i
PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN
PRODUKSI BUAH APEL SELAMA MASA PEMATANGAN
MENGGUNAKAN DETEKTOR FOTOAKUSTIK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Willy Mulyati Jelly NIM : 091424042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION
OF APPLE PRODUCTION DURING RIPENING
USING PHOTOACOUSTIC DETECTOR
A Thesis
Presented as Partial Fulfilment of the Requirements To Obstain Sarjana Pendidikan (S.Pd) Degree
In Physics Education Study Program
Willy Mulyati Jelly NIM : 091424042
PHYSICS EDUCATION STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF MATHEMATICS AND SCIENCE EDUCATION FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
v
Karya Ilmiah ini saya persembahkan kepada :
My Mighty Lord Jesus Christ
My Beloved Parent
My Younger B
rother and Sister
And All My Best Friends.
Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian (Amsal 2:6).
viii
ABSTRAK
PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PRODUKSI BUAH APEL SELAMA MASA PEMATANGAN
MENGGUNAKAN DETEKTOR FOTOAKUSTIK
Oleh : Willy Mulyati Jelly
NIM : 091424042
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang
dihasilkan oleh buah Apel Malang dengan menggunakan detektor fotoakustik.
Detektor fotoakustik bekerja dengan prinsip serapan cahaya. Sumber cahaya yang
digunakan dalam penelitian adalah laser CO2. Pengukuran konsentrasi dilakukan
selama 4 hari berturut-turut.
Pengukuran dilakukan dengan menscan daya laser dan sinyal fotoakustik
pada posisi steppermotor 8400 hingga 9400. Konsentrasi gas etilen yang
dihasilkan oleh buah Apel mengalami peningkatan sebanding dengan semakin
ABSTRACT
THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION
OF APPLE PRODUCTION DURING RIPENING
USING PHOTOACOUSTIC DETECTOR
By :
Willy Mulyati Jelly NIM : 091424042
The aim of this research is to measure the concentration of ethylene
produced by Malang’s apple using photoacoustic detector. Photoacoustic detector
uses the principle of light absorption. CO2 laser was used as the light source of the
detector. Concentration measurements carried out during 4 days succesively.
Measurements were made by scanning the laser power and the
photoacoustic signal at steppermotor position 8400 to 9400. Concentration of
ethylene produced by apple fruit has increased in proportion to the ripening of the
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “PENGUKURAN PERUBAHAN KONSENTRASI GAS ETILEN PRODUKSI BUAH APEL SELAMA MASA PEMATANGAN MENGGUNAKAN DETEKTOR FOTOAKUSTIK” ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Rohandi, P.hD. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku dosen pembimbing, dosen penguji serta Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yang dengan penuh kesabaran telah membimbing, membantu dan meluangkan waktunya kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dwi Nugraheni Rositawati, M.Si. selaku dosen penguji serta
dosen pembimbing akademik atas segala nasihat, bantuan dan dukungannya selama ini kepada penulis.
4. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si. selaku dosen penguji.
5. Seluruh dosen di Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Bapak Wilmus Syaiful dan Ibu Jelina selaku orang tua penulis, saudaraku Billy Ponten dan Riska, kekasih dan sahabatku Yeri Lona dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa.
7. Seluruh karyawan Universitas Sanata Dharma khususnya karyawan Laboratorium Fisika, Bapak Ngadiyono yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Pendidikan Fisika angkatan 2009 baik yang telah lulus maupun yang masih berjuang di Sanata Dharma.
9. Teman-teman seperjuangan skripsi, Osri, Hari, Dian, Agus, Nino dan Sherly atas masukan, hiburan dan dukungannya kepada penulis. 10.Sahabat-sahabat terkasih, Gloria Octaviana Pasaribu, Martina Tania
Norika, Yohanes Egidius Gracia Poleng, Audra Febriandini Logho, Laras Nandya, Janulius.
11.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Namun, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 20 Agustus 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJAN PEMBIMBING iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
KATA PENGANTAR x
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Batasan Masalah 5
D. Tujuan Penelitian 5
E. Manfaat Penelitian 5
BAB II DASAR TEORI 7 A. Gas Etilen 7 B. Teori Atom 8 C. Teori Molekul 12 D. Spektrokopi Fotoakustik 13 E. Laser CO2 14 F. Detektor Fotoakustik 15
BAB III METODE PENELITIAN 18
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 18
B. Alat dan Bahan Penelitian 18
C. Prosedur Penelitian 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25
A. Hasil 25
B. Pembahasan 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 39
A. Kesimpulan 39
B. Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 42
I. Pengenceran Gas Etilen 43
II. Perhitungan Ralat Konsentrasi Etilen 44
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir
terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dicampur dengan gas
etilen 0,579 ppm (kalibrasi). 32
Tabel 4.2 Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir
terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dialirkan ke dalam sel
fotoakustik 32
Tabel 4.3 Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir
terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dialirkan melalui cuvet
berisi buah apel ke dalam sel fotoakustik 33
Tabel 4.4 Konsentrasi etilen hasil produksi buah Apel Malang dari tanggal
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Atom Bohr 9
Gambar 2.2 (a) Eksitasi dan (b) Deeksitasi 11
Gambar 2.3 Tingkat energi pada molekul 13
Gambar 2.4 Detektor Fotoakustik 15
Gambar 3.1 Detektor Fotoakustik yang digunakan dalam penelitian 18
Gambar 3.2 Laser yang digunakan dalam detector fotoakustik 19
Gambar 3.3 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari
gas etilen murni (kalibrasi) 21
Gambar 3.4 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari udara/
gas pembawa (sinyal latar) 22
Gambar 3.5 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari gas
etilen yang dihasilkan oleh buah apel 24
Gambar 4.1 Grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dari gas
etilen 0,579 ppm hasil scan pertama 26
Gambar 4.2 Grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dari etilen
0,579 ppm hasil scan kedua 26
Gambar 4.3 Grafik sinyal fotoakustik terhadap posisi steppermotor dari
etilen 0,579 ppm hasil scan kedua 29
Gambar 4.4 Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor
dari etilen 0,578 ppm 30
Gambar 4.5 Grafik konsentrasi gas etilen yang diproduksi oleh sampel
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bidang fisika sangat erat hubungannya dengan penelitian dan
eksperimen. Untuk melakukan eksperimen dibutuhkan pengukuran. Ada 2 hal
yang penting dalam pengukuran yaitu input dan output. Input dibedakan
menjadi input yang diinginkan, input pengubah dan input pengganggu,
sedangkan output dibedakan menjadi output yang diinginkan, output
pengubah dan output pengganggu (Doebelin, 2004).
Pengukuran membutuhkan alat ukur. Alat ukur yang baik harus
memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain: sensitif, selektif, tidak
mengganggu sampel dan memiliki waktu tanggap yang cepat. Sensitif artinya
alat ukur tersebut mampu mengukur perubahan input yang kecil dalam
pengukuran. Selektif artinya alat ukur tersebut mampu memilah input yang
ada sesuai dengan kebutuhan pengukuran. Tidak mengganggu sampel artinya
alat ukur tersebut tidak mengubah sampel pada waktu pengukuran dan
memiliki waktu tanggap yang cepat artinya hasil pengukuran bisa langsung
didapatkan segera setelah input diukur.
Ada berbagai macam alat ukur berdasarkan fungsinya seperti alat ukur
panjang, alat ukur massa, alat ukur waktu, alat ukur bunyi, alat ukur
konsentrasi gas dan lain-lain. Pemilihan alat ukur yang tepat akan
Pengukuran konsentrasi gas biasanya dimanfaatkan dalam proses
ekspor dan impor buah-buahan. Buah-buahan saat diambil dari produsen
umumnya masih dalam keadaan mentah. Buah-buahan yang disimpan pada
lingkungan dengan suhu kamar dengan gas oksigen normal akan mengalami
proses pematangan. Dalam proses pematangan, buah-buahan akan
menghasilkan gas-gas tertentu, salah satunya adalah gas etilen. Gas etilen
diproduksi buah setiap waktu selama proses pematangan. Emisi etilen
merupakan tanda matangnya buah (Santosa, 2008), selain itu etilen juga
berfungsi sebagai pemicu matangnya buah. Buah yang disimpan dalam
ruangan dengan kandungan etilen akan lebih cepat matang dibanding buah
yang disimpan dalam udara normal. Konsentrasi etilen yang dihasilkan oleh
buah-buahan biasanya sangat rendah yaitu dalam orde ppm hingga ppb.
