• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.2 Mei 2017 :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) ISSN Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.2 Mei 2017 :"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

265 ANALISIS BIAYA KEMACETAN DI KOTA BANDA ACEH

AR. Tri Maulidiyansyah Dahlan1*, Nazamuddin2

1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, email : 1 2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, email :

nazamuddin@unsyiah.ac.id

Abstract

This study aims to determine the estimated cost of congestion in the city of Banda Aceh. The independent variables are time traveled and distance traveled. While congestion cost is the dependent variable. The data used are primary data obtained from 100 respondents who use private vehicles in the city of Banda Aceh and the secondary data were obtained from the Central Agency of Statistics and other agencies. Data were analized by both descriptive analysis and multiple linear regression analysis. The research results show that the number of respondents with longer time traveled and distance traveled increases with congestion. As a consequence, the cost of congestion in Banda Aceh is on average at Rp. 545.280 a month or Rp. 6.543.360 a year.

Keywords : cost of congestion, travel time, travel distance, multiple linear regression

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi biaya kemacetan di Kota Banda Aceh. Variabel independen penelitian ini adalah waktu tempuh dan jarak tempuh. Sementara biaya kemacetan dijadikan sebagai variabel dependen. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari 100 responden yang menggunakan kendaraan pribadi di Kota Banda Aceh. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan lembaga lain. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan juga analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden dengan waktu tempuh lebih lama dan jarak tempuh lebih jauh akibat kemacetan meningkat. Sebagai akibatnya, biaya kemacetan di Kota Banda Aceh adalah per bulannya mencapai Rp. 545.280 atau Rp. 6.543.360 per tahun.

Kata Kunci : biaya kemacetan, waktu tempuh, jarak tempuh. regresi linear berganda

(2)

266 Istilah perkotaan menurut Bintarto (dalam Pratiandini dkk, 2012) merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibanding dengan daerah dibelakangnya. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa salah satu pusat pembentuk daerah perkotaan adalah adanya kegiatan ekonomi yang lebih kompleks dibanding daerah sekitarnya.

Kemacetan merupakan kondisi di mana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau melebihi 0 km/jam sehingga menyebabkan terjadinya antrian (Basuki dan Siswadi 2008). Dari sudut pandang ekonomi, kemacetan lalu lintas terjadi ketika biaya perjalanan meningkat dengan kehadiran kendaraan lainnya. Berdasarkan definisi, eksternalitas merujuk pada biaya atau manfaat yang tidak termasuk dari harga pasar dan yang menjadi hutang kepada pihak ketiga sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh suatu individu. Eksternalitas kemacetan timbul karena adanya pengguna jalan tambahan meningkatkan waktu perjalanan untuk kendaraan lainnya.

Di kota-kota besar yang berada di Kanada digambarkan bahwa biaya tahunan total kemacetan yang dihasilkan sebesar 2,3 miliar sampai 3,7 miliar dolar. Lebih dari 90 persen biaya ini mewakili waktu yang terbuang dalam kemacetan yang dialami oleh wisatawan (pengemudi dan penumpang), sedangkan sisanya sebesar 7 sampai 8 persen dihasilkan dari nilai bahan bakar yang dikonsumsi dan 2 sampai 3 persen dihasilkan dari emisi gas rumah kaca selama kemacetan (Transport Canada, 2006).

Di Indonesia, beberapa referensi empiris menunjukkan fenomena yang serupa dengan fenomena kemacetan lalulintas global. Basuki dan Siswadi (2008), menghitung total kerugian akibat kemacetan di Yogyakarta adalah sebesar Rp. 11.282.482 per jam. Pada tahun 2011, perhitungan yang dilakukan oleh Sugiyanto (2011) tentang besarnya pertambahan biaya transportasi akibat kemacetan di Yogyakarta adalah Rp 2.914 per perjalanan per kendaraan. Di Manado, Ritonga (2015) mengestimasi bahwa total kerugian akibat kemacetan lalulintas adalah Rp. 1.418.89 per jam atau Rp. 21.283.35 per hari.

