• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai Pendidikan

Nilai adalah gambaran tentang yang indah menarik, yang mempesona yang menakjubkan yang membuat kita senang, bahagia dan merupakan sesuatu yang menjadikan seseorang atau suatu kelompok ingin memilikinya.Nilai dapat juga sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.

Mengenai pengertian nilai banyak ahli yang menyatakan tentang apa pengertian nilai itu. Seperti yang dikatakan oleh Frankell (dalam http://dilihatya.com/1434/pengertian-nilai-menurut-para-ahli) nilai adalah ide atau konsep tentang apa yang dipikirkan orang atau yang dianggap penting oleh seseorang .

Pengertian nilai menurut Djahiri ( 1999, dalam Pramudya Yoga Ariyanto, http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/09/), ia menyatakan nilai adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat atau jiwa, yang tersurat dan tersirat dalam fakta. Sehingga bermakna secara fungsional. Disini nilai difungsikan mengendalikan, mengarahkan dan menentukan tingkah laku seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku.

Pada dasarnya nilai mempunyai pengertian yang sangat luas, sehingga uraiannya dalam beragam makna. Nilai bisa diartikan dalam makna benar dan salah, baik dan buruk, berat dan ringan, jauh dan dekat, manfaat dan berguna, indah dan jelek, dan lain sebagainya. Seseorang akan merasa bahagia bila melakukan kebaikan dan begitupun sebaliknya orang akan sedih jika melakukan

(2)

11 hal yang buruk, seseorang kan merasa bermakna apabila apa yang dia kerjakan akan memperoleh apresiasi orang. Seseorang akan merasa bermakna jika dia telah dapat mewujudkan kebaikan tertinggi dalam hidupnya. Orang akan senantiasa mengarahkan matanya, pikirannya dan karyanya pada sesuatu yang indah dan nyaman, bukan sesuatu yang tidak indah dan nyaman untuk dilihat dan dinikmati. Oleh karena itu, istilah nilai selalu dikaitkan dengan kualitas benda maupun perilaku dalam berbagai realitas.dan hal ini perwujudan dari watak hakiki manusia.

Menurut Ki Hajar dewantoro (Bapak pendidikan Indonesia) pendidikan adalah yaitu tutunan didalam hidup tumbuhnya anak - anak, adapun maksudnya, pendidikan adalah penuntun segala kodrat yang ada pada anak – anak. agar sebagai manusia mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan (http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli).

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang atau usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik (KBBI.web.id)

Sedangkan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk memujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spriritual, keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan adalah proses pembelajaran yang didapat oleh setiap manusia (peserta didik) untuk membuat manusia itu mengerti, paham dan lebih dewasa serta membuat manusia berfikir kritis. Pendidikan bisa diperoleh baik secara formal maupun non formal. Pendidikan formal diraih diperoleh dengan mengikuti program – program yang sudah dirancang dan terstruktur oleh instansi pemerintah atau kementrian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal

(3)

12 adalah pengetahuan yang didapat manusia (peserta didik) secara langsung baik melalui penglihatan maupun pengalaman-pengalaman sehari-hari daik dari

dirinya sendiri maupun orang lain ( R.A Gerungan,

http://mediaedukasiku.blogspot.com/2011/10/pengertian-pendidikan.html). Muhmidayeli (2011:65) dalam konteks pendidikan Islam, ada beberapa istilah yang digunakan untuk makna pendidikan yaitu, tarbiyah yang akar katanya rabba, ta’dîb yang akar katanya addaba, dan ta’lim yang akar katanya allama. Kendatipun ketiga istilah itu menunjukan pada pendekatan orientasi yang berbeda – beda, namun ungkapannya sering ditemukan dikalangan pemikir muslim. Tarbiyah menurut Raghib isfahani dalam kitab Mu’jam mufrodat al-faazh (dalam, Muhmidayeli, 2011:65) menyebutkan bahwa istilah ini berkonotasi pada aktifitas manusia mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu secara berangsur-angsur setahap demi setahap sampai pada terminal yang sempurna. Istilah ta’dîb lebih berkonotasi pada pembentukan sikap mental manusia yang lebih erat kaitannya dengan pembinaan moral dan lebih berorientasi pada pengembangan dan peningkatan martabat manusia. Sedangkan ta’lim diarahkan pada proses pemberian ilmu pengetahuan, dari yang tidak mengetahui, maka dengan aktivitas ta’lim itu dapat menjadikannya mengetahui. Jadi dapat disimpulkan pendidikan secara keseluruhan adalah proses pembelajaran dan perubahan manusia melalui pendidikan formal maupun non formal, untuk menjadi manusia yang bermoral dan beretika.

Nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya (Dian, griyawardani.wordpress.com/2011/05/19/nilai-nilai-pendidikan/).

(4)

13 2. Macam-macam Nilai Pendidikan

Adapun macam-macam nilai pendidikan adalah sebagai berikut: a) Nilai Pendidikan Religius

Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan (Rosyadi, dalam Amalia, 2010). Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Sebagai contoh nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya seni dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam seni bersifat individual dan personal.

b) Nilai Pendidikan Moral

Kata moral berasal dari bahasa latin yaitu mos (jamak: mores) dan yang berarti kebiasaan atau adat. Dalam bahasa inggris dan dalam banyak bahasa lainnya, termasuk Indonesia, kata mores masih dipakai dalam istilah yang sama. Moral dapat dimaknai sebagai pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, perbuatan seseorang tidak bermoral. Hal itu dimaksudkan bahwa perbuatan orang tersebut melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat ( Ahmad Susanto, http://fipumj.ac.id/ ) .

c) Nilai Pendidikan Sosial

Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial brupa

(5)

14 sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai pendidikan sosial yang ada dalam karya seni dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan . Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya.

d) Nilai Pendidikan Budaya

Nilai-nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat.

3. Internalisasi Nilai Pendidikan

Internalisasi menurut kamus besar bahasa indonesia adalah, internalisasi dapat diartikan sabagai penghayatan, falsafah negara secara mendalam berlangsung lewat penyuluhan, penataran dan sebagainya. Penghayatan dalam suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sifat dan perilaku (http://kbbi.web.id/internalisasi).

Internalisasi nilai pendidikan adalah bentuk penghayatan terhadap nilai-nilai yang bersifat mendidik seperti nilai-nilai religius, nilai-nilai moral, nilai-nilai sosial dan nilai budaya. Dan dengan penuh kesadaran dan keyakinan akan kebenaran nilai pendidikan dan diwujudkan dalam bentuk sifat dan perilaku.

(6)

15 B. Budaya

1. Pengertian Budaya

Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu budhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikianlah kebudayaan itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal” (Rohiman Notowidagdo, 2000:24). Dalam bukunya P.J zoetmulder yang dikutip oleh Koentjoroningrat (1982:80, dalam Rohiman Notowidagdo, 2000:24) ada sarjana lain yang mengupas kata budaya itu sebagai perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti daya dari kata budi. Karena itu mereka membedakan budaya dan kebudayaan. Budaya itu daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan itu sebagai hasil cipta, karsa dan rasa itu. Dalam kata antropologi budaya, tidak diadakan perbedaan arti antara budaya dan kebudayaan disini kata budaya dipakai untuk kata singkatnya saja, untuk menyingkat kata antropologi kebudayaan.

Adapun kata culture (bahasa inggris) yang mempunyai arti sama dengan kebudayaan, yang berasal dari kata latin colere yang berarti, mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah, atau bertani. Dari arti ini berkembang menjadi kata culture, sebagai daya dn aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Rohiman Notowidagdo, 2000:24).

Menurut Edgar H. Schein (dalam Moh. Pabundu Tika, 2012:3) budaya adalah sebuah asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentusebagai pembelajaran untuk mengatasi suatu masalah adaptasi eksternal dan integrasi internalyang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan atau diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait masalah-masalah tersebut.

Kebudayaan menurut Koentjoroningrat adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dari hasil belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Rohiman Notowidagdo, 2000:26).

(7)

16 Djojodigoeno (1958, (Rohiman Notowidagdo, 2000:26-27) menyatakan bahwa budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa.

Cipta : kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia berbagai hal yang ada didalam pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa ilmu pengetahuan.

Karsa : kerinduan manusia untuk menginsafi tantang hal sangkan paran. Dari mana sebelum manusia lahir (=sangkan) dan kemana manusia sesudah mati (=paran). Hasilnya berupa norma-norma keagamaan, kepercayaan. Timbulah bermacam-macam agama, karena kesimpulan manusia pun beramacam-macam pula.

Rohiman Notowidagdo (2000:27-28) dari beberapa definisi tentang budaya, menyatakan bahwa hasil-hasil budaya manusia itu dapat dibagi menjadi dua macam yaitu kebudayaan jasmaniyah dan kebudayaan rohaniah. Kebudayaan jasmaniah (kebudayaan fisik) yang meliputi benda-bend ciptaan manusia, misalnya alat-alat kelengkapan. Untuk kebudayaan rohaniyah (nonmaterial) yaitu semua hasil ciptaan manusia yang tidak bisa dilihat dan diraba seperti: religi, ilmu pengetahuan, bahasa, seni. Selain itu buday tidak diwariskan secara generatif (biologis) melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar. Kebudayaan itu diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat, akan sukarlah bagi manusia untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia, baik secara individual, maupun masyarakat, dapat mempertahankan kehidupannya. Jadi kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia. Dan hampir semua tindakan manusia adalah kebudyaan, karena yang tidak perlu dibiasakan dengan cara belajar, misalnya tindakan atas dasar naluri (insting), gerak reflek.

