• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN RUMEN PADA PAKAN KOMERSILTERHADAP LAJU PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAS (Captinus carpio) RAHMAD HASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN RUMEN PADA PAKAN KOMERSILTERHADAP LAJU PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAS (Captinus carpio) RAHMAD HASAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN RUMEN

PADA PAKAN KOMERSILTERHADAP LAJU PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAS (Captinus carpio)

RAHMAD HASAN 10594 00 648 11

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur tak henti-hentinya berderu atas hikmah yang diberikan oleh Allah SWT, karena atas nikmat, rahmat, hidayah dan petunjuk- Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul “ EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN RUMEN PADA PAKAN KOMERSILTERHADAP LAJU PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio) ”.

Dalam penyusunan Proposal Penelitian ini tidak sedikit hambatan yang penulis jumpai, namun semua itu dapat terselesaikan berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan serta doa restu dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan proposal ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak tersebut diantaranya :

1. Terkhusus untuk Orang tua yaitu ibundaku tercinta atas segalah pengorbanan, dukungan, Doa restu demi kelancaran dan kebaikan penulis dimasa yang akan datang, serta ketiga saudara-saudariku.

2. Ibu Murni S.Pi., M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan proposal penelitian.

(5)

3. Bapak H. Burhanuddin, S.Pi, MP selaku pembimbing II yang telah member arahan dan masukan dalam penyusunan proposal penelitian.

4. Ibu Murni S.Pi,M.Si selaku ketua Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Semua rekan-rekan perjuanganku Angkatan 2011 Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan pendapat dan solusih demi penyempurnaan proposal yang akan datang. Akhir kata semoga proposal ini bermanfaat kepada semua pihak terutama bagi penulis secara pribadi.

“ Fastabuqul Khairat ”

Makassar, Januari 2016

(6)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki daerah penyebaran yang merata di Indonesia. Jenis ikan ini banyak dikenal dan digemari oleh masyarakat. Kandungan proteinnya cukup tinggi sehingga ikan mas ini terus berkembang pesat dari waktu ke waktu.

Pembudidayaan ikan mas terus dikembangkan secara monokultur ataupun ponikultur dengan tehnik dan wadah yang berbeda. Selain itu dalam budidaya perikanan yang bersifat komersial dilakukan pengelolaan secara intensif baik dalam penyediaan benih, pakan maupun dalam proses pemeliharaannya sehingga dapat meningkatkan produksi ikan.

Faktor penting dalam budidaya ikan mas adalah tersedianya pakan dalam jumlah cukup, tepat waktu, dan bernilai gizi tinggi. Namun, yang menjadi permasalahan adalah bahwa penyediaan pakan buatan yang kaya akan nutrisi. Pakan ini juga akan mempengaruhi penyediaan benih ikan mas yang tepat dalam jumlah banyak dan berkualitas baik, yang menjadi faktor utama untuk menjamin kelangsungan usaha pembesaran ikan sampai mencapai ukuran konsumsi. Cairan rumen berasal dari kotoran sapi yang mengandung enzim selulase, amylase, protease, xilanase, mannanase, dan fitase (Lee, et all.2002).

(7)

Rumen merupakan limbah ruma potong hewan yang berpotensi sebagai Feed Additive. Mikroba rumen dapat meningkatkan nilai gizi bahan makanan karena adanya protein mikrobia sehingga akan meningkatkan daya cerna. Selain itu rumen diakui sebagai sumber enzim degradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis dirumen disebabkan pengaruh sinergis dan interaksi dari kompleks mikroorganisme, terutama sillulase dan xilanase (Trinci, dkk,1994). Kung et all. (2000) melaporkan bahwa cairan rumen sapi mengandung enzim protease/ deaminase yang menghidrolisis protein atau peptida, amilase yang menghidrolisis pati, selulase yang menghidrolisis selulosa, hemiselulase (xylanase) yang menghidrolisis hemiselulosa (xylan), lipase yang menghidrolisis lemak, fitase yang menghidrolisis fitat dan lain-lain.

