• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BUDAYA TERHADAP USIA KAWIN PERTAMA DI KELURAHAN BUKIT INDAH KECAMATAN SOREANG KOTA PAREPARE Ayu Dwi Putri Rusman...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH BUDAYA TERHADAP USIA KAWIN PERTAMA DI KELURAHAN BUKIT INDAH KECAMATAN SOREANG KOTA PAREPARE Ayu Dwi Putri Rusman..."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

x

PENGARUH BUDAYA TERHADAP USIA KAWIN PERTAMA DI KELURAHAN BUKIT INDAH KECAMATAN SOREANG KOTA PAREPARE

Ayu Dwi Putri Rusman ... 47 PEKERJA MIGRAN PERKEBUNAN DAN PRILAKU SEKS BERESIKO

DI PERKEBUNAN PTP II DI KABUATEN DELI SERGAI

Sri Rahayu Sanusi, Ria Masniari L ... 48 PERAN ANTE NATAL CARE (ANC) TERHADAP KEBERHASILAN

PROGRAM ASI EKSKLUSIF DI DESA CILANGKAP KABUPATEN PURWAKARTA

Cindra Paskaria, Stefanie Kristi ... 49

PEMILIHAN DUKUN BERANAK SEBAGAI PENOLONG

PERSALINAN DI KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

Desi Rusmiati, Elmi Syarifah... 50 DETERMINAN PEMILIHAN METODE PERSALINAN DI RSUD

SYEKH YUSUF KABUPATEN GOWA

Dian Ihwana Ansyar, Jumriani Ansar, Dian Sidik Arsyad ... 51 PENINGKATAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING BAGI

WANITA PEKERJA SEKS DI KABUPATEN KEDIRI

Diansanto Prayoga ... 52 TOPIK PENDAYAGUNAAN SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN –

1 ... 53 KEPUASAN MAHASISWA DAN PENDIDIKAN SARJANA

KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA: LAIN BESI, LAIN KARATNYA, LAIN INSTITUSI, LAIN STANDARNYA

Andreasta Meliala, Rahman, Ridwan M Thaha ... 53 KETIDAKHADIRAN PETUGAS PUSKESMAS DI KOTA DAN DESA

WILAYAH INDONESIA TIMUR (ANALISIS DATA INDONESIA FAMILY LIFE SURVEY EAST 2012)

Candra, Mubasysyir Hasanbasri, Lutfan Lazuardi ... 55 PEMBERDAYAAN KELOMPOK SEKAA TERUNA TERUNI INKLUSI

SEBAGAI PENDIDIK SEBAYA (PEER-EDUCATOR) KESEHATAN REPRODUKSI DI DESA BENGKALA, KABUPATEN BULELENG, BALI

Desak Putu Yuli Kurniati, Ni Luh Putu Suariyani, Rina Listyowati,

Frieda Mangunsong, Hadi Pratomo, Rachmita Maun Harahap ... 56

HEALTH EDUTAINMENT, SEHAT MELALUI GAME PROTOTIPE

GAME INTERAKTIF “FIGHT THE DISEASE” SEBAGAI STRATEGI EFEKTIF UNTUK SOSIALISASI PENYAKIT

(3)

56

(PO10404C)

PEMBERDAYAAN KELOMPOK SEKAA TERUNA TERUNI INKLUSI SEBAGAI PENDIDIK SEBAYA (PEER-EDUCATOR) KESEHATAN REPRODUKSI DI DESA

BENGKALA, KABUPATEN BULELENG, BALI

Desak Putu Yuli Kurniati, Ni Luh Putu Suariyani, Rina Listyowati, Frieda Mangunsong, Hadi Pratomo, Rachmita Maun Harahap Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana;

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia; Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia;

Yayasan Sehjira (desak.yuli@unud.ac.id)

ABSTRAK

Latar Belakang: Desa Bengkala, Kabupaten Buleleng, Bali, memiliki komunitas tuli bisu (kolok) sekitar 2% (40 orang) dari total penduduk. Perkawinan antar tuli bisu sering terjadi di wilayah ini dan menghasilkan keturunan tuli bisu. Masalah lainnya yang terjadi berupa pengetahuan dan perilaku kesehatan reproduksi remaja masih kurang, mulai ada penyimpangan seksual (menyukai sesama jenis) pada remaja tuli bisu serta penerimaan remaja normal kepada remaja tuli bisu yang masih kurang.

