• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industri Minyak di Balikpapan Sebelum Perang Dunia II. Oleh. Akhmad Ryan Pratama 1. Key Words: Oil Industry, Balikpapan, Before World War II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Industri Minyak di Balikpapan Sebelum Perang Dunia II. Oleh. Akhmad Ryan Pratama 1. Key Words: Oil Industry, Balikpapan, Before World War II"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Industri Minyak di Balikpapan Sebelum Perang Dunia II Oleh

Akhmad Ryan Pratama1

Abstract

This study focused to discuss about oil industry in Balikpapan during 1900 – 1942. Oil industry in Balikpapan played a vital role in Netherlands Indies by produce a large amount of distillated oil to cover the increased demand of oil in Europe, Asia, and Netherlands Indies themselves. This study found that during 1910 – 1930 the Southeast Borneo was the largest producer of raw oil, and at the same time oil refinery in Balikpapan is growing and became one of the biggest oil refinery in Netherlands Indies. Oil Industry in Balikpapan was build in order to process the raw oil material into difference oil product to increased the economic value.

Key Words: Oil Industry, Balikpapan, Before World War II Pendahuluan

De Eerste Wereldoorlog bracht uitzonderlijk gunstige vooruitzichten voor met name de geraffineerde olieprodukten uit het Koeteise Balikpapan, de ‘boom town’, waar inmiddels de grootste raffinaderij van Nederlands-Indië was verrezen. (J. Thomas Lindblad) Perang Dunia I memberikan keuntungan yang besar untuk membangkitkan industri penyulingan minyak di Balikpapan ‘kota minyak’, dimana terdapat instalasi penyulingan minyak besar Hindia Belanda yang sedang tumbuh. (J. Thomas Lindblad)2

Adanya tarikulur yang dilakukan pemerintah dalam pemberlakuan pembijakan

kenaikan BBM bersubsidi membuktikan bahwa kurangnya kesiapan pemerintah untuk

menjalankan program tersebut. Ketahanan energi di Indonesia sangat rentan karena

jumlah konsumsi BBM di Indonesia yang sangat tinggi dan terus mengalami

peningkatan setiap tahun, namun kapasitas produksi dari kilang minyak nasional sangat

      

1

  Akhmad Ryan Pratama merupakan mahasiswa jurusan Ilmu Sejarah, FIB, UNAIR angkatan 2007. Pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Sejarah Periode 2009. Selain itu penulis juga aktif dalam IKAHIMSI (Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Indonesia) Wilayah III Jawa Timur.

 

2

J.Thomas Lindblad, “Westers en niet-wsters economisch gedrag in Zuid-Oost Kalimantan 1900 – 1940.” Dalam, “Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde 142 (1986)” , hlm. 219.

(2)

terbatas sehingga tidak mampu menyediakan BBM sebanyak jumlah konsumsi nasional

saat ini. Akibatnya pemerintah harus melakukan impor minyak, adanya penetapan harga

minyak impor berdasarkan mekanisme pasar membuat harga minyak tidak stabil dan

apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia maka jumlah subsidi BBM yang harus

ditanggung pemerintah akan semakin membengkak.

Kebutuhan minyak nasional pada tahun 2012 telah mencapai 56 juta kiloliter per

tahun dan terus meningkat dengan laju konsumsi rata-rata 4 persen per tahun. dengan

tingkat kebutuhan nasional itu, premium dari kilang minyak Pertamina hanya memenuhi

54 persen dari kebutuhan dan produk solar hanya memenuhi 86 persen dari total

kebutuhan. Pertamina menargetkan swasembada BBM nasional dapat terwujud pada

tahun 2018 untuk menjamin ketahanan energi nasional dengan membangun beberapa

unit pengilangan baru serta melakukan eksploitasi yang lebih intensif terhadap sumber

minyak baru. (Kompas, 18 Februari 2012).

Sangat menarik apabila membandingkan kapasitas yang dimiliki oleh

kilang-kilang minyak pada zaman kolonial yang pada masa itu mampu memproduksi minyak

dalam jumlah yang cukup besar untuk di ekspor keluar. Industri minyak di Balikpapan

mrupakan salah satu industri minyak tertua di Hindia Belanda yang muncul pada awal

abad XX dan masih beroperasi hingga saat ini. Industri minyak di Balikpapan saat ini

memiliki kapasitas produksi terbesar kedua setelah Cilacap, dan memiliki peranan

penting dalam mensuplai kebutuhan BBM dalam negeri. Untuk itu sangat penting

mengetahui awal perkembangan industri minyak di Balikpapan pada masa kolonial

(3)

Peningkatan Penggunaan Minyak Bumi

Batu bara merupakan sumber energi yang paling utama bagi keperluan

transportasi dan industri pada awal abad XX, namun minyak bumi tetap merupakan

ancaman utama bagi supremasi penggunaan Batu Bara sebagai sumber energi sebelum

Perang Dunia I. Minyak bumi bukan merupakan sumber energi yang utama sebelum

Perang Dunia I meletus. Pada tahun 1913 minyak bumi hanya memenuhi 5% dari

kebutuhan energi dunia, sementara batu bara memenuhi kebutuhan energi dunia sebesar

74% (John G. Clark, 1990: 31). Penelitian yang dilakukan terus menerus terhadap penggunaan minyak bumi untuk industri mulai membuahkan hasil. Penggunaan mesin

diesel berbahan bakar minyak membuktikan bahwa minyak bumi menghasilkan tenaga

yang lebih besar dan sisa pembakaran yang lebih sedikit dibandingkan batu bara (John

G. Clark, 1990: 28).

Penggunaan minyak bumi semakin massif dikarenakan ongkos produksinya

yang lebih rendah ketimbang batu bara, selain itu minyak bumi lebih mudah disimpan

dan dipindahkan, serta dapat diolah untuk menjadi produk kimia lainnya. Peningkatan

penggunaan minyak bumi terjadi pergantian mesin kapal-kapal perang dan kapal-kapal

dagang, yang semula menggunakan mesin tenaga uap berbahan bakar batu bara, dan

kemudian dikonversikan menggunakan mesin bertenaga diesel dengan bahan bakar

minyak bumi.3

      

3

(4)

Pemakaian mesin diesel juga akhirnya meluas tidak hanya di kapal, namun juga

kereta api mulai menggunakan mesin diesel juga.4 Munculnya mobil juga membawa pengaruh yang sangat besar bagi peningkatan konsumsi minyak bumi. Teknologi

pemurnian minyak bumi yang semakin berkembang, seperti ditemukannya proses

cracking, membuat minyak mentah dapat dioleh menjadi berbagai macam jenis minyak

yang dapat disesuaikan dengan jenis mesinnya. Pembakaran yang lebih bersih dan

menghasilkan energi yang lebih besar akhirnya membuat industri dan rumah tangga

beralih menggunakan minyak bumi sebagai pemenuhan sumber energi, hal ini

menyebabkan penurunan konsumsi batu bara.5

Perang Dunia I yang terjadi antara tahun 1914 hingga 1918 semakin

menegaskan arti penting dari penggunaan minyak bumi. Peralatan perang yang terdiri

dari kapal perang, tank, dan pesawat tempur membutuhkan cairan pelumas dan minyak

bumi sebagai bahan bakarnya. Ketersediaan bahan bakar minyak sangat diperlukan

       4

Mesin Diesel ditemukan oleh Rudolf Christian Karl Diesel sarjana mesin dari Jerman. Rudolf Diesel mengadakan penelitian, bagaimana agar penggunaan bahan bakar pada suatu mesin menjadi lebih efisien. Dia tahu bahwa mesin-mesin uap yang ada pada akhir abad 19 hanya memiliki tingkat efisiensi sebesar 10-15%. Sehingga kemudian ia merancang sebuah mesin dengan bahan bakar yang disemprotkan kedalam ruang kompresi dimana bahan bakar tersebut akan terbakar akibat panas yang timbul akibat kompresi. Mesin inilah yang kita kenal sekarang dengan Mesin Diesel. Impian Diesel untuk menciptakan mesin dengan efisiensi tinggi menjadi tercapai, karena sumber bahan bakar untuk mesin diesel yang dipakai sekarang dan kita kenal dengan nama 'diesel' adalah minyak sisa dari hasil penyaringan bensin. Setelah kematian Rudolf Diesel, mesin diesel menjadi pengganti mesin uap. Mesin Diesel adalah mesin yang berat dan memiliki bentuk yang lebih kaku dan kokoh dari mesin bensin sehingga mesin diesel tidak digunakan untuk mesin pesawat terbang, tetapi mesin diesel berkembang luas sehingga banyak dipakai oleh pabrik, kapal laut, kapal selam, lokomotif dan mobil modern. Mesin diesel mempunyai keuntungan karena lebih irit bahan bakar.

5

(5)

untuk menjaga agar alat-alat perang tersebut tetap bisa beroperasi, sehingga pihak yang

ingin memenangkan perang tersebut harus menjaga suplai bahan bakar minyak mereka.6

Perang Dunia I yang berlangsung selama 4 tahun, jalur perdagangan dan suplai

minyak juga terganggu, hal ini menyebabkan melambungnya harga-harga bahan

kebutuhan pokok melambung tinggi akibat kelangkaan sumber energi. Setelah Perang

Dunia I negara-negara yang terlibat perang mulai menyadari pentingnya minyak bumi,

Terutama negara-negara yang tidak memiliki sumber minyak bumi, mereka harus

mengamankan kepentingan nasional mereka dengan menjamin ketersediaan sumber

minyak.7

Tabel 2. Permintaan Minyak Dunia Tahun 1913 – 1939

Tahun Permintaan Minyak Dunia (Dalam 000 Metrik Ton)

1913 54.298 1919 78.975 1924 141.236 1929 205.308 1932 195.308 1939 303.729

Sumber: L.M. Fanning. American Oil Operation Abroad. New York: McGraw-Hill, 1947. hlm. 225, 232. Dalam John G. Clark. The Political Economy of World Energi: A Twentieth-Century Perspective. London: Harvester Wheatsheaf, 1990, hlm. 71.

