Faruqi, At-Tawhid: It`s
Implications for Thought and Life (Virginia USA: International Institute of Islamic Thought, 1992), hal. 133-135.
23Ma`lu>f, Munjid fi> Lighah wa
al-A`la>m, hal. 253.
kalangan penafsir. Diantaranya misalnya, Departemen Agama (sekarang: Kementerian
Agama) menjelaskan bahwasanya rahmah
adalah berarti “anak”, hal ini dikarenakan
kata mawaddah adalah merupakan kata ganti
dari kata “nikah” yang berarti bersenggama dan bersetubuh. Dengan kata lain, kata rahmah apabila dikaitkan dengan rahmat Tuhan dalam sebuah perkawinan, maka beraryi lahirnya anak yang sah dan lahir dari
persetubuhan atau nikah yang sah pula.24
Dengan demikian, salah satu unsur
terciptanya rasa rahmah dalam sebuah
perkawinan adalah kehadiran anak yang lahir dari sebuah cinta kasih yang sah yang didahului dengan akad nikah yang sah pula.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa
tahapan rahmah dalam perkawinan adalah
bersamaan dengan lahir, tumbuh-kembang dan menjadi dewasa si anak atau ketika pasanagan ini telah mencapai usia lanjut. Hal ini dikarenakan seseorang yang dirahmati menurut Quraish Shihab adalah tatkala seseorang itu dalam keadaan butuh dan memerlukan rahmat tersebut. Dengan demikian, rahmat itu hanya tertuju kepada orang yang lemah, dan bukankah tatkala sudah lanjut usia atau telah tua manusia itu
dalam keadaan lemah dan butuh.25
Sementara Abul Hasan menjelaskan
bahwasanya dengan terjalinnya rasa
mawaddah dan rahmah dalam kehidupan
keluarga tersebut tidak lain adalah
merupakan sebuah tujuan agar keduanya teringat bahwasanya tidak ada lagi sesuatu yang paling dibutuhkan dan diharapkan dari keduanya untuk masing-masing pasanagnnya selain rasa saling sayang menyayangi dan mencintai di antara mereka berdua dalam
24Departemen Agama, AL-QUr`an dan
Tafsirnya, hal. 553. Bandingkan dengan Haji `Abdul Malik Karim AMrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar,
hal. 84-85.
[134] upaya membentuk tatanan keluarga yang harmonis.26
b. Gambaran Umum tentang Badan
Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan
1. Pengertian dan Dasar Pembentukan BP-4
Dalam Ensikloperdi Islam di
Indonesia, yang dimaksud dengan Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (selanjutnya disingkat BP-4) adalah sebuah organisasi resmi pemerintah yang bernaung di bawah Departemen Agama
(sekarang: Kementerian Agama) dan
bergerak di bidang pemberian penasihatan
perkawinan dan perselisihan keluarga.27
BP-4 merupakan organisasi yang brgeraak di
bidang penasihatan perkawinan dan
perselisihan yang diolah sendiri, tidak ada hubungan antara organisasi satu dengan organisasi yang lain. Pada tanggal 3 Januari 1960 semua organisasi yang bergerak di bidang penasihatan itu menyatukan diri dalam bntuk satu wadah yang diberi nama dengan BP-4, yang bersifat nasional di Jakarta dan cabang-cabangnya di seluruh Indonesia. Pembentukan BP-4 ini diharapkan banyak berperan dengan cara memberikan nasihat-nasihat perkawinan agar perkawinan lebih kokoh dan harmonis.
BP-4 didirkan pada tangga 8 Juli 1961 yaitu ketika organisasi ini meleburkan diri menjadi satu organisasi yang bersifat nasional dengan nama BP-4. Badan ini merupakan badan resmi pemerintah yang berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 85 tahun 1961 dan kedudukannya diperkuat dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 30 tahun 1977. Dasar
26ABul Hasan Ali Ahmad al-Wahidi an-Nisaburi, al-Qasit fi Tafsir al-Qur`a nal-Majid
(Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1994), III: 431. 27Departemen Agama, Ensiklopide Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1989), hal. 9.
hukum BP-4 adalah Anggaran Dasar yang disahkan pada konferensi BP-4 ke IV di Jakarta tanggal 20 Desember 1976, dan berdasarkan pasal 13 Anggaran Dasar ditetapkan pula Anggaran Rumah Tangga yang pengesahannya dilakukan pada rapat pleno pusat tanggal 18 Mei 1977.