Tujuan: Mengembangkan pendidik sebaya dari kelompok sekaa teruna teruni inklusi untuk menangani permasalahan kesehatan reproduksi remaja di Desa Bengkala.

Metode: studi intervensi dengan pelatihan pendidik sebaya dengan

pre-post test design analisis pada pengetahuan kesehatan reproduksi peserta. Materi

yang diberikan berupa pengenalan potensi diri, komunikasi efektif, pendidik sebaya dan kesehatan reproduksi. Pelatihan ini bermitra dengan Yayasan Sehjira dari komunitas tuli bisu. Peserta dipilih secara purposive sebanyak 20 orang yang terdiri dari 15 remaja normal dan 5 remaja tuli bisu. Ada sebanyak 9 remaja perempuan dan 11 laki-laki, dengan rentang umur 16-26 tahun.

Hasil: menunjukkan peningkatan skor rata-rata pengetahuan kesehatan reproduksi dari 62,35 poin menjadi 77,95 poin. Pada pre test nilai minimum masuk ketegori sangat kurang (skor 23 poin) dan saat post test nilai minimum masuk kategori cukup (skor 56 poin). Beberapa materi yang peningkatannya belum begitu tinggi yaitu mengenai pubertas dan fungsi organ reproduksi.

Kesimpulan. Pelatihan ini meningkatkan total skor rata-rata pengetahuan peserta baik yang normal dan tuli bisu . Perlu penyederhanaan materi kesehatan reproduksi bagi peserta berkebutuhan khusus, dan pemahaman akan bahasa isyarat setempat.

(4)

1 PEMBERDAYAAN KELOMPOK SEKAA TERUNA TERUNI INKLUSI SEBAGAI PENDIDIK SEBAYA (PEER-EDUCATOR) KESEHATAN REPRODUKSI DI DESA BENGKALA , KABUPATEN BULELENG,

BALI

Desak Putu Yuli Kurniati1, Ni Luh Putu Suariyani1, Rina Listyowati1, Frieda Mangunsong 2, Hadi Pratomo3, Rachmita Maun Harahap4

P.S. Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana1; Fakultas Psikologi,

Universitas Indonesia2; Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia3; Yayasan

Sehjira4

Email: desak.yuli@unud.ac.id / HP 081290802144 ABSTRAK

Latar Belakang Desa Bengkala, Kabupaten Buleleng, Bali, memiliki komunitas tuli bisu

(kolok) sekitar 2% (40 orang) dari total penduduk. Perkawinan antar tuli bisu sering terjadi di wilayah ini dan menghasilkan keturunan tuli bisu. Masalah lainnya yang terjadi berupa pengetahuan dan perilaku kesehatan reproduksi remaja masih kurang, mulai ada penyimpangan seksual (menyukai sesama jenis) pada remaja tuli bisu serta penerimaan remaja normal kepada remaja tuli bisu yang masih kurang .

Tujuan. Mengembangkan pendidik sebaya dari kelompok sekaa teruna teruni inklusi untuk

menangani permasalahan kesehatan reproduksi remaja di Desa Bengkala.

Metode berupa studi intervensi dengan pelatihan pendidik sebaya dengan pre-post test

design analisis pada pengetahuan kesehatan reproduksi peserta. Materi yang diberikan berupa pengenalan potensi diri, komunikasi efektif, pendidik sebaya dan kesehatan reproduksi. Pelatihan ini bermitra dengan Yayasan Sehjira dari komunitas tuli bisu. Peserta dipilih secara purposive sebanyak 20 orang yang terdiri dari 15 (75%) remaja normal dan 5 (25%) remaja tuli bisu. Ada sebanyak 9 (45%) remaja perempuan dan 11 (55%) laki-laki, dengan rentang umur 16-24 tahun.

