• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN BIOSURFAKTAN ASAL BAKTERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN BIOSURFAKTAN ASAL BAKTERI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN BIOSURFAKTAN ASAL BAKTERI Pseudomonas sp MEDIA LIMBAH MINYAK GORENG TERHADAP KADAR (COD) DAN

(BOD) PADA BIOREMEDIASI LIMBAH CAIR RUMAH POTONG AYAM (RPA) TRADISIONAL MALANG

EFFECT OF USING BIOSURFACTANTS FROM PSEUDOMONAS SP COOKING OIL WASTE MEDIA TOWARD THE LEVELS OF (COD) AND (BOD) IN THE LIQUID

WASTE BIOREMEDIATION OF TRADITIONAL POULTRY SLAUGHTERHOUSE IN MALANG

Maulana Inamul Hasan*, Masdiana C. Padaga, Herawati

Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya *ihsandvm@gmail.com

ABSTRAK

Rumah potong ayam (RPA) selain mendukung sektor perekonomian juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan jika limbah yang dihasilkan tidak diproses dengan baik. Penanganan suatu limbah diperlukan bahan surfaktan yang dapat berupa surfaktan sintetis maupun yang berasal dari mahkluk hidup yang disebut dengan biosurfaktan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biosurfaktan asal Pseudomonas sp yang ditumbuhkan di media limbah minyak goreng terhadap kadar biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) pada bioremediasi limbah cair RPA tradisional. Biosurfaktan diproduksi menggunakan media limbah minyak goreng dengan variasi konsentrasi (0%, 10%, 20%, 30% dan 40%) dan variasi waktu inkubasi (24 jam, 48 jam dan 72 jam) dan di uji kualitasnya menggunakan uji drops collaps dan uji emulsifikasi. Biosurfaktan terbaik diuji kemampuannya dalam menurunkan kadar COD dan BOD limbah cair RPA dengan variasi konsentrasi (0%, 10%, 20% dan 30%) dan variasi waktu inkubasi (24 jam dan 48 jam). Hasil penelitian menunjukkan, limbah minyak goreng dapat menjadi media tumbuh bakteri Pseudomonas sp untuk memproduksi biosurfaktan. Variasi konsentrasi dan waktu inkubasi menunjukan perbedaan yang signifikan pada uji kualitas biosurfaktan dan uji efektifitas limbah cair RPA. Biosurfaktan terbaik terdapat pada konsentrasi limbah minyak goreng 30% dan lama inkubasi 48 jam dengan nilai emulsifikasi sebesar 0,603 dan mampu menurunkan tegangan permukaan selama 1 detik. Biosurfaktan dengan konsentrasi 30% lama inkubasi 48 jam mampu menurunkan kadar COD paling baik, dengan nilai 415,77 mg/L dari kontrol 737,80 mg/L dan kadar BOD sebesar 323,65 mg/L dari kontrol 561,62 mg/L.

Kata kunci : biosurfaktan, limbah minyak goreng, Pseudomonas sp, biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD)

ABSTRACT

Poultry Slaughterhouse has supported the growth of economic sector yet also have negative impacts on the environment if the waste generated is not processed properly. In terms of handling waste a material called surfactants is required. These surfactans can be synthetic surfactant or derived from living things called biosurfactants. Previous research reported that poultry slaughterhouse wastewater contains bacteria Pseudomonas sp which is potential as producers of biosurfactants. This study aimed to determine the potential of biosurfactants from Pseudomonas sp were grown in cooking oil waste media and its influence on the levels of biological oxygen demand (BOD) and chemical oxygen demand (COD) in wastewater bioremediation of traditional poultry slaughterhouse. Biosurfactants produced using waste cooking oil media with various concentration (0%, 10%, 20%, 30% and 40%) and variation of the incubation time (24h, 48h and 72h) then it was continued by biosurfactant quality test using the drops collapse test and emulsification test. The best quality of biosurfactant were tested for its ability to reduce levels of COD and BOD in poultry slaughterhouse waste with variation concentration of 0%, 10%, 20%, 30% and 40% and incubation

(2)

time 24h and 48h. The results showed that the cooking oil waste can be used as growth medium of Pseudomonas sp for biosurfactants production. Variation concentration and incubation time showed a significant difference in quality and effectiveness of biosurfactant to treat the poultry slaughterhouse wastewater. Biosurfactant from Pseudomonas sp with the best results was yielded from 30% cooking oil waste and 48h incubation time had emulsification value of 0.603 and able to lower the surface tension for 1 sec. The biosurfactant was able to reduce levels of COD from 737.80 mg/L (control) to 415.77 mg/L and BOD levels from 561.62 mg/L (control) to 323.65 mg/L.

