• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: batu ureter; extracorporeal shock wave lithotripsy; lokasi batu; ukuran batu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: batu ureter; extracorporeal shock wave lithotripsy; lokasi batu; ukuran batu"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Lokasi dan Ukuran Batu terhadap Tingkat Keberhasilan Terapi

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy pada Pasien Batu Ureter di Departemen

Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Tahun 2009-2011

Gusti Rizky Teguh Ryanto*, Arry Rodjani**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

**Staf Pengajar Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi non-invasif yang

menjadi tatalaksana lini pertama batu ureter. Terdapat berbagai faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan ESWL, diantaranya lokasi batu dan ukuran batu ureter. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara lokasi batu dan ukuran batu dengan tingkat keberhasilan ESWL pada pasien batu ureter. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil 106 data rekam medis pasien laki-laki tahun 2009-2011 dengan batu ureter unilateral yang sudah dilakukan ESWL. Data kemudian dikelompokkan sesuai dengan kategori ukuran batu (diameter <10 mm atau ≥10 mm) dan lokasi batu (proksimal atau distal ureter), lalu dihitung persentase keberhasilan ESWL dan dianalisis dengan uji regresi logistik untuk melihat kemaknaannya. Didapatkan bahwa sampel memiliki rentang usia 27-74 tahun (mean 43,5 tahun). Persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ukuran <10 mm (92,4%) dibanding batu ukuran ≥10 mm (70,4%) (p=0,01, OR: 4,806(1,453-15,905)). Didapatkan juga persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ureter proksimal (92,2%) dibandingkan ureter distal (78,6%) (p=0,081, OR: 2,957(0,875-9,987)). Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara ukuran batu ureter dengan tingkat keberhasilan ESWL tetapi tidak terdapat hubungan lokasi batu ureter dan tingkat keberhasilan ESWL.

Kata kunci: batu ureter; extracorporeal shock wave lithotripsy; lokasi batu; ukuran batu

Abstract: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) is a non-invasive, first-line treatment

for ureteral stone. There are multiple factors thought to be influencing its success rate, including stone location and size in the ureter. This study’s objective was to prove the relationship between stone location and size with ESWL success rate in male unilateral ureteral stone patients. This study was done at Urology Departement Cipto Mangunkusumo Hospital. 106 patients met the inclusion criteria. The collected data were then grouped according to their categorizations for stone size (<10 mm or ≥10 mm) or location (proximal or distal), then their ESWL successs percentage were counted and analyzed using regression logistic test. It was found that from samples with age ranging from 27-74 years old (mean 43,5 years old), the ESWL success rate in <10 mm stone size patients was higher (92,4%) than in ≥10 mm size (70,4%) (p=0,01, OR: 4,806(1,453-15,905)). It was also found that ESWL success rate in proximal stones is higher (92,2%) than in distal stones (78,6%) (p=0,081, OR: 2,957(0,875-9,987)). In conclusion, there was a relationship only between ureteral stone size with ESWL success rate in ureteral stone patients, but there was no relationship ureteral stone location and ESWL success rate.

Keywords: ureteral stone; extracorporeal shock wave lithotripsy; stone location; stone size

(2)

Pendahuluan

Batu ureter, yaitu terdapatnya batu di ureter yang terbentuk akibat supersaturasi zat yang dialirkan lewat saluran kemih, merupakan salah satu kasus urologi yang sering ditemukan di praktek kedokteran sehari-hari.1 Prevalensi batu saluran kemih (urolitiasis) yang didalamnya termasuk batu ureter di seluruh dunia adalah sekitar 6-9% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa secara umum.2 Prevalensinya juga dipengaruhi oleh ras, usia dan jenis kelamin, yang mana di Amerika Serikat ditemukan bahwa ras kaukasoid memeliki prevalensi tertinggi, diikuti hispanik, asia, dan afrika-amerika.3 Dari usia, ditemukan bahwa puncak insidensi kasus batu saluran kemih ada di usia 40-60 tahun dan jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.2,3 Dari segi jenis kelamin, diestimasikan bahwa laki-laki memliki risiko dua sampai tiga kali lebih tinggi dibandingkan perempuan.3 Di Indonesia sendiri, kejadian batu ginjal berdasarkan data tahun 2002 dari rumah sakit di seluruh Indonesia memiliki angka sebesar 37.636 kasus baru, dan total jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang, dengan jumlah pasien rawat inap sebesar 19.018 orang dan 378 orang diantaranya mengalami kematian.4

Dalam penatalaksanaannya, urolitiasis, dan batu ureter secara khususnya, dapat dilaksanakan lewat berbagai metode. Salah satu cara yang kini sering digunakan adalah metode ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy). ESWL bekerja dengan cara menembakkan gelombang magnet yang dihasilkan oleh suatu mesin penghasil gelombang dari luar tubuh tanpa perlu dilakukan pembedahan ataupun memasukkan alat tertentu ke dalam saluran kemih. Gelombang ini bertugas untuk memecah batu yang berada di dalam saluran kemih. Harapan dari tindakan ESWL ini adalah terfragmentasinya batu di dalam saluran kemih menjadi bagian-bagian yang cukup kecil sehingga dapat melewati saluran kemih hingga keluar dari tubuh tanpa memerlukan metode invasif, seperti ureteroskopi.5

Meskipun begitu, efektifitas kerja ESWL sendiri bervariasi, dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kemampuan mesin ESWL dan karakteristik batu.6 Terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini yang membahas mengenai efektifitas ESWL sebagai terapi batu saluran kemih dan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilannya. Salah satu studi mengenai hal tersebut yang dilaksanakan oleh Salman et al (2007) yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan tingkat keberhasilan terapi ESWL bergantung kepada lokasi batu dan ukuran batu di ureter.7 Penelitian-penelitian lain tentang batu ureter juga telah dirangkum dalam guideline oleh European Association of Urology yang dipublikasikan pada tahun 2007, yang mana disebutkan bahwa terdapat perbedaan tingkat keberhasilan ESWL yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ukuran batu, lokasi batu, dan adanya tanda obstruksi ginjal sekunder seperti hidronefrosis.6 Perbedaan tingkat keberhasilan ESWL yang terlihat dari semua

(3)

penelitian tersebut menjadi suatu bahan pertimbangan bagi seluruh dokter yang mendapati kasus batu ureter dalam prakteknya, yang mana hal tersebut akan mempengaruhi pemilihan metode tatalaksana bagi pasien batu ureter.

