• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN JARINGAN INDOOR UNTUK TEKNOLOGI LTE DI GEDUNG FAKULTAS ILMU TERAPAN UNIVERSITAS TELKOM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN JARINGAN INDOOR UNTUK TEKNOLOGI LTE DI GEDUNG FAKULTAS ILMU TERAPAN UNIVERSITAS TELKOM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN JARINGAN INDOOR UNTUK TEKNOLOGI LTE DI GEDUNG FAKULTAS

ILMU TERAPAN UNIVERSITAS TELKOM

INDOOR NETWORK PLANNING FOR LTE TECHNOLOGY IN TELKOM APPLIED SCIENCES

SCHOOL BUILDING FACULTY OF TELKOM UNIVERSITY

Burton Sinaga1

, Hasanah Putri, S.T., M.T.

2

, Dwi Andi Nurmantris, S.T., M.T.

3 1,2,3

Prodi D3 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Ilmu Terapan, Universitas Telkom

sinagaburton@gmail.com

, - hasanah16122007@gmail.com ,-

dwiandi@tass.telkomuniversity.ac.id

Abstrak

Mendapatkan transfer data rate yang tinggi merupakan tujuan utama dalam perkembangan teknologi

komunikasi seluler saat ini. Melakukan perluasan coverage dan perbaikan kualitas sinyal, menjadi fokus utama bagi

penyedia layanan untuk mendapatkan kepuasan pelanggannya akan layanan yang diberikan. Melakukan perluasan

jaringan pada area indoor, berarti melakukan perencanaan jaringan dan, perencanaan jaringan indoor biasa

dilakukan pada tempat-tempat umum yang sering dikunjungi setiap hari, salah satunya ialah kampus atau gedung

perkuliahan. Gedung FIT (Fakultas Ilmu Terapan) Universitas Telkom, menjadi salah satu target untuk dilakukan

perencanaan jaringan indoor, agar user didalam gedung tersebut tetap mendapatkan layanan/akses yang baik atau

mendapatkan experience dari kinerja teknologi yang ada saat ini.

Pada Proyek Akhir ini, dilakukan perencanaan jaringan indoor LTE (Long Term Evolution) di gedung FIT

Universitas Telkom. Teknologi LTE merupakan teknologi dari generasi terbaru saat ini yang menawarkan layanan

lebih baik dari teknologi sebelumnya. Metode perencanaan jaringan yang dilakukan untuk mendapatkan jumlah

site atau FAP (Femtocell Access Point), dilakukan dengan melakukan perhitungan dari sisi coverage planning dan

capacity planning. Untuk memperoleh ketepatan/akurasi yang baik dalam perhitungan loss perambatan sinyal

indoor area, digunakan pemodelan propagasi Cost-231 Multiwall. Jumlah site yang didapat dari hasil perencanaan,

akan diuji performanya dalam software simulasi RPS (Radiowave Propagation Simulatior). Parameter yang

ditinjau dari hasil simulasi adalah RSL (Received Signal Level) dan SIR (Signal Interference Ratio).

Hasil perencanaan jaringan indoor LTE di gedung FIT Universitas Telkom pada Proyek Akhir ini diperoleh

nilai RSL untuk lantai 1,2,3 dan simulasi langsung untuk seluruh lantai masing-masingnya adalah -50,29 dBm,

-51,47 dBm, -46,68 dBm dan -46,37 dBm. Untuk nilai SIR diperoleh dari hasil simulasi pada lantai 1,2,3 dan simulasi

diseluruh lantai masing-masing adalah 20,30 dB, 20,73 dB, 30,96 dB dan 10,87 dB. Dari hasil simulasi yang

diperoleh, perencanaan jaringan indoor LTE telah memenuhi KPI (Key Performance Indicator) LTE indoor

planning yang digunakan oleh salah satu industri telekomunikasi.

Kata kunci: LTE, Coverage planning, Capacity Planning, RSL, SIR

Abstract

Getting a high data transfer rate is a major goal in the development of mobile communication technology

today. Expanding coverage and improving the quality of the signal, a central focus for service providers to gain

customer satisfaction for services rendered. Expanding the network to the indoor area, means planning and network,

network planning is done on a regular indoor public places frequented every day, one of them being college campus

or building. Building FIT (Faculty of Applied Sciences) Telkom University, became one of the targets to be done

indoor network planning, so that the user inside the building will still get the service/good access or to gain

experience of the performance of the technology that exists today.

In this Final Project, conducted indoor network planning LTE (Long Term Evolution) in the FIT building

Telkom University. LTE technology is a technology of the latest generation of today that offer better service than

previous technology. Network planning methods are performed to obtain the number of sites or FAP (Femtocell

Access Point), was undertaken with the calculation of the coverage planning and capacity planning. To obtain

precision in both the indoor signal propagation loss calculation area, used modeling the propagation of Cost-231

Multiwall. Total site obtained from planning, to test its performance in simulation software RPS (Radiowave

Propagation Simulatior). The parameters were evaluated from the results of the simulation are RSL (Received Signal

Level) and SIR (Signal to Interference Ratio).