(8)

17 2. Proses Pembentukan Budaya

Pada dasarnya saat manusia diciptakan, manusia telah dilengkapi dengan empat fitrah (dorongan) yang menjadi potensi pengembangan budaya (suranto-antasura.blogspot.com). dari keempat dorongan itu manusia mampu menciptakan budaya sebagai pengejawantahan dari cipta, rasa, dan karsa. Dorongan-dorongan itu ialah:

a. Dorongan naluri (hidayah fitriyah). Sejak dilahirkan manusia sudah menampakkan gejala-gejala bahwa dia adalah makhluk yang berbudaya, antara lain terlihat ketika lapar dan haus, ia mengeluarkan tangisan dan pada saya disusui ibunya dia dapat menghisap air susu tersebut tanpa ada yang mengajarinya. Gejala yang disebut juga dengan instinc inilah yang mendasari pembentukan budaya, meskipun dalam bentuk prima. Potensi yang dimiliki manusia secara natural ini juga dimiliki oleh binatang dan tumbuhan.

b. Dorongan inderawi (hidayah hissiyah). Selain naluri manusia juga diberi kemampuan menerima rangsangan dari luar seperti panas dan dingin, bunyi-bunyian, pemandangan yang indah, bau-bauan, manis dan asin dengan perantara panca indra yaitu: alat peraba, pendengar, pencium, penglihat dan perasa. Berbagai budaya yang berbentuk bunyi-bunyian, pemandangan yang indah, peralatan dan sebagainya adalah hasil dari tiruan manusia dari hasil apa yang dapat ditangkap oleh panca inderanya, dengan potensi ini manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya, melindunginya dari budaya yang mengancam, memenuhi kebutuhan hidupnya, makan, minum dan memenuhi kepuasan dirinya. Disamping itu potensi ini juga terdapat pada bintang tapi tidak pada tumbuhan.

c. Dorongan akal (hidayah ‘aqliyah). Gejala-gejala lahir yang ditangkap oleh panca inderanya kadang-kadang menyimpang dari realitas yang sebenarnya, seperti halnya jalan karena api yang sebenarnya sejajar, tetapi pada jarak tertentu terlihat bertemu di satu titik, dan tongkat yang sebenarnya lurus, apabila dicelupkan ke dalam air tampak

(9)

18 membengkok. Penyimpangan seperti itu tentu harus dikontrol dengan kemampuan akal, agar gejala-gejala sebenarnya dapat diketahui. Dengan potensi berfikir daya khayalnya, manusia mampu melakukan apreseasi (apperception), dan menyalurkan apresiasinya itu melalui cipta, rasa, dan karsa. Dengankemampuan ini manusia mampu membuat alat-alat yang berguna mempermudah keperluan hidupnya, dari hal yang sederhana sampai ke yang canggih, dalam hal ini orang barat juga disebut sebagai the tool making animal (makhluk pembuat alat). Makin tinggi daya kreasi manusia, makin canggih pula bentuk kreasi budaya-budaya materialnya.

d. Dorongan religi (hidayah dinniyah). Karena daya pikiran manusia tidak dapat menjangkau apa yang ada dibalik alam maya pada, maka perlu disambungkan dengan bimbingan sang pencipta melalui utusannya (rasul). . Dengan bimbingan ini manusia dapat mengetahui apa yang semestinya dilakukan, sehingga budaya yang diciptakan dapat berguna baik bagi dirinya, makhluk sesamanya, ataupun makhluk-akhluk yang lain. Menurut sifatnya, manusia adalah makhluk berberagama, atau disebut dengan istilah homo-relegiosi16. Dengan berpedoman pada agama, manusia dapat memperhalus budinya, sehingga ia bisa menjelaskan tugasnya sebagai Master of the World khalifahtullah di muka bumi ini.

Berdasarkan potensi yang ada pada manusia tersebut, pembentukan budaya dapat dibagi menjadi empat fase: 1) Fase Instinctive. Fase di mana dorongan pembentukan budaya itu semata-mata timbul dari naluri, 2) Fase Inderawi. Fase pembentukan budaya yang didorong oleh hasil penginderaan manusia pada alam sekitar, 3) fase Akal. Fase di mana manusia membentuk budayanya dengan jalan menggunakan kekuatan pikirannya serta imajinasinya, sehingga mampu menciptakan budaya, 4) Fase Religi. Bimbingan wahyu, intuisi atau bisikan yang dirasakan datangnya dari Maha Pencipta, sehingga memberikan dorongan-dorongan bagi manusia untuk melengkapi hasil budayanya dengan nilai-nilai keagamaan.