AD dan ART BP-4 yang merupakan hasil Musyawarah Nasional menjadi dasar pelaksanaan kegiatan BP-4 sendiri di seluruh Indonesia. Asas dan tujuan BP-4 tercantum pada Anggaran Dasar BP-4 bab II pasal 4 dan 5. Pasal 4 berbunyi “BP-4 berdasarkan Islam dan berdasarkan Pancasila”. Badan ini
adalah badan resmi yang dibentuk
pemerintah yakni Menteri Agama RI. Sedangkan pada Pasal 5 berbunyi bahwa tujuan BP-4 adalah mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan rumah tangga bahagia dan sejahtera menurut ajaran Islam atau yang lebih dikenal dengan keluarga sakinah.28
Tujuan tersebut ditetapkaan dengan pertimbangan bahwa untuk mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera. Menurut ajaran Islam, diperlukan adanya usaha bimbingan yang berkesinambungan dari orang yang memiliki kriteria-kriteria sebagai konselor. Dengan demikian, apa yang menjadi tujuan dari pmbangunan nasional dapat terwujud dengan baik, yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya.
2. Sejarah Singkat BP-4
Akar-akar historis pembentukan BP-4 adalah ketika munculnya masalah-masalah pada akhir-akhir ini yang terkait dengan perkawinan dan keluarga tidak dapat dibendung lagi, seperti tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga baik fisik maupun mental, kasus perkawinan sirri, perkawinan mut’ah, poligami, dan
[135] perkawinan di bawah umur.
Masalah-masalah tersebut secara langsung
berpengaruh terhadap eksistensi kehidupan sebuah keluarga. Oleh sebab itu, dan seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dan keluarga, maka BP4 dibentuk sebagai lembaga konseling yang dapat mnyelesaikan persoalan-persoalan di atas.
Untuk mempertinggi mutu perkawinan guna mewujdukan keluarga sakinah menurut ajarana Islam, diperlukan bimbingan yang terus menerus dari para korps penasihat perkawinan dan mampu melaksanakan tugas pembangunan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia yang lebih maju, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin.
Bahwa untuk membangun manusia Indonesis seutuhnya dan tercapainya tujuan tersebut diperlukan adanya organisasi yang baik dan teratur serta mampu menampung aspirasi masyarakat, sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan kemajuan bangsa. Tuntutan BP4 ke depan peran dan fungsinya tidak sekadar menjadi lembaga penasihatan tetapi juga berfungsi sebagai lembaga mediator dan advokasi. Selain itu BP4 perlu mereposisi organisasi demi kemandirian organisasi secara profesional, independent, dan bersifat profesi sebagai pengemban tugas dan mitra kerja Departemen Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
Dalam upaya merespons aspirasi
masyarakat sesuai dengan semangat
reformasi tugas Departemen Agama untuk menanamkan dan mengembangkan nilai ajaran Islam agar terlaksana dalam seluruh
kehidupan umat muslim sehingga
kesejahteraan material dan spiritual
senantiasa terus meningkta untuk mencapai
keluarga sakinahyang mencerminkan
kemitrasejajaran di antara suami misteri. Berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 85 tahun 1961, BP-4 dikukuhkan
sebagai satu-satunya badan yang berusaha dalam bidang penasihatan dan penurunan angka perceraian. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 30 tahun 1977 tentang penegasan pengakuan BP-4 sebagai satu-satunya badan penunjang sebagian tugas departemen agama dalam
bidang penashatan perkawinan dan
perselisihan rumah tangga dan perceraian, maka kepnjangan BP-4 menjadi badan penasihatan perkawinan, perselisihan, dan perceraian. Berdasarkan Keputusan Munas BP-4 XII kepanjangan BP-4 diubah menjadi
Badan Penasihatan, Pembinaan, dan
Pelestarian Perkawinan sampai sekarang.29
3. Tujuan dan Fungsi BP-4
Sebagaimana yang telah disinggung di atas bahwa tujuan dibentuknya BP-4 adalah untuk mempertinggi mutu perkawinan dan sekaligus mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera menurut ajaran Islam atau yang lebih dikenal dengan keluarga sakinah.30
Tuntutan BP-4 ke depan, peran dan fungsinya tidak sekedar menjadi lembaga penasihatan tetapi juga berfungsi sebagai lembaga mediator dan advokasi. Selain itu, BP-4 perlu mereposisi organisasi demi kemandirian organisasi secara profesional, independen, dan bersifat profesi sebgai
pengemban tugas dan mitra kerja
Kementerian Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah.