Berdasarkan persoalan biaya atau dampak dari kemacetan lalu lintas di kota-kota besar seperti kota Banda Aceh hingga kini tak pernah tuntas. Pertumbuhan penduduk dan jumlah kendaraan perlu diimbangi dengan penambahan ruas jalan, dengan adanya penambahan jalan akan mengurangi kemacetan. Mengingat kota Banda Aceh merupakan ibukota provinsi Aceh di mana memiliki banyak perguruan tinggi dan lapangan pekerjaan yang luas dibandingkan di daerah Aceh lainnya menyebabkan sebagian masyarakat luar daerah lebih memilih tinggal di Banda Aceh. Dari jumlah penduduk kota Banda Aceh yang begitu padat seringkali terjadinya kemacetan. Ada beberapa dampak dari kemacetan tersebut. Seperti dampak sosial dan dampak ekonomi. Menurut Aris dan Ashar (2012), kemacetan jika dilihat dari dampak sosialnya dapat membuat pengendara stress, lelah, terlambat ke tempat tujuan. Dampak ekonomi dari kemacetan jelas lebih terlihat dari sisi manfaat yang hilang dan biaya yang dikeluarkan seperti penggunaan bahan bakar minyak meningkat karena mesin menyala lebih lama sehingga pengendara harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk membeli bahan bakar minyak.

(3)

267 Waktu Tempuh

Banda Aceh mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, hal tersebut disebabkan banyaknya pendatang seperti pelajar dan mahasiswa yang datang dari berbagai daerah. Selain menyebabkan pertumbuhan penduduk juga mengakibatkan pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor, karena sebagian besar dari mereka membawa kendaraan dari daerah asalnya.

Seiring meningkatnya jumlah penduduk kota Banda Aceh juga memberikan dampak terhadap volume lalu lintas. Kepadatan atau meningkatnya jumlah penduduk maka semakin besar jumlah kendaraan sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Persoalan kemacetan lalu lintas sering kali membuat warga mengeluh. Akibat dari kemacetan yang terlalu sering menimbulkan tidak adanya kelancaran dan menempuh waktu perjalanan yang cukup lama.

Bartholdi dan Hackman (dalam Chandra 2015) berpendapat bahwa waktu tempuh merupakan waste, karena menimbulkan biaya jam kerja buruh tetapi tidak memberikan nilai tambah. Sedangkan menurut Sadowsky dan Ten Hompel (dalam Chandra 2015) menyatakan bahwa waktu tempuh berkaitan dengan jaraak tempuh karena dengan mengurangi jarak tempuh maka akan mengurangi waktu tempuh dan dengan berkurangnya waktu tempuh maka berarti pula bisa meningkat produktivitas kerja.

Jarak Tempuh

Kemacetan adalah kondisi di mana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati 0 km/jam sehingga mengakibatkan antrian. Pada kondisi lalu lintas yang bebas, kendaraan yang lebih cepat dapat mendahului kendaraan di depannya. Hal tersebut dapat dilakukan jika arus lalu lintas dari arah yang berlawanan mempunyai jarak yang cukup.

Tetapi dengan meningkatnya arus lalu lintas dari arah yang berlawanan maka jarak tempuh dan kesempatan untuk mendahului kendaraan lain menjadi semakin kecil. Selain itu, kendaraan yang berkecepatan rendah atau kendaraan yang berbadan lebar menimbulkan hambatan yang besar bagi pemakai jalan yang lain. Dengan berkurangnya “jarak antara” tersebut akan menyebabkan pengemudi mengurangi kecepatan demi keselamatan, Arief (dalam Firmansyah, 2009). Jadi, secara umum kendaraan yang memiliki kecepatan rendah dan kendaraan yang berbadan lebar dapat menimbulkan hambatan besar yang dapat mengurangi kelancaran lalu lintas yang akhirnya terjadi kemacetan, Oglesby dan Hicks (dalam Firmansyah 2009).

Biaya Ekonomi Kemacetan

Biaya ekonomi atau biaya peluang adalah suatu ukuran dari biaya ekonomi yang harus dikeluarkan dalam rangka memproduksi suatu barang atau jasa tertentu dalam kaitannya dengan alternatif lain yang harus dikorbankan.

