POLA PERLAPI
POLA PERLAPISAN SAN BATUAN DASAR CBATUAN DASAR CEKUNGAN JAWA TIMUEKUNGAN JAWA TIMUR R UTARA DENGAN METODE
UTARA DENGAN METODE GRAVITY GRAVITY Supriyanto
Supriyanto Program Studi Fisika
Program Studi Fisika Fakultas MIFakultas MIPA Universitas MulawPA Universitas Mulawarmanarman Jl. Barong Tong
Jl. Barong Tongkok Kampus Gkok Kampus Gn. Kelua n. Kelua SamarindaSamarinda e-mail:
e-mail: geo_unmul08@geo_unmul08@yahoo.comyahoo.com
ABSTRAK ABSTRAK Telah dilakuka
Telah dilakukan n penepenelitian kajian litian kajian pola pola perperlapisalapisan n batuabatuan n dasadasar r daerah Cekungan Jawa Timur Utara menggunakan data gravity (anomali daerah Cekungan Jawa Timur Utara menggunakan data gravity (anomali Bou
Bougueguer). r). PenPendugdugaaaan n strstruktuktur ur bawbawah ah pepermrmukaukaan an daedaerah rah pepenelnelitiaitiann mengambil profil lintasan arah utara selatan. Data anomali Bouguer dari mengambil profil lintasan arah utara selatan. Data anomali Bouguer dari ha
hasisil l pepengngukukururan an lalapapangngan an didigugunanakakan n dadalalam m memempmpreredikdiksi si popolala perlapisan
perlapisan batuan. batuan. Hasil Hasil penelitian penelitian menunjukkmenunjukkan an bahwa bahwa pola pola perlapisanperlapisan batuan
batuan dasar dasar mempememperlihatkan rlihatkan nilai nilai rapat rapat massa massa batuan batuan cukup cukup bervariasibervariasi mulai
mulai dari 1,8 gr/cc sampadari 1,8 gr/cc sampai dengan 2,67 gr/cc. Pola perlapisan umi dengan 2,67 gr/cc. Pola perlapisan umumnyaumnya berundulasi
berundulasi dari dari arah arah utara utara ke ke selatan selatan dengan dengan kedalamkedalaman an batuan batuan dasar dasar mula
mulai dari i dari 3 km di bag3 km di bagian utarian utara sama sampai dengpai dengan an 6 km di sela6 km di selatan daetan daerahrah Cekungan Jawa Timur Utara.
Cekungan Jawa Timur Utara. Kata Kunci:
Kata Kunci: Batuan Dasar, pola perlapBatuan Dasar, pola perlapisan, Cekungan Jawa Timisan, Cekungan Jawa Timur Utara.ur Utara. Pendahuluan
Pendahuluan
Konsep tektonik lempeng menyatakan, busur kepulauan Indonesia terbentuk akibat Konsep tektonik lempeng menyatakan, busur kepulauan Indonesia terbentuk akibat dari
dari inteinteraksraksi i antaantara ra LemLempeng peng IndiaIndia-Au-Australstralia, ia, PasiPasifik fik dan dan EuraEurasia sia (e.g(e.g, , KatiKatili, li, 19731973;; 1974). Interaksi tersebut menyebabkan terjadinya deformasi pada sistem busur kepulauan, 1974). Interaksi tersebut menyebabkan terjadinya deformasi pada sistem busur kepulauan, dan
dan berberperperan an penpenting ting daldalam am pempembenbentuktukan an tattatananan an gegeoloologi gi setsetemempat pat (Ka(Katilitili, , 1971975).5). Selur
Seluruh proses deformuh proses deformasi terekaasi terekam dengan baik dalam keram dengan baik dalam kerak bumi, k bumi, yang di yang di dalamdalamnyanya te
termrmasasuk uk prprososes es pepembmbenentutukakan n cecekukungngan an sesedidimemen n di di JaJawa wa TiTimumur r UtUtarara. a. PrPrososeses pembentuka
pembentukan n cekungan cekungan terkait terkait dengan dengan proses proses tektonik tektonik lempeng lempeng (Pulunggono, (Pulunggono, 1983).1983). Dem
Demikian juga yang dikemikian juga yang dikemukakaukakan n oleh oleh SujaSujanto et nto et al., (1977) yang menyal., (1977) yang menyatakaatakan n bahwbahwaa te
tektktononik ik lelemmpepeng ng beberprpeengngararuh uh papada da kokonfnfigigururasasi i dadan n foformrmasasi i cecekukungngan an yayangng keberadaannya dikontrol oleh blok-blok sesar batuan dasar.
keberadaannya dikontrol oleh blok-blok sesar batuan dasar.
