• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEJADIAN PENYAKIT ENTOMOVIRUS PADA Spodoptera exigua DALAM JARING TRITROFIK PADA TANAMAN BAWANG DAUN MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEJADIAN PENYAKIT ENTOMOVIRUS PADA Spodoptera exigua DALAM JARING TRITROFIK PADA TANAMAN BAWANG DAUN MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KEJADIAN PENYAKIT ENTOMOVIRUS PADA Spodoptera

exigua DALAM JARING TRITROFIK PADA TANAMAN

BAWANG DAUN

MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul kejadian penyakit entomovirus pada spodoptera exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang daun adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Muhammad Aldiansyah Zulfikar NIM A34100087

(4)
(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Kejadian Penyakit Entomovirus pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun. Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak tanaman inang terhadap kejadian penyakit virus pada ulat grayak (Spodoptera exigua). Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung di lapangan dengan mengamati populasi S. exigua. larva S. exigua instar ke-3 yang terinveksi Nucleopolyhedrovirus dikumpulkan dalam wadah plastik, larva yang telah dikoleksi diamati gejala NPV dan Ascovirus. Populasi S. exigua tidak dipengaruhi tanaman inang, demikian juga dengan kejadian penyakit baik yang disebabkan Npv maupun Ascovirus. Kejadian penyakit yang disebabkan virus tergolong rendah, karena rendahnya populasi S. exigua.

Kata kunci: bawang daun, Spodoptera exigua, wortel,

ABSTRACT

MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Incidence of Entomovirus on

Spodoptera exigua in A Tritrophic system on Green Onion. Supervised by R. YAYI MUNARA KUSUMAH.

This study was conducted to determine the impact of host plant on viral disease insidence in the beet armyworm (Spodoptera exigua). The method used was direct observation in the field by observing the population of S. exigua. Nucleopolyhedrovirus infected 3rd instar larvae S. exigua were collected in plastic cups, the collected larvae were observed for NPV and Ascovirus symptom. The population of S. exigua was not affected by composition of nutrients, neither the incidence of disease caused by both NPV and Ascovirus. The incidence of viral diseases were relatively low, because of the low population of S. exigua.

(6)
(7)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)
(9)

KEJADIAN PENYAKIT ENTOMOVIRUS PADA Spodoptera

exigua DALAM JARING TRITROFIK PADA TANAMAN

BAWANG DAUN

MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Kejadian Penyakit Entomovirus pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun. Nama Mahasiswa : Muhammad Aldiansyah Zulfikar

NIM : A3410087

Disetujui oleh

Dr. Ir. R Yayi Munara Kusumah, MSi. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(12)
(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul Kejadian Penyakit Entomovirus pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daunini dilaksanakan dari bulan April hingga Juli 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan dukungan, saran, motivasi, serta masukan dalam pengerjaan penelitian tugas akhir ini. Ucapan terimakasih juga diberikan kepada Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran selama proses penentuan tugas akhir dan kegiatan belajar mengajar di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir Suryo Wiyono, MAgr.sc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak saran dalam proses penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 46, 47 atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, dan dukungan tiada henti selama ini, karya ini semoga menjadi persembahan kecil dari ananda.

Pada akhirnya penulis sadar bahwa penelitian tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, dan umunya bagi pembaca.

Bogor, Juli 2014 Muhammad Aldiansyah Zulfikar

(16)
(17)
(18)
(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix

PRAKATA 1

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Metode Penelitian 3

Pengamatan populasi S. exigua 3

Penghitungan Persentase Parasitisasi Spodoptera exigua 4

Pengolahan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Karakteristik lokasi 5

Populasi S. exigua 5

Kejadian Penyakit Entomovirus 8

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

(20)
(21)
(22)
(23)

DAFTAR TABEL

1 Curah hujan, dan suhu, di kecamatan Cipanas selama pengamatan 5 2 Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan 8 3 Rataan populasi Spodoptera exigua yang terinveksi NPV 10 4 Rata-rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi Ascovirus 10

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 5

2 Tanaman bawang daun 6

3 Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan 7 4 (A) Polihedra SeNPV (perbesaran 1000x) (B) S. exigua yang teinveksi NPV 9 5 Persentase infeksi NPV pada S. exigua 13 kali pengamatan 10 6 (A) Hemolimf S.exigua terinveksi Ascovirus (B) vesikel Ascovirus pada

perbesaran 1000x 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dinamika populasi S. exigua selama 13 kali pengamatan 17 2 Persentase kejadian penyakit NPV selama 13 kali pengamatan 17 3 Persentase kejadian penyakit Ascovirus. selama 13 kali pengamatan 17 4 Hasil uji ANOVA perkembangan populasi S. exigua terhadap ketiga

perlakuan 18

5 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit NPV terhadap rataan populasi pada

ketiga perlakuan 18

6 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit Ascovirus terhadap rataan populasi pada

