• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecanduan Game

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kecanduan Game"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan A

Hubungan Antara Kecanduan

ntara Kecanduan Internet Game Online

Internet Game Online dan

dan

Keterampilan Sosial pada Remaja

Keterampilan Sosial pada Remaja

(Relation Between Internet

(Relation Between Internet Game Online Addiction and

Game Online Addiction and

Social Skills

Social Skills in Adolescents)

in Adolescents)

Theodora Natalia Kusumadewi

Theodora Natalia Kusumadewi

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Abstrak Abstrak

  Banyak penelitian di seluruh dunia mengenai penggunaan internet memfokuskan pada topik    Banyak penelitian di seluruh dunia mengenai penggunaan internet memfokuskan pada topik    penggunaan internet game online, setelah dilaporkan banyak pemain internet game online (gamer)   penggunaan internet game online, setelah dilaporkan banyak pemain internet game online (gamer) secara mengkhawatirkan menjadi sangat menggemari (ke arah kecanduan) dan juga menunjukkan secara mengkhawatirkan menjadi sangat menggemari (ke arah kecanduan) dan juga menunjukkan  perilaku anti sosial selama bermain, termasuk melanggar peraturan dan menghindari tanggungjawab  perilaku anti sosial selama bermain, termasuk melanggar peraturan dan menghindari tanggungjawab sosial (Loton, 2007). Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah mencari hubungan antara kecanduan sosial (Loton, 2007). Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah mencari hubungan antara kecanduan terhadap internet game online dengan keterampilan sosial pada 187 remaja (77,5% laki-laki) dengan terhadap internet game online dengan keterampilan sosial pada 187 remaja (77,5% laki-laki) dengan rata-rata usia partisipan penelitian: 16,7. Seluruh partisipan telah melengkapi skala Internet Addiction rata-rata usia partisipan penelitian: 16,7. Seluruh partisipan telah melengkapi skala Internet Addiction  Disorder (IAD) milik Ivan Goldberg dan skala Social Skills Inventory (SSI) milik Ronald Riggio, yang  Disorder (IAD) milik Ivan Goldberg dan skala Social Skills Inventory (SSI) milik Ronald Riggio, yang keduanya telah diadopsi ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat  keduanya telah diadopsi ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat  hubungan yang signifikan antara kecanduan internet game online dan keterampilan sosial pada hubungan yang signifikan antara kecanduan internet game online dan keterampilan sosial pada remaja dengan korelasi sebesar r=-.216**, signifikan pada l.o.s 0.01. Selain itu, ditemukan pula remaja dengan korelasi sebesar r=-.216**, signifikan pada l.o.s 0.01. Selain itu, ditemukan pula hubungan yang signifikan antara kecanduan internet game online dengan faktor usia dan dengan dua hubungan yang signifikan antara kecanduan internet game online dengan faktor usia dan dengan dua domain dari keterampilan sosial, antara lain, Emotional Sensitivity (ES) dan Social Expressivity (SE). domain dari keterampilan sosial, antara lain, Emotional Sensitivity (ES) dan Social Expressivity (SE).

Kata kunci: kecanduan, keterampilan sosial, remaja, internet game online. Kata kunci: kecanduan, keterampilan sosial, remaja, internet game online.

Pendahuluan Pendahuluan

Kehadiran internet bisa dibilang Kehadiran internet bisa dibilang terlambat di Indonesia, namun dapat dibilang terlambat di Indonesia, namun dapat dibilang sangat cepat perkembangannya. Berdasarkan sangat cepat perkembangannya. Berdasarkan data dari situs Internet World Stats, pengguna data dari situs Internet World Stats, pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 25 internet di Indonesia telah mencapai angka 25   juta orang pada akhir tahun 2008. Tingkat   juta orang pada akhir tahun 2008. Tingkat pertumbuhan penggunaan internet yang terjadi pertumbuhan penggunaan internet yang terjadi selama 8 tahun mencapai 1.150%. Jauh selama 8 tahun mencapai 1.150%. Jauh melebihi data yang diambil pada tahun 2000, melebihi data yang diambil pada tahun 2000, dimana jumlahnya hanya 2 juta orang. Besar dimana jumlahnya hanya 2 juta orang. Besar pertumbuhan penggunaan internet ini jauh lebih pertumbuhan penggunaan internet ini jauh lebih

besar dari jumlah pertumbuhan penduduk di besar dari jumlah pertumbuhan penduduk di Indonesia yang tidak lebih dari 3% per tahun. Indonesia yang tidak lebih dari 3% per tahun. Hal tersebut makin meyakinkan bahwa internet Hal tersebut makin meyakinkan bahwa internet dapat menjadi media baru yang akan dinikmati dapat menjadi media baru yang akan dinikmati seluruh masyarakat Indonesia seperti halnya seluruh masyarakat Indonesia seperti halnya media televisi saat ini (Syaifudin, 2008).

media televisi saat ini (Syaifudin, 2008).

Internet jelas membantu banyak pihak  Internet jelas membantu banyak pihak  dari berbagai kalangan dan kepentingan. Tidak  dari berbagai kalangan dan kepentingan. Tidak  hanya para praktisi, pelajar, dan masyarakat hanya para praktisi, pelajar, dan masyarakat luas, pemerintahan pun dapat menggunakan luas, pemerintahan pun dapat menggunakan

(2)

fasilitas internet bagi kemudahan pelayanan, dapat menghemat banyak biaya, dan juga dapat meningkatkan kecepatan serta kualitas layanan publik. Selain pemerintah, korporasi swasta, industri perbankan juga memanfaatkan internet dalam segala bisnisnya. Hal ini dapat menjadikan internet sebagai tumpuan bagi masyarakat Indonesia ke depan.

Syaifudin kemudian menambahkan, berkat kemajuan teknologi informasi dan semakin meningkatnya bandwidth internet juga memicu tumbuhnya industri hiburan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh suatu lembaga di Amerika menunjukkan bahwa masyarakat Amerika lebih menyukai internet daripada televisi. Secara garis besar, internet telah memungkinkan konvergensi berbagai media konvensional. Di Indonesia sendiri, model bisnis seperti ini baru berkembang dengan hadirnya TV kabel atau TV langganan, dan cabang industry hiburan lain yang cukup besar nilainya adalah Game. Meningkatnya penggunaan komputer dan internet menjadi kebutuhan sehari-hari, mengakibatkan potensi penggunaan secara berlebihan dan bahkan dapat berubah menjadi ketergantungan (Funk, et al., 2004).

