• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUANG KAJIAN HUBUNGAN RULE OF THE GAME DENGAN NILAI ETIS DALAM BAHASA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI SOSIAL. Oleh : Fadhilah. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RUANG KAJIAN HUBUNGAN RULE OF THE GAME DENGAN NILAI ETIS DALAM BAHASA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI SOSIAL. Oleh : Fadhilah. Abstract"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pendahuluan

Bahasa adalah salah satu unsur kebudayaan yang berarti di dalamnya tercermin nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Dalam kedudukannya manusia sebagai makhluk sosial, maka bahasa menjadi media komunikasi dalam interaksi sosial. Dalam interaksi sosial

tersebut, dibutuhkan komunikasi yang baik (efektif), agar pesan yang disampaikan dalam komunikasi dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Berkaitan dengan baik tidaknya proses komunikasi terdapat aturan main (rule of the game) yang perlu diperhatikan oleh mereka yang terlibat dalam komunikasi tersebut.

Abstract

Rule of the Game in the language important to understand the social communication, because it related to ethical values that reflect user`s personal language. The study entitled : The Relationship Rule of The Game with the Ethical Values in Language as Social Media Communication.

The purpose of this study tried to explain the relationship between the rule of the game in a language with ethical values as social communication through the descriptive method, Verstehen and interviews. The expected benefits of this study is to broaden the field of language, philosophy an social communication.

Keywords : Language, the Rule of The Gam, the value of ethical, social communications.

HUBUNGAN RULE OF THE GAME DENGAN NILAI ETIS

DALAM BAHASA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI SOSIAL

Oleh : Fadhilah

(2)

85

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Proses komunikasi sosial kadang kala di dalamnya muncul persoalan etis yang melibatkan hubungan antar individu, baik menyangkut hubungan antar individu dalam keluarga, masyarakat, maupun hubungan dalam komunitas atau kelompok tertentu. Persoalan tersebut muncul ketika komunikasi yang terjadi antara individu yang satu dengan individu lainnya menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi salah satu atau kedua individu yang terlibat, sehingga dapat mempengaruhi sikap dan tindakan mereka selanjutnya.

Perasaan tidak nyaman dalam komunikasi tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: kurang tepatnya dalam penggunaan kata atau ungkapan dalam bahasa, atau tidak dipenuhinya aturan main (rule of the game) dalam penggunaan ungkapan bahasa tersebut, sehingga menimbulkan kesan tidak menghargai/ tidak sopan terhadap lawan bicara atau orang yang diajak berkomunikasi. Faktor lain yang menyebabkan timbulnya rasa tidak nyaman dalam komunikasi antar individu dapat disebabkan karena adanya makna ganda yang terdapat dalam ungkapan bahasa yang menyebabkan perbedaan persepsi dan makna konotasi.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa aturan main (rule of the game ) dalam bahasa sebagai media komunikasi sosial sangat penting, karena berhubungan dengan nilai etis (moral) yang berpengaruh terhadap hubungan antara individu yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Akibat lebih jauh dari proses

komunikasi yang tidak baik antara lain dapat merusak hubungan sosial, baik hubungan antar teman, saudara atau keluarga, terlebih lagi hubungan sebagai rekan kerja , bahkan dalam hubungan bisnis akan berdampak jauh terhadap keberhasilan pemasaran produk barang dan jasa.

Persoalan tersebut dalam sudut pandang filsafat bahasa, dapat dirumuskan sebagai persoalan rule of the game dalam bahasa sebagai media komunikasi sosial, yaitu persoalan yang berkaitan dengan penggunaan yang tepat suatu kata atau ungkapan dalam bahasa yang berhubungan dengan nilai etis suatu ungkapan bahasa. Dengan kata lain terdapat hubungan antara rule of the game suatu bahasa dengan nilai etis yang dikandungnya. Hubungan antara kedua hal tersebut berpengaruh terhadap hubungan antara individu yang terlibat dalam komunikasi. Persoalan tersebut dalam pembahasan ini dapat dianalisis berdasarkan beberapa pendapat dan teori dalam filsafat bahasa, yaitu sebagai berikut:

