• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Subosukawonosraten Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Subosukawonosraten Tahun"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Subosukawonosraten Tahun 2004-2008

Disusun oleh : Dwi Suryanto Universitas Diponegoro

ABSTRACT

Subosukawonosraten regionalization area is one of the regionalization area which has higher economic growth compared to other regionalization areas in Central Java. During 2004 untill 2008; the economic growth of Subosukawonosraten’s (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten) towns was fluctuative. This fluctuative growth might be influenced by labour, education level, and government expenditure. The aims of this study is to analyze how labour, education level, and government expenditure influence economic growth in Subosukawonosraten. The data that used in this study is panel data (5 years time series data from 2004 until 2008 and 7 cross section data that represent Subosukawonosraten area, which resulted in 35 observations). The method used in this research is Least Square Dummy Variabel (LSDV).The estimation result shows that labour, education level, and government expenditure has positive and significant effect towards economic growth in Subosukawonosraten area.

Keywords: economic growth, labour, government expenditure, Least Square Dummy Variabel (LSDV).

1. Pendahuluan

Kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, meratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional, dan melalui pergeseran struktur kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier (Tri Widodo,2006). Penerapan otonomi daerah mulai tahun 2004 sampai sekarang pada dasarnya bertujuan untuk mengefisienkan segala kebijakan yang berkaitan tentang urusan daerah, dengan harapan agar kebijakan yang diambil dapat lebih tepat sasaran dan mampu menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masing-masing daerah, sehingga mampu mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Diharapkan dengan penerapan otonomi daerah pertumbuhan ekonomi lebih baik dari masa sebelumnya.

Pada era otonomi daerah kondisi dan potensi ekonomi daerah merupakan modal dasar dan faktor dominan yang dimiliki Provinsi Jawa Tengah, yang dapat didayagunakan untuk mencapai sasaran pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu

(2)

langkah strategi dalam pelaksanaan pembagunan dari pemerintah, terutama dalam mengambil kebijakan yang mengarah pada perkembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah. Melalui Perda Propinsi Jawa Tengah No. 8 tahun 1992 dengan pembaruan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 21 Tahun 2003 tentang “Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah”, pemerintah provinsi membentuk kawasan kerjasama antar daerah yang dipandang dari potensi dan struktur ekonomi kewilayahan dapat dimanfaatkan bagi upaya pemerataan pembangunan dalam suatu kawasan. Berdasarkan Perda itu, Propivinsi Jawa Tengah menetapkan kawasan kerjasama antara lain sebagai berikut Barlinmascakep (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen), Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar,Wonogiri, Sragen, Klaten), Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, Purwodadi), dan Sampan (Sapta Mitra Pantura).

Kawasan kerjasama ini dilakukan sebagai salah satu strategi dasar didalam melakukan pembangunan daerah yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi wilayah. Diharapkan dengan adanya pembagian ini, masing-masing daerah dalam suatu kawasan kerjasama akan saling berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan sekaligus meningkatkan pemerataan pembangunan. Tanpa pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi tidak akan berhasil dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi harus disertai dengan pemerataan pembangunan. Dengan kerjasama antar daerah, kekuatan masing-masing daerah yang bekerja sama dapat diselaraskan untuk mengatasi hambatan lingkungan atau mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Salah satu hasil dari kebijakan tersebut adalah dikelompokkannya kabupaten se-Karesidenan Surakarta yang terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten atau dikenal sebagai Subosukawonosraten dengan Kota Surakarta sebagai pusatnya.

Kenaikan dan penurunan pertumbuhan di Subosukawonosraten selama 5 tahun dari tahun 2004-2008 dipengaruhi oleh banyak faktor. Kenaikan dan penurunan tersebut secara teori dapat dipengaruhi oleh tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengeluaran pemerintah. Jumlah angkatan kerja pencari kerja di Subosukawonosraten terus mengalami kenaikan sedangkan penyerapannya kecil. Begitu pula terjadi pada penduduk tamatan SLTA dan jenjang pendidikan yang lebih tinggi pertumbuhannya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan tapi tingkat penyerapannya tenaga kerja lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk tamatan SLTA dan jenjang

(3)

pendidikan yang lebih tinggi. Pengeluaran pemerintah di Subosukawonosraten lebih bersifat konsumtif (Deddy Rustiono, 2008).