Hasil pelatihan menunjukkan peningkatan skor rata-rata pengetahuan kesehatan reproduksi

dari 62,35 poin menjadi 77,95 poin. Pada pre test nilai minimum masuk ketegori sangat kurang (skor 23 poin) dan saat post test nilai minimum masuk kategori cukup (skor 56 poin). Beberapa materi yang peningkatannya belum begitu tinggi yaitu mengenai pubertas dan fungsi organ reproduksi.

Kesimpulan. Pelatihan pendidik sebaya yang dilakukan pada sekaa teruna teruni secara

inklusi mampu meningkatkan total skor rata-rata pengetahuan peserta baik yang normal dan tuli bisu. Perlu penyederhanaan materi kesehatan reproduksi bagi peserta berkebutuhan khusus, dan pemahaman akan bahasa isyarat setempat.

(5)

2 Pendahuluan

Pemenuhan hak kesehatan reproduksi telah menjadi salah satu strategi nasional untuk kesehatan reproduksi di Indonesia [1]. Kesehatan merupakan hak semua orang termasuk juga bagi mereka yang

berkebutuhan khusus. Minimnya

informasi kesehatan reproduksi bagi para tuli bisu membuat banyaknya masalah kesehatan reproduksi yang dialami oleh mereka. Seperti halnya yang dialami oleh warga tuli bisu di Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali. Desa ini memiliki komunitas tuli bisu (sering disebut kolok) sekitar 2% yaitu 40 orang [2] dari total 2.126 penduduk Desa Bengkala pada tahun 2014. Bahkan, 24,6% dari penduduk Desa Bengkala adalah pembawa gen tuli dan peluang untuk terjadinya perkawinan yang menghasilkan keturunan tuli di Bengkala adalah 0,01 atau 1% [2]. Angka tuli bisu di wilayah ini tergolong tinggi karena bisu tuli bawaan biasanya terjadi pada 1 dari 10.000 kelahiran [2]. Hintermair (2007) juga menemukan bahwa banyak anak tuli bisu mengalami masalah sosial emosional, dan mereka harus berjuang dengan masalah-masalah perkembangan, maupun sosial dan emosionalnya [3]. Tidak jarang mereka juga mengalami bullying karena

ketunarunguannya [4]. Masalah

kesehatan reproduksi juga banyak terjadi di daerah ini seperti perkawinan antara sesama tuli bisu yang berakibat meningkatnya proporsi penduduk kolok di wilayah ini. Perilaku seksual pranikah dikalangan remaja juga terjadi tanpa

begitu mempermasalahkan kehamilan yang mungkin terjadi walaupun tingkat pengetahuan kesehatan reproduksinya tergolong baik (suariani dkk, 2015). Bahkan beberapa remaja tuli bisu ada beberapa yang mulai mengalami penyimpangan seksual (menyukai sesama jenis) [5]. Kondisi ini perlu penanganan agar kondisi kesehatan reproduksi diwilayah ini bisa lebih baik.

Beberapa intervensi telah dilakukan untuk menangani permasalahan yang ada di Desa Bengkala seperti pengukuran kesejahteraan psikologis pada remaja tuli bisu, pelatihan The Power of the Deaf untuk meningkatkan rasa percaya diri dari remaja tuli bisu yang dilakukan oleh tim psikologi dan kesehatan masyarakat Universitas Indonesia dibantu oleh Yayasan Sehjira [6]. Survei kuantitatif pengetahuan dan perilaku kesehatan reproduksi remaja [5] dan studi kualitatif mengenai penerimaan remaja normal kepada remaja kolok [7]. Dari intervensi tersebut merekomendsikan adanya peer education Kesehatan Reproduksi dengan pendekatan inklusi bagi remaja di Desa Bengkala, Buleleng, Bali. Model peer education sudah banyak diterapkan dan teruji efektifitasnya dalam upaya mengubah perilaku-perilaku negatif dalam kesehatan. Sebagian besar remaja berdiskusi dengan temannya mengenai masalah kesehatan reproduksi [5]. Hal ini, menunjukkan peran teman sangat besar dalam kehidupan remaja. Dimana peer atau teman sebaya merupakan role model dalam kehidupannya [1].

