• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN ESTIMASI NILAI VO2MAX, ASUPAN GIZI, STATUS GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK ANTARA VEGETARIAN DAN NON-VEGETARIAN TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN ESTIMASI NILAI VO2MAX, ASUPAN GIZI, STATUS GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK ANTARA VEGETARIAN DAN NON-VEGETARIAN TAHUN 2013"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ESTIMASI NILAI VO

2

MAX, ASUPAN GIZI,

STATUS GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK ANTARA

VEGETARIAN DAN NON-VEGETARIAN TAHUN 2013

Mega Ranty Sendayung1, Engkus Kusdinar Achmad2 1Mahasiswa Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI 2Staf Pengajar Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masayarakat UI

Abstrak

Skripsi ini bertujuan untuk membandingkan nilai VO2max, asupan gizi (energi, karbohidrat,

protein, lemak, vitamin C, dan zat besi), status gizi, dan aktivitas fisik antara vegetarian dan non-vegetarian. Penelitian ini menggunakan desain ecological study. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret – April 2013 di Vihara Adi Dharma, Vihara Ajita, dan Wisma Sahabat Yesus. Pengambilan data estimasi nilai VO2max dengan metode Queen College Step Test, asupan gizi

dengan food recall 2x24 jam, status gizi dengan antropometri, dan aktivitas fisik dengan kuesioner GPAQ. Data diolah dengan uji t independen. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna nilai VO2max, asupan energi, karbohidrat, lemak, vitamin C, dan zat besi,

status gizi (IMT dan persen lemak tubuh), dan aktivitas fisik. Rata-rata asupan kelompok non-vegetarian lebih tinggi secara bermakna untuk asupan protein (p=0,000). Kedua kelompok disarankan untuk rutin melakukan tes kebugaran kardiovaskular. Pada kelompok vegetarian disarankan untuk meningkatkan asupan protein nabati.

Kata kunci: VO2max; asupan gizi; status gizi; aktivitas fisik; vegetarian Abstract

The purpose of this study was to compare estimated VO2max, nutritional intakes (energy,

carbohydrate, protein, fat, vitamin C, and iron), nutritional status, and physical activity between vegetarian and non-vegetarian. This research was an ecological study. Data were collected from March to April 2013 in Vihara Adi Dharma, Vihara Ajita, and Wisma Sahabat Yesus. Data of estimated VO2max value were collected with Queen College Step Test method, nutritional status with food recall 2x24 hours, nutritional status with anthropometry, and physical activity with GPAQ questioner. Data were processed with independent t test. This study showed that there were no significant difference in VO2max value, energy intake, carbohydrate, fat, vitamin C, and iron,

nutritional status (BMI and body fat), and physical activity. Mean of nutritional intake in non-vegetarian was significantly higher in protein (p=0,000). It is suggested that the both groups have to examine the cardiovascular fitness regularly. Vegetarian’s groups are suggested to increase their plant protein intake.

Key words: VO2max; nutritional intakes; nutritional status; physical activity; vegetarian Pendahuluan

Banyak penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara VO2max, yaitu

kapasitas maksimal oksigen, dengan resiko penyakit kardiovaskular (PKV). Hal ini terbukti melalui penelitian yang dilakukan Lee, Blair, dan Jackson (1999) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki VO2max yang buruk lebih beresiko menderita PKV dibandingkan orang

yang memiliki VO2max baik. Sementara itu, pada studi kohort sebelumnya diperoleh hasil bahwa

(2)

PKV (Slattery, 1988). Penelitian lainnya yang dilakukan pada remaja menunjukkan remaja yang memiliki VO2max yang buruk beresiko lebih untuk memiliki faktor-faktor penyebab PKV pada

masa tuanya (Carnethon, Gidding, Nehgme, Sidney, Jacobs, & Liu, 2003).

Telah banyak penelitian tentang VO2max di luar negeri yang salah satunya

membandingkan nilai VO2max antara vegetarian dengan non-vegetarian. Penelitian pada lansia

vegetarian dan lansia non-vegetarian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan nilai VO2max

(Nieman, 1989). Di Amerika Serikat, sebuah penelitian yang diadakan oleh Human Subjects Research Committe, Universitas Purdue menunjukkan hal yang serupa (Poehlman, Arciero, Melby, & Badylak, 1988). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Clarys (2000) di Belgia menunjukkan hal yang serupa, namun pada kelompok dewasa muda. Di Indonesia, belum ada penelitian serupa yang membandingkan nilai VO2max vegetarian dan non-vegetarian. Menurut survey awal yang

dilakukan pada vegetarian dan non-vegetarian diperoleh hasil tidak ada perbedaan nilai VO2max

antara vegetarian dan non-vegetarian (44,71 ml/kg/menit dan 45,30 ml/kg/menit) (Sendayung, 2013).

Tinggi rendahnya nilai VO2max dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan asupan

gizi, status gizi, dan aktivitas fisik. Salah satu faktor yaitu asupan gizi terdiri dari asupan energi, asupan zat gizi makro (karbohidrat, lemak, dan protein), dan asupan zat mikro (vitamin C dan zat besi). Penelitian oleh Barr, Janelle, & Prior (1994) menunjukkan tidak ada perbedaan asupan energi antara vegetarian dan non-vegetarian. Serupa dengan penelitian sebelumnya, penelitian lainnya juga membuktikan tidak adanya perbedaan asupan energi dan protein pada non-vegetarian dan lacto-ovo vegetarian (Herman & Sadiyyah, 2000). Tidak adanya perbedaan asupan lemak terbukti melalui penelitian Taggart (1998) yang dilakukan pada dewasa muda vegetarian dan non-vegetarian. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata asupan karbohidrat dan asupan protein antara wanita tipe vegan dan non vegan (Setiyani & Wirrawani, 2012). Penelitian oleh Taggart (1998) menunjukkan tidak ada perbedaan asupan zat besi dan asupan vitamin C antara vegetarian dan non-vegetarian.

Faktor lainnya yang mempengaruhi nilai VO2max yaitu status gizi. Salah satu cara

mengukur status gizi seseorang dengan melihat nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) dan PLT (Persen Lemak Tubuh) (Gibson, 2005). Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan IMT antara wanita omnivora dengan wanita vegan (Larsson & Johansson, (2002). Penelitian lainnya di Bali yang membandingkan nilai IMT pada kelompok pria vegan, lacto-vegetarian, lacto-ovo-lacto-vegetarian, dan non-lacto-vegetarian, menunjukkan tidak ada perbedaan nyata IMT pada ketiga kelompok (Sutiari, 2008). Penelitian oleh Poehlman, Arciero, Melby, & Badylak (1998) dan Taggart (1998) menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan persen lemak tubuh (PLT) antara vegetarian dan non-vegetarian.

(3)

Aktivitas fisik merupakan faktor penting lainnya yang mempengaruhi nilai VO2max

(Hoeger dan Hoeger, 2011). Sebuah penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan frekuensi aktivitas fisik antara vegetarian dan non-vegetarian (Taggart, 1998). Serupa dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Karelis, Fex, Filion, Adlercreutz, & Aubertin (2010) membuktikan tidak ada perbedaan aktivitas fisik antara wanita vegetarian dan wanita non-vegetarian.