Oleh karena permasalahan tersebut, dilaksanakanlah penelitian ini, yang membahas tentang

pengaruh lokasi dan ukuran batu terhadap keberhasilan terapi ESWL pada pasien batu ureter, dan

merupakan bagian dari penelitian berjudul “Evaluasi Pasien Batu Ureter di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Tahun 2009-2011”. Dari penelitian ini peneliti bertujuan untuk membuktikan adanya keterkaitan antara ukuran batu ureter dan lokasinya di ureter dengan tingkat keberhasilan terapi ESWL, sehingga tingkat keberhasilan penggunaan ESWL sebagai metode penatalaksanaan batu ureter dapat diprediksi dengan lebih akurat dan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan yang sahih dalam pengunaan ESWL sebagai penatalaksaan batu ureter dalam praktik kedokteran sehari-hari. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pasien di Indonesia, sehingga diharapkan juga bahwa hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi yang tepat dalam menggambarkan keadaan pasien batu ureter di Indonesia agar dalam penatalaksanaannya, pasien batu ureter di Indonesia mendapatkan terapi yang sesuai untuk karakteristik orang Indonesia.

 

Tinjauan Pustaka

Ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Ureter memiliki panjang 25-30 cm, lumennya berdiameter 3-4 mm dengan diameter total dapat mencapai 8 mm, dan terhubungkan dari pelvis renalis hingga ke bagian posterolateral vesika urinaria.8,9 Pada ureter, beberapa tempat tertentu mengalami penyempitan diameter saluran yang normal ditemukan pada manusia, tempat-tempat tersebut adalah peralihan pelvis renalis-ureter atau ureteropelvic

junction, fleksura marginalis yaitu tempat persilangan ureter dan pembuluh darah iliaka, dan muara

ureter ke dalam vesica urinaria atau ureterovesico junction. 8,10,11 Pada lokasi inilah sering ditemukan adanya batu yang terbentuk diatas ginjal dan tersangkut disana.8,10,11

Batu ureter merupakan bagian dari kelompok batu saluran kemih. Batu saluran kemih merupakan kristalisasi zat-zat yang semestinya terus mengalir karena berbagai faktor, yang terjadi di sepanjang saluran kemih.1 Batu ureter sendiri adalah kondisi yang mana terdapatnya batu yang terbentuk di saluran kemih atas yang kemudian bersarang di ureter.12 Satu konsep yang penting pada proses pembentukan batu saluran kemih adalah adanya supersaturasi, yang mana terdapat bahan tertentu dalam urin, seperti oksalat, asam urat, sistein dan xantin, yang konsentrasinya melebihi batas kemampuan melarutkan oleh cairan urin. Konsentrasi tinggi dalam urin dari bahan tersebut, diiringi dengan penurunan volume cairan urin, dapat mengakibatkan terjadinya kristalisasi.13

(4)

Karakteristik batu dibedakan dari berbagai hal, seperti bahan pembentuk batu. Bahan pembentuk batu saluran kemih adalah bahan-bahan yang berpotensi mengalami peningkatan konsentrasi di urin, seperti oksalat, asam urat, sistein, dan xantin tadi, sehingga terdapat variasi komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan.13 Selain dari komposisinya, terdapat beberapa hal lain yang menjadi karakteristik berbeda pada tiap batu saluran kemih. Beberapa karakteristik yang umum diketahui dan memiliki arti klinis adalah kepadatan/densitas batu, yang dinilai oleh ukuran Hounsfield Unit dan menentukan seberapa padat batu tersebut. Kepadatan batu ini akan bermakna pada saat penatalaksaan dengan ESWL, yang mana kepadatan batu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilannya.14 Ukuran batu. Ukuran batu pasien bervariasi mulai dari yang kecil (berdiameter dibawah 10 mm) hingga yang berukuran lebih dari 20 mm. Ukuran batu ini juga mempengaruhi keberhasilan penatalaksaan batu saluran kemih.6 Apabila ukuran batu terlalu besar, maka dapat terjadi kondisi impacted stone, yang mana batu berada di satu lokasi selama lebih dari dua bulan sehingga menyebabkan inflamasi di daerah lokal tersebut.15 Lokasi batu. Lokasi bersarangnya batu saluran kemih ini dapat di daerah manapun di saluran kemih, akan tetapi terdapat beberapa lokasi tertentu yang lebih potensial menjadi tempat bersarangnya batu, seperti penyempitan fisiologis di ureter.8

Dalam tatalaksananya, terdapat berbagai macam pilihan mulai dari watchful waiting, tindakan yang bersifat invasif, seperti nefrolistotomi perkutaneus atau pengangkatan batu dengan laparoskopi atau uretroskopi, sampai ke yang minimally invasive, seperti ESWL (Extracorporeal

Shock Wave Lithotripsy).5,6,16 ESWL pertama kali diperkenalkan sebagai bentuk tatalaksana

urolithiasis pada tahun 1980an, dan sejak saat itu ESWL menjadi pilihan tatalaksana yang lebih digunakan dibandingkan pembedahan.16,17 ESWL memanfaatkan gelombang terkonsentrasi yang dihasilkan oleh generatornya (dapat berupa hidraulik listrik, piezoelektrik, ataupun elektromagnetik) untuk memecah batu yang bersarang di saluran kemih menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil, sehingga fragmen tersebut dapat melewati saluran kemih hingga keluar dari tubuh.16,17 Dalam menembakkan gelombang tersebut, sang operator akan dibantu dengan teknologi

imaging, yaitu fluoroskopi atau ultrasonografi, dalam mengarahkan tembakan gelombangnya.

Indikasi penggunaan ESWL sebagai tatalaksana garis pertama menurut The American Urological

Association Stone Guidelines Panel adalah pada kondisi batu ginjal dan ureter lebih kecil dari 2 cm.

