• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Secara geografis lokasi penelitian kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 terletak di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat (1°00' LU - 1°00'LS dan 111° BT - 113° BT) (Gambar 3). Penelitian kebakaran hutan dan lahan (on site) seluas 12.923 ha, dengan unit analisis setiap tapak areal terbakar yaitu pada: (a) HTI Trans Inhutani III, (b) HTI Non Trans PT Finantara Intiga, (c) Taman Wisata Alam Baning (TWA), (d) Taman Nasional Bukit Baka (TNBB), (e) Lahan Perkebunan TCSDP, dan (f) Lahan Perkebunan Masyarakat.

Sedang penelitian dampak asap kebakaran hutan dan lahan (off site) yaitu daerah-daerah di sekitar lokasi tapak kebakaran hutan dan lahan, yang meliputi 17 desa dalam 5 kecamatan, yaitu: Kecamatan Sintang (Ladang, Tanjung Puri, Baning), Kecamatan Nanga Pinoh (Tanjung Sari, Tanjung Pauh, Sidomulyo, Nanga Kayan, Kebubu, Nanga Man), Kecamatan Menukung (Nanga Siyai, Ella Hulu, Menukung Kota), Kecamatan Belimbing (Nanga Paya, Langan, UPT X Nanga Keberak), dan Kecamatan Ketungau Hulu (Sei Serian dan Empura), dengan unit analisis penelitian adalah wilayah Kabupaten Sintang.

Penentuan lokasi penelitian kebakaran hutan dan lahan didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: (1) kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat cukup luas yaitu 43.978 ha dari total kebakaran hutan seluas 263.992 ha di Indonesia pada tahun 1997/1998, terdiri atas hutan 26.590 ha dan perkebunan 17.388 ha, (2) kebakaran hutan di Kabupaten Sintang seluas 20.437,23 ha (76,86%) dari luas kebakaran hutan di Kalimantan Barat meliputi areal HTI, Taman Wisata Alam dan Taman Nasional, (3) kebakaran lahan perkebunan sawit dan karet (TSCDP dan Masyarakat) di Kabupaten Sintang diperkirakan seluas 3.674,32 hektar atau 20,60% dari luas lahan perkebunan yang terbakar di Kalimantan Barat.

(2)

Gambar 3. Peta Kabupaten Sintang dan Lokasi Penelitian

Tapak lokasi penelitian kerusakan hutan dan lahan tahun 1997 seluas 12.923 ha dengan luas petak penelitian 42 ha (Tabel 2).

(3)

Tabel 2. Lokasi Penelitian Kebakaran Hutan dan Lahan Menurut Tapak Areal Terbakar Tahun 1997 di Kabupaten Sintang

No Lokasi / Tapak Terbakar Luas

Terbakar (ha)

Petak Penelitian

(ha) 1 HTI PT. Inhutani III Sintang 12.452,12 12 2 HTI PT. Finantara Intiga 15 1,25

3 TWA Baning 59,5 3

4 Taman Nasional Bukit Baka (TNBB) 230 12 5 Perkebunan Karet TCSDP Nanga Pinoh

(Kec. Nanga Pinoh dan Sintang)

76 3,8 6 Lahan Perkebunan Masyarakat (Kec.

Nanga Pinoh, Belimbing, Sintang, Menukung)

91,20 10

Sumber: Data Primer dan Sekunder

Dasar pertimbangan penentuan setiap tapak atau lokasi penelitian kebakaran hutan dan lahan yaitu:

(1) HTI Inhutani III memiliki kebakaran tanaman terluas (62,35%) dari seluruh kebakaran hutan tanaman di Kabupaten Sintang.

(2) HTI Finantara Intiga merupakan salah satu lahan swasta yang terbakar. (3) TWA Baning dan TNBB merupakan kawasan hutan dengan fungsi konservasi

yaitu sebagai kawasan hutan pelestarian.

(4) Perkebunan TCSDP Nanga Pinoh-Sintang mengalami kebakaran tanaman karet yang telah produksi dengan luas terbakar 2,06% dari luas kebakaran tanaman di kabupaten Sintang.

(5) Lahan masyarakat yang terbakar cukup luas dengan jenis tanaman karet dan tersebar pada empat kecamatan (Nangah Pinoh, Belimbing, Menukung dan Sintang) atau sekitar 2,48% dari kebakaran lahan perkebunan di Kab. Sintang.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2002 sampai dengan Desember 2003.

(4)

3.2. Identifikasi dan Inventarisasi Areal Yang Terbakar

Identifikasi distribusi dan kondisi kerusakan tegakan akibat kebakaran, hutan dan lahan yang terbakar akan dipetakan berdasarkan tingkat kerusakannya dengan menggunakan peta kerja di areal HTI, Taman Nasional, Taman Wisata, dan Lahan Perkebunan. Pengukuran derajat kerusakan tegakan akibat kebakaran hutan dapat diformulasikan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Pawirosoemardjo (1979) dalam Yuwono (1999):

%

100

3

xn

x

Jsp

I

=

dimana:

I = derajat kerusakan hutan akibat kebakaran

Jsp = jumlah nilai dari N pohon yang ada dalam tiap petak coba

3 = nilai tertinggi dari keempat klasifikasi akibat kebakaran (pohon tidak terbakar = 0; terbakar basah = 1; terbakar kering = 2; dan

terbakar hangus = 3)

N = jumlah pohon yang terdapat dalam tiap petak coba

Tingkat kerusakan dibagi menjadi ringan, sedang, berat dan sangat berat, berdasarkan jumlah pohon yang masih hidup sehat (kondisi tajuk yang masih hijau) dengan kriteria sebagai berikut (ITCI dan Fakultas Kehutanan IPB, 1998): a. Kerusakan ringan: apabila persentase jumlah pohon yang merana, mati baik

dan mati rusak < 25% (pohon hidup > 75 %)

b. Kerusakan sedang: apabila persentase jumlah pohon yang merana, mati baik dan mati rusak berkisar antara 25% dan 50% (pohon hidup antara 50% -75 %) c. Kerusakan berat: apabila persentase jumlah pohon yang merana, mati baik dan

mati rusak antara 50% dan 75% (pohon sehat antara 25% dan 50 %)

d. Kerusakan sangat berat: apabila persentase jumlah pohon yang merana, mati baik dan mati rusak > 75 % (pohon hidup sehat < 25 %).

Selanjutnya peta tingkat kerusakan diplot pada peta RKL/RKT dan Peta Kebakaran Hutan dan Lahan untuk mengetahui kerusakan pada setiap peruntukan kawasan. Peta kerusakan ini diplotkan pula pada peta RKL/RKT untuk

(5)

memperoleh tingkat kerusakan pada setiap RKL/RKT. Peta ini akan dikoreksi berdasarkan hasil inventarisasi terestris.

3.3. Pengukuran Vegetasi dan Pendugaan Populasi Satwa 3.3.1. Vegetasi

Penelitian sampel plot vegetasi pada areal terbakar dengan metode two

stage cluster sampling dalam bentuk kelompok dengan ukuran sama. Teknik ini

dipilih dengan dasar areal yang diteliti luas sehingga tidak memungkinkan semua bagian cluster untuk diinventarisasi dan akan mempermudah dalam menghitung besarnya kerusakan akibat kebakaran hutan pada setiap cluster. Tahapan pengambilan contoh melalui pendekatan two stage cluster sampling adalah sebagai berikut:

a. Mendelineasi areal dalam strata-strata yang homogen (satuan unit lahan, jenis dan umur tanaman serta kerapatan) kedalam blok-blok yang terbakar di areal: HTI Inhutani III; TN. Bukit Baka; TWA Baning; HTI Finantara Intiga, dan areal perkebunan yang terbakar (TCSDP Nanga Pinoh dan lahan perkebunan masyarakat).

b. Membagi strata menjadi petak-petak atau cluster dengan ukuran persegi panjang (20 x 100) meter.

c. Memilih cluster- cluster contoh dari setiap petak yang mewakili keadaaan tingkat kebakaran, kelerengan, jenis dan kerapatan vegetasi, serta tahun tanam (purposive sampling).

d. Memilih unsur-unsur dari setiap cluster terpilih sebagai unit contoh tingkat kedua dengan intensitas sampling 0,1% sampai 10% disetiap areal terbakar dan yang tidak terbakar.

Intensitas sampling di TNBB, TWA Baning, Finantara Intiga dan perkebunan TCSDP (IS =5%), sementara untuk Inhutani III (IS= 0,1%) dan lahan perkebunan rakyat (IS =10%). Perbedaan IS dipengaruhi oleh: satuan unit lahan, kerapatan vegetasi, jenis dan umur tanaman (tahun tanam), luas areal terbakar. Luas sampel penelitian areal yang terbakar yaitu 42 ha terdiri atas: TNBB (12 ha), TWA Baning (3 ha), Finantara Intiga (1,25 ha), Inhutani III (12

(6)

ha), Perkebunan TCSDP (3,8 ha) dan Kebun Masyarakat (10 ha) (Tabel 3).

Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi pada setiap petak contoh terpilih yaitu kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak. Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode garis berpetak seperti Gambar 4.

Tabel 3. Blok dan Petak Contoh Areal Terbakar

Luas (ha) Jumlah PTK Contoh

Luas PTK Contoh

(Ha) PJG JALUR (km) Total Tidak Terbakar Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Lokasi/Blok Kebakaran Terbakar IS 5% TNBB 181,090 4 blok (KM 14,20,27,40) 446 216 230 0.05 270 300 11 12 5.40 5.75 TWA Baning 213 3 blok (HW 5-10; HW 20-30; HW 44-40) 118 59 60 0.05 75 75 3 3 1.47 1.49 HTI Finantara Intiga 299,700

Blok C/Sei Seria 18,500

(Th.tnm 1993/1994) 40 25 15 0.05 30 20 1.25 1.25 0.63 0.38 HTI Inhutani III 129,250

6 blok (Thn. Tnm 1991

S/d 1997) 23,824 11,372 12,452 0.001 284 310 11 12 5.69 6.23 Perkebunan TSCDP 448

4 blok/ 2 Kec. (4 Desa)

Th. Tnm 1990/1991 178 102 76 0.05 128 95 5 4 - - Perkebunan Rakyat 1,320

4 blok/Kec. (12 Desa)

Th. Tnm 1990/1991 252 161 91.2 0.10 400 228 16 10 - -

Sumber: Hasil Survei Lapangan

Gambar 4. Desain jalur analisis vegetasi.