Belum pernah ada penelitian di Indonesia, yang membandingkan secara langsung nilai VO2max antara dewasa muda vegetarian dan dewasa muda non-vegetarian. Padahal nilai VO2max

merupakan indikator yang umum digunakan untuk penanda kesehatan kardiovaskular (Levine, 2008). Selain itu, saat ini di seluruh dunia pola diet vegetarian mulai diminati. Meskipun demikian masih sedikit orang yang melakukan pola diet vegetarian (Bangun, 2003). Hal ini dikarenakan kekhawatiran masyarakat akan kekurangan asupan gizi yang akan mempengaruhi kesehatan, menyebabkan keraguan masyarakat untuk menjalankan diet vegetarian. Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai nilai VO2max antara dewasa muda vegetarian dan

non-vegetarian di Vihara Ajita, Vihara Adi Dharma, dan Wisma Sahabat Yesus.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui rata-rata nilai VO2max, asupan gizi makro (energi, karbohidrat, protein, dan lemak), asupan gizi mikro (vitamin C dan zat besi), status gizi (IMT dan persen lemak tubuh), dan skor aktivitas fisik dan membandingkan rata-rata antara nilai VO2max, asupan gizi makro dan mikro, status gizi, dan aktivitas fisik pada

dewasa muda vegetarian dan non-vegetarian pada tahun 2013.

Tinjauan Teoritis

Daya tahan kardiorespiratori atau disebut juga kemampuan aerobik adalah kemampuan jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk memasok oksigen ke dalam sel-sel untuk memenuhi kebutuhan aktivitas fisik yang berkelanjutan (Hoeger dan Hoeger, 2011). Daya tahan kardiorespiratori menggambarkan penggunaan oksigen yang merupakan kualitas fisik seseorang dari sisi yang vital (Gisolfi & Lamb dalam Indrawagita, 2009). Daya tahan kardiorespiratori merupakan komponen paling penting dari kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (Toy & Phylis, 2009). Hal ini karena daya tahan kardiorespiratori memiliki hubungan untuk mencegah penyakit kardiovaskular (Hawkins & Hawkins, 2011). Daya tahan kardiorespiratori yang rendah akan meningkatkan resiko kematian dini akibat penyakit kardiovaskular. Sebaliknya, peningkatan daya kardiorespiratori berhubungan dengan penurunan resiko kematian akibat berbagai penyakit, terutama penyakit kardiovaskular (ACSM, 2005).

(4)

Pada definisi lain, kemampuan aerobik yang diukur sebagai kapasitas maksimal oksigen (VO2max) merupakan kapasitas maksimal untuk menghirup, mendistribusikan, dan menggunakan

oksigen (Sharkley, 2011, dalam Iskaningtyas 2012). Kapasitas maksimal oksigen (VO2max)

banyak digunakan secara luas dalam ilmu klinis sebagai tolak ukur penanda kebugaran dan penyakit kardiovaskular, bahkan dapat digunakan sebagai sinyal bagi pasien penderita gagal jantung agar dirujuk untuk transplantasi jantung (Levine, 2008). Menurut Nieman (2011), kapasitas maksimal oksigen adalah kapasitas maksimal tubuh untuk konsumsi oksigen saat melakukan aktivitas berat, juga dikenal sebagai kekuatan aerobik, konsumsi oksigen maksimal, atau kapasitas daya tahan kardiorespiratori. Nilai VO2max dinyatakan dalam mL oksigen yang

digunakan per kilogram (kg) berat badan per menit (ml/kg/min) (Hoeger dan Hoeger, 2011). Pengukuran nilai VO2max merupakan pengukuran paling akurat yang lazim digunakan

untuk mengukur kebugaran aerobik/ kapasitas aerobik seseorang (Kline, 1987). Pengukuran dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pengukuran secara langsung dan pengukuran secara tidak langsung (Sproule, 1993). Pengukuran secara langsung jarang digunakan dikarenakan pengukuran secara langsung terbilang mahal, membutuhkan banyak waktu, sulit dilakukan pada populasi yang besar, dan membutuhkan orang yang terlatih (Nieman, 2011). Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan pengukuran secara langsung, dibuat metode pengukuran tidak langsung, dengan melihat hubungan linear antara denyut nadi dan pengambilan oksigen dan hubungan antara daya output dianggap menyerupai hubungan antara VO2max dan total kerja keluaran dalam waktu tertentu

atau antara VO2max dan intensitas olahraga (Klusiewicz, 2003). Pengukuran tidak langsung

terbagi menjadi beberapa jenis yaitu tes kebugaran lapangan, tes naik turun tangga, tes laboratorium submaksimal, dan tes laboratorium maksimal (Nieman, 2011).

Salah satu tes untuk mengukur VO2max secara tidak langsung yaitu dengan Queen College Step test yang dikembangkan oleh McArdle et.al untuk mengukur nilai VO2max (Nieman,

2011). Pelaksanaan tes ini adalah responden diharuskan naik turun tangga setinggi 41,3 cm selama 3 menit dengan diiringi metronome 88 bpm untuk perempuan dan 96 bpm untuk laki-laki. Setelah selesai pelaksanaan, denyut nadi responden diukur pada detik ke-5 hingga ke-20, kemudian dikalikan empat untuk mendapatkan denyut nadi/ menit (Ashok, 2008). Nilai VO2max dapat

diestimasi dengan menggunakan rumus berikut (Askhok, 2008).

Keterangan:

VO2max = Kapasitas maksimal asupan oksigen (ml.kg-1.min-1)

Denyut nadi = Jumlah denyut nadi selama 1 menit

Laki-laki (VO2max) = 111,33 – 0,42 (DN)

(5)

Nilai VO2max berhubungan dengan beberapa faktor yaitu asupan gizi, status gizi, dan aktivitas fisik. Asupan gizi makro dan asupan gizi mikro merupakan salah satu faktor penting yang menentukan nilai VO2max (Tampi, 2012). Manusia membutuhkan energi untuk menunjang pertumbuhan, mempertahankan hidup, dan melakukan aktivitas fisik. Energi didapatkan melalui bahan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia. (Almatsier, 2009). Sebagian besar protein dibentuk di dalam otot. Kondisi otot yang baik diperlukan tubuh untuk dapat melakukan aktivitas fisik. Sedangkan aktivitas fisik berpengaruh penting terhadap nilai VO2max (Boyle dan Long, 2010). Selain karbohidrat, sumber energi untuk kontraksi otot didapatkan dari lemak. Pembakaran dan penggunaan energi dari lemak tergantung pada durasi dan intensitas dari aktivitas fisik. (Wolinsky dan Drsikell, 2008). Vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang mempengaruhi nilai VO2max pada seseorang. Vitamin C memiliki fungsi antioksidan bagi tubuh (Hoeger & Hoeger, 2010). Peningkatan konsumsi oksigen terjadi pada saat seseorang melakukan aktivitas fisik yang dapat mengakibatkan stress oksidatif pada tubuh. Oleh jarena itu tubuh membutukan asupan vitamin C sebagai zat antioksidan (Ramayulis, 2008, Iskaningtyas, 2012). Zat besi merupakan mineral yang memiliki kontribusi penting terhadap kebugaran. Hal ini dikarenakan, zat besi memiliki peranan dalam mendistribusikan oksigen dalam darah (Hawkins & Hawkins, 2011).