1. Pendapat George Edward Moore dalam filsafat analitika, yaitu tentang adanya ungkapan bahasa yang dapat dibedakan antara ungkapan etis dan tidak etis. 2. Filsafat atomisme logis Ludwig

Wittgensteindalam “Rule of the game “, yaitu aturan main dalam penggunaan ungkapan bahasa.1)

1

(3)

86

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Di antara 2 pendekatan analisis terhadap hubungan antara etika dan bahsa sebagai media komunikasi, maka dalam hal ini lebih menekankan metode analisis bahasa menurut Ludwig Wittgenstein dalam “Rule of the game “, yaitu “aturan main” dalam penggunaan ungkapan bahasa. Analisis tersebut bukan berarti sama sekali tidak berhubungan dengan pendapat George Edward Moore.

Analisa George Edward Moore tentang nilai etis dalam bahasa tidak menekankan “aturan main” yang berlaku dalam penggunaan kata /bahasa, tetapi hanya mempersoalkan apakah suatu kata/ ungkapan /kalimat dalam bahasa mengandung nilai etis atau tidak. Sedangkan pembahasan dalam makalah ini, kata/ungkapan atau kalimat dalam bahasa sebagai komunikasi sosial lebih banyak berkaitan dengan “aturan main” penggunaannya sehingga melibatkan nilai etis yang disepakati oleh komunitas tersebut.

B. Hubungan Antara Bahasa Dengan Etika.

Secara umum persoalan etika dengan bahasa mengacu pada Pendapat George Edward Moore dalam filsafat analitika, yaitu tentang adanya ungkapan bahasa yang dapat dibedakan antara ungkapan etis dan tidak etis. Ungkapan bahasa dikatakan etis menurut George Edward Moore dalam filsafat analitika tidak identik dengan ungkapan yang bersifat “menyenangkan”. Pendapat ini adalah merupakan kritik Moore terhadap

“kekeliruan naturalistis” (naturalistic fallacy) yang dilakukan oleh para penganut paham etika hedonisme.

Argumentasi Moore terhadap persoalan tersebut adalah karena dalam kenyataannya terdapat ungkapan bahasa yang bersifat etis, meskipun bersifat tidak menyenang-kan bagi pengguna bahasa. Hal ini berhubungan dengan ungkapan bahasa yang digunakan dalam etika normatif, sebagaimana dijelaskan dalam karyanya yang terkenal, yaitu “Principia Ethica” (1903) dan dalam bentuk yang popular adalah “Ethics” (1912) 2).

Moore dalam hal ini memandang nilai etis suatu ungkapan bahasa tidak ditentukan oleh menyenangkan atau tidaknya ungkapan tersebut bagi individu yang terlibat dalam ungkapan tersebut. Persoalan etis dalam bahasa berhubungan dengan norma sosial yang berlaku bagi pengguna bahasa. Dengan kata lain ungkapan bahasa mencerminkan pribadi penggunanya yang dipandang dari segi etis.

Berikut ini adalah beberapa contoh ungkapan bahasa dalam komunikasi sosial yang yang dianggap etis dan tidak etis.

2

(4)

87

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Tabel 1

Ungkapan Bahasa dalam Komunikasi Sosial Ungkapan/kalimat dalam bahasa Respon terhadap

ungkapan bahasa : Menyenangkan/ tidak menyenangkan Etis Tidak etis “Kebebasan mengeluarkan pendapat bukan berarti boleh bicara tanpa batas.”

Dalam ungkapan bahasa Jawa: “Ojo waton ngomong, ning ngomong nganggo waton” (Jangan asal bicara, tetapi berbicara dengan dasar/aturan).

Tidak menyenangkan √

“Buanglah sampah pada tempatnya!”

Tidak menyenangkan √

“Pelanggaran terhadap Peraturan

“Lalu Lintas tak perlu ada sanksi ”. Menyenangkan √ “Menghina orang lain adalah

pelecehan terhadap harga diri manusia, oleh karena itu perlu diberi sanksi pidana.”

Menyenangkan bagi orang yang dihina, tidak menyenangkan bagi orang yang menghina

C. Hubungan Antara Rule Of The Game Dengan Nilai Etis Dalam Bahasa Daerah Sebagai komunikasi sosial dalam keluarga dan masyarakat .