Masalah kemacetan pada suatu ruas jalan adalah sesuatu yang sering terjadi pada daerah perkotaan. Kemacetan tersebut membuat dampak yang sangat besar, salah satu dampaknya adalah biaya kemacetan. Menurut Nash, 1997 (dalam Basuki dan Siswadi 2008) Biaya kemacetan adalah biaya perjalanan akibat tundaan lalu lintas maupun tambahan volume kendaraan yang mendekati atau melebihi kapasitas pelayanan jalan. Nilai Waktu Perjalanan adalah biaya akibat adanya hambatan perjalanan (travel delay) terhadap penumpang, dibuat berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga dan berbanding lurus dengan kecepatan. Sementara itu, Biaya Operasional Kendaraan adalah biaya yang berkaitan dengan pengoperasian sistem transportasi tersebut, antara lain biaya pemakaian bahan bakar, oli, ban, dan biaya

(4)

268 pemeliharaan dan berbanding terbalik dengan kecepatan (Basuki dan Siswadi 2008).

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Banda Aceh dimana terdapat sembilan kecamatan. Peneliti memilih lokasi tersebut berdasarkan pengamatan harian yang peneliti amati dan menemukan bahwa di Kota Banda Aceh memiliki tingkat mobilitas masyarakat yang sangat tinggi.

Populasi dan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Random Sampling, berdasarkan pertimbangan peneliti yang beranggapan unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dan dapat mewakili populasi. Responden dalam penelitian ini adalah para pengendara atau pengguna jasa transportasi yang ada di Kota Banda Aceh dan ditentukan secara acak karena populasi pada penelitian ini tidak diketahui jumlahnya dan bersifat homogen, maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 responden.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang peneliti peroleh dari hasil kuisioner dan wawancara langsung dengan responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari publikasi instansi terkait seperti Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi, dan Telematika, serta Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini berupa data tentang kependudukan, transportasi, serta data statistik terkait lainnya.

Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis data yang diperoleh dari sumber-sumber data dan menggunakan persamaan regresi linear berganda, yaitu hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen dengan variabel dependen.

Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 +….. + bnXn e Keterangan : Y = Variabel Terikat X = Variabel Bebas a = Konstanta b = Koefisien Regresi e = Error Term Transformasi model : YWN =

α

0 +

α

1 WTN +

α

2 JT + ei ... (1) YWM =

β

0 +

β

1 WTM +

β

2 JT + ei ... (2) Keterangan :

YWN = Biaya Kemacetan (Konsumsi Bahan Bakar Normal) YWM = Biaya Kemacetan (Konsumsi Bahan Bakar Macet) WTN = Waktu Tempuh Normal (menit)

(5)

269 WTM = Waktu Tempuh Macet (menit)

JT = Jarak Tempuh (Km)

α

0,

α

1,

α

2, β0, β1, β2 = Koefisien Regresi

ei = Faktor Gangguan

Definisi Operasional Variabel

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menimbulkan penafsiran ganda maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

1. Biaya Ekonomi Kemacetan adalah biaya konsumsi bahan bakar yang dikeluarkan oleh responden selama mengalami kemacetan, diukur dalam satuan Rupiah.

2. Jarak Tempuh adalah panjang jalan yang ditempuh oleh responden untuk sampai ketempat tujuan, diukur dengan satuan kilometer.

3. Waktu Tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk sampai ketempat tujuan, diukur dengan menit.

4. Waktu Tempuh Normal adalah suatu kondisi dimana pengguna jalan dapat melalui jalur tertentu tanpa hambatan kemacetan.

5. Waktu Tempuh Macet adalah suatu kondisi dimana pengguna jalan yang melalui jalur tertentu dan terkena hambatan kemacetan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Waktu Tempuh

Tabel 1. Perbandingan Waktu Tempuh Responden Dalam kondisi Normal dan Macet Waktu Tempuh

(menit)

Normal Macet

Mobil Sepeda Motor Persentase (%) Mobil Sepeda Motor Persentase (%)

<10 4 39 43 1 12 13 11 – 20 16 31 47 7 41 48 21 – 30 5 4 9 13 18 31 31 – 40 1 0 1 3 2 5 >40 0 0 0 2 1 3 Jumlah 26 74 100 26 74 100