Penambahan cairan rumen pada bahan baku pakan ikan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, sintasan dan pertumbuhan. Kemampuan cairan rumen sapi asal RPH dalam mendegradasi pakan perlu dikaji, terutama kemampuannya dalam mendegradasi karbohidrat agar penggunaan optimum enzim pada pakan ikan, terutama pada pakan ikan berkualitas rendah yang mengandung serat kasar tinggi.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang optimasi pemberian cairan rumen pada pakan komersil terhadap laju pertumbuhan benih Ikan Mas (Cyprinus carpio).

(8)

1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pemberian cairan rumen dalam pakan komersil yang efektif terhadap pertumbuhan benih ikan mas (Cyprinus carpio). dan kegunaan penelitian ini yaitu sebagai bahan informasih mahasiswa dan pembudidaya dalam kegiatan pembuatan pakan dengan memberikan cairan rumen, untuk pertumbuhan benih ikan mas yang diberi pakan dengan pemanfaatan rumen sapi.

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasih dan Morfologi Ikan Mas (Cypinus carpio)

Menurut Khairuman (2008), ikan mas diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata

Kelas : Oteichtyes Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus

Spesies : Cyiprinus carpio L.

Gambar. Benih Ikan Mas (Cyiprinus carpio)

Ikan mas memiliki tubuh tegak memanjang dan memipih tegak (compresed). Mulut terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat di sembulkan (protaktik). Bagian anterior mulut terdapatat dua pasang sungut. Secara umum, hampir seluruh ikan mas ditutupi oleh sisik. Sisik ikan mas berukuran relative besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid.

(10)

Selain itu, tubuh ikan mas juga dilengkapi dengan sirip, sirip punggung (dorsal) berukuran relative panjang dengan bagian belakang berjari-jari keras dan sirip terkahrir, yaitu sirip ketiga dan keempat, bergerigih. Letak permukaan sirip punggung bersebrangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip dubur (anat) yang terakhir gerigih. Linea leteralis (gurat sisi) terletak di pertengahan tubuh, melintang dari tutup insang sampai keujung belakang pangkal ekor. Pharylreal teeth (gigi kerongkongan) terdiri dari 3 garis yang berbentuk gigi geraham.

2.2. Kebutuhan Nutrisi Untuk Ikan Mas (Ccyprinus corpio)

Kebutuhan protein ikan berbeda-beda menurut spesiesnya, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 30 - 40 % dalam pakannya (Jobling 1994). Ikan air tawar umumnya dapat tumbuh dengan baik dengan pemberian pakan yang mengandung kadar protein 25 - 35 % dengan rasio energi protein adalah sekitar 8 kkal/gram protein.

Pada umumnya, ikan membutuhkan protein lebih banyak dari pada hewan-hewan ternak didarat (unggas dan mamalia). Menurut Rochdianto dalam Ulfasari (2007), dalam pemeliharaan ikan agar cepat tumbuh ikan harus selalu diberikan pakan yang bergizi tinggi dengan kandungan protein diatas 20%. Litbang Deptan (1989), dalam Kordi (2004), ikan mas yang dipelihara secara intensif membutuhkan pakan dengan kadar protein 30-40%, lemak sebanyak 6-8%, karbohidrat 20%, vitamin 0,5-10% dan mineral 0,25-0,5%.

(11)

2.3. Cairan Rumen

Pada dasarnya isi rumen merupakan isi bahan-bahan makan yang terdapat dalam rumen belum menjadi feces dan dikeluarkan diri dalam lambung rumen setelah hewan dipotong. Kandungan nutriennya cukup tinggi, hal ini disebabkan terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga kandungan zat-zat tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makan yang berasal dari bahan bakunya.