Faktor lainnya yang mempengaruhi nilai VO2max, yaitu status gizi. Penelitian Chen, K.R, Haese, & Wang (2006) menunjukkan nilai VO2max yang lebih rendah pada pemuda dengan indeks massa tubuh yang tergolong overweight dibandingkan dengan pemuda dengan berat badan normal. Penelitian lainnya pada mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat pada tahun 2012 menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara IMT dengan nilai VO2max dengan kekuatan hubungan lemah (Sinamo, 2012). Selain status gizi IMT, status gizi yang berupa persen lemak tubuh turut berperan dalam nilai VO2max. Penelitian oleh Indrawagita (2009) menunjukkan adanya hubungan bermakna antara persen lemak tubuh dengan kebugaran (daya tahan kardiorespiratori). Penelitian lain yang menunjukkan hubungan yang negatif antara persen lemak tubuh dengan nilai VO2max dengan kekuatan hubungan sedang (Sinamo, 2012).

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh oleh kontraksi otot yang menyebabkan pengeluaran energi dan menghasilkan manfaat progresif bagi kesehatan (Hoeger dan Hoeger, 2010). Dampak positif dari aktivitas fisik yang rutin antara lain: (1) meningkatkan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, (2) menurunkan detak jantung, tekanan darah, meningkatnya efisiensi kerja otot jantung, (3) mencegah morbiditas dan mortalitas

(6)

akibat gangguan jantung, (4) meningkatkan ketahanan saat melakukan latihan fisik, (5) meningkatkan metabolisme (berkaitan dengan zat gizi), (6) meningkatkan kemampuan otot, dan (7) mencegah obesitas (Astrand, 1992). Niilai VO2max dapat ditingkatkan melalui beberapa aktivitas fisik seperti berenang, berlari, bersepeda, jogging, menari, dan berjalan cepat (Boyle dan Long, 2010). Penelitian oleh Gutin (2005) menunjukkan bahwa tinginya nilai VO2max berhubungan dengan tingginya aktivitas fisik (sedang dan berat).

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain ecological study.   Penelitian dilakukan untuk melihat perbedaan rata-rata estimasi VO2 max, asupan gizi, status gizi, dan aktivitas fisik pada kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian.  Lokasi penelitian di Vihara Ajita, Vihara Adi Dharma, dan Wisma Sahabat Yesus. Penelitian diadakan pada bulan Maret-Mei 2012. Sampel penelitian ini adalah dewasa muda berusia 18-25 tahun vegetarian dan non-vegetarian. Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis dua mean kelompok independen (Ariawan, 1998).

Keterangan:

n = besar sampel σ = standar deviasai

Z1-α/2 = derajat kepercayaan (CI) 95%

Z1-β = nilai z pada kekuatan uji (90%)

µ1 = rata-rata VO2 max pada kelompok vegetarian (Poehlman, 1988)

µ2 = rata-rata VO2 max pada kelompok non-vegetarian (Poehlman, 1988)

Berdasarkan perhitungan didapat besar sampel 30 orang dari masing-masing kelompok.   Pemilihan sampel dilakukan dengan cara non-probability sampling: quota sampling diVihara Ajita, Vihara Adi Dharma, dan Wisma Sahabat Yesus.

Pada penelitian ini, data estimasi nilai VO2 max didapatkan dengan tes naik turun bangku (Queen College Step Test). Pengukuran asupan gizi dilakukan dengan metode food

recall 2x24 hours. Status gizi IMT diukur dengan pengukuran antropometri meliputi berat

badan dan tinggi badan. Sedangkan, status gizi menurut persen lemak tubuh menggunakan

Bioelectrical Impendance Analysis (BIA). Sementara itu, pengukuran aktivitas fisik dilakukan

dengan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). n = 2σ2 (Z

1-α/2 + Z1-β)2 (µ1-µ2)

(7)

Data dianalisis dengan metode univariat antara lain data jenis kelamin, estimasi nilai VO2 max, asupan gizi, status gizi, dan aktivitas fisik. Dari masing-masing data ditentukan mean, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum. Analisis bivariat dilakukan dengan Uji T, dengan alpha 5% dan CI 95% untuk melihat perbedaan rata-rata dua mean dari variabel masing-masing kelompok. Bila p value < 0,05 maka terdapat perbedaan secara bermakna antara kedua kelompok, namun bila p value > 0,05 berarti data yang ada tidak dapat membuktikan perbedaan pada kedua kelompok.

Hasil Penelitian

Actual subject penelitian ini sebesar 58 orang, 29 orang vegetarian dan 29 orang non-vegetarian. Seluruh sampel pada kelompok vegetarian merupakan lacto-ovo-non-vegetarian. Berikut ini ditampilkan tabel distribusi hasil pengumpulan data dari seluruh sampel yang akan mengikuti proses analisa data lebih lanjut.

Tabel 1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Dari penelitian didapatkan total responden sebanyak 58 orang. 29 orang merupakan vegetarian dan 29 orang adalah non-vegetarian. Jumlah responden pada kelompok vegetarian sebanyak 15 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Sedangkan, jumlah responden kelompok non-vegetarian sebanyak 14 orang laki-laki dan 15 orang perempuan.

Analisis Univariat

Distribusi hasil pengumpulan data estimasi nilai VO2max dan usia responden pada penelitian ini dipaparkan pada tabel berikut.

Tabel 2 Distibusi Nilai VO2max dan Usia Responden

Variabel Jenis Kelamin

Vegetarian Non-vegetarian Mean ± SD Min - Max Mean ± SD Min - Max VO2max Laki-laki 53,20 ± 7,20 36,9-65,1 51,07 ± 9,63 35,7-65,9

Kelompok Jenis Kelamin Jumlah Total

Vegetarian Laki-laki 15 29

Perempuan 14

Non-vegetarian Laki-laki 14 29

(8)

(ml/kg/menit) Perempuan 39,93 ± 2,09 37,5-43,6 37,20 ± 2,95 30,9-41,9

Usia (tahun) Laki-laki 21,57 ± 2,73 18-25 20,21 ± 1,76 18-24 Perempuan 21,26 ± 2,65 18-25 19,73 ± 1,38 18-22 Rata-rata nilai VO2max pada kelompok vegetarian lebih tinggi daripada kelompok non-vegetarian baik pada laki-laki maupun perempuan. Rata-rata nilai VO2max laki-laki vegetarian lebih tinggi sebesar 2,13 dari rata-rata nilai VO2max laki-laki non-vegetarian. Sedangkan untuk rata-rata nilai VO2max perempuan vegetarian lebih tinggi 2,73 dari rata-rata nilai VO2max perempuan non-vegetarian. Nilai minimum VO2max pada kelompok vegetarian lebih tinggi daripada kelompok non-vegetarian. Nilai maksimum laki-laki non-vegetarian sedikit lebih tinggi dari laki-laki vegetarian, sebaliknya nilai maksimum perempuan vegetarian lebih tinggi dari laki-laki vegetarian. Apabila hasil rata-rata pada masing-masing kelompok dimasukkan ke dalam klasifikasi kategori daya tahan kardiorespiratori, maka laki-laki pada kedua kelompok berada pada rentang baik yang merupakan standar kebugaran fisik yang tinggi. Serupa dengan rentang yang dimiliki laki-laki vegetarian, perempuan kelompok vegetarian berada pada rentang baik yang menandakan standar kebugaran yang tinggi, sebaliknya perempuan kelompok non-vegetarian berada pada rentang rata-rata yang merupakan standar kriteria yang banyak digunakan sebagai referensi kebugaran kesehatan (Hoeger & Hoeger, 2010).