(6)

3

Kelompok remaja baik normal atau tuli bisu menjadi kelompok yang paling

memungkinkan untuk diberikan

pendidikan terkait kesehatan reproduksi jenjang pernikahan. Di Bali, kelompkok remaja memiliki tempat tersendiri dalam lingkungan sosial kemasyarakatan. Pada setiap desa yang terdiri dari beberapa banjar (kelompok), memiliki perkumpulan yang bernama “Sekaa Teruna Teruni” dan beranggotakan para remaja yang belum menikah. Perhimpunan ini dapat menjadi wadah dalam upaya pemberdayaan remaja dalam kesehatan reproduksi di wilayah ini. Melalui penelitian ini

diharapkan dapat mengetahui

peningkatan pengetahuan peserta (sekaa teruna teruni) normal dan tuli bisu mengenai kesehatan reproduksi.

Bahan dan Metode

Rancangan penelitian ini menggunakan one group pre test post test design, yang menilai pengetahuan peserta mengenai kesehatan reproduksi sebelum dan setelah pelatihan peer education. Materi yang akan diberikan dalam pelatihan tersusun dalam “Modul Pendidik Sebaya Kesehatan Reproduksi dan Konseling Pranikah untuk Sekaa Teruna Teruni (Kelompok Pemuda Pemudi) Inklusi” yang disusun oleh tim Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana bersama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Yayasan Sehjira, dan telah diujicobakan. Isi materi terdiri dari 3 bab (Pengenalan Potensi Diri, Pendidik Sebaya, Remaja dan Kesehatan Reproduksi) dan diberikan selama 2 hari.

Peserta dalam pelatihan ini adalah remaja baik normal ataupun tuli bisu yang tergabung dalam Sekaa Teruna Teruni Desa Bengkala sebanyak 20 orang yang dipilih secara purposive yaitu remaja normal atau tuli bisu, baik laki-laki maupun perempuan, yang berdomisili di Desa Bengkala, masuk dalam anggota Sekaa Teruna Teruni dan bersedia berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan pelatihan. Kriteria eksklusi adalah anggota sekaa teruna teruni yang menolak berperan serta, atau yang mengalami keterbelakangan mental. Pelatihan dilakukan pada 23-24 Agustus 2016 di Desa Bengkala.

Pelatihan berlangsung sesuai modul dan diakhiri dengan permainan ular tangga Genre (Kits Kespro dari BKKBN). Pelatihan ini bekerjasama dengan Yayasan Sehjira, kepala desa dan beberapa translator lokal dari Desa Bengkala. Pengukuran pengetahuan dilakukan kepada peserta dengan mengisi lembar Pre-test sebelum pelatihan, dan post-test setelah pelatihan. Data pre-test dan post-test kemudian dianalisa dengan SPSS untuk melihat peningkatan persentase peningkatan pengetahuan sebelum dan setelah pelatihan.

Hasil

Subjek dari penelitian ini sebanyak 20 orang, yang terdiri dari 11 orang laki-laki dan 9 orang perempuan.

Tabel 1. Karakteristik Subjek

Kategori Remaja

Normal Tuli Bisu

(7)

4 Laki-laki Perempuan Umur Remaja awal Remaja akhir Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA Diploma/PT 9 (45%) 6 (30%) 1 14 - - 1 10 4 2 (10%) 3 (15%) 1 4 3 2 - - -

Rentang umur mereka antara 16-24 tahun. Tingkat pendidikan tidak tamat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dua orang yang tidak tamat sekolah dasar adalah remaja tuli bisu, namun mereka masih bisa membaca dan menulis.

