BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanah 2.1.1 Definisi Tanah
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Sementara tanah menurut Terzaghi yaitu “tanah terdiri dari butiran-butiran hasil pelapukan massa batuan massive, dimana ukuran tiap butirnya dapat sebesar kerikil-pasir-lanau-lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan organik.
Partikel Padat (solid) Air (water) Udara (air)
Volume Rongga (void)
Volume Solid
Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das, 1994)
Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu udara, air dan bahan padat (Gambar 2.1). Udara dianggap tak mempunyai pengaruh teknis sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran (ruang ini disebut pori atau
voids) sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut
terisi air seluruhnya tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Sehingga jika beban diterapkan pada tanah kohesif yang jenuh maka pertama kali beban tersebut akan didukung oleh tekanan air dalam rongga pori tanahnya. Pada kondisi ini butiran-butiran lempung tidak dapat mendekat satu sama lain untuk meningkatkan tahanan geser selama pori di dalam rongga pori tidak keluar meninggalkan rongga tersebut. Karena rongga pori tanah lempung sangat kecil, keluarnya air pori meninggalkan rongga pori memerlukan waktu yang lama. Jika sesudah waktu yang lama setelah air dalam rongga pori berkurang butiran-butiran lempung dapat mendekat satu sama lain sehingga tahanan geser tanahnya meningkat. Masalah ini tak dijumpai pada tanah granuler yang rongga porinya relatif besar karena sewaktu beban diterapkan air langsung keluar dari rongga pori dan butiran dapat menedekat satu sma lain yang mengakibatkan tekanan gesernya langsung meningkat.
2.1.2 Komposisi dan Istilah Tanah
Pada bidang ilmu teknik sipil, mendefinisikan tanah sebagai semua bahan pada kulit bumi yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated). Dan menganggap bahwa batuan merupakan mineral agregat yang dihubungkan oleh berbagai kekuatan besar, sedangkan tanah merupakan partikel-partikel alam yang dapat dihancurkan dengan kekuatan rendah. Dengan perkataan lain, tanah merupakan bahan lepas di luar lapisan batuan, yang terdiri atas kumpulan butir-butir mineral dengan berbagai ukuran dan bentuk serta kandungan bahan organik, air dan udara. Sesuai dengan klasifikasi USCS, ukuran tekstur tanah seperti di bawah ini:
a. Kerikil (gravel): yaitu partikel tanah berbutir kasar yang berukuran 4,76 (No. 4) sampai 75 mm (No. 3).
b. Pasir (sand): yaitu partikel tanah berbutir kasar yang berukuran 0,074 (No. 200) sampai 4,76 mm (No. 4). Berkisar dari kasar (3 sampai 5 mm) sampai halus (< 1 mm).
c. Lanau (silt) dan Lempung (clay): yaitu tanah berbutir halus yang berukuran lebih kecil dari 0,074 mm (No. 200). Lanau (dan lempung) dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau dekat garis pantai pada muara sungai. Deposit loess terjadi bila angin mengangkut partikel-partikel lanau ke suatu lokasi. Angkutan oleh angin ini membatasi ukuran partikel sedemikian rupa sehingga deposit yang dihasilkan mempunyai ukuran butir yang hampir sama.
d. Koloid (colloids): yaitu partikel mineral yang ”diam”, berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.
Adapun batasan-batasan interval dari ukuran butiran/partikel tanah lempung, lanau, pasir, dan kerikil menurut Bureau of Soil USDA, ASTM, M.I.T, International
Nomenclature, dan British Standard BS 6930 dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Banyak deposit tanah yang mengandung berbagai persentase dari partikel-partikel tersebut di atas. Apabila suatu partikel-partikel merupakan deposit yang terbanyak, maka deposit tersebut akan diberi nama partikel tadi, misalnya: pasir, kerikil, kerikil kepasiran, lempung, dan sebagainya. Jadi partikel yang memiliki persentase yang paling banyak dalam suatu tanah, maka akan menjadi nama dari tanah tersebut.
kerikil
kasar sedang halus sangathalus lanau lempung
pasir Bureau of soil USDA lempung koloidal clature
Inter-pasir sedang pasir halus lanau lempung
nomen-mm 2,0 1,0 0,5 0,25 0,1 0,05 0,002mm mm 2,0 mm 2,0 mm 2,0 0,420 0,075 0,005 0,001 ASTM 0,6 0,2 0,06 0,006 0,002 0,0006 0,0002 MIT BS 6930 national sangat
kasar sedang halus kasar sedang halus
pasir lanau lempung
1,0 0,5 0,2 0,1 0,05 0,02 0,006 0,002 0,0006 0,0002mm
clature
nomen- kasar kasar sedang halus kasar halus kasar halus kasar halus sangat halus
pasir Mo lanau lempung
Lempung Lanau Pasir Kerikil Cobbles Boulders
Halus Medium Kasar Halus Medium Kasar Halus Medium Kasar 0,002
0,001 0,0060,010,02 0,060,1 0,2 0,6 1 2 6 10 20 60100 200
Ukuran partikel (mm)
kasar sedang halus
Gambar 2.2 Klasifikasi butiran menurut sistem USDA, ASTM, MIT International Nomenclature dan British Standard BS 6930 (Kovacs, 1981).
Tanah yang rentang partikelnya terdiri dari rentang ukuran kerikil dan pasir disebut tanah berbutir kasar (coarse grained) dan bila partikelnya kebanyakan berukuran partikel lanau dan lempung disebut tanah berbutir halus (fine grained). Jika mineral lempung terdapat pada suatu tanah, biasanya akan sangat mempengaruhi sifat tanah tersebut, meskipun persentasenya tidak terlalu besar. Secara umum tanah disebut kohesif bila partikel-partikelnya saling melekat setelah dibasahi kemudian dikeringkan dan
diperlukan gaya yang cukup besar untuk meremas tanah tersebut, dan ini tidak termasuk tanah yang partikel-partikelnya saling melekat ketika dibasahi akibat tegangan permukaan.
Tanah termasuk tipe pasir atau kerikil (disebut juga tanah berbutir kasar) jika setelah kerakal atau berangkalnya disingkirkan, lebih dari 50% material tersebut tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm). Tanah termasuk tipe lanau atau lempung (disebut juga tanah berbutir halus) jika setelah kerakalnya atau berangkalnya disingkirkan, lebih dari 50% material tersebut lolos ayakan No. 200. Pasir dan kerikil dapat dibagi lagi menjadi fraksi-fraksi kasar, medium, dan halus. Pasir dan kerikil juga dapat dideskripsikan sebagai bergradasi baik, bergradasi buruk, bergradasi seragam, atau bergradasi timpang (gap-graded).
Istilah pasir, lempung, lanau, dan sebagainya, selain digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas yang telah ditentukan, dapat juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus, seperti istilah ”lempung” untuk jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, dan ”pasir” untuk jenis tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis.
2.2 Deskripsi Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan substansi-substansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral
lempung sangat tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
Mitchell (1976) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompok-kelompok partikel kristal berukuran koloid (< 0,002 mm) yang terjadi akibat proses pelapukan dan batuan ditambah dengan sifatnya yang dijelaskan lebih lanjut. Sedangkan menurut Craig (1987), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok pertikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm, yang terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun alkali, dan karbondioksida.
Lapisan lunak umumnya terdiri dari tanah yang sebagian besar terdiri dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Pada lapisan lunak, semakin muda umur akumulasinya, semakin tinggi letak muka airnya. Lapisan muda ini juga kurang mengalami pembebanan sehingga sifat mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul beban.
Sifat lapisan tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi, bilamana pembebanan konstruksi melampaui daya dukung kritisnya maka dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan meningkat yang akhirnya akan mengakibatkan berbagai kesulitan.
2.2.1 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak
Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah yang sebagian terbesar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau.
Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyai daya dukung rendah dibandingkan tanah lempung lainnya. Tanah-tanah lempung lunak secara umum mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kuat geser rendah
2. Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah
3. Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu 4. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat
5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah 6. Kompresibilitasnya besar (Tabel 2.1)
Tabel 2.1 Klasifikasi kompresibilitas tanah (Coduto, 1994) Compresibility, C Classification 0 – 0,05 0,05 – 0,1 0,1 – 0,2 0,2 – 0,35 > 0,35
Very slightly compressible Slightly compressible Moderately compressible Highly compressible Very highly compressible
7. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak pada beban yang konstan
8. Merupakan material kedap air
Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebagai tanah lempung lunak apabila mempunyai daya dukung ultimit lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai standard penetrasi tes lebih kecil dari 4 (N-value < 4). Berdasarkan uji lapangan, lempung lunak secara fisik dapat diremas dengan mudah oleh jari-jari tangan. Toha (1989) menguraikan sifat umum lempung lunak seperti dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sifat-sifat umum lempung lunak (Toha, 1989) No Parameter Nilai 1 2 3 4 5 Kadar air Batas cair Batas plastik
Lolos saringan no. 200 Kuat geser 80 – 100% 80 – 110% 30 – 45% > 90% 20 – 40 kN/m2
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Hidrasi.
Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. 2. Aktivitas
Tepi – tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini mengakibatkan terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini dengan tarikan kation. Tarikan ini akan sebanding dengan kekurangan muatan netto dan dapat juga dihubungkan dengan aktivitas lempung tersebut. Aktivitas ini didefinisikan sebagai : Aktifitas = Lempung Persentasi tisitas IndeksPlas …………...……….. (2.1)
dimana persentasi lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 µm. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Nilai-nilai khas dari aktivitas (Mitchell, 1976)
Kaolinite 0,4 – 0,5
Illite 0,5 – 1,0
Montmorillonite 1,0 – 7,0 3. Flokulasi dan Dispersi
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7 dan bersifat alkali tertarik oleh ion- ion H+ dari air, gaya Van Der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. Tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang.
4. Pengaruh air
Air pada mineral – mineral lempung mempengaruhi flokulasi dan disperse yang terjadi pada partikel lempung. Untuk meninjau karakteristik tanah lempung maka perlu diketahui sifat fisik atau Index Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu:
a. Batas – batas Atterberg (Atterberg Limits)
Atterberg telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air yang bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis, dan batas susut. Ada tiga jenis mineral lempung yang diteliti, yaitu: montmorillonite, illite, dan kaolinite. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Batas-batas Atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976)
Berdasarkan Tabel 2.4 maka dapat dilihat pada Gambar 2.3, tanah lempung lunak dapat dikategorikan ke dalam kelompok MH atau OH berdasarkan sistem klasifikasi tanah unified. Dalam sistem Unified, yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh Casagrande (1948), simbol kelompok terdiri dari huruf-huruf deskriptif primer dan sekunder. Klasifikasi didasarkan atas prosedur-prosedur di laboratorium dan di lapangan. Tanah yang mempertunjukkan karakteristik dari dua kelompok harus diberi klasifikasi pembatas yang di tandai oleh simbol yang dipisahkan oleh tanda hubung.
IN D E K S PLA STI S BATAS CAIR CH CL OL ML MH OH & & CL - ML 0 Garis - A 0 10 10 20 30 40 60 50 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Gambar 2.3 Grafik plastisitas, sistem USCS (Das, 1994) Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut Montmorillonite 100 – 90 50 – 100 8,5 – 15
Illite 60 – 120 35 – 60 15 – 17
b. Berat Jenis (SG)
Nilai Specific Gravity yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah lempung lunak dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Nilai Specific Gravity untuk tiap mineral tanah lempung (Mitchell, 1976) Mineral Lempung Lunak Specific Gravity (SG)
Kaolinite 2,6 – 2,63
Illite 2,8
Montmorillonite 2,4
c. Permeabilitas Tanah (k)
Struktur tanah, konsistensi ion, dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung berperan penting dalam menentukan koefisien permeabilitas tanah lempung. Umumnya nilai k untuk lempung kurang dari 10-6 cm/detik2.
d. Komposisi Tanah
Angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada beberapa tipe tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Nilai angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada tanah lempung (Mitchell, 1976)
Kesimpulannya adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki perbedaan yang cukup mencolok terhadap tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan tersebut adalah:
Tipe Tanah Angka Pori, e Kadar air dalam keadaan jenuh
Berat volume kering (kN/m3)
Lempung kaku 0,6 21 17
Lempung lunak 0,9 – 1,4 30 – 50 11,5 – 14,5
· Tahanan friksi tanah kohesif < tanah non kohesif · Kohesi Lempung > tanah granular
· Permeability lempung < tanah berpasir
· Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir
· Perubahan volume pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah granular.
2.2.2 Mineral Lempung
Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Secara umum kira-kira 15 macam mineral diklasifikasikan sebagai mineral lempung. Di antaranya terdiri dari kelompok-kelompok :
montmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Kelompok yang lain, yang perlu
diketahui adalah : chlorite, vermiculite, dan hallosite.
Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan alumunium okthedra (Gambar 2.4). Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.
oksigen silikon alumninium hidroksil silika tetrahedra aluminium oktahedra lembaran alumnium lembaran silika (a) (b)
Gambar 2.4 Mineral-mineral lempung (Mitchell, 1976)
Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu
lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Å (1 angstrom = 10-10 m) (Gambar 2.5a). Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2.5b). Pada keadaan tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya.
7,2 A OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH oksigen hidroksil aluminium aluminium aluminium aluminium aluminium silika silika silika silika (a) (b) silikon
Gambar 2.5 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (b) Struktur atom kaolinite (Mitchell,1976)
Halloysite hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan lebih
acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. Jika lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain. Maka, sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan berubah secara tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.
Montmorillonite, disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang dibentuk
oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar 2.6a). lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.6b). Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya. Di samping itu tanah yang mengandung montmorillonite juga mempunya daya susut yang tinggi pada waktu musim kemarau. Faktor kembang susut ini yang mengakibatkan struktur perkerasan jalan maupun struktur ringan lainnya mengalami kerusakan.
aluminium aluminium aluminium silika silika silika silika silika silika silika OH OH OH OH oksigen hidroksil aluminium, besi silika. kadang-kadang magnesium aluminium
Lapisan-lapisan nH2O dan kation-kation yang dapat bertukar
(b) (a)
Gambar 2.6 (a) Diagram skematik struktur monmorillonite (b) Struktur atom montmorillonite (Mitchell, 1976)
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang
terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.7). Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.
K K K K 10 A ion kalium aluminium aluminium aluminium silika silika silika silika silika silika silika o
Gambar 2.7 Diagram skematik struktur Illite (Mitchell, 1976)
Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg digunakan untuk keperluan identifikasi tanah ini.
2.3 Pembuatan Tanah Remolded dengan Metode Pemadatan
Pemadatan tanah remolded yang akan digunakan sebagai sampel pada pengujian unconfined compression maupun triaksial dilakukan berdasarkan AASHTO dan ASTM. Dalam menyiapkan benda uji dengan menggunakan metode pemadatan, terlebih dahulu tentukan kadar air dan kepadatan sampel tanah remoulded. Pemadatan benda uji dengan
menggunakan material pemadatan sedikitnya enam lapisan, gunakan tekanan atau remasan, ke dalam suatu cetakan berpenampang lingkaran dan berbentuk silinder dengan diameter minimum 3.3 cm dan perbandingan tinggi dan diameter silinder diantara 2 dan 2,5. Tanah yang akan di buat sebagai benda uji dikumpulkan secara menyeluruh, kemudian dicampur dengan dengan air secukupnya untuk menghasilkan kadar air yang diinginkan.