Pada tahun 1920 supremasi minyak bumi berhasil menghancurkan dominasi

batu bara sebagai pemenuhan sumber energi utama untuk transportasi di Eropa dan

      

6

American Petroleum Institute, Petroleum: The Story of An American Industry, (New York: American Petroleum Institute, 1949), hlm. 28 – 29.

7

(6)

Amerika. Minyak sebagai bahan bakar mesin motor dan diesel tidak dapat tersaingi,

sedangkan pelumas yang terbuat dari minyak tidak dapat tergantikan dengan produk

lain. Batu bara masih digunakan namun hanya sebagai bahan bakar bagi mesin turbin

pembangkit listrik dan industri pengolahan baja.8 Pertumbuhan industri otomotif yang

begitu pesat, membuat peningkatan penggunaan mobil seperti yang terjadi di Amerika

dan Eropa. Pada tahun 1919 di Amerika perbandingan jumlah mobil dengan jumlah

penduduk ialah satu mobil untuk 14 orang, namun pada tahun 1938 rasio tersebut

meningkat pesat, yaitu satu mobil untuk 4 orang. Untuk Eropa sendiri satu mobil untuk

62 orang.9

Tabel 3. Jumlah Kendaraan Bermotor di Belanda Antara tahun 1933 - 1936

Jenis Kendaraan 1933 1934 1935 1936

Kendaraan Beroda 2 atau 3 42.122 44.411 45.345 49.380 Kendaraan Beroda lebih dari

3 85.400 90.088 88.293 89.077

Bus 3.814 3.814 3.794 3.794

Kendaraan Angkutan Beroda

lebih dari 3 49.007 49.951 47.160 47.810

Total 180.343 188.264 184.592 190.061 Sumber: Maandblad van De Irichting Voor Gemeente Administratie van De Uitgever, April 1937.

Tabel 4. Jumlah Kendaraan di Hindia Belanda Antara Tahun 1935 - 1936

Tahun Jenis Kendaraan

Mobil Bus Truck Roda 3 Sepeda Motor

1935 36.163 5.741 8.019 1.898 10.029

1936 41.422 6.639 9.602 2.024 11.681

Sumber: Indisch Verslag 1936: Statistich Jaaroverzicht van Nederlandsch-Indië Over Het Jaar 1935, hlm. 361.        8 Ibid., hlm. 37. 9 Ibid., hlm. 71.

(7)

Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor juga terjadi di Hindia Belanda,

akibat dari peningkatan jumlah kendaraan tersebut membuat konsumsi minyak sebagai

bahan bakar juga turut meningkat. Pemenuhan kebutuhan minyak dunia menjadi dua

kali lipat pada tahun 1919 dan 1926, dan kembali meningkat dua kali lipatnya lagi pada

tahun 1940. Teknologi eksplorasi serta eksploitasi minyak yang semakin maju membuat

langkah perusahaan minyak untuk meningkatkan produksi minyak, guna memenuhi

kebutuhan pasar dunia semakin mudah tercapai.

Perluasan pencarian lapangan minyak baru bukan saja untuk memenuhi

kebutuhan minyak dunia, akan tetapi juga memenuhi ketahanan nasional energi negara

asal perusahaan minyak.10 Sebelum Perang Dunia II berlangsung, terdapat dua

perusahaan minyak yang mendominasi pasar industri minyak, yaitu Royal Dutch Shell

dan Standard Oil New Jersey. Kedua perusahaan ini didukung oleh regulasi dari

pemerintahnya masing-masing, sehingga mengalami kemudahan untuk mengeksploitasi

sumber-sumber minyak.11

Penemuan Sumber Minyak di Balikpapan, Samboja, dan Sanga-Sanga

Daerah-daerah di luar Jawa lebih dikenal sebagai eksportir sumber daya alam

berupa bahan mentah (raw materials) yang peningkatan volume ekspornya meningkat

cepat dibandingkan nilainya.12 Potensi sumber minyak bagi daerah-daerah diluar Jawa

       10 Ibid. 11 Ibid., hlm. 72. 12

Ibid., hlm. 342. Bandingkan dengan Han Knapen, Forest of Fortune?; The Environmental History of Shoutheast Borneo 1600 – 1880. (Leiden: KITLV Press, 2001) [Verhandelingen Van Het Koniklijk Instituut Voor Taal-, Land- en Volkenkunde 189], hlm. 5-6.

(8)

sangat besar, dengan masuknya modal yang cukup besar dari perusahaan-perusahaan

minyak untuk usaha eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak. Sehingga

akhirnya jumlah minyak yang dihasilkan lebih besar akibat produktvitas yang sangat

tinggi.13

Tabel 7. Jumlah Nilai Komoditas Kalimantan Tenggara yang diekspor keluar selama kurun waktu 1900 - 1938

Jenis Komoditas (%) Tahun

1900 1905 1910 1915 1920 1925 1930 1935 1938

Getah-Pertjah 61,9 32,6 15,3 1,4 2,4 1,9 1,2 1,1 1,3

Rotan 7,7 9,7 4,9 1,6 0,8 1,3 1,6 2,0 0,8

Kayu - - 0,1 0,2 0,1 0,1 0,2 1,5 0,8

Kelebihan Produksi Hutan - 7,9 13,9 1,1 0,5 0,4 0,3 0,5 0,3

Karet - - 0,2 1,2 6,8 29,1 10,2 9,6 17,0 Lada 0,9 2,5 4,7 0,9 0,3 0,5 1,6 0,8 0,4 Tembakau 23,7 - - - - - - - - Batu Bara 0 3,4 3,8 0,2 0,5 1,2 2,9 1,0 1,5 Minyak Mentah - 34,5 21,1 - 31,6 19,4 27,4 29,8 16,8 Kerosine - - - 27,9 11,6 6,1 15,7 8,5 7,1

Minyak yang telah disuling - 3,5 24,7 64,2 44,4 38,5 35,7 41,0 50,8 Kelebihan Produksi

Minyak 5,8 5,9 11,3 1,3 1,0 1,5 3,2 4,2 3,2

100 100 100 100 100 100 100 100 100

Nilai Total Produksi (gld.) 1.495.079 12.984.158 21.928.306 72.023.891 210.839.269 166.813.880 97.287.748 39.204848 71.046.673

Sumber: Statiestiek 1902 – 1925; Jaaroverzicht 1926 – 1940. Dikutip oleh J Thomas Lindblad, Westers en niet-westers Economisch Gedrag in Zuid-Oost Kalimantan 1900 – 1940 dalam Bijdragen tot de Taal Land en Volkenkunde 142 (1986). No. 2/3. Leiden. Hlm. 221.

Keresidenan Kalimantan Tenggara merupakan salah satu daerah diluar Jawa

yang mengalami perubahan komoditas ekspor. Pada awal tahun 1900an komoditas

utama dari keresidenan Kalimantan Tenggara ialah getah pertjah, rotan, dan tembakau.

      

13

(9)

Munculnya minyak bumi yang merupakan komoditas baru, telah menggeser posisi

Getah Pertjah sebagai komoditas ekspor utama dari Kalimantan Tengara. Kondisi ini

berlangsung pada awal tahun 1910 hingga menjelang Perang Dunia II. Produksi Minyak

bumi baik yang telah diolah ataupun masih berupa minyak mentah, mampu memberikan

kontribusi rata-rata lebih dari 50% dari nilai total ekspor Kalimanatan Tenggara.

Pusat penyulingan minyak mentah di Kalimantan Tenggara terletak di

Balikpapan, kilang tersebut menyuling minyak yang berasal dari daerah-daerah konsesi

minyak di sekitar Balikpapan. Pada awalnya terdapat 3 konsesi yang menyuplai

kebutuhan minyak mentah untuk disuling di kilang minyak Balikpapan. Ketiga konsesi

tersebut ialah konsesi Mathilde yang terletak di sekitar teluk Balikpapan, konsesi Louise

yang terletak di daerah Sanga-Sanga sebelah selatan Samarinda, dan konsesi terakhir

ialah konsesi Nonny yang terletak di sebelah timur konsesi Mathilde. Ketiga konsesi

tersebut telah diberikan oleh Kesultanan Kutai, dan dimiliki oleh Jacobus Hubertus

Menten, semula konsesi-konsesi yang ia peroleh hanya diperuntukkan untuk Tambang

Batubara. Pada tahun 1891 konsesi Mathilde dan konsesi Louise dimasukkan dalam

undang-undang pertambangan kolonial Belanda, yang kemudian dituangkan dalam

besluit 30 Juni 1891 no 4. Dikeluarkannya besluit tersebut akhirnya dapat memperluas

cakupan barang tambang yang dapat dieksploitasi, sehingga memungkinkan untuk

mengusahakan pertambangan minyak bumi14.

      

14

Anonim, Buku Panduan Anjungan Sejarah Museum Minyak dan Gas Bumi Graha Widya Patra. (Jakarta:Humas TMII, 1996), hlm. 24.

