• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktik Pertanian yang Baik untuk Antisipasi Pasar Global

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Praktik Pertanian yang Baik untuk Antisipasi Pasar Global"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Praktik Pertanian yang Baik

untuk Antisipasi Pasar Global

Oleh : Sudiarto

Dalam era globalisasi, perdagangan komoditas pertanian akan menghadapi persaingan yang semakin ketat. Penerapan praktik pertanian yang baik merupakan suatu alternatif untuk memproduksi komoditas pertanian yang bermutu tinggi, terjamin, aman, efisien, berwawasan lingkungan, dan dapat dirunut kembali (traceable) asal-usul dan proses yang dilalui sebelum diperdagangkan dan digunakan.

Produk praktik pertanian yang baik atau good agricultural practice (GAP) dapat menjawab tantangan isu internasional perdagangan komoditas, termasuk White Paper on Food Safety and Bioterrorism Act. China yang telah memahami dan menyadari esensi GAP dengan gencar meng-GAP-kan tanaman obatnya untuk meningkatkan daya saing bahan baku obat tradisionalnya guna mengantisipasi pasar global.

Pedoman GAP berorientasi LEISA

Pedoman GAP merupakan seperangkat prinsip dan prosedur yang digali dari tradisi pertanian yang ada dan adopsi gagasan dan inovasi teknologi untuk pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

GAP difokuskan pada kegiatan budidaya, pengolahan primer komoditas pertanian dan penyimpanannya yang diperdagangkan dan digunakan dalam industri makanan, pakan, obat, penambah rasa (flavor) dan parfum. Penerapannya telah berkembang di negara-negara anggota Uni Eropa. GAP juga dapat diaplikasikan untuk berbagai sistem pertanian, termasuk pertanian organik.

Prinsip GAP adalah menyelaraskan secara bijaksana pengendalian hama terpadu (integrated pest management/IPM) dan pengelolaan tanaman terpadu (integrated crop management).

Pendekatan pengelolaan ini penting untuk perbaikan dan berkelanjutan produksi pertanian jangka panjang. Fitur kuncinya adalah penggunaan yang hati-hati terhadap produk agrokimia termasuk insektisida, fungisida, herbisida, dan zat pengatur tumbuh. Karena itu, GAP memanfaatkan pengendalian hama, penyakit dan gulma (tumbuhan pengganggu) sampai taraf aman yang dikehendaki, yaitu pada batas biaya yang ekonomis bagi petani dengan bahaya minimal bagi operator, orang lain di sekitarnya, dan lingkungan hidup.

Penggunaan pestisida dan herbisida hasil industri kimia sedapat mungkin dihindari. Selain itu, kehati-hatian ditujukan juga pada penggunaan pupuk kimia dan air irigasi agar optimal untuk pertumbuhan tanaman, minimal terhadap degradasi tanah dan lingkungan dan mengonservasikan sumber daya air.

(2)

Kiat GAP untuk menjamin hasil panen dan pengolahan primer bermutu tinggi, aman, efisien, berwawasan lingkungan dapat dikatakan berorientasi pendekatan pemakaian input eksternal rendah untuk pertanian berkelanjutan atau low external input (for) sustainable agriculture (LEISA).

Jejak audit yang jelas

Hal yang bersifat sentral dan penting bagi GAP adalah menyediakan jejak audit yang jelas, dengan penyelenggaraan dokumentasi yang komprehensif untuk seluruh tahapan kegiatan budidaya, processing, dan penyimpanan hasil atau bahan baku industri sehingga dapat dirunut kembali.

Secara praktis, hal ini dilakukan melalui penyusunan protokol tahapan-tahapan tersebut dan mendata seluruh tahapan kegiatan GAP, termasuk penggunaan pestisida, zat pengatur tumbuh, dan pupuk kimia.

Tujuan utama pedoman GAP adalah untuk menjamin bahwa bahan baku hasil pertanian sesuai dengan fitur yang diinginkan konsumen, yaitu memenuhi standar kualitas tinggi. Karena itu, penting agar produk yang dihasilkan ditangani, pertama, secara higienis agar dapat meminimalkan cemaran jasad renik, yaitu kelompok kuman yang merugikan kesehatan, dan kedua, secara hati-hati sehingga efek negatif pada tanaman sedikit mungkin dalam proses budidaya, pengolahan primer dan penyimpanan, termasuk terhadap cemaran kontaminan lainnya, seperti logam berat, residu pestisida, dan bahan asing lainnya.

GAP diupayakan agar terjamin sepenuhnya dilaksanakan dan didukung para pelaksana. Hal penting lainnya untuk menjamin GAP sepenuhnya dilaksanakan dan didukung para pelaksana adalah adanya pelimpahan tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk seluruh tahapan GAP.

Pemanenan dari sumber nonbudidaya

Berbagai jenis (spesies) tanaman yang digunakan untuk bahan baku industri obat tradisional dan farmasi sebagian masih tergantung dari sumber nonbudidaya seperti dari hutan dan tempat tumbuh alami lainnya (rawa, pinggir dan tebing sungai, padang rumput, pesisir, gunung, bukit, jurang, semak belukar dan sebagainya).