Isi rumen adalah limbah padat Rumah Pomotongan Hewan (RPH) diperkaya oleh kandungan yang berasal dari protein mikroba dan protein pakan, vitamin B dan vitamin K yang dapat disintesis sendiri oleh mikrobah rumen dan mineral. Didalam rumen ternak rumenansia (sapi, kerbau, kambing dan doma) terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan rumen mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 10 pangkat 9 setiap cc isi rumen, sedangkan

protozoa bervariasi sekitar 10 pangkat 5-10 pangkat 6 setiap cc isi rumen (Tilman, 1991).

Kandungan zat makan yang terisi dalam isi rumen sapi meliputi : air (8,8%), protein kasar (9,63%), lemak (1,81%), serat kasar (24,60%), Abu (16,76%), kalsium (1,22%), dan posfor (0,29%) (Suhermiyatin, 1984). Widodo (2002) menyatakan zat makanan yang terkadung dalam rumen meliputi protein sebesar 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, posfor 0,55%, abu 18,54%, dan air 10,92%.

(12)

Berdasarkan komposisi zat yang terkandung didalamnya maka isi rumen dalam batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan bahan pencampur ransum berbagai ternak. Rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, posfor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang terkandung di dalamnya dapat dipastikan bahwa isi rumen dalam batas-batas tertentu tidak akan merugikan bila dijadikan bahan campur pakan. Kuantitas dan kualitas isi rumen dapat di pengaruhi oleh jenis ternak, bobot badan, mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan, kuantitas dan kualitas serta daya cernanya.

2.4. Cairan Rumen Sebagai Sumber Enzim

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasums. Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen karena pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro-organisme, terutama sellulase dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen (liquid phase) dan menempel pada digesta rumen.

Enzim yang aktif mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada mikro organisme yang menempel pada partikel pakan. Di dalam retikulo rumen terdapat mikrobia rumen yang terdiri atas protozoa dan bakteri yang berfungsi melaksanakan fermentasi untuk mensintesis asam amino, vitamin B-komplek dan vitamin K sebagai sumber zat makanan bagi hewan induk semang (Hungate 1966).

(13)

Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi (Czerkawski 1986)

Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan oleh Hungate (1966) adalah : (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati (Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis).

Kehadiran fungsi dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: holotrichs yang mempunyai silia hampir di seluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut dan umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).

Mikroba-mikroba rumen mensekresikan enzim-enzim pencernaan ke dalam cairan rumen untuk membantu mendegradasi partikel makanan. Enzim-enzim tersebut antara lain enzim yang mendegradasi substrat selulase yaitu selulase, hemiselulase/xylosa adalah hemiselulase/xylanase, pati adalah amilase, pektin adalah pektinase, lipid/lemak adalah lipase, protein adalah protease dan lain-lain (Kamra

(14)

2005). Aktivitas enzim dalam cairan rumen juga tergantung dari komposisi atau perlakuan makanan (Moharrery dan Das 2002). Agarwal et all. (2002) melaporkan, rumen anak domba dengan berat badan 23,5 kg yang diberi air susu sampai 8 minggu dan diteruskan dengan 50 persen konsentrat dan 50 persen rumput sampai umur 24 minggu, pada cairan rumennya didapatkan enzim carboxymethyl celulase dengan aktivitas enzim 3,60 μmol glukosa per jam per ml, alpha amilase 0,33 μmol glukosa per menit per ml, xylanase 0,29 μmol xylosa per menit per ml, beta-glukosidase 0,20 μmol p-nitrophenol per menit per ml, alpha-glukosidase 0,008 mol p-nitrophenol per menit per ml, urease 0,05 μmol NHs-N per menit per ml dan protease 452,7 μg hidrolisis protein per jam per ml. Martin et al. (1999) mendapatkan bahwa enzim-enzim pencerna karbohidrat dalam cairan rumen antara lain adalah amilase, xylanase, avicelase, alpha-D-glukosidase, alpha-L-arabinofuranosidase, beta-D-glukosidase dan beta-D-xylosidase.