Salah satu bentuk kecanduan yang ditimbulkan oleh penggunaan internet adalah internet game online/internet game atau biasa dikenal juga dengan online game, yaitu permainan yang dimainkan secara online melalui internet. Menurut analisa pasar global, industri internet games telah mencapai US$ 28.5 miliar di tahun 2005 saja, dan diperkirakan akan melampaui industri musik global pada tahun 2010 (BusinessWire, 2005). Internet juga telah membawa genre permainan baru seperti MMORPG. Menurut Syaifudin, di Indonesia sendiri industri game online sangat berkembang pesat di seluruh pelosok tanah air. Media teknologi terbaru ini dirancang untuk  interactivity dan untuk komunikasi interpersonal.

Layaknya dunia nyata, orang-orang

yang bermain di dalamnya dapat membuat kehidupan virtual dan berlaku seperti masyarakat yang nyata pada umumnya. Mereka dapat hidup, bergerak, bertransaksi, melakukan aktivitas sehari-hari, mendapatkan pekerjaan, mencari pasangan, bahkan membesarkan binatang peliharaan (The Sims 2: Pets, 2006) di ‘dunia’ virtual atau maya.

Masyarakat Indonesia memiliki kesadaran yang tinggi akan hal seni dan budaya Indonesia yang beragam. Hal ini masih berlaku di sebagian besar wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Salah satu hasil budaya yang masih banyak dipertahankan sampai saat ini adalah permainan tradisional yang dapat meningkatkan kreatifitas dan juga kerjasama/interaksi antar pemain. Lolly Amalia, Direktur Sistem Informasi, Perangkat Lunak  dan Konten, Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mengatakan, setidaknya ada 30 juta orang Indonesia yang memainkan game online (www.beritanya.com), atau dengan kata lain, 1 dari 8 orang Indonesia adalah pemain game online. Dengan kondisi pasar seperti itu, Indonesia menjadi pasar yang cukup potensial untuk industry permainan interaktif. Berdasarkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif Indonesia, industri permainan interaktif adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan pada media komputer, video, konsol, telepon genggam, dan jaringan internet, yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Sedangkan kriteria untuk  menentukan sebuah permainan disebut permainan interaktif adalah permainan yang menggunakan aplikasi piranti lunak pada komputer (online maupun stand alone), konsol (Playstation, XBOX, Nitendo dll), telepon genggam, maupun alat ketangkasan lainnya. Menurut detikinet.com, dengan adanya internet sebagai salah satu kebutuhan atau sarana yang memudahkan aktivitas, pola budaya dalam masyarakat Indonesia juga dapat mengalami banyak perubahan. Sangat memungkinkan anak  remaja lebih kenal dengan budaya Warcraft dibanding tarian Aceh. Mereka lebih kenal

(3)

interface dan fitur Friendster dibanding rapat bulanan warga kelurahan.

Saat ini telah banyak warnet yang melengkapi fasilitas online game dalam tiap komputer yang mereka sediakan. Menurut hasil wawancara peneliti dengan pemilik atau penjaga beberapa warnet yang berada di daerah sekitar Jakarta Timur, fasilitas online game lebih banyak menarik pelanggan dibandingkan fasilitas lainnya yang disediakan oleh pihak  warnet. Jumlah pelanggan yang memanfaatkan fasilitas untuk browsing, membuka e-mail, atau bahkan memperbarui status dalam situs   jaringan sosial atau social network service

seperti Facebook, tidak sebanyak pelanggan yang datang dengan tujuan untuk bermain online game.

Sebuah studi mengemukakan sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh pelajar perempuan saat memakai internet adalah mengerjakan tugas sekolah (75%), instant messaging (68%), bermain game (68%), dan musik (65%). Sedangkan bagi pelajar laki-laki, sebagian besar aktivitas yang dilakukan adalah bermain game (85%), mengerjakan tugas sekolah (68%), musik (66%), dan instant messaging (63%) (Media Awareness Network, dalam Blais, Craig, Pepler, Connolly, 2007). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yee (dalam Loton, 2007) ditemukan bahwa laki-laki mendapatkan skor tertinggi dalam seluruh faktor achievement, menyempurnakan karakter di dalam permainan, menguasai mekanisme permainan dan berkompetisi dengan pemain lain. Sedangkan perempuan memiliki skor tertinggi pada komponen relationship, membina komunikasi dan kerjasama dengan pemain lain, bahkan di sebagian sub- komponen meningkatkan self-disclosure dan membentuk  supportive relationships. Young (1998, dalam Wan & Chiou, 2007) menemukan bahwa online game adalah salah satu aktivitas paling candu dari para pengguna internet.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, internet game banyak  diminati oleh remaja dan dewasa. Saat ini, 67%

remaja di Amerika Serikat bermain internet game secara online (Rideout, et. al., 2005 dalam Williams, Yee & Caplan, 2008). Karena kurangnya kemampuan untuk mengendalikan antusiasme terhadap sesuatu yang dapat membangunkan minat mereka, seperti internet dan computer games, remaja dinilai lebih rentan melakukan penyimpangan dalam penggunaan internet. Melarikan diri dari kehidupan nyata ke dunia maya seringkali diasosiasikan dengan masalah serius dalam keseharian remaja. Kegemaran bermain internet game di kalangan remaja menimbulkan berbagai tanggapan mengenai pengaruh internet game terhadap perkembangan remaja (Subrahmanyam, Kraut, Greenfield, & Gross, 2000).

Meskipun saat ini perhatian media dan popularitas internet game yang dihubungkan dengan dampak-dampak buruk yang dapat disebabkan telah banyak dibicarakan, tetap saja penelitian mengenai topik tersebut masih sangat minim (Loton, 2007). Penelitian-penelitian yang dilakukan saat ini telah menemukan banyak hubungan antara game online dengan ketergantungan dan perilaku penurunan interaksi sosial (Internet Paradox Study), bermain yang berlebih (Fisher; Griffiths, Hunt, dalam Loton, 2007), penurunan tajam pada social involvement, dan peningkatan kesendirian dan depresi (Subrahmanyam, 2000; Kraut, et al., 1998), serta mengalami high levels of emotional loneliness dan atau kesulitan berinteraksi secara sosial dalam kehidupan nyata (AMA, 2008), dan juga berhubungan dengan kerusakan pada faktor sosial, psikologi, dan kehidupan (Brenner; Egger; Griffiths; Morahn-Martin; Thompson; Scherer; Young, dalam Young, 1997). Saat ini di Amerika Serikat telah dibuka klinik untuk  menanggulangi kerusakan serius yang disebabkan oleh penggunaan internet yang berlebihan (Young, 1997).