Berdasarkan pasal 6 Anggaran Dasar BP-4, terdapat beberapa fungsi dari BP-4 itu sendiri, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Memberikan bimbingan, penasihatan dan
penerangan mengenai nikah, talak, cerai,
29 Tim, Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji (Jakarta: Depag RI, 1993), hal. 291.
[136] rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok;
b. Memberikan bimbingan tentang peraturan
perundang-undangan yang berkaitan
dengan keluarga;
c. Memberikan bantuan mediasi kepada para
pihak yang berperkara di pengadilan agama;
d. Memberikan bantuan advokasi dalam
mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga di peradilan agama;
e. Menurunkan terjadinya perselisihan serta
perceraian, poligami yang tidak
bertanggung jawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak tercatat;
f. Bekerjasama dengan instansi, lembaga
dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar negeri;
g. Menerbitkan dan menyebarluaskan
majalah perkawinan dan keluarga, buku, brosur dan media elektronik yang dianggap perlu;
h. Menyelenggarakan kursus calon atau
pengantin, penataran/pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis-yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga;
i. Menyelenggarakan pendidikan keluarga
untuk peningkatkan penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai keimanan,
ketaqwaan dan akhlaqul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah;
j. Berperan aktif dalam kegiatan lintas
sektoral yang bertujuan membina
keluarga sakinah;
k. Meningkatkan upaya pemberdayaan
ekonomi keluarga; dan
l. Upaya dan usaha lain yang dipandang
bermanfaat untuk kepentingan organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.
4. Mekanisme Konseling BP-4
Dalam melakukan konseling keluarga, BP-4 sebagai lembaga konseling belum memiliki ketentuan secara khusus mengenai mekanisme bimbingan dan konseling keluarga. Meskipun demikian, dalam hal melakukan bimbingan dan konseling keluarga, BP-4 secara umum menggunakan pokok-pokok program kerja BP-4 untuk periode 2009-2014. Dalam Pokja BP-4 tersebut, terdapat beberapa mekanisme bimbingan dan konseling keluarga yang dilakukan oleh BP-4 sendiri berdasarkan program kerja bidang. Diantara mekanisme konseling keluarga oleh BP-4 berdasarkan program kerja bidang tersebut adalah sebagai berikut:
1) Bidang pendidikan keluarga sakinah dan pengembangan SDM
Bidang ini melakukan mekanisme bimbingan dan konseling keluarga dengan beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:
a) Menyelenggarakan orientasi Pendidikan
Agama dalam Keluarga, Kursus Calon Pengantin, Pendidikan Konseling untuk Keluarga, Pembinaan Remaja Usia
Nikah, Pemberdayaan Ekonomi
Keluarga, Upaya Peningkatan Gizi Keluarga, Reproduksi Sehat, Sanitasi Lingkungan, Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS;
b) Menyiapkan kader motivator keluarga
sakinah dan mediator;
c) Menyempurnakan buku-buku pedoman
pembinaan keluarga sakinah.