Tabel 2. Perbandingan Rata-rata Skor Total Pre-test dan Post-test

Kategori Rata-rata skor Skor Terendah Skor Tertinggi Skor total Pre-test Post-test Tuli bisu Pre-test Post-test Normal Pre-test Post-test 62.35 77.95 64.00 70.60 61.80 80.40 23.00 56.00 41.00 56.00 23.00 61.00 86.00 89.00 86.00 86.00 84.00 89.00

Dari table 2, terlihat bahwa pelatihan pendidik sebaya pada sekaa teruna teruni mengalami peningkatan skor sebesar 15.80 poin dari rata-rata skor pengetahuan pre-test dan post-test. Grafik 3. Kategori pengetahuan peserta pelatihan bila dilihat dari pre-test dan post-test. Kategori Nilai Pre-Test Post-Test Sangat kurang Kurang Kurang cukup Cukup Cukup baik Baik Sangat baik Istimewa 2 (10%) 1 ( 5%) 1 ( 5%) 4 (20%) 5 (25%) 1 ( 5%) 4 (20%) 2 (10%) - - - 2 (10%) 2 (10%) 1 ( 5%) 4 (20%) 11 (55%)

Kategori pengetahuan dibagi menjadi 8 tingkat yaitu istimewa (nilai 80-100), sangat baik (75-79), baik (70-74), cukup baik (62-69), cukup (56-61), kurang cukup (50-55), kurang (40-49), dan sangat kurang (0-39). Berdasarkan table 3, tampak bahwa pengetahuan peserta menunjukkan peningkatan sebelum dan setelah pelatihan. Saat pre-test kategori nilai dari sangat kurang 10% (n=2) sampai istimewa 10% (n=2), dengan nilai terbanyak 25% (n=5). Pada post-test, pengetahuan peserta menujukkan kategori terendah yaitu cukup 10% (n=2) dan tertinggi serta terbanyak ada pada kategori istimewa 55% (n=11). Beberapa materi yang peningkatannya belum begitu tinggi yaitu mengenai pubertas dan fungsi organ reproduksi.

Pembahasan

Hasil pelatihan pendidik sebaya inklusi kesehatan reproduksi di Desa Bengkala menunjukkan efektifitasnya dalam meningkatkan pengetahuan peserta sebesar 15.8 poin, dari 62.35 menjadi 77.95 poin. Sebuah pelatihan mampu untuk meningkatkan pengetahuan baik pada remaja normal maupun tuli bisu. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata Skor total dari remaja normal dan tuli bisu yang meningkat. sebanyak 18.6 poin

(8)

5

(meningkat dari kategori sangat kurang menjadi cukup), sedangkan dari kelompok remaja tuli bisu meningkat sebanyak 6.6 poin (meningkat dari ketegori kurang menjadi cukup) (Tabel 2).

Tingkat pengetahuan kesehatan

reproduksi dari remaja tuli bisu (skor total pre-test 64.00) bahkan lebih tinggi dari remaja normal (skor total pre-test 61.80). Hal ini menunjukkan bahwa daya tangkap mereka dalam menyerap dan mengolah beragam informasi baru yang diterimanya dari lingkungan berkembang dengan cukup baik. Mereka tidak berbeda dengan remaja normal lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mangunsong dkk. (2013) di Desa Bengkala yang menemukan 15% remaja (n=3) memiliki kecerdasan diatas rata-rata dan 65% (n=13) memiliki kecerdasan rata-rata[6].

Keterbatasan pendengaran, dan kurangnya pemahaman bahasa isyarat pada remaja normal masih menjadi kendala dalam pelaksanaan pelatihan pendidik sebaya inklusi. Remaja tuli bisu di Desa Bengkala banyak menggunakan bahasa isyarat lokal setempat. Berbeda dengan bahasa isyarat yang digunakan secara nasional bagi penyandang tuli bisu. Pelatihan singkat mengenai bahasa isyarat mampu membuat remaja normal memahami kendala komunikasi yang dihadapi temannya. Komunikasi memang selalu menjadi kendala utama interaksi diantara remaja normal dan tuli bisu. Kegagalan dalam interaksi disebabkan juga karena kawan sebaya normal tidak memahami bahasa isyarat dan isu-isu disabilitas [8]. Hal tersebut

menghambat interaksi diantara keduanya, serta menghasilkan emosi-emosi negatif pada penyandang tuli bisu [8]