(2)

The results of indoor LTE network planning at the University of Telkom FIT building in this Final Project

RSL values obtained for the floor 1,2,3 and direct simulation for the entire floor each is -50.29 dBm, -51.47 dBm,

-46.68 dBm and -46.37 dBm. For SIR values obtained from the simulation results on the floor 1,2,3 and simulation

throughout each floor is 20.30 dB, 20.73 dB, 30.96 dB and 10.87 dB. From the simulation results obtained, planning

indoor LTE network in compliance with the KPI (Key Performance Indicator) LTE indoor planning used by one of

the telecommunications industry.

Keyword: LTE, Coverage planning, Capacity Planning, RSL, SIR

1. Pendahuluan 2.

3. LTE (Long Term Evolution) merupakan teknologi yang dikembangkan oleh badan standarisasi 3GPP (Third Generation Partnership Project), untuk memenuhi demand pengguna seluler saat ini terhadap transfer data rate dan layanan data. Penerapan teknologi LTE sudah gencar dilakukan pada beberapa negara termasuk di Indonesia. Namun, perkembangan LTE di Indonesia cenderung lamban dikarenakan beberapa kendala seperti regulasi, kesiapan operator, dan realokasi frekuensi. Untuk tetap memberikan user experience terhadap jaringan LTE, para penyedia layanan di Indonesia gencar melakukan komersial LTE, termasuk mengimplementasikan pada indoor area. Perencanaan jaringan untuk indoor area diutamakan pada tempat yang sering dikunjungi setiap harinya, seperti kampus atau gedung perkuliahan.

4. Gedung FIT (Fakultas Ilmu Terapan) merupakan salah satu gedung milik Universitas Telkom yang menjadi salah satu tempat aktivitas belajar, penyelenggaraan perkuliahan dan aktivitas mahasiswa setiap harinya. Untuk tetap memenuhi tercapainya user experience terhadap teknologi LTE didalam gedung tersebut, perencanaan jaringan indoor LTE merupakan solusi yang bisa dilakukan. Dengan melakukan perencanaan jaringan indoor LTE cakupan femtocell, dapat mencakup semua sisi area didalam gedung yang tidak dapat dijangkau oleh cell outdoor sebelumnya dan penerapan indoor LTE dengan teknik femtocell coverage lebih mudah dan murah untuk dilakukan daripada menggunakan teknik outdoor cell coverage.

5. Pada Proyek Akhir ini, dilakukan proses perencanaan jaringan indoor LTE pada gedung FIT Universitas Telkom dengan teknik femtocell coverage, agar tercapai user experience terhadap teknologi LTE didalam gedung tersebut dan dengan cost deploy yang seminimal mungkin. Perencanaan jaringan yang dilakukan pada gedung FIT, terdiri dari lantai 1 hingga lantai 3 dengan kapasitas user dalam perencanaan adalah kapasitas maksimum gedung untuk menampung user per lantainya.

6.

7. Dasar Teori 8.

9.

2.1 Konsep Dasar Teknologi Long Term Evolution [6]

10. Long Term Evolution (LTE) adalah merupakan generasi penerus dari teknologi sebelumnya 3G UMTS & HSPA. LTE merupakan sebuah nama dan hasil perbaikan standar terhadap teknologi sebelumnya yang berasal dari badan standarisasi telekomunikasi 3GPP (Third Generation Partnership Project). LTE pertama kali diperkenalkan pada 3GPP Release 8, yang dirilis pada Desember 2008. LTE pertama kali muncul di release 8, namun pada release 8 teknologi LTE ini belum dapat dikatakan teknologi 4G karena belum mencapai persyaratan yang telah ditentukan pada IMT-Advance. Pada LTE, kecepatan transfer data maksimum secara teori dapat mencapai 300 Mbps pada sisi downlink dan 75 Mbps pada sisi uplink dengan menggunakan channel bandwidth 20 Mhz dan antena MIMO 4x4. Teknologi LTE dapat beroperasi dengan variasi bandwidth berbeda yaitu pada 1,4 Mhz, 3 Mhz, 5 Mhz, 10 Mhz, 15 Mhz dan 20 Mhz. Selain itu, Teknologi LTE juga menawarkan tingkat mobility

yang tinggi hingga 350 km/jam dan Mode operasi LTE dapat bekerja di FDD maupun TDD.

2.2 Perencanaan Jaringan Indoor [7][8]

11. Perencanaan Jaringan Indoor adalah suatu perencanaan sistem dengan perangkat pemancar dan penerima (transceiver) yang dipasang didalam gedung yang bertujuan untuk melayani kebutuhan akan telekomunikasi dalam gedung tersebut baik kualitas sinyal, cakupan sinyal,atau kapasitas traffic nya. Perencanaan jaringan indoor jika ditinjau dari sisi capacity biasanya digunakan untuk :

12. • Public Access area (mall, bandara, hotel berkelas, rumah sakit, kampus, dan lain-lain), merupakan tempat-tempat umum yang sering dikunjungi tiap harinya.

13. • Business/Office area (daerah perkantoran) dituntut adanya indoor cell yang memungkinkan tingkat telekomunikasi yang tinggi.