Enzim-enzim yang terdapat dalam cairan rumen sapi antara lain adalah enzim-enzim selulolitik terdiri atas endoglukanase, exoglukanase, beta-D-glukosidase, dan beta-D-fucosida fucohydrolase, enzim-enzim xylanolitik terdiri atas beta-D-xylanase, beta-D-xylosidase, acetyl esterase, dan alfa-L-arabinofuranosidase, enzim-enzim pektinolitik terdiri atas polygalacturonase, pectate lyase dan pectin lyase, dan enzim-enzim lain yang terdiri atas beta-amilase, endo-arabilase, beta-D-gluanase (laminarinase), beta-D-glucanase (Lichenase), beta-D-glucanase (Pechimanase) dan protease.

(15)

2.5. Pertumbuhan

Pertumbuhan panjang tubuh ikan seiring dengan pertumbuhan berat tubuh ikan itu sendiri. Setiap pertumbuhan berat ikan akan bertambah pula panjangnya. Dapat dikatakan bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan dalam hal ini berlaku untuk ikan kecil dan besar. Pertumbuhan panjang ikan mas terjadi karena pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan dan sesuai dengan kebutuhan ikan mas. Pertambahan panjang tubuh ikan mas di pengaruhi oleh faktor genetika masing-masing individu, jenis train, jenis ikan serta faktor lingkungan terutama pakan. Pertambahan panjang tubuh ikan mas terutama didukung oleh kandungan protein dan bahan pakan.

Menurut Mudjiman (1998), pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran, maupun volume seiring dengan berubahnya waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan factor-faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti umur, dan sifat genetic ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makan dan ketahanan terhadap penyakit. Factor eksternal merupakn factor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan dari segi kuantitas dan kualitas.

(16)

2.6. Kualitas Air

Dalam budidaya kualitas air biasa didefinisikan sebagai kesesuaian air untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan, biasanya diatur oleh beberapa variabel (Boys, 1982). Kualitas air dalam bududaya perairan adalah faktor pembatas. Biota budidaya tumbuh optimal pada kualitas air yang sesuai dengan kebutuhannya. Budidaya perairan yang menerapkan padat penebaran tinggi dan pemberian pakan optimal mengharuskan penerapan menejemen pengelolaan air yang lebih ketat (Ghufron dan Kordi, 2009).

Beberapa sifat fisika kimia yang harus diketahui untuk mendukdung pertumbuhan biota budidaya, yaitu suhu, kandungan oksigen terlarut, dan pH (derajat keasaman air). Keempat indikator kualitas air tersebut paling umum diukur untuk mengetahui baik tidaknya kualitas air disuatu perairan.

Indikator lainnya adalah karbondioksida, amoniak, nitrat, kesadahan, dan hydrogen sulfida, kadang diabaikan jika keempat indikator tersebut berada pada kondisi optimum (Ghufron dan Kordi, 2008).

2.6.1. Suhu

Suhu juga sangat penting bagi kehidupan organisme diperairan, karena suhu mempengaruhi baik aktifitas maupun perkembang biakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat diberbagai tempat didunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu.

(17)

Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Suhu yang cocok untuk budidaya berbagai biota air antara 23-32ºC. Didaera tropic seperti Indonesia, suhu perairan tidak menjadi masalah karena perubahan suhu relatif sangat kecil yakni berkisar antara 27-32C (Ghufran, 2008).

2.6.2. pH (Poison Of Hydrogen).

Nilai pH juga merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme perairan sehingga sering kali dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan. Kualitas air merupakan aspek yang penting dalam pemeliharaan ikan. Kualitas air yang ideal adalah yang dapat mendukung kelangsungan semua siklus ikan. pH air selama pemeliharaan ikan mas berkisar 6-7. Kisaran nilai kualitas air tersebut masih baik untuk pemeliharan dan pertumbuhan ikan mas (Patriono et.al., 2009).