Keywords : biosurfactants, waste cooking oil, Pseudomonas sp, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD)

PENDAHULUAN

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun rumah tangga yang lebih dikenal sebagai sampah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Pertumbuhan industri berbanding lurus dengan produksi limbah yang dikeluarkan dan mengakibatkan permasalahan yang kompleks yaitu pencemaran lingkungan (Widjajanti, 2007).

Rumah Potong Ayam (RPA) merupakan salah satu industri di bidang peternakan yang bergerak dalam fungsi pemotongan ayam hidup dan mengolah menjadi karkas yang siap konsumsi. Dalam proses produksinya, RPA menghasilkan dua macam limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa limbah bulu, viscera ayam dan lain sebagainya sedangkan limbah cair berasal dari darah ayam, proses pencelupan, pencucian karkas dan peralatan produksi (Singgih dan Kariana, 2008). Limbah cair RPA mengandung biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), total suspended solid (TSS), minyak dan lemak yang tinggi dengan komposisi berupa zat organik. Pembuangan limbah cair (efluen) yang mengandung nutrien tinggi ke perairan akan menimbulkan eutrofikasi dan mengancam ekosistem aquatik. Limbah padat RPA tradisional relatif lebih mudah ditangani, sedangkan limbah cair masih belum tertangani dengan baik, karena pengelolaan limbah cair masih menggunakan deterjen/surfaktan sintetis, yang dapat menimbulkan masalah berupa penimbunan limbah baru yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan (Munir, 2006).

Hasil penelitian Ahmad A dkk (2011) menunjukkan bahwa penggunaan surfaktan sintetis dalam penanganan limbah cair memiliki beberapa kekurangan seperti harga

yang mahal, tidak mudah didegradasi dan beberapa bersifat toksik sehingga ada kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan akibat penggunaan senyawa ini. Untuk mencegah hal tersebut, maka diperlukan cara agar komposisi padatan organik tersuspensi dapat dikurangi, salah satunya adalah menggunakan biosurfaktan. Biosurfaktan merupakan senyawa surfaktan yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan antar cairan yang berbeda. Kerja dari biosurfaktan yang berasal dari mikroorganisme disebut dengan bioremediasi. Bioremediasi adalah proses perbaikan dan pemulihan kondisi lingkungan yang telah rusak dengan bantuan mikroorganisme penghasil surfaktan (Kholiq, 2012). Menurut Riupassa (2012), limbah cair RPA memiliki kandungan mikroba dengan genus Pseudomonas sp yang berpotensi sebagai penghasil biosurfaktan.

Limbah minyak goreng merupakan limbah yang jumlahnya sangat banyak, tetapi belum dimanfaatkan dengan baik. Limbah minyak goreng dapat menjadi minimum media pertumbuhan bakteri karena memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri. Dalam penelitian Fatimah (2007), menyatakan substrat minyak dapat menjadi media pertumbuhan bakteri untuk proses bioremediasi pada lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biosurfaktan asal Pseudomonas sp yang ditumbuhkan pada media limbah minyak goreng dan mengetahui pengaruhnya terhadap kadar COD dan BOD pada bioremediasi limbah cair RPA tradisional.

(3)

3 MATERI METODA

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan adalah glass breaker, tabung reaksi, tabung erlenmeyer, cawan petri, objek glass, vortex, micropipette, spektrofotometer, inkubator, autoklaf, Laminar Air Flow (LAF) Nuaire Class II, timbangan, sentrifus, inkubator shaker. Bahan yang diperlukan adalah Pepton HIMEDIA REF RM 001-500G, Tryptone Soya Agar (TSA) OXOID CM0131, Nutrient Broth (NB) HIMEDIA REF RM 002-500G, pewarna Gram berupa kristal violet, lugol, alkohol dan safranin, laktosa, glukosa, tryptone, larutan buffer, n-hexadekan, minyak murni dan limbah minyak goreng rumah tangga.