(24)
(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang daun (Allium fistulosum L.) merupakan tanaman semusim yang banyak dibudidayakan masyarakat, baik dalam skala kecil maupun besar. Bawang daun sudah cukup lama dibudidayakan petani pada lahan dataran tinggi dengan udara yang sejuk (suhu rendah) seperti Cipanas, Cianjur, Lembang, Bandung, dan

Malang. Luas panen bawang daun di Indonesia pada tahun 2012 adala h 58 427 ha dan turun pada tahun 2013 menjadi 57 264 dengan produktivitas dari

10.21 ton/ha ton pada tahun 2012 turun menjadi 10.13 ton/ha ton pada tahun 2013 (BPS 2013). Hal ini masih jauh dari potensi produktivitas bawang daun di Indonesia yang dapat mencapai 20 ton/ha (Sutrisna et al 2003).

Masih rendahnya produktivitas bawang daun dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Salah satu faktor biotik yang mempengaruhi produktifitas bawang daun diantaranya serangan hama dan penyakit. Hama yang umum menyerang bawang daun adalah Spodoptera exigua, Agrotis ipsilon dan Thrips tabbaci (Kalshoven 1981).

Larva S. exigua merupakan hama kosmopolit dan polifag. Hama ini merupakan hama penting pada usaha budidaya bawang daun karena bila tidak dikendalikan dapat menimbulkan kerusakan hingga 100% (Azidah dan Azirun 2006). Menurut Kalshoven (1981), kerusakan terberat ditemukan pada beberapa jenis bawang, seperti bawang merah (Allium ascalonicum L) dan bawang daun (Allium fistulosum L). Menurut Zheng et al. (2000), bawang daun merupakan spesies allium yang lebih rentan terhadap serangan S. exigua dibandingkan Allium cepa, A. galanthum, dan A. roylei.

Penggunaan insektisida sintetik dapat berdampak buruk pada lingkungan karena meninggalkan residu dan menyebabkan kematian musuh alami. Saat ini, terdapat beberapa teknik pengendalian yang lebih aman dan ramah lingkungan, salah satunya dengan menggunakan virus patogen serangga sebagai agens pengendali hayati.

Nucleopolyhedrovirus (NPV) merupakan salah satu entomovirus yang efektif sebagai agens pengendali hayati hama dan banyak diuji sebagai pestisida hayati dibandingkan virus lainnya. Saat ini telah diketahui bahwa NPV dapat menginfeksi 1200 jenis serangga dan sebagian besar berasal dari ordo Lepidoptera, Hymenoptera dan Diptera (Pedigo dan Rice 2006).

Nucleopolyhedrovirus dapat ditularkan melalui mulut dan luka (Aizawa 1963). Selain itu, NPV juga dapat ditularkan melalui kontak antara larva yang terinfeksi dengan larva yang sehat, dan melalui serangga parasitoid (Smits 1987). Proses infeksi NPV umumnya terjadi dalam saluran pencernaan serangga yang berkondisi basa (pH>9). Pada kondisi basa, polihedra larut dan melepaskan virion yang akan menginfeksi sel pada dinding pencernaan. Virion-virion tersebut akan menginfeksi sel-sel (rongga tubuh) dan jaringan seperti tubuh lemak, sel epidermis, hemolimfa dan trakea. Larva akan mati setelah sebagian besar jaringan tubuhnya terinfeksi (Smits 1987).

Ascoviridae pertama kali dilaporkan oleh Federici pada tahun 1983. Gejala larva yang terserang menunjukkan perubahan warna/pengotoran pada hemolimfa

(26)

2

yang menjadi putih susu (pucat). Hal ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi vesikel yang berisi virion. Gejala ini sangat khas karena tidak ditemukan pada gejala penyakit serangga lain. Vesikel yang berisi virion terbentuk karena terbentuknya penyekatan pada sel inang (Tanada dan Kaya 1993).