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini didasari oleh teori yang dikembangkan oleh Solow-Swan yang memusatkan perhatiannya pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Model neo klasik Solow-Swan secara umum berbentuk fungsi produksi, yang bisa menampung berbagai kemungkinan substitusi antar kapital (K) dan tenaga kerja (L). maka fungsi produksi agregrat standar yang dipakai :

Y = Aeμt . Kα . L1-α ...(2.8) Y = Produk Domestik Bruto

K = stok modal fisik dan modal manusia L = tenaga kerja

A = konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar

Dalam penelitian ini pertumbuhan ekonomi Subosukawonosraten sebagai (Y); pertumbuhan stok modal dilihat melalui : (1) tingkat pendidikan (TP), (2) pengeluaran pemerintah daerah (G); Tenaga kerja dilihat dengan jumlah orang yang bekerja (TK).

Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Subosukawonosraten diperlukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah antara lain faktor tenaga kerja. Pertumbuhan tenaga kerja dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, jadi meningkatnya tenaga kerja akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas dan akan memacu pertumbuhan ekonomi. Sektor pendidikan memainkan peran utama untuk membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas produksi agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Di samping itu peranan pemerintah baik langsung maupun tidak langsung akan menaikan total output, menurut Lin (1994) mengatakan ada sesuatu yang penting yang sejalan dengan peran pemerintah dimana pemerintah dapat menaikan pertumbuhan.

(4)

Penelitian ilmiah sebelumnya telah banyak yang membahas pengaruh tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor yang diteliti pada jurnal-jurnal tersebut sangat bergantung pada kondisi studi kasus daerah atau negara yang diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh Deddy Rustiono (2008) yang didalam tesisnya membahas pengaruh tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang. Hasil yang didapat adalah faktor tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positf terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Neni Pancawati menjelaskan mengenai pengaruh rasio kapital tenaga kerja, tingkat pendidikan, stok capital dan pertumbuhan penduduk terhadap GDP Indonesia. Hasil yang didapatkan adalah bahwa rasio tenaga kerja, tingkat pendidikan, stok kapital, dan pertumbuhan penduduk berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output.

Pada era otonomi daerah yang dimulai dari 2004 sampai dengan 2008 pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Subosukawonosraten mengalami fluktuasi dan terjadi kesenjangan pembangunan daerah. Kenaikan dan penurunan pertumbuhan ekonomi secara teori dapat dipengaruhi oleh tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengeluaran pemerintah. Perbedaan pertumbuhan kabupaten/kota di Subosukawonosraten diduga bisa melemahkan kerjasama yang terjadi selama ini.

Jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan pengeluaran pemerintah di Subosukawonosraten selama periode pengamatan 2004-2005 dijadikan variabel bebas yang secara parsial atau bersama-sama diduga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Subosukawonosraten. Dalam penelitian ini perbedaan pertumbuhan ekonomi antara pusat pertumbuhan dengan daerah pendukunya di gambarkan oleh besarnya dummy.

2.1 Hipotesis Penelitian.

1. Diduga tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Diduga tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2.2 Kerangka Pemikiran

(5)

3 Metode Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002), untuk memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, maka digunakan definisi operasional sebagai berikut :

a. Variabel Berkait/dependen

Dalam penelitian ini digunakan variabel dependen yang mencerminkan indikator pertumbuhan ekonomi regional yaitu:

 Pertumbuhan Ekonomi Regional

Dinyatakan dalam PDRB atas harga konstan di kawasan Subosukawonosraten (dalam jutaan rupiah).

b. Variabel Bebas/Independen

Variabel independen atau veriabel terikat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:  Tenaga Kerja

Tenaga kerja dihitung dari jumlah penduduk umur 10 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu untuk laki-laki dan perempuan di kawasan Subosukawonosraten (dalam satuan orang).