14. Gambar 2.1 IBC (Indoor Building Coverage) Model by

RPS [1]

15. Target perencanaan yang dilakukan oleh engineers adalah untuk mencapai desain Radio Network yang tepat sesuai dengan QoS, capacity, cost, penggunaan frekuensi, service coverage, equipment deployment dan performance. Setelah hasil simulasi dan coverage dianalisa, maka cell dapat digelar dan setelah itu dilakukan pengukuran drivetest/walktest. Hasil dari pengukuran didapat maka hasil tersebut dibandingkan dengan hasil yang didapat saat simulasi dan melakukan optimisasi.

2.2.1 Coverage Planning [7]

16. Coverage planning adalah tahap yang sangat

penting dilakukan saat melakukan perencanaan jaringan seluler. Proses ini termasuk melakukan pemilihan model propagasi yang digunakan berdasarkan area target planning, populasi dan clutter. Pemakaian propagasi model merupakan cara sederhana yang dapat dilakukan untuk memprediksi signal propagation behaviour. Dengan menggunakan model propagasi yang tepat, maka akurasi hasil perhitungan akan semakin lebih akurat sehingga engineer dapat mengetahui hal apa yang harus dipersiapkan dalam perencanaan jaringan. Secara teori perencanaan cell dilakukan dengan skema hexagonal model, namun secara prakteknya pemilihan skema perencanaan cell dapat berubah karena beberapa pengaruh dari lingkungan yang hendak di-deploy jaringan.

(3)

17. Pada coverage planning, proses yang pertama harus dilakukan adalah menghitung nilai Maximum Allowable Path loss (MAPL) berdasarkan estimasi link budget. Perhitungan MAPL perlu dilakukan untuk menentukan maksimum loss yang diperbolehkan dari sisi Tx ke Rx atau sebaliknya. Ada dua skema dalam perhitungan MAPL yaitu MAPL uplink dan MAPL pada sisi downlink.

Pada gambar 2.2 merupakan estimasi link budget untuk mendapatkan MAPL uplink.

18. Gambar 2.2 Estimasi Link Budget Uplink [5] 19. MAPLUL = UETxPower + UEAG + OG – FM – IM –

BL - PL1 - PL2 + EAG – CL - RSNB...(2.1) 20. Keterangan :

21. MAPLUL = Maksimum Path Loss yang diperbolehkan selama propagasi sinyal [dB]

22. UETX Power = UE Transmit Power [dBm] 23. UEAG = UE Antenna Gain [dB]

24. OG = Other Gain 25. FM = Fading Margin [dB] 26. IM = Interference Margin [dB] 27. BL = Body Loss [dB] 28. PL1 = Penetration Loss [dB] 29. PL2 = Path Loss [dB]

30. EAG = eNodeB Antenna Gain [dB] 31. CL = Cable Loss [dB]

32. RSNB = Receiver Sensitivity eNodeB [dBm] 33.

34. Pada sisi downlink perlu juga dilakukan perhitungan nilai MAPL-nya. Estimasi MAPL pada sisi downlink dilakukan dengan menentukan nilai link budget untuk arah downlink. Estimasi link budget pada sisi downlink dapat dilihat pada gambar 2.3.

35.

36.

37. Gambar 2.3 Estimasi Link Budget Downlink [5] 38. MAPLDL = NBTxPower – CL + EAG + OG – FM –

IM – PL1 – PL2 – BL + UEAG – RSUE....(2.2) 39. Keterangan :

40. MAPLDL = Maksimum Path Loss yang diperbolehkan selama propagasi sinyal [dB]

41. NBTX Power = eNodeB Transmit Power [dBm] 42. CL = Cable Loss [dB]

43. EAG = eNodeB Antenna Gain [dB]

44. OG = Other Gain 45. FM = Fading Margin [dB] 46. IM = Interference Margin [dB] 47. PL1 = Penetration Loss [dB] 48. PL2 = Path Loss [dB] 49. BL = Body Loss [dB]

50. UEAG = UE Antenna Gain [dB] 51. RSUE = Receiver Sensitivity UE [dBm] 2.2.2 Model Propagasi [2][4]

52. Perencanaan jaringan indoor LTE di frekuensi 1800 Mhz, digunakan model propagasi indoor Cost-231 Multi-wall yang dapat memodelkan propagasi sinyal untuk frekuensi 1800 Mhz didalam gedung. Cost-231 Multi-wall model merumuskan path loss yang terjadi dengan pemodelan Free Space Loss dengan menambahkan nilai loss yang disebabkan oleh dinding dan lantai. Pemodelan propagasi cost231 multi-wall di rumuskan pada persamaan berikut. 53. L = LFS+Lc+

i=1 I

kwi Lwi

+kf[(kf+2)/(kf + 1) – b ] Lf...(2.3) 54. Keterangan :

55. LFS = Loss Free Space Loss antara Tx dan Rx [dB] 56. Lc = Constant Loss [dB]

57. I = Banyaknya tipe dinding

58. Kwi = Jumlah tipe dinding i yang dilalui sinyal 59. Kf = Jumlah lantai yang dilalui sinyal

60. Lwi = Nilai loss yang disebabkan oleh tipe dinding i [dB]

61. Lf = Loss antara lantai [dB] 62. b = Empirical parameter 63.

Constant loss pada persamaan 2.3 merupakan nilai saat loss yang disebabkan oleh dinding telah ditetapkan berdasarkan pengukuran dengan multiple linear regression. Normalnya nilai constant loss mendekati nol. Nilai loss berdasarkan tipe dinding, yang dimodelkan pada persamaan cost231 multi-wall dapat dilihat pada tabel 2.1.