Tabel 5.2 memperlihatkan rata-rata usia pada kedua kelompok. Penelitian ini membatasi usia respoden antara 18-25 tahun, Terlihat pada tabel, kedua kelompok berada pada rentang usia sesuai dengan kriteria responden. Kelompok vegetarian memiliki rata-rata usia yang lebih tinggi daripada kelompok non-vegetarian. Kedua kelompok memiliki usia minimum yang sama, sebaliknya untuk usia maksimum, kelompok vegetarian memiliki usia maksimum yang lebih besar daripada kelompok non-vegetarian.

Asupan gizi yang diteliti pada penelitian ini yaitu energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin C, dan zat besi. Berikut ini tabel sebaran umum hasil pengumpulan data asupan gizi.

Tabel 3 Distribusi Asupan Energi, Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin C, dan Zat Besi Responden Variabel Asupan Jenis Kelamin Vegetarian Non-vegetarian Mean ± SD Min - Max Mean ± SD Min - Max Energi (kkal) Laki-laki 2175,20 ± 384 1645-3023 2062,43 ± 449 1315-2804

Perempuan 1530,29 ± 319 1077-2312 1599,33 ± 352 1166-2525

(9)

(gr) Perempuan 185,21 ± 50,2 105,3-267,8 189,60 ± 50,3 121,4-2731,1 Protein (gr) Laki-laki 54,47 ± 13,10 34,6-85,9 70,07 ± 58,93 48,2-109,9 Perempuan 40,43 ± 12,55 64,5-19,8 58,93 ± 15,64 35,8-95,2 Lemak (gr) Laki-laki 77,47 ± 30,2 28,2-123,6 75,00 ± 34,87 21,4-147,2 Perempuan 81,43 ± 45,7 36,1-181,2 78,80 ± 62,82 42,2-292,9 Vitamin C (mg) Laki-laki 42,00 ± 43,55 1,2-120,4 28,57 ± 23,66 5,4-71,1 Perempuan 45,71 ± 48,15 0,8-124,6 35,53 ± 37,87 4,5-127,8

Zat Besi (mg) Laki-laki 9,40 ± 5,59 3,5-21 14,43 ± 13,60 4,9-57,6 Perempuan 13,07 ± 20,9 2,7-84,1 7,07 ± 4,25 3,1-19,1

Terlihat pada tabel di atas, rata-rata asupan zat gizi makro (energi, karbohidrat, dan lemak) laki-laki kelompok vegetarian lebih tinggi daripada laki-laki kelompok non-vegetarian. Sama halnya dengan rata-rata asupan zat gizi makro, rata-rata asupan zat gizi mikro (vitamin C) pada laki-laki kelompok vegetarian pun lebih tinggi daripada laki-laki kelompok non-vegetarian. Sebaliknya, untuk rata-rata asupan protein dan asupan zat besi, laki-laki kelompok non-vegetarian lebih tinggi daripada laki-laki kelompok vegetarian.

Rata-rata asupan energi, karbohidrat, dan protein perempuan kelompok non-vegetarian lebih tinggi daripada perempuan kelompok vegetarian. Sebaliknya, untuk asupan lemak, vitamin C, dan zat besi perempuan kelompok vegetarian lebih tinggi daripada perempuan kelompok non-vegetarian.

Tingginya nilai standar deviasi pada variabel asupan lemak, vitamin C, dan zat besi dikarenakan besarnya perbedaan antara nilai minimum dan nilai maksimum.

Pemenuhan angka kecukupan gizi energi untuk laki-laki kedua kelompok masih di bawah angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi per hari. Selain itu, pemenuhan kebutuhan protein kelompok vegetarian baik laki-laki maupun perempuan masih belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Konsumsi vitamin C kedua kelompok masih berada di bawah angka kecukupan gizi yang dianjurkan sebesar 60 mg per hari (Almatsier, 2010).

Distribusi data status gizi dan aktivitas fisik responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4 Distribusi Status Gizi dan Aktivitas Fisik Responden Variabel Jenis

Kelamin

Vegetarian Non-vegetarian Mean ± SD Min - Max Mean ± SD Min - Max

(10)

(kg/m2) Perempuan 22,43 ± 3,56 17,70-30,79 21,13 ± 2,72 18,1-29,7 Status gizi (Persen Lemak Tubuh) Laki-laki 18,67 ± 8,17 10,5-35,5 22,21 ± 5,8 14,1-36,9 Perempuan 29,64 ± 5,48 21,3-38,8 27,8 ± 3,764 20,2-33,6 Aktivitas fisik (skor) Laki-laki 3595 ± 2057 520-7200 3248 ± 2547 600-12480 Perempuan 1651 ± 2017 240-6720 2504 ± 1957 600-8400

Terlihat pada tabel di atas, status gizi menurut IMT pada laki-laki kelompok vegetarian lebih rendah dari laki-laki kelompok non-vegetarian dengan selisih 2,23. Sebaliknya, pada kelompok perempuan, perempuan vegetarian memiliki rata-rata status gizi menurut IMT lebih tinggi daripada perempuan kelompok non-vegetarian dengan selisih 1,3. Akan tetapi, kedua kelompok berada pada rentang indeks massa tubuh yang normal menurut klasifikasi WHO 2004.

Rata-rata status gizi menurut persen lemak tubuh laki-laki kelompok vegetarian lebih rendah sebesar 3,54 daripada laki-laki kelompok non-vegetarian. Selain itu, rata-rata persen lemak tubuh laki kelompok vegetarian berada pada rentang yang normal sedangkan laki-laki kelompok non-vegetarian melebihi rentang maksimum yaitu 20%. Hasil sebaliknya ditunjukkan kelompok perempuan, rata-rata status gizi menurut persen lemak tubuh perempuan vegetarian lebih tinggi sebesar 1,84 daripada perempuan kelompok non-vegetarian. Akan tetapi, kedua kelompok berada pada rentang persen lemak tubuh normal antara 20%-30%.

Apabila dilihat pada tabel di atas, untuk aktivitas fisik, laki-laki kelompok vegetarian memiliki skor aktivitas fisik yang lebih tinggi sebesar 347 dibandingkan dengan laki-laki kelompok non-vegetarian. Sebaliknya, perempuan kelompok non-vegetarian memiliki skor aktivitas fisik lebih tinggi sebesar 853 dibandingkan dengan perempuan kelompok vegetarian.