Memprediksi pola perlapisan kerak bumi merupakan bagian penting, data
Memprediksi pola perlapisan kerak bumi merupakan bagian penting, data gravity gravity dapat memberikan kontribusi terhadap hal tersebut. Pola perlapisan batuan dasar dapat dapat memberikan kontribusi terhadap hal tersebut. Pola perlapisan batuan dasar dapat digun
digunakaakan n untuk menduntuk menduga uga berbaberbagai hal gai hal pentipenting, utamang, utamanya yang terkait dengan potensnya yang terkait dengan potensii sum
sumber ber daydaya a alaalam m di di daedaerah rah tertersebsebut. ut. KaKajiajian n polpola a perperlaplapisaisan n babatuatuan n dadasasar r DaeDaerahrah Cekungan Jawa Timur Utara, merupakan hal penting serta layak untuk dijelaskan, guna Cekungan Jawa Timur Utara, merupakan hal penting serta layak untuk dijelaskan, guna men
mengungkgungkap ap berbaberbagai gai fenofenomenmena a bawabawah h permpermukaaukaan n daerdaerah ah terstersebut. ebut. KajiaKajian n strukstruktur tur bawah
bawah permukpermukaan aan Daerah Daerah Cekungan Cekungan Jawa Jawa Timur Timur Utara Utara difokuskan difokuskan untuk untuk melihat melihat polapola perlapisan
perlapisan daerah daerah tersebut tersebut yang yang melibatkan melibatkan bentuk bentuk perlapisan perlapisan dan dan rapat rapat massa massa batuan.batuan. Ko
Kondndisisi i inini i didihahararapkpkan an mmamampu pu mmenenggggamambabarkrkan an bebendnda a yayang ng sesebebenanarnrnya ya didi alam
alam(Bez(Bezvodavoda. . et et al., al., 19901990). ). BertoBertolak lak dari dari uraiauraian n tersetersebut but diatadiatas s makmaka a permpermasalasalahaahann dapat difokuskan pada bagaimana pola perlapisan batuan dasar daerah Cekungan Jawa dapat difokuskan pada bagaimana pola perlapisan batuan dasar daerah Cekungan Jawa Tim
Timur ur UtarUtara a dapadapat t digadigambambarkan rkan menmenggunggunakan akan metometodede Gravity Gravity dengan mengacu pada dengan mengacu pada bentuk perlapisan dan
bentuk perlapisan dan rapat massa batuan rapat massa batuan dasar daerah tersebut.dasar daerah tersebut. Konteks Geologi
Konteks Geologi Menu
Menurut rut teori tektonteori tektonik lempengik lempeng, , busur kepulabusur kepulauan Indoneuan Indonesia berada pada daerasia berada pada daerahh inter
interaksi aksi antaantara ra tiga tiga lemplempeng, yaitu eng, yaitu lemlempeng Australia - peng Australia - SamSamudera Hindia, udera Hindia, lemlempengpeng Pasi
adalah lempeng Asia Tenggara yang merupakan extrusion block akibat tumbukan benua India dan Asia pada masa mesozoikum (Molnar dan Taponnier, 1975; Taponnier et al., 1975). Perkembangan cekungan Tersier di Jawa, khususnya Jawa Timur Utara, sangat dipengaruhi oleh interaksi antara lempeng Australia-Asia Tenggara. Tumbukan antara lempeng samudera dengan lempeng benua tersebut diperkirakan terjadi pada Zaman Kapur. Peristiwa itu menimbulkan zona subduksi dan busur magmatik, di Jawa Timur berarah timurlaut hingga Pulau Kalimantan. Menurut Sujanto et al. (1977), proses tersebut terus berlangsung hingga masa Oligosen. Pada masa ini, posisi zona subduksi terus mengalami pergeseran, hingga Oligosen Akhir posisinya berada lebih ke selatan. Pada Masa Tersier Akhir, posisi zona subduksi tersebut bergeser lebih ke selatan dan berada sekitar 250 km dari pantai selatan Jawa. Pendapat senada juga didukung oleh Hamilton (1979). Interaksi lempeng diyakini menyebabkan terjadinya deformasi, yang berpengaruh terhadap pembentukan dan konfigurasi cekungan. Sebagai contoh, adanya bentuk-bentuk graben, yang terdapat di cekungan Jawa Timur Utara merupakan respon
dari interaksi antar lempeng (Sujanto et al., 1975).