 Tingkat Pendidikan

Pendidikan sebagai salah satu bentuk modal manusia (human capital) menunjukkan kualitas sumber daya manusia di suatu daerah. Sebagai indikator tingkat pendidikan

Pertumbuhan Ekonomi* Tenaga Kerja Tingkat Pendidikan Pengeluaran Pemerintah

(6)

digunakan penduduk yang berpendidikan minimal tamatan SLTA dan Perguruan Tinggi di Subosukawonosraten (dalam satuan orang).

 Pengeluaran Pemerintah

Variabel pengeluaran pemerintah di kawasan Subosukawonosraten diperoleh dari total nilai realisasi anggaran belanja dalam APBD masing-masing kabupaten/kota di Subosukawonosraten pada tahun yang bersangkutan (dalam jutaan rupiah).

 Dummy Wilayah

Model regresi variabel tak bebas Y dan variabel penjelas X bersifat bilangan kuantitatif. Namun hal ini tak selalu berlaku, dan ada kalanya variabel-variabel penjelas bisa bersifat kualitatif. Variabel kualitatif ini sering dikenal dengan variabel buatan atau variabel dummy atau variabel boneka (Gujarati,2006). Variabel dummy ini ditunjukan dengan angka 0 dan 1. Penggunaan dummy wilayah dalam penelitian ini untuk melihat perbedaan pertumbuhan antara pusat pertumbuhan dengan daerah pendukungnya.

5. Model Regresi

Analisis pengaruh variabel tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan Subosukawonosraten. Menggunakan data time series selama 5 tahun dari 2004-2008 dan data cross-section sebanyak 7 data mewakili kawasan Subosukawonosraten yang menghasilkan 35 observasi. Model pertumbuhan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Y = f (TK*, TP** , G***) ……….(3.2) Sumber :* 1. Suahasil Nazara (1994)

*** 1. Neni Pancawati (2000)

2. Didi Nuryadin, Jamzani Sodik, Dedi Iskandar (2007) **** 1. Jamzani Sodik (2007)

2. Marganda Simamora dan Sirajuzilam (2008)

(7)

𝑌𝑖𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑇𝐾𝑖𝑡 + 𝛼2𝑇𝑃𝑖𝑡 + 𝛼3𝐺𝑖𝑡 + 𝑢𝑖𝑡...(3.3)

Gujarati (2003) menjelaskan bahwa estimasi model regresi panel data dengan pendekatan

fixed effect tergantung pada estimasi yang digunakan pada intersep, koefesien slope, dan error term, dimana ada beberapa asumsi yaitu :

a. Asumsi bahwa intersep dan koefisien slope (kemiringan) adalah konstan antar waktu (time) dan ruang (space) dan error term mencakup perbedaan sepanjang waktu dan individu (ruang).

b. Koefisien slope konstan tapi intersep bervariasi antar individu (wilayah) c. Koefisien slope konstan tapi intersep bervariasi antar waktu

d. Koefisien slope konstan tetapi intersep bervariasi antar waktu dan individu (wilayah) e. Seluruh koefisien (intersep dan koefisien slope) bervariasi antar individu (wilayah) f. Intersep konstan sebagaimana koefisien slope bervariasi antar waktu

Penelitian ini menggunakan asumsi FEM yang kedua, yaitu koefisien slope konstan tetapi intersepnya bervariasi antar individu, sehingga bentuk modelnya fixed effect. Model fixed effect harus memasukan variabel dummy, hal ini untuk menyatakan perbedaaan intersep. Adanya variable dummy maka kita telah menambahkan sebanyak (N-1) variabel boneka (D) ke dalam model dan menghilangkan satu sisanya untuk menghindari kolinearitas sempurna antar variabel penjelas. Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom NT - N – K.

Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat dipungkiri, dengan melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi koefisienan dari parameter yang diestimasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini didekati dengan menggunakan statistik F yang berusaha memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat

(8)

dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka. Rumusan itu adalah sebagai berikut:

FN+T-2,NT-N-T = 𝑅𝑈𝑅

2 − 𝑅 𝑅2 /(𝑀)

1− 𝑅𝑈𝑅2 / (𝑁𝑇−𝑁−𝐾)...(3.4)

Dimana R2R (restricted) adalah R2 dari regresi persamaan (3.3) dan R2UR (unrestricted)

dari regresi persamaan FEM dengan variable dummy (3.5). Jika nilai F nya signifikan maka regresi persamaan OLS (3.3) adalah invalid.

Ketika variabel dummy digunakan untuk mengestimasi fixed effect, maka persamaan itu disebut dengan Least Square Dummy Variabel (LSDV). Penggunaan dummy pada penelitian ini yaitu menggunakan dummy wilayah. Penggunakan dummy wilayah dalam penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan pertumbuhan ekonomi antara pusat pertumbuhan dengan daerah pendukungnya. Diduga antara daerah pusat dan daerah pendukungnya memiliki perbedaan karakteristik dan sumber daya alam yang berbeda. Alasan penggunaan Kota Surakarta sebagai

bencmark adalah karena Kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan di kawasan

Subosukawonosraten dan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi. Setelah memasukkan variable dummy wilayah ke dalam persamaan (3.3), maka model persamaan adalah sebagai berikut.

𝑌𝑖𝑡 = 𝛼0+𝛼1𝑇𝐾𝑖𝑡 + 𝛼2 𝑇𝑃𝑖𝑡 + 𝛼3𝐺𝑖𝑡 + 𝛽1𝐷1+ 𝛽2𝐷2+𝛽3𝐷3+ 𝛽4𝐷4 + 𝛽5𝐷5+ 𝛽6𝐷6+

𝑢𝑖𝑡...(3.5)

Dimana :

Y = pertumbuhan ekonomi wilayah

(9)

𝛼1 − 𝛼4 = koefesien regresi 𝛽1− 𝛽6 = koefesien dummy TK = tenaga kerja TP = tingkat pendidikan G = pengeluaran pemerintah D = variabel dummy

U = nilai residual (factor pengganggu) yang berada di luar model

i =kabupaten/kota (data cross section 7 kabupaten/kota di Subosukawonosraten

t = waktu (data time series tahun 2004-2008)

6. Analisis Hasil Estimasi Dan Pembahasan

Keseluruhan model dalam studi ini diestimasi dengan menggunakan paket program Eviews 6.0. dengan menggunakan model panel data yaitu fixed effect model dengan spesifikasi model sebagai berikut:

6.1 Analisis Model

Hasil perhitungan uji Restricted F test adalah sebagai berikut :

F = (0.983873 – 0,557262)/4 (1- 0.983873)/25

= 0,016127 / 0,000645 = 165,3326

(10)

Hasil dari perhitungan diatas menyatakan bahwa nilai F hitung signifikan (Gujarati, 2003), berarti bahwa regresi (3.3) adalah invalid. Sehingga persamaan panel data yang digunakan adalah Least Square Dummy Variabel (LSDV) dengan spesifiksi model sebagai berikut :

𝑌𝑖𝑡 = 𝛼0+𝛼1𝑇𝐾𝑖𝑡+ 𝛼2 𝑇𝑃𝑖𝑡+ 𝛼3𝐺𝑖𝑡 + 𝛽1𝐷1+𝛽2𝐷2+𝛽3𝐷3+𝛽4𝐷4+ 𝛽5𝐷5+ 𝛽6𝐷6+

𝑢𝑖𝑡...(4.2)

Tabel 1 Hasil Regresi Utama

Independen

Variabel Coeficient Std Error t-Statistik Prob. Ket.