Selain itu, apabila dilihat lebih jelas, kedua kelompok memiliki rentang perbedaan yang besar antara nilai minimum dan nilai maksimum. Sebagai akibat perbedaan rentang nilai minimum dan nilai maksimum yang besar yaitu tingginya nilai standar deviasi pada kedua kelompok. Pada kedua kelompok, responden perempuan cenderung memiliki skor aktivitas fisik yang rendah, sedangkan responden laki-laki memiliki skor aktivitas fisik yang tinggi.

(11)

Analisis Bivariat

Sebelum dilakukan analisa bivariat, dilakukan uji normalitas pada data-data yang diperoleh. Hasil analisis bivariat estimasi nilai VO2Max, status gizi, dan aktivitas fisik pada penelitian ini dengan menggunakan uji t test dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 5 Distribusi Rata-rata Estimasi Nilai VO2Max, Status Gizi, dan Aktivitas Fisik

Variabel Vegetarian Non-vegetarian P value

Mean ± SD Mean ± SD

VO2max (ml/kg/menit) 46,79 ± 8,57 43,90 ± 9,86 0,238

Status gizi (IMT) (kg/m2) 22,34 ± 4,69 22,76 ± 3,76 0,713

Status gizi (Persen Lemak Tubuh) 23,97 ± 8,86 25,10 ± 5,55 0,560

Aktivitas fisik (skor) 2656,55 ± 2231,8 2863,45 ± 2252,1 0,727

Pada tabel di atas, terlihat ada perbedaan rata-rata nilai VO2max antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Tampak rata-rata nilai VO2max kelompok vegetarian lebih tinggi daripada kelompok non-vegetarian. Namun, dari hasil t test didapatkan

p value sebesar 0,238 yang berarti data tidak mampu membuktikan adanya perbedaan rata-rata

nilai VO2Max antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian.

Terlihat adanya perbedaan sedikit rata-rata status gizi menurut IMT antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Namun, menurut uji t test, didapatkan nilai p value sebesar 0,713 yang menunjukkan data ini tidak dapat membuktikan adanya perbedaan bermakna status gizi menurut IMT antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Artinya kedua kelompok memiliki status gizi menurut IMT yang sama. Kedua kelompok berada pada rentang indeks massa tubuh yang normal berdasarkan klasifikasi WHO.

Nilai p pada perbandingan status gizi menurut persen lemak tubuh (PLT) memiliki nilai yang lebih besar dari 0,05 (0,560). Hal ini menunjukkan bahwa data ini tidak dapat membuktikan adanya perbedaan bermakna status gizi menurut PLT antara kelompok vegetarian dibandingkan dengan kelompok non-vegetarian. Hal ini berarti kedua kelompok memiliki persen lemak tubuh yang sama.

P value untuk variabel aktivitas fisik yaitu 0,727 (p > 0,05). Dengan demikian, data

ini tidak dapat membuktikan perbedaan secara bermakna antara aktivitas fisik kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Kelompok vegetarian rutin beribadah di vihara, dimana sering diadakan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler seperti modern dance dan menari,

(12)

sedangkan kelompok non-vegetarian rutin melakukan kegiatan olahraga seperti futsal, basket, maupun fitness.

Hasil perbandingan rata-rata asupan zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6 Distribusi Rata-rata Asupan Gizi Variabel

Asupan Gizi

Vegetarian Non-vegetarian P value

Mean ± SD Mean ± SD Energi (kkal) 1863,86 ± 478,40 1822,90 ± 459,90 0,741 Karbohidrat (gr) 249,97 ± 82,71 237,93 ± 85,743 0,620 Protein* (gr) 47,69 ± 14,48 64,31 ± 18,35 0,000 Lemak (gr)** 1,85 ± 0,19 1,82 ± 0,21 0,605 Vitamin C (mg)** 1,36 ± 0,53 1,31 ± 0,42 0,700 Zat Besi (mg)** 0,89 ± 0,32 0,91 ± 0,28 0,783 *p value< 0,05 **logaritma

Pada Tabel 6, terlihat ada perbedaan rata-rata asupan energi antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Namun, dari hasil t test didapatkan p value sebesar 0,741 yang berarti data ini tidak mampu membuktikan adanya perbedaan rata-rata asupan energi antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Artinya kedua kelompok memiliki pemenuhan energi yang sama.

Serupa dengan rata-rata asupan energi, terlihat adanya perbedaan rata-rata asupan karbohidrat antara kelompok vegetarian dan non vegetarian. Akan tetapi, berdasarkan hasil t

test, dengan nilai p value sebesar 0,620 yang berarti data ini tidak mampu membuktikan

adanya perbedaan rata-rata asupan karbohidrat antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Kedua kelompok memiliki jumlah asupan karbohidrat yang sama. Hal ini disebabkan, berdasarkan hasil food recall 2x24 hours, terlihat bahwa kedua kelompok gemar mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi dan mie instan. Kelompok vegetarian sering mengkonsumsi mie instan khusus vegetarian yang mengandung 49 gram karbohidrat atau nasi sebanyak minimum 200 gram untuk satu kali konsumsi sedangkan kelompok non-vegetarian sering mengkonsumi mie goreng instan yang mengandung 48,7 gram karbohidrat untuk satu kali konsumsi atau nasi sebanyak minimum 200 gram.

Perbandingan rata-rata asupan lemak pada kedua kelompok menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Hal ini terbukti pula melalui nilai p value sebesar 0,605 yang berarti data

(13)

ini tidak mampu membuktikan adanya perbedaan rata-rata asupan lemak antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Artinya kedua kelompok mengkonsumsi jumlah asupan lemak yang serupa dalam satu hari. Rata-rata asupan lemak kedua kelompok serupa dikarenakan kecenderungan kedua kelompok yang sering mengkonsumsi makanan yang dimasak dengan digoreng.

P value untuk variabel asupan vitamin C yaitu 0,700 (>0,05). Dengan demikian, data

ini tidak mampu membuktikan adanya perbedaan secara bermakna antara asupan vitamin C kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian.

Serupa dengan perbandingan rata-rata vitamin C, p value untuk variabel asupan zat besi yaitu 0,783 (>0,05). Dengan demikian sama halnya dengan perbandingan vitamin C, data perbandingan asupan zat besi ini ini tidak mampu membuktikan adanya perbedaan secara bermakna antara asupan zat besi kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian.

Nilai p value pada perbandingan asupan protein memiliki nilai yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein pada kelompok vegetarian lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok non-vegetarian. Kelompok vegetarian banyak mengkonsumsi jenis makanan yang berasal dari protein nabati dan sedikit protein hewani yang berasal dari telur dan susu, sedangkan kelompok non-vegetarian cenderung mengkonsumsi protein hewani yang beragam seperti ikan, telur, susu, daging ayam, dan daging sapi dengan jumlah minimal 50 gram dalam satu hari. Tingginya nilai protein pada makanan yang berasal dari hewani yang menjadi salah satu faktor adanya perbedaan signifikan pada rata-rata asupan protein kedua kelompok.

