4
2.1.
Tinjauan Pustaka
Penelitian pada tanah gambut yang distabilisasikan dengan bahan kimia sudah
banyak dilakukan, penelitan terdiri dari berbagai macam jenis campuran dan
berbagai jenis uji seperti CBR,
direct shear,
konsolidasi dan lain lain.
Penelitian Nugroho, F. E (2014) melakukan penelitian pada tanah gambut Rawa
Pening dengan menggunakan campuran gypsum sintetis dan garam dapur dengan
campuran variatif dengan uji konsolidasi. Penilitian ini menggunakan campuran
garam sebesar 2%, 4%, dan 6% sedangkan untuk campuran gypsum sintetis
sebesar 10%, 15%, dan 20%. Penilitan ini menghasilkan nilai Cv sebesar dua kali
lipat dari nilai Cv semula.
Penelitian Prasetyo Gunawan (2014) melakukan penelitian pada tanah gambut
Rawa Pening dengan menggunakan campuran gypsum sintetis dan garam dapur
dengan campuran variatif dengan uji
Direct Shear
. Penilitian ini menggunakan
campuran garam sebesar 2%, 4%, dan 6% sedangkan untuk campuran gypsum
sintetis sebesar 10%, 15%, dan 20%. Penilitan ini menghasilkan nilai c (kohesi)
maksimum sebesar 0,6155 kg/cm
2sedangkan untuk parameter didapat φ (sudut
geser) sebesar 52,24
o.
Penelitian Rakhman, Y. A (2002) melakukan penelitian pada tanah gambut Rawa
Pening dengan menggunakan campuran gypsum sintetis dan semen dengan
campuran variatif dengan uji CBR. Penelitian ini menggunakan 5% semen
portland
dengan
gypsum sintetis
dengan variasi yaitu 5%, 10%, dan 15% dari
berat tanah kering tanah. Penelitian ini menghasilkan nilai CBR secara
keseluruhan naik dari 2,78% menjadi 8,17%.
Penelitian Nugroho, Untoro (2008) melakukan penilitian pada tanah gambut Rawa
Pening dengan menggunakan campuran gypsum sintetis dan semen dengan
campuran variatif dengan uji CBR. Penelitian ini menggunakan 5% semen
portland
dengan
gypsum sintetis
dengan variasi yaitu 5%, 10%, dan 15% dari
berat tanah kering tanah. Penelitian ini dapat meningkatkan nilai CBR sebesar tiga
kali lipat dari nilai CBR tanah asli.
Penelitian Nugroho, S. A (2012) melakukan penilitian pada tanah gambut Riau
dengan menggunakan campuran tanah non organik dan semen dengan uji CBR.
Penelitian ini menggunakan semen 5%, 7.5%, dan 10% dari berat kering dan
dengan campuran dengan tanah non organikdengan variasi yaitu 70:30, 60:40, dan
50:50. Penelitian ini dapat meningkatkan nilai CBR.
Pada penelitian Nugroho, F. E (2014) dan Prasetyo Gunawan (2014) telah
dilakukan pengujian kadar air yang didapat nilai sebesar 279.70 %, kadar abu (a)
28.38 %, dan kandungan organik (o) 71.62%. Dari data diatas maka tanah gambut
di Rawa Pening dapat digolongkan ke dalam tanah gambut berdasar ASTM D
2216-92 untuk kadar air dan ASTM D 2974-87 untuk kadar abu dan kadar
organik .Selain itu juga didapat nilai berat isi tanah sebesar 0.980 gram/cm3, nilai
specific gravity
sebesar 1.67 dan juga kandungan serat sebesar 39,272 %.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas dapat dijadikan acuan untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai tanah gambut. Pada penelitian kali ini akan
dilakukan penelitian tanah gambut yang distabilisai dengan gypsum sintetis dan
garam dapur dimana akan dilakukan uji coba
triaxial uu.
2.2.