Sumber : Data Lapangan 2016 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar waktu tempuh yang dihabiskan responden ke tempat tujuan dalam kondisi normal mencapai 11 hingga 20 menit dengan persentase sebesar 47 persen. Kemacetan menyebabkan persentase waktu tempuh pada waktu yang sama naik menjadi 48 persen. Sebanyak 16 jiwa pengendara mobil yang biasanya menghabiskan waktu tempuh 11 hingga 20 menit untuk beraktivitas pada waktu normal berkurang menjadi 7 jiwa ketika terjadi kemacetan lalu lintas. Kondisi kemacetan tersebut membuat 9 jiwa pengendara mobil mengalami penambahan waktu tempuh dari waktu normalnya. Begitu pula dengan pengendara sepeda motor yang mengalami kerugian serupa, waktu perjalanan yang biasanya ditempuh dalam kondisi normal kurang dari 10 menit sebanyak 39 jiwa, berkurang menjadi 12 jiwa pada kondisi macet di waktu tempuh yang sama. Hal tersebut membuat 27 jiwa mengalami penambahan waktu tempuh dari waktu normalnya. Kondisi tersebut tentunya dapat merugikan responden dalam beraktivitas sehari hari.

Dari hasil survey lapangan yang peneliti lakukan, rata-rata responden merasakan dampak dari kemcaetan ketika melakukan perjalanan menuju ke tempat bekerja. Mereka merasakan waktu tempuh bertambah hingga 10 menit untuk dapat sampai ke tempat mereka bekerja. Hal ini

(6)

270 terjadi karena pada umumnya jam bekerja di Kota Banda Aceh memiliki jam bekerja yang relatif bersamaan pada hampir seluruh jenis profesi yang ada di Kota Banda Aceh. Pendapat lain dari responden juga mengatakan bahwa penataan wilayah kerja Kota Banda Aceh masih belum tertata dengan baik, sehingga kemacetan menjadi faktor yang membuat waktu tempuh mereka ke tempat bekerja semakin bertambah lama.

Jarak Tempuh

Tabel 2. Jarak Tempuh Responden Menuju Tempat Kegiatan Berdasarkan Jenis Kendaraan

Jarak Tempuh (Km) Mobil Sepeda Motor Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 – 3 4 – 6 7 – 9 10 – 12 13 – 15 >16 1 10 7 8 0 0 15 28 21 8 2 0 16 38 28 16 2 0 16 38 28 16 2 0 Jumlah 26 74 100 100

Sumber: Data Lapangan 2016 (diolah)

Berdasarkan Tabel 2, jarak tempuh responden menuju tempat kegiatan sebagian besar terjadi pada jarak 4 hingga 6 kilometer dengan persentase sebesar 38 persen, yaitu pengguna kendaraan sepeda motor berjumlah 28 jiwa dan mobil sebanyak 10 jiwa. Jarak tempuh responden paling jauh ditempuh oleh pengguna kendaraan sepeda motor yaitu sebanyak 2 jiwa pada jarak 13 hingga 15 kilometer dan jarak terpendek ditempuh oleh 16 jiwa, dengan rincian 1 jiwa pengguna mobil dan 15 jiwa pengguna sepeda motor pada jarak 1 hingga 3 kilometer.

Berdasarkan tabel diatas, responden lebih memilih untuk tinggal lebih dekat dengan tempat kegiatannya agar memudahkan aktivitas sehari-hari. Faktor kemacetan juga menjadi salah satu alasan responden memilih tempat tinggal yang lebih dekat agar kegiatan yang dilakukannya tidak terhambat dengan adanya kemacetan tersebut. Kemacetan di Kota Banda Aceh umumnya sering terjadi pada pagi dan sore hari dikarenakan masyarakat memulai aktivitas pada pagi hari dan mengakhiri aktivitasnya pada sore hari. Responden yang berasal dari kalangan mahasiswa menyebutkan bahwa mereka lebih memilih tempat kost yang lebih dekat dengan tempat perkuliahannya dibandingkan dengan dekat dari pasar. Ini karena tempat perkuliahan merupakan tujuan awal mahasiswa untuk melaksanakan aktivitas sehari-harinya.