Komunikasi merupakan kebutuhan utama manusia sebagai makhluk sosial. Agar tercipta komunikasi yang baik dan efektif,

maka diperlukan ketepatan dalam penggunaan ungkapan atau kata dalam bahasa (menurut L. Wittgenstein disebut “Rule of the game “, yaitu aturan main dalam penggunaan bahasa). Aturan main dalam penggunaan bahasa tertentu dipengaruhi oleh nilai-nilai etis dan sosial budaya dimana bahasa tersebut digunakan.

(5)

88

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Salah satu contoh adalah penggunaan bahsa daerah yang berpengaruh dalam bahasa Indonesia, terutama bahasa Jawa yang kental dengan nilai etika Jawa yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk ungkapan/kata dengan satu makna, tetapi berbeda

penggunaan-nya, sesuai dengan tingkatan kepada siapa ungkapan itu ditujukan. Berikut ini adalah contoh kata-kata atau ungkapan dalam bahasa yang memiliki arti sama, tetapi bentuknya berbeda.

Tabel 2.

Bahasa Jawa yang Mempengaruhi Bahasa Indonesia. Tingkatan I Tingakatan II /Kromo madyo Tingakatan III /Kromo inggil Tingakatan IV /Kromo luhur Makna/arti

Kata Kata Kata Kata Kt.ganti orang

II Kowe Sampean Panjenengan Ngarsa

dalem

(= Kamu )

Kata Kata Kata Kata Kt.ganti

OrangII ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ Kamu Anda /saudara Menyebutkan status hubungan personal/keluarga Kakak,Ibu/Bapak, Bibi/Paman dll. Paduka, Tuan/Nyonya Kamu

Kata Kata Kata Kata Kt.ganti orang

I Aku,

enyong, awakku

Kula Dalem Sinuwun Saya

Kata “kowe” yang berarti “kamu”, dalam bahasa Jawa

(6)

89

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

digunakan oleh subjek sebagai orang I yang lebih tua kepada orang II yang lebih muda atau oleh orang I yang lebih tinggi status sosialnya kepada orang kedua yang lebih rendah status sosialnya. Dari segi tingkatannya, kata

“kowe” termasuk kasar (ngoko).

Sedangkan “sampean” meskipun artinya sama dengan “kowe”, namun dari segi tingkatannya lebih halus (kromo madyo).

Begitu juga dengan kata “panjenengan”, meskipun artinya sama dengan “kamu”, namun kata tersebut digunakan oleh orang I untuk menyebut orang II dengan sikap dan rasa hormat. Berdasarkan tingkatannya, maka kata “panjenengan” merupakan tingkatan bahasa Jawa yang sangat halus (kromo inggil).

Kata “Ngarsa dalem” digunakan oleh orang I untuk menyebut orang II yang memiliki status sosial tertinggi dalam masyarakat, misalnya raja, ratu. Untuk

kata ganti orang I dalam bahasa Jawa juga bertingkat penggunaannya. Kata “sinuwun” diucapkan oleh orang I untuk menunjuk dirinya sendiri di hadapan raja atau ratu. Kata “dalem” diucapkan oleh orang I untuk menunjuk dirinya sendiri di hadapan orang yang lebih tua / orang yang dihormati dalam tingkatan bahasa halus. Sedangkan kata “kula” dipakai orang I untuk menunjuk dirinya sendiri di depan orang lain/lebih tua/sejajar dalam tingkatan bahasa sedang. Yang terakhir adalah kata “aku, awakku, enyong” dipakai oleh orang I untuk menunjuk dirinya sendiri di depan orang yang lebih muda atau sejajar dalam tingkatan bahasa kasar.

Pengaruh ungkapan bahasa Jawa yang bertingkat tersebut dalam bahasa Indonesia juga dapat dilihat pada contoh a) tersebut, yaitu adanya kata-kata: “kamu”, “Anda /saudara”, sebutan : “Adik/Kakak, Ibu /Bapak, Bibi, Paman/Pakde “ dll untuk menunjukkan sikap dan rasa hormat dan sayang kepada orang II yang diajak bicara. Di sinilah nampak nilai etika Jawa dalam penggunaan

ungkapan bahasa Indonesia.