(10)

19 3. Wujud dan Unsur-unsur Budaya

a. Wujud Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (dalam, Rohiman Notowidagdo, 2000:31) wujud kebudayaan ada tiga macam:

1) Wujud kebudayaan sebagai ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2) Wujud kebudayaan sebagai wujud kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan. Sifat abstrak tidak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. Sekarang kebudayaan ideal ini banyak tersimpan dalam arsip kartu komputer, pita komputer dansebagainya. Ide-ide dan gagasan manusia banyak hidup di masyarakat dan memberi jiwa kepada masyarakat. Gagasan-gagasan tersebut tidak terlepas antara satu sama lain semuanya berkaitan menjadi satu sistem dan disebut sistem budaya atau cultural system yang dalam bahasa indonesia disebut adat istiadat.

Wujud kedua adalah yang disebut dengan sistem sosial atau social system, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berintegrasi satu dengan yang lainnya dari waktu kewaktu, yang selalu menurut pola tertentu. Sistem sosial ini berbentuk konkret sehingga bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan.

Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu yang meliputi hasil fisik karya manusia dimasyarakat. Sifatnya kongkret berupa benda-benda yang bisa diraba, difoto dan dilihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut diatas dalam kehidupan masyarakat tidak lepas satu sama lain.

(11)

20 Antropologi membagi tiap-tiap kebudayaan kedalam beberapa unsur besar, yang disebut culture universal. Istilah universal itu menunjukan bahwa unsur-unsur yang bersifat universal, artinya ada dan didapatkan didalam semua kebudayaan dari semua banggsa dimanapun didunia.

Menurut Rohiman Notowidagdo (2000:33) ada tujuh unsur yang disebut cultural universal yang didapatkan pada semua bangsa.

1. Bahasa (lisan maupun tertulis)

2. Sistem teknologi (peralatan dan perlengkapan hidup manusia) 3. Sistem mata pencarian (mata pencarian hidup dan sistem ekonomi) 4. Organisasi sosial (sistem kemasyarakatan)

5. Sistem pengetahuan

6. Kesenian (seni rupa, seni sastra, seni suara dan sebagainya) 7. Religi.

Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan teruarai diatas, yaitu wujudnya yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Dengan demikian misalnya sistem ekonomi mempunyai wujudnya sebagai konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat istiadat, yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi juga mempunyai wujudnya yang berupa tindakan-tindakan dan interaksi yang berpola antara produsen, tengkulak, pedagang, ahli transport, pengecer dengan konsumen, dan kecuali dalam sistem itu dalam ekonomiterdapat juga unsur-unsurnya yang berupa peralatan-peralatan, komoditi dan benda-benda ekonomi. Demikian juga dengan sistem religi juga mempunyai wujudnya sebagai sistem keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka, surga, dan sebagainya, tetapi juga mempunyai wujudnya berupa upacara-upacara, bak yang berupa musiman ataupun yang kadangkala, dan kecuali itu sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda-benda-benda religius. Contoh adalah unsur universal kesenian yang berwujud gagasan-gagasan, ciptaan-ciptaan pikiran, cerita-cerita dan syair-syair yang indah. Namun kesenian juga dapat berwujud tindakan-tindakan

(12)

21 interaksi berpola antara seniman pencipta, seniman penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar, penonton, dan konsumen hasil kesenian; tetapi itu semua kesenian juga dapat berupa benda indah, berupa candi, kain tenun, benda-benda kerajinan dan sebagainya (Koentjaranigrat, 1990:204).

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan lelang dilakukan oleh kantor lelang negara setelah diadakan konsultasi dengan pihak penyidik atau penuntut umum setempat atau hakim yang bersangkutan

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang ada, yaitu untuk mengetahui manfaat SMS Banking dalam transaksi keuangan

Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

Berdasarkan beberapa manfaat yang dapat dihasilkan dari tanaman aren dan telah di kelola dan diolah oleh masyarakat sekitar hutan, maka penelitian ini bermaksud

Demikian juga pada umur 16 bulan perlakuan pupuk kandang 2 kg dan bokashi 2 kg tidak berbeda nyata terhadap persentase tumbuh tanaman, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda

Untuk adonan dengan penambahan -amilase dan glukoamilase 25 U/g tepung masih dihasilkan adonan yang agak kasar sama dengan roti yang terbuat dari pasta ubi jalar ungu

Hubungan Profitabiltas dengan Pengungkapan Sosial dan Lingkungan Hubungan antara kinerja keuangan suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial menurut

Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya terjadi