Setelah benda uji bercampur secara homogen, simpan material tersebut di dalam kantong plastik yang tertutup paling sedikit 16 jam sebelum pemadatan. Benda uji dapat dibentuk kembali dengan kepadatan yang diinginkan juga; (I) remas atau padatkan tiap lapisan hingga massa tanah akumulatif yang ditempatkan dalam cetakan adalah pemadatan untuk mengetahui volume atau (II) dengan menyesuaikan banyaknya lapisan, banyaknya tumbukan tiap lapisan, dan kekuatan tiap tumbukan.. Gemburkan puncak tiap lapisan terlebih dahulu sebelum penambahan material untuk lapisan yang berikutnya. Penumbuk pneumatik yang digunakan untuk memadatkan material mempunyai luasan kontak dengan tanah sama dengan atau kurang dari ½ luasan cetakan tersebut. Setelah benda uji dibentuk, dengan akhir yang tegaklurus kepada poros yang membujur, pindahkan cetakan itu dan tentukan dimensi dan massa benda uji menggunakan alat yang telah ditentukan. Laksanakan satu atau lebih penentuan kadar air pada material yang berlebih gunakan untuk menyiapkan benda uji sesuai dengan ASTM D 2216.
2.4 Kuat Geser Tanah Lempung
Perubahan volume dapat terjadi pada pengujian dengan drainase terbuka (drained). Perubahan volume dapat berupa pengurangan atau penambahan, karena
pelonggaran tergantung dari kerapatan relatif maupun tekanan kekang atau tekanan sel (confining pressure). Demikian pula yang terjadi pada kelakuan tanah kohesif yang jenuh air bila mengalami pembebanan. Dalam kondisi pengujian dengan drainase terbuka, perubahan volume yang berupa kompresi ataupun pelonggaran tidak hanya tergantung pada kerapatan dan tegangan kekang saja, akan tetapi tergantung pula pada sejarah tegangan. Demikian pula pada pembebanan kondisi tak terdrainase (undrained), nilai tekanan air pori sangat tergantung dari jenis lempung, apakah lempung tersebut
normally consolidated atau overconsolidated.
Biasanya bekerjanya beban bangunan di lapangan, lebih cepat daripada kecepatan air untuk lolos dari pori-pori tanah lempung akibat pembebanan. Keadaan ini menimbulkan kelebihan air pori (excess pore pressure) dalam tanah. Jika pembebanan sedemikian rupa sehingga tak terjadi keruntuhan tanah, maka yang terjadi kemudian adalah air pori menghambur ke luar dan perubahan volume terjadi. Kecepatan perubahan volume yang terjadi pada tanah pasir dan lempung berbeda. Karena, kecepatan perubahan volume tanah akan sangat tergantung dari permeabilitas tanah. Karena tanah lempung berpermeabilitas sangat rendah, sedangkan tanah pasir tinggi, kecepatan berkurangnya tekanan air pori akan lebih cepat terjadi pada tanah pasir. Jadi, untuk tanah pasir, perubahan volume akibat penghamburan tekanan air pori akan lebih cepat daripada tanah lempung.
2.4.1 Kuat Geser Tanah Lempung pada Kondisi Undrained
Kuat geser tanah lempung pada kondisi undrained dapat diperoleh pada pengujian triaksial dengan dua cara yaitu:
a. Uji triaksial consolidated undrained b. Uji triaksial unconsolidated undrained a. Uji triaksial consolidated undrained
Uji triaksial CU (consolidated undrained) digunkan untuk menentukan kuat geser lempung pada kondisi tak terdrainase (undrained), yaitu bila lempung angka porinya (e) telah berubah dari kondisi asli di lapangan oleh akibat konsolidasi.
Dalam uji consolidated undrained, mula-mula benda uji diberikan tekanan sel supaya berkonsolidasi dengan drainase penuh diberikan. Setelah kelebihan tekanan air pori uc yang disebabkan oleh bekerjanya tekanan sel (s3) nol, tegangan deviator (Ds)
dikerjakan sampai menghasilkan keruntuhan benda uji. Selama pembebanan, saluran drainase ditutup. Karena drainase tertutup, tekanan air pori (tekanan air pori akibat tegangan deviator sewaktu drainase telah ditutup = ud) dalam benda uji bertambah.
Pengukuran serempak tegangan deviator Ds = s1 - s3 dan ud dilakukan saat pengujian.
b. Uji triaksial unconsolidated undrained
Uji triaksial dengan cara unconsolidated undrained, atau triaksial UU (tak terkonsolidasi-tak terdrainase), digunakan untuk menentukan kuat geser tanah lempung pada kondisi aslinya (di dalam tanah), dimana angka pori benda uji pada permulaan pengujian tidak berubah dari nilai aslinya di dalam tanah. Akan tetapi dalam praktik, pada pengambilan contoh benda uji, akan terjadi sedikit tambahan angka pori. Ada bukti bahwa kuat geser lempung kondisi undrained di lapangan adalah tidak isotropis (anisotropis), yaitu kuat gesernya tergantung dari arah tegangan utama mayor (s1) relatif
bekerjanya tekanan sel. Sebab, untuk tanah jenuh pada kondisi tanpa drainase, sembarang tambahan tekanan sel menghasilkan tambahan tekanan air pori. Jika seluruh benda uji dari tanah yang sama, sejumlah uji unconsolidated undrained, dilakukan dengan tekanan sel yang berbeda, akan menghasilkan nilai-nilai tegangan deviator (s1 -
s3) yang sama, pada saat runtuh.
Uji unconsolidated undrained dan uji drained dari bagian pengujian consolidated
undrained (tahap pengujian setelah konsolidasi penuh diizinkan dengan jalan penerapan
tekanan sel) dikerjakan dengan cepat, dan dapat pula dilakukan pengukuran tekanan air pori. Biasanya keruntuhan dihasilkan dalam periode 5 – 15 menit. Tiap pengujian dilaksanakan sampai tercapai nilai tegangan deviator maksimum atau regangan telah melampaui regangan aksial (axial strain) sampai sebesar 20%.
Seperti telah disebutkan, dalam uji unconsolidated undrained, drainase tidak diijinkan selama proses pengujian. Pertama, tekanan sel (s3) diterapkan, setelah itu
tegangan deviator (Ds) dikerjakan sampai contoh tanah runtuh. Dalam pengujian ini: Tegangan utama mayor total = s3 + Dsf = s1
Tegangan utama minor total = s3
Bila tanah jenuh, uji unconsolidated undrained, akan menghasilkan tegangan deviator pada saat keruntuhan (Dsf) yang praktis sama, seolah-olah mengabaikan
tekanan sel s3. Sehingga bentuk selubung kegagalan tegangan total adalah berupa garis
horizontal atau f = 0 (Gambar 2.8). Persamaan kuat geser pada kondisi undrained dapat dinyatakan dalam persamaan:
su = cu = 2 3 1 s s ... (2.2)
Dengan Dsf = s1 - s3, dan cu atau sering juga ditulis su adalah kohesi lempung pada
kondisi unconsolidated undrained. Nilai kuat geser yang dihasilkan biasanya disebut kuat geser undrained (cu). Sehingga persamaan (2.21) sering ditulis dalam bentuk:
su = cu = 2 f s D ... (2.3)
dengan Dsf = s1 - s3 = tegangan deviator pada kondisi unconsolidated undrained.
Dalam pengujian triaksial UU ini, walaupun pengujian dilakukan pada tekanan sel yang berbeda akan menghasilkan Dsf yang sama. Hal tersebut dapat diterangkan
sebagai berikut:
Ditinjau benda uji tanah lempung jenuh A yang pada mulanya dikonsolidasikan dengan tekanan sel s3, dan kemudian dibebani sampai runtuh pada kondisi undrained.