Meskipun begitu, ESWL masih dapat digunakan dalam berbagai kondisi lain, kecuali apabila ada koagulapati, urosepsis, kehamilan, ataupun obstruksi pada daerah distal dari batu yang belum dikoreksi.6

Mekanisme kerja ESWL sendiri berdasar kepada kemampuan gelombang untuk memberikan berbagai macam gaya, termasuk gaya regang, tekan, kompresi, dan melubangi terhadap benda dengan perubahan densitas hingga ke densitas tertentu, sehingga akan terjadi

(5)

fragmentasi benda tersebut. Apabila benda yang ditemui memiliki densitas lebih tinggi dibanding benda yang diketemui sebelumnya, maka gelombang tersebut akan menyebabkan kemunculan gaya-gaya diatas pada benda yang lebih padat tersebut. Sebaliknya, bila benda yang diketemui memiliki densitas lebih rendah dibanding benda yang ditemui sebelumnya, gaya-gaya diatas akan bekerja pada benda yang ditemui sebelumnya. Batu saluran kemih memliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan jaringan tubuh dan air, sehingga pada prakteknya energi gelombang yang dihasilkan mesin ESWL akan terfokus pada batu, meskipun tidak jarang ditemukan komplikasi pada jaringan sekitar.16

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ESWL dilakukan dengan panduan berbagai teknik pencitraan. Teknik pencitraan yang paling sering digunakan pada saat ini adalah fluoroskopi dan ultrasonografi. Fluoroskopi menggunakan mekanisme yang sama dengan x-ray dengan penambahan kontras untuk menunjukkan saluran kemih, sementara ultrasonografi memanfaatkan pantulan gelombang ultrasound untuk mendapatkan gaung dari organ dalam. Terdapat studi yang menyebutkan keunggulan penggunaan ultrasonografi, diantaranya adalah kemampuan ultrasonografi untuk memonitor fragmentasi batu secara real-time dan kemampuannya mendeteksi batu radiolusen dan batu dalam berbagai ukuran yang lebih baik dibandingkan fluoroskopi, yang terkadang lebih sulit mendeteksi batu berukuran kecil dan batu yang berada di lokasi yang berdekatan dengan struktur dengan opasitas mirip dengan batu tersebut.18 Akan tetapi, fluoroskopi memiliki keuntungan tersendiri, yang mana lokasi batu yang dapat dicitrakan oleh ultrasonografi lebih terbatas dibanding fluoroskopi, sehingga fluoroskopi masih digunakan hingga sekarang.18 Akhir-akhir ini, kedua teknik tersebut mulai ditinggalkan dan beralih ke teknik pencitraan CT-scan tanpa kontras untuk mendiagnosis dan menentukan lokasi, ukuran, serta densitas dari batu ureter karena CT-scan tanpa kontras dapat mencitrakan batu dengan lebih akurat dibandingkan fluoroskopi maupun ultrasonografi, sehingga kini CT-scan tanpa kontras ini dijadikan baku emas diagnosis batu ureter.19 Akan tetapi, pada praktek sehari-hari biaya yang dibutuhkan untuk pemeriksaan ini jauh lebih mahal ketimbang kedua pemeriksaan radiologi lain, sehingga pemeriksaan CT-scan ini tidak selalu digunakan.

Dari tindakan ESWL ini, yang diharapkan adalah fragmen yang dihasilkan dari pemecahan dapat mengalir bersama urin hingga keluar melalui saluran kemih. Keberhasilan dari ESWL sendiri dilihat dari apakah saluran kemih sendiri bebas dari fragmen batu yang cukup besar sehingga dapat menyebabkan obstruksi yang signifikan secara klinis. Fragmen batu yang dianggap signifikan secara klinis adalah fragmen yang memiliki ukuran ≥4 mm.20 Pasien yang setelah dilakukan CT-scan ulangan masih didapatkan adanya fragmen batu yang signifikan secara klinis setelah tindakan ESWL disebut sebagai pasien dengan adanya residu batu, sementara pasien yang tidak memiliki fragmen batu yang signifikan secara klinis disebut sebagai bebas batu.20

(6)

Efektifitas ESWL dalam memecahkan urolitiasis, termasuk didalamnya batu ureter, bergantung kepada berbagai faktor, seperti jenis generator gelombang, jarak batu ke kulit (stone to

skin distance), densitas, ukuran, dan lokasi batu tersebut.5,16,21 Suatu meta-analisis yang

dilaksanakan oleh European Association of Urology menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase keberhasilan pencapaian kondisi stone-free (kondisi yang mana batu telah berhasil difragmentasikan dan telah hilang dari saluran kemih) bila terdapat perbedaan faktor-faktor diatas.5 Sebagai contoh, pada batu dengan ukuran >20mm, stone-free rate-nya mencapai 67,9%, sementara pada ukuran ≥10mm stone-free rate-nya dapat mencapai 85,8%.5 Riset lain yang berkaitan dengan lokasi batu menyebutkan bahwa persentase stone-free rate pada batu mid-ureter mencapai 80,4%, sementara pada ureter proksimal dan distal hanya mencapai 77%.5  

Metode

Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross-sectional dengan mengambil sampel pasien batu ureter di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juni 2012 hingga Juni 2013. Penelitian dilakukan dengan mengambil rekam medis yang kemudian diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan. Kriteria inklusi penelitian ini adalah rekam medis pasien urolithiasis di Departemen Urologi pada tahun 2009-2011, dengan jenis kelamin laki-laki untuk mencegah perbedaan anatomis, mengalami urolitihiasis di saluran ureter dan batu hanya berada di salah satu saluran ureter saja dengan jumlah batu hanya, dan sudah pernah diberikan terapi berupa ESWL dan jumlah perlakuannya sama (satu kali). Apabila data yang dibutuhkan dalam penelitian ini pada rekam medis tidak tercantumkan, maka rekam medis tersebut diekslusikan dari penelitian ini.

Rekam medis yang sesuai dengan kriteria tersebut kemudian kembali dipilih kembali dengan metode consecutive sampling untuk mendapatkan jumlah sampel, minimal sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu 97 rekam medis. Dari pengambilan rekam medis didapatkan 106 sampel yang diambil data-data yang dibutuhkan darinya untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan informasi yang ingin diketahui. Data yang diambil dari rekam medis adalah data mengenai lokasi batu dan ukuran batu sebagai variabel bebas dan status batu setelah perlakuan ESWL sebagai variabel terikat. Ukuran batu ureter dikelompokkan menjadi <10mm dan ≥10mm mengikuti pembagian dari European Association of Urology dan data didapatkan sesuai dengan keterangan yang tercantum pada rekam medis.6 Lokasi batu dibagi menjadi proksimal dan distal sesuai dengan keterangan pada rekam medis. Menurut pembagian dari Ikatan Ahli Urologi Indonesia, batu ureter proksimal adalah batu yang ditemukan di daerah ureter proksimal, yaitu pada daerah ureter sebelum pelvic brim pada teknik pencitraan BNO-IVP, sementara batu ureter distal adalah batu yang ditemukan di daerah ureter distal, yaitu pada daerah ureter setelah pelvic brim