Kendala-kendala komunikasi dan interaksi tersebut berusaha diperkecil melalui metode inklusi dalam pelatihan ini. Interaksi selama pembelajaran inklusi

mampu membuat remaja normal

memahami kesulitan remaja tuli bisu, begitu juga sebaliknya remaja tuli bisu bisa lebih percaya diri dan menerima kekurangannya dengan cara menggali potensi yang ada dalam dirinya. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Muryantinah (2013) yang menunjukkan bahwa penyesuaian diri siswa tunarungu di sekolah inklusi lebih baik bila dibandingkan dengan penyesuaian diri siswa tunarungu di sekolah luar biasa. Mereka perlu berbaur untuk meningkatkan interaksi [9]. Wright dan Oakes dalam Batten et all (2013) juga mengusulkan bahwa anak-anak tuli yang komunikasi dan keterampilan sosial terbatas, perlu meningkatkan pengalaman-pengalaman komunikasi lisan melalui pendidikan yang memberikan paparan tinggi untuk bahasa lisan dan interaksi sosial dengan teman sebaya normal [8]

Kesimpulan dan saran

Pelatihan pendidik sebaya kesehatan reproduksi inklusi di Desa Bengkala, cukup efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan interaksi peserta baik normal ataupun tuli bisu. Pelatihan ini mampu meningkatkan total skor rata-rata pengetahuan peserta baik yang normal dan tuli bisu.

(9)

6

Hal yang perlu diperbaikai adalah perlunya penyederhanaan materi kesehatan reproduksi bagi peserta berkebutuhan khusus, dan pemahaman akan bahasa isyarat setempat. Hal ini ditujukan untuk mempermudah interaksi antara remaja normal dan kolok.

Daftar Pustaka

[1] BKKBN. Pendewasaan usia perkawinan dan hak-hak reproduksi remaja Indonesia. BKKBN: Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. 2008

[2] Riyadi, A. (2012). Skripsi : Epidemiologi Genetik Penderita Tuli Bisu pada Masyarakat Kolok di Desa Bengkala Bali Utara Tahun 2012. Depok: Universitas Indonesia. Diakses 20 September 2016. [Available from: http://lib.ui.ac.id/opac/ui/detail.jsp?id= 20330765&lokasi=lokal ]

[3] Vogel-Walcutt JJ. & Schatschneider C, & Bowers C. Social-emotional functioning of elementary-age deaf children: A Profile analysis. American Annals of the Deaf. 2011; 156(1), 6-22. [4] Weiner MT, & Miller M. Deaf children

and bullying: Directions for future research. American Annuals of the Deaf. 2006; (151) 1, 61-70.

[5] Suariani LP, Kurniati DPY, Listyowati R, Mangunsong F, Pratomo H, & Harahap RM. Perilaku kesehatan reproduksi pada remaja sekaa teruna teruni di

Desa Bengkala, Kecamatan

Kubutambahan, Buleleng, Bali. Proceding Seminar Nasional Sains dan Teknologi. 2015 Oktober 29-30. Jimbaran: Udayana Press. 2015

[6] Mangunsong F & Pratomo H. Intervensi psikologis serta advokasi kebijakan kesehatan masyarakat bagi komunitas tunarungu di Desa Bengkala. Universitas Indonesia. 2013 [7] Kurniati DPY, Suariani LP, Listyowati R,

Mangunsong F, Pratomo H & Harahap RM. Hasil penelitian: Penerimaan Anggota Sekaa Teruna Teruni kepada warga kolok di Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. 2015.

[8] Batten G, Oakes PM, & Alexander T. Faktors Associates With Social Interactions Between Deaf Children and Their Hearing Peers: A systematic Literature Review. United Kingdom: Department of Clinical Psychological Therapies, The University of Hull. 2013. Diakses 23 September 2016.