Teknik yang selama ini biasa digunakan dalam mengukur konsentrasi gas
adalah teknik Gas Chromatography (GC), teknik ini juga biasa digunakan
untuk pengukuran dalam bidang kimia organik, ilmu medis dan lingkungan.
GC memiliki waktu tanggap yang relatif lambat selain itu teknik ini kurang
sensitif untuk melakukan pengukuran konsentrasi gas dari buah yang
konsentrasinya sangat kecil. Untuk mengukur konsentrasi etilen dari buah
dengan GC, maka gas etilen tersebut harus dikumpulkan terlebih dahulu agar
konsentrasi etilen cukup besar untuk dapat diukur. Pengumpulan gas etilen
tersebut mengakibatkan medium sampel yaitu konsentrasi gas penyimpanan
sampel tersebut berubah. Hal ini akan mengakibatkan perubahan nilai besaran
kandungan etilen akan lebih cepat matang dibandingkan buah yang disimpan
pada udara normal, sehingga kondisi buah berubah. Hal ini menyebabkan GC
kurang baik digunakan untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang
diproduksi buah.
Alat ukur konsentrasi gas lain yang dapat digunakan yaitu Detektor
Fotoakutik. Detektor Fotoakustik mampu mengukur lebih dari satu macam
gas secara serempak dengan selektivitas yang tinggi, memiliki waktu tanggap
yang relatif cepat sehingga dapat digunakan secara online, dan memiliki
sensitivitas yang tinggi hingga bisa mengukur konsentrasi dalam orde ppb
(Santosa, 2008).
Detektor Fotoakustik bekerja dengan prinsip serapan cahaya. Detektor
Fotoakustik memiliki tiga komponen penting yaitu laser, sel fotoakustik dan
mikrofon. Laser digunakan sebagai sumber cahaya karena memiliki intensitas
spektral yang tinggi dan dapat ditala. Sel fotoakustik merupakan tempat
terjadinya konversi cahaya laser menjadi sinyal akustik. Mikrofon digunakan
untuk menangkap sinyal akustik yang kemudian dikirim ke PC untuk diolah
dan hasilnya digunakan untuk mengukur konsentrasi etilen dari sampel.
Detektor fotoakustik dengan laser CO2 dapat digunakan untuk
mengukur konsentrasi gas etilen tanpa mengubah sampel dan lingkungan
sampel karena sensitivitasnya yang tinggi. Konsentrasi gas etilen dari sampel
bisa langsung diukur tanpa harus dikumpulkan terlebih dahulu sehingga tidak
merupakan alat yang cocok untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang
dihasilkan buah selama proses pematangan.
Penelitian untuk melihat konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh
buah Apel dalam proses pematangannya harus dilakukan menggunakan
sampel buah Apel yang sama selama pengukuran. Buah Apel yang menjadi
sampel harus disimpan dalam ruang terbuka dengan suhu normal, tidak boleh
disimpan dalam pendingin ataupun dalam ruang tertutup agar tidak mengubah
produksi etilen yang dihasilkan sampel. Pengukuran konsentrasi etilen yang
diproduksi oleh buah Apel diukur menggunakan detektor fotoakustik berbasis
CO2 secara real-time sehingga hasil pengukuran bisa didapatkan pada saat itu
juga. Pengukuran dilakukan setiap hari selama beberapa hari diwaktu yang
relatif sama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang didapatkan beberapa rumusan masalah
seperti:
1. Bagaimana mengukur konsentrasi gas etilen dari buah apel
menggunakan Detektor Fotoakustik?
2. Bagaimana konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh buah Apel
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dalam pengukuran
dilakukan pembatasan sebagai berikut:
1. Pengukuran dilakukan selama beberapa hari dengan sampel Buah
Apel jenis Apel Malang.
2. Sampel yang digunakan adalah buah yang sama selama pengukuran
dan dalam kondisi utuh, tidak memar, tidak terluka atau terpotong.
3. Buah harus disimpan pada suhu normal dalam ruang terbuka, tidak
boleh disimpan didalam wadah tertutup maupun dalam kulkas.
D. Tujuan Penelitian
Mengukur konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh sampel buah Apel
dalam proses pematangan buah dengan menggunakan Detektor Fotoakustik
selama beberapa hari untuk melihat perubahan konsentrasi gas etilen yang
diproduksi buah Apel/sampel.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang Detektor Fotoakutik dan penggunaannya
dalam mengukur konsentrasi gas.
2. Melihat adanya perubahan konsentrasi gas etilen yang dihasilkan buah
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan ditulis dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II Dasar Teori
Bab ini menguraikan tentang dasar teori yang berhubungan dengan
penelitian seperti teori tentang etilen, teori atom, teori molekul,
spektrokopi fotoakustik, laser CO2 dan detektor fotoakustik.
BAB III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang waktu penelitian, tempat penelitian,
alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dan prosedur
penelitian.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi hasil dan pembahasan dari eksperimen yang
dilakukan.
BAB V Kesimpulan dan Saran
7
BAB II
DASAR TEORI
A. Gas Etilen
Etilen (C2H4) merupakan hormon pertumbuhan yang biasanya dihasilkan
oleh tumbuhan. Pada tumbuhan, etilen biasa ditemukan dalam fase gas,
sehingga sering disebut gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan berbau. Gas
etilen berperan dalam proses pematangan buah. Selain itu etilen juga
berfungsi untuk mengatur pemekaran bunga, pengguguran daun dan juga
dalam pekecambahan benih (Salisbury&Ross,1995: 81-84).
Biosintesis etilen membutuhkan bantuan gas oksigen (Salisbury&Ross,
1995:79). Karena itu oksigen merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi produksi etilen. Faktor yang mempengaruhi lainnya adalah
suhu. Suhu yang terlalu rendah, di bawah suhu normal (20˚C - 35˚C) akan menekan produksi etilen oleh buah, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat
merusak jaringan buah sehingga etilen tidak bisa diproduksi.
Gas etilen banyak dimanfaatkan dalam proses ekspor dan impor buah.
Umumnya, buah dipetik saat masih belum matang, untuk mempercepat
pematangan, buah diberi etilen atau disimpan di ruangan dengan gas etilen
untuk mempercepat proses pematangan. Sebaliknya, buah yang telah matang
justru dipertahankan kematangannya agar tidak segera membusuk yaitu
dihasilkan oleh buah-buahan biasanya sangat rendah yaitu dalam ppm hingga
ppb.
B. Teori Atom
Sejak zaman Yunani kuno teori tentang atom telah dicetuskan. Atom
dianggap sebagai komponen terkecil dari materi yang tidak dapat dibagi lagi.
Nama atom berasal dari bahasa Yunani (atomos) yang artinya tidak dapat
dipotong atau dibagi lagi. Teori tentang atom kemudian berkembang dengan
pesat pada abad ke-19.
Pada tahun 1904 J.J Thomson mengusulkan bahwa atom merupakan bola
pejal bermuatan positif serbasama yang mengandung elektron. Model atom
ini ditolak setelah Ernest Rutherford bersama muridnya Hans Geiger dan
Ernest Marsden pada tahun 1911 melakukan eksperimen yang dikenal
“Hamburan sinar alfa” terhadap lempeng emas tipis. Dari eksperimen tersebut Rutherford mengemukakan sebuah model atom yaitu atom terdiri dari inti
atom yang sangat kecil dan bermuatan positif yang berada ditengah-tengan
atom dan dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif (Krane, 1992).
Model atom Rutherford kemudian menimbulkan beberapa masalah
seperti:
1. Muatan yang dipercepat akan memancarkan radiasi
elektromagnetik dengan frekuensi radiasi sama dengan frekuensi
jari-jari edar mengecil hingga akhirnya bersatu dengan inti. Pada
kenyataannya, atom tetap utuh, elektron dan inti tidak menyatu.
2. Jari-jari edar yang mengecil secara kontinyu berarti frekuensi
radiasi juga berubah secara kontinyu. Kenyataannya, frekuensi
radiasi dari atom diskrit tidak kontinyu.
Niels Bohr pada tahun 1913 mengemukakan bahwa atom seperti planet
mini dengan inti atom yang bermuatan positif sebagai pusatnya dan elektron
bermuatan negatif dengan massa m, bergerak pada lintasan yang berbentuk
lingkaran dengan jari-jari r dengan kecepatan v mengelilingi inti atom seperti
halnya planet-planet mengintari matahari. Dengan alasan yang sama, bahwa
sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan gravitasi antara matahari dan tiap
planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan elektrostatis Colomb antara inti
atom dan tiap elektron. Gaya tarik memberikan kecepatan sentripetal yang
dibutuhkan untuk mempertahankan gerak edar seperti dapat dilihat pada
gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Model atom Bohr.