64.

65. Tabel 2.1 Tipe Dinding Pada Multi-wall Model [2]

66.

67. Wall type 68. Description 70. Light wall

(Lw1)

71. A wall that is not bearing load : e.g. plasterboard, particle board or thin

(<10cm), light concrete wall. 73. Heavy

wall (Lw2)

74. A load-bearing wall or other thick (>10cm) wall, made of e.g. concrete or brick 76.

77. Nilai loss yang diperoleh pada tipe dinding untuk

Multi-wall model merupakan nilai loss yang didapat

berdasarkan hasil pengukuran. Nilai loss yang didapat tidak hanya diperoleh dari physical wall namun juga karna disebabkan oleh furniture.

78.

2.2.3 Capacity Planning [3]

79. Tujuan dari capacity planning adalah untuk mengetahui jumlah site yang dibutuhkan sesuai dengan trafik/kapasitas yang diperlukan. Pada umumnya proses perhitungan capacity planning terbagi menjadi 2 bagian,

Single Site Dimensioning dan Total Network Throughput. Capacity planning bagian single site dimensioning adalah

proses melakukan dimensioning berdasarkan parameter seperti duplex mode dan system bandwidth dan lain-lain. Tujuan dari single site dimensioning adalah untuk mengetahui kapasitas per site-nya. Total Network

Throughput dimensioning adalah proses melakukan dimensioning berdasarkan traffic model dan service model.

(4)

kemudian total network throughput dapat dicari dengan mengalikan jumlah user target terhadap nilai single user

throughput yang didapat. Penentuan parameter trafik dan

model layanan yang digunakan untuk mencari nilai single

user throughput.

80. Single User Throughput = (∑ (Throughput per Session x BHSA x Penetration Ratio)) x (1 + Peak Average

Ratio) / 3600

(Kbps) ... ... (2.4)

81. Keterangan :

82. Throughput per Session = Throughput per sesi layanan 83. BHSA = Service attempt in busy hour

84. Peak to average ratio = Antisipasi lonjakan User penetrasi

85. 3600 = 1 jam (3600 detik)

86. Nilai Peak to Average Ratio merupakan perkiraan/margin jika terjadi lonjakan trafik. Pemilihan nilai

Peak to Average Ratio bergantung pada morphology daerah.

87. Perhitungan selanjutnya adalah mencari nilai Total

Network throughput. Total Network Throughput adalah

merupakan total throughput yang harus disediakan oleh jaringan untuk dapat melayani banyaknya user

target.

88. Total Network Throughput (Kbps) = Single User

Throughput (Kbps) x Total User Target...(2.5)

89. Nilai total network throughput yang didapat dari hasil perhitungan adalah merupakan throughput pada layer IP. Throughput tersebut harus dikonversi menjadi

throughput pada layer MAC karena throughput single site capacity adalah throughput pada layer MAC dan throughput yang akan diperoleh user adalah throughput pada layer MAC/Phy.

90. MAC layer throughput = IP layer throughput / 98,04% ... ...(2.6)

91. Setelah memperoleh total Network Throughput pada layer MAC, selanjutnya adalah mencari Single Site

Capacity atau Cell Average Throughput yaitu kapasitas

dari satu site.

92. Perhitungan kapasitas cell pada sisi Downlink (DL

Cell Throughput) menggunakan persamaan berikut.

93. DL cell Capacity + CRC = (168 – 36 -12) × (Code

bits) × (Coderate) ×

Nrb×C×1000... ... (2.7)

94. Perhitungan kapasitas cell pada sisi Uplink (UL Cell

Throughput) menggunakan persamaan berikut.

95. UL cell Capacity + CRC = (168 – 24) × (Code bits) × (Coderate) × Nrb × C × 1000 .... ... (2.8)

96. Keterangan:

97. CRC = Cyclic Redundancy Check, 24 98. 168 = The number of Resource Element in 1 ms 99. 36 = The number of control channel RE in 1 ms 100. 12 = The number of reference signal RE in 1 ms

101. Code bits = Modulated bits 102. Code rate = Channel coding rate

103. Nrb = Number of Resource Block

104. C = MIMO TRX

105. 24 = The number of reference signal in 1 ms, uplink 106.