Landasan Teori
2.2.1
Tanah Gambut
Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah yang
mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Gambut mempunyai
angka pori yang sangat tinggi dan sangat kompresibel (Dunn dkk., 1980).
Tanah yang akan dipakai dalam konstruksi bangunan seperti tanggul, bendungan
tanah atau dasar tanah jalan harus dipadatkan demi memperoleh daya dukung
tanah yang diinginkan. Gambut dapat ditemui di pegunungan, dataran tinggi dan
rendah. Gambut terbentuk pada kondisi iklim yang berbeda-beda: tropis, sedang
dan dingin.
Definisi tanah gambut berdasarkan ASTM D4427-92 (2002) adalah tanah yang
memiliki kandungan organik tinggi yang terjadi atas dekomposisi material
tumbuhan dan dibedakan dari material tanah organik lainnya dari kandungan
abunya, <25% abu dari berat keringnya. ASTM D4427-92 (2002)
mengklasifikasikan tanah gambut berdasarkan kandungan serat, kandungan abu
(ASTM D2974), tingkat keasaman (ASTM D2976), dan tingkat absorbsinya
(ASTM D2980). Sedangkan ASTM D5715-00 mengklasifikasikan tanah gambut
berdasarkan tingkat humifikasinya.
Klasifikasi tanah gambut berdasarkan kandungan seratnya, yaitu:
1.
Fibric
, yaitu tanah gambut dengan kadar serat > 67%,
2.
Hemic
, yaitu tanah gambut dengan kadar serat antara 33% dan 67%,dan
3.
Sapric
, yaitu tanah gambut dengan kadar serat < 33%.
Serat adalah material penyusun tanah gambut yang merupakan senyawa C,
dapat berupa dalam bentuk lignin atau selulosa. Sedangkan klasifikasi tanah
gambut berdasarkan kandungan abunya, yaitu:
1.
Low ash
, yaitu tanah gambut dengan kadar abu < 5%,
2.
Medium ash
, yaitu tanah gambut dengan kadar abu antara 5% dan15%,
dan
3.
High ash
, yaitu tanah gambut dengan kadar abu > 15%.
Sedangkan klasifikasi tanah gambut berdasarkan tingkat asamnya, yaitu:
1.
Highly acidic
, yaitu tanah gambut dengan pH < 4.5,
2.
Moderately acidic
, yaitu tanah gambut dengan pH antara 4.5-5.5,
3.
Slightly acidic
, yaitu tanah gambut dengan pH antara 5.5-7, dan
4.
Basic,
yaitu tanah gambut dengan pH
≥
7.
Sedangkan klasifikasi tanah gambut berdasarkan tingkat absorbsinya, yaitu:
1.
Extremely absorbent,
yaitu tanah gambut yang dapat menampung air
>1500%,
2.
Highly absorbent
, yaitu tanah gambut yang dapat menampung air
800%-1500%,
3.
Moderately absorbent
, yaitu tanah gambut yang dapat menampung
air300-800%, dan
4.
Slightly absorbent
, yaitu tanah gambut yang dapat menampung air <300%.
Berdasarkan tingkat humifikasinya pernah diklasifikasikan oleh Von Post.
Tingkat humifikasi yang dimaksud disini adalah seberapa besar tingkat kebusukan
gambut, dapat dilihat pada kadar amorf atau kadar seratnya. Gambut yang belum
membusuk berwarna jernih dan tak ada material amorf, sedangkan gambut yang
telah membusuk sebaliknya. Secara lebih detail dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Klasifikasi tanah gambut menurut ASTM D 4427 (1997)
No.
BATASAN
A.
Kadar Abu
1.
Low Ash
< 5%
2.
Medium Ash
5% - 15%
3.
High Ash
> 15 %
B.
Kadar Serat
1.
Fabric
(Gambut mentah)
> 67%
2.
Hemic
(Gambut Matang sedang)
33% - 67%
3.
Saptic
(Gambut Matang)
< 33%
C.
Daya serap terhadap air
1.
Kecil
< 300%
2.