Konsumsi Bahan Bakar

Tabel 3. Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar Responden Dalam kondisi Normal dan Macet

Konsumsi Bahan Bakar (liter)

Normal Macet

Mobil Sepeda Motor Persentase (%) Mobil Sepeda Motor Persentase (%)

1 – 2 24 61 85 6 36 42 3 – 4 2 11 13 19 33 52 5 – 6 0 2 2 0 4 4 7 – 8 0 0 0 0 1 1 9 – 10 0 0 0 1 0 1 Jumlah 26 74 100 26 74 100

Sumber : Data Lapangan 2016 (diolah)

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa perbandingan konsumsi bahan bakar reponden dalam kondisi normal dan kondisi macet. Secara umum konsumsi bahan bakar responden

(7)

271 mengalami peningkatan ketika mengalami kemacetan, kemacetan menyebabkan 85 persen pengendara kendaraan bermotor yang biasanya menghabiskan 1 hingga 2 liter bahan bakar dalam sehari untuk beraktivitas menurun menjadi 42 persen, artinya sebanyak 43 persen pengguna kendaraan bermotor harus menambah jumlah konsumsi bahan bakarnya akibat terjadinya kemacetan. begitu pula pada kelompok-kelompok komsumsi bahan bakar lain, semuanya harus menambah konsumsi bahan bakarnya untuk dapat melakukan aktivitas.

Tabel 4. Perbandingan Biaya Konsumsi Bahan Bakar Responden Dalam Kondisi Normal dan Macet

Konsumsi Bahan Bakar (Rp)

Normal Macet

Mobil Sepeda Motor Persentase (%) Mobil Sepeda Motor Persentase (%)

< 10.000 5 36 41 1 5 6 10.000 – 15.000 18 26 44 5 29 34 16.000 – 20.000 2 11 13 16 26 42 21.000 – 25.000 0 0 0 0 0 0 >25.000 1 1 2 4 14 18 Jumlah 26 74 100 26 74 100

Sumber : Data Lapangan 2016 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa sebanyak 41 persen responden yang biasanya mengeluarkan biaya konsumsi bahan bakar dalam keadaan normal kurang dari Rp. 10.000 menurun menjadi 6 persen setelah mengalami kemacetan, artinya sebanyak 35 persen responden harus menambah biaya bahan bakarnya akibat terkena imbas dari kemacetan. Begitu juga halnya pada responden kelompok konsumsi bahan bakar Rp. 16.000 hingga Rp. 20.000, sebanyak 42 persen responden harus menambah konsumsi bahan bakarnya akibat dari terjadinya kemacetan, artinya 29 responden yang biasanya menghabiskan biaya bahan bakar kurang dari Rp. 10.000 hingga Rp. 15.000 harus mengeluarkan biaya tambahan sebanyak Rp. 16.000 hingga Rp. 20.000 untuk memenuhi konsumsi bahan bakarnya akibat kemacetan.

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa 94 persen responden pengguna kendaraan bermotor harus mengeluarkan biaya lebih antara Rp. 10.000 hinga diatas Rp. 25.000 untuk konsumsi bahan bakarnya akibat dari kemacetan, dan hanya 6 persen responden yang tidak mengeluarkan biaya lebih dari Rp.10.000 ketika terjadi kemacetan. Kemacetan membuat laju kendaraan melambat atau bahkan terhenti. Kondisi ini membuat penggunaan bahan bakar meningkat karena mesin menyala lebih lama sehingga pengendara harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk pembelian bahan bakar.

Biaya Transportasi

Tabel 5. Biaya Transportasi Kendaraan Biaya Transportasi

(Rp/Bulan) Mobil Sepeda Motor Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

200.000 – 300.000 1 7 8 8 310.000 – 400.000 4 27 31 31 410.000 – 500.000 16 32 48 48 510.000 – 600.000 > 600.000 3 2 5 3 8 5 8 5 Jumlah 26 74 100 100

Sumber : Data Lapangan 2016 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5, sebagian besar responden mengeluarkan biaya transportasi selama sebulan antara Rp. 410.000 hingga Rp. 500.000 yang mencapai 48 jiwa dengan persentase

(8)

272 sebesar 48 persen, dimana pada tingkat pengeluaran ini pengguna sepeda motor lebih dominan dengan jumlah mencapai 32 jiwa dibandingkan dengan pengguna mobil sebanyak 16 jiwa. Kemudian jumlah responden yang mengeluarkan biaya transportasi Rp. 310.000 hingga Rp. 400.000 per bulan sebanyak 31 jiwa dengan persentase 31 persen, dengan rincian pengguna sepeda motor mencapai 27 jiwa sedangkan pengguna mobil berjumlah 4 jiwa. Biaya Transportasi antara Rp. 200.000 hingga Rp. 300.000 berjumlah 8 jiwa, jumlah yang sama juga terjadi pada biaya transportasi sebesar Rp. 510.000 hingga Rp. 600.000 dengan jumlah 8 jiwa dan hanya 5 jiwa yang mengeluarkan biaya transportasi diatas Rp. 600.000, dimana pengguna sepeda motor berjumlah 3 jiwa dan mobil 2 jiwa.