D D

Keterangan:

Ukuran sub plot untuk berbagai stadium pertumbuhan adalah :

B C D B C B C A A A

(7)

A. Semai dan Tumbuhan Bawah : 2 m x 2 m B. Pancang : 5 m x 5 m

C. Tiang : 10 m x 10 m D. Pohon : 20 m x 20 m

Dalam pengambilan contoh maka tumbuhan dibagi kedalam stadium pertum

n mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang 1,5 m

ƒ Tiang : berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

herba dan

arameter vegetasi yang diukur dilapangan adalah sebagai berikut:

g kerapatan

hui prosentase penutupan

d. mengetahui luas bidang dasar yang diantaranya

e. ohon total.

3.3.2. Satwa

pendugaan populasi satwaliar atau fauna pada areal yang terbakar dan tid

buhan semai, pancang, tiang dan pohon. Kriteria yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

ƒ Semai : Permudaa

ƒ Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 meter sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.

Pohon muda

ƒ Pohon : Pohon dewasa berdiameter 20 cm sampai lebih dari 20 cm. ƒ Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misalnya rumput,

semak-semak.

P

a. Nama spesies (lokal dan ilmiah) b. Jumlah individu untuk menghitun

c. Penutupan tajuk (covering) untuk mengeta vegetasi terhadap lahan.

Diameter batang untuk

sangat berguna untuk memprediksi volume pohon dan tegakan. Tinggi pohon baik tinggi pohon bebas cabang maupun tinggi p

Tinggi pohon ini cukup penting untuk mengetahui stratifikasi dan menduga volume pohon serta volume tegakan.

Metode

ak terbakar yaitu cara pengamatan langsung (perjumpaan dan suara) pada setiap jalur pengamatan, dan berdasarkan informasi dari masyarakat pengumpul hasil hutan. Pendugaan populasi jenis fauna yang teramati dihitung berdasarkan kerapatan individu/ha yaitu jumlah individu suatu spesies dibagi panjang jalur x lebar jalur (dalam ha). Panjang jalur 500 m dan jarak antar jalur 20 meter dari

(8)

setiap areal yang terbakar dan tidak terbakar.

3.4. Teknik Penentuan Populasi dan Responden

pulan orang atau lembaga menuru

ntang (1998),

yang terkena dampak sebanyak 1.756 orang pada

kasi dan memilih penduduk secara langsung yang terkena

(2) inimal 10% disetiap

Populasi dalam penelitian ini adalah sekum

t jenis pekerjaan yang terkena dampak akibat kebakaran hutan dan lahan periode Agustus 1997 – Desember 1997 di Kabupaten Sintang. Dasar penentuan populasi dan responden menurut jenis pekerjaan karena memiliki resiko yang berbeda baik pendapatan dan lama hari kerja, sehingga adanya kebakaran akan memberikan kerugian hari kerja dan tingkat pendapatan yang berbeda pula.

Berdasarkan Informasi dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Si jumlah penduduk yang tidak bekerja akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 yaitu 23.715 orang (13%) dari penduduk yang bekerja (182.420 orang). Dari jumlah tersebut penduduk pada lima kecamatan sampel sebanyak 6.077 orang (± 10% dari 59.310 orang pekerja), dengan jumlah penduduk yang tidak kerja pada 17 desa sampel sebanyak 1.756 orang yang distratifikasi dan dipilih menurut jenis pekerjaan yaitu: pegawai negeri, pegawai/buruh swasta, petani/pekebun, pengumpul hasil hutan kayu dan non kayu, petani perkebunan TCSDP, pedagang dan pegawai HTI.

Berdasarkan populasi penduduk

17 desa sampel dalam penelitian ini, selanjutnya ditentukan jumlah responden sebanyak 250 orang (± 14%) dengan teknik stratified random sampling sebagai berikut:

(1) Menstratifi

dampak asap kebakaran hutan dan lahan tahun 1997, menurut jenis pekerjaan (petani atau pekebun, pengumpul hasil hutan, pegawai negeri, pengusaha atau pegawai swasta, pedagang, dan pegawai HTI), terutama penduduk terdekat yang berada pada lokasi kebakaran.

Menentukan jumlah sampel atau responden penduduk m

desa sampel berdasarkan keragaman pekerjaan dan homogenitas dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan (lama tidak kerja, jenis penyakit, jenis usaha, dampaknya pada kesehatan).

(9)

(3) Melakukan pengambilan sampel secara acak pada setiap penduduk yang

.4.1. Responden Pengguna Sumberdaya Hutan

a hutan terdiri atas dua yaitu perusah

Tabel 4. Populasi dan Responden Penelitian

No Jenis Pekerjaan k Kecamatan Penduduk Desa Sampel Responden Penduduk Desa Sampel Persen-tase Responden/ terkena dampak kebakaran menurut jenis pekerjaannya yaitu : petani atau pekebun pada lahan masyarakat 101 orang, pengumpul hasil hutan (63 orang), pekebun TCSDP (38 orang), pegawai negeri (20 orang), pengusaha/ pegawai swasta (10 orang), pedagang (12 orang) dan pegawai HTI (6 orang). Rincian selengkapnya kerangka sampling serta jumlah populasi dan responden dapat dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 4.

3

Karakteristik responden pengguna sumberday

aan dan masyarakat. Responden Perusahaan yaitu HTI-Trans Inhutani III dan HTI Finantara Intiga. Responden masyarakat pengguna sumberdaya hutan berjumlah 164 orang (11 desa) meliputi: petani dan pekebun (101 orang) dan pengumpul hasil hutan kayu dan flora fauna (63 orang) yang tinggal di sekitar hutan. Pengguna hasil hutan distratifikasi menurut areal hutan yang terbakar yaitu: HTI Inhutani III 30 orang (desa Kebubu, Nangan Man dan Nanga Kayan); HTI Finantara Intiga 30 orang (desa Sei Serian dan Empura); Taman Wisata Baning 44 orang (Tanjung Puri, Ladang dan Baning Kota); dan Taman Nasional Bukit Baka 60 orang (Nanga Siyai, Ella Hulu dan Menukung Kota).

Pendudu Sampel yg Terkena Dampak (orang) (1) yg Terkena Dampak (orang) (2) yg Terkena Dampak (orang) Desa Sampel (%) 1 Pegawai Negeri 478 167 20 11.94 2 Pengusaha/pegawai Swasta 4. 8 1

hutan kayu & non kayu

Jumlah 6. 1.7 25

365 91 10 10.96

3 Petani/Pekebun 177 35 01 12.09

4 Pengumpul hasil 414 311 63 20.29

5 Perkebunan Karet TCSDP (petani) 224 179 38 21.21

6 Pedagang 255 115 12 10.44

7 Peg. HTI 163 57 6 10.53

077 56 0 14.24

(1) Populasi penduduk ampak berdasarkan dat formasi dari Kecamatan dan Desa Dinas Terkait dan Perusahaan

desa.

terkena d a dan in Sampel,

(2) 5 Kecamatan Sampel : Sintang, Nanga Pinoh, Belimbing, Menukung dan Ketungau Hulu dengan jumlah desa sampel sebanyak 17

(10)

Gambar 5. Kerangka Sampel (Sampling Frame)

.4.2. Responden Usahatani dan Perkebunan

rdiri atas perkebunan TCSDP-Sintang

Kabupaten Sintang

Kecamatan (Sintang, Nanga Pinoh, lu) Belimbing, Menukung, Ketungau Hu

Desa Sampel 17 : Sintang (3), Nanga Pinoh (6), Belimbing (3), Menukung (3), Ketungau Hulu (2) 23.715 org 6.077 org 1.756 org PURPOSIVE STRATIFIED RANDOM SAMPLING 1. Peg. Negeri n P 2. Peg. Swatsa 3. PeTani/Kebu 4. Pengumpul HH 5. Pekebun TSCD 6. Pedagang 7. Peg. HTI RANDOM

SAMPLING 250 orang Responden

3

Responden usahatani dan perkebunan te

dan lahan perkebunan masyarakat yang terbakar. Jumlah responden TSCDP yang menderita kebakaran lahan tahun 1997 yaitu 38 orang dari 4 desa yaitu Sidomulyo (8 orang), Tanjung Pauh (14 orang), Tanjung Sari (6 orang) dan Langan (10 orang). Sementara responden lahan perkebunan masyarakat yang terbakar yaitu dengan jenis tanaman karet berjumlah 40 orang yang meliputi 4 kecamatan dari 104 orang yang mengalami kebakaran lahan perkebunan, yaitu: Kec. Nanga Pinoh (Tanjung Sari, Tanjung Pauh, Sidomulyo); Kec. Belimbing (Nanga Paya, Langan, UPT X Nanga Keberak); Kec. Sintang (Ladang, Tanjung Puri, Baning); dan Kec. Menukung (Nanga Siyai, Ella Hulu, Menukung Kota).