Hasil yang diperoleh adalah lingkaran Mohr untuk tegangan total adalah lingkaran 1 dan untuk tegangan efektif, lingkaran 2 (Gambar 2.9), dimana lingkaran 2 menyinggung garis selubung kegagalan tegangan efektif. Benda uji B dari jenis tanah yang sama, dikonsolidasikan dengan tekanan sel s3 dengan tambahan tegangan keliling Ds3 yang
juga tanpa adanya drainase, tekanan air pori akan bertambah dengan Duc. Karena Duc =
BDs3, (B adalah parameter tekanan air pori) dimana untuk tanah jenuh B = 1, benda uji
A dan B akan runtuh pada tegangan deviator yang sama, yaitu Dsf. Lingkaran Mohr
benda uji B dalam tinjauan tegangan total pada saat runtuh, diberikan oleh lingkaran nomor 3.
s t selubung kegagalan lingkaran lempung retak-retak tegangan efektif selubung kegagalan cu O = 0u Gambar 2.8 Uji triaksial UU (unconsolidated undrained) pada tanah lempung jenuh
(Das, 1987)
s t
selubung kegagalan
tegangan efektif selubung kegagalan
tegangan total O = 0 O = 0 Ds t = s f 1 2 3 tg ' t = s ftg cu f Af Dsf Dsf D = Dsuc 3 fcu f Dsf s3 s1 s3' s1' s + Ds 3 3 s + Ds + Ds3 3 f
Gambar 2.9 Kuat geser undrained (Das, 1987) Pada benda uji B, saat runtuh:
besarnya s3 adalah s3 +Ds3
besarnya s1 adalah s3 +Ds3 + Dsf
Tegangan efektif benda uji B, s1’ = (s3 +Ds3 + Dsf) – (Duc + AfDsf)
Karena tanah jenuh, maka Ds3 = Duc. Persamaaan tegangan efektif menjadi:
s1’ = (s3 + Dsf) – AfDsf
= s1 – AfDsf
s3’ = (s3 + Dsf) – (Duc + AfDsf)
= s1 – AfDsf
= s3’ (sama dengan s3’ benda uji A)
Jadi, tegangan-tegangan utama yang diperoleh akan sama dengan tegangan-tegangan utama pada benda uji A, atau lingkaran Mohr tegangan efektif pada benda uji B akan sama dengan lingkaran Mohr tegangan efektif pada benda uji A, yaitu lingkaran nomor 2. Dengan demikian, sembarang s3 yang dibebankan pada benda uji B akan memberikan
tegangan deviator (Dsf)yang sama.
Pada jenis lempung retak-retak, garis selubung kegagalan pada s3 yang rendah
akan berupa lengkung (Gambar 2.8). Hal ini terjadi karena pada tegangan s3 rendah
tersebut celah masih membuka, yang berakibat nilai kuat gesernya lebih rendah. Hanya, jika tegangan keliling s3 cukup besaruntuk menutup celahnya kembali, kuat gesernya
menjadi konstan.
Persamaan kuat geser sering dituliskan dalam bentruk persamaan: s = c + s tg f. Karena pada kondisi undrained untuk lempung jenuh fu = 0, sehingga nilai s tg f = 0.
Pada kondisi ini, kuat geser udrained dituliskan sebagai su = cu (kohesi undrained).
2.4.2 Kuat Geser Tanah Berdasarkan Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Uji tekan bebas termasuk hal yang khusus dari uji triaksial
unconsolidated-undrained, UU (tak terkonsolidasi-tak terdrainase). Gambar skematik dari prinsip
pembebanan dalam percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.10. Kondisi pembebanan sama dengan yang terjadi pada uji triaksial, hanya tekanan selnya nol (σ3 = 0).
Bila maksud pengujian adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah, pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada pembebanan cepat, air tidak sempat mengalir ke luar dari benda uji. Pada lempung jenuh, tekanan air pori dalam benda uji pada awal pengujian negatif (tegangan kapiler).
s1
s1
s = 03
s = 03 Contohtanah
Gambar 2.10 Skema uji tekan bebas (Christady, 2006)
Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:
σ1 = σ3 + Dσf = Dσf = qu ... (2.4)
dengan qu adalah kuat tekan bebas (unconfined compression strength). Secara teoritis,
nilai Dσf pada lempung jenuh seharusnya sama seperti yang diperoleh dari
pengujian-pengujian triaksial unconsolidated-undrained dengan benda uji yang sama. Sehingga diperoleh: su = cu = 2 u q ………..……… (2.5)
dimana su atau cu adalah kuat geser undrained dari tanahnya. Hubungan konsistensi
Hasil uji tekan bebas biasanya tidak begitu meyakinkan bila digunakan untuk menentukan nilai parameter kuat geser tanah tak jenuh.
Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas (qu) tanah lempung dengan konsistensinya (Christady, 2006)
Konsistensi qu (kN/m2)
Lempung keras Lempung sangat kaku Lempung kaku Lempung sedang Lempung lunak Lempung sangat lunak
> 400 200 – 400 100 – 200 50 – 100 25 – 50 < 25
Dalam praktek, untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada kondisi keruntuhan, beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs, 1981): (1) Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam ruang
pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda uji bertambah.
(2) Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen. Dalam praktek, sangat jarang lempung overconsolidated dalam keadaan utuh, dan bahkan sering terjadi pula lempung normally consolidated mempunyai retakan-retakan.
(3) Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Tekanan kekang efektif (effective
confining pressure) awal adalah tekanan kapiler residu yang merupakan fungsi dari
tekanan pori residu (-ur). Hal ini berarti bahwa penentuan kuat geser tanah dari uji
(4) Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah mencapai keruntuhan. Pengujian ini merupakan uji tegangan total dan kondisinya harus tanpa drainase selama pengujian berlangsung. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tegangan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.
Perlu diperhatikan bahwa kuat tekan bebas adalah nilai (σ1 - σ3) saat runtuh
(dengan σ3 = 0), sedang kuat geser undrained adalah nilai tf = ½ (σ1 - σ3) saat runtuh.
2.4.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb
Keruntuhan (failure) telah dijelaskan, dapat diartikan sebagai ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan dapat dihubungkan dengan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat dimana tidak dapat ditahan oleh tanah.
Tujuan dari teori ini adalah untuk menyajikan hubungan dimana kekuatan sebagai fungsi dari beberapa propertis tanah dan beban yang terjadi dan dapat memperkirakan kombinasi tegangan yang kritis. Teori keruntuhan digunakan untuk menguji hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser tanah.
Landasan teori yang digunakan dalam teori keruntuhan Mohr-Coulomb ini adalah berdasarkan teori kekuatan geser tanah Mohr-Coulomb yang bila dinyatakan dalam fungsi tegangan normal efektif seperti pada persamaan (2.6).
tf = c’ + σ’f tan f’ ... (2.6)
Tegangan normal ini dinotasikan dalam suatu tegangan utama, yang terdiri dari: · Tegangan utama maksimum (σ1)
· Tegangan utama menengah (σ2)
· Tegangan utama minimum (σ3)
Pada kondisi di lapangan, umumnya tanah mengalami tegangan anisotrpis, tetapi pada pengujian dengan menggunakan alat triaksial, tanah mengalami tegangan secara isotropis, sehingga diperlukan suatu penyederhanaan dimana σ2 = σ3 sebagai tegangan
utama minimum.
Hasil dari suatu seri pengujian triaksial secara berurutan dapat digambarkan dalam lingkaran-lingkaran Mohr dan hubungan antar titik tegangan pada keadaan runtuh akan mendapatkan suatu selubung keruntuhan (Gambar 2.11). Dimana kemiringannya menyatakan sudut tahanan geser (f’) dan perpotongannya dengan sumbu t menyatakan nilai kohesi (c’) dari tanah tersebut.
s'1 s'1 s'3 s'3 f t s s'3 s'f tf s'1 tf q 2 c' s'3 s'1 ' ' s'f Selubung keruntuhan q
Gambar 2.11 Kondisi tegangan pada keadaan runtuh (Das, 1987)
Dengan memplot grafik hubungan antara ½(σ’1 – σ’3) terhadap ½(σ’1 + σ’3) maka setiap
kondisi tegangan dapat dinyatakan dengan suatu titik tegangan yang lebih baik daripada lingkaran Mohr (Gambar 2.12). Hal ini dikenal sebagai selubung keruntuhan yang dimodifikasi, yang dinyatakan dalam persamaan (2.7).