Bohr juga dapat menjelaskan kesulitan sebelumnya yang menyatakan
pada model atom ini, harus meradiasikan energi elektromagnetik secara
terus-menerus. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr mengusulkan gagasan keadaan
“mantap stasioner” yaitu keadaan gerak tertentu dimana elektron tidak meradiasikan energi elektromagnetik. Bohr menyimpulkan bahwa dalam
keadaan berada di orbit, momentum sudut orbital elektron bernilai kelipatan
bulat dari ħ (Krane, 1992).
Elektron bergerak tidak pada sembarang orbit karena hanya orbit dengan
jari-jari tertentu sajalah yang diperkenankan dalam model atom Bohr. Jari-jari
orbit yang diperkenankan mengikuti persamaan 2.1berikut:
𝑟𝑛 = 𝑎0𝑛2 (2.1)
dengan 𝑎0 = 0,0529 nm.
n = bilangan bulat 1, 2, 3, dan seterusnya
Pada orbit yang diperkenankan, atom tidak memancarkan radiasi
elektromagnetik.
Lintasan atau orbit tempat elektron bergerak disebut juga tingkat energi.
Masing-masing tingkat energi memiliki nilai tertentu yang memenuhi
persamaan 2.2 berikut:
𝐸𝑛 = −13,6 𝑒𝑉
𝑛2 (2.2)
Elektron dapat berpindah dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi
yang lainnya dengan menyerap atau memancarkan energi seperti pada gambar
(a) (b)
Gambar 2.2 (a) Eksitasi dan (b) Deeksitasi.
Perpindahan elektron dari tingkat energi E1 yang lebih rendah ke tingkat
energi E2 yang lebih tinggi disebut sebagai peristiwa eksitasi. Untuk
melakukan eksitasi, elektron membutuhkan energi dari luar yang sesuai
dengan energi transisi dari kedua tingkat energi tersebut untuk berpindah dari
tingkat energi E1 yang lebih rendah ke tingkat energi E2 yang lebih tinggi.
Besar energi transisi mengikuti persamaan 2.3 berikut:
∆𝐸 = 𝐸2− 𝐸1 (2.3)
dengan : ∆𝐸 = energi transisi untuk melakukan eksitasi (eV)
𝐸2 = tingkat energi tinggi (eV)
𝐸1 = tingkat energi rendah (eV)
Perpindahan elektron dari tingkat energi E2 yang lebih tinggi ke tingkat
energi E1 yang lebih rendah disebut sebagai peristiwa deeksitasi. Saat
melakukan deeksitasi elektron melepaskan energi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik. Elektron yang berada pada tingkat energi E2 kehilangan
energinya dan berpindah ketingkat energi yang lebih rendah E1. Besar energi
yang dilepaskan pada proses deeksitasi mengikuti persamaan 2.4 berikut:
dengan : ℎ = tetapan Planck yang besarnya 6,63.10-34 J.s
𝑣 = frekuensi gelombang elektromagnetik (Hz)
𝐸2 = tingkat energi tinggi (eV)
𝐸1 = tingkat energi rendah (eV)
Adanya peristiwa eksitasi dan deeksitasi ini menjelaskan keadaan
spektrum diskrit dari atom, bahwa atom dapat memancarkan cahaya hanya
pada gelombang tertentu saja, tidak kontinyu. Cahaya yang dipancarkan
hanya cahaya dengan frekuensi yang sesuai dengan selisih tingkat
tenaga/energi transisi.
C. Teori Molekul
Sebuah molekul merupakan grup netral secara elektris yang mengikat
atom dengan cukup kuat sehingga berprilaku sebagai partikel tunggal. Setiap
molekul mempunyai struktur dan komposisi tertentu (Arthur Beiser, 1982).
Molekul memiliki 3 tingkat energi, yaitu tingkat energi elektronik,
tingkat energi vibrasi dan tingkat energi rotasi. Seperti pada gambar 2.3, pada
setiap tingkat energi elektronik, memiliki beberapa tingkat energi vibrasi.
Pada setiap tingkat energi vibrasi, masing-masing tingkat memiliki beberapa
Gambar 2.3 Tingkat energi pada molekul.
Sama seperti atom, pada molekul juga terjadi peristiwa eksitasi dan
deeksitasi. Ada beberapa jenis proses eksitasi pada molekul, yaitu eksitasi dan
deeksitasi pada tingkat energi elektronik, eksitasi dan deeksitasi pada tingkat
energi vibrasi, baik pada tingkat elektronik yang sama maupun ke tingkat
energi elektronik yang lain, dan eksitasi dan deeksitasi pada tingkat energi
rotasi, baik pada tingkat vibrasi yang sama maupun tingkat energi vibrasi
yang lain.
D. Spektrokopi Fotoakustik
Gejala fotoakustik pertama kali ditemukan oleh Alexander Graham Bell
pada tahun 1880 (Santosa, 2008). Ia menemukan bahwa sebuah benda yang
dikenai cahaya dapat menghasilkan bunyi. Namun penerapan gejala
fotoakustik baru mulai dikembangkan sejalan dengan perkembangan laser
dan mikrofon, salah satunya adalah metode pengukuran dengan teknik
Spektrokopi fotoakustik merupakan salah satu teknik pengukuran dengan
menggunakan prinsip penyerapan energi cahaya pada suatu benda dengan
deteksi akustik. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada panjang
gelombang yang digunakan sehingga pemilihan laser yang tepat sangat
diperlukan. Salah satu jenis laser yang digunakan dalam spektrokopi
fotoakustik adalah laser CO2.
E. Laser CO2
Laser CO2 pertama kali ditemukan oleh C. K. N Patel. Laser CO2
termasuk dalam jenis laser gas molekul. Dalam laser molekul, osilasi dapat
berlangsung pada perpindahan antara tingkat vibrasi-rotasi dari molekul.
Molekul CO2 memiliki 3 mode vibrasi yang berlainan yaitu mode tarikan
simetris, mode bengkok dan mode tarikan asimetris (Laud, 1988).
Laser ini menggunakan campuran gas CO2, N2, dan He. Gas N2, dan He
digunakan sebagai campuran untuk memperoleh transfer energi yang lebih
efektif. Gas pendukung tersebut membantu proses eksitasi molekul CO2 ke
aras vibrasi rotasi.
Laser CO2 terdiri dari beberapa komponen seperti power supply,
resonator optis, dan tabung laser. Power supply berfungsi sebagai pemberi
dayapada laser. Resonator optis terdiri dari cermin dan kisi, posisi kisi dapat
diatur menggunakan steppermotor untuk mengubah panjang gelombang dari
yang berisi medium aktif laser dan tabung luar yang dialiri air dan berfungsi
sebagai pendingin. Laser CO2 bekerja pada panjang gelombang 9-11 μm.
F. Detektor Fotoakustik
Detektor fotoakustik merupakan alat untuk mengukur konsentrasi gas
dalam orde yang sangat kecil yaitu part per million (ppm) hingga part per
billion (ppb). Detektor fotoakustik bekerja dengan prinsip serapan cahaya.
Detektor fotoakustik terdiri dari laser sebagai sumber cahaya, sel fotoakustik
sebagai tempat gas sampel berada dan mikrofon yang digunakan untuk
mendeteksi sinyal akustik seperti pada gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Detektor Fotoakustik.
Cahaya laser dilewatkan pada sel fotoakustik, jika frekuensi yang
dimilikinya sesuai dengan energi transisi dari molekul gas dalam sel
fotoakustik, maka energi dari cahaya laser akan diserap oleh sebagian
molekul gas sampel dan digunakan oleh molekul gas tersebut untuk
tinggi. Molekul gas yang bereksitasi kemudian melakukan deeksitasi secara
non radiasi dengan melepaskan tenaganya dan memberikannya kepada
molekul gas lainnya yang ditumbuknya. Molekul gas yang ditumbuk
mengunakan energi yang diterimanya menjadi energi translasi/gerak. Adanya
peningkatan energi translasi mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu dan
tekanan di sel fotoakustik.