Perbandingan Waktu Tempuh

Tabel 6. Perbandingan Waktu Tempuh

Statistik Deskriptif Waktu Normal Waktu Macet

Mean 14.81 21.13

Median 15 20

Modus 10 15

Sumber: Data Lapangan 2016 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa mean atau rata-rata waktu tempuh normal ke lokasi yang dituju oleh responden sebesar 14.81 menit sedangkan untuk waktu tempuh ketika macet dibutuhkan rata-rata sebesar 21.13 menit untuk menuju ke lokasi yang di tuju. Namun adapula median atau nilai tengah waktu yang dibutuhkan oleh responden pada waktu normal yaitu sebesar 15 menit sedangkan pada waktu macet membutuhkan 20 menit. Dari hasil olahan data pada modus atau nilai yang sering keluar rata-rata waktu normal yang dibutuhkan oleh responden untuk mencapai lokasi yang di tuju yaitu sebesar 10 menit sedangkan pada waktu macet sebesar 15 menit bagi para responden untuk menuju lokasi kegiatan.

Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar

Tabel 7. Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar Statistik

Deskriptif Waktu Normal Bahan Bakar (liter) Waktu Macet Waktu Normal Bahan Bakar (Rp) Waktu Macet

Mean 1.78 2.84 11.392 18.176

Median 2 3 12.800 19.200

Modus 2 3 12.800 19.200

Sumber : Data Lapangan 2016 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa mean atau rata-rata konsumsi bahan bakar dalam waktu normal yang dihabiskan oleh responden untuk menuju ke lokasi yang di tuju sebesar 1.78 liter sedangkan konsumsi bahan bakar ketika waktu macet yang dihabiskan rata-rata sebesar 2.84 liter. Namun adapula mean atau rata-rata jumlah biaya yang dikeluarkan oleh responden pada waktu normal yaitu sebesar Rp. 11.392 sedangkan pada waktu macet rata-rata responden mengeluarkan biaya sebesar Rp. 18.176.

Hasil dari olahan data median atau nilai tengah menunjukkan bahwa responden mengkonsumsi sebanyak 2 liter bahan bakar pada waktu normal sedangkan pada waktu macet sebesar 3 liter bahan bakar, namun nilai tengah terhadap jumlah biaya yang dikeluarkan oleh responden pada waktu normal yaitu sebesar Rp. 12.800 guna mencapai lokasi tujuan sedangkan pada waktu macet responden mengeluarkan biaya sebesar Rp. 19.200, hal ini membuktikan bahwa meningkatnya secara signifikan konsumsi bahan bakar kendaraan pada waktu macet atau terjadinya kemacetan. Dari hasil yang diolah pada modus atau nilai yang sering muncul, rata-rata

(9)

273 responden menghabiskan 2 liter bahan bakar pada waktu normal sedangkan pada waktu macet rata-rata responden menghabiskan sebesar 3 liter bahan bakar. Dapat dilihat modus atau nilai yang paling sering muncul pada jumlah biaya yang dikeluarkan oleh responden di waktu normal sebesar Rp. 12.800 sedangkan pada waktu macet responden menghabiskan biaya sebesar Rp. 19.200.

Hasil Regresi

Untuk mengetahui pengaruh terhadap biaya kemacetan maka perlu dilakukan analisis dengan menggunakan program Eviews dilakukan dengan menggunakan data jarak tempuh, waktu tempuh normal, waktu tempuh macet, serta biaya ekonomi kemacetan di Kota Banda Aceh yang diukur dari konsumsi bahan bakar para responden dalam kondisi normal maupun macet dengan tingkat signifikansi sebesar 0,10 (10%). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis dengan model Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan aplikasi pengolahan data Eviews. Dari analisis yang dilakukan di peroleh hasil seperti pada Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8. Analisis Regresi Biaya Kemacetan Normal

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Prob.