(10)

Keberhasilan pencarian minyak bumi di Jawa menarik perhatian Menten untuk

melakukan penyelidikan terhadap konsesi yang ia miliki. Pada tahun 1897 mulai

melakukan pemboran di konsesi Louise di Sanga-Sanga, dan menemukan potensi

adanya minyak pada kedalaman 46 meter. Oost Borneo Maatschappij (OBM).15 juga

melakukan usaha pencarian minyak dengan bantuan Adriaan Stoop (orang yang sukses

menemukan minyak di Jawa). Pemboran dilakukan di sebelah utara konsesi Louise,

pada kedalaman 726 kaki hanya ditemukan sumber air panas.Pemboran kedua

dilakukan di Kutai lama namun pada kedalaman 98 kaki hanya ditemukan minyak hitam

yang sangat kental dan tidak mungkin diproses menjadi minyak lampu. Pada

pengeboran ketiga Stoop membor lebih dalam lagi, namun muncul masalah teknis

sehingga pemboran tersebut terpaksa ditinggalkan. Kegagalan selama 3 kali membuat

OBM dan Stoop akhirnya menyerah, dan usaha pencarian minyakpun diserahkan

kepada Shell. Shell mengalami kegagalan serupa, dan akhirnya konsesi tersebut

dikembalikan lagi kepada OBM.16

Setelah Menten berhasil menemukan sumber minyak di konsesi Louise maka ia

menjual haknya atas ketiga konsesi tersebut kepada Shell. Shell akhirnya membeli

konsesi tersebut, untuk memenuhi persyaratan dari Undang-Undang pertambangan

minyak di Hindia Belanda Shell Trading and Transport Company membentuk anak

      

15

Oost Borneo Maatschappij merupakan perusahaan tambang batu bara yang memiliki konsesi di wilayah Kutai.

16

(11)

perusahaan baru yang bernama Nederlandsch Indische Industrie en Handel

Maatschappij (NIIHM).

Proses Eksplorasi untuk menyelidiki kandungan minyak di konsesi Mathilde

mulai dilakukan pada tahun 1896 oleh Adams dari Samuel & Co di London. Hasil

penelitian selama 14 hari di Konsesi tersebut menyimpulkan bahwa konsesi Mathilde

memiliki cadangan minyak yang cukup besar. Pemboran untuk keperluan eksplorasi

pertama dilakukan pada tanggal 10 Februari 1897,17 pemboran tersebut berhasil

menemukan adanya minyak, sehingga diperlukan peralatan bor yang lebih baik untuk

meningkatkan produksi minyak tersebut.18

Pada tanggal 15 April 1898 NIIHM mulai melakukan pemboran di konsesi

Mathilde di sekitar teluk Balikpapan, dan menemukan minyak pada kedalaman 180

Meter. Pada tahun 1898 produksi tahunan NIIHM mencapai 32.618 barrel minyak

mentah, yang berasal dari konsesi Louise dan Mathilde. 19

      

17

Seminar sejarah Kota Balikpapan yang diadakan pada tanggal 1 Desember 1984 menetapkan 5 kemungkinan peristiwa yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menetapkan hari jadi kota Balikpapan. Kelima peristiwa itua ialah, pertama pada tanggal 10 Februari 1897 merupakan pemboran minyak pertama di Balikpapan, kedua tanggal 11 Oktober 1897 saat dimulainya pembangunan kilang minyak di teluk Kota Balikpapan, ketiga ialah pada tanggal 30 Juni 1891 saat dikeluarkannya Besluit no.4 tanggal 30 Juni 1891, yaitu mengenai penetapan wilayah Balikpapan sebagai wilayah teluk di dalam Kesultanan Kutai. Kempat ialah pada tanggal 1 Maret 1900 saat Sultan Kutai menyerahkan tanah seluas 16.100 m2 kepada pemegang konsesi tambang minyak untuk perluasan pelabuhan, terakhir ialah pada tanggal 30 Agustus 1900 ketika Sultan Kutai menandatangani penyerahan pelabuhan Balikpapan ke pemerintah kolonial Belanda. DPRD Kota Balikpapan akhirnya memutuskan untuk menetapkan hari jadi kota Balikpapan pada tanggal 10 Februari ketika kegiatan pengeboran minyak pertama dilakukan di Balikpapan. Keputusan penetapan hari jadi tersebut tertuang dalam Surat Keputusan No.6 tahun 1985 tertanggal 26 November 1985.

 

18

Humas Kota Balikpapan. 90 Tahun Kota Balikpapan. (Balikpapan: Humas Kota Balikpapan, 1987), hlm. 66.

19

(12)

Setelah Shell dan Royal Dutch memutuskan untuk menggabungkan asset mereka

di tahun 1907, maka posisi NIIHM dalam mengeskploitasi konsesi Louise dan Mathilde

digantikan oleh BPM, yang merupakan anak perusahaan Royal Dutch Shell yang

bergerak dalam bidang produksi dan pengilangan. Pada tahun 1912 BPM memperoleh

konsesi baru di wilayah Balikpapan, yaitu konsesi Batakan, konsesi Manggar I dan II,

dan konsesi Teritik.20

Penambahan konsesi tersebut membuat BPM menguasai hampir seluruh wilayah

Balikpapan, sehingga BPM juga memiliki wewenang untuk mengatur pola

pembangunan infrastruktur fisik sepeti, wilayah pemukiman, jalan, jalur pipa, kabel

telegram dan telepon yang digunakan untuk mendukung kepentingan pengembangan

industri minyak di teluk Balikpapan.

Konsesi-konsesi yang dimiliki BPM di wilayah Kalimantan Timur tidak

semuanya produktif. Konsesi Mathilde setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata

kandungan minyaknya sangat buruk, dan terpaksa ditutup. Pada tahun 1910 juga

ditemukan sumber minyak yang cukup menjanjikan di Samboja, sehingga dibangunlah

jalur pipa hingga ke kilang Balikpapan. Konsesi Louise merupakan konsesi yang paling

produktif yang mensuplai sebagian besar minyak mentah bagi Kilang Minyak

Balikpapan. Pertengahan 1911 konsesi Louise mampu menghasilkan 1.000 ton minyak

      

20

Topografischen dienst, Blad 67/XXII e. dan 67/XXII f, (Batavia: Reproductiebedrijf Topografischen dienst, 1932), dalam Arsip Kartografi ANRI wilayah Kalimantan No. 2500 dan 2501.

(13)

mentah per hari, walaupun kemampuan produksi itu berkurang setengahnya pada

pertengahan tahun 1912.21

Efisiensi pengeboran di konsesi Louise baru tercapai pada tahun 1920 ketika bor

tumbuk diganti dengan bor putar, dengan metode pemboran yang baru tersebut sebuah

sumur minyak dapat digali hingga kedalaman 1000 meter. Produksi harian maksimal

konsesi Louise dicapai pada tahun 1930 yaitu sebsar 22.500 barrel.22 Adanya suplai

minyak mentah yang cukup stabil dari sumber-sumber minyak di sekitar Balikpapan,

dan ditemukannya sumur-sumur minyak baru hingga menjelang Perang Dunia II

membuat kilang minyak Balikpapan semakin berkembang akibat adanya proses

peningkatan produksi.

Adanya potensi minyak di konsesi Mathilde dan Louise membuat NIIHM perlu

segera untuk membangun unit penyimpanan serta pengelolaan minyak mentah yang

telah didapat dari konsesi-konsesi tersebut. NIIHM juga harus memperhatikan posisi

geografis apabila hendak membangun unit pengilangan dan produksi. Akhirnya NIIHM

memutuskan untuk membangun kilang minyak di Teluk Balikpapan dengan berbagai

pertimbangan, yaitu kilang minyak harus dibangun dengan memperhatikan

keseimbangan antara faktor politik dan ekonomi. Kilang minyak lebih baik dibangun

      

21

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1911. (S’Gravenhage: 1912)

22

(14)

dekat dengan sumber minyak mentah, dan dibangun dekat dengan tujuan utama daerah

pemasaran untuk mempermudah proses distribusi.23

Luasnya daerah eksploitasi minyak BPM di Hindia Belanda, membuat BPM

membagi pusat administrasi mereka menjadi 5. Pusat-pusat administrasi tersebut

diletakkan dekat dengan instalasi kilang minyak atau sumber-sumber minyak, untuk

mempermudah proses pemantauan terhadap jalannya aktivitas produksi. Pusat-pusat

administrasi tersebut terletak di Balikpapan, Cepu, Plaju, Pangkalan Brandan, dan

terakhir di Tarakan.

Pembangunan Infrastruktur dan Buruh Industri Minyak di Balikpapan

Pembangunan kilang minyak di teluk Balikpapan mulai direncanakan pada

tanggal 20 September 1897 dengan merencanakan pembangunan tangki penampungan

minyak yang dilakukan oleh insinyur Madge dan seorang arsitek bernama Richards.24

Pada akhir tahun 1899 Kilang minyak ini mulai broperasi dengan menampung minyak

mentah dari konsesi Louise di Sanga-Sanga dan konsesi Mathilde di teluk Balikpapan.

Pada tahun 1900 kesultanan Kutai menyerahkan daerah di sekitar teluk Balikpapan

untuk dibangun sebagai pelabuhan laut sebagai sarana mempermudah transportasi hasil

produksi minyak dari kilang minyak Balikpapan.

Pada awal pengoperasiaan terdapat banyak masalah, belum adanya jaringan pipa

dari konsesi Louise di Sanga-Sanga membuat penyaluran minyak mentah harus

      

23

W. J. Harris, “Distribution of Petroleum and it’s Products”. Dalam G. Sell dan H. A. Dosset, (ed), Handbook of The Petroleum Industry, (London: Marrison and Gibb limited, 1958)., hlm, 98.