½(σ’1 – σ’3) = a’ + ½(σ’1 + σ’3) tan a’ ……….. (2.7)
Dimana a’ dan a’ adalah kekuatan geser yang dimodifikasi. Parameter c’ dan f’ dinyatakan sebagai:
f’ = sin-1 (tan a’) ... (2.8)
c’ = ' cos ' f a ... (2.9) s'1 s'1 s'3 s'3 a a' ' s'f Titik tegangan Modifikasi selubung keruntuhan 45° 45° ( - ) 1/2 s'1 s'3 ( + ) 1/2
Gambar 2.12 Alternatif yang menggambarkan kondisi tegangan (Das, 1987)
2.5 Kesensitifan dan Thixotrophy dari Tanah Lempung
Pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah dapat diamati bahwa kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak, bila tanah tersebut duji-ulang lagi setelah tanah tersebut menderita kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.13. Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitifity). Tingkat kesensitifan dapat ditentukan sebagai rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara
tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan: ST = ) ( ) ( remolded uji benda q asli uji benda q u u ... (2.10) qu qu Asli (undisturb) Rusak (remolded) Tegangan aksial s
Gambar 2.13 Kekuatan tekan tak tersekap (unconfined) dari tanah lempung yang asli dan yang telah menderita kerusakan struktural
Rasio kesensitifan sebagian besar tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, biarpun pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi didapat juga harga rasio kesensitifan yang dapat berkisar antara 10 sampai 80. Ada beberapa jenis tanah lempung tertentu yang akibat kerusakan tersebut dapat tiba-tiba berubah menjadi cair. Tanah-tanah seperti itu sebagian besar dijumpai di daerah Amerika Utara dan daerah semenanjung Skandinavia yang dulunya tertutup es. Tanah-tanah lempung seperti ini biasa dinamai sebagai quick clays. Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, maka perlu diadakan pengelompokan yang berhubungan dengan sifat sensitifnya. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Sensitifitas lempung (Peck et al, 1951) Sensitifitas Lempung » 1 1 - 2 2 – 4 4 – 8 8 – 16 > 16 Tidak sensitif Sensitifitas rendah Sensitifitas sedang Sensitifitas Sensitifitas ekstra Quick
Kehilangan kekuatan setelah adanya kerusakan struktural pada tanah dapat terjadi terutama karena memang sudah ada perubahan-perubahan yang berarti dari struktur dasar partikel tanah asli selama berlangsungnya proses sedimentasi dari tanah tersebut pada mulanya.
Bila setelah adanya kerusakan tersebut sampel tanah dibiarkan tidak terusik (juga tanpa adanya perubahan dari kadar airnya), tanah tersebut akan lambat laun pulih kekuatannya. Peristiwa ini disebut sebagai thixotrophy. Thixotrophy adalah proses pulihnya kembali kekuatan tanah, yang melemah akibat kerusakan struktural, sebagai fungsi dari waktu. Hilangnya kekuatan tanah tersebut lambat laun dapat kembali apabila tanah tersebut dibiarkan beristirahat. Sebagian besar tanah pada kenyataannya hanya
thixotrophy parsial. Artinya bahwa hanya sebagian saja dari kekuatan tanah yang hilang
akibat kerusakan tersebut yang lambat laun dengan berjalannya waktu akan kembali. Perbedaan yang ada antara kekuatan tanah mula-mula (asli) dan kekuatan tanah setelah pulih akibat thixotrophy diperkirakan akibat dari struktur partikel tanah yang tidak sepenuhnya pulih seperti sediakala. Durasi waktu yang digunakan tanah untuk beristrahat juga harus diperhatikan, karena makin lama tanah dibiarkan maka kadar air dalam tanah akan menguap, sehingga kekuatan tanah dapat lebih kuat dari tanah aslinya.
Indeks Cair (LI) Se ns iti vi ta s ya ng d ip er ol eh 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1 2 3 4 5 6
Gambar 2.14 Variasi sensitifitas yang diperoleh dengan Indeks Cair (Liquid Index, LI) pada lempung Laurentian (Seed dan Chan, 1959)
Waktu Terganggu Pengerasan Te rg an gg u Te rg an gg u Mengeras Tak terganggu Ku at g es er
Gambar 2.15 Kenaikan kembali kekuatan material Thixotropic secara parsial (Seed dan Chan, 1959)
Terdapat beberapa jenis lempung yang sensitifitasnya secara keseluruhan tidak dapat diperhitungkan dari Thixotropy (Berger dan Gnaedinger, 1949). Artinya, hanya sebagian dari kehilangan kekuatan akibat gangguan dapat diperolehnya kembali oleh pengerasan sejalan dengan waktu. Hilangnya kekuatan sebagian ini, diakibatkan oleh pecahnya susunan asli dari lempung. Sifat umum kenaikan kembali kekuatan material
thixotropy secara parsial (partially thixotropy) diperlihatkan dalam Gambar 2.15. Seed
dan Chan (1959) melakukan beberapa pengujian pada tiga lempung dipadatkan dengan kadar air di dekat atau di bawah batas plastisnya (PL), untuk mempelajari karakteristik kenaikan kembali kekuatannya. Sifat-sifat lempung ini ditunjukkan dalam Tabel 2.9 dan Gambar 2.20, yang memperlihatkan rasio kekuatan thixotropy dengan waktu. Rasio kekuatan thixotropic didefinisikan sebagai:
Rasio kekuatan thixotropic =
) 0 ( ) ( = t pada dipadatkan u t u q q ... (2.11)
Dengan qu adalah kuat geser undrained pada waktu t setelah pemadatan.
Tabel 2.9 Sifat-sifat tanah lempung (Seed dan Chan)
Tanah Batas cair
LL (%) Batas plastis PL (%) Kadar air W (%) Derajat kejenuhan S (%) Lempung berlanau Vicksburg
Lempung berpasir Pittsburgh Lempung Friant-Kern 37 35 59 23 20 35 19,5 17,4 22 95 96 95 Waktu (menit) R asi o ke ku at an th ixo tro pi k Lempung Friant-Kem
Lempung berlanau Vicksburg
Lempung berpasir Pittsburg
10 100 1000 10000 100000 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
Gambar 2.16 Kenaikan Kekuatan thixotropic dengan waktu untuk tiga lempung dipadatkan (Seed dan Chan)
Hasil ini mendemonstrasikan bahwa kenaikan kembali kekuatan thixotropic dimungkinkan terjadi pada tanah-tanah dengan kadar air (w) pada atau di dekat batas plastisnya (PL).
2.6 Hubungan Tegangan-Regangan pada Program Plaxis
Model material merupakan suatu persamaan matematis yang menyatakan hubungan antar tegangan dan regangan. Model material seringkali dinyatakan dalam bentuk dimana suatu peningkatan tegangan tertentu (atau ”perubahan tegangan”) dihubungkan dengan suatu peningkatan regangan tertentu (atau ”perubahan regangan”). Seluruh model material di dalam program Plaxis didasarkan pada suatu hubungan antara
perubahan tegangan efektif ( '
×
s ), dan perubahan regangan (
×
e). Hubungan tegangan-regangan dapat dituliskan sebagai berikut:
'
×
s = C .
×
e ... (2.12a)
Dimana: C = Matrik konstitutif material
' × s = ÷ ø ö ç è æ × × × × × × zx yz xy zz yy xx ' ' ' ' ' ' s s s s s s T ... (2.12b) × e = ÷ ø ö ç è æ× × × × × × zx yz xy zz yy xxe e g g g e T ... (2.12c) zz yy xx ' ' ' × × × s s
s = pertambahan tegangan normal efektif arah sumbu X–X, Y–Y dan Z-Z
zx yz xy ' ' ' × × × s s
s = pertambahan tegangan normal efektif arah sumbu X–Y, Y–Z dan Z-X
zz yy xx × × × e e
e = pertambahan tegangan normal efektif arah sumbu X–X, Y–Y dan Z-Z
zx yz xy × × × g g
Dari persamaan hubungan tegangan-regangan terlihat jelas bahwa tekanan air pori tidak dimasukkan di dalam hubungan tegangan-regangan, sehingga regangan yang terjadi adalah pada material yaitu pada butir tanah (soil skeleton). Analisis yang bisa dilakukan pada program Plaxis yaitu: plane strain dan axisymetris.