2.6.3. DO (Dissolved Oksigen)

Oksige terlarut (Dissolved Oxigen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, metabolism atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organic dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utam dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari bebrapa faktor seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan masa air dan udara seperti arus gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005).

(18)

Kualitas air merupakan aspek yang penting dalam pemeliharan ikan. Kualitas air yang ideal adalah yang dapat mendukung kelangsungan semua siklus ikan. Suhu air selama pemeliharaan ikan mas berkisar 27-27ºC sedangkan pH air berkisar antara 6-7, dan oksigen terlarut berkisar 3,5-4,5 ppm. Kisaran nilai kualitas air tersebut masih baik untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ikan mas (Patrono et. Al, 2009).

2.6.4. Amonia

Kordi (2009) dalam silaban et.al (2012), yang menyatakan bahwa presentase amonia dalam perairan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatkan pH air. Pada saat pH tinggi amonia yang terbentuk tidak terionisasi dan bersifat toksin pada ikan. Peningkatan pH pada perairan disebabkan konsentrasi dalam perairan rendah. Gas yang dihasilkan selama proses respirasi tidak dapat terhidrolisa menjadi hydrogen yang merupakan unsure asam dan bikarbonat yang merupakan unsure alkalihal tersebut menyebabkan pH meningkat. Amonia yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan mas yaitu kurang dari 0.1 mg/1.

Pengubahan nitrogen yang berperan dalam pengurangan kandungan amonia terdiri atas tiga proses yakni proses fotoautotropik oleh alga, proses bacterial autotropik yang menguba amonia menjadi nitarat, dan proses bacterial heterotropik yang mengubah amonia langsung menjadi biomassa mikroba. Proses microbial seperti ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas air dan mengulangi beban cemaran limbah budidaya ikan perairan sekitarnya (Gunadi dan Rani, 2011).

(19)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan 2 bulan. Lokasi di Balai Benih Ikan (BBI) Bontomanai, Kabupaten Gowa.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Alat dan Bahan Kegunaan

Timbangan Menimbang

Selang Air Mengeluarkan Kotoran dari Usus Mangkok Tempat Cairan Rumen

Kantong Plastik Fermentasi Pakan Gelang Karet Pengikat

Aquarium Wadah

Blower Mensuplai Oksigen Benih Ikan Mas Bibit (Objek Penelitian) Gula Pasir Pakan Pada Bakteri

Cairan Rumen Untuk Diambil Cairan Rumen

3.3. Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan adalah benih ikan mas yang berukuran 8-12 cm, berat rata-rata 25 gram.

3.4. Media Penelitian

Media yang digunakan pada penelitian ini adalah aquarium yang berukuran 40x50x30 cm sebanyak 12 buah, dengan kepadatan 10 ekor/wadah.

(20)

3.5. Persiapan Cairan Rumen

Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Sungguminasa Gowa. Untuk mendapatkan cairan rumen, terlebih dahulu kita menggunakan pisau untuk memotong usus sapi. Setelah itu kita mengeluarkan kotoran sapi tersebut dengan menggunakan selang air dan setelah kita mengeluarkan kotoran sapi tersebut kemudian kita mengambil cairan rumen tersebut dari usus sapi yang suda dibersihkan dibawa kondisi dingin. Cairan rumen hasil fitrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000g selama 10 menit pada suhu 4ºC untuk memisahkan supernata dari se-sel dan isi sel mikroba. Supernatan kemudian diambil sebagai sumber enzim kasar. (Lee et al. 2000).

3.6. Pakan Uji

Jenis pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pakan komersil yang berukuran 2 mm ditimbang kemudian dicampurkan dengan cairan rumen yang di ambil dari rumah potong hewan (RPH) Sungguminasa Gowa.

3.7. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian yang akan meliputi kegiatan antara lain : Persiapan, Aklimatisasi, Penebaran, selanjutnya Pengamatan Terhadap Laju Pertumbuhan Hewan Uji, dan Pengukuran Kualitas Air sebagai data penunjang.