24

(15)

dilakukan dengan kapal hal ini sangat tidak efisien karena menghabiskan banyak waktu,

dan membuat minyak mentah berubah menjadi emulsi akibat terguncang ketika

diangkut dengan kapal. Permasalahan lain yang timbul ialah kualitas dari bejana

perekah(penyulingan) yang tidak begitu baik, sehingga minyak lampu yang dihasilkan

bermutu sangat rendah. Untuk bisa dipasarkan minyak lampu yang dihasilkan oleh

kilang minyak Balikpapan terlebih dahulu harus dikapalkan ke Singapura, dan dicampur

dengan minyak impor dari Rusia, kemudian minyak lampu tersebut baru dapat dijual ke

pasaran.25

Pabrik paraffin di Balikpapan diperluas pada tahun 1912 dan baru selesai pada

tahun 1913. Setelah selesai diperluas pada tahun 1912, pabrik sulfur mampu

menghasilkan produksi 450 ton perbulan. Kilang minyak Balikpapan juga

mendatangkan mesin-mesin perekah baru yang beroperasi mulai bulan Mei 1913.

Adanya mesin-mesin perekah baru tersebut mampu memperbaiki kualitas minyak tanah

yang dihasilkan. Kantor administrasi barupun terselesaikan pada pertengahan tahun

1913, selain itu kabel telegram yang menghubungkan antara Balikpapan dan Tarakan

telah berhasil dibangun pada tahun 1912. Adanya kabel telegram tersebut memperlancar

arus komunikasi antara Balikpapan dan Tarakan yang berdampak pada efisiensi serta

kelancaran jalannya produksi minyak dikedua kilang.26

      

25

Anonim, op. cit., hlm. 25.

26

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1913. (S’Gravenhage: 1914)

(16)

Perang Dunia I yang meletus di Eropa pada bulan Agustus 1914, membuat

pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan suatu instruksi kepada seluruh perusahaan

minyak yang beroperasi di Hindia Belanda. Instruksi tersebut ialah untuk melakukan

efisiensi serta penghematan dalam penggunaan bahan bakar minyak akibat hasil

produksi minyak yang terbatas dan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan perang.27

Untuk meningkatkan hasil produksi serta kualitas minyak dari Balikpapan agas setara

dengan kualitas produksi minyak Amerika, maka kilang minyak di Balikpapan harus

melakukan pemasangan serta perluasan instalasi penyulingan baru.

Adanya kemarau yang cukup panjang selama tahun 1914 membuat suplai air

bagi kilang minyak Balikpapan berkurang, sehingga proses produksi juga turut

terganggu. Untuk mengamankan pasokan air bersih bagi kelancaran proses produksi

kilang, maka diperlukan stasiun pompa air baru. Pembangunan fasilitas pembangkit

listrik segera dilakukan di Lapangan minyak Louise, dengan adanya instlasi listrik

tersebut diharapkan tersedia cukup listrik untuk memisahkan kandungan air yang

terdapat dalam minyak mentah.28

Kesulitan untuk mendatangkan peralatan pertambangan minyak dari Eropa ke

Hindia Belanda akibat meletusnya Perang Dunia I membuat pekerjaan eksploitasi di

Lapangan-lapangan minyak di sekitar Balikpapan tersebut sedikit terhambat. Pada tahun

1915 pemasangan jaringan pipa berdiameter 5 inchi sepanjang 54 KM antara lapangan

      

27

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1914. (S’Gravenhage: 1915)

28

(17)

Louise dengan lapangan Samboja mulai dibangun. Pembangunan instalasi destilasi baru

untuk menghasilkan minyak yang berkualitas setara dengan produk minyak Amerika

selesai pada akhir tahun 1915. Perluasan juga dilakukan di Pabrik Parafin, dengan

adanya perluasan tersebut dapat meningkatkan produksi paraffin hingga 50%.29

Pada tahun 1918 dibangun sebuah laboratorium di kilang minyak Balikpapan

untuk memeriksa kualitas minyak mentah dan kualitas produksi dari minyak yang telah

dihasilkan.30 Peningkatan permintaan terhadap produksi kilang minyak Balikpapan

setelah Perang Dunia II membuat kapasitas transportasi dan penyimpanan minyak

mentah pada tahun 1920 diperbesar. Selain itu proses destilasi minyak untuk

menghasilkan minyak tanah (kerosine) semakin diperbesar.31

Peningkatan jumlah pengiriman minyak mentah dari lapangan minyak Louise

dan Samboja ke Kilang Balikpapan, membuat jaringan pipa minyak mentah harus

segera diperbesar. Peningkatan jaringan pipa minyak mentah tersebut juga harus diikuti

dengan pemasangan perangkat destilasi yang lebih modern sehingga mampu

meningkatkan kapasitas produksi minyak.32 Pembangunan jaringan pipa gas dengan

diameter 8 inchi sepanjang 104 KM antara lapangan Louise dengan kilang minyak

      

29

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1915, (S’Gravenhage: 1916)

30Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in

Nederlandsch Indië: Verslag over 1918, (S’Gravenhage: 1919)

31

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1920. (S’Gravenhage: 1921)

32

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1921. (S’Gravenhage: 1922)

(18)

Balikpapan dimulai tahun 1923, pembangunan ini diperkirakan memakan waktu selama

2,5 tahun.

Setelah pipa gas tersebut terpasangan maka kilang minyak Balikpapan akan

mensubstitusi penggunaan bahan bakar minyak dengan menggunakan gas untuk proses

produksi penyulingan minyak. Peningkatan penjualan minyak pelumas menyebabkan

adanya peningkatan kapasitas produksi pabrik minyak pelumas di kilang minyak

Balikpapan yang akan selesai pada tahun 1925. Untuk menghasilkan produksi minyak

yang lebih ringan maka pada tahun 1925 akan dibangun instalasi perekah baru.33

Pembangunan jaringan pipa gas dari lapangan minyak Louise di sanga-sanga

hingga ke kilang minyak Balikpapan selesai pada bulan Juli 1925. Jaringan pipa

tersebut juga melewati Samboja, gas yang diproduksi dari lapangan samboja dapat

disatukan dan dialirkan dalam satu jaringan pipa ke kilang minyak Balikpapan.34

Peningkatan jumlah penduduk Balikpapan yang didominasi oleh pekerja industri

minyak, menyebabkan perluasan wilayah pemukiman. Peningkatan jumlah penduduk

tersebut berdampak pada peningkatan intensitas pelayaran yang diikuti dengan

distribusi barang, baik itu masuk atau keluar dari Balikpapan. Pada tahun 1925

pelabuhan Balikpapan sudah padat dan sibuk. Agar proses pelayaran serta distribusi

barang dan jasa melalui pelabuhan dapat berjalan lancar, maka pada tahun 1925

      

33

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1924. (S’Gravenhage: 1925)

34

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1925. (S’Gravenhage: 1926)

(19)

Pelabuhan Balikpapan mulai diperluas dan diikuti dengan penambahan fasilitas bongkar

muat dan pergudangan.35

Penambahan instalasi pengelolaan sulfur baru pada tahun 1930 dilakukan untuk

memperbesar kapasitas produksi kilang dibidang petrokimia. Selain itu penambahan

jaringan komunikasi berupa kabel telepon dan telegram juga diperluas, sehingga

memudahkan proses pendistribusian serta penjualan hasil produksi.36

Pembangunan lapangan terbang di wilayah Sepinggan Balikpapan semakin

memperlancar mobilitas serta mempersingkat waktu tempuh bagi orang-orang yang

akan berkunjung atau keluar dari Balikpapan, khususnya bagi pegawai minyak Eropa.

Pada bulan April 1935 sebuah maskapai penerbangan, yaitu Koniklijke

Nederlandsch-Indie Luchtvaart Maatschappij (KLM) seminggu sekali melayani rute perbangan dari

Batavia transit Surabaya kemudian Balikpapan. Selain itu juga direncanakan rute

penerbangan dari Balikpapan menuju Tarakan, namun rute tersebut baru dapat

terealisasikan ketika lapangan terbang di Tarakan telah diperluas, sehingga dapat

digunakan untuk penerbangan komersial.37

Pembangunan infrastruktur di Balikpapan seperti jalan, pembangkit listrik,

pompa air, kantor telegram, rumah sakit, pelabuhan, lapangan terbang, dan adanya       

35

Ibid.

36

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1930. (S’Gravenhage: 1931)

37

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1935. (S’Gravenhage: 1936), lihat juga Staatblad van Nederlandsch-Indië 1939 No. 678 mengenai Undang-Undang Penerbangan Hindia Belanda. Dalam Undang-undang tersebut dicantumkan juga rute-rute penerbangan Hindia Belanda yang juga mencakup rute penerbangan Balikpapan dan Tarakan.

(20)

perluasan pemukiman disekitar industri minyak yang sudah dibangun sejak tahun 1900

dan mengalami perkembangan hingga tahun 1935. Infrastruktur itu dibangun untuk

mendukung aktivitas produksi di kilang minyak Balikpapan serta mampu menunjang

keperluan bagi para pekerja di kilang tersebut. Perluasan pembangunan pemukiman di

Balikpapan hanya di pusatkan di sekitar kilang minyak, walaupun begitu perluasan

pembangunan pemukiman juga dilakukan di sepanjang daerah-daerah pantai

Balikpapan, yang sebelumnya sudah dibangun infrastruktur berupa jalan, atau jaringan

pipa minyak dan kabel telegram BPM.