2) Bidang Konsultasi Hukum dan Penasihatan Perkawinan dan Keluarga
Bidang ini melakukan mekanisme bimbingan dan konseling keluarga dengan beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:
a) Meningkatkan pelayanan konsultasi
hukum, penasihatan perkawinan dan keluarga di setiap tingkat organisasi
[137]
b) Melaksanakan pelatihan tenaga mediator
perkawinan bagi perkaraperkara di Pengadilan Agama;
c) Mengupayakan kepada Mahkamah
Agung (MA) agar BP4 ditunjuk menjadi lembaga pelatih mediator yang
terakreditasi;
d) Melaksanakan advokasi terhadap
kasus-kasus perkawinan;
e) Mengupayakan rekruitmen tenaga
profesional di bidang psikologi, psikiatri, agama, hukum, pendidikan, sosiologi dan antropologi.
f) Menyusun pola pengembangan SDM
yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan BP4;
g) Menyelenggarakan konsultasi jodoh.
h) Menyelenggarakan konsultasi
perkawinan dan keluarga melalui telepon dalam saluran khusus (hotline), TV, Radio, Media Cetak dan Media elektronika lainnya;
i) Meningkatkan kerjasama dengan
lembaga lain yang bergerak pada bidang Penasihatan Perkawinan dan Keluarga;
j) Menerbitkan buku tentang Kasus-kasus
Perkawinan dan Keluarga.
3) Bidang Penerangan, Komunikasi, dan Informasi
Bidang ini melakukan mekanisme bimbingan dan konseling keluarga dengan beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:
a) Mengadakan diskusi, ceramah,
seminar/temu karya dan kursus serta penyuluhan tentang:
o Penyuluhan Keluarga Sakinah;
o Peraturan-peraturan/Undang-undang
Perkawinan, Hukum Munakahat,
Kompilasi Hukum Islam (KHI), undang PKDRT dan undang-undang terkait lainnya;
o Pendidikan Keluarga Sakinah.
b) Meningkatkan kegiatan penerangan dan
motivasi Pembinaan Keluarga Sakinah melalui:
o Media cetak
o Media elektronikal
o Media tatap muka
o Media percontohan/keteladanan
c) Mengusahakan agar majalah Perkawinan
dan Keluarga dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
d) Meningkatkan Perpustakaan BP4 di
tingkat Pusat dan Daerah. 4) Bidang Advokasi dan Mediasi
Bidang ini melakukan mekanisme bimbingan dan konseling keluarga dengan beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:
a) Menyelenggarakan advokasi dan
mediasi;
b) Melakukan rekruitmen dan pelatihan
tenaga advokasi dan mediasi perkawinan dan keluarga;
c) Mengembangkan kerjasama fungsional
dengan MA, PTA dan PA.
5) Bidang Pembinaan Keluarga Sakinah, Pembinaan Anak, Remaja dan Lansia Bidang ini melakukan mekanisme bimbingan dan konseling keluarga dengan beberapa langkah, yaitu sebagai berikut:
a) Menjalin kerjasama dengan Pemerintah
Daerah, Kantor Kependudukan /BKKBN dan instansi terkait lainnya dalam
penyelenggaraan dan pendanaan pemilihan keluarga sakinah teladan;
b) Menerbitkan buku tentang Keluarga
Sakinah Teladan Tingkat Nasional.
c) Menyiapkan pedoman, pendidikan dan
perlindungan bagi anak, remaja, dan lansia;
Berdasarkan beberapa mekanisme bimbingan dan konseling keluarga BP-4 di atas, setidaknya mekanisme bimbingan dan konseling keluarga dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: pertama, mekanisme bimbingan dan konseling yang
[138] dilakukan sebelum pernikahan; kedua, mekanisme bimbingan dan konseling yang dilakukan dalam proses pernikahan; dan ketiga, mekanisme bimbingan dan konseling yang dilakukan setelah pernikahan.
c. Problematika PeranBP-4 Sebagai
Marriage Counceling di Indonesia
Secara umum, problematika yang
dialami oleh BP-4 dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga konseling pada dasarnya berhubungan dengan tiga
aspek, yaitu (1) problematika yang
menyangkut substansi hukum, (2)
problematika yang menyangkut struktur hukum; dan (3) problematika yang menyangkut budaya hukum. Masing-masing probleatika tersebut dibahas secara detil dibagian bawah ini.