C 2081913. 364879.6 5,705752 0,0000 *** TK 2,100045 1.051.774 1,996.670 0,0569 * TP 4,625757 1.347.006 3,434102 0,0021 ** G 1,143.261 0.150000 7,621735 0,0000 *** D1 -870486.4 305708.5 -2,847440 0,0087 ** D2 -1099674. 379811.8 -2,895312 0,0078 ** D3 -399160.1 194402.0 -2,053.271 0,0506 * D4 -1714942. 318288.0 -5,388.021 0,0000 *** D5 200326.5 217905.5 0,919328 0,3667 tak sign D6 -1784663. 255395.2 -6,987848 0,0000 * R-squared 0,983873 F-statistic 169,4665 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson 1,894303 N 35

Sumber : Output Eviews

Interpretasi hasil regresi pengaruh dari tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan Subosukawonosraten tahun 2004-2008 adalah sebagai berikut :

1. Tenaga Kerja.

* = Signifikansi pada alpha 10% ** = Signifikansi pada alpha 5% *** = Signifikansi pada alpha 1%

*** = Signifikansi pada alpha 1%

( α =

(11)

Dari hasil regresi, diperoleh hasil bahwa tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan Subosukawonosraten. Ini ditunjukan dengan nilai probabilitas sebesar 0,0569 lebih kecil dari alpha 10%. Kenaikan 1 tenaga kerja akan meningkatkan output total (PDRB) sebesar 2.100.045 rupiah. Hasil regresi sesuai dengan hipotesis pada penelitian ini yang menduga terdapat hubungan positif antara tenaga kerja dengan pertumbuhan ekonomi. Pengaruh yang sama juga diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh Imam Nugroho Heru Santosa (2006) dan Suahasil Nazara (1994)

Dalam penelitihan ini, pengaruh variabel tenaga kerja terhadap jumlah output daerah cukup besar, dimungkinkan karena tenaga kerja di Subosukawonosraten lebih banyak bekerja pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), perdagangan dan sektor pertanian yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Tenaga kerja tidak saja penting dari sudut kuantitas, tetapi yang tidak kalah penting lagi dari kualitasnya. Peningkatan kualitas tenaga kerja dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal, dan dapat saja diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta.

2. Tingkat Pendidikan

Variabel tingkat pendidikan (TP) yang diukur dari besarnya lulusan SLTA dan perguruan tinggi, berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukan dengan nilai probabilitas sebesar 0,0021 lebih kecil dari alpha 5%. Tingkat pendidikan memiliki nilai koefesien sebesar 4,625757 artinya bahwa kenaikan 1 orang lulusan SLTA dan Perguruan Tinggi akan meningkatkan output total (PDRB) kabupaten/kota di Subosukawonosraten sebesar 4.625.757 rupiah.

Sektor pendidikan memainkan peran utama untuk membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas produksi agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro,2006). Menurut Deni Friawan (2008) implikasi dari pembangunan dalam pendidikan adalah kehidupan manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional) semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. Semakin tinggi kualitas hidup / investasi sumber daya manusia kualitas tinggi akan berimplikasi juga terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi nasional.

(12)

Tamatan SLTA dan Perguruan Tinggi diasumsikan mempunyai keterampilan dan pengetahuan tinggi, sehingga dapat mampu menyerap teknologi modern dan meningkatkan kapasitas produksi. Pada gambar 2 terlihat bahwa perkembangan penduduk tamatan SLTA dan Perguruan Tinggi memperlihatkan tren yang cenderung menaik.

Sumber : BPS, diolah

Meningkatnya penduduk tamatan SLTA dan Perguruan Tinggi di Subosukawonosraten mengindikasikan bahwa penduduk yang mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang tinggi semakin meningkat. Sehingga dapat mendorong dan meningkatkan produktivitas, dimana pertumbuhan produktivitas tersebut pada gilirannya merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi.