Prosedur Penelitian Isolasi bakteri

Isolat yang digunakan berasal dari isolat Riupassa (2012) dengan kode D42 yang mendekati genus Pseudomonas sp, selanjutnya dilakukan pembuatan kultur murni dengan cara ditanamkan pada media TSA secara duplo dan satu buah kontrol, diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 30oC, untuk uji selanjutnya. selanjutnya dibuat kurva baku pertumbuhan yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan optimal suatu bakteri. Kurva pertumbuhan dilakukan dengan mengukur nilai OD bakteri, yang ditanam pada media NB menggunakan spektrofotometer selama 4 jam pertama dan setiap 2 jam berikutnya sampai 48 jam. Pembuatan TPC dilakukan dengan mengkultur bakteri Pseudomonas sp di media TSA dan di inkubasi selama 24 jam sampai 48 jam, untuk mengetahui akhir dari fase log dan awal dari fase stasioner pada bakteri tersebut. Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan jumlah bakteri yang dibutuhkan di minimum media limbah minyak goreng.

Produksi biosurfaktan

Isolat bakteri ditanam pada minimum media limbah minyak goreng, Minimum media dibuat dalam 5 kategori dosis. Kategori pertama sebagai kontrol negatif berisi aquades 100%, Perlakuan 1 terdiri dari 10% limbah minyak goreng dan 90% aquades, perlakuan 2, 20% limbah minyak goreng dan 80%

aquades, perlakuan 3, 30% limbah minyak goreng dan 70% aquades dan perlakuan 4 dengan 40% limbah minyak goreng dan 60% aquades. Masing-masing kelompok perlakuan dilakukan secara duplo kemudian diinkubasi menggunakan inkubator shaker 120 rpm dengan suhu 300. Sampel diamati dengan variabel waktu 24, 48 dan 72 jam. Selanjutnya dilakukan pembuatan supernatan, menggunakan mesin sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm dan suhu 4oC untuk keperluan uji kualitas biosurfaktan.

Pengukuran kualitas biosurfaktan

Pengukuran kualitas biosurfaktan dilakukan dengan menggunakan dua uji yaitu Uji Emulsifikasi dan Uji Drop Collaps. Uji Aktifitas emulsi dilakukan menggunakan metode Fatimah (2007) dalam penelitiannya, yakni dengan menambahkan 7,2 ml (90%) supernatan dengan 0,8 ml (10%) hidrokarbon uji (n-hexadekan). Selanjutnya divortek selama 1 menit, kemudian diukur kestabilan emulsinya dengan mengukur nilai optical density (OD) campuran sebelum dan setelah inkubasi pada suhu 300 selama 2 jam, dengan panjang gelombang 610 nm. Kontrol negatif adalah aquades sedangkan blankonya adalah minimum media. Uji drop collaps menggunakan metode Suganya (2013) yakni dengan meneteskan 1 tetes (±25µl) supernatan kultur bakteri pada minimum media minyak di atas permukaan minyak murni pada wadah datar seperti cawan petri. Pengukuran dengan menghitung waktu tetesan supernatan mampu memecah lemak minyak pada satuan detik. Uji kadar Chemical Oxygen Demand

Pengukuran COD menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) 06-6989.2-2004 adalah dengan metode refluks tertutup secara spektofotometri, metode ini digunakan untuk pengujian kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dalam air dan air limbah dengan reduksi Cr2O7

2-

secara spektrofotometri pada kisaran nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L pada panjang gelombang 600 nm. Jika nilai KOK lebih kecil 100 mg/L pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 420 nm. Metode ini digunakan untuk contoh uji air dan air limbah namun tidak berlaku bagi air

(4)

4 limbah yang mengandung ion klorida yang lebih besar dari 2000 mg/L. Prosedur pengukuran kadar COD dengan melakukan beberapa tahapan yakni persiapan bahan dan peralatan, persiapan dan pengawetan contoh uji, persiapan pengujian untuk melakukan pembuatan kurva kalibrasi pengukuran sampel dan perhitungan sampel, dimana nilai akhir sebagai mg/L O2.

Uji kadar Biologycal Oxygen Demand

Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) 6989.72:2009 pengukuran kadar BOD digunakan untuk menentukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk mengoksidasi bahan organik karbon dalam contoh uji air limbah, efluen atau zat air yang tercemar. Pengujian dilakukan pada suhu 20oC selama 5 hari. Prinsip Uji BOD yakni sejumlah contoh uji ditambahkan larutan nutrisi dan bibit mikroba, kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu 20oC selama 5 hari. Nilai BOD dihitung berdasarkan selisih konsentrasi oksigen terlarut 0 (nol) hari dan 5 (lima) hari.