(11)

3.4.3. Responden Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan

n lahan terdiri atas 5

menderita sakit dipilih secara acak menurut cara pe

portasi berjumlah 6 orang pengusaha, terdiri

n berjumlah 4

kan ketika penelitian, sehingga enggu

Responden yang terkena dampak asap kebakaran hutan da

stratifikasi dan dipilih secara acak dengan jumlah seluruhnya 172 orang, yaitu: masyarakat yang menderita sakit (20 orang), penduduk tidak masuk kerja (82 orang), perusahaan transportasi (6 orang), hotel dan penginapan (4 orang) dan masyarakat yang mengusahakan tanaman pangan (60 orang), data pengunjung wisata menggunakan data sekunder.

Responden masyarakat yang

ngobatan, yaitu: (a) berobat ke Rumah Sakit/Puskesmas/Dokter sebanyak 5 orang (menginap 3 orang dan tidak menginap 2 orang); (b) membeli obat (10 orang) dan beli masker (5 orang). Penduduk yang tidak masuk kerja dipilih secara acak menurut stratifikasi jenis pekerjaan (pegawai negeri, swasta, petani dan buruh tani, dan pedagang). Pengambilan sampel pegawai negeri 20 orang berasal dari pegawai kecamatan atau sebanyak 2-7 atau rata 4 orang perkecamatan (5 kecamatan). Responden petani/pekebun dan buruh tani diambil secara acak dari setiap lokasi penelitian kebakaran (HTI, Taman Wisata, dan Taman Nasional) yang berjumlah 50 orang (5 orang dari 10 desa). Pengambilan responden pedagang dilakukan di tingkat kabupaten dan kecamatan yang berjumlah 12 orang terdiri atas: pedagang kabupaten 2 orang dan pedagang kecamatan 2 orang (5 kecamatan).

Responden perusahaan trans

atas pengusaha angkutan darat 4 orang (Kecamatan Sintang dan Kecamatan Nanga Pinoh) dan pengusaha angkutan sungai 2 orang (Kecamatan Nanga Pinoh dan Menukung). Pengambilan responden pengusaha transportasi angkutan udara tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan data sekunder dan informasi dari Bandara Susilo Sintang dan Bandara Nanga Pinoh.

Responden pengusaha swasta yaitu hotel dan penginapa

orang, terdiri atas 2 orang pengusaha hotel (Sesean dan Flamboyan) dan 2 orang pengusaha penginapan (Alisya dan Tanjung Puri).

Responden pengunjung wisata tidak ditemu

m nakan data sekunder dari Pengelolan TNBB, BKSDA Sintang dan Dinas Pariwisata Kabupaten Sintang. Sementara responden masyarakat yang mengalami

(12)

kerugian penurunan produksi tanaman pangan (padi, palawija dan sayur-sayuran) akibat kabut asap kebakaran berjumlah 60 orang (5 orang per / 12 desa).

3.5. Jenis Data, Cara Pengumpulan dan Sumber Data

perlukan diklasifikasi menuru

3.5.1. Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan

empengaruhi dan mempercepat

(2) ng diduga mempengaruhi kebakaran hutan

b. Cara pengumpulan dan sumber data, yaitu: (1) membagi areal yang terbakar Sesuai dengan tujuan penelitian, data yang di

t faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan, nilai kerugian ekonomi dari kerusakan sumberdaya hutan dan lahan, baik yang ternilai dan tidak ternilai oleh pasar, dan nilai kerugian ekonomi akibat asap kebakaran. Rincian selengkapnya mengenai jenis, cara pengumpulan dan sumber data diuraikan sebagai berikut:

a. Data yang diperlukan untuk mengetahui korelasi antara faktor alam dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang diduga sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan diuraikan sebagai berikut:

(1) Faktor-faktor alam yang diduga m

kebakaran hutan dan lahan ada empat yaitu: suhu, kelembaban udara, curah hujan, jumlah hari hujan.

Faktor-faktor sosial ekonomi ya

dan lahan ada sembilan yaitu: pola pembukaan lahan dengan menggunakan api, jumlah titik panas (hot spot), sistem pencegahan kebakaran, jenis tanaman, status kepemilikan lokasi pengusahaan tanaman (hutan, perkebunan, dan tanaman pangan) oleh masyarakat dan pengusaha, letak lahan usaha atau pemukiman masyarakat terhadap lokasi kebakaran (enclave), sikap dan kepedulian terhadap api, aturan adat istiadat setempat dalam pembukaan lahan, dan sikap ketidakpuasan masyarakat dalam pengelolaan hutan.

dari setiap lokasi kebakaran (HTI, TWA, Taman Nasional, dan lahan perkebunan) di lima kecamatan sampel yaitu: Sintang, Nanga Pinoh, Belimbing, Menukung, dan Ketungau Hulu; (2) mencatat data-data suhu, kelembaban, curah hujan, hari hujan dan jenis tanaman dari setiap blok di setiap kecamatan sampel; (3) menentukan jumlah hot spot pada setiap blok

(13)

atau areal berdasarkan data Citra Landsat dan Peta Rawan Kebakaran Hutan tahun 1997/1998 serta informasi masyarakat atau pengusaha hutan; (4) menentukan letak lokasi pemukiman terhadap blok atau areal yang terbakar; (5) melakukan wawancara langsung kepada responden petani dan pengusaha hutan mengenai: pola pembukaan lahan, sistem pengendalian dini kebakaran, dan data sosial ekonomi yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan.

Sumber data primer dari petani dan perusahaan, sedang data sekunder

3.5.2. Kerugian Ekonomi Sumberdaya Hutan

utan

akar, dan produk hutan

b. onden pengusaha HTI (Inhutani III

antara lain berasal dari: peta kebakaran dan data laporan di kantor PUSDALKARHUTLA (Laporan dan data Citra Landsat tahun 1997/1998), Badan Meteorologi dan Geofisika Sintang, Kecamatan Dalam Angka, Data ANDAL dan Rencana Karya Tahunan (RKT) dari HTI Finantara (1996 dan 2000) HTI Inhutani III (1996/1997 dan 1998/1999), Data Penanaman dari Perusahaan HTI (Inhutani III dan Finantara Intiga) dan lahan perkebunan (TCSDP dan Lahan Masyarakat), peta dan potensi Taman Wisata Alam Baning (UKSDA 1999-2001) maupun Taman Nasional Bukit Baka (TNBB, 1999 dan 2002), dan Dinas Kehutanan Kalimantan Barat (1998 dan 2002).

A. Hilangnya Manfaat Langsung Sumberdaya H

a. Manfaat langsung sumberdaya hutan (kayu, kayu b

non-kayu). Jenis data yang diperlukan yaitu: (1) peta luas area kebakaran hutan; (2) potensi tegakan kayu dan hasil hutan non kayu lainnya; (3) Kemampuan masyarakat mengumpulkan kayu bakar, flora dan fauna; (4) biaya pembangunan HTI/HPH yang terbakar; (5) harga kayu, kayu bakar dan produk hutan (non-kayu) per satuannya.

Data tersebut dikumpulkan dari: (1) resp

dan Finantara Intiga) dan masyarakat sekitar pengguna hasil hutan (5 desa yaitu: Kebubu, Nanga Man, Nanga Kayan, Sei Seria dan Empura), (2) Dinas Kehutanan dan Perdagangan Kabupaten Sintang, (3) pedagang dan pengumpul hasil hutan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) wawancara langsung dilapangan dengan menggunakan daftar pertanyaan, dan (2) pengumpulan data sekunder.

(14)

B. ng Sumberdaya Hutan

n hutan yang akan

b. ehilangan fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan penyedia

c. apan karbon yaitu dengan menduga potensi karbon pada

Hilangnya Manfaat Tidak Langsu

a. Manfaat tidak langsung yang hilang atau kerugian kebakara

dinilai dalam penelitian ini yaitu: (1) pengendali erosi tanah, (2) pengendali banjir, (3) penyedia air, dan (4) penyerapan karbon. Jenis data untuk menghitung kerugian kerugian fungsi hutan sebagai pengendali erosi: (1) peta luas area kebakaran hutan; (2) faktor erosivitas hujan; (3) faktor erodibilitas tanah; (4) panjang dan kemiringan lereng; (5) faktor pengelolaan tanaman; (6) faktor pengelolaan tanah; (7) harga pupuk Urea, TSP, dan KCl. Verifikasi dampak erosi akibat kebakaran hutan dibandingkan antara pendugaan erosi aktual (USLE) sebelum dan setelah kebakaran. Pengumpulan data dengan cara studi literatur, pengumpulan data sekunder, observasi lapangan, dan wawancara responden. Sumber data: (1) Badan Meteorologi dan Geofisika, Dinas Kehutanan (TNBB dan BKSDA), Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Sintang, (2) pengusaha HTI dan responden masyarakat.

Perhitungan k

air menggunakan metode rasional (pendekatan aliran permukaan). Data yang diperlukan yaitu: (1) luas areal terbakar, (2) koefisien aliran permukaan, (3) jumlah curah hujan tahunan, (3) jumlah aliran permukaan, dan (4) kesediaan masyarakat untuk membayar agar tidak terjadi banjir, (5) harga air permeterkubik. Sumber data: (1) Badan Meteorologi dan Geofisika, Dinas Kehutanan (TNBK dan BKSDA), dan kantor PDAM Kabupaten Sintang, (2) Dinas Pengairan dan Irigasi, (3) Jawatan Topografi Angkatan Darat, (3) Perusahaan Finantara Intiga dan Inhutani III, serta (4) masyarakat sekitar lokasi kebakaran.

Perhitungan penyer

tanaman dengan menggunakan persamaan Allometric dari Brown (1997) untuk jenis tanaman kayu atau pohon. Pendugaan manfaat tanaman perkebunan dalam penyerapan karbon menggunakan persamaan allometric menurut jenis tanaman. Untuk tanaman karet dan akasia mangium menggunakan persamaan yang telah diteliti oleh Tampubolon et al. (2001); tanaman pinus merkusii menggunakan persamaan yang digunakan oleh

(15)

Hendra (2002); dan untuk tanaman sawit mennggunakan persamaan yang dihasilkan oleh Soekisman dan Mawardi (2001).