Cahaya laser kemudian dimodulasi dengan chopper, sehingga tekanan
pada sel fotoakustik akan berubah secara periodik. Tekanan yang berubah
secara periodik disebut bunyi. Sinyal bunyi atau akustik tersebut kemudian
ditangkap oleh mikrofon dan diperkuat dengan lock-in amplifier untuk
diproses oleh software di komputer. Sinyal fotoakustik mengikuti persamaan
2.5 berikut:
𝑆𝑙 = 𝐶𝐶𝑔𝑃𝑙𝛼𝑔𝑙 (2.5)
dengan : Sl = sinyal akustik pada garis laser “l” [Volt]
C = konstanta sel fotoakustik [ 𝑐𝑚 𝑉𝑜𝑙𝑡
𝑊𝑎𝑡𝑡 ]
Cg = konsentrasi gas penyerap [ppm/ppb]
Pl = daya laser pada garis laser “l” [Watt]
αgl = koefisien serapan gas “g” pada garis laser “l” [cm-1]
Sinyal akustik yang dihasilkan (Sl) sebanding dengan konsentrasi gas
penyerap (Cg), sehingga jika semakin banyak konsentrasi gas penyerapnya,
maka semakin besar tekanan yang dihasilkan, dan semakin tinggi sinyal
Sinyal ternormalisir dengan daya laser diperoleh mengikuti persamaan 2.6 berikut (Santosa, 2008): 𝑆𝑙 𝑃𝑙 = 𝑆 𝑃 𝑙 = 𝐶𝐶𝑔𝛼𝑔𝑙 (2.6)
Sinyal ternormalisi dari gas yang telah diketahui konsentrasinya dapat
digunakan untuk mencari konsentrasi gas sejenis yang belum diketahui
konsentrasinya. Misalkan gas A dan gas B merupakan gas yang sejenis dan
gas A belum diketahui konsentrasinya sedangkan gas B telah diketahui
konsentrasinya. Konsentrasi gas A bisa didapatkan dengan membandingkan
konsentrasi gas A dengan konsentrasi gas B sesuai dengan persamaan 2.7
berikut (Anggraini, 2010): 𝐶𝑔𝑎𝑠𝐴= 1 𝐶𝛼 𝑔𝑎𝑠 𝐴𝑙𝑥 𝑆 𝑃 𝑔𝑎𝑠 𝐴 𝑙 𝐶𝑔𝑎𝑠𝐵= 1 𝐶𝛼 𝑔𝑎𝑠 𝐵𝑙𝑥 𝑆 𝑃 𝑔𝑎𝑠 𝐵 𝑙 (2.7)
Dari persamaan 2.7 bisa didapatkan persamaan 2.8 dengan syarat gas
yang diukur sejenis, diukur pada garis laser yang sama dan menggunakan alat
yang sama, sehingga konstanta sel fotoakustik dan koefisien serapan gasnya
adalah konstan. 𝐶𝑔𝑎𝑠𝐴 = 𝑆 𝑃 𝑔𝑎𝑠 𝐴 _𝑙 𝑆 𝑃 𝑔𝑎𝑠 𝐵 _𝑙 𝑥𝐶𝑔𝑎𝑠𝐵 (2.8)
Berdasarkan persamaan 2.8 diatas, dengan mengukur sinyal
ternormalisir gas A dan sinyal ternormalisir gas B pada garis laser yang sama,
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada Januari-Mei 2014 di Laboratorium Fisika
Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian :
1. Detektor Fotoakustik berbasis laser CO2.
Detektor fotoakustik merupakan alat yang digunakan untuk
mendeteksi dan mengukur konsentrasi suatu gas di udara. Alat ini bekerja
dengan prinsip serapan cahaya. Detektor fotoakustik terdiri dari laser
sebagai sumber cahaya, sel fotoakustik sebagai tempat gas sampel berada
dan mikrofon yang digunakan untuk mendeteksi sinyal akustik. Detektor
yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.
Detektor fotoakustik yang digunakan menggunakan sistem
intrakavitas, dimana sel fotoakustik ditempatkan diantara resonator laser.
Sistem ini memungkinkan sel fotoakustik mendapatkan energi yang
maksimal dari laser. Laser yang digunakan dalam penelitian ini adalah
laser CO2 dengan model Flowing System model LT30-626 serial no
200801 buatan Laser Tech Group, Mississauga, ont. Canada. Laser yang
digunakan dalam penelitian dapat dilihat seperti pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 Laser yang digunakan dalam detektor fotoakustik.
Laser CO2 yang digunakan pada detektor fotoakustik terdiri dari
resonator optis, medium aktif, dan power supply. Resonator optis terdiri
dari kisi dan cermin. Posisi kisi dapat diatur untuk mengubah-ubah
panjang gelombang laser. Kisi dapat digerakkan dan diatur posisinya
menggunakan steppermotor yang telah terhubung dengan komputer,
sehingga pengaturannya dapat dilakukan melalui komputer. Panjang
resonator optis diatur menggunakan piezo untuk mendapatkan daya laser
2. Lock-in Amplifier
Lock-in amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal fotoakustik yang
ditangkap oleh mikrofon, selain itu juga berfungsi untuk menghilangkan
gangguan dari bunyi atau sinyal lain yang tidak diperlukan. Lock-in
amplifier terhubung dengan chopper, sehingga hanya sinyal yang
memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi dari chopperlah yang
akan diperkuat.
3. Flowmeter dan Flowcontroller
Flowmeter merupakan alat untuk mengetahui kecepatan aliran gas
yang dialirkan ke detektor fotoakustik sedangkan Flowcontroller adalah
alat yang digunakan untuk mengatur kecepatan aliran gas yang dialirkan
ke detektor fotoakustik. .
C. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Penentuan Spektrum Serapan Etilen dan Sinyal Latar.
Penentuan spektrum serapan ini dilakukan untuk mencari garis
laser yang sesuai dengan sampel yang akan diukur. Garis laser
ditunjukkan dengan posisi steppermotor dalam penelitian, pengubahan
posisi steppermotor mengakibatkan berubahnya panjang gelombang
laser. Untuk mengukur gas etilen, maka perlu dicari garis laser yang
Penentuan spektrum serapan/garis laser untuk etilen dilakukan
dengan mengalirkan gas etilen murni 0,579 ppm ke sel fotoakustik,
kemudian melakukan scan daya laser dan sinyal fotoakustik yang
dihasilkan pada setiap posisi steppermotor. Rangkaian yang digunakan
untuk mengalirkan gas etilen dapat dilihat seperti pada gambar 3.3
berikut:
Gambar 3.3 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari gas etilen murni (kalibrasi).
Konsentrasi gas etilen 0,579 ppm didapatkan dari pengenceran
gas etilen 10 ppm dengan dicampur udara/gas pembawa dengan
perbandingan 1,5 etilen dan 25,9 udara, sehingga konsentrasi gas
etilen hasil campuran menjadi 0,579 ppm. Perhitungan konsentrasi
campuran gas etilen dapat dilihat pada lampiran 1. Pengenceran
dilakukan untuk mencegah daya dari laser habis terserap oleh gas
etilen. Selain untuk pengenceran, udara juga digunakan sebagai gas
fotoakustik. Kecepatan aliran diatur dengan flowcontroller. Scan
dilakukan pada posisi steppermotor 8400-9400. Pemilihan daerah scan
pada posisi steppermotor tersebut karena pada daerah tersebut terdapat
sinyal fotoakustik yang menandakan terjadinya serapan daya laser
oleh molekul gas dalam sel fotoakustik.
Udara yang digunakan sebagai gas pembawa mengandung
berbagai molekul gas yang belum diketahui jenis dan konsentrasinya
secara pasti, karena itu perlu dilakukan penentuan sinyal latar.
Penentuan sinyal latar dilakukan dengan mengalirkan udara yang
digunakan sebagai gas pembawa dengan kecepatan aliran 33,3 ml/min
ke sel fotoakustik. Daya laser dan sinyal fotoakustik yang dihasilkan
di scan pada posisi steppermotor 8400-9400. Rangkaian alat yang
digunakan untuk mencari sinyal latar dapat dilihat seperti pada
gambar 3.4 berikut :
Gambar 3.4 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari udara/gas pembawa (sinyal latar).
Hasil scan berupa grafik daya laser terhadap posisi steppermotor
dan grafik sinyal fotoakustik terhadap posisi steppermotor. Kedua
grafik tersebut digunakan untuk mencari sinyal ternormalisir dari
udara/sinyal latar. Sinyal ternormalisir didapatkan dengan membagi
sinyal fotoakustik dengan daya laser pada posisi steppermotor yang
sama. Dengan memperhatikan sinyal ternormalisir dari hasil scan gas
etilen dapat ditentukan garis laser yang memiliki serapan etilen, yaitu
posisi stepper motor yang memiliki sinyal ternormalisir yang tinggi.