Untuk mencukupi kebutuhan tenaga kerja di kilang minyak BPM d Balikpapan,

didatangkan kuli kontrak yang berasal dari Jawa dan sebagian orang-orang Tionghoa.

Perluasan serta peningkatan produksi dari kilang minyak Balikpapan membuat BPM

mendatangkan kembali kuli kontrak yang berasal dari Jawa dan buruh-buruh Tionghoa.

Akibatnya Balikpapan pada tahun 1913 penduduknya sebagian besar merupakan

buruh-buruh kuli kontrak dari Jawa.38

Semakin bertambahnya jumlah kuli kontrak yang berasal dari Jawa, membuat

dinas kesehatan BPM Balikpapan harus semakin waspada terhadap penularan penyakit

pes yang dibawa oleh kuli-kuli kontrak yang telah terjangkiti penyakit tersebut ketika

mereka berada di Jawa. Untuk mencegah serta menanggulangi penyebaran wabah Pes di

Balikpapan, dinas kesehatan BPM menambah jumlah dokter.39

      

38

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleum in Nederlandsch Indië: Verslag over 1913. (S-Gravenhage: 1914)

39

(21)

Kondisi sosial tenaga kerja industri minyak sebelum perang dunia II hampir

sama dengan kebijakan politik rasial yang diterapkan pemrintah kolonial Belanda yang

membagi masyarakat kedalam tiga golongan rasial, yaitu golongan Eropa, Timur Asing

(Tionghoa, Arab, dan lain-lain) dan pribumi40. Asal usul masyarakat rasial dan bahkan

pembagian kasta menurut ras adalah tipikal masyarakat kolonial barat, dalam hal ini

ialah pemerintah kolonial Belanda. Golongan menengah dalam struktur rasial ini ialah

golongan Timur Jauh, sedangkan golongan yang paling bawah ialah orang-orang

pribumi, dan elit dari struktur rasial ini ialah golongan Eropa.41

Walaupun buruh-buruh pribumi dan buruh-buruh Tionghoa menempati posisi di

bawah pekerja Eropa dalam struktur pekerja di BPM, namun juga pernah terjadi konflik

antara buruh pribumi yang berasal dari Jawa dengan buruh Tionghoa. Konflik antara

buruh minyak tersebut terjadi pada bulan April 1912, Alasan mengapa konflik tersebut

terjadi tidak dijelaskan, namun konflik tersebut meluas hingga menimbulkan aksi

pemogokan yang merugikan proses produksi di kilang minyak Balikpapan. Keadaan

tersebut juga membahayakan bagi pekerja Eropa beserta keluarganya, sehingga ada

tindakan evakuasi terpaksa dilakukan, pemerintah kolonial Belanda juga mengirimkan

bantuan berupa armada kapal perang dan tentara untuk mengatasi kerusuhan tersebut.42

      

40

Onghokham, Anti Cina, Kapitalisme Cina dan GerakanCina: Sejarah Etnis Cina di Indonesia. (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), Hlm. 13.

41

Ibid., hlm. 49.

42

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1912. (S-Gravenhage: 1913)

(22)

Kelompok manajeman elit atau yang diklasifikasikan sebagai tenaga kerja

orang-orang Eropa ini hidup sebagai suatu komunitas sendiri. Tempat tinggal mereka

terpisah dengan tenaga kerja pribumi, mereka juga memiliki klub-klub serta fasilitas

rekreasi, olahraga, dan hiburan sendiri. Selanjutnya terdapat orang-orang Indo, dalam

suatu kondisi tertentu orang-orang Indo ini dapat disejajarkan dengan orang-orang

Eropa, walaupun posisi mereka dibawah orang-orang Eropa namun posisi mereka sama

dengan tenaga kerja Asia yang tertinggi43.

Struktur ekonomi dan sosial yang paling bawah dalam sistem ketenagakerjaan

industri minyak Balikpapan ditempati oleh orang-orang pribumi. Walaupun

mendapatkan stratifikasi terendah, namun seluruh tenaga kerja BPM atau Shell

mendapatkan pelayanan serta fasilitas pengobatan secara cuma-cuma, mereka juga

mendapatkan fasilitas rumah serta sarana rekreasi dan hiburan44. Namun fasilitas yang

diberikan tersebut disesuaikan dengan jabatan serta golongannya. Selain itu BPM atau

Shell juga menyediakan toko dimana seluruh karyawan dapat membeli barang-barang

kebutuhan mereka dengan harga yang terjangkau45.

Tenaga kerja Eropa yang bekerja di Industri Minyak di Balikpapan menempati

posisi-posisi yang strategis dan penting. Mulai dari manajer hingga supervisor lapangan

yang bertugas untuk memantau aktivitas pekerja pribumi di lapangan. Orang-orang

      

43

Anderson. G. Barlett, Pertamina: Perusahaan Minyak Nasional. Terj. Mara Karma. (Jakarta: Inti Idayu Press, 1986). Hlm. 53.

44

Ibid.

45

Berdasarkan penuturan Bapak Sarbini, Shell atau BPM setiap bulan juga memberikan jatah kebutuhan pokok secara gratis. Mulai dari beras, susu, kain, gula, tepung, rokok dan lain sejenisnya.

(23)

Eropa tersebut menempati perumahan di perbukitan (sekarang daerah Gunung Dubs).

Rumah-rumah tersebut pada umumnya dibangun menghadap laut sehingga orang-orang

Eropa tersebut dapat menatap panorama teluk Balikpapan. Terdapat beberapa orang

pribumi serta orang Tionghoa yang berhasil menempati posisi cukup tinggi dan tinggal

dalam pemukiman orang-orang Eropa juga, namun jumlah orang tersebut sangat sedikit

yaitu hanya 1 orang pribumi dan 2 orang Tionghoa peranakan.46 Kedudukan terbaik

yang bisa dicapai bagi pekerja pribumi ialah menjadi seorang Mandor. Para pekerja

pribumi sangat sulit untuk menjabat sebagai posisi elit dalam industri ini, dikarenakan

mereka tidak memiliki kapabilitas yang dibutuhkan, hal ini diakibatkan karena Shell

atau BPM hanya memberikan pendidikan sebatas latihan untuk mengasah keterampilan

dalam hal-hal kebutuhan teknis lapangan, bukan memberikan program pendidikan

ekstensif yang mengasah kemampuan manajerial dan kepemimpinan mereka.47

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terus meningkat seiring

peningkatan permintaan minyak olahan serta perluasaan kapasitas industri minyak.

maka BPM juga mendirikan sekolah teknik untuk mendidik orang-orang pribumi

menjadi tenaga-tenaga kerja yang terdidik, dan memiliki diferensiasi (spesialisasi) yang

dibutuhkan untuk industri minyak.

      

46

Wawancara dengan Pak Sarbini Mantan Pegawai BPM di Sekretariat HIMPANA Balikpapan 30 Maret 2011, Pukul 10.10 WITA.

47

(24)

Produksi dan Distribusi Produk Industri Minyak di Balipapan

Minyak mentah yang diproses di kilang minyak Balikpapan akan menghasilkan

berbagai macam jenis produk diantaranya Bensin, Parafin yang merupakan bahan baku

lilin, minyak pelumas dan minyak tanah yang digunakan sebagai bahan bakar lampu.

Pada tahun 1911 jumlah produksi paraffin di kilang minyak Balikpapan mencapai

11.500 ton, yang sebagain besar diekspor keluar negeri.48

Tabel 9. Produksi Minyak Mentah di Residen Kalimatan Tenggara (tidak termasuk Tarakan) dalam Kg/Ton.

Tahun Produksi Minyak

Mentah Tahun Produksi Minyak Mentah 1911 576.578 1925 1.241.124 1912 450.989 1926 1.101.832 1913 541.492 1927 1.221.124 1914 564.092 1928 1.348.385 1915 582.592 1929 1.621.626 1916 - 1930 1.562.741 1917 - 1931 1.307.471 1918 642.492 1932 1.198.310 1919 - 1933 1.221.597 1920 711.009 1934 1.094.142 1921 741.873 1935 1.008.965 1922 857.783 1936 - 1923 1.018.050 1937 1.005.781 1924 1.045.712 1938 984.686

Sumber: Koniklijke, 1911-1940, Jaarverslagen van de Koniklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Ndrrlandsch Indie 1911 – 1940, S’Gravenhage.

Pada tahun 1935 kapasitas produksi kilang minyak BPM di Balikpapan sebesar

35.000 barrel per hari. Kapasitas produksi tersebut membuat kilang minyak BPM di

      

48

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleum in Nederlandsch Indië: Verslag over 1911. (Gravenhage: Sijthoff, 1912)

(25)

Balikpapan menempati posisi kedua terbesar di Hindia Belanda, setelah kilang minyak

NKPM di sungai Gerong dekat Palembang yang memiliki kapasitas terbesar di Hindia

Belanda, yaitu sebsar 40.000 barrel per hari.49 Produk yang dihasilkan oleh kilang

minyak Balikpapan terdiri dari minyak paraffin yang dikemas dalam kaleng. Minyak

paraffin biasanya digunakan untuk bahan bakar penerangan dan penghangat ruangan.

Paraffin juga digunakan sebagai bahan baku lilin, dan keperluan indusrti tekstil.

Tabel 10. Grafik Penjualan Komoditas Minyak Bumi di Kalimantan Tenggara (baik yang sudah diolah ataupun tidak).

Sumber: Statiestiek 1902 – 1925; Jaaroverzicht 1926 – 1940. Dikutip oleh J Thomas Lindblad, Westers en niet-westers Economisch Gedrag in Zuid-Oost Kalimantan 1900 – 1940 dalam Bijdragen tot de Taal Land en Volkenkunde 142 (1986). No. 2/3. Leiden. Hlm. 221.