Dalam tingkatan bahasa Jawa yang paling tinggi (krama luhur) digunakan oleh orang I untuk menyebut orang II yang berkedudukan sebagai Raja / Ratu. Dalam hal ini pengaruh moral budaya Jawa ke dalam bahasa Indonesia , sebagaimana nampak pada

penggunaan kata “Paduka”, “Tuan”, dan “Nyonya”.

Selain bahasa Jawa, dalam contoh di bawah ini bahasa Sunda juga mempunyai tingkatan bahasa yang hampir sama dengan bahasa Jawa. Sedangkan dalam bahasa Bugis tingkatan bahasanya lebih simple.

Tabel 3. Bahasa Sunda 3)

3

(7)

90

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Tingakatan I Kasar Tingakatan II (biasa/sejajar) Tingakatan III (agak halus) Tingakatan IV (paling halus) Makna/arti

Kata Kata Kata Kata Kt. Ganti

orang II

Kula Kuring Simkuring Abdi Saya

Maneh Sorangan Didinya, Anjeun Kamu

Tabel 4.

Bahasa Bugis (Sulawesi) 4)

Kurang sopan Sopan Arti/makna

Iko Idi Kamu (Kata ganti orang

kedua) Tabel 5.

Contoh Kata Kerja yang Kasar dan yang Halus Kasar sekali (untuk binatang) Kasar/ untuk anak-anak Untuk teman sebaya/ sejajar Untuk diri sendiri Halus/ sopan Arti/ makna

Jawa mbadok Mangan maem neda dahar makan Ngorok Turu tilem sare tidur Pakpung/

iyam/adus

Adus adus siram mandi

Minggat Lunga/mirih kesah tindak pergi Sunda lolodok Nyatu dahar neda tuang makan

4

(8)

91

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Sare kulem kulem kulem tidur mandi mandi ibak mandi angkat angkat mios pergi

Penggunaan kata kerja yang berarti “makan” dalam contoh d. tersebut di atas, terdapat beberapa bentuk ungkapan yang berbeda tingkatannya sesuai dengan aturan penggunaannya. Rule of the game dalam setiap kata atau ungkapan yang digunakan mempunyai tingkatan bahasa yang berbeda, meskipun artinya sama.

Jika salah atau tidak tepat dalam penggunaan kata/ungkapan tersebut, maka pengguna bahasa dinilai sebagai orang yang tidak tahu

tata krama (tidak atau kurang etis) dalam pandangan moral budaya, baik di Sunda, maupun Jawa. Begitupun di daerah lain yang memiliki berbagai tingkatan bahasa sesuai dengan aturan penggunaannya. Dalam hal ini, bahasa yang sering digunakan sering dianggap kurang “santun” = tidak tepat. Kesalahan (kurang tepat) dalam penggunaan kata di dalam komunikasi sosial dapat berdampak buruk bagi hubungan antar individu, sehingga dapat merusak hubungan baik yang terjalin di antara pengguna bahasa. Table 6.

Contoh Kata Kerja untuk Subjek Anak dan Subjek Orang Tua

Untuk anak-anak Untuk orang tua Arti/makna Bahasa Mandar

(Sulawesi)

mecawa metawa tertawa

Bahasa Jawa Ngguyu/gumuyu Nggujeng/gumujeng tertawa

Dalam contoh tabel 6 tersebut, kata kerja yang digunakan dalam bahsa Mandar , maupun Jawa, untuk arti yang sama , yaitu “tertawa” nampak lebih simple tingkatannya. Hal ini karena penggunaan ungkapan tersebut hanya dibedakan

berdasarkan tua atau mudanya subjek yang melakukan kata kerja tersebut.

Dari contoh kata-kata atau ungkapan tersebut di atas dapat pula terbentuk menjadi frase atau kalimat dalam bahasa daerah dengan

makna yang sama, namun tingkatannya berbeda dan

mengandung nilai etis tertentu sebagai komunikasi sosial.