3. Pengeluaran Pemerintah

Variabel pengeluaran pemerintah (G) yang diukur dari total realisasi belanja pemerintah, berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukan dengan nilai probabilitas sebesar 0,0000 lebih kecil dari alpha 1%. Pengeluran Pemerintah memiliki nilai koefisien sebesar 1,143261, artinya bahwa kenaikan sebesar 1 juta terhadap pengeluaran pemerintah akan meningkatkan output total (PDRB) kabupaten/kota di Subosukawonosraten sebesar 1.143.261 rupiah. Pengaruh yang sama juga diperoleh dalam penelitian yang dilakukan Deddy Rustiono (2008). 1096323 1138409 1211789 1139554 1344644 0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 2004 2005 2006 2007 2008 Gambar 2

Perkembangan Penduduk Tamatan SLTA dan Perguruan Tinggi di Subosukawonosraten Tahun 2004-2008

(13)

Belanja daerah dapat diartikan sebagai investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Investasi yang dihasilkan berupa sarana dan prasarana publik yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta, antara lain jalan raya, pasar, rumah sakit, dan infrastruktur lainnya. Menurut Guritno Mangkoesoebroto (2003) dalam konsep makro pengeluaran pemerintah akan meningkatkan perekonomian nasional. Pengeluaran pemerintah yang mendorong perekonomian ini tentunya dengan asumsi bahwa pengeluaran pemerintah digunakan sepenuhnya untuk kegiatan-kegiatan ekonomi atau yang memberikan dorongan bagi perkembangan bagi kegiatan ekonomi. Jadi apabila pengeluaran pemerintah meningkat maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi.

Pada gambar 4.7 terlihat bahwa rasio belanja modal terhadap belanja daerah memperlihatkan tren yang cenderung menaik. Sedangkan rasio belanja aparatur pemerintahan memperlihatkan tren yang cenderung menurun.

Gambar 3

Rasio Belanja Aparatur Daerah dan Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Daerah Di Subosukawonosraten Tahun 2004-2008

Meningkatnya belanja modal pemerintah daerah mengindikasikan besarnya pembangunan maupun perbaikan infrastuktur. Dengan semakin baiknya infrastuktur akan

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2005 2006 2007 2008 0.14 0.2 0.27 0.24 0.81 0.7 0.67 0.65

Belanja Modal Belanja Aparatur Daerah

(14)

mendorong dan merangsang kegiatan-kegiatan ekonomi. Pada akhirnya akan memacu pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.

4. Dummy

Dalam menginterpretasikan hasil regresi data panel dengan menggunakan FEM yang menggunakan variabel dummy, signifikannya variabel dummy yang digunakan menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut berbeda dengan pertumbuhan ekonomi wilayah yang dijadikan basis yaitu Kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan. Angka positif atau angka negatif pada koefesien dummy mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah yang dijadikan dummy adalah lebih tinggi (untuk angka positif) atau lebih kecil (untuk angka negatif) dari wilayah yang dijadikan basis yaitu Kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan. Sedangkan kalau tidak signifikan variabel dummy yang digunakan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut sama dengan pertumbuhan ekonomi wilayah yang dijadikan basis yaitu Kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan.

Dalam penelitian ini, D1 (Kabupaten Boyolali), D2 (Kabupaten Klaten), D3 (Kabupaten Sukoharjo), D4 (Kabupaten Wonogiri), D6 (Kabupaten Sragen) memiliki nilai negatif dan signifikan. Hal ini ditunjukan dengan nilai probabilitasnya lebih kecil dari alpha 10%. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Sragen lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta. Sedangkan D5 (Kabupaten Karanganyar) tidak signifkan. Hal ini ditunjukan dengan nilai probabilitasnya lebih besar dari alpha 10%, yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar tidak berbeda (sama) dengan pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan.

7. Kesimpulan

Dari hasil istimasi regresi, variabel tenaga kerja, tingkat pendidikan dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan. Hal ini sesuai dengan hipotasis awal yang menyebutkan bahwa tenaga kerja, tingkat pendidikan dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan. Varibel dummy menjelaskan perbedaan pertumbuhan antara pusat pertumbuhan dengan daerah pendukungnya. Dalam penelitian ini, bahwa pertumbuhan ekonomi

(15)

di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Sragen lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta. Sedangkan Kabupaten Karanganyar tidak berbeda (sama) dengan pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta sebagai pusat pertumbuhan

8. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah diberikan, maka dapat diberikan beberapa saran yaitu sebagai berikut :

1. Meskipun secara kuantitas tenaga kerja memberi kontribusi yang tinggi bagi pertumbuhan ekonomi di Subosukawonosraten, tetapi jumlah penganguran dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Perlu kebijakan pemerintah yang dapat menimbulkan lapangan kerja yang luas sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.