Fenomena ini juga terjadi di Indonesia, bahkan persentasenya mencapai sekitar 85 persen. Hal tersebut berdampak memperparah pelangkaan dan ancaman kepunahan jenis-jenis tumbuhan obat tertentu, terutama yang dipanen secara berlebihan seluruh bagian tanaman dan akarnya, tanpa adanya upaya penangkaran dan pelestarian di habitatnya.

Pedoman GAP sebenarnya telah mencantumkan tata cara pemanenan tumbuhan liar (wild collection of botanical raw materials).

(3)

Namun, mengingat pentingnya hal ini, WHO pada tahun 2003 menerbitkan WHO Gudelines on Good Agricultural and Collection Practices (GACP). Dan tahun ini sedang menyiapkan draf Guidelines on the Conservation of Medicinal Plants, di mana Indonesia berperan aktif dalam memberikan masukannya untuk penyempurnaan draf tersebut.

Dokumen-dokumen tersebut memuat pedoman khusus untuk pengumpulan (pemanenan) tumbuhan liar yang umumnya digunakan untuk bahan baku obat-obatan.

Bab ini menyangkut strategi umum dan cara-cara mendasar untuk pemanenan TO yang tumbuh liar dalam skala kecil dan besar agar dapat menjamin kelangsungan hidup jangka panjang populasi tumbuhan dan habitat pendukungnya.

Rencana pengelolaan pemanenan dari habitatnya harus menyediakan kerangka kerja untuk penyusunan pemanenan berkelanjutan dan uraian praktik pemanenan tepat guna yang sesuai dengan setiap jenis TO dan organ tanaman yang digunakan. Termasuk juga aspek perlunya pengaturan perizinan pemanenan dari sumber nonbudidaya.

Prinsip dan prosedur pedoman GAP

Pedoman GAP disusun untuk dijadikan acuan praktis prinsip dan tata cara pencapaiannya mulai dari (1) bahan tanaman (varietas, identitas botani). (2) budidaya, termasuk pemilihan lahan dan pemupukan, pengairan, pemeliharaan, dan pengendalian organisme pengganggu. Secara umum tindakan harus diambil untuk mencegah gangguan terhadap lingkungan.

Prinsip-prinsip pengelolaan tanaman terpadu harus diikuti termasuk pergiliran tanaman. Pemilihan lahan harus bebas antara lain dari kontaminasi logam berat, residu pestisida dan bahan kimia lainnya.

Demikian juga pemupukan sesuai iptek yang berlaku. Pengairan dilakukan apabila dibutuhkan tanaman dan air irigasi sedapat mungkin bebas berbagai kontaminan. Penggunaan pestisida dan herbisida kimia sedapat mungkin dihindari.

Apabila sangat diperlukan harus dipilih dan diaplikasikan dengan dosis minimum yang efektif dari produk yang diizinkan pemerintah, dan harus dicatat dengan baik. (3) Panen antara lain dilakukan pada kondisi tanaman memberikan kualitas hasil terbaik dari kondisi cuaca yang memungkinkan dan tidak merusak hasil dan mutunya.

Demikian juga peralatan dan wadah yang dipakai harus bersih. (4) Pengolahan primer termasuk menghilangkan tanah dan bagian tanaman yang tidak dibutuhkan secara dibasuh dengan air bersih, perajangan, pengeringan, dan penyulingan. Prosedur yang digunakan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku termasuk bangunan tempat pengolahan primer dan peralatannya. (5) Pengepakan harus higienis dan menggunakan bahan pengemasan yang baru, bersih dan kering. Pelabelan pada setiap pembungkus dilakukan secara cara dokumentasi batch (batch documentation).

(4)

Untuk seluruh tahapan GAP perlu disusun berbagai standar prosedur operasionalnya (SOP). Perbedaan manajemen GAP yang terkait dengan SOP yang berbeda atau lingkungan lahan yang berbeda diberi penomoran batch yang berbeda pula. (6) Penyimpanan dan pengiriman harus sesuai dengan kebutuhan untuk menjaga kualitas hasil, terlindung dari antara lain hama, burung, tikus dan ternak. (7) Peralatan yang digunakan harus mudah dibersihkan untuk mengelimansi risiko kontaminasi. (8) Personel dan fasilitas untuk personel sebaliknya yang sudah terlatih, sehat dan higienis serta mendapat fasilitas kebersihan yang memadai termasuk toilet, perlindungan terhadap hasil tanaman yang bersifat alergi dan fasilitas kesejahteraan terjamin.

Kriteria GAP dibagi menjadi dua kategori. Pertama, kriteria yang dikehendaki (required), di mana 100 persen pemenuhan target yang tercantum dalam kriteria ini harus dicapai. Kegagalan dari pemenuhan 100 persen target yang dicantumkan memerlukan tindakan koreksi. Kedua, kriteria dianjurkan (encourage).