2. Kalibrasi Etilen.
Kalibrasi gas etilen dilakukan dengan mengurangi sinyal
ternormalisir dari hasil scan gas etilen 0,579 ppm dengan hasil scan
udara /sinyal ternormalisir pada posisi steppermotor yang sama. Hasil
pengurangan sinyal ternormalisir tersebut kemudian digunakan
sebagai sinyal kalibrasi untuk etilen dengan konsentrasi 0,579 ppm.
3. Pengukuran Konsentrasi Gas Etilen dari Buah Apel.
Pengukuran konsentrasi gas etilen oleh buah Apel dilakukan
dengan mengalirkan udara sebagai gas pembawa melalui cuvet yang
berisi buah apel dengan kecepatan aliran 33,3 ml/min ke sel
fotoakustik. Setelah itu, dilakukan scan daya laser dan sinyal
fotoakustik pada posisi steppermotor 8400-9400. Rangkaian yang
digunakan untuk mencari sinyal ternormalisir etilen dari buah apel
Gambar 3.4 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari gas etilen yang dihasilkan oleh buah apel.
Hasil scan berupa grafik daya laser terhadap posisi steppermotor
dan grafik sinyal fotoakustik terhadap posisi steppermotor. Kedua
grafik tersebut digunakan untuk mencari sinyal ternormalisir dari
etilen yang dihasilkan buah Apel. Sinyal ternormalisir didapatkan
dengan membagi sinyal fotoakustik dengan daya laser pada posisi
steppermotor yang sama. Sinyal ternormalisir dari buah Apel
kemudian dikurangi dengan sinyal ternormalisir latar/udara pada
posisi yang sama. Sinyal ternormalisir etilen dari buah Apel yang
telah dikurangi sinyal latar dan sinyal ternormalisir dari kalibrasi
etilen murni yang telah dikurangi sinyal latar dibandingkan sesuai
rumus 2.8. Hasil perbandingan tersebut kemudian dikalikan dengan
konsentrasi gas etilen murni yang telah diketahui untuk mencari
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian dilaksanakan pada Januari 2014 hingga Mei 2014 di
Laboratorium Fisika kampus 3 Paingan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran sinyal
ternormalisir gas kalibrasi etilen, udara latar dan gas etilen produksi buah
Apel menggunakan detektor fotoakustik berbasis CO2. Ketiga bahan diukur
dengan cara yang sama yaitu melakukan scan daya laser dan sinyal
fotoakustik pada setiap posisi steppermotor. Sinyal ternormalisir didapatkan
dengan membagi sinyal fotoakustik dengan daya laser pada posisi
steppermotor yang sama. Data hasil pengukuran disajikan sebagai berikut:
a. Pengukuran sinyal ternormalisir gas etilen kalibrasi (0,579 ppm)
Pengukuran sinyal ternormalisir gas etilen 0,579 ppm digunakan
sebagai kalibrasi untuk menentukan konsentrasi gas etilen produksi buah
Apel dan penentuan spektrum serapan untuk gas etilen. Spektrum
serapan gas etilen ditentukan dengan melihat posisi steppermotor yang
memiliki koefisien serapan yang tinggi untuk gas etilen.
Data hasil pengukuran berupa tabel daya laser dan sinyal
tabel dibuat dalam bentuk grafik daya laser terhadap posisi steppermotor
seperti pada gambar 4.1dan 4.2 berikut :
Gambar 4.1 Grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dari gas etilen 0,579 ppm hasil scan pertama.
Gambar 4.2 Grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dari etilen 0,579 ppm hasil scan kedua.
Gambar 4.1 dan 4.2 menunjukan bahwa daya laser bervariasi pada
setiap posisi steppermotor. Posisi steppermotor menunjukan panjang
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600 D ay a las e r ( au ) Posisi Steppermotor 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600 D ay a las e r ( au ) Posisi Steppermotor
gelombang laser yang digunakan. Tidak semua panjang gelombang laser
menghasilkan daya laser. Panjang gelombang yang menghasilkan daya
laser disebut garis laser.
Pada hasil scan pertama yaitu gambar 4.1, terdapat 9 garis laser
yang ditunjukan oleh adanya puncak-puncak daya laser dengan nilai yang
bervariasi. Sedangkan pada hasil scan kedua yaitu gambar 4.2, terdapat 8
garis laser saja, berkurang 1 garis laser yaitu garis laser ketujuh pada
posisi steppermotor 9123. Hal ini menunjukan bahwa garis laser dapat
tidak stabil.
Ketidakstabilan ini dapat juga terjadi pada nilai dari daya laser.
Contohnya daya laser pada garis laser kelima yaitu pada posisi
steppermotor 8897 pada scan pertama (gambar 4.1) bernilai 0,97 au
sedangkan pada scan kedua (gambar 4.2) bernilai 0,61 au.
Ketidakstabilan daya laser ini terjadi pada garis laser dengan daya laser
yang rendah sedangkan garis laser dengan daya yang cukup tinggi akan
relatif stabil. Dari kedua grafik tersebut dapat dilihat bahwa posisi
steppermotor yang memiliki daya yang tinggi tidak mengalami
perubahan yang signifikan seperti pada garis laser ketiga (8733) dan garis
laser keempat (8823).
Adanya daya laser yang tidak stabil tersebut diakibatkan adanya
perubahan suhu yang mengakibatkan pemuaian pada alat. Pemuaian
tersebut mengakibatkan panjang resonator laser berubah sehingga
tidak dapat dihindari oleh peneliti, namun dapat diminimalisir dengan
penggunaan dudukan dari batang invar untuk mengusahakan panjang
resonator tetap selama pengukuran.
Pada gambar, satuan daya laser adalah arbitrary unit (au). Au
merupakan satuan sembarang. Hal ini dikarenakan alat yang digunakan
belum melalui proses kalibrasi. Sinyal ternormalisir juga bersatuan au
karena merupakan sinyal fotoakustik yang dibagi dengan daya laser yang
bersatuan au. Namun hal ini tidak mengganggu pengukuran karena sesuai
persamaan 2.8, sinyal ternormalisir yang bersatuan au digunakan sebagai
perbandingan dan habis terbagi untuk mencari konsentrasi.
Pada dasarnya pengukuran dapat dilakukan pada semua posisi
steppermotor yang memiliki daya laser/garis laser. Namun dalam
melakukan pengukuran perlu diperhatikan daya laser pada garis laser
yang akan digunakan. Garis laser yang baik untuk digunakan dalam
pengukuran adalah garis laser yang berdaya tinggi dan stabil.
Selain memperhatikan daya laser pada posisi stepermotor juga
perlu diperhatikan sinyal fotoakustik yang dihasilkannya. Grafik sinyal
fotoakustik terhadap posisi steppermotor untuk etilen 0,579 ppm
Gambar 4.3 Grafik sinyal fotoakustik terhadap posisi steppermotor dari etilen 0,579 ppm hasil scan kedua.
Gambar 4.3 menunjukan bahwa setiap garis laser tidak selalu
menghasilkan sinyal fotoakustik. Berdasarkan rumus 2.5, sinyal
fotoakustik pada satu garis laser tertentu/posisi steppermotor tertentu
dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu, daya laser pada garis laser yang sama,
konstanta sel fotoakustik yang dipakai, konsentrasi dari molekul gas yang
ada di sel fotoakustik dan koefisien serapan gas pada posisi garis laser
tersebut.
Koefisien serapan bervariasi tergantung jenis gas dan garis
laser/posisi steppermotor. Artinya pada garis laser yang sama, koefisien
serapan gas berbeda tergantung pada jenis gasnya, sedangkan untuk jenis
gas yang sama, koefisien gasnya berbeda untuk setiap garis laser.
Perbedaan koefisien serapan gas ini disebabkan karena molekul gas
dalam sel fotoakustik hanya menyerap energi dari laser yang memiliki
-0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600 Si n yal Fo to aku sti k (au ) Posisi Steppermotor
energi yang sesuai dengan energi transisi dari molekul tersebut sehingga
penyerapan hanya terjadi pada posisi tertentu untuk jenis gas tertentu.
Sinyal ternormalisir didapatkan dengan membagi sinyal fotoakustik
dengan daya laser pada posisi steppermotor yang sama sesuai dengan
rumus 2.6. Sinyal ternormalisir untuk etilen 0,579 pmm disajikan pada
gambar 4.4 berikut:
Gambar 4.4 Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor dari etilen 0,579 ppm.