Ascovirus memiliki dsDNA linear dengan ukuran genom sebesar 140-180 kilobase pair (kbp). Virion berukuran kurang lebih 130 nm x 400 nm. Replikasi virus dimulai di dalam inti sel dengan terbentuknya stroma virogenik. Umumnya kumpulan virion tidak secara langsung berasosiasi dengan pusat viroplasmik. Morfogenesis virus dimulai setelah membran inti pecah, dan terjadi sebelum dan selama pembelahan dari sel ke vesikel (Tanada dan Kaya 1993).

Kejadian suatu penyakit dipengaruhi interaksi antara serangga inang, tanaman dan patogen serangga (tritopik). Tanaman dapat berpengaruh secara tidak langsung melalui 2 cara yaitu dengan merubah ketahanan atau merubah prilaku serangga inang. Tanaman mempengaruhi entomopatogen melalui permukaan daun, fitokimia daun dapat besifat antagonis sebgai contoh beberapa tanaman mengahasilkan eksudat yang mengandung ion dasar (misalnya Zn2C, Mg2C dan

Ca2C) yang dapat menonaktifkan bakulovirus yang mungkin disebabkan oleh

pelarutan dini badan oklusi, atau sinergis dengan entomopatogen.

Menurut Goncalves et.al. (2006) wortel mengandung senyawa yang dapat menonaktifkan hydrogen peroksida. Enzim yang terkandung dalam air liur serangga seperti glukosa oksidase memproduksi hydrogen peroksida, hydrogen peroksida merupakan pertahanan diri serangga melawan entomovirus yang dapat menginaktifasi NPV (Cory 2006). Selain itu menurut Taiz et.al. (2002) wortel mengandung flavonoids yang dapat melindungi NPV dari radiasi UV B

Penularan Ascovirus sangat dipengaruhi oleh populasi parasitoid (Tanada dan Kaya 1993), parasitoid dapat meningkatkan transmisi ascovirus sehingga perlu penelitian lebih lanjut tentang manipulasi lingkungan agar mendukung transmisi ascovirus. Diduga wortel dapat meningkatkan kejadian penyakit akibat ascovirus karena menurut hasil penelitian, tanaman wortel dapat meningkatkan parasitasi parasitoid (Eldriadi Y 2011).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian penyakit entomovirus pada spodoptera exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang daun.

(27)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Padajaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur dan Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari April sampai Juli 2014.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, kertas, alat tulis, kertas tissue, bawang daun, wortel, sprayer, tabung plastik, tabung eppendorf 1.5 ml, mikroskop cahaya, lemari pendingin dan kamera.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung. Rancangan perlakuan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 3 perlakuan. Setiap perlakuan memiliki empat unit contoh yang ditentukan secara diagonal dan masing-masing terdiri dari sembilan tanaman contoh. Perlakuan ke-satu adalah monokultur bawang daun, perlakuan ke-dua adalah monokultur bawang daun dengan penyemprotan ekstrak daun wortel, dan perlakuan ke-tiga tumpang sari antara wortel dengan bawang daun. Pada penulisan selanjutnya perlakuan ke-satu akan ditulis P1, perlakuan ke-dua akan ditulis P2, dan perlakuan ke-tiga akan ditulis P3. Tanaman pada P2 disemprot dengan ekstrak daun wortel 2 minggu sekali, ekstrak daun wortel dibuat dengan menghaluskan 0.5 kg daun wortel lalu diencerkan dengan 17 l air. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat populasi S. exigua serta kejadian penyakit yang disebabkan akibat infeksi NPV dan Ascovirus.

Luas lahan penelitian sekitar 1600 m2. Luas lahan tanam tiap perlakuan 50 m2, masing-masing perlakuan dipisahkan dengan tanaman caisin. Petak percobaan berbatasan dengan pertanaman sawi, brokoli, bawang daun dan wortel. Benih wortel dan anakan bawang daun ditanam satu minggu sebelum pengamatan pertama, teknik budidaya dilakukan sebaik-baiknya tanpa bahan kimia sintetik. Kegiatan penyemprotan ekstrak daun wortel pada P2 dan pembersihan gulma dilakukan dua minggu sekali dan pengamatan S. exigua dilakukan seminggu sekali.

Pengamatan populasi S. exigua

Pengamatan larva S. exigua dilakukan 1 kali seminggu selama 13 minggu. Pengamatan dilakuakan terhadap S. exigua yang menunjukkan gejala terinfeksi entomovirus. Larva yang terinfeksi NPV memiliki ciri-ciri tubuhnya menjadi lembek jika ditekan, dan larva yang mati menggantung dengan tungkai semu melekat pada bagian pucuk tanaman. Larva S. exigua yang terinfeksi Ascovirus terlihat berwarna hijau pucat dan hemolimfa berwarna hijau keruh.

