Prodi D3 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CHF (CONGESTIVE
HEARTFAILURE) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
Arum Kusuma Wati, Titis Sensussiana
1Mahasiswa
Prodi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Kusuma Husada Surakarta
Email :
Arumkusumawati44@gmail.com
2
Dosen Prodi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma
Husada Surakarta
tsensussiana@gmail.com
ABSTRAK
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana
jantung tidak mampu memompa darah untuk mencakupi kebutuhan jaringan melakukan
metabolism dan menyebabkan timbulnya kongesti. Tanda adan gejala pasien gagal
jantung adalah dispnea dan mudah lelah saat beraktivitas. Dyspnea menjadi masalah
utama gagal jantung diakibatkan suplai darah dalam paru tidak lancar mengakibatkan
penimbunan penimbunan cairan di dalam paru. Tindakan keperawatan yang dilakukan
guna menstabilkan oksigen dalam tubuh pasien gagal jantung adalah posisi fowler yang
bertujuan untuk membantu mengatasi kusulitan pernapasan dan kardiovaskular. Metode
pasien di ruang HCU RSUD Kab.Karanganyar. Tujuan studi kasusini melaksanakan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF) Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi. Waktu pengambilan kasus dilakukan pada tanggal 17
Februaru-29 Februari 2020. Subyek studi kasus ini pasien gagal jantung dewasa yang berjumlah
1 orang. Hasil yang diperoleh setelah tindakan posisi fowler selama 3 hari dilakukan
berturut-turut selama 15 menit menunjukkan perubahan sehingga dapat disimpulkan
tindakan posisi fowler efektif diberikan pada pasien gagal jantung dalam pemenuhan
kebutuhan oksigenasi .
PENDAHULUAN
Jantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia dimana jantung berperan sebagai pompa darah kaya oksigen keseluruh tubuh manusia maupun mengangkut sisa-sisa makanan dalam jantung (DiGiulio, 2014). Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencakupi kebutuhan jaringan melakukan metabolism dan menyebabkan timbulnya kongesti (Smeltzer& Bare,2014).
CHF merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Menurut data American Heart Associationterdapat 5,3 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat, 660.000 kasus baru terdiagnosis tiap tahunnya dengan perbandingan insiden 10/1000 populasi pada usia lebih 65 tahun. Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2016, menunjukan 17,5 juta jiwa (31%) dari 58 juta angka kematian disebabkan oleh penyakit jantung (WHO,2016). Di Indonesia berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, pravelensi gagal jantung pada umur lebih dari 15 tahun sebesar 0,13% atau diperkirakan seklitar 229.696 orang. Negara Indonesia menduduki peringkat keempat penderita gagal jantung kongestif terbanyak di Asia Tenggara setelah negara Filipina, Myanmar dan Laos.
Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah terbanyak nomor tiga yaitu sebanyak 43.361 orang, setelah Jawa Timur dengan jumlah 54.826 orang dan Jawa Barat dengan jumlah 45.027 orang dari 33 provinsi di Indonesia (PUSDATIN,2013). World Health Organization (WHO) memperkirakan 57 juta kematian 57 juta kematian diseluruh
dunia pada tahun 2008, 36 juta atau 63% disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM) terutama penyakit kardiovaskular. Hampir 80% dari kematian akibat penyakit tidak menular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, kecuali Afrika (Iranto,2014). CHF merupakan kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang penderita memiliki tampilan berupa : Gejala CHF (nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktivitas disertai tidak kelelahan), tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema di pergelangan kaki) : adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat (Siswanto,2015).CHF terjadi karena perubahan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri. Jantung mengalami kegagalan karena efek struktural atau penyakit intrinsik, sehingga tidak dapat menangani jumlah darah yang tidak dapat melakukan toleransi peningkatan volume darah mendadak (Black & Hawks,2014). Beberapa masalah yang biasanya ditemukan pada klien yang mengalami CHF yaitu gangguan pertukaran gas, ketidakefektifan pola nafas, nyeri akut, resiko penurunan perfusi jaringan miokard, intoleransi aktivitas, kelebihan volume cairan, kerusakan integritas kulit, keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (NurarifdanKusuma, 2016). Menurut SDKI (2017) klien yang mengalami CHF terdapat masalah keperawatan yaitu penurunan curah jantung, hipervolemia, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, bersihan jalan napas tidak efektif, dan perfusi perifer tidak efektif.
Positioning merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat membantu meminimalkan bendungan sirkulasi. Sebagaimana disampaikan oleh Cicoilini
(2010) bahwa posisi mempunyai efek terhadap perubahan tekanan darah dan tekanan vena sentral. Posisi yang berbeda mempengaruhihemodinamik termasuk sistem vena. Penelitian pada jurnal Resti, Sadiyanto, dan Khasanah (2017) pada pasien CHF yang dirawat di ICCU, didapatkan hasil terdapat perbedaan antara resiratory rate, saturasi oksigen dan keluhan sesak nafas pada posisi awal dengan semi fowler 45o dan fowler 90o, akan tetapi posisi fowler 90o lebih menguntungkan dalam perbaikan status respirasi pada pasien gagal jantung. Smeltzer dan Bare (2014) menyatakan bahwa pengaturan posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan kepala memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat.
Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal. Masalah keperawatan utama pada studi kasus ini adalah pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (D.0005). Menurut SDKI (2017) klien yang mengalami CHF terdapat masalah keperawatan yaitu penurunan curah jantung, hipervolemia, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, bersihan jalan napas tidak efektif, dan perfusi perifer tidak efektif.