Sinyal ternormalisir pada setiap garis laser dipengaruhi oleh
konsentrasi gas pada sel fotoakustik dan koefisien serapan gas seperti
pada rumus 2.6. Karena sel fotoakustik yang digunakan selama penelitian
tetap, dan dalam sekali proses scan, konsentrasi gas penyerap dalam sel
fotoakustik adalah konstan, maka sinyal ternormalisir sebanding dengan
koefisien serapan gas penyerapnya seperti pada rumus 4.1 berikut:
𝑆𝑙 𝑃𝑙 ≈ 𝛼𝑔𝑙 (4.1) -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600 Si n yal Te rn o rm alisi r (au ) Posisi Steppermotor
Berdasarkan rumus 4.1, semakin besar sinyal ternormalisirnya,
menunjukan semakin besar koefisien serapan gasnya. Garis laser yang
baik digunakan untuk pengukuran konsentrasi gas selain memiliki daya
laser yang cukup dan stabil juga harus memiliki koefisien serapan gas
yang tidak terlalu rendah. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua posisi
steppermotor yang berdaya tinggi memiliki koefisien serapan yang
tinggi, begitu pula sebaliknya tidak semua posisi steppermotor yang
memiliki koefisien serapan yang tinggi memiliki daya laser yang stabil.
Koefisien serapan gas yang tinggi pada posisi steppermotor dengan
daya laser rendah dan tidak stabil dapat mengakibatkan energi laser habis
terserap. Jika energi laser habis terserap maka tidak ada energi yang
dapat digunakan untuk membangkitkan sinyal fotoakustik, sehingga
pengukuran konsentrasi gas tidak dapat dilakukan. Dengan
memperhatikan hal tersebut peneliti memilih menggunakan garis laser
pada posisi steppermotor 8733 yang memiliki daya laser yang paling
tinggi, stabil dan memiliki koefisien serapan yang baik. Garis laser 8733
ini selanjutnya akan digunakan dalam pengukuran konsentrasi. Data yang
dihasilkan untuk etilen 0,579 ppm (kalibrasi) dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dicampur dengan gas etilen 0,579 ppm
(kalibrasi). Scan Etilen Daya Laser (Watt) Sinyal Fotoakustik (Volt) Sinyal Ternormalisir (Volt/Watt) Pertama 2,81 0,81 0,29 Kedua 2,93 0,61 0,21
b. Pengukuran sinyal ternormalisir udara (sinyal latar).
Pengukuran sinyal ternormalisir udara ini dilakukan untuk
meminimalisir adanya gangguan dari gas lain yang terkandung dalam
udara yang digunakan sebagai gas pembawa/pendorong gas sampel ke sel
fotoakustik. Pengukuran sinyal ternormalisir udara ini disebut juga
pengukuran sinyal latar. Data untuk pengukuran sinyal latar berupa tabel
dan grafik daya laser dan sinyal fotoakustik terhadap sinyal fotoakustik.
Dengan prinsip yang sama seperti pada pengukuran gas etilen 0,579 ppm,
data disajikan dalam tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2. Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dialirkan ke dalam sel fotoakustik (sinyal
latar). Hari Daya Laser (Watt) Sinyal Fotoakustik (Volt) Sinyal Ternormalisir (Volt/Watt) Pertama 2,56 0 0 Kedua 1,22 0 0 Ketiga 1,95 0 0 Keempat 2,44 0 0
Dari tabel 4.2 terlihat bahwa pada posisi steppermotor yang
tidak terdapat gas etilen pada udara yang dapat mengganggu nilai
pengukuran.
c. Pengukuran sinyal ternormalisir gas etilen produksi sampel.
Daya laser, sinyal fotoakustik dan sinyal ternormalisir untuk setiap
posisi steppermotor yang memiliki puncak daya laser setiap harinya
disajikan pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3. Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dialirkan melalui cuvet berisi buah apel
ke dalam sel fotoakustik setiap hari.
Hari Scan Daya
Laser (Watt) Sinyal Fotoakustik (Volt) Sinyal Ternormalisir (Volt/Watt) Pertama 1 1,83 0 0 2 1,83 0 0 3 1,83 0 0 Kedua 1 1,22 17,36 14,22 2 1,22 18,04 14,79 3 1,22 17,78 14,57 Ketiga 1 2,44 47,14 19,31 2 2,44 48,23 19,77 3 2,44 49,34 20,21 Keempat 1 2,81 59,69 21,26 2 2,93 63,72 21,75 3 2,93 62,98 21,49 B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengukur konsentrasi serta
melihat perubahan konsentrasi gas yang dihasilkan oleh sampel yaitu buah
Apel selama 4 hari berturut-turut. Buah Apel yang digunakan selama 4 hari
kamar. Pengukuran dilakukan rata-rata pada jam 8.00 hingga 12.00 setiap
harinya.
Pengukuran dilakukan dengan 3 tahap. Tahap pertama adalah penentuan
posisi steppermotor yang memiliki serapan yang tinggi untuk gas etilen
dengan menscan udara yang dicampur dengan gas etilen 0,579 ppm. Hasil
scan dari tahap pertama juga digunakan sebagai kalibrasi dalam mengukur
konsentrasi etilen produksi buah Apel. Tahap kedua yaitu penentuan sinyal
latar dengan menscan udara yang dialirkan ke sel fotoakustik untuk melihat
kemungkinan adanya gangguan dari gas lain maupun gas etilen yang
terkandung pada udara. Berdasarkan tabel 4.2, tidak terdapat sinyal latar yang
mungkin mengganggu hasil pengukuran, maka sinyal ternormalisir dari
kalibrasi etilen 0,579 ppm dan pengukuran etilen dari buah Apel dapat
langsung digunakan untuk mengukur konsentrasi gas etilen produksi buah
Apel. Sebaliknya, jika terdapat sinyal latar dalam pengukuran maka sinyal
ternormalisir kalibrasi dan sinyal ternormalisir dari pengukuran terlebih dulu
harus dikurangi dengan sinyal latar.
Tahap yang terakhir adalah dengan menscan udara yang membawa gas
keluaran dari sampel buah Apel.
1. Kalibrasi
Pada gambar 4.1, ditunjukan bahwa pada garis laser di posisi
steppermotor 8733 terdapat serapan energi laser oleh molekul gas etilen
yang ditunjukkan oleh adanya sinyal ternormalisir pada posisi tersebut.
buah Apel dilakukan. Posisi tersebut dapat saja bergeser, namun
pergeserannya tidak terlalu besar. Dari tabel 4.1, sinyal ternormalisir
untuk gas etilen 0,579 ppm pada garis laser 8733 sebesar 0,21 au. Nilai
sinyal ternormalisir inilah yang selanjutnya akan digunakan dalam
pengukuran konsentrasi gas etilen produksi sampel.
2. Konsentrasi Etilen dari Apel
Pada hari pertama, scan dari sampel buah Apel Malang belum
menunjukan adanya sinyal fotoakustik (tabel 4.3). Hal ini dapat
disebabkan oleh karena buah baru dikeluarkan dari kulkas beberapa jam
sebelum dilakukan pengukuran, sehingga buah masih dalam keadaan
dingin, belum berada pada suhu normal. Suhu buah yang dingin
menghambat produksi gas etilen sehingga konsentrasi etilen terlalu kecil
bahkan tidak ada untuk dideteksi oleh detektor. Buah Apel tersebut
kemudian disimpan dalam suhu kamar untuk digunakan keesokan
harinya.
Pada hari kedua , hasil scan dari sampel menunjukan adanya sinyal
fotoakustik (tabel 4.3). Dari kalibrasi yang telah dilakukan, pengukuran
konsentrasi gas etilen harus menggunakan posisi steppermotor yang
memiliki serapan gas etilen, yaitu pada garis laser 8733. Dari tabel 4.3
pada hari kedua, sinyal ternormalisir etilen yang dihasilkan buah apel
pada garis laser 8733 adalah 14,78 au dan dari tabel 4.1 sinyal
ternormalisir untuk etilen 0.579 ppm pada garis laser yang sama (8733)
𝐶𝑔𝑎𝑠𝐴 = 𝑆 𝑃 𝑔𝑎𝑠 𝐴 _𝑙 𝑆 𝑃 𝑔𝑎𝑠 𝐵 _𝑙 𝑥𝐶𝑔𝑎𝑠𝐵
dengan gas A adalah gas etilen yang diproduksi oleh buah Apel dan gas
B adalah gas etilen 0,579 ppm. Sehingga konsentrasi gas etilen produksi
buah Apel pada hari kedua adalah :
𝐶𝑒𝑡𝑖𝑙𝑒𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝐴𝑝𝑒𝑙 = 14,79 au
0,21 au 𝑥0,579 𝑝𝑝𝑚 = 40,77 𝑝𝑝𝑚
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk mengukur konsentrasi
gas etilen yang diproduksi oleh sampel pada hari berikutnya (ralat dan
konsentrasi rata-rata dihitung pada lampiran 2). Konsentrasi gas etilen
produksi buah Apel ketika dalam proses pematangan buah selama 4 hari
berturut-turut adalah seperti pada tabel 4.4 dan gambar 4.5 berikut :
Tabel 4.4 Konsentrasi etilen hasil produksi buah Apel Malang selama 4 hari dari tanggal 19 Mei 2014-23 Mei 2014.