2.3 Konsep Dasar Teknologi Femtocell [9]

107.Ada beberapa macam skema/teknik yang dapat digunakan untuk men-cover indoor area yaitu outdoor cell, repeater, Distributed Antenna System (DAS), radiating/leaky cable, indoor base station (Picocell & Femtocell). Femto cell merupakan perkembangan dari pico cell atau lebih mirip dengan WiFi access point. Femto cell adalah merupakan bentuk lebih simple dari pico cell yang dapat langsung diinstal oleh pelanggan di rumah mereka. Femto cell merupakan gabungan dari fungsionalitas dari pico cell dan BSC ( Base Station Controller ) ke dalam satu perangkat. Jika pada pico cell trafik user

harus dilewatkan ke BSC untuk ke core network nya maka di femto cell ini trafik user tersebut akan dilewatkan dari internet dan langsung terhubung ke core network operator tanpa melewati BSC/MSC infrastruktur.

108.

109.

110. Gambar 2.4 LTE Femtocell Architecture

111.

112. Perencanaan Jaringan Ibc 113.

3.1 Deskripsi Proyek Akhir

114. Pada Proyek Akhir ini dilakukan perencanaan jaringan LTE indoor building coverage (IBC) di gedung Fakultas Ilmu Terapan (FIT), Universitas Telkom. Perencanaan jaringan indoor LTE pada suatu area adalah merupakan kegiatan yang memerlukan perhitungan dan asumsi akan parameter tertentu seperti link budget, trafik parameter & service model yang mempengaruhi keberhasilan dalam suatu perencanaan jaringan indoor. Didalam perencanaan jaringan indoor LTE, umumnya ada 2 metode perhitungan yang dilakukan, yaitu perhitungan berdasarkan coverage dan perhitungan berdasarkan capacity. Baik metode perhitungan capacity maupun coverage, keduanya sama-sama bertujuan untuk menentukan berapa banyak jumlah site yang dibutuhkan disuatu area yang dijadikan studi kasus perencanaan IBC. Namun, pada perencanaan berdasarkan perhitungan coverage adalah perencanaan yang dilakukan berdasarkan luas area yang direncanakan LTE dimana tujuan utamanya adalah agar seluruh area dapat tercakup sinyal LTE (tidak ada blankspot). Sedangkan perencanaan/perhitungan berdasarkan capacity adalah merupakan perencanaan yang tinjauannya untuk menentukan jumlah site yang dibutuhkan agar mampu melayani banyaknya user disuatu area sesuai dengan trafik/throughput yang ditawarkan oleh jaringan. Metode perhitungan yang digunakan dalam pengerjaan perencanaan jaringan LTE IBC (Indoor Building Coverage) pada Proyek Akhir ini adalah dengan menggunakan metode

coverage planning dan capacity planning.

3.2 Proses Perencanaan

115. Untuk mencapai tujuan proyek akhir ini maka diperlukan langkah-langkah yang sistematis dan terstruktur agar dapat mencapai hasil perencanaan yang optimal. Secara umum alur kerja digambarkan pada Gambar 3.1 yang mencakup tahap-tahap kerja yang dilakukan dalam proyek akhir ini. Diagram alir dalam pengerjaan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

(5)

116.

117. Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan

4.2.1 Coverage Dimensioning

118. Coverage dimensioning adalah planning yang dilakukan berdasarkan tinjauan area yaitu, memperhitungkan nilai MAPL (Maximum Allowed Path

Loss) untuk mendapatkan besarnya coverage/radius cell dari

satu site atau Femtocell Access Point (FAP). Setelah didapat besarnya nilai radius cell dari satu FAP, maka dapat diperoleh jumlah FAP yang dibutuhkan agar dapat

men-coverage seluruh area didalam gedung. Hal yang menjadi

prioritas utama pada coverage dimensioning ini adalah, seluruh sisi area didalam gedung dapat ter-coverage oleh sinyal namun tanpa memperhatikan nilai throughput yang didapatkan tiap user.

119. Dalam perencanaan LTE indoor ini menggunakan frekuensi 1800 Mhz, dan digunakan pemodelan propagasi Cost 231 Multi-wall untuk mendapatkan nilai radius cell berdasarkan persamaan 2.3.

120. L = LFS + Lc +

i=1 I

kwi Lwi

+ kf[(kf + 2) / (kf + 1) – b ] L f 121. L = MAPL

122. Perhitungan luas cell didapat dengan menggunakan pemodelan omnidirectional cell, berdasarkan persamaan berikut.

Luas cell = 2,6 x d2

123. Untuk menentukan jumlah FAP atau jumlah cell, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.  ∑ LTE cell = (Luas Area)/(Luas cell)

124. Bedasarkan persamaan diatas, didapatkan estimasi jumlah FAP yang dibutuhkan pada tiap lantai seperti pada tabel berikut :

125. Tabel 3.1 Estimasi jumlah FAP di setiap lantai

126. Lan 127. L 128. Luas 129. J 130. E 131. 1 132. 2 133.762, 134.3 135.4 136. 2 137. 2 138.348, 139.6 140.7 141. 3 142. 2 143. 356, 144. 6 145.7 4.2.2 Capacity Dimensioning