Pembahasan

Tidak adanya perbedaan signifikan nilai VO2max kedua kelompok sama dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Telah banyak peneliti luar yang membandingkan kebugaran kardiovaskular antara kelompok vegetarian dengan kelompok non-vegetarian. Profesor David Nieman pada tahun 1989 membandingkan nilai VO2max antara 19 wanita lansia vegetarian dengan 12 wanita lansia non-vegetarian. Hasil yang diperolehnya yaitu tidak ada perbedaan bermakna antara rata-rata nilai VO2max kelompok vegetarian (23,8 ml/kg/menit) dengan kelompok non-vegetarian (21,9 ml/kg/menit).

(14)

Penelitian yang diadakan tahun 1988 oleh Poehlman, Arciero, Melby, & Badylak yang telah disetujui oleh Human Subjects Research Committe, Universitas Purdue menunjukkan hal yang serupa. Penelitian ini menggunakan metode pengukuran langsung nilai VO2max berupa

treadmill. Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara 12 orang

vegetarian (53,2 ml/kg/menit) dengan 11 orang vegetarian (50,7 ml/kg/menit). Jauh sebelum kedua penelitian sebelumnya, pada tahun 1970, penelitian pada 14 wanita vegan dan 86 wanita non-vegetarian yang menggunakan metode pengukuran langsung dengan submaximal

cycle ergonometry menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (Cotes, et al., 1970, dalam

Nieman, 1999). Penelitian oleh Clarys tahun 2000 di Belgia serupa dengan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini. Clarys membandingkan 24 orang dewasa muda vegetarian dengan 24 orang dewasa muda non-vegetarian dengan menggunakan metode pengukuran nilai VO2max yang sama yaitu Queen College Step Test. Hasil yang diperoleh sama dengan penelitian ini yaitu tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian.

Berdasarkan hasil uji t test diperoleh data yang ada tidak dapat menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara asupan energi kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan energi pada kedua kelompok relatif sama. Hasil ini senada dengan penelitian Barr, Janelle, & Prior (1994) yang menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara 23 orang vegetarian dengan 22 orang non-vegetarian. Serupa dengan penelitian sebelumnya, penelitian Larsson & Johansson (2002) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara asupan energi antara 30 orang dewasa muda vegetarian dengan 30 orang dewasa muda non-vegetarian. Salah satu penelitian yang juga dilakukan di Vihara Pusat Maitreya Duta Mas, Jakarta pada tahun 2000 juga menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara asupan energi antara 30 orang lacto-ovo vegetarian (1810 kkal) dan 30 orang non-vegetarian (1826 kkal) (Herman & Sadiyyah, 2000). Penelitian lainnya yang dilakukan di Bali pada tahun 2008 juga menunjukkan hasil yang senada. Rata-rata asupan energi pada penelitian ini vegan dan lakto-vegetarian (1949 kkal), lakto-ovovegetarian (1831 kkal), dan non-vegetarian (1976 kkal) (Sutiari, 2008).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan, rata-rata asupan karbohidrat kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna. Hal ini berarti kedua kelompok memiliki pemenuhan asupan karbohidrat yang sama. Kedua kelompok memiliki kecenderungan mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat yaitu mie instan dan nasi. Hasil perbandingan rata-rata yang menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian senada dengan penelitian yang dilakukan Poehlman, Arciero,

(15)

Melby, & Badylak (1988). Pada penelitian ini diperoleh asupan karbohidrat harian kelompok vegetarian sebesar 494,4 gram sedangkan kelompok non-vegetarian sebesar 429,3 gram. Penelitian lainnya di Taiwan menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara asupan karbohidrat kelompok vegetarian dengan kelompok non-vegetarian. Asupan karbohidrat pada dewasa vegetarian sebesar 274,3 gram sedangkan pada dewasa non-vegetarian sebesar 250,2 gram (Yen, Yen, Huang, Cheng, & Huang, 2008).

Berbeda dengan hasil perbandingan energi dan karbohidrat, berdasarkan hasil analisis statistik uji t test, yang menunjukkan ada perbedaan bermakna antara rata-rata asupan kelompok vegetarian dengan rata-rata asupan kelompok non-vegetarian. Adanya perbedaan bermakna dikarenakan keberagaman konsumsi asupan protein yang dikonsumsi kelompok non-vegetarian dibandingkan kelompok vegetarian. Kelompok non-vegetarian mengkonsumi makanan sumber protein hewani seperti daging, kacang-kacangan, susu, ikan, dan telur yang dikonsumsi rata-rata minimal satu kali satu hari dengan berat yang dikonsumsi 50 gram, sedangkan kelompok vegetarian mengkonsumsi protein yang didominasi oleh protein nabati seperti protein pada kedelai, gelatin, atau jamur serta sedikit protein hewani yang berasal dari telur dan susu. Perbedaan rata-rata asupan protein ini senada dengan penelitian yang dilakukan Sutiari (2008) di Bali dan Lee (2011) di Korea Selatan yang menunjukkan asupan protein kelompok non-vegetarian lebih tinggi dari pada kelompok non-vegetarian. American

Dietetic Association (ADA) (1993) mengatakan rendahnya asupan protein pada vegetarian

dibandingkan dengan non-vegetarian merupakan hal yang lazim, dan mungkin memberikan keuntungan untuk retensi kalsium pada vegetarian. ADA juga menyarankan dengan mengkonsumsi makanan rendah protein, seseorang juga mengkonsumsi makanan rendah lemak. Hal ini disebabkan kedua zat gizi sering berada pada satu jenis makanan.

Senada dengan hasil perbandingan energi dan karbohidrat, pada penelitian ini diperoleh hasil, tidak ada perbedaan bermakna antara asupan lemak, vitamin C, dan zat besi kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Tidak adanya perbedaan bermakna asupan lemak diperkuat oleh Barr, Janelle, & Prior (1994), Taggart (1998), dan Haddad, Lee, Kettering, & Hubbard (1999) yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara asupan lemak kelompok vegetarian dengan kelompok non-vegetarian. Asupan vitamin C yang serupa pada kedua kelompok diperkuat oleh Taggart (1998), Khanna, et al., (2003), dan Sutiari (2008) yang menunjukkan tidak ada perbedaan asupan zat besi dan asupan vitamin C antara vegetarian dan non vegetarian. Banyak kekhawatiran masyarakat untuk menjalankan diet vegetarian disebabkan takut kekurangan asupan zat besi. Akan tetapi, melalui penelitian ini, didukung dengan penelitian oleh Taggart (1998), Haddad, Lee, Kettering, & Hubbard (1999),

(16)

(Yen & Huang, 2008), dan Sutiari (2008) terbukti bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara asupan zat besi kelompok vegetarian dengan kelompok non-vegetarian. Hal ini disebabkan, kelompok vegetarian banyak mengkonsumsi sayuran hijau yang merupakan sumber zat besi non-heme. Penyerapan zat besi non-heme pada kelompok vegetarian dibantu dengan tingginya konsumsi vitamin C yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi non-heme dalam tubuh (WHO & FAO, 2004).

Rata-rata status gizi menurut IMT tidak berbeda secara antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan di Swedia (Larsson, & Johansson, (2002), Taiwan (Yen & Huang, 2008), dan Bali (Sutiari, 2008) yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara IMT kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian.