METODE
Berdasarkan jurnal Khasanah (2019) membuktikan bahwa memberikan posisi fowler pada pasien gagal jantung kongesif efektif dalam menurunkan sesak napas pada pasien. Dengan monitor status oksigen sebelum dan sesudah dilakukan perubahan posisi, monitor oksimetri nadi, atur posisi untuk mengurangi sesak napas yaitu posisi (fowler), memberi oksigen sesuai kebutuhan
dan kolaborasi dengan dokter pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi. Hal ini sesuai dengan teori Khasanah dkk (2019) yaitu posisi fowler memungkinkan pengembangan rongga dada dan paru meningkat sehingga asupan oksigen membaik dan respirasi kembali normal. Menurunnya beban kerja jantung berdampak pada penurunan tekanan pada atrium dan ventrikel sehingga tekanan di kapiler paru menurun dan edema paru menurun. Edema paru yang berkurang akan menyebabkan tekanan oksigen dalam pembuluh darah meningkat sehingga SpO2 meningkat dan keluhan sesak napas berkurang.
Manajemen jalan nafas dapat dilakukan untuk memantau kembali frekuensi pernapasan dan adanya sumbatan jalan nafas, dengan adanya sumbatan jalan nafas menyebabkan terjadinya napas tidak adekuat, dengan memberikan minum air hangat, mengajarkan batuk efektif dan pemberian obat bronkodilator dapat membantu napas menjadi adekuat.
Tabel 1.1 Tabel Hasil Intervensi pengukuran skor ansietas sebelum dan setelah dilakukan terapi murottal Al-Qur’’an di ruang melati 2 pada tanggal 17 Februari-19 februari 2020.
Tabel 1.1 Hasil pre dan post pemberian posisi fowler Hari/tanggal/jam Sebelum tindakan Setelah tindakan Minggu/ 1 Maret 2020 19.25 RR:30x/menit SpO2 : 93% RR:27x/menit SpO2: 93% Minggu/ 2 Maret 2020 19.25 RR: 27x/menit SpO2 : 95% RR: 26x/menit SpO2: 97% Minggu/ 3 Maret 2020 19.25 RR : 26x/menit SpO2: 97% RR: 23x/menit SpO2 : 99%
Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa status oksigen dalam pemberian posisi fowler mengalami yaitu SPO2 dan
respirasi rate mengalami perubahan dari hari pertama samapi dengan hari ke tiga.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi dapat diketahui bahwa setelah diberikan posisi fowler pasien menunjukkan pola napas efektif dengan kenaikan respirasi rate dan SpO2. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanana dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien, menurut Cicolini et (2010). Adapun yang diukur adalah respiratory rate dan saturasi oksigen. untuk mengetahui adanya perbedaan posisi fowler di hitung selama 15 menit dan diukur menggukan pulse oxymetry dan menghitung respirasi rate selama satu menit.
Hal ini sesuai dengan jurnal penelitian Khasanah dkk (2019) yang berjudul Perbedaan Saturasi Oksigen dan Respirasi Rate Pasien Congestive Heart Failure Pada Perubahan Posisi yang menyatakan bahwa pasien saat diberikan posisi fowler dapat memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat sehingga asupan oksigen membaik. Posisi fowler merupakan posisi setengah duduk tegak, dimana bagian tidur lebih tinggi atau dinaikkan.
SARAN
Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas dan profesional sehingga dapat tercipta perawat yang terampil, inovatif, dan profesional yang mampu memberikan asuhan keperawatan dengan inovasi dan pengaplikasian pepemberian posisi fowler. Sedangkan bagi rumah sakit khususnya RSUD Kab. Karanganyar dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerjasama baik antar tim kesehatan maupun
dengan pasien sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat mendukung kesembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad A., Ambarwati M, Fajarani F, Tobias P, danDessy W. (2011). Keanekaragaman Jenis Amfibi di Berbagai Tipe Habitat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Jurnal LDMPL.
American Heart Association. 2012. Heart Disease and Sroke Statistik. Diaksesdari: http://ahajournal.org.com. Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Kebutuhan
dasar Manusia (Oksigenasi).Tangerang :GrahaIlmu
Ardiansyah M.2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Diva Pres. Jogjakarta Aru W,Sudoyo.2009. Buku Ajar
IlmuPenyakitDalam.Jilid 2 Edisi. 5. Jakarta : Internal Publishing
Bararah, T., & Jauhar. Asuhan Keperawatan.(S.P Umi Athelia Kurniati, Ed.) (2nded). Jakarta:PrestasiPusaka.
Black,M.J& Hawks, H.J (2014). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Continuity of Care, 8th ed. Philadephia: W.B Sauders Company.
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh (2014). Keperawatan Medikel Bedah, ED.IYogyakarta:Rapha Publishing Fadillah, Harifdkk. (2016). Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed.10.Jakarta : EGC.
Iranto K (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung: Alfabeta
Kasron.2012. Buku ajar keperawatansistemkardiovaskuler. Jakarta : TIM
Lily, L.S (2011). Basic Cardiac Structure and Function. In: Leonard, L.S.,eds. Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 1-27
Nurarif. A.H. danKusuma. H. (2016). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medi s& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta :MediAction.
Oktavianus dan Febriana S.S, 2014. Asuhan Keperawatan pada Sistem Kardiovaskuler Dewasa .Yogyakarta :GrahaIlmu
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta :Nuha Medika Riskesdas. (2013). Prevalensi Gagal Jntung
di Indonesia. Diakses 24 Desember 2019
Siswanto, B dkk. Pedoman Tatalaksana
Gagal Jantung.
http://www.inaheart.org/upload/file/Pe domanTatalaksanaGagalJantungpdf. Diakses pada tanggal 25 Desember 2019.
Smeltzer, Suzane C., & Bare B.G.2014 .Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y dkk.Jakarta : EGC.
WHO.2016.World Heart Organization :Prevalency Congestive Heart Failure.<http;www.who.int>.Diakses 25 Desember 2019