Cekungan Jawa Timur secara fisiografi dibedakan menjadi 5 unit yaitu : Paparan Aluvial Jawa Utara, Zona Rembang, Depresi Randublatung, Zona Kendeng dan Paparan Tengah Jawa Timur (Kariyoso et al., 1977; Genevraye and Samuel, 1972). Selanjutnya Pringgoprawiro (1983) mengelompokkan menjadi Cekungan Jawa Timur Utara dan Tengah. Selanjutnya Soetantri et al., (1973) menyatakan bahwa pola struktural cekungan ini dapat dikelompokkan menjadi Antiklinorium Rembang Utara, Tengah dan Selatan. Adapun yang dimaksud cekungan Jawa Timur Utara terdiri atas: Paparan Aluvial Jawa Utara, Zona Rembang, Depresi Randublatung dan Zona Kendeng. Cekungan Jawa Timur Utara berada pada batas-batas sebagai berikut: Paling selatan dibatasi oleh rangkaian gunung api aktif Jawa, sebelah barat berdekatan dengan Cekungan Jawa Barat. Dari selatan ke utara, Cekungan Jawa Timur Utara mengalami pendangkalan sampai ke daerah Paparan Sunda (Sundaland ). Di bagian timur, cekungan berbatasan dengan selat Madura. Secara umum daerah cekungan ini dapat dibedakan menjadi dua unit struktur berbeda, yaitu the northern Java Hinge Belt dan the Axial Java Trough di selatan,
yang dicirikan dalam bentuk elemen positif dan negatif.
Endapan tersier di Cekungan Jawa Timur Utara dimulai dari umur Eosen Bawah hingga Pleistosen. Tebal sedimen di cekungan ini mencapai lebih dari 5000 meter, dengan litologi yang dominan adalah napal dan serpih, yang berinterkalasi dengan pasir dan gamping (Patmosukismo et al., 1985). Selanjutnya menurut pendapat Samuel dan Gultom (1984), setidaknya terdapat empat daur pengendapan sedimen yang terjadi dalam cekungan. Daur pengendapan pertama bersifat transgresi marin, berlangsung pada Eosin-Oligosen Awal, sedimen yang terendapkan dikelompokkan ke dalam Formasi Ngimbang . Daur ke-2 berlangsung pada Oligosen Akhir-Miosen Awal, bersifat transgresi
marin sebagian besar sedimen berjenis karbonat. Selanjutnya karbonat ini dikelompokkan ke dalam Formasi Kujung . Proses ke-3 berlangsung selama Miosen Tengah, mengendapkan klastik kasar yang diwakili oleh Anggota Ngrayong dari Formasi Tuban. Pengendapan daur terakhir diwakili oleh Formasi Ledok , terdiri atas kalkarenit glaukonitan, berstruktur silang siur yang menandakan lingkungan marin dangkal.