Moderat (sedang)
300 – 800%
3.
Tinggi
800-1500%
Menurut Mac. Farlane dan Radfort (1959) mengklasifikasikan tanah gambut
menjadi 2 yaitu :
1.
Fibrous Peat
(gambut berserat) yang mempunyai kandungan serat 20%
atau lebih. Jenis gambut ini mempunyai dua jenis pori yaitu pori antar
serat dan pori yang ada dalam serat.
2.
Amorphous Granular Peat
yang mempunyai kandungan serat < 20%.
Jenisgambut ini sebagian besar air porinya terserap di sekeliling
permukaan butiran tanah gambut.
Sebagai acuan atau perbandingan digunakan hasil penelitian Yunan Arif Rahman
pada tahun 2002 yang menyatakan bahwa tanah gambut Rawa Pening termasuk
jenis
fibrous peat
dengan kadar kering udara 21,83%,
specific gravity
1,72, batas
cair 104,37%, indeks plastisitas 0%, kadar bahan organik 62,27%, kadar serat
62,12% dan kadar abu 37,73%.
2.2.2
Bahan Tambah
a.
Gypsum Sintetis
Gypsum
Sintetis (CaSO4.2H2O) merupakan fraksi dari
hydrated lime
(kapurhidrasi) yaitu
calcium sulfat dehydrate
yang merupakan reaksi
penggaraman dan penguapan (Prayitno, 1997).
Komposisi kimia bahan gipsum adalah:
1.
Calcium (Ca) : 23,28 %
2.
Hidrogen (H) : 2,34 %
3.
Calcium Oksida (CaO) : 32,57 %
4.
Air (H2O) : 20,93 %
5.
Sulfur (S) : 18,62 %
Pembagian gypsum dikelompokan menjadi dua sesuai dengan pemanfaatannya:
1.
Gypsum mentah : gypsum dari tambang dilakukan proses peremukan,
2.
Gypsum hasil kalsinasi. : Prosesnya gypsum hasil penambangan dilakukan
peremukan, kemudian dikalsinasi pd temperatur 97
οC menghasilkan
gypsum hemi hidrat (stucco/plaster paris) : CaSO4. 0,5 H2 O.
pada temp 170
oCberubah menjadi ß hemihidrat.
CaSO4.2H2O ----> CaSO4 0,5 H2O + 1,5 H2 O
(2.1)
pada temperatur 200
οC akan terbentuk plaster anhidrous kalsium sulfat,
bersifat kurang plastis, keras dan kuat.
CaSO4 2H2O ---> CaSO4 + H2O`
(2.2)
Pada temp. 500
oC dihasilkan insoluble anhidrit atau dead burning gypsum.
Bila ditambah accelerator akan dihasilkan plaster.
CaSO5 2 H2O ---> CaO + SO3 + 2 H2O
(2.3)
Pada temp 900
oC dihasilkan masa sangat padat, keras, ketahanan tinggi.
Gypsum
Sintetis memiliki reaksi sebagai berikut :
CaO + H2SO4 CaSO4 + H2O CaSO.2H2O (butiran)
(2.4)
(Kalsium oksida) + (Asam sulfat) (Kalsium sulfat) + air
Gypsum Sintetis
Cambell, dkk (1985) mengatakan bahwa
Gypsum Sintetis
(CaSO4.2H2O) sangat
berguna sebagai bahan industri karena :
a)
Mempunyai sifat mudah larut dalam hidrasi air ketika dipanaskan.
b)
Ketika air ditambahkan akan kembali pada hidrat semula, mengumpulkan
dan memperkeras hasil
gypsum
.
Dua fenomena tersebut adalah dehidrasi dan rehidrasi adalah teknologi dasar
gypsum.