2.6.1 Definisi Umum dari Tegangan
Tegangan merupakan suatu tensor yang dapat dinyatakan oleh sebuah matriks dalam koordinat Cartesius:
ú ú ú û ù ê ê ê ë é = zz zy zx yz yy yx xz xy xx s s s s s s s s s s ... (2.13)
Dalam teori deformasi standar, tensor tegangan adalah simetris sehingga sxy = syx, syz =
szy, dan szx = sxz. Dalam situasi ini, tegangan sering dinyatakan dalam notasi vektor,
yang melibatkan hanya enam buah komponen saja, yakni:
s =
(
sxxsyyszzsxysyzszx)
T ... (2.14) Namun dalam kondisi regangan bidang, syz = szx = 0. Menurut prinsip dari Terzaghi,tegangan dalam tanah menjadi tegangan efektif, s’ dan tekanan air pori, sw sehingga
dapat ditulis menjadi:
s = s’ + sw ... (2.15)
Air dianggap tidak dapat menahan gaya geser sama sekali. Karena itu, tegangan geser efektif adalah sama dengan tegangan geser total. Komponen tegangan normal positif dianggap menyatakan tarik, sedangkan komponen tegangan normal negatif menyatakan tegangan tekan.
Model material untuk tanah dan batu umumnya dinyatakan sebagai hubungan antara peningkatan tegangan efektif tertentu terhadap peningkatan regangan. Dalam hubungan semacam itu, peningkatan tegangan efektif tertentu dinyatakan oleh perubahan tegangan (dinotasikan oleh sebuah titik di atas simbol tegangan) pers. (2.16).
' × s = ÷ ø ö ç è æ × × × × × × zx yz xy zz yy xx ' ' ' ' ' ' s s s s s s T ... (2.16) y x z
s
yys
xys
xxs
xzs
zxs
zys
zzs
yzs
yxGambar 2.17 Sistem koordinat umum tiga dimensi dan perjanjian tanda pada tegangan (Manual Plaxis version 8, 2007)
Seringkali lebih menguntungkan menggunakan tegangan utama dibandingkan komponen tegangan Cartesius dalm formulasi model material. Tegangan utama adalah tegangan di dalam sistem koordinat dimana seluruh komponen tegangan geser adalah nol. Sebenarnya tegangan utama adalah nilai eigen dari tensor tegangan. Tegangan efektif utama dapat ditentukan dengancara berikut:
det (s'-s'I)= 0 ... (2.17a) Dimana I adalah matrik identitas. Persamaan ini menghasilkan tiga buah solusi untuk s’, yaitu tegangan-tegangan efektif (s’1, s’2, s’3). Dalam Plaxis tegangan efektif utama
diatur secara berurutan sebagai berikut:
Dimana s’1 merupakan tegangan tekan utama terbesar dan s’3 merupakan tegangan
tekan utama terkecil. Dalam program Plaxis, model sering dinyatakan dengan mengacu pada ruang tegangan utama, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.18. Selain tegangan utama, umumnya juga berguna untuk mendefinisikan invarian tegangan, yaitu besarnya tegangan yang tidak tergantung dari orientasi sistem koordinat. Dua buah invarian tegangan yang berguna adalah:
p’ = - 3 1(s’ xx + s’yy + s’zz) = - 3 1(s’ 1 + s’2 + s’3 ... (2.18) q =
(
(
'xx 'yy) (
2 'yy 'zz)
2(
'zz 'xx)
2 6.(
2xy 2yz 2zx)
)
2 1 s -s +s -s + s -s + s +s +s (2.19)Dimana p’ adalah tegangan efektif isotropis, atau tegangan efektif rata-rata, dan q adalah tegangan deviatorik atau tegangan geser ekivalen. Perhatikan bahwa perjanjian tanda yang digunakan untuk p’ adalah positif untuk tegangan tekan, berbeda dengan perjanjian tanda untuk tegangan lainnya. Tegangan geser ekivalen q, mempunyai sifat penting dan berubah menjadi q = s'1-s'3 untuk kondisi tegangan triaksial dengan s’2 = s’3.
-s
1'-s
3'-s
2'-s = -s = -s
1' 2' 3'Gambar 2.18 Ruang tegangan utama (Manual Plaxis version 8, 2007) Tegangan efektif utama dapat dituliskan sebagai fungsi dari invarian sebagai berikut:
-s’1 = p’ + 3 2qsin (q - 3 2 p) ... (2.20a) -s’1 = p’ + 3 2qsin (q) ... (2.20b) -s’1 = p’ + 3 2qsin (q + 3 2 p) ... (2.20c) Dimana, q = 3 1 .arcsin ÷÷ ø ö çç è æ 3 3 . 2 27 q J ... (2.21) Dengan, J3 = (s’xx – p’) (s’yy – p’) (s’zz – p’) - (s’xx – p’)s2yz - (s’yy – p’)s2zx - (s’zz – p’)s2 xy + 2sxysyzszx ... (2.22)
2.6.2 Definisi Umum dari Regangan
Regangan merupakan sebuah tensor yang dapat dinyatakan oleh matriks dalam koordinat Cartesius: ú ú ú û ù ê ê ê ë é = zz zy zx yz yy yx xz xy xx e e e e e e e e e e ... (2.23)
Sesuai dengan teori deformasi kecil, hanya jumlah dari komponen regangan geser Cartesius eij dan eji yang saling melengkapi saja yang menghasikan tegangan geser.
Jumlah ini dinotasikan sebagai regangan geser g. Karena itu bukan exy, eyx, eyz, ezy, ezx
dan exz melainkan komponen regangan geser gxy, gyz, dan gzx yang digunakan. Di bawah
kondisi di atas, regangan seringkali dituliskan dalam notasi vektor, yang melibatkan hanya enam buah komponen yang berbeda, yaitu:
exx = x ux ¶ ¶ ... (2.25) eyy = y uy ¶ ¶ ... (2.26) ezz = z uz ¶ ¶ ... (2.27) gxy = exy + eyx = y ux ¶ ¶ + x uy ¶ ¶ ... (2.28) gyz = eyz + ezy = z uy ¶ ¶ + y uz ¶ ¶ ... (2.29) gzx = ezx + exz = x uz ¶ ¶ + z ux ¶ ¶ ... (2.30) Sama dengan tegangan, komponen regangan normal positif menyatakan regangan tarik, sedangkan komponen regangan normal negatif menyatakan tekan.
Dalam formulasi model material, dimana digunakan peningkatan regangan tertentu, peningkatan ini dinyatakan oleh perubahan regangan (dinotasikan dengan sebuah titik di atas simbol regangan).
× e = ÷ ø ö ç è æ× × × × × × zx yz xy zz yy xxe e g g g e T ... (2.31) ezz = gxz = gyz = 0 (kondisi regangan bidang/plane strain)
ezz =
r
1
.ux (kondisi axisimetyris; r = jari-jari)
Invarian regangan yang sering digunakan adalah regangan volumetrik (ev) yang
didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh komponen regangan normal, seperti rumus berikut:
Pada program Plaxis untuk model elastoplastik, strain yang terjadi adalah gabungan dari regangan elastik dan plastis yang dirumuskan sebagai berikut:
e = ee+ ep ... (2.33)
2.7 Jenis Material
Ada 3 (tiga) jenis material pada programn Plaxis yang bisa dipilih untuk masing-masing model tanah yang digunakan, yaitu:
1. Jenis material drained
Material drained digunakan untuk mengatur tidak ada kenaikan tekanan air pori (pore water pressure) pada material tersebut. Jenis ini diterapkan untuk kondisi tanah kering, tanah yang mempunyai permeabilitas besar seperti pasir, tanah yang mengalami pembebanan sangat lambat, serta untuk mensimulasikan prilaku tanah dalam jangka panjang.