Berbeda dari penelitian kebanyakan,beberapa peneliti justru mengkhususkan diri meneliti tentang dampak 

(4)

positif internet game. Mereka menemukan bahwa internet games dapat menjadi alat pedagogi yang efektif. Selain itu, para pemain mendapatkan keuntungan kognitif, atensi, ingatan, koordinasi tangan dan mata, ketajaman penglihatan, keterampilan spasial, dan bahkan inteligensi (Gibb, Bailey, Lambirth, & Wilson; Green & Bavelier; Reisenhuber; Satyen, dalam Loton, 2007). Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja menggunakan internet untuk role- play dan dalam suatu proses pembentukkan identitas. Interaksi secara online (termasuk email, chat, gaming, dan multi user domain (MUD)) merupakan ‘laboratorium untuk pembentukan identitas’ (Turkle, 1995).

Saat melakukan observasi di lapangan, peneliti sendiri telah menyaksikan bagaimana seseorang remaja (memakai seragam SMP) dengan asyiknya bermaininternet game online dalam jangka waktu yang lama (sekitar 4 jam). Bahkan salah satu penjaga warnet yang peneliti temui mengatakan bahwa keuntungan yang mereka dapatkan setiap bulannya sebagian besar berasal dari anak-anak dan remaja yang bermain internet game secara online.

Ketergantungan internet game online yang dialami pada masa remaja, dapat mempengaruhi aspek sosial remaja dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Orleans & Laney, 1997). Karena banyaknya waktu yang dihabiskan di dunia maya mengakibatkan remaja kurang berinteraksi orang lain dalam dunia nyata. Hal ini tentunya mempengaruhi keterampilan sosial yang dimiliki oleh seorang remaja. Menurut Putallaz & Gottman (1983 dalam Waters & Sroufe, dalam Dodge, Pettit, McClaskey, Brown, & Gottman, 1986) keterampilan sosial merupakan aspek tingkah laku sosial yang penting untuk diperhatikan guna mencegah penyakit fisik atau patologis pada anak dan dewasa. Pada remaja keterampilan sosial dibutuhkan dalam komunikasi sosial (Eisenberg & Harris, 1984). Keterampilan sosial juga memiliki pengaruh terhadap masa selanjutnya selama

berlangsungnya kehidupan seseorang.

Merrel & Gimpel (1997) mengatakan bahwa individu dengan keterampilan sosial yang baik mengalami berbagai keberhasilan dan kegagalan selama hidup mereka tetapi mereka dapat mengatasi situasi sosial dan masalah yang mereka hadapi dengan baik, sedangkan bagi mereka yang memiliki keterampilan sosial yang rendah cenderung tidak ramah, harga diri rendah, mudah marah dan mengganggap percakapan biasa sebagai suatu tugas yang sulit.

Fenomena kecanduan internet game online ini diperkirakan sangat mempengaruhi keterampilan sosial yang dimiliki oleh remaja. Penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai fenomena meningkatnya penggunaan internet dan juga makin bertambahnya pemain internet games di Indonesia (Internet World Stats, 2008; Kompas.com). Penelitian mengenai intenet game yang dihubungkan dengan perkembangan psikososial di Indonesia pun sepertinya masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, hal tersebut dinilai penting oleh peneliti guna memberikan informasi mengenai perkembangan kecanduan terhadap internet game dengan perkembangan keterampilan sosial masyarakat di Indonesia, khususnya remaja. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk  melakukan penelitian guna melihat hubungan keterampilan sosial dan kecanduan internet game pada remaja.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dimana data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada partisipan. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang keterampilan sosial remaja yang kecanduan internet game. Di dalam kuesioner yang disebarkan saat penelitian, peneliti menyertakan alat ukur yang merupakan modifikasi dari alat ukur Internet Addiction Disorder (IAD) untuk membedakan subyek yang mengalami kecanduan dan yang tidak, dan alat ukur Social Skills Inventory

(5)

(SSI) untuk mengetahui skor keterampilan sosial yang dimiliki oleh tiap partisipan. Peneliti kemudian mengklasifikasikan tingkat kecanduan partisipan menjadi: rendah, sedang, dan tinggi.

Definisi Kecanduan Definisi mengenai kecanduan adalah sebagai berikut: “An activity or substance we repeatedly crave to experience, and for which we are willing if necessary to pay a price (or negative consequences).” (Arthur T. Hovart, 1989)

Berdasarkan definisi di atas, kecanduan berarti suatu aktivitas atau substansi yang dilakukan berulang-ulang dan dapat menimbulkan dampak negatif.

Hovart juga menjelaskan bahwa contoh kecanduan bisa bermacam-macam. Bisa ditimbulkan akibat zat atau aktivitas tertentu, seperti judi, overspending, shoplifting, aktivitas seksual, dsb. Salah satu perilaku yang termasuk  di dalamnya adalah ketergantungan video games (Keepers, 1990).

Menurut Lance Dodes dalam bukunya yang berjudul “The Heart of Addiction” (dalam Yee, 2002) ada dua jenis kecanduan, yaitu physical addiction, adalah jenis kecanduan yang berhubungan dengan alkohol atau kokain, dan non-physical addiction, adalah jenis kecanduan yang tidak melibatkan dua hal diatas.

Kecanduan terhadap internet game online termasuk pada jenis non-physical addiction.

Kriteria Kecanduan

Menurut Cromie (1999, dalam Kem, 2005), karakteristik kecanduan cenderung progresif  dan seperti siklus. Nicholas Yee (2003) menyebutkan indikator dari individu yang mengalami kecanduan terhadap games, memiliki sebagian atau semua ciri-ciri berikut: a. Cemas, frustrasi dan marah ketika tidak  melakukan permainan.

b. Perasaan bersalah saat bermain.

c. Terus bermain meskipun sudah tidak  menikmati lagi.

d. Teman atau keluarga mulai berpendapat ada sesuatu yang tidak beres dengan individu karena game.

e. Masalah dalam kehidupan sosial

f. Masalah dalam hal finansial atau hubungan dengan orang lain.

Untuk mengatakan seseorang adalah pecandu bukan hal yang mudah. Namun ada dua hal yang bisa dijadikan tolok ukur seperti halnya kecanduan terhadap substansi. Terdapat dua simtom yang menjadi tolok ukur kecanduan yaitu dependence dan withdrawal (Yee, 2003).

Seseorang yang mengalami dependence pada zat maka dia akan selalu memerlukan zat tersebut untuk membuat hidupnya terus berjalan, tanpa zat maka dia tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Jika penggunaan zat dihentikan maka dia akan mengalami withdrawal (penarikan diri) yang ditandai dengan marah, cemas, mudah tersinggung, dan frustrasi.

Cromie (1999, dalam Kem, 2005) menyebutkan ancaman paling umum saat seseorang kecanduan adalah ketidakmampuannya dalam mengatur emosi.

Individu lebih sering merasakan perasaan sedih, kesepian, marah, malu, takut untuk keluar, berada dalam situasi konflik  keluarga yang tinggi, dan memiliki self-esteem yang rendah. Hal ini mempengaruhi hubungan dengan teman sekamar, siswa lainnya, orangtua, teman, fakultas, dan pembimbing. Pecandu juga kesulitan membedakan antara permainan atau fantasi dan realita. Pecandu cenderung menutupi masalah psikologis tersebut.