Proses penyulingan minyak mentah juga menghasilkan produk bahan bakar

untuk kendaraan yaitu Bensin dan Minyak Diesel (Solar). Kilang minyak Balikpapan

juga menghasilkan minyak pelumas yang digunakan untuk mesin dan sisa residu       

49

W. Mautner, De Plaats van Nederlandsch-Indië in de Intenationale Petroleum Industrie. Dalam Economisch Weekblad voor Nederlandsch Indië, 17 Desember 1937.

0 20000000 40000000 60000000 80000000 10000000 12000000 14000000 16000000 18000000 20000000 1900 1905 1910 1915 1920 1925 1930 1935 1938

Total Nilai Penjualan Minyak (ƒ Gld)

Total Nilai Penjualan Minyak (ƒ  Gld)

(26)

dimanfaatkan untuk keperluan lainnya. Produk yang dihasilkan dari kilang minyak

Balikpapan mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri di Hindia Belanda, dan

produk-produk tersebut kebanyakan diekspor.

Produksi minyak mentah yang dihasilkan dari lapangan-lapangan minyak di

sekitar Balikpapan seperti konsesi Louise dan Kutai, secara perlahan meningkat dengan

adanya perbaikan teknologi di bidang pertambangan minyak seperti penggunaan mata

bor yang semakin efektif dan jaringan pipa yang menghubungkan secara langsung

lapangan minyak dengan kilang minyak. Produksi minyak mentah di Kalimantan

Tenggara mencapai puncak produksi minyak mentah pada tahun 1929 sebesar

1.621.626 ton. Setelah tahun 1929 hingga menjelang Perang Dunia II produksi minyak

mulai menurun akibat tidak adanya eksplorasi dan eksploitasi terhadap lapangan minyak

baru di wilayah Kalimantan Tenggara.

Nilai penjualan komoditas minyak bumi di Kalimantan Tenggara meningkat

setelah pada tahun 1900an kilang minyak Balikpapan selesai dibangun dan mulai

dioperasikan. Adanya pembangunan infrastruktur pendukung perminyakan serta

peningkatan kualitas dan kuantitas alat-alat pengilangan minyak yang semakin

diintesifkan mulai tahun 1911 berhasil meningkatkan nilai jual minyak mentah yang

ditemukan. Nilai penjualan komoditas minyak bumi di Kalimantan Tenggara berhasil

(27)

Tabel 11. Grafik Presentase Perbandingan Jumlah Nilai Ekspor Komoditas Minyak Bumi dengan Komoditas lainnya di Kalimantan Tenggara

Sumber: Statiestiek 1902 – 1925; Jaaroverzicht 1926 – 1940. Dikutip oleh J Thomas Lindblad, Westers en niet-westers Economisch Gedrag in Zuid-Oost Kalimantan 1900 – 1940 dalam Bijdragen tot de Taal Land en Volkenkunde 142 (1986). No. 2/3. Leiden. Hlm. 221.

Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1930 menurunkan nilai jual dari komoditas

minyak bumi menjadi ƒ 80 juta, penurunan nilai ekspor komoditas minyak bumi terus

terjadi dan baru kembali meningkat pada tahun 1938 walaupun nilainya tidak lebih

besar pada saat tahun 1930. Walaupun jumlah nilai ekspor komoditas minyak di

Kalimantan Tenggara mengalami penurunan sejak tahun 1930, namun jumlah ekspor

serta produksi minyak bumi tetap stabil hingga tahun 1938 (lihat tabel 9).50 Pada tahun

      

50

 J. Thomas Lindblad, “Pertumbuhan Ekonomi di Luar Jawa 1910 – 1940”, Dalam J. Thomas Lindblad (ed), Terj. Bambang Purwanto dan M. Arief Rohman, Sejarah Ekonomi Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru. (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2000), hlm. 342.

  0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1900 1905 1910 1915 1920 1925 1930 1935 1938 Minyak Bumi Komoditas Lainnya

(28)

1930 hingga 1940 jumlah produksi serta ekspor minyak dari wilayah Kalimantan

Tenggara mulai tersaingi oleh produksi serta ekspor minyak dari Palembang.51

Komoditas minyak bumi di Kalimantan Tenggara mulai mengalami peningkatan

ketika terjadi penemuan wilayah minyak di Balikpapan dan Sanga-Sanga. Pembangunan

kilang minyak di Balikpapan serta adanya jaringan pipa antara Balikpapan dan

Sanga-sanga semakin memperbesar jumlah produksi minyak. Sejak tahun 1910 hingga

sebelum Perang Dunia II meletus, ekspor minyak dari Kilang Minyak Balikpapan

mendominasi lebih dari separuh jumlah nilai ekspor seluruh keresidenan Kalimantan

Tenggara. Perang Dunia I yang terjadi di Eropa semakin meningkatkan permintaan

minyak bumi, pada tahun 1915 lebih dari 90% nilai ekspor Kalimantan Tenggara

berasal dari komoditas minyak yang sebagian besar diolah di kilang minyak Balikpapan.

Pemasaran minyak hasil produksi dari kilang minyak BPM di Balikpapan

merupakan tanggung jawab dari anak perusahaan Royal Dutch yang bergerak di bidang

pemasaran, yaitu The Asiatic Petroleum Co. Ltd. Untuk memudahkan proses pemasaran

serta distribusi produk minyak ke pembeli, The Asiatic Petroleum Co. Ltd. membangun

banyak stasiun pengisian bahan bakar di Hindia Belanda dan berbagai belahan dunia

lainnya. Pembelian dilakukan dengan kuantitas yang sangat besar menggunakan kapal

tanker, sehingga stasiun pengisian produk minyak dibangun di dekat dengan kilang

minyak yang biasanya menyatu dengan pelabuhan tanker. Stasiun-stasiun tersebut di

      

51

(29)

wilayah Hindia Belanda dibangun di Balikpapan, Batavia, Makassar, Palembang,

Pangkalan Brandan, Surabaya, dan Tarakan.52

Distribusi produksi minyak ditangani oleh anak perusahaan Shell yaitu Anglo

Saxon Petroleum Company. Perusahaan ini memiliki armada kapal tanker yang

digunakan untuk mendistribusikan minyak kepada pembeli. Pada tahun 1910 Anglo

Saxon Petroleum Company memiliki 10 kapal tanker dengan berat total sebsar 45.000

ton.53 Perusahaan ini juga terus meningkatkan jumlah kapal tanker yang dimiliki, hingga

menjelang Perang Dunia II berkecamuk, Anglo Saxon Petroleum Company memiliki

kapal tanker dengan jumlah total bebrobot mati 1.5 juta ton.54

Produksi minyak yang dihasilkan industri minyak yang ada di Hindia Belanda

dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan didalam wilayah Hindia Belanda sendiri,

sedangkan sebagian besar dari produksi minyak tersebut diekspor ke Eropa,

negara-negara di Asia dan Amerika.55 Produksi minyak yang dihasilkan di Hindia Belanda juga

diekspor ke luar negeri, pada umumnya hasil minyak tersebut diekspor ke pasar Eropa

dan Amerika. Hasil produksi minyak tersebut diekspor ke negara-negara di Eropa dan

Amerika dengan menggunakan armada kapal tanker yang melewati Terusan Suez dan

Terusan Kiel, tergantung tujuan dari armada kapal tanker tersebut.

      

52 Brosur Iklan The Asiatic Petroleum Co. Ltd. dicetak tahun 1922. 53

Koniklijke Nederlandsche Maatschappij Tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsch Indië: Verslag over 1911. (S’Gravenhage: 1912)

54

Staf Royal Dutch Shell, The Petroleum Handbook. op .cit., hlm. 333.

55

(30)

Tabel. 12. Jarak Antara Pelabuhan Balikpapan dan Palembang dalam Mil laut ke Negara-negara Tujuan Distribusi Minyak.56

Tujuan Pelabuhan Hindia Belanda Tujuan Pelabuhan Hindia Belanda

Balikpapan Palembang Balikpapan Palembang

Antwerpen 9.395 S 8.615 S Marseille 7.633 S 6.853 S Barcelona 7.700 S 6.929 S Montreal 11.211 S 10.431 S

Buenos-Aires 9.779 9.328 Napels 7.299 S 6.449 S

Tanjung

Harapan 6.000 5.549 New York 11.228 S 10.448 S

Kopenhagen 9.835 SK 9.055 SK Rio De Janeiro 9.308 8.857

Hamburg 9.665 S 8.885 S Rotterdam 9.395 S 8.615 S

Hongkong 1.700 S 1.25 Shanghai 1.800 2.210

Yokohama 2.700 3.000 Stockholm 10.165 S 9.385 SK

London 9.385 S 8.605 S Sydney 4.306 4.006

Sumber: Jaarverslagen Mijnwezen dikutip dalam W. Mautner. De Plaats van Nederlandsch-Indië in de Intenationale Petroleum Industrie. Dalam Economisch Weekblad voor Nederlandsch Indië, 17 Desember 1937.

Penggunaan armada tanker tidak bisa dilepaskan dari keberadaan pelabuhan,

yang juga berfungsi sebagai tempat depo penyimpanan minyak yang diekspor. Terdapat

dua Pelabuhan di Hindia Belanda yang memiliki fungsi strategis sebagai tempat

penyimpanan, pengelolaan, dan pendistribusian hasil produksi minyak yaitu Palembang

dan Balikpapan. Kedua pelabuhan tersebut memiliki dermaga yang mampu menampung

kapal tanker dengan bobot yang besar lebih dari 5000 ton hingga 10.000 ton. Besarnya

bobot mati kapal mempengaruhi daya jelajah kapal, semakin besar bobot kapal, maka

daya jelajahnya semakin jauh, dan kapasitas muatan minyak yang akan dibawanya juga

akan semakin besar.