Kriteria ini bersifat rekomendasi tetap tidak wajib. Untuk setiap tahapan kegiatan disusun uraian kriteria yang dikehendaki dan yang direkomendasikan, mulai dari perjanjian dengan petani (termasuk kewajibannya), penentuan dan riwayat lokasi budidaya, persyaratan dan sistem penomoran batch, rencana dari setiap tahapan budidaya sampai penyimpanan, inspeksi, pelaporan, higienis, pelatihan, dan sebagainya.

Untuk lokasi budidaya dikehendaki disertai data catatan tentang batas-batas lahan, nama desa, kecamatan, dan kabupaten. Lebih dihargai apabila batas-batas lahan budidaya dilengkapi koordinat secara geografis dengan memakai alat global positioning system (GPS).

\Menyiapkan Tanam – Seorang Petani desa Banyubiru, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang, tengah menyiapkan masa tanam padi, Meski musim kemarau, para petani masih bisa mengolah lahanya dengan menggunakan air yang berasal

(5)

Implementasi di Indonesia

Implementasi GACP di Indonesia bergantung pada adanya pemahaman dan kesadaran berbagai pihak terkait. Beberapa instansi yang terkait dengan litbang, pembinaan, dan pengawasan tanaman obat di Indonesia telah menyadari pentingnya penerapan GACP di Indonesia.

Rencana aksi untuk hal ini sedang digarap antara lain dengan penyusunan berbagai SOP-nya. Keberhasilan penerapannya sangat bergantung pada pemahaman, kesadaran, dan minat pihak industri atau pengusaha mengenai esensi GACP untuk menghadapi tantangan antisipasi pasar global. Kerja sama kemitraan penerapan GACP antara industri/ usahawan dan petani yang difasilitasi instansi terkait perlu digalang dan digalakkan.

Penerapan GACP di Asia telah dimulai antara lain Jepang yang telah memiliki GACP tersendiri. Di China, GAP telah disadari pentingnya bagi peningkatan daya saing bahan baku dan obat tradisionalnya. Hal itu ditandai dengan gencarnya mereka meng-GAP-kan 80 jenis TO di 18 provinsi pada tahun 2003.

Adanya White Paper on Food Safety (aspek traceability, animal welfare) dari Uni Eropa dan Bioterrorism Act dari Amerika Serikat membawa konsekuensi perlunya implementasi GACP tidak saja ke komoditas tanaman obat, tetapi juga diperluas ke berbagai komoditas pertanian (terutama pangan, pakan) lainnya. Adanya fitur GAP yang dapat dirunut kembali (traceability) dapat menjawab tantangan ini.

Bioterrorism Act dimaksudkan mencegah teror melalui kuman-kuman penyakit yang bisa membahayakan manusia atau hewan dari produk ekspor yang masuk Amerika Serikat. Juga termasuk pemberlakuan keamanan yang ketat terhadap makanan olahan maupun produk pertanian impor atau lokal.

Ketentuan tersebut tersirat antara lain pada Section 305: Pengusaha lokal atau dari negara lain yang mengekspor produk pangan ke Amerika Serikat wajib mendaftarkan pabrik, gudang atau segala fasilitas proses produksi ke FDA. Section 306: Setiap pabrik harus menciptakan sistem penyimpanan data lengkap.

Tujuan: apabila produk ditolak, file produk tersebut bisa diperiksa FDA. Section 307: Setiap barang yang akan dikapalkan harus ada pemberitahuan deskripsi tentang barang tersebut, identitas petani, asal barang dan tempat dikapalkan, negara asal barang dan seterusnya.

Penerapan GACP secara luas di Indonesia barangkali dapat juga menghambat atau mengurangi praktik perdagangan komoditas yang tidak jelas asal-usul dan riwayat produksinya seperti pada buah polong panili (yang terpaksa dipanen muda) dan daging impor, dengan keharusan pelabelan GAP komoditas tersebut.

Sudiarto

Penulis adalah Ahli Peneliti Utama Balai Penelitian Tanaman Obat, Badan Litbang Pertanian Dimuat pada Surat Kabar Harian Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Gibson dan Mangkuprawiro, Yudianto (2008) yang melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja

Setiap kabupaten/kota yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta ini tidak hanya dipengaruhi oleh salah satu aktivitas bentuklahan saja, namun antar bentuklahan ini memiliki

KANTOR WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kegiatan Monitoring Pelaksanaan Program dan Kegiatan Triwulan I di Jajaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak

 They  have  created  female  identity   in  literary

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan

Menurut Wong (2008), seseorang yang mememiliki tingkat religiusitas tinggi dalam mengikuti aktivitas keagamaan serta memiliki sikap etis lebih baik dalam kehidupan

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Model antrian yang diperoleh adalah (M/M/2):(GD/∞/∞), menunjukkan bahwa distribusi jumlah kedatangan dan jumlah pelayanan pelanggan di bagian Quick Service