(21)

Wada penelitian yang akan digunakan terlebih dahulu disiapkan. Aquarium dicuci kemudian dikeringkan, sebelum ikan mas dimasukan kedalam aquarium. Terlebih dahulu yang kita lakukan adalah melakukan penimbangan bobot tubuh hewan uji dan pengukuaran panjang hewan uji dengan menggunakan timbangan dan mistar serta mengukur kualitas air sebagai data awal.

Setelah persiapan benih ikan mas tidak boleh langsung dilepas kedalam aquarium, tetapi harus diadaptasikan terlebih dahulu selama beberapa menit. Caranya yaitu wada tempat pengangkutan ikan diapungkan diatas permukaan air aquarium selama 5-10 menit agar suhu yang berada didalam kolam dan suhu yang berada dalam aquarium relative sama, setelah itu ditambahkan sedikit demi sedikit air kolam kedalam aquarium sampai kondisi air yang ada didalamnya sama dengan kondisi air yang ada didalam aquarium. Langkah selanjutnya benih ikan mas dimasukan kedalam aquarium. Dengan demikian benih yang ditebar tidak akan mengalami sters.

Setelah ditebar, benih ikan mas uji dan diadaptasikan terlebih dahulu baik terhadap lingkungan maupun pakan uji yang akan diberikan. Proses adaptasi berlangsung selama satu hari. Adaptasi ini bertujuan agar ikan uji telah benar-benar beradaptasi dengan lingkungan barunya dan terbiasa dengan pakan uji yang diberikan.

Ikan uji dipelihara selama 45 hari. Selama pemeliharan berlangsung pakan uji yang diberikan berupa pakan buatan (pallet) ukuran 2 mm dan cairan rumen yang berasal dari rumah potongan hewan. Frekuensi pemberian pakan diberi 3 kali sehari

(22)

yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00 dengan dosis 3% dari biomassa. Pemberian pakan uji secara adlibitum (sedikit demi sedikit).

3.8. Rancangan Percobaan

Rancangan yang akan digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan sehingga terdapat 12 unit percobaan.

Tata letak satuan percobaan setelah dilakukan pengacakan disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Tata Letak Satuan Percobaan Setelah Pengacakan Perlakuan A = Tanpa Penambahan Cairan Rumen (Kontrol)

Perlakuan B = Penambahan Cairan Rumen Pada Pakan 15 ml/kg Pakan Perlakuan C = Penambahan Cairan Rumen Pada Pakan 20 ml/kg Pakan Perlakuan D = Penambahan Cairan Rumen Pada Pakan 25 ml/kg Pakan

(23)

3.9. Paubah Yang Diamati 3.9.1. Retensi Protein

Retensi protein dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat protein tubuh ikan pada awal dan akhir percobaan, mengikuti metode (AOAC 1990). Rumus penghitungan retensi protein adalah :

( ) Dimana :

Fp = Jumlah Protein Tubuh Ikan Pada Waktu Akhir Pemeliharaan (g) lp = Jumlah Protein Tubuh Ikan Pada Waktu Awal Pemeliharaan (g) P = Jumlah Protein Yang Dikonsumsi Ikan Selama Pemeliharaan (g)

3.9.2. Retensi Lemak

Retensi lemak dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat lemak tubuh ikan pada awal dan akhir percobaan, mengikuti metode (AOAC 1990). Rumus penghitungan retensi lemak adalah :

( ) Dimana :

Fl = Jumlah Lemak Tubuh Ikan Pada Waktu Akhir Pemeliharaan (g) ll = Jumlah Lemak Tubuh Ikan Pada Waktu Awal Pemeliharaan (g) L = Jumlah Lemak Yang Dikonsumsi Ikan Selama Pemeliharaan (g)

(24)

3.10. Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap sintasan dan laju pertumbuhan benih ikan mas, maka data dianalisa dengan menggunakan analisis ragam. Apabila hasilnya berpengaruh terhadap perubahan yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) berdasarkan petunjuk Sudjana (1992).

