• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWETAN IKAN SEGAR DENGAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR (Liquid smoke) DARI SERABUT KELAPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGAWETAN IKAN SEGAR DENGAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR (Liquid smoke) DARI SERABUT KELAPA"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGAWETAN IKAN SEGAR DENGAN MENGGUNAKAN

ASAP CAIR (Liquid smoke) DARI SERABUT KELAPA

.

Oleh :

Zakia

NIM. 070 500 068

PROGRAM STUDI TEKHNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

(2)

2

PENGAWETAN IKAN SEGAR DENGAN MENGGUNAKAN

ASAP CAIR ( Liquid Smoke ) DARI SERABUT KELAPA

.

Oleh :

Zakia

NIM. 070 500 068

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli MadyaPada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI TEKHNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA 2010

(3)

3

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Ilmiah : PENGAWETAN IKAN SEGAR DENGAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR ( Liquid Smoke ) DARI SERABUT KELAPA

Nama : Zakia

Nim : 070 500 068

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Jurusan : Pengolahan Hasil Hutan

Menge sahkan, Direktur,

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Ir. Wartomo, M P

NIP. 19631028198803103 Dosen Pembimbing

Erina Hertianti S.Hut, MP

NIP. 197005031995122002

Menyetujui, Dosen Penguji

Ir. Joko Prayitno, MP

(4)

4

Lulus ujian pada tangal : ...

ABSTRAK

Zakia. Pengawetan Ikan Segar Dengan Menggunakan Asap Cair

(Liquid smoke) Dari Serabut Kelapa (Dibawah Bimbingan Erina Hertianti)

Serabut kelapa merupakan limbah pert anian yang masih bisa dimanfaatkan apabila diolah lebih lanjut, dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi maka beberapa hasil sampingan pertanian (limbah pertanian) seperti tempurung kelapa, serabut kelapa, sekam padi, cangkang sawit dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dalam hl ini sekam padi yang sangat berpotensial untuk diolah menjadi arang dan asap cair. Asap cair yang merupakan hasil sampingan dari industri arang aktif tersebut mempunyai nilai ekoomi yang tinggi jika dibandingkan dengan dibuang ke atmosfir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian asap cair terhadap kualitas ikan segar pada bau, warna dan tekstur ikan. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Analisa Sifat-sifat kayu dan

(5)

5

Analisis Produk Jurusan Pengolahan Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Penelitian ini menggunakan metode uji organoleptik pada 10 orang responden. Asap cair yang digunakan adalah asap cair grade I dan grade II, sebelum pemanfaatnya sebagai pengawetan makanan asap cair mengalami proses destilasi, Proses destilasi bertujuan untuk menurunkan kadar Hidrokarbon Polisiklis Aromatis (HPA) dan senyawa Benzo(a)pirena. pemberian asap cair pada ikan dilakukan dengan cara pencelupan kemudian pemberian es batu dan garam sebagai penguat struktur awal. Pengamatan dilakukan selama enam hari dengan pengulangan pemberian es batu dan garam setiap harinya.

Efektifitas pengawetan rata-rata asap cair adalah lima hari, Efektifitas pengawetan asap cair grade I terjadi pada hari ketiga ditandai dengan perubahan pada bau (bau amis berkurang), warna ( merah muda), dan tekstur ikan (lembut), sedangkan asap cair grade II efektifitas pengawetan terjadi pada hari keempat yang ditandai dengan perubahan bau (bau asap menyengat), warna ( merah kecoklatan), dan terkstur ikan ( agak kasar).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa asap cair grade II menunjukan efektifitas pengawetan yang lebih baik dari pada

(6)

6

asap cair grade I, yang dikarenakan kandungan-kandungan senyawa yang terdapat didalam asap cair grade II.

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrahim, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmatn dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya Ilmiah ini disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan kakak- kakak tercinta serta kepada seluruh keluarga yang selalu memberikan do`a dan semangat yang tak pernah putus dengan rasa tulus. Tak lupa juga penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya diberikan kepada :

(7)

7

1. Ibu Erina Hertianti, S.Hut, MP selaku dosen pembimbing yang selama ini telah membimbing dan mengarahkan penulis dari persiapan hingga penyusunan karya ilmiah.