146. Perhitungan kapasitas perlu dilakukan untuk menentukan jumlah user yang dapat dicakup dalam satu cell. Capacity planning adalah planning yang memberikan estimasi dari resource yang diperlukan untuk mendukung trafik yang ditawarkan dengan level QoS tertentu misalnya throughput atau probabilitas bloking. Pada capacity

planning diperlukan estimasi jumlah user yang akan menggunakan

jaringan hasil perencanaan, mengestimasi layanan yang dapat diakses oleh pelanggan, dan mengestimasi lonjakan kepadatan trafik. Perkiraan jumlah user yang akan menggunakan jaringan indoor LTE diasumsikan dengan menghitung kapasitas user maksimum di setiap lantai dalam gedung. Setelah mengetahui total user yang menggunakan jaringan

indoor LTE maka yang selanjutnya dilakukan adalah menghitung nilai Single User Throughput (SUT) masing-masing user menggunakan

persamaan 2.7. Sebelum melakukan perhitungan single user throughput (SUT), terlebih dahulu harus melakukan asumsi terhadap trafik & model layanan. Pengasumsian trafik dan model layanan ini biasa dilakukan berdasarkan jenis morphology area tersebut dan asumsi data tersebut diperoleh dari dokumen vendor. Perhitungan single user

throughput dilakukan untuk menentukan throughput minimal tiap user

yang diharapkan untuk mengakses semua layanan yang tersedia. Hasil nilai perhitungan (SUT) ini akan menentukan nilai total network

throughput.

147. Jumlah FAP yang diperoleh dari perhitungan Capacity Planning dihitung adalah hasil dari pembagian

Total Network Throughput terhadap nilai Single Site

Throughput. Pada tabel 3.2 menampilkan hasil perhitungan

jumlah FAP Capacity Planning.

148. Tabel 3.21 Jumlah FAP 149. 150.

1.

L

2.

C

3.

(

4.

C

5.

Final Numb er of FAP 7.

8.

U

9.

D 10.

11.

Lant

12.

4

13.

0,

14.

3,

15.

4

16.

Lant

17.

7

18.

0,

19.

5,

20.

7

21.

Lant

22.

7

23.

0,

24.

2,

25.

7

(6)

151. Sehingga dari capacity dimensioning mendapatkan total jumlah FAP sebanyak 4 FAP untuk lantai 1, 6 FAP untuk lantai 2, dan 3 FAP untuk lantai 3. 152.

153. Simulasi dan Analisis Hasil Perencanaan 154.

4.1 Pemilihan Jumlah FAP

155.Jumlah Femtocell Access Point (FAP) yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan Coverage Planning dan Capacity Planning diperoleh jumlah FAP yang berbeda. Pemilihan jumlah FAP yang digunakan pada perencanaan jaringan indoor LTE, harus mencakup keseimbangan antara Coverage dan Capacity. Maksud dari keseimbangan antara Coverage dan Capacity adalah jumlah FAP yang direncanakan harus dapat mencapai tujuan dari Coverage Planning yaitu seluruh bagian area tinjauan dapat tercakup oleh sinyal dan juga harus dapat mencapai tujuan dari Capacity Planning yaitu masing-masing user target mendapatkan throughput yang telah direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu, pemilihan jumlah FAP yang digunakan pada setiap lantai adalah jumlah FAP yang terbanyak. Pada tabel 4.1 menunjukkan hasil perencanaan jumlah FAP yang dibutuhkan dari sisi Coverage Planning dan Capacity Planning.

156. Tabel 4.2 Final number of FAP

157. Dari tabel 4.1 diatas, untuk jumlah FAP yang memenuhi kriteria coverage planning dan capacity

planning adalah jumlah FAP yang didapat dari hasil capacity planning pada sisi downlink yaitu

masing-masing lantai 1,2 dan 3 adalah 4,7,7 FAP. Setelah penentuan jumlah FAP yang digunakan, selanjutnya adalah menetapkan plotting FAP di tiap lantai. Acuan dasar penetapan plotting FAP jaringan indoor LTE pada gedung Fakultas Ilmu Terapan adalah dengan mengetahui koordinat existing access point jaringan Wifi yang ada.

4.2 Simulasi Hasil Perencanaan

158.Hasil perencanaan jaringan indoor LTE yang telah dilakukan kemudian di simulasikan menggunakan software Planning Indoor yaitu, RPS 5.4 untuk menguji performansi jaringan Indoor LTE yang telah direncanakan. Ada dua skema yang digunakan dalam simulasi jaringan Indoor LTE pada RPS 5.4 yaitu dengan cara melakukan prediksi performansi jaringan di masing-masing lantai dan kemudian melakukan prediksi performansi jaringan untuk seluruh lantai secara bersamaan. Parameter acuan yang ditinjau dari hasil simulasi adalah nilai parameter Received Signal Level (RSL) dan Signal Interference Ratio (SIR) yang masing-masing parameter mengindikasikan kekuatan sinyal (RSL) dan kualitas sinyal (SIR).