Larva yang mati diduga terinfeksi entomovirus dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tabung plastik. Larva yang telah dikoleksi diamati hemolimfanya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Larva yang lebih tua dari instar 3 yang tidak mati di lapangan dipelihara di laboratorium dan diamati untuk melihat munculnya gejala infeksi entomovirus

(28)

4

Penghitungan Persentase Parasitisasi Spodoptera exigua

Persentase parasitisisasi Spodoptera exigua dihitung dengan menggunakan rumus

Persentase parasitisasi = × 100%

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan program Microsoft Excel (Microsoft corp) dan Minitab versi 16.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik lokasi

Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas permukanan laut (mdpl) serta memiliki topografi yang berbukit. Berdasarkan letak geografisnya lahan berada pada koordinat 107°01'13.4" BT dan 6°44'37.7" LS (Gambar 1). Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah ini memiliki suhu rata-rata bulanan antara 20.8° sampai 21.7°C (Tabel 1). Menurut Oldeman (1980), curah hujan selama penelitian termasuk kategori bulan basah (Tabel 1).

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Tabel 1 Curah hujan, dan suhu, di Kecamatan Cipanas selama pengamatana bulan Minggu setelah tanam Curah hujan (mm) Suhu (oC)

April 1 485.5 21.3 Mei 2-5 272.2 21.7 Juni 6-10 211.9 21.3 Juli 11-13 272.8 20.8 a sumber: BMKG Populasi S. exigua

Faktor abiotik seperti curah hujan dan temperatur mempengaruhi populasi S. exigua. Temperatur yang tinggi dapat memperpendek stadium larva, pupa dan imago. Daur hidup S. exigua di dataran tinggi memerlukan waktu yang relatif

lebih lama dibandingkan dataran rendah. Suhu optimum yang dibutuhkan oleh serangga ini adalah 28 oC (Smits 1987). Suhu rata-rata saat penelitian berkisar antara 20.8 oC sampai 21.7 oC, hal ini menyebabkan laju pertumbuhan populasi di lokasi penelitian rendah.

(30)

6

Larva S. exigua yang baru menetas tinggal beberapa saat di atas tumpukan telurnya, setelah itu larva akan menggerek ke dalam daun bawang di sekitar kelompok telur (Ernawati 1996). Larva S. exigua yang berada di dalam daun tanaman bawang daun, memakan jaringan daun sebelah dalam, sedangkan lapisan epidermis luar ditinggalkan. Serangan S. exigua pada daun bawang akan menunjukan gejala daun jendela yang berwarna putih memanjang dari atas ke bawah. Semakin lama, gejala tersebut semakin jelas (Gambar 2B). Apabila larva S.exigua berpindah ke daun yang lain, akan terlihat lubang gerekan yang agak besar pada daun yang ditinggalkan, pada tingkat serangan yang berat dapat menyebabkan sebagian besar daun menjadi terkulai, dan layu (Gambar 2C) (Rukmana 1995).

Gambar 2 Tanaman bawang daun (A) tidak terserang hama, (B) terserang S. exigua pada tingkat rendah, (C). terserang S. exigua pada tingkat tinggi, (D) gejala tanaman terserang kutu daun.

Polimorfisme larva S. exigua dapat menjadi indikator tingkat populasi larva. Menurut Rauf (1999), polimorfisme larva dipengaruhi kerapatan populasi, saat populasi tinggi larva cenderung berwarna cokelat, sedangkan saat populasi rendah berwarna hijau daun. Larva yang ditemukan pada penelitian ini umumnya berwarna hijau daun yang menandakan bahwa populasi larva saat penelitian tergolong rendah. Dinamika populasi S. exigua pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 3.

Dinamika populasi S. exigua diamati seminggu satu kali selama 13 minggu (Gambar 3). Pengamatan dimulai pada 1 minggu setelah tanam (mst). Populasi S. exigua P1, pada 1 mst kerapatan populasi S. exigua 0.0069 individu/rumpun. Populasi larva meningkat dan mencapai tingkat tertinggi sebesar 0.1736 individu/rumpun pada 9 mst. Setelah 9 mst populasi menurun hingga 0.0139 individu/rumpun pada 13 mst. Kerapatan populasi S. exigua P2 0.0556 individu/rumpun pada 1 mst. Populasi meningkat dan mencapai tingkat tertinggi sebesar 0.2361 individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst kerapatan populasi menurun hingga mencapai kerapatan 0.0208 individu/rumpun pada 13 mst. Kerapatan awal populasi S. exigua pada P3 sebesar 0.0069 individu/rumpun. Populasi meningkat dan mencapai tingkat kerapatan tertinggi sebesar 0.1528 individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst populasi menurun sampai 13 mst sebesar 0.0208 individu/rumpun. Populasi larva tertinggi berurutan yaitu P2, P1, dan P3.