2. Bapak Ir. Joko Prayitno, MP selaku dosen penguji sekaligus sebagai dosen Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

3. Bapak M. Fikri Hernandi, S.Hut. MP selaku ketua Jurusan pengolahan Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

4.Ibu Farida, S.Hut selaku teknisi Laboratorium Dasar yang banyak membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.

5. Kepada suamiku tercinta atas waktu, dukungan, serta motifasi yang telah diberikan, terimakasih yang sebesar-besarnya.

Kiranya tidak ada harapan lain dari penulis semoga segala kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan ganjaran amal dari Allah SWT dan kita selalu dalam lindunga-Nya, amin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusuanan karya ilmiah ini masih terdapat segala kekurangan, namun demikian semoga karya ilmiah ini dapat manfaat bagi yang memerlukanya.

(8)

8

Zakia

Kampus Sei Keledang, Agustus 2010

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

(9)

9

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 1

C. Hasil yang Diharapkan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Risalah Tanaman Kelapa... 3

B. Asap Cair... 6

C. Komponen-komponen Asap Cair... 8

D. Keuntungan dan Sifat Fungsional Asap Cair... 11

E. Tingkatan Aasap Cair... 13

F. Pengawetan... 13

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 15

B. Bahan dan Alat Penelitian... 15

C. Prosedur Penelitian... 16

D. Pengolahan Data... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil... 18

B. Pembahasan ... 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 27

B. Saran ... 27

(10)

10

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Rendemen Hasil Pembuatan Asap Cair... 20

2. Pengamatan Ikan Tanpa Asap Cair ... 21

3. Pengamatan Ikan Menggunakan Asap Cair Grade I ... 22

(11)

11

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Pengamatan Keawetan Ikan Tanpa Asap Cair (Kontrol) ... 31 2. Pengamatan Keawetan Ikan Dari Asap Cair Grade I... 32 3. Pengamatan Keawetan Ikan Dari Asap Cair Grade II... 33

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Bagan Proses Pembuatan Asap Cair dan Destilasi ... 30 2. Asap Cair Grade I dan II... 34 3. Alat Destilasi... 34 4. Proses Pengawetan Ikan dan Pemberian Es Batu Serta Garam

35

5. Uji Agronoleptik Ikan... 35

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ikan merupakan sumber protein yang tinggi, harganya murah dan dapat dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat.

(12)

12

Penggunaan formalin yang dilarang oleh pemerintah membuat para pengrajin ikan mencari alternatif lain untuk mengawetkan ikan, salah satunya adalah dengan menggunakan hydrogen peroksida (H2O2).

Penggunaan H2O2 sebagai pengawet ikan adalah tindakan yang kurang tepat karena senyawa ini merupakan oksidator kuat dan jika dikonsumsi terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya kanker, oleh sebab itu sebagai alternatif penggantinya dapat digunakan asap cair. Asap cair merupakan bahan kimia hasil destilasi asap dari pembakaran biomassa dan juga bersifat sebagai desinfektan. Senyawa fenol, karbonil dan asam-asam organik yang terdapat dalam asap cair berperan penting dalam pengawetan ikan.

B. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dilakukanya penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh pemberian asap cair terhadap kualitas ikan segar pada :

a. Bau

(13)

13

c. Tekstur Ikan

C. HASIL YANG DIHARAPKAN

1. Asap yang diperoleh dari proses karbonisasi merupakan pencemaran lingkungan karena kadar CO2 yang ditimbulkanya, namun setelah ditampung dan dikondensasi menjadi asap cair yang mengandung asam dan berperan didalam pengawetan dengan bertindak sebagai anti bakteri dan anti oksidan.

2. Asap cair sebagai bahan pengawet alami yang ramah lingkungan dapat digunakan sebagai pengawet makanan olahan yang rendah kelas awetnya.