4.2.1 Analisis Hasil Simulasi Berdasarkan RSL

159. Skema simulasi untuk mengetahui performansi hasil perencanaan berdasarkan parameter Received Signal

Level (RSL), dilakukan dengan cara mensimulasikan

performansi jaringan per lantainya. Parameter RSL ini mengindikasi level daya sinyal (signal strength) yang diterima oleh user (satuan dBm). Parameter RSL ini merupakan hasil kalkulasi daya sinyal dari setiap cell disetiap area, yang digunakan sebagai acuan penentu

Serving Cell user.

160.

Gambar 4.1 Simulasi Perencanaan Semua Lantai 3D

View

161. Pada gambar 4.1, menunjukkan hasil simulasi untuk keseluruhan lantai dalam tampilan 3D view. Simulasi yang dilakukan untuk mendapatkan nilai RSL diseluruh lantai adalah dengan mengaktifkan FAP sekaligus ditiap lantai dan mengaktifkan tiap layer material semua lantai pada RPS yang kemudian di

running secara bersamaan.

162.

163. Gambar 4.2 Histogram Chart RSL 164. Hasil simulasi by RSL disemua lantai didapatkan nilai

rata-rata RSL -47,28 dBm dengan nilai standar deviasi 14,35 yang ditunjukkan pada gambar 4.2. Peluang nilai RSL yang akan didapatkan oleh user (CDF) berada di sekitar -78 dBm hinnga -20,64 dBm.

4.2.2 Analisis Hasil Simulasi Berdasarkan SIR

165. Skema simulasi untuk mengetahui performansi jaringan berdasarkan nilai Signal to Interference Ratio (SIR) dilakukan dengan cara mensimulasikan per lantainya dan kemudian mensimulasikan untuk seluruh lantai secara bersamaan. Nilai parameter SIR adalah merupakan perbandingan antara daya signal terhadap interferensinya (satuan dB) dan mengindikasikan kualitas sinyal yang diterima oleh user. Hal-hal yang mempengaruhi nilai parameter SIR adalah jumlah cell yang didalam gedung karena hal ini dapat meningkatkan terjadinya interferensi. Parameter SIR pada LTE merupakan acuan untuk menentukan jenis modulasi yang digunakan dan mempengaruhi datarate yang dapat diterima user.

166.

167. Gambar 4.3 Simulasi Perencanaan Seluruh Lantai 3D

View

168. Pada gambar 4.3 merupakan hasil simulasi by SIR di seluruh lantai 3D view dengan acuan warna yang mengindikasikan bahwa SIR tersebut baik atau buruk. Terdapat beberapa titik lokasi area yang memiliki nilai SIR kurang baik. Hal ini disebabkan oleh interferensi pada area tersebut cukup tinggi, karena seluruh FAP di tiap lantai memiliki peluang untuk mencakup area FAP dilantai lain hingga menyebabkan interferensi lebih banyak dan juga bisa disebabkan karena signal yang men-cover tersebut kurang baik.

(7)

169.

170. Gambar 4.4 Histogram Chart SIR 171. Namun secara keseluruhan, rata-rata nilai SIR pada

lantai tiga masih di range yang baik yaitu sebesar 14,04 dB dengan nilai standar deviasi 12,48 yang ditunjukkan oleh gambar 4.4.

4.3 Analisa Berdasarkan KPI

172.Perolehan dari simulasi jaringan indoor LTE berdasarkan tinjauan parameter RSL dan SIR masing-masing nilainya adalah seperti pada tabel 4.2.

173. 174. 175. 176. 177. 178.

179. Tabel 4.2 Hasil simulasi by RSL & SIR acuan KPI [10]

180. Pada tabel 4.2 diketahui hasil lengkap masing-masing nilai RSL dan SIR di tiap lantainya. Perolehan hasil simulasi kemudian dibandingkan dengan KPI yang biasa digunakan oleh beberapa perusahaan industri telekomunikasi, untuk mengetahui apakah hasil

perencanaan yang telah dilakukan sesuai dengan persyaratan untuk dapat dikatakan layak digelar. Persyaratan dari salah satu operator untuk parameter RSL, hasil perencanaan/simulasi harus lebih besar daripada -90 dBm di 90% area dan untuk parameter SIR, standar minimalnya adalah >0dB di 90% area. Jika berdasarkan tinjauan parameter RSL dan SIR diseluruh lantai, hasil simulasi yang diperoleh pada perencanaan jaringan Indoor Building Coverage LTE di gedung Fakultas Ilmu Terapan memiliki nilai CDF untuk parameter SIR yang dibawah 0dB sebesar 0,0358 sehingga didapat area yang memiliki nilai SIR diatas 0dB adalah [(1-0,0358)*100%] = 96,42% sedangkan nilai CDF untuk parameter RSL yang dibawah -90 dBm sebesar 0,0143 sehingga didapat area yang memiliki nilai RSL diatas -90dBm adalah [(1-0,0143)*100%] = 98,57%. Nilai CDF hasil simulasi diseluruh lantai dapat dilihat pada lampiran untuk hasil lengkapnya. Maka jika ditinjau dari hasil simulasi dengan acuan parameter RSL dan SIR, perencenaan LTE digedung Fakultas Ilmu Terapan, Universitas Telkom telah memenuhi persyaratan KPI acuan dan layak untuk diimplementasi.