Sama halnya dengan status gizi pada IMT,  berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh tidak ada perbedaan bermakna status gizi menurut PLT antara kelompok vegetarian dan kelompok non-vegetarian. Hal ini berarti keduanya memiliki persen lemak dalam tubuh relatif sama.  Tidak adanya perbedaan bermakna antara status gizi menurut PLT ini senada dengan penelitian oleh Poehlman, Arciero, Melby, & Badylak (1998), Taggart (1998), Yen & Huang, (2008), dan Lee (2011).

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh rata-rata skor aktivitas fisik pada kelompok vegetarian tidak berbeda dengan kelompok non-vegetarian. Hal ini disebabkan, kelompok vegetarian pada penelitian ini memiliki tingkat aktivitas yang tinggi seperti rutin menari dan

modern dance. Kegiatan rutin ini tidak kalah dengan kegiatan olahraga yang dilakukan

responden kelompok non-vegetarian. Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh (Taggart, 1998) dan Karelis, Fex, Filion, Adleercreutz, & Aubertin (2010) yang membuktikan tidak ada perbedaan aktivitas fisik antara kelompok vegetarian dengan kelompok non-vegetarian.

Dari hasil pembahasan di atas, terlihat nilai VO2max pada kelompok vegetarian tidak berbeda apabila dibandingkan dengan kelompok non-vegetarian. Apabila dilihat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan nilai VO2max, maka terlihat perbedaan bermakna hanya terdapat pada faktor asupan gizi yaitu asupan protein. Secara umum, asupan protein kelompok vegetarian lebih rendah dibandingkan dengan kelompok non-vegetarian. Akan tetapi, hal ini tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai VO2max. Hal ini didukung oleh penelitian oleh Tampi (2012) pada kelompok anak retardasi mental dan kelompok anak normal yang menyimpulkan perbedaan asupan gizi tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap nilai VO2max. Selain itu sebuah penelitian pada 14 orang wanita vegan

(17)

dan 86 wanita non vegetarian menyimpulkan kurangnya asupan protein hewani tidak membawa pengaruh signifikan pada respon fisiologi untuk melakukan latihan submaximal (Cotes, et al., 1970, dalam Nieman, 1999).

Hal ini disebabkan, tidak ada perbedaan signifikan pada faktor-faktor lain yang turut berkontribusi terhadap nilai VO2max. Menurut Tampi (2012), aktivitas fisik membawa kontribusi besar pada nilai VO2max. Aktivitas fisik yang rutin dan teratur membantu kerja otot tubuh bekerja semakin efisien dalam memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (Boyle & Long, 2010). Selain itu, menurut American Dietitian Association (2009), kelompok vegetarian lebih dominan mengkonsumsi makanan yang mengandung protein kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan, sehingga kelompok vegetarian cenderung lebih banyak mengkonsumsi flavonoid dan phytochemicals yang dapat membawa efek proteksi dengan mengurangi gumpalan darah.

Kesimpulan

1. Rata-rata nilai VO2max pada kelompok vegetarian (46,79 ml/kg/min) tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok non-vegetarian (43,90 ml/kg/min), dimana kedua kelompok memiliki daya tahan kardiorespiratori yang baik.

2. Rata-rata asupan energi, karbohidrat, lemak, vitamin C, dan zat besi tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok non-vegetarian, sedangkan rata-rata asupan protein kelompok non-vegetarian lebih tinggi secara bermakna dari pada kelompok vegetarian.

3. Rata-rata status gizi IMT dan persen lemak tubuh tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok non vegetarian.

4. Rata-rata skor aktivitas fisik pada kelompok vegetarian tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok non vegetarian.

Saran

Bagi Vihara Ajita, Vihara Adi Dharma, dan Wisma Sahabat Yesus

1. Melakukan tes kebugaran kardiovaskular secara berkala unutk memantau kebugaran. Tes kebugaran dapat dilakukan dengan step test seperti YMCA Step Test atau Queen College

Step Test.

2. Melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan kadar lemak secara berkala untuk memantau perkembangan status gizi.

(18)

3. Melakukan kegiatan olahraga rutin bersama untuk mempertahankan kebugaran kardiorepiratori.

4. Bagi kelompok vegetarian, diharapkan meningkatkan asupan protein nabati dengan meningkatkan konsumsi makanan berbahan kacang-kacangan terutama kacang kedelai. Bagi Peneliti Lain

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar melakukan penelitian dengan subyek penelitian lainnya seperti anak-anak, remaja atau atlet, untuk menambah informasi mengenai kebugaran kardiovaskular pada kelompok vegetarian.

Daftar Referensi

Almatsier, S. (2009). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

American College of Sports Medicine. (2005). Guideline for exercise testing and prescription (7th ed.). USA: Lippincott Williams & Wilkins.

American Dietetic Association. (1993). Position of the American dietetic association: vegetarian diets. Journal of American Dietetic Association. 93, 11.

American Dietetic Association. (2009). Position of the American dietetic association: vegetarian diets. Journal of American Dietetic Association. 109, 1266-1282.

Ariawan, I. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UI.

Ashok, C. (2008). Test your physical fitness. India: Kalpaz Pubications.

Bangun, A. P. (2005). Vegetarian: pola hidup sehat berpantang daging. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Barr, S. I., Janelle, K. C., & Prior, J. C. (1994). Vegetarian vs non vegetarian diets, dietary restrain, and subclinical ovulatory disturbances: prospective 6-mo study. American

Journal of Clinical Nutrition, 60, 887-94.

Boyle, M. A. & Long, S. (2010). Personal Nutrition (7th ed.). USA: Wadsworth Cengage Learning.

Carnethon, M., Gidding, S. S., Nehgme, R., Sidney S., Jacobs D. R., & Kiang L. (2003). Cardiorespiratory fitness in young adulthood and the development of cardiovascular disease risk factor. Journal of American Medical Association, 290, 3092-3100.

Chen, L.J., Fox, K.R., Haese, A., & Wang, J.M. (2006). Obesity, fitness, and health in Taiwanese children and adolescents. European Journal of Clinical Nutrition, 6, 1367-1375.

Clarys, P. (2000). Physical fitness and health-related parameters in vegetarian and omnivorous students. Nutrition and Food Science, 30, 5, 243-249.

(19)

Gibson, R. S. (2005). Principles of Nutritional Assessments. New York: Oxford University Press.

Gutin, B., Zenong Y., Humphries, M. C., & Barbeau, P. (2005). Relation of moderate and vigorous physical activity to fitness and fatness in adolescent. American Journal of

Clinical Nutrition, 81, 746, 50.

Haddad, E. H, Lee S. B., Kettering, J. D., Hubbard, R. W., & Peters, W. R. (1999). Dietary intake and biochemical, hematologic, and immune status of vegans compared with nonvegetarians. American Journal of Clinical Nutrition, 70, 586S-93S.

Hawkins, J. D., & Hawkins, S. M. (2011). Walking for Fun and Fitness Fourth Edition. USA: Wadsworth Cengage Learning.

Herman, E. Wirakusumah, S., & Sadiyyah, N. Y. (2000). Nutrient intake, nutrition status, and hemoglobin concentration of lacto-ovo vegetarians and non-vegetarians. Media Gizi dan

Keluarga, 24, 1.