(7)

pada teknik pencitraan BNO-IVP.12 Status batu setelah tindakan Pada terapi ESWL, Stone-free rate merupakan keadaan yang mana tidak ditemukan fragmen batu yang bermakna (≥5mm) pada ureter pasien setelah dilakukan CT scan lanjutan yang telah tercatat di rekam medis pasien, atau yang disebut juga sebagai bebas batu.20 Apabila masih ditemukan adanya fragmen batu yang bermakna setelah dilakukan CT scan lanjutan pasca-ESWL, maka keadaan tersebut disebut sebagai residu atau tidak bebas batu.20

Data akhir yang diperoleh berupa tabel berisi semua data-data yang diperlukan seperti yang tercantum diatas. Data tersebut kemudian diubah ke dalam skala kategorik yang telah ditetapkan dalam definisi operasional masing-masing variabel. Data tersebut lalu dilihat karakteristiknya dalam bentuk narasi dan tabel, kemudian diolah melalui dua tahap, pertama lewat uji hipotesis satu variabel bebas dengan variabel terikat (uji hipotesis bivariat) dengan menggunakan program PASW

Statistics version 18 yang mana data akan diuji dengan menggunakan uji Chi-square sebagai uji

pembuktian hipotesis. Apabila data tidak memenuhi syarat, maka akan dilakukan uji mutlak Fisher. Selanjutnya, data yang dianggap berhubungan bermakna (p<0,2) akan diproses lebih lanjut lewat uji kesemua variabel bebas dengan variabel terikat melalui uji multivariat untuk melihat kemaknaan tiap variabel bebas setelah variabel perancu dari data yang diperoleh disingkirkan. Oleh karena kesemua data berjenis kategorik, maka digunakan analisis regresi logistik.

Hasil

Setelah pengumpulan data, didapatkan pada tahun 2010, prevalensi pasien batu saluran kemih yang datang ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah 2002 pasien, dengan 780 pasien (38,96%) merupakan pasien batu ureter. Dari data keseluruhan, didapatkan 106 pasien dari data yang tercantum pada rekam medisnya termasuk ke dalam kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi yang telah ditentukan. Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan sesuai dengan perhitungan sebelumnya dalah 97 rekam medis pasien, dan pada penelitian ini didapatkan jumlah sampel yang mencukupi persyaratan tersebut. Dari 106 pasien tersebut, jenis kelamin kesemua pasien adalah laki-laki untuk mencegah perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan. Rentang umur pasien adalah 27-74 tahun dengan rerata usia 43,5 tahun. Ukuran batu yang ditemukan pada sampel memiliki rentang 2-40 mm, dengan rerata 8,07±4,9 mm. Berikut adalah tabel yang melihat karakteristik pasien batu ureter berdasarkan lokasi dan ukuran batunya.

(8)

Tabel 1. Karakteristik sampel berdasarkan lokasi dan ukuran batu

Proksimal Ureter (%) Distal ureter(%) Total Ukuran batu

<10 mm 50 (78,1%) 29 (69,0%) 79

≥10 mm 14 (21,9%) 13 (31,0%) 27

Rerata 7,45±3,19 mm 9±6,66 mm -

Range 3-17 mm 2-40 mm -

Selanjutnya diambil data yang berkaitan dengan variabel yang akan dianalisa sesuai dengan yang dibutuhkan dan data tersebut dikategorikan sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan definisi operasionalnya diatas, sehingga didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 2. Perbandingan Pasien dengan Status Bebas Batu dan Tidak Bebas Batu Ureter Setelah Tindakan ESWL Dilihat dari Faktor Ukuran dan Lokasi Batu Ureter Sebelum

Tindakan ESWL

Status Batu setelah ESWL (%)

Bebas Batu(%) Tidak Bebas Batu (%) Total Nilai p

Ukuran Batu 0,007 <10 mm 73 (79,3%) 6 (42,9%) 79 ≥10 mm 19 (20,7%) 8 (57,1%) 27 Lokasi Batu 0,043 Proksimal 59 (64,1%) 5 (35,7%) 64 Distal 33 (35,9%) 9 (64,3%) 42 Total 92 14 106

Apabila dibandingkan satu sama lain dalam bentuk grafik batang, maka grafik perbandingan dari ketiga variabel digambarkan seperti pada gambar 1 dan gambar 2.

(9)

Gambar 1. Grafik perbandingan jumlah pasien bebas batu dengan pasien residu batu setelah tindakan ESWL dilihat dari ukuran batu

Gambar 2. Grafik perbandingan jumlah pasien dengan bebas batu dengan pasien residu batu setelah tindakan ESWL dilihat dari lokasi batu

Terlihat dari tabel 2 bahwa jumlah pasien yang mengalami bebas batu setelah dilakukan tindakan ESWL cenderung lebih banyak dibandingkan yang mengalami residu. Pasien dengan bebas batu berjumlah 92 pasien (86,8% dari jumlah sampel) dibandingkan 14 pasien yang masih mengalami residu.

Dari gambar 1, didapatkan pasien dengan batu berukuran <10 mm memiliki jumlah pasien dengan bebas batu terbanyak, yaitu 73 orang dari jumlah seluruh sampel yaitu 106 orang, dengan persentase hasil 79,3%. Di lain sisi, pada pasien dengan residu batu setelah dilakukan ESWL, didapatkan bahwa pasien tersebut lebih banyak ditemukan pada pasien dengan batu berukuran ≥10

0   10   20   30   40   50   60   70   80  

Bebas  Batu  Setelah  ESWL   Residu  Batu  Setelah  ESWL  

<10  mm   >10  mm   0   10   20   30   40   50   60   70  

Bebas  Batu  Setelah  ESWL   Residu  Batu  Setelah  ESWL  

Proksimal  Ureter   Distal  Ureter  

(10)

mm, yaitu 8 pasien (57,1%). Akan tetapi, jumlah ini juga dipengaruhi oleh jumlah pasien dengan ukuran batu <10 mm (79 pasien) yang lebih banyak dibandingkan pasien dengan ukuran batu ≥10 mm (27 pasien). Persentase keberhasilan terapi ESWL pada pasien dengan ukuran batu <10 mm adalah 92,4%, sementara persentse keberhasilan terapi ESWL pada pasien dengan ukuran batu ≥10 mm adalah 70,4%.