(9)

92

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

Contoh:Dari bahasa Indonesia yang artinya : “Kamu /anda mau makan apa ?” dalam bahasa Jawa bisa menjadi beberapa tingkatan, dari halus sampai kasar, yaitu sebagai berikut:

“Panjenengan ngersaaken dahar punapa/menapa ?” Halus

“Sampean bade dahar menapa ?”  Sedang

“Kowe arep mangan apa ?”  Kasar Secara keseluruhan, dalam contoh kata-kata/ungkapan , frase dan kalimat dalam bahasa di atas , nampak jelas adanya kandungan nilai etis yang mencerminkan sikap moral pengguna bahasa terhadap lawan bicara, maupun sikap terhadap diri sendiri. Ketika pengguna bahasa berhadapan dengan orang kedua yang seharusnya dihormati, maka kata ganti yang digunakan untuk menyebut orang tersebut disesuaikan dengan hubungan personal /keluarga antara pengguna bahasa dengan lawan bicara. Demikian pula dalam penggunaan kata yang mengandung arti/makna sama , namun ketika ditujukan kepada orang tua akan berbeda ungkapannya jika kata tersebut ditujukan kepada anak kecil atau orang yang lebih muda/lebih rendah tingkatannya. Jika hal tersebut diabaikan, maka yang terjadi adalah perasaan tidak nyaman bagi salah satu atau kedua belah pihak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata atau ungkapan bahasa tersebut mengandung nilai moral yang berpengaruh dalam komunikasi antar individu yang terlibat di dalamnya. Rasa tidak nyaman itulah yang

berhubungan dengan persoalan moralitas pengguna bahasa.

Penggunaan kata atau ungkapan, frase dan kalimat dalam bahasa secara tepat merupakan manivestasi ketinggian moral sosial budaya pengguna bahasa. Semakin tinggi nilai moral sosial budaya pengguna bahasa, maka makin tinggi / halus bahasa yang digunakannya dan sebaliknya. Dalam hal ini penggunaan bahasa tidak hanya menekankan grammar/struktur bahasa, tetapi lebih menekankan pada proses komunikasi yang terjadi, sebagaimana pendapat Noam Chousky. Dalam proses komunikasi itulah bahasa lebih ditekankan pada bentuk ungkapan yang digunakan, sehingga menurut Wittgenstein, penggunaan ungkapan bahasa harus sesuai dengan “rule of the game”nya masing-masing.

D. Rule Of The Game dan Nilai Etis Dalam Komunikasi Sosial di Bidang Bisnis.

Selain dalam penggunaan bahasa daerah, terdapat hubungan rule of the game dengan nilai etis suatu bahasa sebagai komunikasi sosial dalam bidang yang lain. Misalnya dalam bidang bisnis terdapat bahasa bisnis yang di dalamnya terkandung etika bisnis. Rule of the game dalam bahasa dan etika bisnis mengatur hubungan antar individu dalam komunitas bisnis, yaitu antara pelanggan/konsumen dengan produsen atau perusahaan, biro jasa, pedagang dan lain-lain, bahkan antara sesama pengusaha/produsen.

Pemahaman terhadap hubungan antara rule of the game

(10)

93

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

dengan nilai etis sangat penting dalam strategi pemasaran produk barang maupun jasa, karena dapat meningkatkan omzet dalam dunia usaha. Dengan demikian komunikasi bisnis di dalamnya juga terdapat komunikasi sosial antara produsen dan konsumen yang harus tetap terjaga dengan baik demi menunjang keberhasilan dalam berbisnis.

Sebaliknya, kekecewaan konsumen terhadap produsen dapat timbul hanya gara-gara produsen tidak memahami aturan main dalam berbahasa dan berkomunikasi dengan konsumen. Jika hal itu terjadi, maka bukan mustahil konsumen tidak akan menggunakan produk (barang atau jasa) yang ditawarkan oleh produsen.

Tabel di halaman berikut ini memuat beberapa kosa kata yang berlaku (rule of the game) dalam bahasa bisnis.

Tabel 7.

Kosa Kata dalam Bahasa Bisnis Kata/ ungkap-an bahasa bisnis Makna dalam Bahasa biasa/ sehari-hari Arti/makna dalam bahasa sebagai komunikasi bisnis Puas/ kepuas-an Puas/ kepuasan, bisa bermakna biologis atau psikis. Kepuasan lebih bermakna psikis, yaitu terpenuhinya harapan/ keinginan pembeli/ pemakai produk Pelang-gan langganan Pembeli, pemakai jasa/ produk/hasil.