2. Jenis material undrained
Material undrained digunakan untuk mengatur timbulnya kenaikan tekanan air pori (excess pore water pressure) pada metrial tanah. Jenis ini diterapkan pada kondisi tanah yang mempunyai koefisien permeabilitas (k) kecil seperti tanah lempung, sehingga sewaktu diberikan excess pore water pressure tidak langsung terdisipasi. Besarnya kenaikan tekanan air pori dihitung berdasarkan bulk modulus air:
DUw = n Kw De v ... (2.34) n Kw = 100G ... (2.35)
G = ) ' 1 .( 2 ' u + E ... (2.36)
Besarnya kenaikan tegangan rata-rata efektif adalah:
DP’ = K’ Dev ... (2.37) K’ = ) ' 2 1 .( 2 ' u -E ... (2.38) Dimana:
K’ = bulk modulus untuk skelaton Kw = bulk modulus air
Dev = kenaikan regangan volume
n = porositas tanah
E’ = Young’s modulus efektif
u’ = Poisson ratio efektif, dibatasi maksimum 0,35 3. Jenis material non-porous
Digunakan untuk mengatur tidak ada kenaikan tekanan air pori pada material, jenis material non-porous untuk memodelkan material beton, batuan atau prilaku struktu lainnya.
2.8 Analisis Tak Terdrainase Dengan Parameter Efektif dan Total
Dalam program Plaxis, perilaku tak terdrainase dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara analisis yaitu: analisis dengan menggunakan parameter efektif dan parameter total. Analisis tak terdrainase dengan menggunakan parameter efektif dapat dicapai dengan mengatur jenis prilaku material (jenis material) dari lapisan tanah menjadi tak terdrainase.
Adanya tekanan air pori dalam massa tanah, umumnya diakibatkan oleh air, ikut menentukan besarnya tegangan total. Menurut prinsip Terzaghi, tegangan total (s) dapat dibedakan menjadi tegangan efektif ( 's ) dan tekanan air pori (u). Walaupun demikian air dianggap tidak dapat menerima tegangan geser, sehingga tegangan geser efektif akan sama dengan tegangan geser total seperti rumus di bawah ini:
sxx = s’xx + u ; syy = s’yy + u ; szz = s’zz + u ...…….. (2.39)
sxy = s’xy ; sxx = s’xx ; sxx = s’xx …….….. (2.40)
Pada program Plaxis, analisis tak terdrainase dengan menggunakan parameter efektif dapat dilakukan dengan cara parameter efektif seperti shear modulus (G), Poisson ratio (u) secara otomatis ditransfer ke dalam bentuk parameter undrained Eu dan
uu dengan menggunakan persamaan:
Eu = 2G(1 + uu) uu = ) ' 2 1 ( 2 1 ) ' 1 ( ' u m u m u + + + + ….…... (2.41) m = ' . 3 1 K K n w K’ = ) ' 2 1 ( 3 ' u -E ………...….. (2.42) Untuk memodelkan perilaku material tak terdrainase yang didasarkan pada parameter efektif dari model ini tersedia untuk seluruh model material dalam program
Plaxis. Dengan pilihan ini maka perhitungan tak terdrainase dapat dilakukan dengan
menggunakan masukan berupa parameter efektif, dengan perbedaan secara explisit antara tegangan efektif dan tekanan air pori berlebih. Analisis seperti ini memerlukan parameter efektif dari tanah sehingga akan sangat baik dan tepat jika parameter efektif tersebut tersedia. Untuk proyek tanah lunak, data berupa parameter efektif yang akurat tidak selalu tersedia, tetapi uji lapangan atau uji laboratorium mungkin telah dilakukan
untuk memperoleh parameter tanah yang tak terdrainase. Dalam situasi seperti ini maka modulus Young tak terdrainase yang terukur dapat dengan mudah dikonversikan menjadi modulus Young terdrainase dengan cara:
E’ = 3 ) ' 1 ( 2 +u .Eu ... (2.43)
Namun demikian, kuat geser tak terdrainase tidak dapat dengan mudah digunakan untuk menentukan parameter kuat geser efektif f’ dan c’. Untuk proyek semacam ini Plaxis menawarkan kemungkinan untuk melakukan analisis tak terdrainase dengan masukan berupa parameter kuat geser tak terdrainase (cu atau su) dan f = fu = 0°. Pilihan ini hanya
tersedia untuk model Mohr Coulomb dan model hardening Soil, tetapi tidak tersedia untuk model Soft Soil (Creep).
Sementara untuk analisis tak terdrainase dengan menggunakan parameter total, dalam program Plaxis dapat menggunakan jenis material non-porous dan secara langsung memasukkan parameter-parameter elastis tak terdrainase E = Eu dan u = uu =
0.495 serta parameter kuat geser tak terdrainase c = cu dan f = fu = 0°. Dalam kasus ini
analisis tegangan total dilakukan tanpa membedakan tegangan efektif dengan tekanan air pori. Karena itu, seluruh keluaran yang dinyatakan sebagai tegangan efektif harus diinterpretasikan sebagai tegangan total dan seluruh tekanan air pori adalah nol. Dalam keluaran grafis untuk tegangan, tegangan dalam klaster yang non-porous tidak ditampilkan. Jika kondisi tegangan ingin ditampilkan, maka jenis material yang harus dipilih adalah terdrainase dan bukan non-porous, serta pastikan tidak ada tekanan air pori yang terbentuk dalam klaster-klaster ini. Perhatikan bahwa pendekatan ini tidak dapat dilakukan saat menggunakan model Soft Soil Creep. Secara umum, analisis tegangan efektif dengan menggunakan pilihan tak terdrainase di dalam Plaxis untuk
memodelkan perilaku tak terdrainase lebih baik dibandingkan dengan analisis tegangan total.
2.9 Pemodelan Material
Ada banyak model material yang bisa digunakan untuk analisis tegangan-regangan pada tanah, tetapi yang akan disajikan dalam tulisan ini hanya 3 (tiga jenis), yaitu:
1. Model Elastik Linier 2. Model Mohr Coulomb 3. Model Soft Soil
2.9.1 Model Elastik Linier
Model material untuk tanah dan batuan umumnya dinyatakan sebagai suatu hubungan antara peningkatan tegangan efektif tertentu (perubahan tegangan efektif) dan peningkatan regangan tertentu (perubahan regangan). Hubungan ini dapat dinyatakan dalam bentuk: ' × s = C .e × e ... (2.44) e
C adalah matrik kekakuan material. Perhatikan bahwa dalam pendekatan ini, tekanan air pori secara eksplisit dipisahkan dari hubungan tegangan-regangan.
Model material yang paling sederhana dalam Plaxis didasarkan pada hukum Hooke untuk perilaku elastis linier isotropis. Model ini dinamakan sebagai model linier elastis, namum model ini juga menjadi dasar dari model-model yang lain. Hukum Hooke dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
ú ú ú ú ú ú ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ê ê ê ê ê ê ë é × × × × × × zx yz xy zz yy xx ' ' ' ' ' ' s s s s s s = ) ' 1 )( ' . 2 1 ( ' u u + -E ú ú ú ú ú ú ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ê ê ê ê ê ê ë é -' 2 1 0 0 0 0 0 0 ' 2 1 0 0 0 0 0 0 ' 2 1 0 0 0 0 0 0 ' 1 ' ' 0 0 0 ' ' 1 ' 0 0 0 ' ' ' 1 u u u u u u u u u u u u . ú ú ú ú ú ú ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ê ê ê ê ê ê ë é × × × × × × zx yz xy zz yy xx ' ' ' ' ' ' g g g e e e (2.45)
Hubungan antara modulus Young (E), dengan modulus-modulus kekakuan yang lain, seperti modulus geser (G), modulus bulk (K), dan modulus oedometer (Eoed),
dinyatakan sebagai berikut:
G = ) 1 .( 2 +u E ... (2.46) K = ) 2 1 .( 3 - u E ... (2.47) Eoed = ) 1 )( 2 1 ( ) 1 ( u u u + -- E ... (2.48)
Saat memasukkan parameter dari material untuk model linier elastis atau Mohr-Coulomb, nilai dari G dan Eoed ditampilkan sebagai parameter tambahan (alternatif).