Metode Gravity
Anomali Bouguer (AB) suatu titik amat didefinisikan sebagai penyimpangan harga percepatan gayaberat pengamatan (gobs) terhadap perkiraan harga percepatan gravity
normal di titik tersebut (gn). Pernyataan itu dapat dirumuskan dalam bentuk:
AB = gobs - gn (1)
gn diperkirakan dari harga percepatan gayaberat teoritik (g()) untuk muka laut dengan
memasukkan koreksi udara bebas (gFA), koreksi bouguer (gB), dan koreksi medan
(gT). Model perumusan matematis selanjutnya adalah:
Ini merupakan anomali Bouguer di titik amat pada ketinggian h di mana titik amat tersebut berada, dan merupakan anomali yang diakibatkan oleh benda anomali yang berada di bawah ketinggian titik amat tersebut. Dengan demikian, anomali Bouguer yang diperoleh dari data gravity di lapangan merupakan kombinasi dari efek regional dan lokal. Untuk membantu memudahkan penafsiran terhadap struktur bawah permukaan, maka anomali Bouguer tersebut perlu dipisahkan menjadi anomali Bouguer regional dan anomali Bouguer residual. Anomali Bouguer regional merupakan pengaruh benda anomali yang terletak relatif dalam (basement), sedangkan anomali Bouguer residual sebagai akibat dari benda anomali yang dekat permukaan. Adapun metode pemisahan, dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan, serta sasaran yang ingin dicapai dari hasil interpretasi tersebut(Talwani et al., 1959)..
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian iniadalah sebagai berikut: data anomali Bouguer hasil pengolahan dikontur seperti terlihat pada Gambar 1. Kontur anomali Bouguer pada Gambar 1, selanjutnya ditarik garis penampang arah utara – selatan, terdapat empat profil lintasan yaitu grv1, grv2, grv3 dan grv4. Data anomali pada garis penampang tersebut selanjutnya diimputkan pada program GM-SYS untuk dibuat pola perlapisan batuan dasar. Pada program GM-SYS tersebut terdapat dua data, data lapangan dan data perhitungan, yang merupakan hasil perhitungan yang dilakukan oleh komputer. Data hasil perhitungan diupayakan sedemikian rupa sehingga antara data lapangan dan data hasil perhitungan mempunyai pola yang sama.
Hasil Penelitian
Gambar 1: Profil lintasan arah utara-selatan anomali Bouguer, Daerah Cekungan Jawa Timur Utara 111.00 111.20 111.40 111.60 111.80 112.00 112.20 112.40 BUJUR TIMUR -7.40 -7.20 -7.00 -6.80 -6.60 L I N T A N G S E L A T A N grv1 grv2 grv3 grv4 LAUT JAWA
Gambar 2: Pola Perlapisan Profil Lintasan GRV1 dan GRV2 Daerah Cekungan Jawa Timur Utara
Gambar.3: Pola Perlapisan Profil Lintasan GRV3 dan GRV4 Daerah Cekungan Jawa Timur Utara
Pembahasan
Pada profil lintasan grv1, lapisan teratas mempunyai rapat massa 1,8 g/cc terlihat paling tebal di bagian selatan, dan mengalami penipisan di sekitar tinggian Purwadadi.
Diduga lapisan ini merupakan bagian dari Group Lidah, dengan litologi yang dominan adalah napal, pasir dan gamping yang belum terlalu kompak serta serpih. Umur batuan
ini sekitar Pliosen hingga Pleistosen. Di bawah lapisan ini ditempati batuan dengan rapat massa 2.0 g/cc, yang merupakan bagian dari Grup Kawengan, dan terdiri dari Formasi Mundu, Ledok dan Wonocolo. Litologi dari formasi ini masih didominasi oleh napal, gamping dan serpih dari umur Miosen Akhir. Selanjutnya rapat massa 2,1 g/cc dan 2,3 g/cc merupakan group Formasi Tuban dan Formasi Kujung. Terlihat dengan jelas bahwa di sekitar Purwadadi, gamping Prupuh dari Formasi Kujung dengan rapat massa 2,4 g/cc berada di sekitar Formasi Tawun dan Ngrayong sampai pada kedalaman 1,2 km. Selain itu, Formasi Ngimbang yang diwakili batuan dengan rapat massa 2,5 g/cc, dari jenis sedimen lempung pasiran yang berumur Eosin, dan batuan dasar dengan rapat massa 2,67 g/cc. Batuan dasar ini mempunyai kedalaman hampir 2,8 km di sekitar Purwadadi. Selain struktur tinggian berupa Antiklin, terdapat pula sesar yang terdapat di selatan dan utara Purwadadi. Di bagian utara, tepatnya di sekitar Pati, sesar ini mencapai batuan dasar, kemungkinan adalah sesar utama Pulau Jawa atau kemungkinan merupakan palung.