Produk Hasil Barang/jasa

yang dihasilkan/ dibuat/ dikeluarkan oleh pengusaha Pena-waran Harga yang dikehendaki oleh pemilik barang Harga yang dikehendaki oleh pemilik barang sebelum transaksi jual beli terjadi Per-mintaan Harga yang dikehendaki oleh calon pembeli Harga yang dikehendaki oleh calon pembeli sebelum transaksi jual beli terjadi

Pasar Tempat jualan Tempat bertemunya pedagang dan pembeli

Kualitas Mutu /kualitas Mutu /kualitas

Sepi hening Tidak

adanya/ber-kurangnya pembeli

Rule of the game dan nilai etis yang terkandung dalam bahasa bisnis sangat penting , sebab efektifitas dalam komunikasi bisnis yang dilandasi oleh nilai etis akan berpengaruh dalam bidang pemasaran. Keberhasilan dalam pemasaran merupakan kunci keberahasilan dalam bidang bisnis. Berikut ini beberapa contoh rule of the

(11)

94

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

mengandung nilai etis dalam beberapa frase dan kalimat.

• “Kepuasan pelanggan adalah kebanggaan kami”. Kata “kepuasan” mengacu pada terpenuhinya harapan pelanggan/klien /pembeli/pemakai jasa suatu usaha. “ Kepuasan” tersebut tidak ada hubungannya dengan hasrat yang bersifat biologis, tetapi lebih bersifat psikis yang yang melibatkan hubungan antara pelanggan/klien/pembeli/ pemakai jasa suatu usaha dengan pemilik usaha. “Pelanggan “ adalah orang yang sering/biasa membeli produk/memakai jasa suatu usaha.

• “Tidak puas, uang kembali”. Ungkapan tersebut berhubungan dengan konsekuensi moral bagi pemilik usaha untuk mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh pembeli produk/pemakai jasa.

• “Jika harga kami lebih mahal, selisihnya kami ganti 2x “. “Harga” adalah jumlah uang yang harus dibayarkan oleh pembeli/pemakai produk untuk mendapatkan produk tersebut. “Mahal” adalah kata yang menunjukkan harga suatu produk lebih tinggi dari perkiraan pembeli. • “Anda puas, sampaikan kepada

teman, anda kecewa samapaikan kepada kami.” Ungkapan tersebut mengandung pesan moral yang bertujuan untuk memberikan kritik dan saran kepada pemilik usaha dan sekaligus untuk memperluas jaringan pemasaran dengan menyampaikan informasi kepada

pihak lain tentang kualitas suatu produk usaha.

• “Barang tidak bergaransi yang telah dibeli tidak dapat dikembalikan”. Kata “bergaransi” mengandung pengertian adanya jaminan mutu suatu produk usaha.

Contoh dalam kata-kata dan ungkapan di atas merupakan ungkapan yang biasa berlaku bagi individu yang terlibat dalam dunia bisnis, misalnya bagi pelanggan/ pembeli dan pemilik suatu usaha/biro jasa. Contoh dalam bahasa bisnis tersebut mengandung konsekuensi /tanggungjawab moral /etis bagi sebuah perusahaan/biro jasa / pemilik toko untuk menepati janjinya apabila terdapat komplain dari pelanggan yang tidak puas sesuai dengan apa yang dijanjikan. Selain dalam ungkapan – ungkapan tersebut, bahasa bisnis juga nampak dalam bahasa iklan, misalnya:

• “Mau beli merek atau kualitas?”. Ungkapan tersebut merupakan suatu pernyataan yang menantang dan menawarkan pilihan kepada calon pembeli produk, apakah memilih merek atau mutu/kualitas suatu produk.

• “Harga boleh sama, tapi kualitas tidak”. Ungkapan tersebut bermaksud menunjukkan kelebihan dan perbedaan mutu/kualitas suatu produk kepada pembeli.

• “Kalau ada yang lebih murah mengapa harus cari yang mahal?”. Ungkapan tersebut mengandung maksud dan ajakan untuk memilih membeli suatu produk yang berkualitas namun lebih murah,

(12)

95

Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2011

meskipun kata “kualitas/mutu” tidak disebutkan.