Sebagai pembanding digunakan pendekatan jumlah pelepasan karbon akibat

d. arbon stock)

. Hilangnya Manfaat Sumberdaya Hutan Fungsi Keanekaragaman Hayati,

. lue (nilai yang tidak dikonsumsi

b. bequest value)

kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Indonesia sebesar 27,21 ton C/ha (EEPSEA dan WWF, 1998 dalam Glover and Timothy, 1999).

Data yang diperlukan untuk perhitungan potensi karbon (k

menurut Hairiah et al. (2001) yaitu: (1) diameter pohon, (2) tinggi pohon yang terbakar, (3) kerapatan kayu per pohon, (4) jumlah rata-rata pohon yang terbakar perhektar, (5) luas areal hutan yang terbakar, dan (3) nilai karbon per ton. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder, serta pendekatan transfer manfaat (transfer benefit) dari kondisi hutan yang sejenis yang diperoleh dari studi literatur.

C

dan Keberadaan Habitat (non use value) Sumberdaya hutan yang bersifat non use va a

langsung atau manfaat potensial) meliputi: konservasi keanekaragaman hayati, dan spesies langka, dan habitat. Nilai potensial yang tidak dimanfaatkan dari sumberdaya hutan ini diukur atas dasar nilai pilihan (option value), nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence

value). Data yang diperlukan untuk mengukur manfaat nilai pilihan yaitu: (1)

manfaat pilihan rata-rata perhektar hutan dari setiap responden, (2) luas areal hutan yang terbakar, dan (3) biaya konservasi keanekaragaman hayati (capture biodiversity). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai kesediaan membayar responden.

Data yang diperlukan untuk mengukur manfaat nilai warisan (

dan nilai keberadaan hutan (existence value) yaitu: (1) nilai manfaat warisan dari habitat satwa dan flora fauna perhektar hutan dari setiap responden, (2) nilai manfaat keberadaan habitat, spesies langka, flora fauna endemik perhektar hutan dari setiap responden, dan (3) luas areal hutan yang terbakar. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai kesediaan membayar responden. Sebagai pembanding, nilai keberadaan hutan perhektar didasarkan pada studi literatur dengan metode

(16)

transfer benefit, hasil penelitian EEPSEA dan WWF (1998); Costanza et al.

(1997) dalam Glover dan Timothy (1999).

.5.3. Kerugian Ekonomi Lahan Perkebunan

a luas area kebakaran lahan

b. unan dalam penyerapan karbon

c. tock) yaitu:

.4. Biaya Pengendalian/Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan

atau pemada

3

a. Data erosi yang diperlukan yaitu: (1) pet

perkebunan; (2) faktor erosivitas hujan; (3) faktor erodibilitas tanah; (4) panjang dan kemiringan lereng; (5) faktor pengelolaan tanaman; (6) faktor pengelolaan tanah; (7) harga pupuk Urea, TSP, dan KCl. Verifikasi dampak erosi akibat kebakaran lahan perkebunan dibandingkan antara pendugaan erosi aktual (USLE) sebelum dan setelah kebakaran. Pengumpulan data dengan cara studi literatur, pengumpulan data sekunder, observasi lapangan, dan wawancara dengan responden. Sumber data yaitu: (1) Badan Meteorologi dan Geofisika, Dinas Perkebunan dan Pertanian, Pengelola TCSDP, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Sintang, serta (2) pengusaha kebun dan responden masyarakat.

Pendugaan hilangnya fungsi tanaman perkeb

menggunakan persamaan allometric menurut jenis tanaman. Untuk tanaman karet dan akasia mangium menggunakan persamaan yang telah diteliti oleh Tampubolon et al. (2001); tanaman pinus merkusii menggunakan persamaan yang digunakan oleh Hendra (2002); dan tanaman sawit menggunakan persamaan yang dihasilkan oleh Soekisman dan Mawardi (2001).

Data yang diperlukan untuk perhitungan potensi karbon (karbon s

(1) diameter tanaman perkebunan, (2) tinggi tanaman yang terbakar, (3) jumlah rata-rata tanaman terbakar perhektar, (4) luas areal kebun yang terbakar, dan (5) nilai karbon per ton. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder, serta pendekatan transfer manfaat (transfer benefit) dari kondisi tanaman perkebunan sejenis yang diperoleh dari studi literatur.

3.5

Data yang diperlukan untuk mengetahui biaya pengendalian

(17)

kebakaran hutan/hektar, jumlah tenaga kerja perhari perhektar yang digunakan untuk memadamkan api, dan lama kebakaran. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan pengusaha dan masyarakat, dan data sekunder dari PUSDALKARHUTLA, Dinas Kehutanan Sintang dan Kalimantan Barat.

3.5.5. Kerugian Ekonomi Kerusakan Tanaman Perkebunan dan Pertanian

perkeb

5.6. Kerugian Ekonomi Akibat Asap Kebakaran Hutan dan Lahan

itu: (1) jumlah penduduk yang sakit dan berobat ke Do

B. Penduduk Tidak Kerja

yaitu: (1) jumlah penduduk yang tidak bekerja akibat

Data yang diperlukan untuk mengukur nilai kerugian kebakaran tanaman unan dan tanaman pangan, yaitu: (1) luas areal perjenis tanaman yang terbakar, (2) jarak tanam perjenis tanaman, (3) umur rata-rata tanaman, (4) produktivitas tanaman, (5) biaya pengusahaan tanaman, dan (6) harga produk tanaman persatuannya. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dan menggunakan data sekunder.

3.

A. Kesehatan Masyarakat Data yang diperlukan ya

kter/Rumah Sakit, (2) jumlah penduduk yang rawat inap, (3) biaya pengobatan dan perawatan perhari, (4) jumlah penduduk yang membeli obat dan masker, (5) jenis dan harga obat atau masker persatuan, dan (6) periode lamanya kabut asap dalam satuan bulan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) survei rumah sakit dan puskesmas (2) survei responden masyarakat di sekitar lokasi kebakaran, (3) menggunakan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang tahun 1998/1999.

Data yang diperlukan

adanya asap, (2) lama hari tidak kerja, (3) gaji atau upah tenaga kerja perhari. Pengumpulan data dengan cara: (1) pengumpulan data sekunder (daftar absen) pegawai pemerintah dan perusahaan swasta, dengan sampel instansi (kecamatan dan kabupaten) dan perusahaan swasta (perkebunan, pengusaha hotel dan penginapan, pengusaha transportasi), (2) pengambilan data primer dari responden petani, buruh tani dan pedagang di tingkat desa dan kecamatan, dan

(18)

data Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sintang tahun 1998/1999.

C. Gangguan Transportasi

yaitu: (1) jumlah perusahaan angkutan darat, laut/sun

r pertany

D. Menurunnya Kunjungan Wisatawan dan Hotel/Penginapan

alam bentuk penuru

Data yang diperlukan

gai dan udara di kabupaten Sintang, (2) jumlah angkutan yang tidak beroperasi dari setiap jenis perusahaan, (3) lama hari atau frekuensi angkutan tidak beroperasi dari setiap jenis perusahaan angkutan, (4) jumlah angkutan yang beroperasi dari setiap jenis perusahaan, (5) lama hari atau frekuensi angkutan beroperasi dari setiap jenis angkutan, (6) jumlah penumpang rata-rata perhari atau per frekuensi angkutan, (7) ongkos atau biaya tiket dan sewa perjenis angkutan.

Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan dafta aan dan laporan dari setiap perusahaan angkutan. Sampel responden dalam penelitian ini yaitu: (1) pengusaha angkutan darat, pengusaha angkutan sungai, perusahaan angkutan udara (DAS dan MAS), (2) Pengelola Bandar Udara di Pontianak, Sintang, dan Nanga Pinoh, (3) Kantor Dinas Perhubungan Sintang dan Kalimantan Barat tahun 1998/1999.

Penilaian dampak kerugian terhadap pariwisata selain d

nan jumlah wisatawan juga termasuk dampak lanjutannya yaitu penurunan jumlah pengunjung hotel akibat adanya kebakaran hutan dan lahan. Data yang diperlukan yaitu: (1) jumlah kunjungan wisatawan periode bulan Agustus – Desember pada tahun 1996 dan tahun 1997; (2) jumlah hari kunjungan dan pengeluaran per orang perhari; (3) jumlah pengunjung hotel atau penginapan periode bulan Agustus – Desember pada tahun 1996 dan tahun 1997; (4) jumlah rata-rata kamar hotel atau penginapan yang terisi periode bulan Agustus – Desember pada tahun 1996 dan tahun 1997; (5) biaya penginapan perorang perhari, dan (6) jumlah hotel atau penginapan di Kabupaten Sintang. Pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada pengusaha hotel dan penginapan, dan pengumpulan data sekunder dari Dinas Pariwisata, Pengelola TNBB dan TWA Baning, Kantor Statistik Kabupaten Sintang.

(19)

E. Penurunan Produksi Tanaman Pertanian (Pangan)

a per hektar tanaman pangan

3.6. Batasan Unit Analisis

lam melakukan penilaian ekonomi kerusakan lingkun

ngkungan adalah kerusakan biofisik maupun kerugian sosial

(b) eriode kebakaran pada

(c) lahan

(d) Inhutani III

(e) hutan tanaman di areal HTI- Non Trans yaitu

(f) g dibatasi pada luas areal

Data yang diperlukan yaitu: (1) produksi rata-rat

(padi, palawija, dan sayuran) periode bulan Agustus – Desember pada tahun 1996 dan tahun 1997, (2) jumlah responden masyarakat yang mengusahakan tanaman pangan, (3) luas areal perjenis tanaman pangan yang diusahakan oleh responden, (4) biaya pengeluaran rata-rata per jenis tanaman per hektar, dan (5) harga rata-rata dari setiap jenis tanaman pangan (padi, palawija dan sayuran) persatuannya. Pengumpulan data melalui wawancara responden dan menggunakan data sekunder dari Dinas Pertanian dan Perdagangan Kabupaten Sintang (tahun 1996 dan 1997).