C 6651.822 1308.887 5.082047 0.0000 WTN 178.4254 91.33271 1.953576 0.0536 JT 333.4973 227.9917 1.462761 0.1468 R-squared 0.138222 Adjusted R-squared 0.120454 F-statistik 7.779019 Prob(F-statistik) 0.000736

Sumber : hasil pengolahan Data Eviews (2016)

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa nilai koefisien dari waktu tempuh normal (WTN) sebesar 178.4254 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0536 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,10 (10%), sedangkan nilai koefisien dari jarak tempuh (JT) sebesar 333.4973 dengan probabilitas sebesar 0,146 lebih besar dari taraf signifikansi 0,10 (10%). Data tersebut menunjukkan bahwa variabel waktu tempuh normal berpengaruh terhadap biaya kemacetan, dimana waktu tempuh dalam kondisi normal meningkat satu menit maka biaya kemacetan meningkat sebesar Rp. 178.4, sedangkan jarak tempuh tidak berpengaruh terhadap biaya kemacetan dalam kondisi normal.

Tabel 9. Analisis Regresi Biaya Kemacetan Macet

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Prob.

C 10826.72 2117.941 5.111910 0.0000 WTM 216.9027 107.4036 2.019510 0.0462 JT 439.7653 341.9612 1.286009 0.2015 R-squared 0.124972 Adjusted R-squared 0.106930 F-statistik 6.926810 Prob(F-statistik) 0.001542

Sumber : Hasil Pengolahan Data Eviews (2016)

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai koefisien dari waktu tempuh macet (WTM) sebesar 216.9027 dengan probabilitas sebesar 0.0462 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,10 (10%), sedangkan nilai koefisien dari jarak tempuh (JT) sebesar 439.7653 dengan

(10)

274 probabilitas sebesar 0,215 lebih besar dari taraf signifikansi 0,10 (10%). Data tersebut menunjukkan bahwa variabel waktu tempuh macet berpengaruh terhadap biaya kemacetan, dimana waktu tempuh dalam kondisi macet meningkat satu menit maka biaya kemacetan meningkat sebesar Rp. 216.9. Sedangkan jarak tempuh tidak berpengaruh terhadap biaya kemacetan dalam kondisi macet.

Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9, dapat disimpulkan bahwa biaya kemacetan yang dialami oleh responden meningkat dari Rp 178.4 dalam keadaan normal menjadi Rp. 216.9 dalam keadaan macet. Seiring terjadinya kemacetan maka waktu tempuh yang diperlukan responden menuju tempat kegiatan bertambah. Dengan bertambahnya waktu tempuh maka berpengaruh terhadap konsumsi bahan bakar kendaraan sehingga pengeluaran terhadap bahan bakar kendaraan meningkat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan dan rangkum, kondisi kemacetan yang terjadi di Kota Banda Aceh saat ini menunjukkan sebuah estimasi kerugian yang mencapai total sebesar Rp. 18.176 per harinya. Jika di kalkulasi secara bulanan dan tahunan maka total kerugian akibat kemacetan yang terjadi di Kota Banda Aceh masing-masing mencapai angka kerugian sebesar Rp. 545.280 per bulan dan Rp. 6.543.360 per tahunnya. Estimasi biaya ekonomi dari kerugian akibat kemacetan ini di kalkulasikan berdasarkan jumlah sampel hasil survei lapangan yang berjumlah 100 responden/jiwa. Jika kerugian ini dikalkulasi berdasarkan total jumlah penduduk pada tahun 2015 di kota Banda Aceh yang berjumlah 250.303 jiwa, maka total kerugian atas kondisi kemacetan di Kota Banda Aceh saat ini dapat mencapai angka kerugian sebesar Rp. 136.485.219.840 per bulan dan angka kerugian ini semakin merugikan karena dalam setahun mencapai Rp. 1.637.822.638.080.

Saran

Peneliti memberikan beberapa saran sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut:

1. Penting bagi pemerintah Kota Banda Aceh untuk melakukan penataan ruas jalan yang efektif dengan laju mobilitas dan pertumbuhan kendaraan bermotor yang semakin meningkat di Kota Banda Aceh.