• “Yang lebih mahal banyak, yang lebih baik…” (diikuti dengan ekspresi “geleng kepala” dan menunjukkan produk yang diiklankan adalah yang terbaik, meskipun tidak lebih mahal/murah). Dalam ungkapan bahasa iklan yang mengandung nilai etis tidak dengan terang-terangan merendahkan /menghina produk lain, tetapi tetap berisi persuasi /ajakan untuk memilih produk yang ditawarkan. Dalam bahasa pemasaran langsung/direct selling, nilai etis dalam bahasa yang diungkapkan secara lebih santun oleh marketer.

E. Kesimpulan

Dari berbagai contoh dalam ungkapan bahasa sebagai media komunikasi sosial, baik yang terdapat dalam bahasa daerah, maupun bahasa bisnis /iklan menunjukkan adanya hubungan antara “rule of the game” penggunaan bahasa tersebut dengan nilai etis yang dikandungnya, baik dalam bentuk kosa kata, frase, maupun kalima. Jika “rule of the game” tidak dipatuhi , maka akan menimbulkan reaksi emosional atau perasaan tidak nyaman bagi salah satu individu/subjek yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Dengan kata lain hubungan antara “rule of the game” suatu ungkapan bahasa dengan nilai etis yang dikandungnya adalah pada diindahkan atau tidaknya “rule of the game” tersebut oleh subjek yang terlibat dalam komunikasi sosial dan bukan pada makna yang

dikandung dalam ungkapan tersebut. Dalam hal ini makna berbagai bentuk ungkapan bahasa bisa sama, tetapi aturan penggunaan ungkapannya berbeda.

Referensi

Kaelan, 2006, Perkembangan Filsafat Analitika Bahasa Dan Pengaruhnya Terhadap Ilmu Pengetahuan, Penerbit Paradigma ,Yogyakarta.

Kaelan, 2004, Filsafat Analitis Menurut Ludwig Wittgenstein, Penerbit

Paradigma ,Yogyakarta.

Kaelan, 2002, Filsafat

Bahasa-Masalah dan Perkembangannya,

Penerbit Paradigma ,Yogyakarta. Magnis-Suseno, Franz, 2005, Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat

Moral, Kanisius, Yogyakarta.

Mustansyir, Rizal,2001, Filsafat Analitik: Sejarah Perkembangan dan Peranan Para Tokohnya, Rajawali, Jakarta.

Wawancara dengan Informan : .Arip Sanjaya, wawancara : Mei 2009; 15 Juni 2009, Yogyakarta

Hidayat , Ramli , wawancara Mei 2009, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Anggaran pelatihan karyawan Rp 3.000.001,00 - Rp 4.000.000,00 Rp 2.000.001,00 - Rp 3.000.000,00 Rp 3.000.001,00 - Rp 4.000.000,00 Rp 2.000.001,00 - Rp 3.000.000,00

Temuan dilapangan guru sudah memperkuat teori dari Gestalt dalam pembelajaran karena guru sudah memahami arti profesionalisme dan guru-guru sejarah di SMA Negeri

4) Pendapatan nasional (PN) atau National Income (NI) adalah ukuran dari nilai total barang dan jasa yang dihasilkan suatu Negara dalam kurun waktu tertentu yang biasanya satu

Tahapan persiapan pada penelitian adalah untuk mencari informasi berhubungan dengan lukisan Mufi Mubaroh, baik informasi yang berhubungan secara langsung maupun

Penelitian yang dilakukan oleh penulis, melaku- kan otomatisasi klasifikasi 2 jenis mangga yaitu: gadung dan curut berdasarkan tekstur daun, karena warna daun umumnya

Provided that the information is ac- curate, this allows routing strategies to make very efficient use of network resources by forwarding a message along the best path.. There is

Kita juga dapat memasukan faktor interver-variable yaitu pengaruh media internet ICT ( Information Communication Technology ) dalam menganalisa kadar kebangsaan, kedaulatan

Ciri khas wilayah pada kurikulum inti yang dimiliki oleh program studi arsitektur sangat berpengaruh dari faktor potensi dan keunikan wilayah yang ada pada area