2. Tingkat pendidikan lulusan SLTA dan Perguruan Tinggi mampu memberikan kontribusi yang tinggi dalam pertumbuhan ekonomi di Subosukawonosraten. Tetapi masih banyak penduduk yang tamatan SD dan SLTP di Subosukawonosraten yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan pemerintah daerah di Subosukawonosraten menyediakan sekolah terbuka untuk SMP dan SMA atau pendidikan murah yang lainnya.

3. Pemerintah kabupaten/kota di Subosukawonosraten diharapkan mengalokasikan belanja daerah secara proposional antara belanja aparatur daerah (yang memberi dampak tidak langsung terhadap pembangunan) dengan belanja modal (yang memberi dampak secara langsung terhadap pembangunan).

4. Masih belum meratanya pembangunan yang ada di Subosukawonosraten. Hal ini dilihat dari Tabel 5.1 di bawah ini.

(16)

Tabel 5.1

Kondisi Kabupaten/Kota di Subosukawonosraten berdasarkan Kriteria Tipologi Klasen tahun 2004-2008

Daerah Berkembang Cepat

Klaten, Sragen

Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh

Karanganyar, Surakarta

Daerah Relatif Tertinggal

Boyolali, Wonogiri

Daerah Maju Tertekan

Sukoharjo

Dari pembagian berdasarkan kriteria tipologi Klassen tersebut untuk kawasan di Subosukawonosraten, kabupaten yang masih berada pada klasifikasi relatif tertinggal yaitu Boyolali, Wonogiri, daerah yang berada di daerah berkembang cepat adalah Klaten dan Sragen. Sedangkan kabupaten/kota yang terdapat daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah Karanganyar dan Surakarta, sedangkan Kabupaten Sukoharjo terdapat didaerah maju tertekan. Berdasarkan Tabel 5.1 pembangunan di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen dan Kota Surakarta belum merata. Diharapkan pemerintah daerah di kabupaten/kota di Subosukawonosraten harus meningkatkan kerjasamanya lagi yang sesuai dengan Perda 21 Tahun 2003 yang mengatur kerja sama antar daerah, sehingga dapat terciptanya pemerataan pembangunan di kawasan Subosukawonosraten.

4.349.747,52 4,75

(17)

9. Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitihan: Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revesi

V. Jakarta : Rineka Cipta.

Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : STIE YKPN.

Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun Terbitan. Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka. BPS Provinsi Jawa Tengah.

Berbagai Tahun Terbitan. Kabupaten Wonogiri Dalam Angka. BPS Propinsi Jawa Tengah.

Berbagai Tahun Terbitan. Kabupaten Sragen Dalam Angka. BPS Propinsi Jawa Tengah.

Berbagai Tahun Terbitan. Kabupaten Karanganyar Dalam Angka. BPS Propinsi Jawa Tengah.

Berbagai Tahun Terbitan. Kabupaten Klaten Dalam Angka. BPS Propinsi Jawa Tengah.

Berbagai Tahun Terbitan. Kabupaten Boyolali Dalam Angka. BPS Propinsi Jawa Tengah.

Berbagai Tahun Terbitan. Kota Surakarta Dalam Angka. BPS Propinsi Jawa Tengah.

Berbagai Tahun Terbitan. Jawa Tengah Dalam Angka. BPS Propinsi Jawa Tengah.

Berbagai Tahun Terbitan. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah.

Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : BPFE. 1995. Makro Ekonomi. Yogyakarta : BPFE.

Dajan, Anto. 1995. Pengantar Metode Statistik. Jakarta : LP3ES.