(31)

7

Gambar 3 Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan (P1 = monokultur bawang daun; P2 = monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari bawang daun dengan wortel)

Fluktuasi populasi S. exigua disebabkan oleh penetasan telur yang tidak serempak menyebabkan perbedaan populasi larva setiap minggunya. Pada 8 dan 9 mst populasi S. exigua tinggi pada P1, P2, dan P3 yang disebabkan melimpahnya pakan karena pertumbuhan bawang daun yang optimum. Pada 9 mst sampai 13 mst populasi S. exigua. Penurunan dapat disebabkan karena migrasi, mati atau berkepompong. Persaingan pakan dengan naiknya populasi kutu daun setelah 10 mst juga dapat menyebabkan penurunan populasi S. exigua. Populasi kutu daun menyebabkan beberapa rumpun mati (Gambar 2D), sehingga terjadi persaingan nutrisi antara kutu daun dengan S. exigua yang pada akhirnya dapat menurunkan populasi S. exigua.

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa populasi S. exigua tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata antar P1, P2 dan P3 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan tanaman inang tidak mempengaruhi populasi S. exigua instar 3.

Populasi yang tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh rendahnya populasi S. exigua. Populasi S. exigua rendah pada musim hujan. Menurut Kalshoven (1982), S. exigua adalah hama musim kemarau, biasanya berlangsung singkat dipicu oleh gangguan lingkungan eksternal seperti musim kemarau yang kering. Menurut Rauf (1999) populasi S. exigua meledak karena berlimpahnya sumberdaya makanan, dan musim kering merupakan faktor pendukung utama. Musim mempengaruhi populasi hama sebab cekaman kekeringan pada tanaman dapat meningkatkan kadar asam amino daun, peningkatan kadar Nitrogen daun menyebabkan keperidian S. exigua lebih tinggi dan siklus hidupnya lebih singkat. Perubahan sedikit saja status nutrisi dapat menyebabkan tingkat keseimbangan populasi berubah. 0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 ker apat an p op u las i (In d iv id u /r u m m p u n ) mst P1 P2 P3

(32)

8

Tabel 2 Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan. Perlakuan Rataan ∑ larva S. exigua (individu/rumpun)a

P1 0.0572 ± 0.0851 a

P2 0.0732 ± 0.0797 a

P3 0.0518 ± 0.0705 a

a

Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji Dunnet pada taraf 5%

Kejadian Penyakit Entomovirus

Virus penyebab penyakit serangga, SeNPV (Spodoptera exigua nucleopolyhedrosisvirus) mampu menekan populasi ulat bawang di lapangan hingga 95%, dibanding dengan insektisida kimia yang rata-rata menekan hama hanya sekitar 60% (Wiyono 2011). Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus menginfeksi inang secara spesifik. Menurut Smits (1987), SeNPV hanya dapat menginfeksi larva S. exigua.

Larva yang terinfeksi SeNPV menunjukkan gejala setelah dua sampai tiga hari pasca infeksi. Ciri khas larva S. exigua yang terinfeksi SeNPV adalah kemampuan makan berkurang, gerakannya menjadi lambat, tubuh membengkak dan warna tubuh pucat kekuningan. Menjelang kematiannya, larva S. exigua yang terinfeksi SeNPV bergerak ke bagian pucuk tanaman dan menggantung dengan kaki semunya (Gambar 4B) (Moekasan 1998). Kematian larva terjadi setelah sebagian besar jaringan tubuhnya terinfeksi SeNPV. Lamanya waktu kematian larva dari proses terjadinya infeksi sampai mati berkisar antara 4 sampai 5 hari.

Badan oklusi yang berbentuk polihedra terlihat ketika hemolimfa dari larva yang terinfeksi NPV diamati di bawah mikroskop cahaya (Gambar 4A). Menurut Maddox (1975) bentuk polyhedra dapat berupa dodecahedra, tetrahedra, kubus atau tidak beraturan. Diameter polyhedra berkisar antara 0.05-15.00 mikrometer. Menurut Aizawa (1963), polyhedra terbentuk di dalam inti sel. Bentuk dan ukuran polyhedra tergantung serangga inang yang terinfeksi oleh NPV.