Kecanduan internet games merupakan   jenis kecanduan psikologis seperti halnya

Internet Addiction Disorder (IAD). Ivan Goldberg (1996) menyebutkan bahwa penggunaan internet yang maladaptif yang

(6)

mengarah pada perusakan atau distress yang signifikan secara klinis dan terwujud melalui tiga atau lebih dari hal- hal berikut, yang terjadi kapan saja dalam tempo 12 bulan yang sama : 1. Toleransi, didefinisikan oleh salah satu dari berikut:

I. Demi mencapai kepuasan, jumlah waktu penggunaan internet meningkat secara mencolok.

II. Kepuasan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus-menerus dalam jumlah waktu yang sama, akan menurun secara mencolok.

2. Penarikan diri (withdrawal) terwujud melalui salah satu dari berikut:

I. Sindrom penarikan diri (withdrawal syndrome) yang khas:

a. Penghentian atau pengurangan internet terasa berat dan lama

b. Dua atau lebih dari hal-hal berikut (berkembang beberapa hari hingga satu bulan setelah kriteria a), yaitu: agitasi psikomotor, kecemasan, pemikiran yang obsesif mengenai apa yang tengah terjadi di internet, khayalan atau mimpi tentang internet, dan gerakan jari seperti mengetik baik sadar maupun tak sadar. II. Penggunaan atas jasa online yang mirip, dilakukan untuk menghilangkan atau menghindarkan simtom-simtom penarikan diri. 3. Internet sering atau lebih sering digunakan lebih lama dari yang direncanakan.

4. Usaha yang gagal dalam mengendalikan penggunaan internet.

5. Menghabiskan banyak waktu dalam kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan internet. 6. Kegiatan-kegiatan yang penting seperti bidang sosial, pekerjaan, atau rekreasional dihentikan atau dikurangi karena penggunaan internet.

7. Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun mengetahui adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan, atau psikologis yang kerap timbul dan kemungkinan besar disebabkan penggunaan internet.

Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial telah dijelaskan dan didefinisikan oleh para profesional dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini yang menyebabkan definisi keterampilan sosial disesuaikan dengan sudut pandang ilmunya yang berbeda- beda. Ada beberapa definisi lain mengenai keterampilan sosial, yaitu:

Menurut Riggio (dalam Loton, 2007):

“A cluster of skills used in decoding, sending and regulating non-verbal and verbal information in order to facilitate positive and adaptive social interactions.”

Menurut Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn, 1995):

“Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara-cara tertentu, yang dapat diterima atau dihargai secara sosial dan membawa manfaat, baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun keduanya.”

Dari definisi-definisi di atas, keterampilan sosial berarti sekumpulan keterampilan atau kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain dengan melakukan decoding, mengirimkan dan mengatur informasi non-verbal maupun verbal, yang dapat diterima atau dihargai secara sosial dan membawa manfaat, baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun keduanya dengan tujuan untuk memfasilitasi interaksi sosial yang positif  dan adaptif.

Model Keterampilan Sosial

Riggio, dkk. (Riggio & Reichard, 2008) memaparkan 3 model keterampilan sosial dan keterampilan emosi. Kerangka tersebut dibuat berdasarkan penelitian mengenai komunikasi interpersonal, yang mengajukan bahwa komunikasi emosional dan komunikasi sosial dapat dikonseptualisasikan menjadi tiga keterampilan dasar: keterampilan dalam

(7)

ekspresi atau biasa dikenal sebagai encoding skills, keterampilan dalam mengenali dan melakukan decoding pesan dari orang lain, dan keterampilan dalam mengatur dan mengendalikan perilaku komunikasi. Dari

ketiga keterampilan tersebut, masing-masing terdapat di dalam domain emosional (keterampilan emosional) dan dalam domain verbal/sosial (keterampilan sosial).

Tabel 2. 1. Kerangka Kerja Keterampilan Emosional dan Sosial

Keterampilan Definisi

Emotional expressivity Keterampilan dalam berkomunikasi secara non-verbal, khususnya dalam mengirimkan pesan-pesan emosional, ekspresi sikap yang non-verbal, dominasi, dan orientasi interpersonal.

Emotional sensitivity Keterampilan dalam menerima dan menginterpretasikan komunikasi emosional dan non-verbal dari orang lain.

Emotional control Keterampilan dalam mengendalikan dan mengatur ekspresi emosi dan ekspresi non-verbal diri, khususnya saat menyampaikan atau menyembunyikan emosi dengan isyarat.

Social expressivity Keterampilan ekspresi verbal dan kemampuan untuk melibatkan orang lain dalam wacana sosial.

Social sensitivity Keterampilan dalam menginterpretasikan komunikasi verbal orang lain; kemampuan untuk memahami situasi sosial, norma sosial, dan juga peran.

Social control Keterampilan dalam bermain peran dan presentasi sosial-diri

Definisi Internet Game Online

Menurut Eddy Liem, Direktur Indonesia Gamer, sebuah komunitas pencinta game di Indonesia, internet game adalah sebuah game atau permainan yang dimainkan secara online via Internet, bisa menggunakan PC (personal computer), atau konsol game biasa (seperti PS 2, X Box, dan sejenisnya) (Kompas cyber media, 14 November 2003).

Adapun dalam kamus wikipedia internet game disebutkan mengacu pada sejenis video games yang dimainkan melalui jaringan komputer (computer network), umumnya dimainkan lewat jaringan internet. Biasanya internet games dimainkan oleh banyak pemain dalam waktu yang bersamaan dimana satu sama lain bisa saling tidak mengenal. Jadi, yang dimaksud dengan internet game online adalah

sebuah permainan yang dimainkan dengan sambungan internet melalui jaringan computer (computer network), bisa menggunakan PC (personal computer), atau konsol game biasa, dan biasanya dimainkan oleh banyak pemain

dalam waktu yang bersamaan dimana antar pemain bisa saling tidak mengenal.