Didi Nuryadin, Jamzani Sodik, dan Dedi Iskandar. 2007. Aglomerasi dan Pertumbuhan

Ekonomi, Peran Karakteristik Regional di Indonesia. Yogyakarta :

Fakultas Ekonomi UPN Veteran YK. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Firmansyah. 2008. Modul Praktek Ekonomika Dasar: Estimasi, Asumsi Klasik dan

(18)

Friawan, Deni. 2008. Kondisi Pembangunan Infrastuktur di Indonesia CSIS. Vol 37. No. 2 juni. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Gama, Ayu Savitri. 2007. Disparitas dan Konvergensi Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) per Kapita antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Jurnal

Ekonomi dan Sosial Vol 2, hal 1.

Gujarati, Domadar. 2003. Basic Econometric. The McGrow Hill Companies Inc.

Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate lanjutan dengan Program SPSS. Semarang : Undip.

Rustiono, Deddy. 2008. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran

Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah.

http://eprints.undip.ac.id/16937/1/Deddy_Rustiono.pdf. Undip Semarang.

Santosa, Imam Nugraha Heru. 2005. Analisis Pertumbuhan Kota Semarang dan Kabupaten

Blora Provinsi Jawa Tengah. Tesis Tidak Dipublikasikan. MIESP : Undip.

Sodik, Jamzani. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional :

Studi Kasus Data Panel di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Keuangan

Indonesia (JEKI) Vol. 12 No. 1, April 2007 Hal : 27-36

Kuncoro, Mudrajat. 2003. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.

Lin, Steven, A Y. 1994. Goverment Spending and Economic Growth. Applied Economic. 26. Hal 83-94.

Mangkoesobroto, Guritno. 1999. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE. Mankiw, N Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi. Jakarta : Erlangga.

Marzuki.2005. Metodologi Rizet : Panduan Penelitian Bidang Bisnis dan Sosial. Yogyakarta : Ekonomisia

Michael P, Todaro. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Nazara, Suahasil. 1999. Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia. Suatu Aplikasi Fungsi

Produksi Agregrat Indonesia 1985-1991. Prisma, Vol. 8, No.2, hal19-36.

Pancawati, Neni. 2000. Pengaruh Rasio Kapital-tenaga Kerja, Tingkat Pemdidikan, Stok Kapital dan Petumbuhan Penduduk terhadap Tingkat Pertumbuhan GDP Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 15 Hal 2

Paul A, Samuelson and Nordhaous. 1997. Ekonomi 1. Jakarta : Erlangga.

Simamora, Marganda dan Sirozilam. 2009. Diterminan Pertumbuhan Ekonomi Regional

(19)

Timur).http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17967/1/wah-des2008-4%20(6).pdf.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

2000. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang : Baduoso Media.

Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : LPFE UI.

Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional. Jakarta : Bumi Aksara.

Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan, Aplikasi Komputer, Era Desantralisasi

Gambar

Tabel  1  Hasil Regresi Utama  Independen

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan regresi linear berganda VI dapat digunakan untuk meramal produksi tahunan kelapa sawit di Angsana Estate untuk tanaman umur 5-11 tahun dengan menjumlahkan hasil

Pada periode sebelum penerapan perjanjian ACFTA, tidak ada dari ketujuh variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel inflasi Indonesia, inflasi Tiongkok,

menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa terdapat dua variabel independen yang mempunyai pengaruh terhadap Harga Saham pada perusahaan perkebunan penghasil

[r]

Institut Pertanian Bogor (1989) - S2 (lampirkan ijazah) Agriculture, Tropical Agriculture Kyoto University, Japan (1996). - S3 (lampirkan ijazah) Agriculture, Environmental

Pengadaan Benih dan Pakan Ikan Pengadaan Benih Ikan Mas Rajadanu 50,000 Ekor Desa Gunungkarung Kecamatan Luragung Desa Gresik Kecamatan Ciawigebang Desa Tugu Mulya Desa Darma

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yang mana bentuk penelitiannya adalah penelitian tindakan kelas (PTK), dimana pelaksanaannya menyajikan semua temuan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,