Terlihat juga dari tabel 2 dan gambar 2 bahwa jumlah pasien dengan lokasi batu di distal dan proksimal ureter terbilang lebih seimbang dibandingkan dengan ukuran <10mm dan ≥10mm, yaitu 64 pasien dengan batu ureter proksimal dan 42 pasien dengan batu ureter distal. Apabila dilihat dari lokasi batu di ureter pasien, jumlah pasien yang mengalami bebas batu setelah dilakukan tindakan ESWL lebih banyak ditemukan pada pasien dengan lokasi batu di ureter proksimal, yaitu 59 orang dari jumlah seluruh sampel 106 orang (64,1%). Di lain sisi, pada pasien dengan residu batu setelah dilakukan ESWL, didapatkan bahwa lebih banyak kondisi tersebut ditemukan pada pasien dengan lokasi batu di ureter distal, dengan jumlah 9 pasien (64,3%). Persentase keberhasilan terapi ESWL pada pasien dengan lokasi batu di ureter proksimal adalah 92,2%, sementara pada pasien dengan lokasi batu di ureter distal, persentase keberhasilannya adalah 78,6%.

Pada batu proksimal, rerata ukuran batu pada pasien yang mengalami residu batu adalah 10,2±5,8 mm dengan rentang 5-17 mm, sementara yang mengalami bebas batu memiliki rerata ukuran batu 7,22±2,82 mm dengan rentang 3-17 mm. Pada batu distal, rerata ukuran batu pada pasien yang mengalami residu batu adalah 16,44±10,42 mm, dengan rentang 7-40 mm sementara rerata ukuran batu pada pasien dengan batu di distal ureter yang mengalami bebas batu adalah 6,97±3,15 mm, dengan rentang 2-20 mm.

Selanjutnya, dilakukan uji hipotesis bivariat terhadap kaitan antara ukuran batu saluran kemih sebelum dilakukan tindakan ESWL dengan tingkat keberhasilan tindakan ESWL. Analisa dilakukan dengan menggunakan uji chi-square karena kedua variabel merupakan variabel kategorik dan hasilnya adalah didapatkannya nilai p=0,004. Dari hasil tersebut bahwa setelah dilakukan uji

chi-square, didapatkan nilai p <0,2, akan tetapi data tidak memenuhi persyaratan uji chi-square

karena 25% dari sel dengan expected count <5, sehingga dilakukan uji Fisher. Dari uji Fisher, didapatkan bahwa nilai p=0,007. Agar analisa keterkaitan dua variabel tersebut memiliki arti berbeda bermakna, hasil nilai p pada uji Fisher harus bernilai <0,2. Dari hasil tersebut bahwa setelah dilakukan uji Fisher, didapatkan nilai p <0,2, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara ukuran batu ureter sebelum tindakan ESWL dengan status batu pada pasien setelah dilakukan tindakan ESWL pada analisis bivariat.

Dilakukan juga uji hipotesis bivariat terhadap kaitan antara lokasi batu saluran kemih sebelum dilakukan tindakan ESWL dengan tingkat keberhasilan tindakan ESWL. Analisis juga dilakukan dengan menggunakan uji chi-square karena alasan serupa dan hasilnya adalah didapatkan

(11)

nilai p=0,043. Dapat terlihat dari hasil tersebut bahwa didapatkan juga nilai p<0,2 setelah dilakukan uji ini. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara lokasi batu ureter sebelum tindakan ESWL dengan status batu pada pasien setelah dilakukan tindakan ESWL pada analisis bivariat.

Sebagai langkah terakhir, dilakukan analisa terhadap kaitan antara kedua variabel bebas (lokasi dan ukuran batu) dengan variabel terikat (status batu setelah ESWL) menggunakan metode analisis regresi logistik. Didapatkan hasil yang tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik pada pengaruh lokasi dan ukuran batu terhadap status batu setelah terapi ESWL

Faktor yang Berpengaruh

OR (95% CI) Nilai p

Ukuran batu 2,957(0,875-9,987) 0,010

Lokasi batu 4,806(1,453-15,905) 0,081

Dari hasil analisis multivariat diatas, didapatkan bahwa variabel ukuran batu memiliki nilai p=0,01 sementara variabel lokasi batu memiliki nilai p=0,081. Hal ini menunjukkan bahwa hanya terdapat hubungan bermakna antara ukuran batu ureter dengan tingkat keberhasilan ESWL, sementara pada lokasi batu ureter dan tingkat keberhasilan ESWL hubungan bermakna tersebut tidak ditemukan.

Pembahasan

Batu ureter yang termasuk dalam kelompok batu saluran kemih merupakan salah satu kasus urologi yang sering ditemukan dalam praktek kedokteran sehari-hari. Ureter menjadi fokus karena potensinya sebagai tempat ditemukannya batu disana. Sebagai tatalaksananya, ESWL merupakan metode yang bersifat minimally invasive, dan merupakan salah satu tatalaksana yang direkomendasikan oleh European Urologic Association (EAU).6 Studi meta-analisis EAU mengenai persentase keberhasilan ESWL secara umum mendapatkan angka 73-84% sebagai rentangnya dalam berbagai kondisi tertentu.6

Studi yang dilakukan pada penelitian ini meneliti tentang pengaruh faktor ukuran dan lokasi batu ureter terhadap keberhasilan terapi ESWL. Dilihat dari ukuran batu, secara deskriptif, didapatkan bahwa persentase keberhasilan terapi ESWL lebih tinggi pada pasien dengan ukuran batu <10 mm (92,4%), sementara persentse keberhasilan terapi ESWL pada pasien dengan ukuran batu ≥10 mm adalah 70,4%. Dari hasil tersebut kemudian dilakukan uji hipotesis bivariat dengan uji mutlak Fisher dan didapatkan nilai p=0,007. Selanjutnya dilakukan uji multivariat regresi logistik dan didapatkan p=0,01. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara

(12)

ukuran batu ureter sebelum tindakan ESWL dengan status batu pada pasien setelah dilakukan tindakan ESWL.