      

56

(31)

Pada permulaan abad XX ketika produksi minyak di kilang minyak Balikpapan

baru dikembangkan, distribusi minyak menggunakan kapal tanker tidak begitu efektif.

Produksi minyak dibawa ke Eropa dan ketika kembali ke Balikpapan kapal tamker

tersebut membawa muatan kargo berupa barang-barang padat bukan cair. Akibatnya

minyak yang dibawa tidak begitu banyak karena bentuk kargo juga harus disesuaikan

dengan barang lainnya yang juga akan dibawa. Penggunaan mesin uap juga sangat

membahayakan minyak yang dibawa karena resiko kebakaran sangat tinggi.57 Semakin

meningkatnya permintaan minyak Hindia Belanda ke Eropa akhirnya membuat isinyur

menciptakan kapal tanker yang khusus hanya mengangkut minyak. Selama Perang

Dunia I meletus Shell telah berhasil mengembangkan jenis kapal tanker yang lebih

efisien yaitu dengan menggunakan mesin bermotor yang ,memberikan efisiensi pada

bahan bakar dan mampu menambah kecepatan kapal.58

Minyak yang dibawa dari pelabuhan di Balikpapan diekspor ke berbagai kota

besar di Eropa dan Amerika, seperti ke Barcelona, London, Rotterdam, New York.

Lancar atau tidaknya distribusi ekspor minyak tersebut dipengaruhi juga oleh faktor

politik.59 Ketika perang berlangsung distribusi minyak dengan menggunakan armada

tanker sedikit terhambat dikarenakan situasi keamanan yang tidak kondusif. Kapal

tanker kerap kali menjadi target dari blokade yang dilancarkan oleh pihak yang sedang

berperang. Terhambatnya distribusi minyak menyebabkan harga minyak naik yang

      

57

Staf Royal Dutch, op .cit., hlm. 332.

58

Ibid. hlm. 333.

59

(32)

kemungkinan disusul dengan kenaikan komoditi lainnya yang proses produksinya

bergantung dengan ketersediaan minyak.

Penjualan produk minyak yang dihasilkan di Hindia Belanda keluar negeri

membawa pemasukan yang cukup besar. Tercatat antara tahun 1933 hingga tahun 1935

nilai penjualan produk minyak Hindia Belanda terbesar yaitu transaksi dengan

Singapura. Pada tahun 1930an hingga menjelang Perang Dunia II focus utama pasar

dari produk minyak Hindia Belanda tidak lagi ke pasaran Eropa, namun mulai

merambah ke wilayah-wilayah Negara Asia. Jarak distribusi yang semakin singkat

karena dekat dan peningkatan kebutuhan minyak negara-negara Asia merupakan factor

utama mengapa perusahaan minyak Hindia Belanda terutama BPM mengalihkan daerah

pemasaran mereka ke Asia.

Penutup

Peningkatan permintaan minyak bumi yang telah terjadi pada akhir abad XIX

dan semakin bertambah setelah Perang Dunia I meletus membuat banyak negara di

Eropa dan Amerika Serikat mulai menempatkan minyak bumi sebagai komoditas vital

bagi pertahanan nasional negara mereka. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang berjalan cukup pesat pada awal abad XX seperti adanya Penemuan

mesin Diesel yang lebih efisien dibandingkan mesin kapal uap, dan penyempurnaan

teknologi penyulingan minyak mentah yang dapat mengelolah minyak mentah menjadi

(33)

Melihat prospek yang cukup menjanjikan dengan adanya peningkatan

permintaan minyak bumi, maka usaha pencarian minyak juga dilakukan di Hindia

Belanda pada akhir abad XIX. Usaha pencarian minyak bumi di Hindia Belanda tidak

selalu berjalan mulus, kadangkala terdapat kegagagalan disebabkan pengetahuan

geologi serta perkembangan teknologi pertambangan yang masih sangat kurang pada

masa itu. Pencarian minyak bumi di Hindia Belanda mulai mendapatkan hasil yang

memuaskan dengan penemuan sumur-sumur minyak yang cukup produktif di Langkat

Sumatera Utara dan Cepu.

Penemuan sumur-sumur minyak tersebut mengindikasikan bahwa di Hindia

Belanda memiliki potensi sumber daya minyak bumi yang cukup banyak, hal tersebut

semakin mendorong pencarian sumber-sumber minyak baru di berbagai daerah di

Hindia Belanda. Usaha pencarian minyak di Kalimantan Timur mulai dilakukan oleh

Jacobus Hubertus Menten setelah mendengar keusuksesan penemuan sumur minyak di

Jawa yang dilakukan oleh Stoop. Pencarian minyak di Kalimantan Timur dilakukan di

daerah-daerah konsesi batu bara yang dimiliki oleh Menten, seperti di Sanga-Sanga dan

wilayah Balikpapan. Setelah melakukan eksplorasi dan disimpulkan bahwa wilayah

tersebut memiliki kandungan minyak yang cukup maka Menten menjual konsesinya

kepada Shell. Shell dangan anak perusahaannya yang bernama NIIHM segera

melakukan proses produksi di Balikpapan, dengan melakukan pemboran untuk

mengeluarkan minyak tersebut dalam perut bumi.

Untuk melakukan pembangunan kilang minyak beserta infrastruktur

(34)

sebagian orang-orang Tionghoa. Struktur kolonial melekat erat dalam hirarki

ketenagakerjaan industri minyak Balikpapan sebelum Perang Dunia II meletus.

Golongan buruh-buruh pribumi dan Tionghoa menduduki posisi di bawah para pekerja

minyak Eropa. Mereka menerima upah yang sangat rendah dibandingkan dengan para

pekerja Eropa, serta fasilitas yang mereka terima tidak semewah fasilitas yang diterima

para pekerja minyak Eropa. Jabatan yang paling tinggi bagi buruh pribumi pada masa

itu hanya sebagai mandor, dan posisi jabatan mereka tidak dapat lebih tinggi dari para

pekerja Eropa.

Pembuatan penampungan serta penyulingan minyak segera dilakukan di sekitar

teluk Balikpapan untuk menampung hasil produksi minyak mentah dari

lapangan-lapangan minyak di daerah Balikpapan dan Sanga-Sanga. Penggabungan antara Shell

dengan Royal Dutch menyebabkan proses produksi dan pengilangan di Balikpapan

diserahkan kepada anak perusahaan Royal Dutch Shell yaitu BPM. Peningkatan

permintaan minyak setelah Perang Dunia I berimbas pada peningkatan produksi di

kilang minyak Balikpapan. Peningkatan produksi dilakukan dengan membangun

jaringan pipa minyak dari kilang minyak Balikpapan hingga lapanga-lapangan minyak

yang berada di daerah Samboja dan Sanga-Sanga.

Pembangunan fasilitas kilang minyak juga dilakukan seperti penambahan serta

modernisasi mesin-mesin destilasi untuk menghasilkan produk minyak dengan kualitas

yang semakin baik. Infrastruktur pendukung industri minyak juga mulai ditingkatkan,

seperti adanya penambahan fasilitas pergudangan di pelabuhan, pembangunan jalur

(35)

pembangunan sarana trasnportasi baik itu berupa jalan, lapangan terbang serta

pembangkit listrik. Pembangunan berbagai infrastruktur pendukung industri minyak

tersebut menyebabkan wilayah Balikpapan tumbuh sebagai salah satu wilayah yang

ramai di Kalimantan Timur.

Industri minyak Balikpapan mencapai masa puncak produktifnya antara tahun

1920 hingga 1935. Pada tahun 1935 kilang minyak Balikpapan merupakan yang

terbesar kedua di Hindia Belanda dengan kapasitas produksi sebesar 35.000 barrel per

hari. Peningkatan produksi di industri minyak Balikpapan yang tejadi antara tahun 1920

hingga 1935 disebabkan lapangan-lapangan minyak yang ada di sekitar kilang minyak

Balikpapan, mampu menghasilkan jumlah minyak mentah yang cukup banyak untuk

diolah. Penurunan produksi yang terjadi sejak tahun 1935 hingga tentara Jepang berhasil

menguasai industri minyak di Balikpapan, dikarenakan sumur-sumur minyak mentah di

sekitar kilang mulai mongering dan kurang adanya proses eksplorasi yang berakibat

tidak ditemukannya lagi lapangan-lapangan minyak produktif disekitar industri minyak

Balikpapan.

Sebelum Perang Dunia II meletus hasil produksi seperti paraffin, minyak tanah,

minyak pelumas dari industri minyak Balikpapan digunakan untuk memenuhi

kebutuhan di Hindia Belanda dan sebagian besar diekspor ke luar negeri yaitu ke

negara-negara Eropa seperti Belanda, Inggris, dan ke beberapa negera di kawasan Asia

(36)

Peningkatan jumlah ekspor minyak hasil pengolahan Industri Minyak

Balikpapan membuat komoditi ini menjadi andalan ekspor bagi wilayah Residen

Kalimantan Tenggara. Setelah Perang Dunia I jumlah ekspor komoditi minyak baik itu

mentah maupun yang telah diolah mencapai lebih dari separuh dari total keseluruhan

nilai ekspor Residen Kalimantan Tenggara. Ketika masa depersi ekonomi pada tahun

1930 terjadi penurunan nilai dari ekspor minyak di Kalimantan Tenggara, hal ini

disebabkan harga barang mentah yang menurun. Walaupun nilainya mengalami

penurunan namun jumlah produksi minyak yang dihasilkan kilang minyak Balikpapan

tetap stabil hingga tahun 1938. Antara tahun 1910 hingga 1930 Residen Kalimantan

Tenggara dengan produksi kilang minyak Balikpapan menjadi pusat produksi minyak

bumi terbanyak di Hindia Belanda, sebelum kedudukan tersebut berangsur-angsur

disejajarkan oleh kilang minyak NKPM di Hindia belanda pada tahun 1930an. Industri

minyak di Balikpapan merupakan salah satu industri minyak tertua yanga ada di Hindia

Belanda, dan hingga saat ini industri minyak tersebut masih beroperasi dan merupakan

industri minyak yang memiliki kapasitas produksi terbesar kedua setelah Cilacap.