[Available from:

http://jdsde.oxfordjournals.org/content/ early/2013/11/09/deafed.ent052.full]

[9] Muryantinah NA. (2013). Perbedaan

Penyesuaian Diri Antara Siswa Tuna Rungu di Sekolah Inklusi dan Di

Sekolah Luar Biasa. Jurnal Psikologi

Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2, No. 1, April 2013. Diakses 20 September 2016. [Available from : http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Nov

(10)

、荀 ∽ 一 っ ” 砺 ⊂ 事 彎 虚 一Σ ﹀ < 一 “ t o げ 硯 占 Σ ﹀ < ︻ 餞 α E D E ⊃ ∞ 一″ ︸ y 0 一 〇 N ﹂ ⑮ £ ⊂ ⊆ Φ > ○ フ 4 輸   ︲ ︹ ゞ “ ∽ ∽ ∞ ヱ “ ヽ 4 八 〇 m O N 0 0 ∽ ︶ ⊂ ∞ ︶ ⊃ ビ 聖 Φ 夕 ﹂ Φ m ⊂ “ ⊂ ヽコ O C ∞ Ю F 一Φ α c ∞ ﹂ 0 ∽ ∞ ∽ 〓 一× ︵〓 2 ﹀ < じ ∞ 砺 Φ ⊂ 〇 ℃ ″占 ︶ ∞ 〓 ∞ ﹂ ∞ 沐 ∽ “ > 一 c 一∞ ︶ ∞ 〓 o ∽ o ﹀ 〓 て く c “ ゃ ∞ 夕 ︻ 一 “ ⊂ O τ o Z ∽ Φ ﹂ 0 ″一 〇 ﹀

Σ

一 ∞ 0 ∞ O ① ∽ ∞ ゝ ⊆ 一 ∽ ∞ Q 一 ∽ “ ﹂ ∞ α ∽ ∞ だ く 一卜 く 一Z ∝ ⊃ V 一J ⊃ 卜 ⊃ 卜 ⊃ 飩 ﹀ < ∽ Ш ∩ 0 一 o ∞ ゝ × ゝ 〓 × 出 Σ ﹀ < 守 ∽ く Z O ﹀ ヽ い 卜 o 一 こ O F 一O Z

^ぐ 輛 豊 δ Q 姿 ﹄ S 瀬 留 S の 局 ≧ 召 隠 ≦ 闘 爾 望 ﹃星 4 2 召 域 圏 串 ミ ド ィ ミ 、 ジ リ ヽ  ■ 望 爵

Gambar

Tabel 2. Perbandingan Rata-rata Skor Total  Pre-test dan Post-test

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk memberikan acuan dalam pelaksanaan peraturan juga diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 42/PJ/2013 tentang Pelaksanaan Peraturan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa periode peringkat obligasi sebelum pengumuman (PBA) berpengaruh positif terhadap imbal hasil saham perusahaan sektor keuangan

Peneliti menggunakan metode ini untuk mendapatkan informasi dari Dalam hal ini subjek yang dijadikan responden penelitian adalah kepada kepala madrasah, guru

(2) proses ritual tirakatan Jumat Legi dan Selasa Kliwon di Petilasan Sri Aji Jayabaya memang sudah mengalami beberapa pergeseran, namun tidak mengurangi tingkat kesakralannya,

Berdasarkan analisis tentang analisis pencatatan laporan keuangan berbasis Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntanbilitas Publik (SAK ETAP) pada Usaha Kecil

tertentu. 2 Dalam pengambilan sampel, peneliti terlebih dahulu berkonsultasi dengan guru bahasa Arab kelas V di MIN 4 Banjar Kabupaten Banjar yang menyatakan

atau evaluasi dalam kontek, Input evaluation adalah evaluasi dalam masukan , Process Evaluation yaitu eavaluasi terhadap proses, dan Product Evaluation atau evaluasi

Hal ini sudah sangat baik, Situs ini memiliki loading yang tidak terlalu lama karena penggunaan gambar dan javascript yang tidak terlalu banyak sehingga tidak memerlukan