Adanya hubungan bermakna antara ukuran batu sebelum tindakan ESWL dan keberhasilan tindakan ESWL itu sendiri diperkuat lewat beberapa studi di negara lain yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Augustin pada studinya di tahun 2007 menyimpulkan bahwa ukuran batu menjadi salah satu faktor prediktif keberhasilan terapi ESWL mencapai status bebas batu, yang mana terapi ESWL ulangan lebih sering diperlukan untuk batu dengan ukuran besar, terutama dengan ukuran >20mm.22

Choi et al pada tahun 2012 melaksanakan studi mengenai faktor prediktif akan hasil tindakan ESWL pada pasien dengan batu ureter, yang mana dilakukan studi korelasi antara dua grup pasien berbeda.21 Pada studinya, pasien batu ureter yang dilakukan tindakan ESWL dibagi menjadi dua grup sebelum dilakukan tindakan tersebut, yaitu grup A dengan ukuran batu ureter <10mm dan grup B dengan ukuran batu ≥10mm. Kedua grup tersebut kemudian dibandingkan hasil tindakan ESWLnya (bebas batu/residu batu) dan diteliti keterkaitannya dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil tindakan tersebut, yang salah satunya adalah ukuran batu ureter. Didapatkan bahwa ukuran batu ureter ≥10mm berkaitan dengan peningkatan kegagalan terapi ESWL pada pasien dibandingkan dengan kelompok pasien dengan ukuran batu ureter <10mm.21

Studi lain yang dilakukan oleh Farrands R et al pada tahun 2011 juga menyatakan hal yang memperkuat korelasi antara ukuran batu dengan tingkat keberhasilan ESWL, yang mana ukuran batu dibagi menjadi <6mm, 6-10mm, serta >10mm.23 Didapatkan bahwa semakin besar ukuran batu, semakin rendah pula tingkat keberhasil ESWL, terlihat dari jumlah rerata perlakuan ESWL dari tiap kelompok ukuran batu semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya ukuran batu dan adanya keterkaitan yang bermakna secara statistik dari hasil ini.23

Hal-hal yang dapat menjadi dugaan jawaban akan pertanyaan mengapa terjadi keterkaitan antara kedua variabel tersebut adalah kemampuan gelombang yang dihasilkan oleh mesin ESWL untuk memfragmentasi batu dengan ukuran lebih besar yang lebih sulit, kepadatan batu pada batu dengan ukuran lebih besar berbeda dengan yang lebih kecil, dan kondisi impacted stone. Terdapat beberapa faktor lain yang dapat juga menjadi penyebab adanya perbedaan tingkat keberhasilan tersebut, akan tetapi, dugaan yang telah disebutkan terlebih dahulu merupakan dugaan alasan yang diutamakan menjadi jawaban dari mengapa terjadi keterkaitan antara dua variabel tersebut.

Kemampuan gelombang yang dihasilkan oleh mesin ESWL untuk memfragmentasi batu tersebut dipengaruhi oleh ukuran batu. Semakin besar ukuran batu tersebut, maka semakin besar juga kekuatan gelombang yang perlu dibentuk oleh mesin ESWL agar dapat memfragmentasi batu tersebut menjadi bagian-bagian yang cukup kecil hingga dapat keluar lewat saluran kemih. Meskipun begitu, terdapat batasan kekuatan gelombang yang dapat dihasilkan mesin ESWL,

(13)

sehingga sebagai akibatnya terdapat batasan besar batu yang dapat difragmentasi dengan baik oleh gelombang ESWL. EAU (European Association of Urology) dalam studinya menyebutkan bahwa ESWL hanya disarankan pada pasien dengan ukuran batu <20mm.6

Kepadatan batu yang terbentuk sendiri memiliki kaitan dengan ukuran batu dan tingkat keberhasilan ESWL. Kepadatan/densitas batu yang diukur dengan Hounsfield Unit (HU) memiliki korelasi dengan ukuran batu, yang mana semakin besar ukuran batu, maka radiodensitas yang tertangkap akan bernilai lebih tinggi pula, yang disimpulkan oleh Motley et al pada studinya.24 Peningkatan kepadatan batu ini juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan ESWL menurut studi yang dipublikasikan oleh Tarawneh et al pada tahun 2010, yang mana batu dengan kepadatan <500 HU memiliki persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi dibandingkan dengan batu dengan kepadatan >500 HU.14 Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat dugaan korelasi antara kedua faktor tersebut (kepadatan dan ukuran batu) dengan keberhasilan terapi ESWL.

Impaksi batu (impacted stone) akan membuat batu lebih sulit terfragmentasi karena minimalnya ruang antara batu dengan dinding dalam ureter sehingga pada saat proses pemecahan batu, tidak ada ruang bagi gelombang ESWL untuk memecah batu dengan baik. Impacted stone lebih sering terjadi pada batu berukuran besar batu karena kemungkinan batu tersebut untuk tersangkut dan menetap di satu lokasi lebih tinggi. Hal ini didukung oleh studi dari Khalil et al pada tahun 2013 dan Mugiya et al pada tahun 2004 yang mana disebutkan bahwa impacted stone dapat mempengaruhi keberhasilan ESWL, meskipun tingkat keberhasilannya masih cukup baik.15,25

Faktor kedua yang diduga mempengaruhi keberhasilan terapi ESWL pada batu ureter adalah lokasi batu ureter. Dari studi deskriptif, didapatkan bahwa persentase keberhasilan terapi ESWL pada pasien dengan lokasi batu di ureter proksimal adalah 92,2%, lebih tinggi dibandingkan dengan batu yang berlokasi di ureter distal, yang mana persentase keberhasilannya adalah 78,6%. Hasil tersebut kemudian diujikan dengan uji chi-square sebagai uji hipotesis bivariat dan didapatkan nilai p=0,043. Sebagai langkah terkahir dilakukan uji hipotesis multivariat dengan metode regresi logistik dan didapatkan p=0,081. Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara lokasi batu ureter sebelum tindakan ESWL dengan status batu pada pasien setelah dilakukan tindakan ESWL.