Hari ke- Konsentrasi etilen
dari buah apel (ppm)
Pertama (tgl 19) 0 Kedua (tgl 20) 40,06 ± 0,45 Ketiga (tgl 21) 54,51 ± 0,72 Keempat (tgl 22) 59,26 ± 0,40
Gambar 4.5 Grafik konsentrasi gas etilen yang diproduksi oleh sampel buah Apel terhadap waktu.
Dari pengukuran konsentrasi gas etilen oleh buah Apel selama
beberapa hari menunjukkan bahwa dalam proses pematangan buah
produksi gas etilen mengalami peningkatan setiap harinya. Seperti yang
dijelaskan pada dasar teori, etilen diproduksi oleh buah selama masa
pematangan buah. Adanya peningkatan konsentrasi etilen yang
dihasilkan buah Apel menunjukan bahwa buah telah semakin matang.
Pada hari pertama, buah yang baru dikeluarkan dari kulkas tidak
menghasilkan etilen. Hal ini sesuai dengan teori karena suhu yang rendah
akan menekan produksi etilen dari buah sehingga konsentrasi etilen yang
dihasilkan sampel sangat kecil bahkan tidak ada untuk dapat diukur.
Dari grafik 4.5, peningkatan konsentrasi etilen yang dihasilkan oleh
sampel tidak linier atau peningkatan produksi etilen tidak sama setiap
harinya. Contohnya pada hari ketiga, produksi etilen meningkat sebesar
0 40,06 54,51 59,26 0 10 20 30 40 50 60 70 0 1 2 3 4 5 Ko ns entra si e ti le n (pp m ) Hari
ke-14,61 ppm (54,91 ppm - 40,30 ppm) dari hari kedua sedangkan pada hari
keempat produksi etilen meningkat sebesar 4,86 ppm (59,77 ppm - 54,91
ppm) dari hari ketiga. Hal ini menunjukan peningkatan produksi etilen
tersebut semakin berkurang dibandingkan hari sebelumnya.
Pengukuran konsentrasi etilen dari buah Apel menggunakan
Detektor Fotoakustik ini lebih sensitif dan akurat dibandingkan dengan
metode Gas Chromatography (GC). Pada pengukuran dengan GC, gas
etilen yang harus dikumpulkan terlebih dahulu selama beberapa waktu
agar konsentrasinya dapat terukur oleh GC. Padahal dengan
mengumpulkan gas etilen dapat mengubah kondisi sampel karena seperti
pada teori, buah yang berada dalam lingkungan dengan kandungan etilen
akan lebih cepat matang daripada buah yang disimpan pada udara
normal. Kondisi sampel yang berubah membuat nilai yang diukur
berubah. Hal ini menyebabkan GC menjadi kurang akurat untuk
mengukur konsentrasi etilen yang dihasilkan buah pada masa
pematangan.
Pada detektor fotoakustik, pengukuran bisa langsung dilakukan
pada saat itu juga tanpa harus mengumpulkan etilen terlebih dahulu.
Hasil pengukuran konsentrasi bisa langsung ditampilkan saat itu juga
secara online dari Personal Computer (PC) yang terhubung dengan
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi oleh buah Apel
menggunakan Detektor Fotoakustik dapat langsung dilakukan
tanpa harus melakukan pengumpulan etilen terlebih dahulu, karena
detektor fotoakustik dapat mengukur gas etilen dalam konsentrasi
yang kecil seperti dalam orde ppm (part per million).
2. Dalam proses pematangan, buah Apel menghasilkan gas etilen
yang konsentrasinya mengalami peningkatan setiap harinya.
Peningkatan konsentrasi etilen tersebut tidak linier/tidak sama
setiap harinya, melainkan semakin berkurang dibandingkan
peningkatan pada hari sebelumnya.
B. Saran
Untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran konsentrasi gas
etilen menggunakan detektor fotoakustik atau melakukan penelitian dalam
bidang sejenis dengan penelitian ini, penulis menyarankan untuk
memperhatikan suhu dari sampel, terutama jika sampel berupa
buah-buahan, juga memperhatikan faktor pengganggu lainnya seperti uap air,
dan CO2. Selain itu penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan melakukan
seminggu atau sepuluh hari berturut-turut untuk melihat pola perubahan
konsentrasi etilen yang diproduksi oleh buah apel. Penelitian lanjutan
dapat juga dilakukan dengan memvariasikan sampel dengan kondisi yang
DAFTAR PUSTAKA
Doubelin, Ernest. O. 1992. Sistem Pengukuran Aplikasi dan Perancangan
diterjemahkan oleh Ir. Edigom Aritonang, M.Sc., Ir. Suwarso, M.Sc., dan Drs.
Hasto. Jakarta. Erlangga
Santosa, I.E. 2008. Pengukuran Konsentrasi Gas Menggunakan Detektor
Fotoakustik. Yogyakarta. Laboratorium Analisi Kimia dan Fisika Pusat
Universitas Sanata Dharma.
Salisbury, Frank B. & Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3
diterjemahkan oleh Dr. Diah R Lukman & Ir. Sumaryono.Bandung. Penerbit ITB
Krane, K.S., 1992. Fisika Modern diterjemahkan oleh Hans J. Wospaktrik.
Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.
Beiser, Arthur. 1982. Konsep Fisika Modern edisi ketiga diterjemahkan oleh The
Houw Liong. Jakarta. Erlangga.
Laud, B.B, 1988. Laser dan Optika Nonlinear diterjemahkan oleh Sutanto.
Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.
Anggarini, F. Yeni. 2010. Aplikasi Detektor Fotakustik Pada Kromatografi Gas
Varian 3400 Untuk Menentukan Konsentrasi Etanol Hasil Ekstrasi Air Tape.
LAMPIRAN
I.
Pengenceran Gas.
II.
Perhitungan Ralat Konsentrasi Etilen
III.
Hasil Scan Gas Etilen 0,579 ppm
LAMPIRAN I
Pengenceran Gas Etilen
Pengenceran gas etilen dilakukan untuk mencegah habisnya daya laser
habis diserap oleh molekul gas. Pengenceran dilakukan dalam proses kalibrasi
yang ditunjukan oleh gambar 3.3 pada pembahasan. Perhitungan untuk
pengenceran gas menggunakan persamaan berikut :
𝐶𝑔𝑎𝑠 _𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝐶𝑔𝑎𝑠 _𝑎𝑤𝑎𝑙𝑥 𝑉𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 _𝑔𝑎𝑠 𝑉𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 _𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛
dengan :
𝐶𝑔𝑎𝑠 _𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = konsentrasi gas setelah diencerkan (ppm)
𝐶𝑔𝑎𝑠 _𝑎𝑤𝑎𝑙 = konsentrasi gas sebelum diencerkan (ppm)
𝑉𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 _𝑔𝑎𝑠 = kecepatan aliran gas yang akan diencerkan (ml/min)
𝑉𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 _𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = kecepatan aliran total (ml/min)
𝑉𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 _𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝑉𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 _𝑔𝑎𝑠 + 𝑉𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 _𝑔𝑎𝑠 _𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒 𝑟 𝑉𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 _𝑔𝑎𝑠 _𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟 = kecepatan aliran gas pengencer (ml/min)
Konsentrasi gas etilen dari tabung adalah 10 ppm. Kecepatan aliran gas
etilen adalah 1,5 ml/min dan kecepatan aliran udara sebagai gas pengencer adalah
24,4 sehingga kecepatan aliran campuran yang masuk ke sel fotoakustik adalah
25.9 ml/min. Dengan menggunakan persamaan diatas maka konsentrasi etilen
yang telah diencerkan dapat dihitung dengan cara :
𝐶𝑔𝑎𝑠 𝑒𝑡𝑖𝑙𝑒𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ 𝑑𝑖𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑘𝑎𝑛 =10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 1,5 𝑚𝑙/𝑚𝑖𝑛
LAMPIRAN II
Perhitungan Ralat Konsentrasi Etilen
Ralat didapatkan dengan mencari standar deviasi menggunakan persamaaan
berikut :
𝛿 = Σ(x −𝑥 )
2
𝑛(𝑛 − 1)
dengan : 𝛿 = standar deviasi
𝑥 = nilai data
𝑥 = nilai rata-rata keseluruhan data
𝑛 = jumlah data yang digunakan
Konsentrasi gas etilen pada hari kedua tanggal 20 untuk 3 kali scan secara
berturut-turut adalah 39,23 ppm, 40,77 ppm dan 40,18 ppm.