Hoeger, W.W.K, & Hoeger, S. A. (2011). Fitness and Wellness. USA: Wadsworth Cengage Learning

Hoeger, W.W.K. & Hoeger, S. A. (2010). Lifetime Physical Fitness and Wellness: A

Personalized Program (11th ed.). USA: Cengage Learning.

Indrawagita, L. (2009). Hubungan Status Gizi, Aktivitas Fisik, dan Asupan Gizi dengan

Kebugaran pada Mahasiswa Program Studi Gizi FKM UI (Skripsi). Depok: Fakultas

Kesehatan Masyarakat.

Iskaningtyas, D. A. (2012). Model Prediksi VO2max Anak Usia 10-11 Tahun Etnis Jawa

(Desa Tersobo, Kebumen) dari Tes Berjalan 1 Mil berdasarkan Jenis Kelamin, Denyut Nadi, dan Waktu Tempuh (Skripsi). Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Karelis, A. D, Fex, A., Fillion. ME., Adleercreutz, H., & Aubertin-Leheudre, M. (2010). Comparison of sex hormonal and metabolic profiles between omnivores and vegetarians in pre- and post-menopausal women. British Journal of Nutrition, 104, 222-226  

Khanna, G.L, et.al. (2006). A comparison of a vegetarian and non-vegetarian diet in Indian female athletes in relation to exercise performance. Journal of exercise Science and

Physiotherapy. 2, 27-34.

Kline, et al. (1987). Estimation of VO2max from a one-mile track walk, gender, age, and body weight. Medicine and Science in Sports and Exercise, 19, 3, 253-259.

Klusiewicz, A. & Faff, J. (2003). Indirect methods of estimating maximal oxygen uptake on the rowing ergo meter. Biology of Sport, 20, 3.

Larsson, C. L. & Johansson, G. K. (2002). Dietary and nutritional status of young vegans and omnivores in Sweden. American Journal of Clinical Nutrition, 76, 100-6.

Lee, C. D., Blair, S. N & Jackson, A. S. (1999). Cardiorespiratory fitness, body composition, and all-cause and cardiovascular disease in mortality in men. American Journal of Clinical

Nutrition, 69, 373-80.

Lee, Y. (2011). The Nutrition Status of Vegetarian Buddhist Nuns Compared to Omnivorous

(20)

Levine, B. D. (2008). VO2max: what do we know, and what do we still need to know. J

Physical, 586, 1, 25-43.

Nieman, D. C. (2011). Exercise testing and prescription: a health-related approach (7th ed.). New York: McGraw Hill.

Nieman, D. C. (1989). Hematological, anthropometric, and metabolic comparisons between vegetarian and nonvegetarian elderly women. International Journal of Sports Med, 10, 243,50.

Poehlam, ET, Arciero, PJ., Melby, CL., & Badylak, SF. (1988). Resting metabolic rate and postprandial thermogenesis in vegetarians and non vegetarians. American Journal of

Clinical Nutrition, 48, 209-13.

Sendayung, M.R. 2013. Survey Awal Pendahuluan.

Setiyani, D. A., Wirrawani, Y. (2012). Perbedaan sindrom metabolik pada wanita vegetarian tipe vegan dan non vegan. Journal of Nutritional College, 1, 1, 550-562.

Sinamo, E. C. (2012). Hubungan antara Status gizi, Asupan gizi, dan Aktivitas Fisik dengan

VO2max pada Mahasiswa Program Studi Gizi Fkm Ui Tahun 2012 (Skripsi). Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Slattery ML, & Jacobs DR Jr. (1988). Physical fitness and cardiovascular disease mortality: The US Railroad Study. American Journal of Epidemiology, 127(3), 571-80.

Sproule, J., et al. (1993). Validity of 20-MST for predicting of adult Singaporean athletes. BR

J Sp Med, 27, 2.

Sutiari, N. K. (2008). Konsumsi, status gizi, dan kesehatan masyarakat vegetarian dan non

vegetarian di Bali (Skripsi). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Intitut Pertanian Bogor.  

Taggart, C. T. (1998). Comparison of nutrition and physical fitness levels between vegetarian

and non vegetarian college students (Tesis). India: Ball State University.

Tampi, V. U. (2012). Perbandingan Estimasi VO2max, Status Gizi, Aktivitas Fisik, dan

Asupan Gizi Antara Anak Normal dan Anak dengan Retardasi Mental di SDN Srengseng Sawah 07 dan SLBN 02 Jakarta Tahun 2012 (Skripsi). Depok: Fakultas Kesehatan

Masyarakat.

WHO & FAO. (2004). Vitamin and mineral requirements in human nutrition (2nd). China: Sun Fung.

Wolinsky, I.. & Driskell, J. A. (2008). Spors Nutrition: Energy Metabolism and Exercise. USA: CRC Press.

Yen, C. E., Yen C. H., Huang M. C., Cheng C. H., & Huang Y. C. (2008). Dietary intake and nutritional status of vegetarian and omnivorous preschool children and their parents in Taiwan. Nutrition Research. 28, 430-436.  

Gambar

Tabel 2 Distibusi Nilai VO 2 max dan Usia  Responden  Variabel  Jenis
Tabel 3 Distribusi Asupan Energi, Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin C, dan Zat  Besi Responden  Variabel  Asupan  Jenis  Kelamin  Vegetarian  Non-vegetarian
Tabel 4 Distribusi Status Gizi dan Aktivitas Fisik Responden  Variabel  Jenis
Tabel 5 Distribusi Rata-rata Estimasi Nilai VO 2 Max, Status Gizi, dan Aktivitas Fisik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Iklan Baris Iklan Baris MOGE Serba Serbi MOBIL KREDIT MOTOR DICARI Motor Dijual HONDA YAMAHA Serba Serbi Mobil Dijual VOLVO VOLVO S - 60 A / T ( 2, 3) TURBO “04 Silver Kond

Dilengkapi dengan proses transaksi yang sangat komplit meliputi proses management, stock barang, administrasi gudang, proses barang, proses penjualan dan sampai dengan

Pada penelitian ini menggunakan analisis konjoin, atribut yang digunakan dalam penelitian analisis customer value index dalam memilih mobil hatchback di Indonesia diambil

Laki-laki bukan hanya mantan suami saja Tidak mendapat dukungan dari teman yang sama memiliki status janda Dulu memiliki teman yang terdekat Kehilangan kontak teman terdekat

semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan, khususnya dalam hal ini adalah permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Kabupaten Nunukan., maka kendala yang dihadapi

Bunyi konsonan apa saja yang mengalami interferensi bahasa Jawa dalam membaca al-Qur`an Juz 30 oleh anak-anak suku Jawa di Kel.Sentang, Kec.Kisaran Timur, Asahan.. Dimana saja

Pada penelitian ini penggunaan metode swim up dan tanpa swim up secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P&gt;0,05), dimana metode swim up memberikan pengaruh

Penelitian dari Dewi (2012) menunjukkan bahwa kurang optimalnya implementasi TIK dalam surveilans anemia pada kehamilan serta masih belum optimalnya ketrampilan