Hasil ini didukung oleh penelitian oleh Choi et al pada tahun 2012 yang tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara lokasi batu dengan tingkat keberhasilan ESWL bila dibandingkan bersamaan dengan faktor prediktif lain, seperti lokasi batu.21 Studi EAU pada tahun 2007 juga menyebutkan bahwa meskipun ditemukan bahwa secara umum terdapat adanya tingkat keberhasilan yang berbeda antara batu proksimal, midureter, dan distal, yang mana batu proksimal memiliki persentase keberhasilan 82%, sementara batu di midureter dan distal ureter memiliki

(14)

persentase keberhasilan masing-masing 73% dan 74%, ternyata pada ukuran batu yang sama (<10 mm), didapatkan bahwa batu berlokasi di distal yang memiliki persentase keberhasilan lebih tinggi.6

Hal yang menjadi dugaan utama penyebab tidak adanya keterkaitan antara kedua variabel tersebut adalah adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan ESWL selain dari lokasi dan ukuran batu yang tidak dapat diekslusikan dari studi ini. Lokasi dan ukuran batu di ureter hanyalah dua dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan ESWL itu sendiri. Faktor lain tersebut diantaranya adalah fungsi ginjal pasien, komposisi bahan pembentuk batu, dan jarak dari batu ke kulit.

Fungsi ginjal merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi keberhasilan ESWL itu sendiri, karena klirens dari fragmen batu yang telah dipecahkan melalui ESWL itu sendiri membutuhkan fungsi ginjal yang baik. Hal ini diperkuat oleh studi dari Srivastava et al di tahun 2006, yang mana studinya menyimpulkan bahwa fungsi ginjal yang buruk dapat mempengaruhi kemampuan klirens fragmen batu oleh saluran kemih.26 Akan tetapi, hal ini terlihat hanya pada penurunan fungsi ginjal yang sangat buruk (LFG 10-20 ml/min).26

Komposisi batu memberikan pengaruh terhadap kepadatan batu, yang telah disebutkan sebelumnya memberikan pengaruh terhadap keberhasilan ESWL. Batu dengan bahan pembentuk tertentu, seperti batu kalsium, merupakan batu dengan densitas yang tinggi, sehingga gelombang ESWL akan lebih sulit memfragmentasi batu tersebut dibandingkan batu lain, seperti batu asam urat yang densitasnya lebih rendah. Kaitan antara keduanya dijelaskan dalam studi oleh Motley et al, yang dapat membedakan komposisi batu berdasarkan densitasnya lewat pemeriksaan CT-scan tanpa kontras.24

Stone-to-skin distance (SSD) atau jarak dari batu ke kulit merupakan satu hal lain yang kini

diteliti. Didapatkan oleh Choi et al pada studinya bahwa terdapat perbedaan tingkat keberhasilan ESWL pada pasien dengan SSD yang besar dan kecil.21 Pasien dengan SSD lebih besar, seperti pada pasien dengan obesitas, memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan SSD kecil. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya damping effect dari gelombang ESWL.21

Hal lain yang juga dapat menyebabkan tidak ditemukannya hubungan antara lokasi batu dan tingkat keberhasilan ESWL adalah didapatkannya perbedaan rerata dan range ukuran batu distal yang masih menyisakan residu setelah tindakan ESWL dibandingkan yang mengalami bebas batu setelah ESWL. Rerata ukuran batu distal yang mengalami residu adalah 16,44 cm, dengan range 7-40 cm sementara rerata ukuran batu distal yang mengalami bebas batu adalah 6,97 cm, dengan range 2-20 cm. Bila dikaitkan dengan hasil studi hubungan antara ukuran batu dengan status batu setelah ESWL, maka terlihat bahwa pada batu distal yang ukurannya lebih besarlah baru akan lebih sering terjadi residu batu.

(15)

Studi ini tidak konsisten dengan beberapa studi lain yang mengatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara lokasi batu dan tingkat keberhasilan ESWL. Studi yang sama dari Augustin pada tahun 2007 menyebutkan bahwa lokasi batu di ureter merupakan faktor prediktif lain terhadap keberhasilan tindakan ESWL.22 Studi deskriptif dari EAU menunjukkan rerata keberhasilan yang berbeda pada batu proksimal, midureter dan distal. Studi EAU ini menunjukkan adanya tingkat keberhasilan yang berbeda antara batu proksimal, midureter, dan distal, yang mana batu proksimal memiliki persentase keberhasilan 82%, sementara batu di midureter dan distal ureter memiliki persentase keberhasilan masing-masing 73% dan 74%.22 Studi dari Farrands et al juga menyebutkan bahwa lokasi batu di distal ureter memiliki tingkat kesuksesan terapi ESWL yang lebih rendah dibandingkan dengan batu di proksimal ureter, yang mana di ureter proksimal persentase keberhasilannya adalah 79%, dibandingkan 71% untuk batu di ureter distal.23 Pada uji bivariat di penelitian ini, lokasi batu didapatkan memiliki hubungan bermakna dengan status batu setelah ESWL, dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya perbedaan anatomis pada ureter proksimal dan distal, termasuk organ dan jaringan yang berbatasan dengan ureter, yang mempengaruhi kekuatan gelombang ESWL, atau dikenal dengan istilah damping effect, yang dikemukakan oleh Streem et al pada penelitiannya.1 Pertimbangan lain akan alasan terjadinya perbedaan tersebut adalah karena adanya perbedaan keakuratan penargetan batu pada ureter proksimal dan distal oleh karena adanya superposisi antara tulang pelvis dan ureter distal. Hal ini dikemukakan oleh Farrands et al pada tahun 2011.23 Alasan ketiga adanya perbedaan tersebut efek dari impacted stone yang lebih sering ditemukan pada daerah ureter distal, seperti yang disebutkan oleh Khalil et al pada tahun 2013 dan juga Mugiya et al pada tahun 2004.25

Sebagai kesimpulan, hanya ditemukan hubungan bermakna antara ukuran batu ureter dan tingkat keberhasilan ESWL, sementara pada lokasi batu ureter dan tingkat keberhasilan ESWL tidak ditemukan hubungan bermakna. Akan tetapi, faktor tersebut hanyalah sebagian dari berbagai faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan ESWL seperti fungsi ginjal, stone-to-skin

distance, dan komposisi batu.

Kesimpulan

Secara deskriptif didapatkan tingkat keberhasilan tindakan ESWL pada kelompok batu berukuran <10mm 92,4% sementara pada kelompok batu berukuran ≥10mm memiliki tingkat keberhasilan sebesar 70,4%. Secara deskriptif juga didapatkan tingkat keberhasilan tindakan ESWL pada kelompok batu ureter proksimal 92,2% sementara pada kelompok batu ureter distal memiliki tingkat keberhasilan sebesar 78,6%. Lewat uji hipotesis, didapatkan hubungan yang bermakna antara ukuran batu di ureter dengan tingkat keberhasilan tindakan ESWL pada pasien batu ureter

(16)

dan tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara lokasi batu di ureter dengan tingkat keberhasilan tindakan ESWL pada pasien pada pasien batu ureter.  