Batasan analisis da

gan akibat kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang dirinci sebagai berikut:

(a) Kerusakan li

ekonomi dan politis akibat kebakaran hutan dan lahan Kebakaran hutan dan lahan yang akan dinilai yaitu p

tahun 1997 dari bulan Agustus – Desember 1997 di Kabupaten Sintang Penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan menggunakan 2 tahun analisis yaitu tahun 1997 dan tahun 2003. Penelitian dampak kebakaran hutan tanaman di areal HTI-Trans

di Kabupaten Sintang, didasarkan pada kerugian potensi kayu pulp dan non kayu selama periode kebakaran tahun 1997 seluas 12.452 ha dengan luas sampling penelitian 12 ha.

Penelitian dampak kebakaran

HTI Finantara Intiga di Kabupaten Sintang seluas 15 ha dengan luas lokasi penelitian 1,25 ha. Penilaian didasarkan pada kerugian dari tanaman kayu dan non kayu selama periode kebakaran tahun 1997.

Penilaian kerusakan Taman Wisata Alam Banin

terbakar (59,5 hektar) dengan luas tapak penelitian 3 ha. Sedang untuk Taman Nasional Bukit Baka seluas 230 hektar dengan luas tapak penelitian 12 ha).

(20)

(g)

(h) nan yang diusahakan oleh pemerintah

(i) duktivitas tanaman pertanian difokuskan pada tanaman pangan

(j) bat

(k) kerja akibat adanya asap, yaitu penduduk

(l) sportasi udara

(m) rtasi sungai dan darat yaitu jumlah transportasi Unit analisis menilai dampak kebakaran hutan dan lahan dari aspek nilai pilihan, warisan dan keberadaan flora fauna dan habitat, didasarkan pada penilaian masyarakat dari 17 desa sampel (250 responden) yang berada disekitar kawasan areal yang terbakar.

Penilaian kerusakan tanaman perkebu

(TCSDP Nanga Pinoh) yaitu seluas 76 ha dengan luas sampel penelitian 3,8 ha dengan jenis tanaman terbakar adalah tanaman karet. Penilaian kerusakan lahan perkebunan masyarakat yang terbakar seluas 91,20 ha (tapak penelitian 10 ha) dilakukan pada empat kecamatan meliputi 12 desa (Kecamatan Nanga Pinoh, Kecamatan Belimbing, Kecamatan Sintang, dan Kecamatan Menukung).

Penurunan pro

yang diusahakan masyarakat yaitu membandingkan produktivitas rata-rata dari setiap jenis tanaman pada periode kebakaran (Agustus-Desember 1997) dengan periode yang sama sebelum kebakaran (Agustus-Desember 1996). Jumlah masyarakat yang menderita sakit dan membeli obat atau masker aki asap kebakaran, dibatasi hanya pada penduduk yang berada di kabupaten Sintang atau desa-desa sekitar lokasi penelitian, pada periode kebakaran hutan dan lahan Agustus–Desember 1997.

Jumlah penduduk yang tidak masuk

yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, petani/pekebun, pedagang dan pegawai HTI di Kabupaten Sintang, selama kebakaran hutan dan lahan periode Agustus– Desember 1997.

Penilaian gangguan transportasi udara yaitu gangguan tran

(batas penerbangan dan penurunan penumpang) dari Pontianak – Sintang – Nanga Pinoh (sebaliknya) karena pengaruh asap kebakaran selama periode Agustus – Desember 1997.

Penilaian gangguan transpo

sungai dan darat menurut jenisnya di kabupaten Sintang yang tidak beroperasi atau frekuensi operasinya menurun karena adanya asap kebakaran selama periode Agustus – Desember 1997.

(21)

3.7. Analisa Data

lam menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi dan faktor alam ya

3.7.1. Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan

ameter sosial ekonomi (X) atau aktivitas

X1 = n (hutan, perkebunan, dan

X2 = an terhadap lokasi kebakaran

Pendekatan da

ng diduga berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan menggunakan Analisis Korelasi Kanonik dan Pendekatan Regresi. Sedang untuk pendugaan nilai ekonomi total kerugian lingkungan dari: (a) hilangnya manfaat dari sumberdaya hutan, (b) kerugian tanaman pangan dan perkebunan, (c) biaya pemadaman api kebakaran, dan (d) kerugian yang ditimbulkan akibat asap kebakaran hutan dan lahan, menggunakan model analisis data antara lain: pendekatan nilai pasar atau produktivitas, pendekatan harga bayangan, biaya ganti, pendekatan pendapatan yang hilang, pendekatan biaya (biaya berobat, biaya wisata, biaya kerusakan tanaman), alih manfaat dan metode penilaian kontingensi. Tahapan analisis data secara lengkap pada Gambar 6.

Pendekatan analisis untuk mengetahui pengaruh dan keterkaitan antar faktor-faktor sosial ekonomi dan faktor alami terhadap kebakaran hutan dan lahan pada setiap tapak areal terbakar (HTI, TWA dan Taman Nasional, Perkebunan TCSDP dan Lahan Masyarakat) yaitu menggunakan Analisis Korelasi Kanonik (AKK) dengan program SAS versi 6.08 serta Model Persamaan Struktural (SEM) dengan program LISREL 8.30.

a. Analisis Korelasi Kanonik (1) Prakiraan gugus par

masyarakat yang diduga mempunyai pengaruh atau korelasi terhadap kebakaran hutan dan lahan dari setiap blok/desa dan kawasan kebakaran, meliputi sembilan peubah, yaitu:

status kepemilikan lokasi pengusahaan tanama

tanaman pangan) oleh masyarakat dan pengusaha (3 = hak milik; 2 = hak guna usaha; dan 1 = tanah negara).

letak lahan masyarakat atau pemukim

(enclave) (3 = di luar kawasan terbakar; 2 = berbatasan langsung dengan areal terbakar; 1 = berada di dalam areal terbakar).

(22)

Penggunaan SD Hutan & Lahan

Kebakaran Hutan & Lahan

Menurunnya SD Hutan Sumberdaya Hutan tangible Sumberdaya Hutan intangible Asap sehatan arakat Gangguan Transport: Udara, Laut, & Darat a Berobat KMS a Masker a Beli ndiri Sumberdaya Kayu: Log &

Kayu Bakar

Sumberdaya Non-Kayu: Flora & Fauna

- Pengendali Erosi/Banjir - Suplai air - Konservasi Biodiversity Spesies Langka, Keanekaragaman hay Habitat

nalisis Data Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan

ati, Ke Masy - Biay ke RS/P - Biay - Biay Obat Se Gambar 6. Tahapan A Pe Peduduk tidak kerja Faktor Alami Aktivitas Manusia/Sosek Dampak Perubahan Kualitas Lingkungan Udara

Kebun & Tan. Pertanian - Rusak & Turun Prod.Tana man - Erosi - Penyerap Karbon Nilai Pilihan Nilai Warisan Nilai Eksistensi Wisata & Hotel Biaya Pengendalian Kebakaran Penyerap Karbon ndekatan Biaya Berobat - Pegawai Negeri - Swasta - Petani - Buruh Pedekatan Pendapatan yg Hilang Pendekatan Kehilangan Pendapatan & Produktivitas -Pendekatan biaya - Pendekatan Nilai Pasar & Produk- tivitas - Alllometrik - Transfer benefit - Pendekatan Biaya Ganti - Pendekatan Produktivitas - Nilai Pasar - Harga Bayangan - Nilai Carbon Stock (Allometric) - Transfer Benefit - Pendekatan Biaya Ganti - Metode Rasional - Pendekatan CVM (WTP) - Transfer Benefit - Pendekatan CVM (WTP) - Transfer Benefit

(23)

X3 = sikap dan kepedulian masyarakat te pada api; 1 = tidak peduli)

X4 = aturan adat istiadat dalam kegi bukaan lahan ( 2 = aturan dan hukum adat ada berlaku; 1 = aturan adat tida ). X5 = sikap ketidakpuasan m at dalam pengelolaan hutan dan

X6 = Jenis tanam

kebun (kode 2) ; tanaman pangan (kode 1)

nggunakan tangan dan cangkul – manual

dan sem ; menggunaka i kode 1)

lah hot spot (titik panas) disetiap blok areal yang terbakar.