Larva S. exigua memiliki sistem ketahanan terhadap inveksi NPV. Enzim yang terkandung dalam air liur serangga seperti hydrogen peroksida, dapat menginaktifasi NPV (Cory 2006). Menurut Goncalves et.al. (2006), enzim peroksidase dapat diinaktivasi oleh wortel, selain itu menurut Taiz et.al. (2002) wortel mengandung flavonoids yang dapat melindungi NPV dari radiasi UV B.

Gambar 4 (A) Polihedra SeNPV (perbesaran 1000x) (B) S. exigua yang teinveksi NPV.

(33)

9

Kejadian penyakit NPV pada P1 paling tinggi ditemukan pada 4 mst sebesar 3.1 %. Pada penelitian ini, puncak populasi pada 9 mst tidak mempengaruhi kejadian penyakit NPV. Hal tersebut dapat terjadi karena cara penyebaran dan jumlah patogen yang tidak mendukung kejadian penyakit (Tanada dan Kaya 1993).

Pada P2 kejadian penyakit NPV tertinggi ditemukan pada 2, 3, dan 6 mst sebesar 12.5 %. Penyemprotan ekstrak daun wortel pada 3 mst, 5 mst, 7 mst, dan 9 mst tidak menunjukan hasil yang konsisten terhadap kejadian NPV. Masih belum diketahui hal yang menyebabkan tidak konsistennya kejadian penyakit tersebut.

Pada P3, NPV ditemukan paling tinggi pada 7 mst sebesar 25 %. Pada P3, dari 1 sampai 5 mst, pertanaman relatif sama dengan pertanaman pada P1, karena wortel pada P3 belum tumbuh. Kejadian penyakit NPV saat 1-5 mst pada petak P1 dan P3 rendah, yaitu tidak mencapai 5%. Namun pada P3, setelah wortel tumbuh, kejadian penyakit NPV cenderung meningkat.

Gambar 5 Persentase infeksi NPV pada S. exigua 13 kali pengamatan (P1 = monokultur bawang daun; P2 = monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari bawang daun dengan wortel)

Setelah data diuji dengan uji dunnet pada taraf nyata 5%, menunjukan bahwa pada penelitian ini perlakuan tidak berpengaruh terhadap kejadian penyakit NPV. Namun ada kecenderungan kejadian penyakit NPV paling banyak ditemukan pada P2, disusul oleh P3 dan bawang daun kemudian P1.

Tabel 3 Rata rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi NPV

Perlakuan SeNPV

P1 0.0043 ± 0.0220

P2 0.0429 ± 0.1287

P3 0.0388 ± 0.1572

Pada pengamatan ini, ditemukan juga larva yang terinveksi Ascovirus. Larva yang terinveksi Ascovirus mengalami stadium larva lebih panjang

0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 ke jad ian p e n yak it N p v (d alam p e rse n ) mst p1 p2 p3

(34)

10

dibandingkan larva yang sehat dan tubuhnya tampak pucat karena terjadi akumulasi vesikel yang berisi virion pada hemolimfa (Gambar 6A). Vesikel terlihat ketika hemolimfa dari larva yang terinfeksi Ascovirus diamati di bawah mikroskop cahaya (Gambar 6B) (Tanada dan Kaya 1993).

Dari 13 kali pengamatan, Ascovirus hanya ditemukan satu kali pada P2 saat 13 mst. Namun demikian analisis ragam tidak menunjukan perbedaan nyata di antara perlakuan tersebut (Tabel 4).

Tabel 4 Rata-rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi Ascovirus

Perlakuan Ascovirus

p1 0.0000 ± 0.0000

p2 0.0005 ± 0.0039

p3 0.0000 ± 0.0000

Kejadian penyakit yang disebabkan oleh Ascovirus dan NPV dalam percobaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Tanada dan Kaya (1993) epizootik dipengaruhi oleh populasi inang, transmisi patogen, dan banyaknya inokulum.

Rendahnya populasi S.exigua dipengaruhi suhu dan curah hujan yang tidak mendukung perkembangan populasi. Semakin rendah populasi inang maka kejadian penyakit akan semakin rendah (Tanada dan Kaya 1993).