1. Problematika Pada Aspek Substansi Hukum
Dalam kaitannya dengan substansi hukum, maka kendala yang dihadapi oleh BP-4 sebagai lembaga konseling adalah belum adanya aturan khusus dan jelas dalam bentuk undang-undang mengenai keharusan
melakukan konseling disertai dengan
mekanisme atau proses konseling keluarga
itu sendiri. Akibat dari kekaburan
mekanisme konseling tersebut, maka BP-4
dalam melakukan konseling keluarga
berpedoman pada Tata Tertib BP-4. Di sisi lain, pentingnya peraturan perundangan, maka pembentukan undang-undang yang secara khusus mengatur tetang perlunya melakukan konseling keluarga beserta mekanismenya sangat diperlukan. Sebab, ketiadaan udang-undang tersebut menjadi kendala utama bagi BP-4 dalam
menyekenggarakn proses konseling
keluargadi Indonesia.
2. Problematika Pada Aspek Struktur Hukum
Adapun kaitannya dengan struktur hukum, maka secara umum kendala yang
dihadapi BP-4 adalah pertama menyangkut
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
anggota konselor; dan kedua menyangkut
sarana yang ada.
Kendala pertama yaitu menyangkut kualitas Sumber Daya Manusia anggota konselor merupakan aspek yang menyangkut tingkat pendidikan formal, pengalaman, pengetahuan, keahlian, dan kemampuan anggota konselor sendiri. Aspek pendidikan sangat menentukan mutu atau kualitas dari
seorang anggota konselor. Dengan
pendidikan yang dikuasainya akan memiliki kualitas yang baik karena dapat bertindak kearah yang tepat dalam rangka melakukan konseling terhadap pembentukan keluarga
sakinah, mawaddah dan rahmah
sebagaimana yang menjadi cita-cita ideal BP-4 secara umum.
Sementara kendala kedua yaitu
menyangkut sarana merupakan aspek yang menyangkut fasilitas kerja dan sarana kepustakaan yang dapat membantu wawasan dan pengetahuan anggota konselor. Dari segi fasilitas kerja, anggota konselor terkadang tidak memiliki fasilitas yang memadai, seperti perpustakaan, buku-buku tentang konseling keluarga, dan lain sebagainya. 3. Problematika Pada Aspek Budaya
Hukum
Problematika ketiga yag menjadi kendala BP-4 dalam melakukan konseling keluarga adalah tidak sinkronnya antara BP-4 itu sendiridengan pihak pemerintah setempat. Dalam arti kata, pemerintah telah menyiapkan lembaga konseling keluarga tetapi pihak pemerintah setempat jarang bahkan tidak pernah memberikan sosialisasi apalagi bekerjasama dengan pihak BP-4 setempat dalam rangka bersama-sama mewujudkan gerakan keluarga sakinah.
Keterputusan koordinasi antara BP-4 sebagai lembaga konseling keluarga di tingkat kecamatan dengan pemerintah desa
[139] dan dusun menyebabkan kendala bagi penyelenggaraan proses konseling keluarga. BP-4 berjalan dengan sendirinya tanpa koordinasi dengan pemerintah setempat. Demikian juga sebaliknya, pemerintah setempat, baik pemerintah desa maupun
pemerintah dusun tidak melakukan
komunikasi dengan pihak BP-4 dalam melakukan pemberdayaan pada masyarakat yang ada di wilayah pemerintahannya.
d. Optimalisasi PeranBP-4 dalam
Membentuk Keluarga Samara
Hukum Keluarga merupakan hukum yang berkaitan dengan pribadi atau individu yang meliputi hukum perkawinan, perceraian, keturunan, kewarisan, nafkah,
dan sebagainya.31 Dalam implikasinya yang
bersifat yuridis, hukum keluarga merupakan kumpulan aturan perundangan yang menata interaksi antara anggota-anggota keluarga yang muncul karea hubungan kekerabatan dan hubungan perkawinan yang mengikat
mereka.32 Perkawinan merupakan lembaga
yang digunakan untuk membangun
lembaga-lembaga keluarga yang selanjutnya
membentuk masyarakat, dan oleh karena itu, setiap lembaga perkawinan perlu diatur secara tertib agar memuculkan ketertiban
dalam masyarakat.33
Institusi keluarga merupakan inti masyarakat, peran-peran sosial, ekonomi, budaya, politik dan keagamaan terakomodir dalam kehidupan keluarga. Selain itu, keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas pada fungsi biologis selaku penerus keturunan saja, melainkan dalam
31Muh}ammad H{usayn az-Zahabi,
al-Syari>`ah al-Isla>miyyah: Dira>sah Muqa>ranah baina Maza>hib ahl Sunnah wa Mazhab al-Ja`fariyyah (Mesir: Maktabah Da>r al-Ta`li>f, 1968), hal. 18.