X9 = Mitiga i (pence an kebakaran): ada us a pencegahan kebakaran (diberi kode 2); tidak ada usaha pencegahan kebakaran (kode 1)

2. (Y a angsu

sebagai penyebab atau m peubah, yaitu:

Y1 = su 8 di setiap blok terbakar

Y2 = kelembaban rata-rata tahun 1994-1998 di setiap blo ar

Y3 = jumlah curah hujan rata-rata tahun 1994-1998 di setiap blok terbakar

Y jumla ha jan ra a ahu 994-1998 di setiap blok terbakar

b. Model Persamaan S

Untuk menjelaskan keterkaitan dan kausalitas dari peubah faktor alami dan

m nomi m syarkat

Kabupaten Sintang maka digunakan pendekatan Structural Equation Model (SEM). Secara keseluruhan peubah yang diduga mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan sebanyak 14 peubah atau atribut. Lima atribut (X samp 4 sebagai

peubah indik fakt mi, sembilan atribut (X5 sampai X13) sebagai peubah

indikator ma ekonom sat X14) sebagai indikator

luas kebakaran hutan dan lahan ( Gambar 7 u atribu ). t ( i dan dan Tabel 5 nusia atau sosial

or ala ator

ai X )

1

terhadap kebakaran hutan dan lahan di a

anusia atau sosial eko

h 4 = k terb ) ak ri hu tuktural ta-r ta t

(Structural Equation Model

n 1 ta-rata tahun 1994-199 hu ra

an yang diusahakan: pohon/kayu (diberi kode 3); tanam

bukaan lahan: m ekanis diberi (kode 2)

an

ng Gugus peubah kebakaran hutan dan lahan ), yang t

m erk it l

eliputi empat empercepat terjadinya kebakaran,

ah gah s n ap (diberi e X7 = Pola pem X8 = Jum i m

perkebunan ( 2 = puas; 1 = tidak puas). asyarak

rhadap api yang menjalar ( 2 = peduli

dan hukum k berlaku atan pem

(24)

Tab

Kebakaran Hutan dan Lahan

el 5. Komponen Pembentuk Peubah Laten Bebas Faktor Alami dan Manusia serta Peubah Laten Tak Bebas Luas

Peubah Laten

(Dimensi) Peubah Indikator (Komponen)

Ke ng Alami (x

tera-an

Faktor 1) Suhu udara rata-rata 1994-1998 X1

(Peubah laten bebas) Kelembaban rata-rata 1994-1998 Curah hujan rata-rata 199 Hari hujan rata-rata

1994-X2

4-1998 X3

1998 X4

(Peuba hd lokasi kebakaran X6

kat thd api X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 Luas K Y1

Faktor Manusia (x2) Status pemilikan lahan X5

h laten bebas) Letak lahan atau pemukiman t

Sikap dan kepedulian masyara

Aturan adat istiadat dalam pembukaan lahan

Sikap ketidakpuasan masyarakat thd pengelolaan hutan Jenis tanaman yang diusahakan

Pola pembukaan lahan

Jumlah hot spot di blok terbakar

Mitigasi kebakaran

ebakaran (h) Luas areal terbakar pada setiap blok hutan atau kebun

(Peubah laten tak bebas)

a. Model Struktural:

= γ11 ξ1 + γ12 ξ2 + ζ ……… (1)

Suhu (X1)

Gambar 7. Model Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan

Berdasarkan Gambar 7, kemudian disusun model persamaan struktural sebagai berikut (diadopsi dari Hair et al. 1998):

η Hot Spot (X12) Lembab (X2) Mitigasi (X13) CHujan (X3) Status (X5) HHujan (X4) Letak (X6) Sikap (X7) Adat (X8) P uas (X9) Jenis (X10) P ola (X11) Luas terbakar (X14) ALAMI ξ1 MANUSIA ξ2 KEBAKARAN η δ δ λ γ δ λ γ λ δ δ δ λ δ δ λ δ δ λ δ δ δ ε

(25)

dimana:

eubah laten tak bebas (endogenous) luas kebakaran hutan

η = p dan lahan

i = ke-i, terdiri atas faktor alami (ξ1) dan

γij an (loadin

ζ gan peu

b. odel pengukuran sebaga

yi = (2)

xi = λ(x)ij ξj + δi (3)

dim na:

yi = peubah indikator Y pembentuk peubah laten tak bebas η

xi = peubah indikator X pembentuk peubah laten bebas ξi

λ ij faktor muatan (loadin j loading Yi dalam

εi ng n

i =

Asumsi bagi model LISREL dalam menduga persamaan struktural peubah la

tidak berkorelasi dengan ξ tidak berkorelasi dengan η tidak berkorelasi dengan ξ , ε, δ tidak saling berkorelasi

Peubah laten tak bebas kebakaran hutan dan lahan (η) diukur dengan omponen luas kebakaran pada setiap blok menurut fungsi hutan dan lahan erkebunan (Y1). Peubah kebakaran hutan dan lahan akan dikorelasikan dengan

eubah laten bebas faktor alami dan faktor manusia (ξi), beserta komponen atau

tribut masing-masing peubah laten bebas. Pengolahan dan analisis data dalam enduga persamaan struktural faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lah

mpak lingkungan yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan n terd ari peubah laten bebas (eksogenous)

faktor manusia (ξ2)

= faktor muat g) ξi dalam membentuk ηj

= galat perhitun bah η

M i berikut:

λ(y)

ij ηj + εi .………...

………...… a

= g) Xi dalam membentuk ξ atau

membentuk j

= galat pada perhitu

galat pada perhitungan peubah Xi a peubah Yi ξ

δ

a mi dengan dan manusia terhadap kebakaran hutan dan lahan yaitu: ζ ε δ ζ k p p a m

an menggunakan program LISREL 8.3.

3.7.2. Total Nilai Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan da

(26)

empat kategori yaitu: (1) dampak dari kebakaran hutan, (2) kebakaran lahan

a n,

ran. Secara sederhana

NET = NEKSH + NEKLP + BMK + BDAK ...(4)

dan lahan

BMK itigasi kebakaran

ebakaran hutan dan lahan

Analisis data total nilai ekonom

i matematik

ngnya Manfaat Sumberdaya Hutan dan Lahan ar

(a) Kebakaran di areal HTI dan m

ut:

pokkan berdasarkan kelas diameter 20-29 cm, 30-39 cm dan 40 cm up.

tanam n perkebunan, (3) biaya mitigasi pengendalian kebakaran hutan dan laha dan (4) pengaruh merugikan dari asap akibat kebaka

formulasinya ditetapkan sebagai berikut:

dimana,

NET = Nilai ekonomi total kerugian lingkungan akibat kebakaran hutan

NEKSH = Nilai ekonomi kerusakan sumberdaya hutan

NEKLP = Nilai ekonomi kerusakan lahan tanaman perkebunan = Biaya m

BDAK = Biaya kerugian akibat asap k

i kerusakan lingkungan akibat kebakaran dari keempat kategori penilaian menurut komponennya, secara taksonom

diuraikan sebagai berikut.

A. Penilaian Kerugian Hila (1) Nilai Kayu dan Kayu Bak

enyebabkan kerugian manfaat langsung antara lain: kayu pulp dan kayu bakar yang biasa dimanfaatkan masyarakat sekitar. Nilai kayu dihitung berdasarkan harga kayu pulp di pasar lokal atau harga di pasar regional antar pulau perjenis kayu (Rp/m3) dikali dengan potensi yang terbakar (m3). Pengukuran potensi kayu dari areal terbakar didekati dengan potensi kayu pada areal hutan yang terdekat dan tidak terbakar. Perhitungan potensi volume kayu diuraikan sebagai berik

(1) Menghitung volume total kayu (diameter 20 cm up) yang di kelom

(27)

V = 0,25 π d2 t f dimana:

V = Volume kayu (m )

t = Tinggi pohon bebas cabang (m)

3

d = Diameter pohon (dalam m)

f = Faktor bentuk (0,7)

) e laian i

potensi produksi dan pendekatan biaya kerusakan tanaman dari setiap

i=1 j=1

dimana,

ik jenis ke-i di lokasi kebakaran j (Rp/m3) lp perhektar jenis ke-i, di areal j (m3/ha)

2. Pendekatan Biaya Kerusakan

akaran j (Rp/ha) i

j

(b P ni kerusakan kayu di areal HTI yaitu dengan 2 cara: pendekatan nila pasar

jenis tanaman.

(2) Notasi Penilaian Kerugian Kayu Pulp/Log

1. Pendekatan Nilai Pasar

n n

NTKL = ∑ ∑ (PKLij x HKLij) ... (5)

n n

PKLij = ∑ ∑ (PKHij x LAj) i=1 j=1

NTKL = nilai total kayu pulp (Rp)

PKLij = potensi volume kayu pulp jenis ke-i di areal kebakaran j (m3) HKLi = harga kayu pulp perkub

PKHij = potensi volume kayu pu LAj = luas areal kebakaran ke-j (ha) i = jenis kayu

j = areal kebakaran (HTI Inhutani III dan Finantara Intiga)

BKKP = (BPTij) x LAJ ... (6) dimana,

BKKP = total biaya kerugian kayu (Rp)

BPTij = Biaya perhektar tanaman HTI jenis-i pada lokasi keb LAj = luas areal kebakaran ke-j (ha)

= jenis kayu

(28)

(c) Penilaian potensi kayu bakar yang hilang diareal HTI dan areal hutan (TNBB dan TWA Baning dan lahan perkebunan) yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Metode penilaian kerugian yaitu: (1) menggunakan metode harga pasar, (2) harga bayangan, (3) pendekatan produktivitas peng (4) biaya ganti hari orang kerja dengan menentukan harga kayu bakar permeter kubik yang dikonversi ke dalam

(3) Notasi Penilaian Kerugian Kayu Bakar

NTKBj = ∑ (PKBj x HKBj x LAj ) ………. (7)

ende rga Bayangan

n

j x HS x LAj ……….. (8)

nilai total kayu bakar (Rp)

3

l

3. Metode Produktivitas Pengumpul Kayu Bakar

TKBj = ∑ ( KKKBj x HKBj x JPKBj ) ………. (9)

n

TKBj

HKBj = harga pasar kayu bakar di lokasi j (Rp/m ) JPKBj = jumlah pengumpul kayu bakar di lokasi -j (orang) JHKj = jumlah hari kerja kumpul kayu bakar pertahun (HOK)

umpul kayu bakar pertahuan, dan

biaya waktu yang terluang dalam mengumpulkan kayu bakar perhari dalam satu tahun (Hufschmidt et al. 1983).