Gambar 6. (A) Hemolimf S.exigua terinveksi Ascovirus (B) vesikel Ascovirus pada perbesaran 1000x

Cara penyebaran patogen mempengaruhi epizootik. Penularan SeNPV dan Ascovirus dipengaruhi populasi parasitoid. Biologi S. exigua dan keragaan bawang daun mengurangi peluang interaksi S. exigua dengan parasitoid.

(35)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Populasi S. exigua tidak dipengaruhi tanaman inang, demikian juga dengan kejadian penyakit baik yang disebabkan NPV maupun Ascovirus. Kejadian penyakit yang disebabkan virus tergolong rendah, karena rendahnya populasi S. exigua.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kejadian penyakit entomovirus pada S. exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang daun, pada populasi hama dan populasi parasitoid yang tinggi.

(36)

12

DAFTAR PUSTAKA

Aizawa K. 1963. The nature of infection caused by Nuclear Polyhedrosis Viruses. P. 381-412. In : Steinhaus, E.A. (Ed.) Insect Pathology An Advanced Treatise. Academic Press, New York, London.

Azidah AA, Azirun MS. 2006. Some aspects on oviposition behaviour of Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae). Journal of Entomology. 3(3):241-247.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel produksi bawang daun di Indonesia [Internet][diunduh 2014 Jun 13]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_sub ek=55&notab=64.

Cory JS, Hoover K. 2006. Plant mediated effects in insect pathogen interactions. Trends in Ecology and Evolution. 21(5):278-286.

Eldriadi Y. 2011. Peran berbagai jenis tanaman tumpangsari dalam pengelolaan hama utama dan parasitoidnya pada kubis bunga organik [skripsi]. Padang (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Ernawati D. 1996. Hubungan kepadatan kelompok telur Spodoptera exigua Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) dengan kerusakan daun pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum Linn.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Goncalves E.M, Pinheiro J, Abreu M, Brandao T.R.S, Silva L.M. 2006. Carrot (Daucus carota L.) peroxidase inactivation, phenolic content and physical changes kinetics due to blanching. Journal of Food Engineering. 97

(2010): 574-581.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen vande Cultuurgewassen in Indonesie.

Maddox JV. 1975. Use of diseases in pest management. Introduction to Insect Pest Management. p189-227.

Michael J. Furlong, Asgari S. 2010. Effects of an Ascovirus (HvAV-3e) on diamondback moth (Plutella xylostella), and evidence for virus transmission by a larval parasitoid. Journal of Invertebrate Pathology. (103):89-95

Moekasan, 1998. SeNPV : Insektisida mikroba untuk pengendalian hama ulat bawang, Spodoptera exigua. Bandung (ID). Balitsa

Oldeman, Las I, Muladi. 1980. The agroclimatic maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya, and Bali West and East Nusa Tenggara. Contr Centr Res Agric Bogor. (60):1-32.

Pedigo LP, Rice ME. 2006. Entomology and Pest Management. 5thed. New Jersey (US): Pearson Education.

Rauf A. 1999. Dinamika populasi Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) pada pertanaman bawang merah di dataran rendah. Bulletin of Plant Pests and Diseases. 11(2):39-47.

(37)

13 Rukmana R. 1995. Bertanam Wortel. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Smits P.H. 1987. Nuclear Polyhedrosis virus a biological control agent of Spodoptera exigua. Landbouw Universiteit, Wageningen.

Sutrisna N, Ishaq I, dan suwalan S. 2003. Kajian rakitan teknologi budaya bawang daun (allium fistulosum L.) pada lahan dataran tinggi Bandung, Jawa Barat (ID).Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 6(1):64-72.

Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. San Diego (US): Academic Press. Taiz L. dan Zeiger E. 2002. Plant Physiology (3rd Edition). Sinauer Associates,

Inc. Publishers. Sunderland Massachusetts.

Wiyono S. 2013 Sep 19. Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. agriculturesnetwork. [Internet][diunduh 2014 Sep 20]. Tersedia

pada:http://www.agriculturesnetwork.org/magazines/indonesia/26- Pertahan-menghadapi-perubahan-iklim/perubahan-iklim-pemicu-ledakan-hama-dan-penyakit/at_download/article_pdf.

Zheng S, Henken B, Wietsma W, Sofiari E, Jacob E, Krens FA, Kik C. 2000. Development of bio-assays and screening for resistance to beet armyworm (Spodoptera exigua Hubner) in Allium cepa L. and its wild relatives.Euphytica. 114(1):77-85.