Jenis-jenis Internet game

Jenis jenis permainan dalam internet game online/internet game bisa dibagi ke dalam beberapa kategori seperti Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG), Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS), Massively Multiplayer Online First Person Shooter

(8)

(MMOFPS), dan lain-lain (Fiutami, 2007, http://www.cengkareng.info/hobi...&page=) a. MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Games)

Merupakan salah satu jenis internet game dimana pemain bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemain yang lain. Kemampuan tertentu yang dimiliki oleh karakter diperoleh melalui pengalaman (experience), dan biasanya berhubungan dengan kemampuannya bertempur dan atau untuk melawan musuh. Dalam permainan lebih ditekankan pada aspek kolaborasi dan sosial, bukan kompetisi. Interaksi sosial dalam permainan jenis ini sangat diperlukan, karena pemain harus berkolaborasi dengan pemain lain untuk mencapai tujuan yang lebih rumit dan harus bergabung dalam ‘organisasi’ atau ‘suku’ dari pemain lain agar mengalami peningkatan dalam permainan (Wan & Chiou, 2007). Pemain dituntut untuk berimajinasi sedemikian rupa sehingga karakter yang diinginkan terbentuk sempurna. Game jenis ini juga biasanya menyediakan fasilitas ruang chatting (mengobrol), animasi yang bergerak dan berekspresi, sampai membentuk tim untuk  melawan musuh ataupun monster-monster yang ada. Saat ini, permainan yang populer di dunia adalah World of Warcraft, Guild Wars dari Amerika, Final Fantasy dari Jepang, dan Lineage dari Korea. Di Indonesia, permainan yang popular dari jenis ini adalah Ragnarok, Perfect World, Seal Online, Ran Online, Audition Ayo Dance, Risk Your Life (RYL), Tantra, Gunbound, Getamped, dan masih banyak lagi. Menurut Yee (2005) terdapat 5 faktor motivasi seseorang bermain jenis game MMORPG:

1. Relationship, didasari oleh keinginan untuk  berinteraksi dengan pemain lain, serta adanya kemauan seseorang untuk membuat hubungan yang mendapat dukungan sejak awal, dan yang mendekati masalah-masalah dan isu-isu yang terdapat di kehidupan nyata.

2. Manipulation, didasari oleh pemain yang

membuat pemain lain sebagai objek dan memanipulasi mereka untuk kepuasan dan kekayaan diri. Pemain yang didasari oleh faktor ini, sangat senang berlaku curang, mengejek, dan mendominasi pemain lain.

3. Immersion, didasari oleh pemain yang sangat menyukai menjadi orang lain. Mereka senang dengan alur cerita dari ‘dunia khayal’ dengan menciptakan tokoh yang sesuai dengan cerita sejarah dan tradisi ‘dunia’ tersebut.

4. Escapism, didasari oleh pemain yang senang bermain di dunia maya hanya sementara untuk  menghindar, melupakan dan pergi dari stress dan masalah di kehidupan nyata.

5. Achievement, didasari oleh keinginan untuk  menjadi kuat di lingkungan dunia virtual, melalui pencapaian tujuan dan akumulasi dari item-item yang merupakan simbol kekuasaan. b. MMORTS (Massively Multiplayer Online Real Time Strategy)

Adalah salah satu jenis internet games yang di dalamnya terdapat kegiatan mendirikan gedung, pengembangan teknologi, konstruksi bangunan serta pengolahan sumber daya alam. MMORTS merupakan kategori dari computer game yang menggabungkan real-time strategy (RTS) dengan banyak pemain secara bersamaan di internet. Game yang popular dari jenis ini adalah WarCraft (1994), Command and Conqueror (1995), Total Annihilation (1997), StarCraft (1998), SimCity (1999), dan lain-lain. c. MMOFPS (Massively Multiplayer Online First Person Shooter)

Merupakan salah satu jenis internet games yang menekankan pada penggunaan senjata. MMOFPS banyak mendapat tentangan dari berbagai pihak dibandingkan dengan jenis permainan lainnya karena dalam MMOFPS sangat menonjolkan kekerasan dan agresifitas. Biasanya sepanjang permainan yang ada hanya pertarungan dan pembunuhan. Para pemain

(9)

dapat bermain secara sendiri- sendiri (single) atau juga bisa membentuk tim (team) dalam melawan musuh. Sampai saat ini hanya sedikit sekali MMOFPS yang baru dibuat. Hal tersebut dikarenakan sangat banyaknya jumlah pemain yang bermain pada saat bersamaan di internet sehingga terdapat masalah teknis dan infrastruktur pada internet.

Contoh game dari MMOFPS ini adalah World War II Online (2001) dan PlanetSide (2003). Di Indonesia, contoh yang terkenal dari   jenis ini adalah Counter Strike (CS). Menurut sumber yang sama, game ini sangat disukai oleh anak-anak dan remaja laki-laki, karena game ini mengandalkan skill kecepatan, memompa adrenalin dan membutuhkan ketepatan menembak.

Gambaran Kecanduan Internet Game Online dan Keterampilan Sosial pada Remaja.

Ciri-ciri remaja seperti amat loyal kepada teman, tidak mampu mengendalikan emosi kemudian diekspresikan dalam pergaulan dengan teman sebaya. Teman-teman ini yang pada akhirnya menjadi role model bagi remaja.

Sesuai dengan tahap perkembangan Erikson bahwa usia remaja berada pada tahap konflik identity vs. role confusion. Jika teman sebaya kecanduan obat mereka sendiri juga akan memakai obat-obatan. Pada masa remaja, individu lebih menggunakan standar teman sebaya daripada pada masa anak-anak. Remaja akan lebih mudah mengalami kecanduan karena teman sebaya mereka terlebih dahulu mengalami hal yang sama. Pada akhirnya remaja akan cenderung berperilaku konformis dengan teman sebaya, misalnya saat bermain internet game online dengan teman sebaya mereka.

Seorang teman bagi remaja didefinisikan sebagai individu yang dekat, berhubungan timbal-balik dan saling membantu dalam masalah psikologis, terbuka dan sensitif 

serta tidak menyebabkan masalah satu sama lainnya (Lestari, 2000). Gottman (dalam Merrel & Gimpel, 1997) mengemukakan bahwa pertemanan pada masa remaja merupakan proses eksplorasi diri dan pendefinisian diri. Remaja menggunakan teman untuk  mengeksplorasi siapa diri mereka, apa yang mereka percayai, dan akan menjadi apa mereka di masa yang akan datang, melalui interaksi verbal dan dukungan sosial.

Internet game online dapat menyebabkan penurunan interaksi sosial. Padahal, seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa perkembangan keterampilan sosial yang tepat merupakan dasar penting bagi hubungan dengan teman sebaya (peer) (Asher & Taylor, 1981, dalam Merrel, 2003). Menurut Merrel (2003) keterampilan sosial dan hubungan antar teman sebaya menjadi dasar yang penting untuk mencapai berbagai tipe kesuksesan dalam hidup. Peer relationship

menjadi penting pada masa ini, karena selain remaja merasa perlu untuk diterima oleh kelompoknya, mereka juga mulai membutuhkan teman untuk berbagi perasaan dan pengalaman baru.

Oleh karena hubungan sosial penting untuk keberhasilan seorang remaja, maka kekurangan keterampilan sosial pada masa remaja perlu segera diidentifikasi agar tidak  berlanjut dan memberikan efek yang negatif di masa selanjutnya (Lestari, 2000) terlebih lagi yang disebabkan oleh kecanduan internet game online.