Profil lintasan grv2 pola perlapisan hampir sama dengan pola perlapisan pada grv1, hanya sedikit perbedaan pada batuan dengan rapat massa 2,4 gr/cc . Di sebelah utara blok Cepu, terlihat Palung Lusi (Lusi Trough) yang memisahkan Zona Rembang dan Zona Randublatung. Sementara pada blok Cepu, terdapat struktur antiklin di sekitar Nglobo dan struktur sinklin sekitar 50,4 km. Yulihanto et al. (1994) menafsirkan zona
sinklin blok Cepu tersebut sebagai subcekungan Cepu. Dari arah selatan ke utara, profil grv2 memperlihatkan kedalaman basement hampir mencapai 6 km di bagian selatan dan
3,6 km - 3,8 km sekitar blok Cepu serta sekitar 3 km di bagian utara.
Profil lintasan grv3 yang terdapat pada Gambar 3, sebaran rapat massa pada tiap lapisan masih sama dengan profil sebelumnya. Lapisan teratas dengan rapat massa 1,8 g/cc, merupakan lapisan dari Grup Lidah, dengan litologi napal, lempung, pasir yang berinterkalasi dengan gamping. Di bawah lapisan ini ditempati formasi batuan dari Grup
Kawengan, dengan rapat massa 2,0 g/cc, yang diwakili oleh litologi dari jenis napal yang berinterkalasi dengan gamping dan lempung. Selanjutnya, Formasi Ngrayong dan Tawun yang didominasi oleh pasir dan napal, bagian Grup Tuban dengan rapat massa batuan 2,1 g/cc. Sedangkan Formasi Kujung dengan rapat massa 2,3 g/cc, lebih banyak didominasi oleh gamping dan napal pasiran. Sedang untuk Formasi Ngimbang, merupakan formasi yang dialasi oleh basement, tersusun oleh sedimen gamping, lempung dan interkalasi lempung pasir dengan rapat massa 2,5 g/cc.
Dari arah selatan terlihat daerah undulasi hingga jarak 75 km dari arah utara. Pada jarak 15 km dari selatan, daerah tersebut menggambarkan komplek pegunungan Sinapu dan Pandan. Pada jarak 30 km sebelah utara Pegunungan Pandan, tampak adanya daerah tinggian Dander berupa antiklin. Semakin ke arah utara terlihat daerah sinklin, yang
selanjutnya diinterpretasi sebagai subcekungan Bojonegoro. Sedang di bagian utara profil ini masih terlihat sesar, kemungkinan adalah kelanjutan sesar Kujung.
Selanjutnya pada profil lintasan grv4 memperlihatkan adanya pengangkatan batuan dasar di sekitar Ngimbang yang diikuti dengan pembentukan terumbu gamping Prupuh. Gamping pada Formasi Ngimbang mempunyai rapat massa 2,55 g/cc, sedang Formasi Kujung mempunyai rapat massa 2,4 g/cc. Gambaran subcekungan Lamongan yang terisi sedimen dengan rapat massa dari 1,8 g/cc hingga 2,5 g/cc terlihat dengan jelas sekitar 49,6 km dari selatan. Pada daerah tersebut terlihat adanya gamping dengan rapat massa 2,4 g/cc yang melengkapi antiklin Tuban, dan berada pada Formasi Kujung dan Formasi Tuban.