Bahan kontrol standart dalam uji BOD, menggunakan larutan glukosa-asam glutamat. Analisa data

Semua data yang diperoleh ditabulasi dengan menggunakan Microsoft Office Excel yang kemudian dianalisis menggunakan SPSS 16,0 for Windows dengan analisis ragam ANOVA. Apabila terdapat perbedaan nyata uji dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan α = 0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Pseudomonas sp

Isolat Pseudomonas sp dengan D42 dilakukan uji verifikasi yang meliputi uji pewarnaan Gram, katalase, oksidase, fermentatif, motilitas, spora, laktosa, sukrosa dan glukosa. Karakteristik morfologi dilihat dari warna, bentuk dan tepi dari koloni yang terbentuk sedangkan karakteristik morfologi bakteri dilihat dari penataan dan Gram dari bakteri tersebut (Barrow, 1993). Hasil dari uji verifikasi isolat dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1 Hasil verifikasi isolat (Riupassa, 2012) kode D42.

Variabel yang diamati Hasil

Warna Kuning

Bentuk Bulat

Tepi Rata

Bentuk koloni Coccobasil

Gram Negatif (-) Spora Negatif (-) Motilitas Positif (+) Aerobik Positif (+) Katalase Positif (+) Oksidase Positif (+) O/F Fermentatif Indol Negatif (-) MR-VP Positif (+) TSIA Positif (+) BAP Positif (+)

(5)

5 Isolat yang telah dilakukan uji verfikasi selanjutnya dilakukan penghitungan kurva pertumbuhan untuk menghitung nilai absorbansi, dengan menghitung panjang gelombang dan total plate count (TPC). Pengujian verifikasi bakteri isolat D42 yang ditanam pada media TSA memiliki morfologi koloni berwarna kuning, bentuk koloni bulat maupun tidak beraturan, tepian koloni rata dan tidak rata, berbentuk coccobacil dan bersifat Gram negative (Gambar 1.1). Menurut Cowen and Steel (2003), koloni bakteri Pseudomonas sp memiliki ciri morfologi koloni berwarna kuning, tepian koloni rata, bentuk koloni bulat, berbentuk coccobacil dan Gram negatif. Penghitungan kurva pertumbuhan juga dilakukan untuk menentukan jumlah dosis yang digunakan

untuk uji selanjutnya. Hasil yang didapat dari penghitungan kurva pertumbuhan adalah pada jam ke-24 dengan nilai OD sebesar 0,975 dan TPC sebanyak 1,03x1010 CFU/ml.

Kualitas Biosurfaktan Asal Pseudomonas Sp Pada Media Tumbuh Media Limbah Minyak Goreng

Pengujian kualitas biosurfaktan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan biosurfaktan pada media limbah minyak goreng. Parameter yang diamati adalah nilai emulsifikasi dan drop collaps. Hasil dari uji emulsifikasi dan drop collaps setelah dianalisa secara statistik (p<0,05) menunjukkan perbedaan yang signifikan pada beberapa perlakuan (Tabel 1.2).

Tabel 2 Rata – rata kadar COD limbah cair hasil bioremediasi biosurfaktan pada berbagai konsentrasi Konsentrasi Waktu 24 48 72 A B A B A B 10% 0,03cd ± 0,44 65h ± 7,07 -0,384b ± 0,39 19,5bcd ± 3,53 -0,66ab ± 0,28 18cd ± 1,41 20% 0,05cd ± 0,42 49g ± 4,24 0,349de ± 0,13 7abc ± 1,41 -0,91a ± 0,13 6abc ± 0 30% -0,19bc ± 0,43 39,5ef ± 7,07 0,603e ± 0,11 1a ± 0 0,32de ± 0,24 4,5ab ± 4,94 40% 0,37de ± 0,16 26,5de ± 2,12 0,342de ± 0,15 1,5a ± 0,70 0,105cde ± 0,30 2a ± 1,41 10% 0,03cd ± 0,44 65h ± 7,07 -0,384b ± 0,39 19,5bcd ± 3,53 -0,66ab ± 0,28 18cd ± 1,41 *Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan (p>0,05)

Perbedaan konsentrasi limbah minyak goreng pada media dan lama inkubasi memberikan pengaruh yang berbeda pada hasil uji kualitas biosurfaktan (Tabel 1.2). Berdasarkan hasil uji biosurfaktan pada media limbah minyak goreng dengan konsentrasi 30% dan lama inkubasi selama 48 jam memberikan hasil yang paling baik pada uji emulsifikasi dengan nilai paling besar yakni 0.603±0.1180 dan pada uji drop collaps dengan kemampuan menurunkan tegangan sebesar 1 detik. Terlihat pada Tabel 1.2 bahwa perbedaan konsentrasi dan lama inkubasi mempengaruhi secara signifikan terhadap hasil yang diberikan.