Metode Penelitian

Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 184 orang, berada pada rentang usia 11-24 tahun, berpendidikan minimal SMP. Dengan menggunakan dua variabel yaitu kecanduan game online dan keterampilan sosial, diharapkan akan terwujud gambaran umum subjek serta analisis dan interpretasi data yang dikumpulkan dari 187 orang partisipan.

(10)

Pengukuran

Alat Ukur:

1. Reliabilitas alat Ukur Internet Addiction Disorder (IAD) (Alat yang konsisten dan akurat memiliki batas minimal oefisien reliabilitas (α) yang baik  berkisar antaa 0.70-0.80. (Kapplan, Saccuzo,2005). Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur IAD layak digunakan untuk penelitian. Partisipan diberikan 18 pertanyaan mengenai mereka dan game online.

2. Reliabilitas Alat Ukur Social Skills Inventory (SSI)

(Alat yang konsisten dan akurat memiliki batas minimal koefisien reliabilitas (α) yang baik berkisar antaa 0.70-0.80. (Kapplan, Saccuzo,2005). Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur SSI layak digunakan untuk penelitian. Partisipan diberikan 90 pertanyaan mengenai gaya komunikasi.

Hasil Penelitian

Tabel 1. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 145 77,5

Perempuan 42 22,5

Seperti yang tertera pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa partisipan sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak 145 orang pria (77,5%) dan 42 orang wanita (22,5%).

Tabel 2. Usia

Usia Frekuensi Persentase

11-14 42 22,4

15-18 101 54,1

19-24 44 23,5

Dari Tabel 2 dapat terlihat bahwa

sebagian besar partisipan adalah remaja di rentang usia 15–18 tahun (masa remaja tengah) sebesar 54,1%, kemudian 19-24 tahun, dan 11-14 tahun. Sebagian besar studi mengenai game difokuskan pada remaja (Colwell, Grady, & Rhaiti; Barnett et al.; dalam Loton, 2007), karena terdapat kemungkinan game online dapat menimbulkan dampak negatif pada perkembangan dan psikososial seseorang.

Table 3. Pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase

SMP 41 27,3

SMU 87 46,5

Perguruan Tinggi 49 26,2 Dari Tabel 3 dapat terlihat jumlah partisipan terbesar adalah partisipan yang sedang mengenyam pendidikan di bangku SMU yaitu sejumlah 46,5%, kemudian SMP, dan Perguruan Tinggi.

Tabel 4. Jenis Game yang Dimainkan

Jenis Game Frekuensi Persentase

MMORPG 108 57,8

MMOFPS 30 16,0

MMORTS 44 23,5

Lain-Lain 5 2,7

Dari Tabel 4 terlihat bahwa jenis game MMORPG adalah jenis game yang paling banyak dimainkan oleh partisipan, dengan persentase 57,8%. Sedangkan jenis game terbanyak kedua dan ketiga adalah MMORTS dan MMOFPS.

Tabel 5 Bermain Game Online Sejak  Bermain Sejak  Frekuensi Persentase 1-6 bulan 46 24,6 6 bulan-1 tahun 57 30,5 1-2 tahun 39 20,9

(11)

2-3 tahun 17 9,1

>3 tahun 28 15

Dari Tabel 5 tampak bahwa 57 partisipan bermain sejak 6 - 1 tahun belakangan merupakan frekuensi tertinggi pada penelitian ini. Sebaran jumlah partisipan dengan tingkat kecanduan menengah merata di tiap bagian. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa partisipan yang mengikuti penelitian ini sebagian adalah partisipan yang tergolong baru (1 bulan - 1 tahun) bermain game online.

Tabel 6. Jumlah Jam Bermain dalam 1 Minggu Jumlah Jam bermain Frekuensi Persentase 2-10 jam 90 48,1 11-20 47 25,1 21-30 32 17,1 >31 jam 18 9,6

Dari hasil Tabel 6 di atas terlihat bahwa partisipan terbanyak adalah yang menghabiskan waktu bermain 2-10 jam seminggu, dengan persentase 48,1%.

Tabel 7. Jumlah Uang yang Dihabiskan Jumlah Uang Yang Dihabiskan/hari Frekuensi Persentase 5-10 ribu 59 31,6 10-20 87 46,5 20-30 29 15,5 30-40 6 32 >40 6 32

Dari Tabel 7 diketahui bahwa partisipan yang mengeluarkan uang sebanyak Rp. 10.000-20.000 per hari, merupakan frekuensi tertinggi dalam penelitian ini.

Tabel 8 Pihak yang Mengenalkan Internet Game Pihak Yang Mengenalkan Frekuensi Persentase Pacar 16 8,6 Teman 105 56,7 Saudara 24 12,8 Tidak Ada 14 21,9

Pihak-pihak yang mengenalkan internet game kepada partisipan dapat dilihat dari Tabel 8, yaitu teman partisipan sebanyak 56,7%.

Tabel 9. Teman Akrab yang Dikenal Teman Akrab yang Dikenal Frekuensi Persentase Tidak ada 9 4,8 Hanya satu 10 5,3 Beberapa 75 40,1 Banyak  93 49,7

Dari Tabel 9 di atas dapat terlihat bahwa sebagian besar partisipan memiliki banyak  teman akrab yang mereka kenal lewat internet game, yaitu sebanyak 49,7%. Sedangkan partisipan yang hanya mengenal beberapa teman sebesar 40,1%.

Tabel 10. Aspek Terpenting Bermain

Aspek Terpenting Frekuensi Persentase Bagian Komunitas 21 11.2

Kaya/kuat 3 1.6

Stress hilang 106 56.7 Mencari teman 53 28.3 Menjadi orang lain 4 2.1

Sebanyak 56,7% partisipan mengakui bahwa aspek yang mereka cari saat bermain internet game adalah menghilangkan stress. Hal ini dapat terlihat dari Tabel 10 Kemudian, mencari teman, dan menjadi bagian dari komunitas.

(12)

Tabel 11. Bermain di Atas 10 Jam Bermain>10  jam Frekuensi Persentase Selalu 7 3,7 Sering 34 18,2 Jarang 58 31,0 Tidak Pernah 88 47,1

Dari Tabel 10 dapat terlihat bahwa sebagian besar partisipan mengaku tidak pernah menghabiskan waktunya bermain game online selama lebih dari 10 jam, yaitu sebanyak  47,1%. Penyebaran partisipan cukup merata pada partisipan dengan tingkat kecanduan sedang.