32Ahmad al-Khumayisyi, Al-Ta`li>q `Ala
Qa>nu al-Ah}wa>l al-Syakhsiyyah (Riyadh: Da>r al-Nasr al-Ma`rifah, 1994), I: 8-9.
33Mah}mud Syaltu>t, al-Isla>m, hal. 147-148.
bidang pendidikan keluarga meuapakan sumber pendidikan utama karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang
tua dan anggota keluarganya sendiri.34
Kata kunci (key words) dari kehidupan
keluarga adalah terciptanya kebutuhan dan
keserasian keluarga sehingga terbina
persatuan antar anggotanya. Maka dari itu, dibutuhkan i`tikad baik dan kesungguhan dalam membina dan memeperjuangkan kehidupan berkeluarga yang sakinah dengan penuh curahan cinta dan kasih sayang serta saling pengertian antar anggota keluarga.
Era modern saat ini merupakan era kompetisi dan persaingan yang melibatkan seluruh unsur kehidupan. Dalam konteks persiangan yang timpang, peranan keluarga sebagai unit terkecil dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan sangatlah krusial skali adanya. Keluarga dalam hal ini akan menjadi benteng dari kondisi yang penuh dengan persaingan dan kompetisi global saat ini.
Di samping itu, kemajuan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam bidang informasi melalui media elektronika telah berhasil menyajikan tayangan-tayangan audio visual yang membawa dua efek sekaligus. Di satu sisi, kemajuan tersebut bisa memberikan kepada kita beragam jenis informasi di segala bidang yang sedikit banyak juga telah mendatangkaan kebaikan, keterbukaan mengenai segala macam jenis informasi, baik berskala regional, nasional, maupun internasional. Namun di sisi lain, kemajuan tersebut juga telah memberikan kepada kita mengenai beragam tayangan yang kurang sesuai dan pas.
Di tengah era globalisasi yang penuh dengan persaingan global seperti saat ini,
34Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk
Keluarga, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1999), hal. 1.
[140] dibutuhkan suatu lembaga dalam rangka ikut serat menjaga dan melestarikan kehidupan keluarga sebagai pilar utama dalam suatu masyarakat. Adanya ikut serta dari sebuah lembaga konseling keluarga disebabkan karena terjadinya perubahan nilai dalam setiap aspek kehidupan. Kaitannya dengan hal ini, menurut Dadang Hawari, terdapat enam penyebab terjadinya perubahan nilai
dalam kehidupan,35 yaitu sebagai berikut:
1. Pola hidup masyarakat dari yang semula
bersifat socio-religius telah cenderung berubah kearah yang bersifat masyarakat individual.
2. Dari pola hidup sederhana produktif
cenderung kearah pola hidup mewah dan konsumtif.
3. Struktur keluarga yang semula extended
family yang menampakkan ciri
kebersamaan dan kegotongroyongan
cenderung berubah ke arah struktur yang
bersifat Nuclear family dengan ciri
kehidupannya yang bersifat individual.
4. Hubungan keluarga yang semula erat dan
kuat cenderung menjadi longgar dan rapuh.
5. Nilai agama dan tradisi masyarakat
cenderung berubah menjadi modern yang bercorak sekuler.
6. Ambisi mengejar karir dan materi pribadi
yang semakin tertanam dalam setiap individu.
Di tengah perubahan nilai kehidupan,
tidak jarang suami-isteri menghadapi
berbagai macam konflik keluarga, dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga, maupun dalam bentuk yang lain. Di tengah inilah dibutuhkan peran serta dari pihak
ketiga yang iktu membantu dalam
mewujudkan keluarga yang bahagia dan utuh. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka
35Dadang hawari, AL-Qur`an, Ilmu Kedokteran
Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Prima Yasa, 1997), hal. 6.
keberadaan lembaga konseling keluarga yaitu BP-4 dirasakan urgen adanya. Sebab, BP-4 memiliki peran strategis dalam meningkatkan mutu perkawinan sekaligus sebagai pihak yang turut membangun keluarga utuh dan sebagai mediator atas setiap permasalahanyang dihadapi para anggota keluarga.