Willumsen, et al. (2008) dalam penelitiannya tentang aktifitas emulsi biosurfaktan melaporkan bahwa biosurfaktan yang baik salah satunya dilihat dari nilai emulsifikasi yang besar. Diperkuat oleh penelitian Fatimah (2007) tentang

biosurfaktan, salah satu parameter kualitas dari biosurfaktan dapat dilihat dari kemampuannya dalam menurunkan tegangan permukaan dan menurut Youssef, et al (2004) bahwa hasil uji kualitas biosurfaktan dengan metode drop collaps dilihat dari kemampuan senyawa biosurfaktan dalam memecah atau menurunkan tegangan permukaan, selama kurang dari 1 menit dan hasil uji drop collaps dengan waktu diatas 1 menit, menunjukkan kualitas yang buruk dan belum bisa digunakan dalam proses bioremediasi.

Prinsip dasar uji emulsifikasi adalah perbandingan tinggi minyak yang teremulsi dalam air dengan campuran minyak dan air. Campuran minyak dan air yang dikocok dengan kecepatan tinggi akan mengakibatkan kedua zat cair menyatu. Namun, adanya perbedaan polaritas akan mengakibatkan campuran air dan minyak memisah setelah

(6)

6 dibiarkan hingga stabil. Biosurfaktan yang diberikan akan mencegah terjadinya

pemisahan tersebut dan akan menghasilkan lapisan minyak teremulsi. Emulsi yang terjadi pada permukaan cairan dapat terjadi karena kemampuan senyawa surfaktan untuk menggabungkan senyawa polar (cairan media nutrient broth) dan senyawa non polar (n-heksan) (Willumsen, et al., 2008).

Kemampuan biosurfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan karena sifat dasar surfaktan yang memiliki sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki sifat polar (gugus hidrofilik) yang dapat dengan mudah larut dalam air dan sifat non polar (gugus hidrofobik) yang mudah larut dalam

minyak. Kedua sifat tersebut berfungsi untuk menyatukan kedua zat berbeda seperti air dan minyak serta menurunkan tegangan permukaannya (Anandaraj, et al., 2010). Efektivitas Biosurfaktan terhadap kadar Chemical Oxygen Demand (COD)

Jumlah oksigen yang diperlukan limbah tersebut disebut dengan chemical oxygen demand (COD) (Nurhasanah, 2009). Hasil uji bakteri Pseudomonas sp terhadap kemampuan menurunkan COD setelah dianalisa secara statistik (p>0,05) menunjukkan perbedaan yang signifikan pada masing-masing perlakuan (Tabel 1.3).

Tabel 3 Rata – rata kadar COD limbah cair hasil bioremediasi biosurfaktan pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi Waktu inkubasi

24 jam 48 jam

0% 746,50g ± 2,04 737,30g ± 1,80

10% 714,27f ± 3,63 668,30e ± 4,09

20% 626,70d ± 3,44 597,10c ± 4,32

30% 469,47b ± 4,61 415,77a ± 2,04

*Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan (p>0,05) Perbedaan konsentrasi biosurfaktan

serta lama waktu inkubasi pada proses bioremediasi, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar COD limbah cair RPA (Tabel 1.3). Berdasarkan hasil uji COD seperti yang terlihat pada Tabel 1.3 menunjukkan bahwa, biosurfaktan dengan konsentrasi 30% yang diinkubasi selama 48 jam memiliki kemampuan menurunkan kadar COD paling baik yaitu dari kadar kontrol 48 jam yang awalnya 737.30±1.80 mg/L menjadi 415.77±2.04 mg/L. Selain konsentrasi, perbedaan lama waktu inkubasi bakteri Pseudomonas sp juga mempengaruhi kemampuan biosurfaktan tersebut dalam menurunkan kadar COD. Terlihat pada Tabel 1.3 bahwa, konsentrasi biosurfaktan 30% dengan lama waktu inkubasi 48 jam memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menurunkan kadar COD jika dibandingkan dengan inkubasi selama 24 jam. Kadar COD hasil bioremediasi biosurfaktan konsentrasi 30% dengan lama waktu inkubasi 48 adalah 415.77±2.04 mg/L sedangkan hasil inkubasi selama 24 jam saja