181. 182. Penutup

183. Kesimpulan:

184. Berdasarkan teori,perhitungan, simulasi dan analisis pada Proyek Akhir ini, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

185. 1. Nilai MAPL mempengaruhi radius dari suatu site dan juga berpengaruh terhadap total site yang dibutuhkan

186. 2. Service dan Traffic parameter mempengaruhi hasil network throughput

187. 3. Model propagasi Cost 231 Multiwall merupakan model propagasi untuk indoor yang memodelkan propagasi dari rentan frekuensi 1500 Mhz – 2000 Mhz 188. 4. Pada hasil perencanaan didapatkan jumlah site yang

dibutuhkan untuk lantai 1,2,3 masing-masing sebanyak 4,7 dan 4 FAP. Dengan hasil prediksi disimulasi nilai RSL & SIR mencapai target KPI

189. Saran:

190. Adapun saran penulis untuk Proyek Akhir Planning Indoor selanjutnya adalah sebagai berikut:

191. 1. Pemodelan propagasi yang digunakan untuk indoor bisa lebih variatif, selain Cost-231 Multiwall yang memiliki akurasi lebih baik

192. 2. Menggunakan Software simulasi yang lebih baik, selain RPS agar bisa memilih lebih banyak model propagasi dan memiliki fitur Planning Indoor yang lebih lengkap

193. 3. Mengkaji dasar teori Planning Indoor LTE lebih dalam, dan mencoba melakukan penggabungan antara Wifi & seluler (Offload)

194.

195. DAFTAR PUSTAKA

196. [1] D.J. Deibner,J. Hubner, D. Hunold and D.J.Vooigt,

RPS – Radiowave Propagation Simulator, Dresden: Radioplan, 2005.

197. [2] European Commission. 1999. Digital Mobile Radio Towards Future Generation Systems, Cost 231 Final Report

198. [3] Huawei Technologies Co.Ltd..2010. LTE Radio Network Capacity Dimensioning.Shenzen : Huawei 199. [4] Huawei Technologies Co.Ltd..2010. LTE Radio

Network Coverage Dimensioning.Shenzen : Huawei 200. [5] Huawei Technologies Co.Ltd..2010. LTE RNP

Introduction.Shenzen : Huawei

201. [6] Sesia, Stefania, Issam Toufik, and Matthew Baker, .“LTE – The UMTS Long Term Evolution : From Theory to Practice, 2nd Edition”. Chichester, West Sussex:WILEY,2011.

26.

L

27.

R

28.

SI

29.

KPI Operator Acuan

33.

R

34.

S

35.

L

36.

-37.

20

38.

>

39.

(

40.

>

41.

(

42.

L

43.

-

44.

20

47.

L

48.

-49.

30

52.

S

53.

-54.

10

(8)

202. [7] Song, Lingyang. Jia Shen. Evolved Cellular Network Planning and Optimization for UMTS and LTE : CRC Press, 2010

203. [8] Tolstrup, Morten. “Indoor Radio Planning A Practical Guide for 2G,3G and 4G, 3rd Edition”. Chichester, West Sussex:WILEY,2015.

204. [9] Zhang, Jie . Femtocells Technologies and Development : Wiley, 2010

205. [10]http://www.telecomwirelessnetwork.com/resume/v iew/10461/Sharique_Specialist_Radio_WCDMA_and _LTE_82yrs_RNO_RNP_and_KPI_Expert.html. Diakses pada tanggal 19 Juni 2016

206. 207. 208. 209.

Gambar

Gambar 4.1 Simulasi Perencanaan Semua Lantai 3D View

Referensi

Dokumen terkait

Setiap komponen data dalam sistem informasi manufaktur dapat menunjang proses pengolahan untuk menjadi informasi yang berguna bagi departemen persediaan, departemen

1.Siap menerima pelajaran Tidak membawa peralatan belajar Membawa peralatan tidak lengkap Peralatan lengkap Peralatan lengkap dan memperhatikan guru 2.Menjawab

 Salah satu kendala yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya adalah kemampuan berbahasa asing yang masih minim, terutama bahasa Inggris.. Jika

Da alle Probanden im Experiment von Petrič 2012 in irgendeiner Weise den Plural markiert haben, kann darauf geschlossen werden, dass Ansätze von Pluralregeln vorhanden sind, aber

Deklarasi, istilah ini dapat berarti traktat sebenarnya, misalnya Deklarasi Paris 1856, dapat juga berarti dokumen yang tak resmi yang dilampirkan pada suatu

ƒ Contoh : meliputi konteks iklan pada halaman hasil mesin pencari, iklan banner, Iklan Rich Media, , , iklan jaringan sosial, iklan baris online, jaringan periklanan dan e-

Sebuah fan dengan baling-baling yang dapat diatur tidak secara otomatis dapat digunakan diatas range yang cukup luas sebab fan dapat disesuaikan untuk mengirim aliran udara

Pada gambar tersebut terlihat bahwa jumlah kumulatif larva udang windu yang mati tertinggi pada kontrol positif dan perlakuan dengan isolat BL548, yaitu masing-masing 10 ekor,