Kesimpulan
Bertolak dari hasil analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa rapat massa batuan pada daerah Cekungan Jawa Timur Utara cukup bervariasi mulai dari 1,8 gr/cc sampai dengan 2,67 gr/cc. Demikian pula dengan pola perlapisan batuan dasar pada daerah Cekungan Jawa Timur Utara bentuknya berundulasi, di bagian utara lebih dangkal dan makin dalam dibagian selatan Cekungan Jawa Timur Utara. Kedalaman batuan dasar di daerah Cekungan Jawa Timur Utara diperkiran antara 3 km di bagian utara sampai dengan 6 km di bagian selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, W., 1993, A Depositional Model for the Early Miocene Ngrayong Formation and Implications for Exploration in The East Java Basin, Proceedings-IPA. Blakely, R. J., 1995, Potential theory in Gravity and Magnetic Aplication, Cambridge
University Press.
Cooper, G. R. J., 1997,GravMap and Pfproc Software for filtering Geophysical Map Data, J. Computer and Geosciences. Vol. 23, No. 1. P. 91 - 101.
Fairhead, J.D., 1976, The structure of the lithosphere beneath the Eastrn Rift, East Africa, Deduced from gravity studies, Tectonophysics, 30, 269-298.
Genevraye, P. D., and Samuel, 1972, The Geologi of Kendeng Zone (East Java), Proceedings Indonesian Petrolium Association.
Grant, F. S., and G. F. West, 1965,Interpretation Theory in Applied Geophysycs, McGraw-Hill.
Hamilton, W., 1979, Tectonic of the Indonesia Region, Geological Survey Professional Paper 1078.
Katili, John. A.,1973, On Fitting certain geological and geophysical features of the Indonesian island arc to the new global tectonics, University of Western
Australia Press.
Katili, John. A., 1975, Volcanism and plate tectonics in the Indonesia Island arc, Tectonophysics, 26, 165-188.
Kariyoso, G., Ruslan Effendi and Sugijanto, 1977, Seismic survey in the north East Java basin, Proceedings I PA, P. 13-41.
Musliki, S., 1999,Tinjauan Geologi, Geofisika dan Potensi MIGAS Zona Fisiografi Jawa Timur Utara,Prosiding HAGI-XXIV, Surabaya.
Patmosukismo, S., A. Syahbuddin and G. Alameda, 1985, New seismic method in populated areas ( A case study in the Surabaya area East Java Indonesia),
Proceedings IPA P406-435.
Pringgoprawiro, H., 1983,Biostratigrafi dan paleogeografi cekungan Jawa Timur Utara, Disertasi Doktor ITB Bandung.
Pulunggono, A., 1983, Sistem sesar utama dan pembentukan cekungan Palembang, Disertasi Doktor ITB Bandung.
Samuel, L., and Lodewyk Gultom,1984, Daur pengendapan di Cekungan minyak Indonesia Barat, Prosiding IAGI-XIII.
Sujanto, F.X., and Yanto R . Sumantri, 1977,Preliminary study on the tertiary depositional patterns of Java, Proceedings IPA.
Sutarso, B., and S. Patmosukismo, 1978,The Diapiric structures and their relation to the Occurrence of Hydrocarbon in NortEast Java Basin, Geologi Indonesia, J.5. No. 1, 27-43.
Soetantri, B., Luki Samuel and G. A. S. Nayoan, 1973, The Geologi of the oilfields in North East Java Basin, Proceedings IPA.
Sumosusanto, P. A., D. A. Siregar, D. Arifin, C. Jouannic and Tatsuko Shibasaki, 1992, Sea level changes at Holocen in Tuban Beach Area East Java,
Proceeding-IAGI, Yogyakarta.
Talwani, M., Morzel, J. l., and Landisman , 1959, Rapit gravity computations for two-dimentional bodies with applikation to tje Mendocino submarine fracture zone, J. Geophusics Research Vol. 4, No. 1.
Untung, M and G. Wirosudarmo, 1975,Structure pattern of Java and Madura as a result of preliminary interpretation of gravity data, J. Geologi Indonesia, V.2 , No 1, P 15-24.
Untung, M and Hiroshi Hasegawa, 1975, Penyusunan dan pengolahan data beserta penafsiran peta gayaberat Indonesia, Journal Geologi Indonesia, V.2 No 3.,
P.11-17.
Untung, M., and Yoshiaki Sato, 1978, Gravity and Geological Studies in Java, Indonesia, Geological Survey of Indonesia.