kadar COD sebesar 469.47±4.61 mg/L. Pada tingkat konsentrasi 20%, 10% serta kontrol juga memberikan hasil yang sama, biosurfaktan yang diinkubasi 48 jam mampu menurunkan kadar COD lebih banyak dibandingkan dengan waktu inkubasi 24 jam. Kadar COD pada limbah rumah potong ayam belum memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh Kep.51/MENKLH/10 (1995) yakni, minimum kadar COD pada suatu limbah sebesar 200 mg/L.

Semakin tinggi konsentrasi biosurfaktan, akan menghasilkan lebih banyak oksigen untuk proses remediasi limbah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Klosowska, et al. (2012), konsentrasi biosurfaktan dan jumlah bakteri yang terkandung di dalamnya adalah berbanding lurus. Biosurfaktan merupakan senyawa aktif berupa surfaktan yang dihasilkan oleh metabolisme mikroba berupa produk ekstraseluler, banyaknya biosurfaktan yang dihasilkan tergantung dari jumlah mikroba penghasil biosurfaktan tersebut (Nugroho, 2006; Jennings dan Tanner, 2000; Anandaraj et al., 2010).

(7)

7 Setiap perlakuan baik konsentrasi maupun perbedaan lama waktu inkubasi memberikan hasil yang berbeda nyata (p>0,05) karena hal tersebut mempengaruhi jumlah bakteri Pseudomonas sp yang terkandung dalam biosurfaktan. Pada proses remediasi, limbah memerlukan oksigen untuk pemecahan secara kimiawi. Agen penghasil oksigen untuk remediasi limbah disebut sebagai aerator yang biasanya dapat berupa mikroba dalam limbah atau lingkungan sekitar limbah. Pada penelitian ini, bakteri Pseudomonas sp dalam biosurfaktan mampu berperan sebagai aerator dan mengurangi kebutuhan oksigen terhadap lingkungan sehingga mampu menurunkan tingkat kebutuhan oksigen terhadap lingkungan (kadar COD). Akhirruliawati dan Amal (2005) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa pada sistem penguraian limbah organik secara aerobik, diperlukan aerator sebagai penyuplai udara atau oksigen ke dalam limbah cair yang dapat berasal dari bakteri yang tumbuh pada limbah tersebut.

Efektivitas Biosurfaktan terhadap kadar Biologycal Oxygen Demand (COD)

Ketika dibuang ke ekosistem perairan, limbah RPA dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam tingkat biological oxygen demand (BOD) dan nutrisi yang dapat mempengaruhi karakteristik biologis. Hasil dari pengukuran BOD pengaruh pemberian biosurfaktaan asal Pseudomonas sp dengan berbagai konsentrasi dan lama inkubasi terdapat pada Tabel 1.4

Tabel 4 Rata – rata kadar BOD limbah cair hasil bioremediasi biosurfaktan pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi Waktu inkubasi

24 jam 48 jam

0% 541,84g ± 3,13 561,62h ± 2,05

10% 520,26f ± 1,68 505,00e ± 2,25

20% 455,77 d ± 2,04 420,17c ± 2,68

30% 381,69b ± 2,47 323,65a ± 1,64

*Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan (p>0,05) Berdasarkan Tabel 1.4 menunjukkan

bahwa hasil pengukuran kadar BOD menurut SNI 06-6989.2-2004 dan analisis statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan pada setiap perlakuan. Penurunan kadar BOD paling signifikan terjadi pada pemberian biosurfaktan konsentrasi 30% dengan lama inkubasi 48 jam yaitu kadar awal kontrol sebesar 561.62 mg/L menjadi 323.65 mg/L. Berdasarkan hasil (Tabel 1.4) perbedaan jumlah konsentrasi dan lama inkubasi berpengaruh terhadap kemampuan biosurfaktan dalam menurunkan kadar BOD, pada lama inkubasi 48 jam dan jumlah konsentrasi 30% mampu menurunkan kadar BOD yang lebih tinggi, dengan kadar sebesar 323.65 mg/L daripada lama inkubasi 48 jam dan jumlah konsentrasi 20% dengan kadar 420.17 mg/L. Seperti halnya pengujian kadar COD, hasil pengujian kadar BOD juga memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi dan lama waktu inkubasi biosurfaktan asal Pseudomonas sp akan

semakin besar pula potensinya dalam menurunkan kadar BOD. Kadar BOD pada limbah rumah potong ayam belum memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh Kep.51/MENKLH/10 (1995) yakni minimum kadar COD pada suatu limbah cair suatu industri sebesar 150 mg/L