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal N, Kamra DN, Chaundhary LC, Agarwal I, Sahoo A and Pathak NN. 2002. Microbial status and rumen enzyme profile of crossbred calves fed on different microbial feed additives. Applied Microbiology, 34: 329-336.

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. Association of Official Analitycal Chemist. AOAC. Washington DC. USA.

Arora SP. 1989. Pencernaan mikroba pada ruminansia. Penerbit Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Czerkawski JW. 1986. An introduction to rumen studies. 1st Ed. Pergamon Press, New York

Hungate R. 1966. The rumen and its microbes. London and New York: Academic Press London. 533pp.

Jobling M. 1994. Fish bioenergetics. Chapman Hall.London

Kamra DN. 2005. Special section microbial diversity: Rumen microbial ecosystem. Current Science, 89 (10) : 124 - 135. 102

Kung LJr, Treacher RJ, Nauman GA, Smagala AM, Endres KM and Cohen MA, 2000. The effect of treating forages with fibrolytic enzymes on its nutritive value and lactation performance of dairy cows. J. Dairy Sci. 83:115-122.

Lee SS, Kim CH, Ha JK, Moon YH, Choi NJ and. Cheng KJ. 2002. Distribution and activities of hydrolytic enzymes in the rumen compartements of Hereford bulls fed alfalfa based diet. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15 (12): 1725-1731.

Lee Sang-Min and Lee Jong Ha. 2000. Effect of dietary glucose, dextrin and starch on growth and body composition of juvenile starry flounder (Platichthys stellatus). Fisheries Science, 70: 53-58.

Moharrery A and Das Tirta K. 2002. Correlation between microbial enzyme activities in the rumen fluid of sheep under different treatments. Reprod. Nutr. Dev,41:513-529.

Martin C, Devillard E and Michlet-Doreau B. 1999. Influence of sampling site on concentrations and carbohydrate-degrading enzyme activities of protozoa and bacteria in the rumen. J. Anim. Sci, 77: 979 - 987.

(26)

Trinci APJ, Davies DR, Gull K, Lawrence ML, Nielsen BB, Rickers A and Theodorou MK. 1994. Anaerobic fungi in herbivorous animals. Myco. Res. 98:129-152.

Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S dan Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu makanan ternak dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gambar

Gambar 2. Tata Letak Satuan Percobaan Setelah Pengacakan  Perlakuan A  = Tanpa Penambahan Cairan Rumen (Kontrol)

Referensi

Dokumen terkait

Menggandakan berkas proposal yang dijilid softcover warna hitam dengan tulisan warna keemasan berukuran A4 sebanyak 2 (dua) eksemplar, untuk: - 1 (satu) eksemplar

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Tingkat Loyalitas Konsumen Beras SKM (Studi Kasus Pada

Maka dari itu ketika ada seseorang yang diketahui telah melakukan penipuan ( garar ) dengan mengakui bahwa dirinya sehat namun dalam kenyataannya.. memiliki cacat

Atau dengan kata lain, tingkat perubahan harga implisit menggambarkan tingkat perubahan harga yang terjadi pada sektor/sub sektor, atau secara agregat

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rubrik penilaian pada RPP mata pelajaran IPA kelas IV SD di Kota Kediri mempunyai kekurangan pada berbagai aspek,

METODE PENDEKATAN NEURO-SENSO- MOTOR-REFELX INTEGRATION SENSORY INTEGRATION  Merupakan metode yg sangat dasar untuk perbaikan sensory motor untuk meningkatkan kognitif

Pendekatan yang sering digunakan dalam mengkaji hubungan norma subyektif, sikap dan niat induvidu adalah model TPB ( Theory of Planned Behaviour) yang dikembangkan oleh Ajzen

Sawah luas, dengan genangan air tidak terlalu dalam tetap dapat dibayangkan bagaikan waduk tampungan air, yang memperlambat perjalanan air hujan lebat menjadi aliran di sungai