Dehidrasi :
CaSO4.2H2O panas CaSO4 + 2H2O
Rehidrasi :
CaSO4 + 2H2O CaSO4.2H2O + panas
Ditambahkan lagi bahwa
Calsium Sulfat Dihydrate
(CaSO4.2H2O) adalah material
awal sebelum dehidrasi dan produk akhir setelah rehidrasi. Pembuatan
gypsum
sintetis
sendiri dapat dilakukan dengan cara mengolah batu kapur (kapur tohor)
dicampur dengan asam sulfat atau kapur dicampur dengan air accu (H2SO4).
Dalam keadaan murni
gypsum
sintetis
berwarna putih salju.
Gypsum
sintetis dan
gypsum
alami memiliki rumus kimia yang sama yaitu
CaSO
4.2H
2O. Tetapi keduanya memiliki perbedaan komposisi penyusun.
Berikut ini merupakan tabel 2.2 perbedaan antara gypsum sintetis dan gypsum
alami:
Tabel 2.2 Perbedaan Gypsum Sintetis dan Gypsum Alami
Komponen
unit
Gypsum Alami Gypsum Sintetis
Mineral
Present
Air
%
0,38
5,5
CaSO
4.2H
2O
%
87
99,6
Insoluble Residue
%
13
0,4
Kalsium
%
24,5
24,3
Sulfur
%
16,1
18,5
Nitrogen
ppm
-
970
Posfor
ppm
30
< 1
Kalium
ppm
3600
< 74
Magnesium
ppm
26900
200
Boron
ppm
99
13
Tembaga
ppm
< 0,6
< 0,38
Besi
ppm
3800
150
Mangan
ppm
225
0,62
Molybdenum
ppm
< 0,6
3.2
Nikel
ppm
< 0,6
< 3
Zinc
ppm
8,7
1,2
Sumber: Chen & Warren, 2011
Tabel 2.2 menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai antara tiap parameter,
seperti pada nilai
Mineral Present
yang meliputi kadai air, CaSO4.2H2O,
Insoluble Residue
. Parameter kadar air pada
gypsum
sintetis bernilai 0,38%
sedangkan pada
gypsum
biasa bernilai 5,5. Kadar CaSO4.2H2O pada
gypsum
sintetis bernilai 87, sedangkan pada
gypsum
biasa bernilai 99,6. Nilai
Insoluble
Residue
pada
gypsum
sintetis bernilai 13, sedangkan pada
gypsum
biasa bernilai
0,4.
b.
Garam dapur (NaCl)
NaCl (
Natrium chlorida
) dalam ilmu kimia merupakan komponen utama dari
garam dapur. Struktur NaCl meliputi anion di tengah dan kation menempati pada
rongga
octahedral.
Larutan garam merupakan suatu elektrolit, yang mempunyai
gerakan dipermukaan yang lebih besar dari gerakan pada air murni sehingga bisa
menurunkan air dan larutan ini menembah gaya kohesi antar partikel sehingga
ikatan partikel menjadi lebih rapat, selain itu larutan ini bisa memudahkan
didalam memadatkan tanah. Dalam bentuk kering garam berbentuk kristal
mengisi ruang pori di antara butir-butir tanah. Penggunaan garam yang optimum
berkisar antara 1,5% - 2%.
Larutan garam dapur (NaCl) dapat menambah gaya kohesi antar partikel tanah
sehingga ikatan partikel menjadi lebih rapat (Bowles,1984).
Garam terbentuk dari berbagai reaksi kimia seperti berikut :
HCl (Asam klorida) + NH3 (Amoniak) NH4Cl (Amonium klorida)
(2.5)
Ca2+ (Calsium) + Cl- (Klorida) CaCl2 (Calsium klorida)
(2.6)
Na+ (Natrium) + Cl- (Klorida) NaCl (Natrium klorida)
(2.7)
Larutan garam dapur (NaCl) dapat memudahkan dalam pekerjaan pemadatan
tanah. Garam mempunyai sifat yang sama dengan bahan stabilisasi yang
menggunakan zat kimia lainnya dan keuntungan yang didapat dari penggunaan
garam dapur (NaCl) adalah menaikkan kepadatan dan menambah kekuatan tanah.