Dengan demikian, keberadaan BP-4 ini
sebagai lembaga konseling keluarga yang
dapat membentuk keluarga sakinah.
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pokok
dari perkawinan adalah membangun keluarga atau rumah tangga yang sakinah. Inilah yang menjadi tujuan ideal yang tercermin dari fungsi BP-4 tersebut.
C. Penutup Kesimpulan
BP-4 sebagai lembaga konseling perkawinan resmi di Indonesia di satu sisi memiliki peran yang penting dan besar dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun di sisi lain, keberadaan BP-4 ini nampaknya masih belum maksimal. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai aspek, baik aspek substansi hukum, struktur hukum, maupun budaya
hukum. Dengan demikian, menurut
pemakalah, kedepan barangkali perlu adanya kerja sama yang maksimal antara BP-4 sebagai Lembaga Konseling Keluarga dengan Dinas Sosial dan BKKBN, atau dinas lain guna menciptakan keluarga yang sakinah, sejahtera, dan sehat. Di samping itu,
diperlukan juga Lembaga Konseling
Keluarga Non-Pemerintah sebagai mitra kerja BP-4 guna memaksimalkan tupoksi dari BP-4 sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ishaq Ibrahim bin Musa al-Sya>tibi,
al-[141] Ah}ka>m, Kairo: Da>r Rasyad al-Haditsah, t.t.
ABul Hasan Ali Ahmad al-Wahidi an-Nisaburi, al-Qasit fi Tafsir al-Qur`a nal-Majid, Beirut: Dar Kutub al-`Ilmiyyah, 1994.
Ahmad al-Khumayisyi, Al-Ta`li>q `Ala
Qa>nu al-Ah}wa>l al-Syakhsiyyah, Riyadh: Da>r al-Nasr al-Ma`rifah, 1994.
Al-Ghazali, Mus}tas}tfa min `Ilm
al-Us}u>l, Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.
Dadang hawari, AL-Qur`an, Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: PT. Dana Prima Yasa, 1997.
Departemen Agama, AL-QUr`an dan
Tafsirnya, YogyakartaL UII Press, t.t. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
dan Penyelenggaraan Ibadah Haji, Membina Keluarga Sakinah, Jakarta: Depag RI, 2003.
Fakhr ar-Ra>zi, Tafsi>r al-Kabi>r, Tahran: Da>r al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.t.
Fu`ad Abd. Al-Baqi, Mu`jam al-Mufahrasy li
Alfa>z al-Qur`a>n, Beirut: Da>r al-Fikr, 1981.
Haji Abdul alik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1984.
Isma`il Raja l-Faruqi, At-Tawhid: It`s
Implications for Thought and Life, Virginia USA: International Institute of Islamic Thought, 1992.
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah:
Pesan dan Keserasian al-Qur`an, Jakarta: Lentera Hati, 2005.
Ma`lu>f, Munjid fi> Lighah wa al-A`la>m, Beirut: Da>r al-Musyri>q, 1997.
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia,
Jakarta: Hida Karya, 1990.
Muh}ammad H{usain at}-T{abari,
Al-Mi>zan fi> Tafsi>r al-Qur`a>n,
Beirut: Muassasahal-A`lam
al-Mathbu`ah, 1973.
Muh}ammad H{usayn az-Zahabi,
al-Syari>`ah al-Isla>miyyah: Dira>sah Muqa>ranah baina Maza>hib ahl al-Sunnah wa Mazhab al-Ja`fariyyah, Mesir: Maktabah Da>r al-Ta`li>f, 1968.
Muh}ammad Tahir Ibn Asyur, Maqa>s}id
asy-Syari>`ah al-Isla>miyyah, Tunisia: Syarikah Tunisiyah, 1978.
Muhammad Kamal al-Din Imam, Is}u>l
al-Fiqh al-Isla>mi, Askandariyah: Da>r al-Mathbu`at al-Jami`ah, t.t.
Tim, Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Jakarta: Depag RI, 1993.
Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk
Keluarga, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1999.