Tabel 12. Permainan yang Sering Dimainkan

Game Frekuensi Persentase Audition Ayo Dance 14 7.5 Counter Strike 22 11.8 DotA 30 16.0 Gunbound 15 8.0 Idol Street 11 5.9 Pangia Online 6 3.2 Perfect World 42 22.5 Ragnarok 14 7.5 RF 6 3.2 Warcraft 5 2.7 Lainnya 15 8.0 Total 187 100.0

Sebanyak 22,5% partisipan sering memainkan game Perfect World saat mereka bermain internet game. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 11. Kemudian diikuti game DotA, dan Counter Strike. Jika daftar permainan tersebut diklasifikasikan ke dalam   jenis game, maka sebagian besar jenis game

yang dimainkan adalah MMORPG. Jenis game MMORPG ini jelas menawarkan adanya

interaksi sosial antar pemain yang membuat game ini dimainkan sebagian besar partisipan penelitian.

Tabel 13. Gambaran Subyek Berdasarkan Tingkat Kecanduan Skor Kecanduan Frekuensi Persentase <26,8 27 13,9 26,8-37,6 125 67,4 >37,6 35 18,7

Berdasarkan Tabel 12 terlihat sebagian sebaran skor kecanduan yang diperoleh partisipan penelitian berada pada rentang sedang. Sebanyak 67,4% subyek penelitian berada pada rentang sedang, yaitu 125 orang.

Tabel 14. Gambaran Subjek berdasarkan tingkat keterampilan sosial

Skor Keterampilan sosial Frekuensi %

<171,9 22 11,8

171,9-209,8 139 74,3

>209 26 13,9

Berdasarkan Tabel 4. 18. terlihat sebagian sebaran partisipan dengan skor keterampilan sosial berada pada rentang sedang. Sebanyak 74,3% subyek penelitian berada pada rentang sedang, yaitu 139 orang. Tabel 15. Hubungan antara Kecanduan dan Keterampilan Sosial

Korelasi Kecanduan Dan Ketrampilan Sosial

Signifikansi

-.216** .003

Berdasarkan hasil perhitungan statistik  ditemukan bahwa terdapat hubungan antara variabel kecanduan dengan variabel keterampilan sosial.

(13)

Level of Significant (l.o.s) 0.01. Yang berarti bahwa tingkat error perhitungan yang dapat diterima sebesar 1%. Kedua variable ini berhubungan negatif, yang berarti bahwa peningkatan skor dari satu variable akan mengakibatkan penurunan skor dari variabel yang lain. Dengan kata lain, individu yang memiliki skor kecanduan tinggi akan memperoleh skor keterampilan sosial yang rendah. Sehingga dapat disimpulkan semakin kecanduan seorang remaja terhadap internet game online, maka keterampilan sosial yang dimilikinya akan semakin rendah.

Hubungan Antara Kecanduan dengan Domain Keterampilan Sosial.

Untuk penelitian lebih lanjut dilakukan uji korelasi sebagai analisa tambahan antara variabel Kecanduan dengan domain variable keterampilan.

Tabel 16. Hubungan antara Kecanduan dengan Domain KS

Domain Korelasi Nilai

Signifikansi Emosional Expresivity (EE) -.111 .129 Emosional Sensitivity (ES) -.189** .010 Emosional Control (EC) -.110 .133 Social Expressivity (SE) -.206** .005 Social Sensitivity (SS) -.018 .812 Social Control (SC) -.101 .171

** Korelasi signifikan pada 1.o.s, 0,01 (2 tailed)

Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara Variabel

Kecanduan dengan Domain Variabel Keterampilan Sosial Emotional Expressivity (EE), Emotional Control (EC), Social Sensitivity (SS), dan Social Control (SC).

Namun terdapat hubungan antara Kecanduan dengan Domain Emotional Sensitivity (ES) dan Social Expressivity (SE). Hubungan tersebut signifikan pada Level of  Significant (l.o.s) 0.01. Yang berarti bahwa tingkat error perhitungan yang dapat diterima sebesar 1%. Variabel kecanduan dengan ES dan variable kecanduan dengan SE ini berhubungan negatif, yang berarti bahwa peningkatan skor dari satu variabel akan mengakibatkan penurunan skor dari variabel yang lain. Dengan kata lain, remaja yang memiliki skor kecanduan tinggi akan memperoleh skor ES dan SE yang rendah.

Analisis Hasil Tambahan dan Pembahasan

Tabel 17. Hubungan antara Kecanduan dan Usia, Korelasi Kecanduan dan Usia.

Korelasi kecanduan dengan Usia

Signifikansi

-.328** .000

Berdasarkan hasil perhitungan statistik  ditemukan bahwa terdapat hubungan antara variabel Kecanduan dengan Usia. Hubungan tersebut signifikan pada Level of Significant (l.o.s) 0.01. Yang berarti bahwa tingkat error perhitungan yang dapat diterima sebesar 1%. Kedua variabel ini berhubungan negatif, artinya peningkatan skor dari satu variabel akan mengakibatkan penurunan skor dari variabel yang lain. Atau dengan kata lain, individu yang memiliki skor kecanduan tinggi berasal dari rentang usia yang lebih muda.

Sehingga dapat disimpulkan semakin kecanduan seorang remaja terhadap internet game online, maka terjadi pada usia yang semakin muda.

(14)

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecanduan internet game online dan keterampilan sosial pada remaja dengan korelasi sebesar r=-.216**, signifikan pada l.o.s 0.01. Selain itu, ditemukan pula hubungan yang signifikan antara kecanduan internet game online dengan faktor usia dan dengan dua domain dari keterampilan sosial, antara lain, Emotional Sensitivity (ES) dan Social Expressivity (SE). Dan tidak terdapat hubungan antara Variabel Kecanduan dengan Domain Variabel Keterampilan Sosial Emotional Expressivity (EE), Emotional Control (EC), Social Sensitivity (SS), dan Social Control(SC).

Daftar Pustaka

American Medical Association. (2008). Featured report: Emotional and Behavioral Effects of Video Games and Internet Overuse (A-07). Retreived 20 November 2008,from:

http://www.ama-assn.org/ama/pub/category/print/17694.ht ml.

Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological Testing. (7th Ed). USA: Prentice Hall.

Basyuni, M., F. (1999) Keberadaan Internet Addiction Disorder pada Dewasa Muda Berwargenegara Indonesia (skripsi – tidak  dipublikasikan). Depok: Fakultas Psikologi UI.

Blais, J.J., Craig, W.M., Pepler, D., Connolly, J. (2007). Adolescents Online: The Importance of Internet Activity Choices to Salient Relationships. Journal Youth Adolescence, 37:522-536.

Boden, J. M. (2008). Social Influence and Vulnerability. Commentary/Redish et al.: A unified framework for addiction.

Behavioral and Brain Science 31:4.

Burton, L., J. (2002). An Interactive Approach to Writing Essay and Research Report in Psychology. Australia: John Wiley & Sons.