Saran

Diperlukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor lain yang dapat turut mempengaruhi keberhasilan terapi ESWL pada pasien dengan batu ureter, terutama mengenai faktor penyebab adanya perbedaan tingkat keberhasilan terapi ESWL pada pasien dengan perbedaan ukuran maupun lokasi batu di ureter.

Referensi

1. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s general urology. 17th ed. New York : McGraw-Hill; 2007. [e-book].

2. Hughes P. Kidney stones epidemiology. Nephrology. 2007; 12: S26-S30.

3. Pearle MS. Urinary lithiasis : etiology, epidemiology, and pathogenesis. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology. 9th ed. Philadelphia:

Saunders Elsevier; 2007. [e-book].

4. Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri 3, Morbiditas dan Mortalitas. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan RI. 2002.

5. Papadoukakis S, Stolzenburg JU, Truss MC. Treatment strategies of ureteral stones. EAU-EBU

Update Series. 2006; 4: 184-190.

6. Turk C. et al. Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology. 2008.

7. Salman MM, et al. Prediction of success of extracorporeal shock wave lithotripsy in the treatment of ureteric stones. Int Urol Nephrol. 2007; 39(1): 85-9.

8. Anderson JK, Cadeddu JA. Surgical anatomy of retroperitoneum, adrenals, kidneys, and ureters. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. [e-book].

9. Mescher AL. The urinary system. In: Mescher AL, ed. Junqueira's Basic Histology: Text and

Atlas. 12th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2010. [e-book].

10. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.[e-book].

11. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA Davis Company; 2007.

12. Sumardi R, et al, ed. Guidelines penatalaksanaan penyakit batu saluran kemih 2007. Ikatan Ahli Urologi Indonesia; 2007.

(17)

13. Sja’bani M. Pencegahan kekambuhan batu ginjal kalsium idiopatik. Dalam : Kumpulan makalah pertemuan ilmiah ke III ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta; 2001.h. 46-64.

14. Tarawneh E et al. Factors affecting urinary calculi treatment by extracorporeal shock wave lithotripsy. Saudi J Kidney Dis Transpl. 2010 Jul; 21 (4): 660-5.

15. Khalil M. Management of impacted proximal ureteral stone: Extracorporeal shock wave lithotripsy versus ureteroscopy with holmium: YAG laser lithotripsy. Urol Ann. 2013;5:88-92. 16. Grasso M. Extracorporeal shock wave lithotripsy treatment & management. Diakses dari

htto://emedicine.medscape.com/ pada tanggal 12 Mei 2012.

17. Ferrandino MN, Pietrow PE, Preminger GE. Evaluation and medical mangement of urinary lithiasis. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. [e-book].

18. Karlin G, Marino C, Badlani G, Smith AD. Benefits of an ultrasound-guided ESWL unit. Arch

Esp Urol. 1990 Jun;43(5):579-581.

19. Regan F, Kuszyk B, Bohlan ME, Jackman S. Acute ureteric calculus obstruction: unenhanced spiral CT versus HASTE MR urography and abdominal radiograph. British J of Radiol. 2005;78(5):506-11.

20. Chaussy C, Bergsdorf T. Extracorporeal shock wave lithotripsy for lower pole calculi smaller than one centimeter. Indian J Urol. 2008 Oct-Dec; 24(4): 517-20.

21. Choi JW, Song PH, Kim HT. Predictive factors of the outcome of extracorporeal shockwave lithotripsy for ureteral stones. Korean J Urol. 2012 June;53(6):424-30.

22. Augustin H. Prediction of stone-free rate after ESWL. Eur Urol. 2007;52:318-20.

23. Farrands R, Turney BW, Kumar PVS. Factors predicting the success of extracorporeal shock wave lithotripsy in the treatment of ureteric calculi. British J of Med and Surgical Urol. 2011;4:243.

24. Motley G, Dalrymple N, Keesling C, Fischer J, Harmon W. Hounsfield unit density in the determination of urinary stone composition. Urol. 2001;58(2):170-3.

25. Mugiya S, Ito T, Maruyama S, Hadano S, Nagae H. Endoscopic features of impacted ureteral stones. J Urol. 2004 Jan;171(1):89-91.

26. Srivastava A et al. Assessing the efficiency of extracorporeal shock wave lithotripsy for stones in renal units with impaired function: a prospective controlled study. Urol Res. 2006 Aug; 34(4):283-7.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik sampel berdasarkan lokasi dan ukuran batu  Proksimal Ureter (%)  Distal ureter(%)  Total  Ukuran batu
Gambar 1. Grafik perbandingan jumlah pasien bebas batu dengan pasien residu batu setelah  tindakan ESWL dilihat dari ukuran batu
Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik pada pengaruh lokasi dan ukuran batu terhadap status  batu setelah terapi ESWL

Referensi

Dokumen terkait

In this book, we’re going to start from the ground up, and that means we’ll see the Ruby side of RSpec first—because “classic” RSpec exam- ple notation is the way to test

pemotretan dilakukan di dalam ruangan (indoor).. 27 foto juga terdapat objek yang dipotret dengan menggunakan lampu flash. Lampu flash tersebut digunakan hanya untuk

Dalam pekembangan karir terdiri dari lima fase berbeda. Pertama adalah fase kristalisasi sekitar usia 14 – 18 tahun, remaja membangun gambaran tentang kerja yang masih tercampur

Dari hasil tanggapan responden terhadap kualitas layanan kedai masakan Jepang Moshi Moshi di Surabaya pada tabel 8 dapat dilihat bahwa dimensi kualitas layanan yang menurut

Menurut Al-Bakri, mazhab Syafi’i tidak membolehkan wakaf tunai, karena dirham dan dinar (baca: uang) akan lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada lagi wujudnya 5.

Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan hasil dari pengolahan data ke dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti

Beberapa kelebihan dari metode work sampling untuk pendekatan produktivitas adalah [5]: (1) tidak menggunakan biaya yang besar dibanding pengamatan yang kontinu, (2) tidak

Fail digital yang berisi metadata deskriptif dasar (judul, tema, keterangan, dan tanggal diciptakan), serta metadata teknis dan administratif yang berkaitan dengan