Limbah cair rumah potong ayam, memiliki kandungan polutan kimia dan biologi yang sangat berbahaya. Menurut Sheppard dan Mulligan (2007) polutan berbahaya yang ada pada limbah dapat dilihat melalui kadar COD atau BOD pada limbah tersebut. Magaji and Chup (2012) menambahkan bahwa tingginya kadar COD mengindikasikan banyaknya oksidan berbahaya pada limbah tersebut. Koech, et al. (2012) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kadar BOD pada RPA adalah sebesar 80.90 mg/L dan COD 609.3 mg/L. Tingginya kadar COD dan BOD pada rumah potong ayam tradisional akibat dari pengolahan limbah yang kurang baik. Beberapa rumah

(8)

8 potong ayam tradisional di Malang tidak melakukan pengolahan limbah dengan baik. Pengolahan limbah yang tidak baik akan menyebabkan banyaknya polutan berbahaya pada lingkungan. Koech, et al. (2012) menyatakan bahwa limbah yang dibuang langsung tanpa melalui proses pengolahan dengan sistim bioremediasi dapat menyebabkan peningkatan kadar COD dan BOD yang cukup signifikan.

KESIMPULAN

Limbah minyak goreng dapat menjadi media tumbuh bakteri Pseudomonas sp untuk menghasilkan biosurfaktan Biosurfaktan kualitas yang paling baik dengan nilai emulsifikasi 0,603 dan nilai drop collaps sebesar 1 detik, dihasilkan pada media limbah minyak goreng dengan konsentrasi 30% dan lama inkubasi 48 jam. Pemberian biosurfaktan sebanyak 30% dan lama inkubasi 48 jam mampu menurunkan kadar COD dan BOD limbah cair RPA paling baik yaitu nilai COD sebesar 415,77 mg/L dibandingkan kontrol sebesar 737,30 mg/L dan nilai BOD sebesar 323,65 mg/L dibandingkan kontrol sebesar 561,62 mg/L.

SARAN

Disarankan agar melakukan uji kuantitas biosurfaktan yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas sp.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada direktorat jendral pendidikan dikti (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Terimakasih kepada drh. Masdiana C.Padaga, M.App.Sc, Dr. Herawati, MP, Dyah Kinasih Wuragil, S.Si., MP., M.Sc serta staf Laboratorium Sentral Ilmu Hayati (LSIH) Universitas Brawijaya, Laboratorium Bio-Sains Universitas Brawijaya, Laboratorium KESMAVET Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijayaatas dukungan dan bantuan selama penelitian ini.

DAFTAR REFRENSI

Akhirruliawati M. S. dan S. Amal. 2005. Pengolahan Limbah Cair Pati Secara

Aerob Menggunakan Mikroba Degra Simba. Universitas Diponegoro, Semarang

Anandaraj, B and P. Thivakaran. 2010.

Isolation and Production of

Biosurfactant producing Organism From Oil Spilled Soil. Journal

Bioscient Technology, vol 1 (3),

2010 : 120-126.

Anonim. 2012. SNI 06-6989.2.2004 : Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) Dengan Refluks Tertutup Secara Spektofotometri. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Anonim. 2012. SNI 6989.72:2009 : Cara Uji

Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biological Oxygen Demand). Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Barrow and Feltham. 1993. Manual for

Identification of Medical Bacteria. 3rd Edn. Cambridge University Press, Cambridge. London

Cowen and Steel. 2003. Manual for the

Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press. Cambridge. New York

Fatimah. 2007. Uji Produksi Biosurfaktan

Oleh Pseudomonas sp. pada Substrat Yang Berbeda. Jurnal Kimia. (3) : 145-147.

Kholiq, Ing, M. Abdul. 2012. Balai Teknologi BPPT mengembangkan Biosurfaktan untuk Bioremediasi Hidrokarbon. Serpong.