BusinessWire. (2005). DFC Intelligence Forecasts Video Game Industry to Rival Size of Global Music Business. Retreived

12 April 2009, from

http://www.findarticles.com/p/articles.mi_ m0EIN/is_2005_Nov_9/ai_n15786004 Charlton, J. P., Danforth, I.D.W. (2007).

Distinguishing addiction and high engagement in the context of online game playing. Journal Computers in Human Behaviour. University of Bolton.

Crocker, L., & Algina, J. (1973). Introduction to Classical and Modern Test Theory. USA: Holt & Winston Inc.

Dodge, K. A., Pettit, G. S., McClaskey, C. L., Brown, M. M., Gottman, J. M. (1986) Social Competence in Children. Monographs of the Society for Research in Child Development, Vol. 51, No. 2.53 Fiutami, A. (2007) Pola Kecanduan Internet

Games Ragnarok dan Counter Strike: Studi pada Dua Orang Remaja Yang Berhasil Mengatasi Kecanduan (skripsi – tidak dipublikasikan). Depok: Fakultas Psikologi UI.

Funk, J. B., Baldacci, H. B., Pasold, T., Baumgardner, J. (2004) Violence exposure in real-life, video games, television, movies, and the internet: is there desensitization? Journal of  Adolescence 27;23–39.

Goldberg, I. (1996). Internet Addiction Disorder Support Group. Retrieved 12

(15)

April 2009, from http://web.urz.uni-heidelberg.de/Netzdienste/anleitung/www tips/8/addict.html

Goode, W. J. & Hatt, P. K. (1981). Method in Social Research. Tokyo: McGraw Hill. Hovart, A. T. (1989). “Coping with Addiction.”

Retrieved 16 December 2008. Website: http//www.cts.com/babsmrt/coping.htm. Kaplan, R. M., & Sacuzzo, D. P. (2005).

Psychological Testing 5th Ed. Singapore: Thomson Wadsworth.

Kem. L. (2005). Gamer addiction: A threat to student success! What advisors need to know., 13.58 from NACADA Clearinghouse of Academic Advising Resources Website:

http://www.nacada.ksu.edu/Clearinghouse  /AdvisingIssues/Gamer-Addiction.htm Kerlinger, F. N., Lee, H. B. (2000). Foundations

of Behavioral Research 4th Ed. Sydney: Harcourt College Publishers.

Kraut, R., Patterson, M., Lundmark, V., Kiesler, S., Mukopadhyay, T., Scherlis,

W. (1998). Internet Paradox – A Social Technology that Reduces Social Involvement and Psychological Weel-Being?, American Psychologist 53(9): 1017-31.

Lestari, W. (2000). Penyusunan Tes Keterampilan Sosial Remaja (TKSR) (skripsi– tidak dipublikasikan). Depok: Fakultas Psikologi UI.

Loton, D. (2007). Problem Video Game Playing, Self Esteem and Social Skills: An Online Study (Thesis – Unpublished). Australia: Victoria University.

McMurran, M. (1994). The Psychology of  Addiction. US: Taylor & Francis.

Merrel, K. W. (2003). Behavioral, Social, and Emotional Assessment of Children and Adolescents, 2nd edition. London: Lawrence Erlbaum Associates.

Merrel, K. W., Gimpel, G. A. (1997). Social Skills of Children and Adolescents: Conceptualization, Assessment, Treatment. London: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Miller, P. H. (1993). Theories of Developmental Psychology 3rd Ed. New York: W. H. Freeman and Company.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2001). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Orleans, M. & Laney, M. C. (1997). Early Adolescent Computer Use: Isolation or Sociation?, Sociology Department, CSUF. Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. (2004). Human Development, 9th Edition. Singapore: McGraw Hill.

Philips, B. S. (1971). Social Research: Strategy & Tactics (2nd Ed.) New York: The Macmillan Company.

Riggio, R.E. and Carney, D.C. (2003), Manual for the Social Skills Inventory, 2nd ed. Mountain View, CA: Mind Garden.

Riggio, R.E., Reichard, R.J. (2008). The Emotional and Social Intelligences of  Effective Leadership: An Emotional and social skill approach. Journal of  Managerial Psychology, 23, No. 2, pp 168-185.

Sarwono, S., W. (2001) Psikologi Remaja, cetakan keenam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

(16)

Simmons, L. L. (2008) Family Influences & Addiction. Retrieved 12 April 2009.

Website:http://odc.ixtens.com/everything/  article.aspx?p_PageAlias=article&aid=20 463

Subrahmanyam, K., Kraut, R. E., Greenfield, P. M., Gross, E. F. (2000) The Impact of  Home Computer Use on Children's Activities and Development. The Future of Children, 10:2, Children and Computer Technology. pp.123-144.

Syaifudin, A. Z. “Tantangan dan Peluang Ekonomi Internet di Indonesia” Online posting. 07 December 2008.

Gambar

Tabel 2. 1. Kerangka Kerja Keterampilan Emosional dan Sosial
Tabel 1. Jenis Kelamin
Tabel 8 Pihak yang Mengenalkan Internet Game Pihak Yang Mengenalkan Frekuensi  Persentase Pacar  16  8,6 Teman  105  56,7 Saudara  24  12,8 Tidak Ada  14  21,9
Tabel 11. Bermain di Atas 10 Jam Bermain&gt;10  jam Frekuensi  Persentase Selalu  7  3,7 Sering  34  18,2 Jarang  58  31,0 Tidak Pernah  88  47,1
+2

Referensi

Dokumen terkait

kelompok dengan kecanduan game online pada remaja

Hasil penelitian berupa regulasi diri pada subjek yang tidak kecanduan online game sudah memiliki regulasi diri yang baik, sedangkan pada mahasiswa yang kecanduan online game

Dari definisi tersebut dapat dirangkum bahwa kontrol diri terhadap kecenderungan kecanduan game online pada remaja adalah kemampuan remaja untuk membuat keputusan dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecanduan game online yang dialami remaja berawal tersedianya perangkat game sejak usia belia (±5-9 tahun). Alasan informan suka

Selain itu kecanduan game online juga mendorong remaja melakukan hal-hal negatif lainnya seperti mencuri uang (SPP misalnya) dan pencurian waktu seperti bolos sekolah demi

Hasil penelitian Maulidiyah menunjukkan bahwa gambaran profil kepribadian pada remaja yang kecanduan game online memiliki kepribadian yang dominan yaitu remaja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 88% remaja mengalami kecanduan bermain game online dan 90% remaja berada pada identitas aktif dan menunjukkan tidak ada hubungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 88% remaja mengalami kecanduan bermain game online dan 90% remaja berada pada identitas aktif dan menunjukkan tidak ada hubungan