2.2.3
Pengujian Pemadatan Modifikasi (Modified Proctor Test)
Tanah yang akan dipakai dalam konstruksi bangunan seperti tanggul, bendungan
tanah atau dasar tanah jalan harus dipadatkan demi memperoleh daya dukung
tanah yang diinginkan.
Pemadatan tanah merupakan suatu proses mekanis dimana udara dalam pori tanah
dikeluarkan. Adapun proses tersebut dilakukan pada tanah yang digunakan
sebagai bahan timbunan. Tujuan dari pemadatan adalah :
a.
Mempertinggi kekuatan tanah.
b.
Memperkecil pengaruh air pada tanah.
d.
Kepadatan tanah itu mulai dari berat isi kering tanah ( dry density ) dan
tergantung pada kadar air tanahnya ( water content ). Pada derajat kepadatan
tinggi berarti :
Berat isi maksimum.
Kadar air tanahnya ( w ) optimum.
Angka porinya ( e ) minimum
2.2.4
Pengujian kuat geser tanah dengan Triaksial Test Undrained
Unconsolidated
Pengujian triaksial dilakukan menggunakan benda uji tanah dengan diameter
kira-kira 3,81 cm (1,5 inchi) dan tinggi 7,62 cm (3 inchi), atau perbandingan antara
diameter dan tinggi benda uji sekitar 1 banding 2. Benda uji dimasukkan dalam
selubung karet tipis dan diletakkan ke dalam tabung kaca atau plastik. Ruang di
dalam tabung diisi dengan air atau gliserin. Benda uji mendapat tegangan sel /
tegangan keliling (σ3), dengan jalan penerapan tekanan pada cairan di dalam
tabung kaca atau plastiknya. Alat pengujian dihubungkan dengan pengatur
drainasi ke dalam maupun ke luar dari benda uji. Untuk menghasilkan kegagalan
geser pada benda ujinya, gaya aksial dikerjakan melalui bagian atas benda ujinya.
Pemberian beban aksial ini dapat dilakukan dengan 2 cara:
a)
Dengan
memberikan
beban
mati
yang
berangsur-angsur
ditambah
(penambahan setiap saat sama) sampai benda uji runtuh (deformasi arah aksial
akibat pembebanan ini diukur dengan menggunakan arloji ukur /
dial gauge
).
b)
Dengan memberikan deformasi arah aksial (vertikal) dengan kecepatan
deformasi yang tetap dengan bantuan gigi-gig mesin atau pembebanan hidrolis.
Cara ini disebut juga sebagai uji regangan-terkendali.
Uji trikasial UU adalah uji kompresi triaksial dimana tidak diperkenankan
perubahan kadar air dalam contoh tanah. Sampel tidak dikonsolidasikan dan air
pori tidak teralir saat pemberian tegangan geser. Tujuan dari uji triaksial UU
adalah mengetahui kekuatan geser tanah yaitu c (kohesi) φ ( sudut geser dalam).
Tegangan
1 disebut tegangan utama mayor (major principal stress
), tegangan
3disebut tegangan utama minor (
minor principal stress
). Tegangan utama tengah
(
intermediate principal stress
)
2=
3, merupakan tegangan keliling atautegangan sel (
confining stress
). Karena tinjauannya hanya dua dimensi, tegangan
2sering tidak diperhitungkan. Tegangan yang terjadi dari selisih
1dan
3 atau(
1 -
3) disebut tegangan deviator (deviator stress
) atau beda tegangan (
stress
difference
). Regangan aksial diukur selama penerapan tegangan deviatornya.
Penambahan regangan ini akan mengakibatkan bertambahnya luas penampang
melintang benda ujinya. Untuk itu, koreksi penampang benda uji dalam
menghitung tegangan deviator harus dilakukan. Jika penampang benda uji awal
A0, makapenampang benda uji (
A
) pada regangan tertentu selama pengujian dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
𝐴 = 𝐴o
1−∆𝑉 𝑉𝑜
1−∆𝐿𝐿𝑜