1. Metode Harga Pasar

n j=1 2. P katan Ha NTKBj = ∑ (PKB Pj ) ………… j=1 dimana, NTKBj =

PKBj = potensi kayu bakar perhektar/tahun di areal kebakaran j (m /ha/tahun) HKBj = harga pasar kayu bakar di lokasi j (Rp/m3)

HSPj = harga bayangan kayu bakar di pasar ekspor dan antar pulau regiona Kalimantan Barat (Rp/m3)

LAj = luas areal kebakaran ke-j (ha)

n N j=1 KKKBj = ∑ (KKBHj x JHKj ) j=1 dimana,

N = nilai total kayu bakar (Rp)

(29)

KKKBj = kemampuan kepala keluarga kumpul kayu bakar pertahun di areal kebakaran j (m3/tahun)

KKBHj = kemampuan kepala keluarga kumpul kayu bakar perhari di areal kebakaran j (m3/hari)

j = areal kebakaran (HTI Inhutani III, HTI Finantara Intiga, TWA Baning, dan TN. Bukit Baka, lahan perkebunan) (adopsi Hufschmidt et al. 1983)

. Metode Biaya Ganti Hari Orang Kerja

n 4 ………. (10) imana, an kemampuan pengumpulan (Rp/ m3) = nsi kayu bakar perhektar/tahun di areal kebakaran j (m3/ha/tahun)

(ha) rga ku aran j (m3/hari)

= jumlah hari kerja kumpul kayu bakar pertahun (HOK)

ga kumpul kayu bakar pertahun di areal

g,

. Penilaian Kerugian Sumberdaya Hutan Non Kayu (Flora dan Fauna) di areal TNBB, TWA Baning, dan HTI yang mempunyai nilai pasar (market value) dihitung

berdasarkan pendekatan nilai pasa )

serta pendekatan produktivitas masyarakat sekitar dalam memanfaatkan flora

faun Harga pasar, harga bayangan dan nilai

produktivitas ini belum memperhitungkan nilai ekologis (peran atau fungsi), karena sangat sulit mengukur berdasarkan fungsi ekologis dari setiap flora fauna.

elum dimanfaatkan oleh

mas kal, pendekatan

NTKBj = ∑ ( NKBKK x PKB x LA ) j=1 j j j n NKBKKj = ∑ {(JHKj / KKKBj) x UTKj } j=1 n KKKBj = ∑ (KKBHj x JHKj ) j=1 d

NTKBj = nilai total kayu bakar (Rp) NKBKKj = nilai kayu bakar berdasark

PKBj pote

LAj = luas areal kebakaran ke-j

mpuan kepala kelua mpul kayu bakar perhari di areal KKBHj = kema

kebak JHKj

KKKBj = kemampuan kepala keluar

3

kebakaran j (m /tahun)

i kebakaran j (Rp/HOK) UTKj = upah tenaga kerja harian setempat di lokas

j = areal kebakaran (HTI Inhutani III, HTI Finantara Intiga, TWA Banin dan TN. Bukit Baka, laha n perkebunan)

B

Hasil hutan non kayu (flora fauna) yang terdapat

r setempat dan harga bayangan (shadow price

a sebelum kebakaran hutan.

Jenis-jenis flora dan fauna langka yang b

(30)

pen s

dasa u telah

akan (1)

) Hasil hutan non kayu seperti: tanaman obat-obatan, damar, rotan dan lain-lain ning, an Nasional Bukit Baka, dihitung dengan menggunakan pendekatan

pendekatan produktivitas pengumpul. (2) Notasi Penilaian Flora (tanaman obat-obatan, damar, rotan)

1. Metode Nilai Pasar

………. (11)

2

)

ha)

l Kalimantan Barat (Rp/unit)

LA

ilaiannya dilakukan dengan menggunakan nilai pilihan (option value) ata r harga bayangan dari setiap jenis flora langka yang sudah ada ata

tercatat atau menurut besarnya manfaat yang diharapkan masyarakat dimasa yang datang.

Penilaian Kerugian Flora (a

di lokasi HTI Inhutani III dan Finantara Intiga, Taman Wisata Alam Ba dan Tam

nilai pasar, harga bayangan dan

n

NTFL = ∑ (PFLij x HFLij x LAj )

ij=1

. Metode Harga Bayangan n

NTFL = ∑ (PFLij x HFLSPij x LAj ) ………. (12

ij=1

dimana,

NTFL = nilai total kerugian flora (Rp)

Lij = potensi flora perhektar di areal kebakaran j (unit/ PF

HFLij = harga pasar kecamatan perjenis flora di lokasi j (Rp/unit)

HFLSPij = harga bayangan perjenis flora di pasar ekspor dan antar pulau regiona j = luas areal kebakaran ke-j (ha)

i = jenis flora (tanaman obat-obatan, madu, rotan dan lain-lain)

j = areal kebakaran (TWA Baning, TNBB, Inhutani III, Finantara Intiga)

3. Metode Produktivitas Pengumpul n n

NTFL = ∑ ∑ (NMFLij x JPFLij) ………. (13) i=1 j=1

n n NMFLij = ∑ ∑ (KMFLij x HFLij) i=1 j=1

(31)

dimana,

NTFL = nilai total flora (Rp)

NMFLij = nilai manfaat flora jenis i yang diperoleh responden pertahun sebelum kebakaran, di areal kebakaran j (Rp/tahun)

JPFLij = KMFLij =

jumlah masyarakat pengumpul flora jenis i di lokasi kebakaran j (orang) kemampuan responden pengumpul flora jenis ke-i dalam setahun, di

unit/orang/tahun)

lora ke-i di daerah kebakaran j (Rp/unit)

(3)

(a) Burung dan jenis satwa lainnya disekitar areal yang terbakar (HTI, Taman jenis satwa imanfaatkan masyarakat disekitar lokasi kebakaran per bulannya (Rp/bulan). Harga yang digunakan adalah harga rata-rata jenis a sar kecamatan dan harga bayangan di p r pulau atau regional Kalimantan Barat (Rp/unit).

(4) ng, Mamalia dan Reptilia)

1. Metode Harga Pasar

FNij x HFNij x LAj ) ………. (14)

ij=1

2 od

N ……….………. (15)

a,

TFN = nilai total kerugian fauna (Rp)

l kebakaran j (ekor/ha) F sar kecamatan per jenis fauna di lokasi j (Rp/ekor)

s o

Aj = luas areal kebakaran ke-j (ha)

= na (bu ng, ma alia, r

, NBB, hutani III, Finantara Intiga) areal kebakaran j (

HFLij = harga pasar jenis f

i = jenis flora (tanaman obat-obatan, madu, rotan dan lain-lain)

j = areal kebakaran (TWA Baning, TNBB, Inhutani III, Finantara Intiga)

Penilaian Kerugian Fauna

Nasional dan Taman Wisata), dihitung berdasarkan jumlah dan atau burung yang biasa d

satwa burung dari p sar lokal atau pa asar ekspor anta

Notasi Penilaian Fauna (Buru

n NTFN = ∑ (P

. Met e Harga Bayangan n

NTF = ∑ (PFNij x HFNSPij x LAj )

ij=1

diman N

PFNij = potensi fauna perhektar di area H Nij = harga pa

HFNSPij = harga bayangan enis fa na di p j u asar ek por dan antar pulau regi nal

n Ba t (Rp/ekor)

Kalimanta ra

L

i jenis fau ru m eptilia)

(32)

3. Metode Produktivitas Pengumpul n n

dimana,

NTFN = nilai total fauna (Rp)

is i yang diperoleh responden pertahun, sebelum kebakaran di areal -j (Rp/tahun)

C. li Erosi

etelah kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan data empiris, di TNBB, TWA

Perkebunan. Rumus persamaan USLE digunakan

K ………. (17)

ah yang tererosi (ton/ha/tahun)

R = faktor erosivitas hujan (joule/ha/tahun)

S = faktor kemiringan lereng man i) n enggun k i berikut: ∑ NTFN = ∑ ∑ (NMFNij x JPFNij) ………. (16) i=1 j=1 n n NMFNij = ∑ ∑ (KMFNij x HFNij) i=1 j=1

NMFNij = nilai manfaat fauna jen

JPFNij = jumlah masyarakat pengumpul fauna jenis i di lokasi kebakaran j (org) KMFNij = kemampuan responden pengumpul fauna jenis ke-i dalam setahun, di areal kebakaran j (unit/org/tahun)

HFNij = harga pasar jenis fauna ke-i di daerah kebakaran j (Rp/unit) i = jenis fauna (burung, mamalia, reptilia)

j = areal kebakaran (TWA Baning, TNBB, Inhutani III, Finantara Intiga)

Metode Penilaian Manfaat Hutan dan Lahan Sebagai Pengenda (a) Tahap pertama, menentukan laju erosi aktual sebelum dan s

Baning, HTI dan Lahan

untuk menentukan jumlah erosi yaitu: A = R L S C P

dimana, A = banyaknya tan

K = faktor erodibiltas tanah (ton/joule) ktor panjang lereng

L = fa

C = faktor pengelolaan tana

P = faktor pengelolaan tanah (tindakan konservas

Faktor erosivitas hujan (R) dihitung berdasarkan data hujan bulanan denga m a an persamaan Bols sebaga

12

R = (EI30) I

(33)

EI30 = 6.119 (P) 1.21 (H) –0,47 (MP) 0,53 Adapun : EI30 = indeks erosivitas hujan bul

P = curah hujan rata-rata bulanan (cm) anan ri hujan rata-rata per bulan (hari)

MP = curah hujan bulanan maksimum selama 24 jam dalam 1 bulan

aan e si tanah (K) dihitung dengan ier dan Smith dalam Hardjowigeno (2003), berikut :

1,14 -4

(b-2) + (c-3)

rsen pasir sangat halus

ai 1,29. Faktor topografi (LS) diperoleh dengan persamaan Weischmeier dan

( X ) L a LS = (---) (----) , untuk S > 12 % Adapun uk lereng > 4 %), (0,4 untuk Lereng 4-3 %) dan (0,3 untuk < 3 %)

Fak or pen up tanah (C) dan faktor teknik

konservasi ) penutupan

tentang faktor tanaman dan k elolaan tanah.