(38)
(39)
(40)

16

Lampiran 1 Dinamika populasi S. exigua selama 13 kali pengamatan Perlakuan Populasi S. exigua pada setiap minggu (ekor/rumpun)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

P1 0,0069 0,0556 0,0694 0,0833 0,0139 0,0486 0,0417 0,1528 0,1736 0,0347 0,0208 0,0278 0,0139 P2 0,0556 0,0208 0,0278 0,0625 0,0278 0,0556 0,0556 0,2361 0,1597 0,1250 0,0625 0,0417 0,0208 P3 0,0069 0,0139 0,0556 0,0903 0,0417 0,0208 0,0069 0,1528 0,1389 0,0347 0,0694 0,0208 0,0208

Lampiran 2 Persentase kejadian penyakit NPV. selama 13 kali pengamatan

Perlakuan

Minggu setelah tanam (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

P1 0 0 2.5 3.1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P2 0 12.5 12.5 0 0 12.5 0 0 5 0 8.3 5 0

P3 0 0 0 4.1 0 0 25 4.1 4.5 12.5 0 0 0

Lampiran 3 Persentase kejadian penyakit Ascovirus. selama 13 kali pengamatan

Perlakuan

Minggu setelah tanam (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

P1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25

(41)

Lampiran 4 Hasil uji ANOVA perkembangan populasi S. exigua terhadap ketiga perlakuan

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Block 3 0.1557 0.1557 0.0519 5.31 0,040

Treatment 2 0.0322 0.0322 0.0161 1.65 0,269

Error 6 0.0687 0.0587 0.0098

Total 11 0.2466

Lampiran 5 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit NPV terhadap rataan populasi pada ketiga perlakuan

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Block 3 207.23 207.23 69.08 0.78 0.545 Treatment 2 77.93 77.93 38.97 0.44 0.662 Error 6 528.42 528.42 88.07

Total 11 813.58

Lampiran 6 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit Ascovirus terhadap rataan populasi pada ketiga perlakuan

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Block 3 3.512 3.512 1.171 1.00 0.455 Treatment 2 2.342 2.342 1.171 1.00 0.422 Error 6 7.025 7.025 1.171

(42)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Mei 1992, sebagai anak pertama dari keluarga Iriansyah dan Rina Suprihatin. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Bandung, Jawa Barat pada tahun 2010, dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di Departemen Proteksi Tanaman dan Fakultas Pertanian. Penulis juga aktif sebagai staf Divisi keprofesian pada tahun 2011-2013 di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB. Penulis diberi kepercayaan menjadi Asisten Praktikum di Departemen Proteksi Tanaman pada Mata Kuliah Managemen Vertebrata Hama pada tahun 2013. Selama masa kuliah penulis pernah mendapatkan beberapa beasiswa yaitu beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa), beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik), dan beasiswa bakti BCA.

Gambar

Gambar  1 Peta lokasi penelitian
Gambar 3 Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan (P1 = monokultur bawang daun; P2 =  monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari bawang daun  dengan wortel)
Tabel 2  Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan.
Gambar 5  Persentase infeksi NPV  pada S. exigua  13 kali pengamatan (P1 = monokultur bawang  daun; P2 = monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari  bawang daun dengan wortel)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Saya mengikutsertakan saudari dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri di Desa Tanjung Selamat mengenai risiko kehamilan

The pres- ent study used the aggregate homework and fi nal exami- nation scores from 266 students taking seven entry-level programming classes to examine the ef fi cacy of this pol-

Sayangnya membandingkan H hasil ukur (H merupakan sebagai acuan) dengan H hasil hitung (Q merupakan sebagai acuan) dan membandingkan Q hasil ukur (Q merupakan sebagai

Titik ini tidak muncul sebagai puncak yang jelas namun sebagai perluasan anomali dari baseline pada kurva DTA, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7; Tg menunjukkan suhu

Pembuatan mesin pemintal benang sutera mengikuti beberapa tahapan yaitu: (a) Rangka utama, menggunakan besi holo 4 x 4 cm dipotong sesuai dengan ukuran,

dengan proses semacam itu, kita bisa memperoleh gambaran mengenai frekuensi dan severity dari suatu resiko, yang selanjutnya mempunyai implikasi pada bagaimana mengelola

yang akan datang, diharapkan FTTH akan menjadi sebuah arsitektur jaringan yang andal yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk dapat

“Peningkatan Motivasi dan Keterampilan Proses Belajar Matematika pada Materi Garis dan Sudut Melalui Pembelajaran Student Teams Achievement Divisians (STAD) Pada Siswa Kelas