Tabel 1. Perhitungan ralat untuk konsentrasi gas etilen pada hari kedua (tanggal 20).
Scan ke- x 𝒙 𝐱 −𝒙 (𝐱 −𝒙 )𝟐 𝚺 𝒙 − 𝒙 𝟐
1 39,23 40,06 -0,83 0,68 1,20
2 40,77 40,06 0,71 0,50 1,20
3 40,18 40,06 0,12 0,01 1,20
Dengan menggunakan persamaan diatas maka ralat untuk konsentrasi gas
etilen produksi sampel pada tanggal 20 dapat dihitung dengan cara :
𝛿 = 3(3−1)1,20 =0,45
Konsentrasi gas etilen yang diproduksi sampel pada hari kedua yaitu 40, 06 ±
LAMPIRAN III
Hasil Scan Gas Etilen 0,579 ppm
Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran sinyal ternormalisir untuk
gas etilen 0,579 ppm yang dicampur dengan udara dan dialirkan dengan
kecepatan aliran 33,3 ml/min ke sel fotoakustik. Hasil pengukuran tampak pada
gambar 4.5. Hasil pengukuran gas etilen 0,579 ppm ditampilkan pada tabel
berikut:
StepPos Power Cell Normalisir
8400 0,12207 0 0 8401 0,24414 0 0 8402 0,24414 0 0 8403 0,12207 0 0 8404 0,12207 0 0 8405 0,12207 0 0 8406 0,24414 0 0 8407 0,12207 0 0 8408 0,24414 0 0 8409 0,12207 0 0 8410 0,12207 0 0 8411 0,24414 0 0 8412 0,12207 0 0 8413 0,24414 0 0 8414 0,12207 0 0 8415 0,24414 0 8416 0,12207 0 0 8417 0,12207 0 0 8418 0,24414 0 0 8419 0,24414 0 0 8420 0,12207 0 0 8421 0,12207 0 0 8422 0,12207 0 0 8423 0,24414 0 0 8424 0,12207 0 0
8425 0,24414 0 0 8426 0,12207 0 0 8427 0,24414 0 0 8428 0,12207 0 0 8429 0,12207 0 0 8430 0,24414 0 0 8431 0,12207 0 0 8432 0,24414 0 0 8433 0,12207 0 0 8434 0,12207 0 0 8435 0,12207 0 0 8436 0,12207 0 0 8437 0,12207 0 0 8438 0,24414 0 0 8439 0,12207 0 0 8440 0,12207 0 0 8441 0,12207 0 0 8442 0,24414 0 0 8443 0,12207 0 0 8444 0,12207 0 0 8445 0,24414 0 0 8446 0,12207 0 0 8447 0,12207 0 0 8448 0,24414 0 0 8449 0,12207 0 0 8450 0,12207 0 0 8451 0,12207 0 0 8452 0,24414 0 0 8453 0,24414 0 0 8454 0,24414 0 0 8455 0,12207 0 0 8456 0,12207 0 0 8457 0,24414 0 0 8458 0,12207 0 0 8459 0,24414 0 0 8460 0,12207 0 0 8461 0,24414 0 0 8462 0,24414 0 0 8463 0,24414 0 0 8464 0,24414 0 0
8465 0,12207 0 0 8466 0,12207 0 0 8467 0,12207 0 0 8468 0,12207 0 0 8469 0,12207 0 0 8470 0,24414 0 0 8471 0,24414 0 0 8472 0,12207 0 0 8473 0,12207 0 0 8474 0,12207 0 0 8475 0,24414 0 0 8476 0,12207 0 0 8477 0,24414 0 0 8478 0,24414 0 0 8479 0,12207 0 0 8480 0,24414 0 0 8481 0,12207 0 0 8482 0,12207 0 0 8483 0,12207 0 0 8484 0,12207 0 0 8485 0,12207 0 0 8486 0,12207 0 0 8487 0,24414 0 0 8488 0,24414 0 0 8489 0,12207 0 0 8490 0,12207 0 0 8491 0,12207 0 0 8492 0,12207 0 0 8493 0,12207 0 0 8494 0,24414 0 0 8495 0,12207 0 0 8496 0,12207 0 0 8497s 0,12207 0 0 8498 0,12207 0 0 8499 0,24414 0 0 8500 0,12207 0 0 8501 0,24414 0 0 8502 0,24414 0 0 8503 0,12207 0 0 8504 0,24414 0 0
8505 0,24414 0 0 8506 0,24414 0 0 8507 0,12207 0 0 8508 0,24414 0 0 8509 0,12207 0 0 8510 0,24414 0 0 8511 0,12207 0 0 8512 0,12207 0 0 8513 0,12207 0 0 8514 0,24414 0 0 8515 0,12207 0 0 8516 0,12207 0 0 8517 0,12207 0 0 8518 0,12207 0 0 8519 0,24414 0 0 8520 0,12207 0 0 8521 0,24414 0 0 8522 0,12207 0 0 8523 0,12207 0 0 8524 0,24414 0 0 8525 0,12207 0 0 8526 0,12207 0 0 8527 0,12207 0 0 8528 0,12207 0 0 8529 0,12207 0 0 8530 0,24414 0 0 8531 0,24414 0 0 8532 0,24414 0 0 8533 0,24414 0 0 8534 0,12207 0 0 8535 0,24414 0 0 8536 0,12207 0 0 8537 0,24414 0 0 8538 0,36621 0 0 8539 0,36621 0 0 8540 0,36621 0 0 8541 0,48828 0 0 8542 0,61035 0 0 8543 0,48828 0 0 8544 0,61035 0 0
8545 0,61035 0 0 8546 0,61035 0 0 8547 0,73242 0 0 8548 0,73242 0 0 8549 0,85449 0 0 8550 0,97656 0 0 8551 1,09863 0 0 8552 1,09863 0 0 8553 1,09863 0 0 8554 1,2207 0 0 8555 1,09863 0 0 8556 1,09863 0 0 8557 1,09863 0 0 8558 1,2207 0 0 8559 0,85449 0 0 8560 0,85449 0 0 8561 0,85449 0 0 8562 0,73242 0 0 8563 0,61035 0 0 8564 0,36621 0 0 8565 0,24414 0 0 8566 0,12207 0 0 8567 0,12207 0 0 8568 0,12207 0 0 8569 0,12207 0 0 8570 0,24414 0 0 8571 0,12207 0 0 8572 0,24414 0 0 8573 0,24414 0 0 8574 0,24414 0 0 8575 0,12207 0 0 8576 0,12207 0 0 8577 0,24414 0 0 8578 0,12207 0 0 8579 0,12207 0 0 8580 0,24414 0 0 8581 0,24414 0 0 8582 0,12207 0 0 8583 0,24414 0 0 8584 0,12207 0 0
8585 0,24414 0 0 8586 0,24414 0 0 8587 0,24414 0 0 8588 0,12207 0 0 8589 0,24414 0 0 8590 0,24414 0 0 8591 0,24414 0 0 8592 0,24414 0 0 8593 0,24414 0 0 8594 0,24414 0 0 8595 0,12207 0 0 8596 0,12207 0 0 8597 0,12207 0 0 8598 0,12207 0 0 8599 0,24414 0 0 8600 0,24414 0 0 8601 0,12207 0 0 8602 0,24414 0 0 8603 0,24414 0 0 8604 0,12207 0 0 8605 0,24414 0 0 8606 0,12207 0 0 8607 0,24414 0 0 8608 0,24414 0 0 8609 0,24414 0 0 8610 0,24414 0 0 8611 0,12207 0 0 8612 0,12207 0 0 8613 0,12207 0 0 8614 0,12207 0 0 8615 0,12207 0 0 8616 0,24414 0 0 8617 0,36621 0 0 8618 0,36621 0 0 8619 0,36621 0 0 8620 0,48828 0 0 8621 0,36621 0 0 8622 0,36621 0 0 8623 0,48828 0 0 8624 0,48828 0 0