Daftar Pustaka

A. Arsip dan Penerbitan Pemerintah

Arsip kartografi ANRI Wilayah Kalimantan No. 2481

Booklet Pertamina RU V Balikpapan

Departement van Economisch Zaken, Indisch Verslag 1936: Statistisch Jaaroverzicht

Van Nederlandsh-Indië Over Het Jaar 1935. (Batavia: Landsdrukkerij, 1937). Economisch Weekblad voor Nederlandsch Indië, 17 Desember 1937.

(37)

Koniklijke, 1911-1940, Jaarverslagen van de Koniklijke Nederlandsche Maatschapij tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Ndrrlandsch Indie 1911 – 1940, S’Gravenhage.

Lembaran Negara Republik Indonesia 1960 No. 133

Maandblad van De Irichting Voor Gemeente Administratie van De Uitgever, April

1937.

Staatsblad van Nederlansch-Indie 1939 no 612 Staatblad van Nederlandsch-Indië 1939 No. 678 Staatsblad van Nederlandsch Indie 1899 No. 214 Staasblad van Nederlandsch-Indie 1912 no 554.

Topografischen dienst, Blad 67/XXII e. dan 67/XXII f, (Batavia: Reproductiebedrijf Topografischen dienst, 1932), dalam Arsip Kartografi ANRI wilayah Kalimantan No. 2500 dan 2501

B. Jurnal

Armentano, D. T. The Petroleum Industri; A Historical Study in Power. Dalam Cato Journal Vol. 1, No. 1. 1981.

Basundoro, Purnawan. “Menjadi Tu(h)an di Rumah Sendiri: Pancaroba Usaha

Pertambangan Minyak di Indonesia 1945 – 1960”, dalam Lembaran Sejarah

Vol 7 No. 1, 2004, hlm. 173-195.

Linblad, J. Thomas. Economic Change in Shoutheast Kalimantan 1880 – 1940, dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies Volume 21, III, 1985.

, ”The Petroleum Industry in Indonesia Before The Second World War”, dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies Volume 25, II, 1989.

.“Westers en niet Westers Economisch Gedrag in Zuid-Oost Kalimantan

1900 – 1940”, dalam Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde 142 (1986).

C. Skripsi dan Tesis

Stephen L. Woborsky, The Attack on Japanese Oil in World War II, (Alabama: Tesis Maxwell Air University, 1994).

(38)

Ikhsan Rosyid M. A. Industri Mesin di Surabaya Sejak Abad XIX Sampai Awal abad

XX. (Surabaya: Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah FIB UNAIR, 2006)

E. Buku

American Petroleum Institute. Petroleum: The Story of an American Industri. New York: American Petroleum Institute, 1949.

Anonim. Buku Panduan Anjungan Sejarah Museum Minyak dan Gas Bumi Graha

Widya Patra. Jakarta: Humas TMII, 1996

Badan Pengurus Eksponen BPRI Sanga-Sanga. Palagan Perebutan Kota Minyak

Sanga-Sanga. Balikpapan: Yayasan 27 Januari, 1982.

Barlett, Anderson G, dkk. Pertamina: Perusahaan Minyak Nasional. Jakarta: Inti Idayu Press, 1986.

Boomgard, Peter (ed). Changing Economy in Indonesia vol 8. Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1987.

Clark, John G. The Political Economy of World Energi: A Twentieth-Century

Perspective. London: Harvester Wheatsheaf, 1990.

Colombijn, Freek, dkk. (ed). Kota Lama-Kota Baru: Sejarah Kota-Kota di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2005

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Kebangkitan Nasional Derah

Kalimantan Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978.

Dinas Keselamatan Kerdja, Buku Peraturan Keselamatan Kerdja. Jakarta: Seksi Keselamatan Kerdja BPM, 1952.

F. C., Gerretson. History of Royal Dutch Volume II, .Leiden: E. J. Brill, 1957.

Furnivall, J. S. Terj. Samsudin Berlian. Hindia Belanda: Studi Tentang Ekonomi

Majemuk. Jakarta: Freedom Institute, 2009.

Humas BPM. Pendidikan dan Pengajaran Pada BPM di Indonesia. Jakarta: SENO N.V, 1955.

Humas Pertamina Daerah Kalimantan. Minyak dan Gas Bumi Untuk Kemakmuran

(39)

Humas Kota Balikpapan. 90 Tahun Kota Balikpapan. Balikpapan: Humas Kota Balikpapan, 1987.

Humas Pertamina. 25 Tahun Pertamina 1957 –1982. Jakarta: Humas Pertamina, 1982.

. Sedjarah Industri Minjak Indonesia. Jakarta: Humas Pertamina, 1969.

Humas Shell Indonesia. Tanjung. Jakarta:Humas Shell Indonesia, 1959.

Ismail, Taufiq dan Hamid Jabar. Pertamina Dari Puing-Puing ke Masa Depan: Refleksi

& Visi 1957 – 1997. Jakarta: Humas Pertamina, 1997.

J, Paulus. Encylopædie van Nedelandsch-Indië 1. Leiden: N.V. E.J. Brill. 1918.

Linblad, J. Thomas. Bridge to New Business: The Economic Decolonization of

Indonesia. Leiden: KITLV Press, 2008. [Verhandelingen Van Het Koniklijk

Instituut Voor Taal-, Land- en Volkenkunde 245]

(ed), Terj. Bambang Purwanto dan M. Arief Rohman, Sejarah Ekonomi

Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru. Jakarta: Pustaka LP3ES, 2000.

Knappen, Han. Forest of Fortune?: The Enviromental History of Shoutheast Borneo,

1600 – 1800. Leiden: KITLV Press, 2001. [Verhandelingen Van Het Koniklijk

Instituut Voor Taal-, Land- en Volkenkunde 189] .

Nas, Peter J.M. The Indonesian City: Studies in Urban Development and Planning. Leiden: KITLV, 1986. [Verhandelingen Van Het Koniklijk Instituut Voor Taal-, Land- en Volkenkunde 117].

Noreng, Qystein. Minyak dalam Politik, Upaya Mencapai Konsensus Internasional, Jakarta: Rajawali, 1983.

Nordholt, Henk Schulte, dkk.(ed). Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor, 2008

Ojong, P.K. Perang Pasifik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001.

. Runtuhnya Hindia Belanda. Jakarta: Gramedia, 1987.

Reid, Anthony, dkk. Australia dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Reksohadiprojo, Sukanto dan Pradono, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi. Yogyakarta: BPFE, 1988.

(40)

Seksi Keselamatan Kerdja BPM. Buku Peraturan Keselamatan Kerdja. Jakarta: Seksi Keselamatan Kerdja BPM, 1952.

Sell, G. dan H.A. Dosset. (ed). Handbook of The Petroleum Industri. London: Marrison and Gibb Limited, 1958.

Shell Indonesia. Pladju: Pusat Kegiatan Minjak di Sumatera. Tempat terbit tidak diketahui: Gita karya. 1960.

Suprapto, Agus. Sejarah Balikpapan. Balikpapan: Galeria Madani, 2008.

Gambar

Tabel 2. Permintaan Minyak Dunia Tahun 1913 – 1939
Tabel 3. Jumlah Kendaraan Bermotor di Belanda Antara tahun 1933 - 1936
Tabel 9. Produksi Minyak Mentah di Residen Kalimatan Tenggara   (tidak termasuk Tarakan) dalam Kg/Ton
Tabel 10. Grafik Penjualan Komoditas Minyak Bumi di Kalimantan Tenggara (baik  yang sudah diolah ataupun tidak)
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kepemilikan asing diukur dengan menggunakan persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak asing terhadap total saham perusahaan (Al-Najjar dan Kilincarslan,

Namun dalam menerapkan strategi memasarkan produk nya pada saat MEA mendatang masyarakat Mulyoharjo akan sedikit kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang asing khususnya

Tahapan Belajar Menggunakan Media Flashcard untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Notasi Balok Siswa Les Keyboard Privat .... Peningkatan Kemampuan Membaca Notasi Balok Siswa

SUSUNAN PEMBANTU PANITIA PELAKSANA PORPROV XI TAHUN 2011. SEKSI-SEKSI

Sehubungan dengan Hasil Evaluasi Kualifikasi yang telah dilakukan Pokja V ULP Kabupaten Maluku Tengah pada tanggal 14 Juni 2017 atas Paket Pekerjaan Pengadaan Bibit Cengkeh, Bibit

Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Siswa Dari hasil penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing yang telah dilaksanakan, didapatkan bahwa

Pengembangan software, harus lebih disempurnakan lagi dan ditambah database sehingga pada wajah yang terdeteksi oleh kamera, keluar nama wajah tersebut. Pengembangan