(b) bandingkan laju erosi aktual (USLE) sebelum dengan telah kebakaran dengan faktor pembeda adalah nilai faktor tanaman (C)

H = ha

Faktor erodibilitas tanah atau faktor kepek ro persamaan Weischme

100 K = 2,1 M (10 ) (12-a) + 3,25 Adapun : K = erodibilitas tanah

M = persen debu dan pe a = % bahan organik tanah b = kode struktur tanah

c = kode permeabilitas profil tanah

Besarnya nilai K yang diperoleh dikalikan dengan faktor konversi bernil

Smith, berikut : m S = (---) (0,063 + 0,0454 + 0,0065 S²), untuk S < 12 % (22,10) tau ( X )m ( S ) 1,35 (22,10) ( 9 ) : LS = faktor topografi X = panjang lereng (m) S = kecuraman lereng (%) M = Konstanta (0,5 unt

t gelolaan tanah dan tanaman penut

tanah (P) diduga dengan menggunakan data persen (%

dan tipe penggunaan lahan serta pengelolaan hasil pengamatan lapangan dengan mengacu pada pustaka hasil penelitian

fa tor peng

Tahap kedua, mem se

(34)

sebelum dan setelah kebakaran.

(c) tahun (sebelum dan setelah

akan dengan unsur hara (N, m.

persatuan luas dengan menggunakan harga pasar (Hufschm (d) Tahap keempat, m

setelah kebakaran hutan dan lahan.

ali erosi

∑ ∑ (JUHRij x HPi x LAj) ………. (18)

(ERij x PUHRij) j=1

i unsur hara yang hilang akibat erosi tanah (Rp)

= jumlah unsur hara ke - i yang hilang dari tanah yang tererosi, disetiap areal kebakaran j (kg/ha)

= harga pupuk perjenis i (Rp/kg) akaran ke-j (ha)

tiap areal kebakaran j (ton/ha) yang tererosi (kg) r hara/pupuk (Urea, TSP, KCl)

= , TNBB, HTI Inhutani III & Finantara

Hufschmidt et al. 1983).

E. jir dan

(a)

tan rasional digunakan untuk menduga aliran Tahap ketiga, menghitung tingkat erosi per

kebakaran) di setiap lokasi kebakaran yang disetar

P, dan K) yang terdapat dalam 1 ton tanah pada kedalaman efektif 30 c Kemudian dikonversi ke dalam biaya penggunaan pupuk Urea, TSP, dan KCl

idt et al. 1983). enghitung selisih kehilangan unsur hara sebelum dan

(1) Notasi penilaian ekonomi fungsi pengend n n NMHPE = i=1 j=1 n n JUHRij = ∑ ∑ i=1 dimana, NMHPE = nila JUHRij HPi

LAj = luas areal keb

ERij = jumlah tanah tererosi perhektar dise unsur hara ke-i dari 1 ton tanah PUHRij = proporsi

= jenis unsu i

j areal kebakaran (TWA Baning

Intiga, Perkebunan) (diadopsi dari

Metode Penilaian Kerugian Hilangnya Fungsi Pengendali Ban Penyedia Air

Penilaian hilangnya manfaat hutan dan lahan sebagai pengendali banjir dan penyedia air menggunakan pendekatan Metode Rasional (U.S. Forest Services, 1980 dalam Asdak, 2002) dan metode penilaian kontingensi kesediaan membayar masyarakat terhadap fungsi hutan sebagai pengendali banjir. Metode pendeka

permukaan dalam menghitung fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan penyedia air. Metode pendekatan lain yang dapat digunakan untuk menilai

(35)

fungsi penyedia air yaitu pendekatan ketersediaan air tanah atau neraca air.

(b)

a

kan semakin tinggi. Sehingga hutan tidak berfungsi sebagai penyedia air pada musim kemarau maupun sebagai

(c) ah pan p alira perm ui etode rasional pada setiap

engh g besarnya aliran permukaan sebelum dan setelah kebakaran u sebag i berikut (modifikasi :

C x I x A ………. (19)

= hutan = 0,05 – 0,25; tanah

Services dalam Asdak, 2002)

Meng n

hutan dan lahan pada setiap lokasi tapak terbakar. ƒ

pengendali banjir dan penyedia air tanah.

Namun, karena keterbatasan data maka digunakan pendekatan metode rasional (aliran permukaan) sebelum dan setelah kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan data sekunder dan hasil pengamatan lapang .

Asumsi yang digunakan dalam menduga fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan penyedia air yaitu berdasarkan pendekatan aliran permukaan bahw hilangnya penutupan vegetasi akan mengurangi ketersediaan infiltrasi air ke dalam tanah dan aliran permukaan a

pengendali banjir pada musim penghujan.

T a endugaan n ukaan melal m

lokasi areal terbakar adala sebagai berikut:h ƒ M itun

pada setiap lokasi kebakaran dengan rum s a dari Asdak, 2002)

Qp =

dimana,

Qp =al an permukaan (mir 3/tahun) C coefisien aliran permukaan (vegetasi kosong = 0,20 – 0,50) (US. Forest

I = intensitas curah hujan (mm/jam) dikonversi (mm/thn) A = luas areal terbakar (ha)

ƒ u ngi selisih Qp (aliran permukaan) setelah dan sebelum ra kebakara

Selisih Qp (aliran permukaan) dijadikan dasar untuk menghitung disfungsi hutan sebagai

ƒ Nilai kerugian fungsi hutan sebagai pengendali banjir diperoleh dari perkalian antara Qp (diasumsikan 50% berfungsi sebagai air permukaan yang berpotensi banjir) dengan nilai kesediaan membayar permeter kubik air agar tidak terjadi banjir disetiap lokasi terbakar (Rp/m3).

ƒ Nilai kerugian dari fungsi hutan sebagai penyedia air diperoleh dari perkalian antara Qp (50% diasumsikan sebagai air tanah yang hilang) dengan rata-rata harga air dari PDAM (rumah tangga, sosial, industri).

(36)

ƒ Notasi selengkapnya perhitungan nilai kerugian fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan penyedia air diuraikan sebagai berikut:

(1) Fungsi hutan sebagai Pengendali Banjir (NQPB) n

NQpB = ∑ (QpAj – QpBj) x NBj ………. (20) j

(2) Fungsi hutan sebagai Penyedia Air (NQPA) n

NQpA = ∑ (QpAj – QpBj) x HAj ………. (21)

j dimana,

NQpA = nilai ekonomi hutan sebagai penyedia air (Rp/thn) NQpB = nilai ekonomi hutan sebagai pengendali banjir (Rp/thn)

A Q B NB

3)

HA air PDAM per meterkubik (rumah tangga, sosial, industri) di

(Rp m3).

j n NBB, WA B ing, H

ƒ Se ndali banjir dalam satuan per meter kubik air NB ………. (22) d NM MRPBij MP n, disetiap Nj QP i j

Qp j = jumlah aliran permukaan setelah kebakaran di lokasi j (m3/thn) p j = jumlah aliran permukaan sebelum kebakaran di lokasi j (m3/thn)

j = nilai manfaat hutan sebagai pengendali banjir permeter kubik air, disetiap areal terbakar j (Rp/m

j = rata-rata harga setiap lokasi j /

= lokasi kebakara (T T an TI)

mentara perhitungan WTP penge

(NB) diperoleh dari persamaan sebagai berikut: n j = ∑ (NMPB / QP) ……… j=1 n NMPB = ∑ (MRPBj x JPj) j=1 n n MRPBj = ∑ ∑ (MPBij) / Nj i=1 j=1 imana,

NBj = nilai manfaat pengendali banjir per meter kubik (Rp/ m3) PB = total nilai manfaat pengendali banjir (Rp/thn)

= manfaat hutan sebagai pengendali banjir perorang pertahun, disetiap areal terbakar j (Rp/ orang)

Bij = nilai manfaat pengendali banjir dari responden ke- i pertahu areal terbakar j (Rp/orang/thn)

JPj = jumlah penduduk sekitar areal -j (orang) = jumlah responden di desa j (orang)

= jumlah aliran permukaan yang berpotensi sebagai banjir (m3/thn) = jumlah responden (orang)

Gambar

Gambar  3.  Peta Kabupaten Sintang dan Lokasi Penelitian
Tabel 3.  Blok dan Petak Contoh Areal Terbakar
Tabel  4.   Populasi dan Responden Penelitian
Gambar  5.  Kerangka Sampel (Sampling Frame)

Referensi

Dokumen terkait

c) Burung hantu digunakan oleh petani untuk menangkap tikus. Ramalkan apa yang akan berlaku sekiranya burung hantu hadir didalam habitat ini.. Rajah menunjukkan satu

Dari analisis ragam pada Tabel 1 menunjukan kombinasi perlakuan tata letak penanaman bujur sangkar dengan benih, umur bibit 6 dan 9 hari setelah semai serta

Perbedaan perlakuan pada biochar plus tidak memberikan perbedaan yang besar terhadap N-total tanah yang terlindi pada masing-masing jenis tanah, kecuali pada

Bernazar suatu kebiasaan masyarakat muslim yang telah lama di lakukan dalam kehidupan sehari-hari, di mana kebiasaan seperti ini dilakukan karena beberapa persoalan

Jurusan Kimia UIN Sunan Kalijaga sebagai lembaga pendidikan tinggi yang core studi nya fokus pada integrasi-interkoneksi sains-keislaman mewujudkan perannya dalam bentuk

Dalam eksepsinya Tergugat mengatakan bahwa Pengadilan Agama tidak berwenang mengadili perkara tersebut, karena secara nyata gugatan yang diajukan oleh para Penggugat berpijak pada

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika IPA, 2013

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif tersebut penulis melakukan penelitian untuk menghasilkan data deskriptif terkait dengan strategi rekrutmen kader yang diterapkan