2. Pengembangan jalur alternatif sebagai salah satu jalur pilihan untuk mobilitas masyarakat Kota Banda Aceh dalam aktivitas sehari-hari juga dapat menjadi sebuah alternatif kebijakan pemerintah Kota Banda Aceh dalam mengatasi kemacetan yang terjadi saat ini.

3. Kenyamanan transportasi umum juga menjadi hal penting untuk diperhatikan bagi pemerintah Kota Banda Aceh. Kondisi fasilitas transportasi yang ditawarkan di Kota Banda Aceh Saat ini masih jauh dari ekpektasi masyarkat Kota Banda Aceh, baik dari segi efektifitas maupun kenyamanannya. Tentu saja hal ini juga akan berdampak meminimalisir kemacetan yang terjadi Di Kota Banda Aceh jika mendapat perhatian dan dukungan yang serius dari Pemerintah Kota Banda Aceh.

4. Pentingnya dilakukan secara rutin dan berkelanjutan kegiatan sosialisasi displin dan tertib lalulintas kepada masyarakat Kota Banda Aceh guna menghindari faktor kemacetan lainnya yang dapat terjadi karena kelalaian masyarakat dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan lalulintas yang telah dibuat oleh pemerintah Kota Banda Aceh maupun pihak yang terkait.

(11)

275 DAFTAR PUSTAKA

Aris, A., & Ashar, K. (2012). Analisis Dampak Sosial Ekonomi Pengguna Jalan Akibat Kemacetan Lalulintas (Studi Kasus Area Sekitar Universitas Brawijaya Malang). Jurnal Ilmiah.

Basuki, I., & Siswadi. (2008). Biaya Kemacetan Ruas Jalan Kota Yogyakarta. Jurnal TEKNIK SIPIL volume 9 No.1.

Canada, T. (2006). The Cost Of Urban Congestion In Canada. Transport Canada Environmental Affairs.

Chandra, A. (2015). Estimasi Jarak Tempuh Order Picking System - Low Level to Part di PT. GMS. Jurnal Metris, 16 (2015).

Firmansyah, J. (2009). Kajian Geografi Terhadap Kemacetan Lalu Lintas Di Kota Surakarta Tahun 2008.

Patriandini, A., Suharyadi, R., & Kadyarsi, I. (2012). Kajian Tingkat Kemacetan Lalu-lintas Dengan Memanfaatkan Citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis di Sebagian Ruas Jalan Kota Tegal.

Ritonga, D., Timboeleng, J. A., & Kaseke, O. H. (2015). Analisa Biaya Transportasi Angkutan Umum Dalam Kota Manado Akibat Kemacetan Lalu Linta (Studi Kasus : Angkutan Umum Trayek Pusat Kota 45-Malalayang). Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.1.

Sugianto, G., Malkhamah, S., Munawar, A., & Sutomo, H. (2011). Pengembangan Model Biaya Kemacetan Bagi Pengguna Mobil Pribadi Di Daerah Pusat Perkotaan Yogyakarta. Jurnal Transportasi Vol. 11 No.2.

Referensi

Dokumen terkait

Mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang berkontribusi besar dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap wakaf uang yang pada gilirannya dapat ditindaklanjuti

Mengajukan pertanyaan yang ada keterkaitan dengan tema yang akan dibelajarkan (pertanyaan penggunaan link pada halaman web

Ciptaan yang dilindungi misalnya buku, program komputer, karya tulis, pamflet, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan, ilmu

Terdapat dua aliran teori belajar, yakni aliran teori belajar tingkah laku (behavioristic) dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik.. Didalamnya terdapat

memenuhi SNP. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang

Sumber-sumber burnout yang terjadi pada pelayan restoran kapal pesiar diantaranya berkaitan dengan karakteristik individu, lingkungan kerja dan keterlibatan emosional

Hubungan koefisien alat dan kapasitas produksi kapasitas produksi Koefisien alat adalah waktu yang diperlukan (dalam satuan jam) oleh suatu alat Koefisien alat adalah waktu

Dalam suatu perjanjian jika ada kesalahan akibat wanprestasi yang timbul dalam proses jual beli tanah, salah satu pihak boleh mengajukan pembatalan perjanjian