Dalam program Plaxis parameter alternatif tersebut dipengaruhi oleh nilai modulus Young (E) dan Poisson ratio (u) yang dimasukkan ke dalam program Plaxis.
Model linier elastis umumnya tidak sesuai untuk memodelkan perilaku tanah yang sangat tidak linier, tetapi akan tepat jika digunakan untuk memodelkan perilaku dari struktur, seperti dinding atau pelat beton yang tebal, yang umumnya mempunyai kekuatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan kekuatan tanah. Untuk aplikasi-aplikasi semacam ini, model linier elastis akan sering digunakan bersamaan dengan jenis material non-porous untuk menghilangkan tekanan air pori dari elemen-elemen struktural ini.
2.9.2 Model Mohr Coulomb (Perfect-Plasticity)
Plastisitas mempunyai hubungan dengan terbentuknya regangan yang tidak dapat kembali seperti semula. Untuk mengevaluasi apakah plastisitas telah terjadi dalam perhitungan, sebuah fungsi leleh (yield function f), digunakan sebagai fungsi dari tegangan dan regangan. Sebuah fungsi leleh umumnya dapat dinyatakan sebagai suatu bidang dalam ruang tegangan utama. Sebuah model plastis sempurna merupakan suatu model konstitutif dengan bidang leleh tertentu, yaitu bidang leleh yang sepenuhnya didefinisikan oleh parameter model dan tidak terpengaruh oleh peregangan (plastis). Untuk kondisi tegangan yang dinyatakan oleh titik-titik yang berada di bawah bidang leleh, perilaku dari titik-titik tersebut akan sepenuhnya elastis dan seluruh regangan dapat kembali seperti semula (Gambar 2.19).
Prinsip dasar dari elastoplastis adalah regangan yang terjadi merupakan
gabungan dari elastis dan plastis. (e =ee+ ep atau
× e = × e e + × p
e ). Apabila tanah masih dalam kondisi elastis, maka persamaan (2.43) bisa dituliskan sebagai berikut:
' × s = C .e × e e = C (e × e - × p e ) ... (2.49)
Berdasarkan teori plasticity klasik (ill, 1950), bahwa pertambahan regangan plastis adalah turunan dari fungsi leleh (yield function) terhadap tegangan. Hal ini berarti bahwa perubahan regangan plastis dapat dinyatakan sebagai vektor yang tegak lurus terhadap bidang leleh. Bentuk klasik dari teori plastisitas ini disebut sebagai plastisitas terasoisasi (associated plastisity). Namun bila teori tersebut dipakai untuk fungsi leleh model Mohr Coulomb yang diaplikasikan dalam Plaxis akan membuat prediksi yang berlebihan terhadap dilatansi. Karena itu, selain fungsi leleh (yield function (f))
digunakan juga sebuah fungsi potensial plastis (plastic potential function (g)) yang besarnya tidak sama dengan fungsi leleh tersebut (f ≠ g), yang dinyatakan sebagai non
associated plastisity. Secara umum pertambahan regangan plastis ditulis sebagai berikut:
× p e = l. ' s ¶
¶g dimana l adalah faktor pengali plastis
Untuk tanah yang berperilaku elastis murni: l = 0, untuk f < 0 atau ' s ¶ ¶ T f .C .e × e £ 0
Sementara untuk tanah yang berperilaku dalam kondisi plastis: l > 0, untuk f = 0 atau ' s ¶ ¶ T f .Ce. × e > 0
s
e
'Gambar 2.19 Ide dasar dari suatu model elastis plastis sempurna (Manual Plaxis version 8, 2007)
Persamaan-persamaan ini dapat digunakan untuk mendapatkan hubungan antara pertambahan tegangan efektif dan pertambahan regangan pada elastoplastis (Smith & Griffith, 1982; Vermeer & de Borst, 1984) adalah:
' × s = Cep. × e ... (2.50) ' × s = (Ce - d a .Ce. ' s ¶ ¶g . ' s ¶ ¶ T f .Ce). × e ... (2.51) Dimana:
d = ' s ¶ ¶ T f .Ce. ' s ¶ ¶g ... (2.52) α = Parameter pengatur, bila tanah dalam kondisi elastis α = 0 dan dalam kondisi
plastis α =1
Teori plastisitas di atas terbatas untuk bidang leleh yang menerus dan mulus, dan tidak meliputi multi bidang kontur leleh seperti pada model Mohr Coulomb. Untuk bidang leleh seperti ini, teori plastisitas telah dikembangkan oleh Koiter (1960) dan beberapa peneliti lain untuk memperhitungkan flow vertices yang melibatkan dua atau lebih fungsi potensi plastis, yakni:
× p e = l1. ' 1 s ¶ ¶g + l 2. ' 2 s ¶ ¶g +... ... (2.53)
Sama dengn persamaan di atas, beberapa fungsi leleh yang bersifat quasi-independent (f1, f2, …) digunakan untuk menentukan besarnya nilai pengali (l1,l1, ...).
Kondisi leleh Mohr Coulomb secara penuh terdiri dari enam buah fungsi leleh saat diformulasikan dalam konteks tegangan utama dan dipengaruhi oleh parameter c dan f. (Smith & Griffith, 1982). Fungsi-fungsi leleh ini secara bersamaan membentuk kerucut heksagonal dalam ruang tegangan utama seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.20.
f1a = 2 1(s’ 2 - s’3) + 2 1(s’ 2 + s’3).sin f - c. cos f £ 0 f1b = 12(s’3 - s’2) + 21(s’3 + s’2).sin f - c. cos f £ 0 f2a = 2 1(s’ 3 - s’1) + 2 1(s’ 3 + s’1).sin f - c. cos f £ 0 f2b = 2 1(s’ 1 - s’3) + 2 1(s’ 1 + s’3).sin f - c. cos f £ 0 f3a = 2 1(s’ 1 - s’2) + 2 1(s’ 1 + s’2).sin f - c. cos f £ 0 f3b = 12(s’2 - s’1) + 21(s’2 + s’1).sin f - c. cos f £ 0 ……..….. (2.54)
Gambar 2.20 Bidang leleh Mohr Coulomb dalam ruang tegangan utama (c = 0) (Manual Plaxis version 8, 2001)
Selain fungsi leleh, didefinisikan enam buah fungsi potensial (g) plastis untuk model Mohr Coulomb sebagai berikut:
g1a = 2 1(s’ 2 - s’3) + 2 1(s’ 2 + s’3).sin y g1b = 21(s’3 - s’2) + 12(s’3 + s’2).sin y g2a = 21(s’3 - s’1) + 21(s’3 + s’1).sin y g2b = 21(s’1 - s’3) + 12(s’1 + s’3).sin y g3a = 2 1(s’ 1 - s’2) + 2 1(s’ 1 + s’2).sin y g3b = 21(s’2 - s’1) + 12(s’2 + s’1).sin y …………..…….. (2.55)
Pada fungsi potensial plastis model Mohr Coulomb dipengaruhi oleh besarnya sudut dilatancy (y), parameter ini diperlukan untuk memodelkan pertambahan regangan volume plastis (dilatansi) yang terjadi pada tanah padat. Maka secara keseluruhan parameter yang diperlukan untuk model Mohr Coulomb pada program Plaxis adalah plastisitas (c, f, dan y), modulus elastisitas Young’s (E) dan Poisson ratio (u).