Koech, H.K., G.M. Ogendi and J. Kipkemboi. 2012. Status of Treated Slaughter-House Efluent and its Effects on the Physico-Chemical Characteristics of Surface Water in Kavuthi Stream, Dagoretti-Kenya. Journal of Environmental and Earth Sciences 4(8): 789-796

Magaji, J.Y. and C.D. Chup. 2012. The effects of abattoir waste on water quality in gwagwalada-abuja, Nigeria. Ethiopian Journal of Environmental Studies and Management EJESM Vol. 5 no.4 Munir. E. 2006. Pemanfaatan mikroba dalam

bioremediasi suatu teknologi aternatif untuk pelesatarian

(9)

9 lingkungan. Jurnal Lingkungan : 35-37.

Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada limbah cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet dan Domestik. [Karya Ilmiah]. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Unuversitas Sumatera Utara. Sumatera Utara

Nugroho. 2006. Produksi Biosurfaktan oleh Bakteri Pengguna Hidrokarbon dengan Penambahan Variasi Sumber Karbon. Jurnal Jurusan Teknik Lingkungan.

Riupassa. R.M. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan asal Limbah Rumah Potong Ayam Tradisional di Kota Malang. [Skripsi]. Program Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang

Singgih M.L dan M. Kariana. 2008. Peningkatan Produktifitas & Kinerja Lingkungan Dengan Pendekatan Green Productivity Pada Rumah Pemotongan Ayam XX ,Purifikasi. Jurnal. 9 (2) : 1-2.

Sheppard, J. D. and C. N. Mulligan. 2000. The Production of Surfactin by Bacillus subtilis Grown on Peat Hydrolysate. Journal of Appl. Microbiol. Biotechnol. 27: 110-116. Suganya, R.S. 2013. Screening Optimization

And Production Of Biosurfactants From Bacillus And Pseudomonas Species. International Journal of Current Pharmaceutical Research. Departement of Microbiology. Idhaya College for Women. Kumbakonam. Tamil Nadu. India. Widjajanti, E. 2009. Penanganan Limbah

Laboratorium Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia. FMIPA. UNY. Yogyakarta

Willumsen P.A and Karlson. 2008. Screening of Bacteria, Isolated from PAH Contamined Soils, for Production of biosurfaktan and Bioemulsifiers. Journal of Biodegradation 7 : 415-423.

Youssef, N., K.E. Duncan and K. N. Savage. 2004. Comparison of methods to detect biosurfactant production by diverse microorganisms. Journal Microbiology Methods 56: 339-347.

Gambar

Tabel 1 Hasil verifikasi isolat (Riupassa, 2012) kode D42.
Tabel 2 Rata – rata kadar COD limbah cair hasil bioremediasi biosurfaktan pada berbagai konsentrasi  Konsentrasi  Waktu 24 48  72  A  B  A  B  A  B  10%  0,03 cd  ± 0,44  65 h  ± 7,07  -0,384 b  ± 0,39  19,5 bcd  ± 3,53  -0,66 ab  ± 0,28  18 cd  ± 1,41  20
Tabel  3  Rata  –  rata  kadar  COD  limbah  cair  hasil  bioremediasi  biosurfaktan  pada  berbagai  konsentrasi
Tabel 4  Rata – rata kadar BOD limbah cair hasil bioremediasi biosurfaktan pada   berbagai konsentrasi

Referensi

Dokumen terkait

Maka dapat disimpulkan bahwa setelah pengaruh bakat verbal siswa dikendalikan, kemampuan mengarang prosa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pemodelan

Penggunaan jenis bahan wadah fermentasi sistem “termos” dari kayu dengan waktu fermentasi 1-2 hari dapat menghasilkan cairan pulpa hasil samping fermentasi biji

Hal tersebut perlu dilakukan mengingat banyak kendala dalam penerapan teknologi proses pengolahan kakao, di antaranya dari aspek kondisi bahan baku buah kakao,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) berbasis pelestarian Jalak Bali dalam penangkaran Friends of

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis starter dan lama penyimpanan secara nyata (P &lt; 0,05) berinteraksi dalam mempengaruhi total bakteri asam laktat (BAL), tetapi

Berdasarkan Tabel 6 pada pengamatan berat basah vegetatif tanaman menunjukkan bahwa perlakuan B (pecahan batubata 100%) menunjukkan perlakuan terbaik dari media

Pada Ketinggian yang lebih tinggi siklus pertumbuhan akan lebih panjang dari 14-18 bulan.; Tebu dapat tumbuh dengan baik pada beragam jenis tanah, tetapi dalam kondisi tanah

Hasil dari analisis penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan, serta tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Julitawati (2012) dan