(14)

14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Risalah Tanaman Kelapa

Produksi buah kelapa Indonesia rata-rata 15,5 milyar butir/tahun atau setara dengan 3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 juta ton arang tempurung, 1,8 juta ton serat sabut, dan 3,3 juta ton debu sabut (Agustian et al., 2003; Allorerung dan Lay, 1998; Anonim, 2000; Nur et al., 2003; APCC, 2003). Industri pengolahan buah kelapa umumnya masih terfokus kepada pengolahan hasil daging buah sebagai hasil utama, sedangkan industri yang mengolah hasil samping buah (by-product) seperti; air , sabut, dan tempurung kelapa masih secara tradisional dan bahan baku untuk membangun industri pengolahannya masih sangat besar. Tidak hanya dari segi jumlah, dari segi jenis produk

(15)

15

hilirpun, pengolahan hasil buah kelapa juga masih mempunyai peluang cukup besar.

Bobot tempurung kelapa mencapai 12 % dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 200.686,7 ton, maka berarti terdapat sekitar 24.082,404 ton tempurung yang dihasilkan. Potensi produksi tempurung yang sedemikian besar tersebut belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani kelapa.

1. Asal Usul Kelapa

Kata kelapa (coconut) dikenal berbagai nama seperti nux incida, al djanz kindi, ganz-ganz nargi, tenga, temuai, dan pohon kehidupan. Kata coco (coquo) pertama kali digunakan oleh Vasco d agama, kata ini berhubungan dengan kera atau wajah aneh seperti tempurung kelapa yang bermata tiga (CHILD, 1974).

CHILD (1974), tentang asal usul kelapa terdapat dua teori yang saling bertentangan yaitu :

(16)

16

Selatan.

b. Teori yang menyatakan bahwa kelapa berasl dari Asia atau Indo Pasifik.

Dalam SUHARDINO (1988) menyatakan, perkembangan kelapa di Indonesia cukup menggembirakan, terutama dengan dilaksanakanya program perluasan peremajaan dan rehabilitasi tanaman. Pendekatan berupa pengembangan kelapa rakyat melalui proyek PRPTE ( Proyek Peremajaan Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor ) yang diharapkan akan membawa hasil yang baik. Demikian juga program perluasan tanaman melalui PIR (Perkebunan Inti Rakyat) yang dilaksanakan oleh PT. Perkebunan dan Proyek Pengembangan Kelapa Rakyat.

2. Sifat Botani T anaman Kelapa

Beberapa sifat botani tanaman kelapa (ANONIM, 1991) sebagai berikut :

a. Daun.

Pada tanaman dewasa dapat mempunyai 30-35 daun pada mahkotanya dengan panjang kurang lebih 6 meter , pada bagian bawah agak cekung kedalam, daun hampir datar atau cembung pada bagian atas.

(17)

17

b. Batang

Batang kelapa terbentuk bersamaan dengan pembentukan daun. Batang kelapa akan tampak jelas setelah umur 3-5 tahun dan daun pada bagian bawah telah gugur. Batang ini tidak berkambium, sehingga tidak memiliki pertumbuhan sekunder. Hal ini berakibat, sekali batang telah terbebtuk maka tidak membesar lagi.

c. Akar

Tanaman kelapa seperti tanaman monokotil lainya, hanya mempunyai akar serabut pertama pada pangkal batang, mendahului tumbuhnya daun yang pertama.

d. Bunga

Tanaman kelapa merupakan tanaman berbuah satu, bunga betina dan bunga jantan terdapat pada satu melai dan bunga betina terletak pada dasar malai.

e. Buah

Bunga betina yang telah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Tempurungterbentuk pada bulan ketiga dan mencapai berat maksimal pada bulan ketujuh dan mencapai berat

(18)

18

maksimum pada bulan kedua belas. 3. Tempat Tumbuh

Kelapa dapat tumbuh didaerah tropis dan tumbuh baik pada iklim panas lembab, ketinggian dari permukaan laut 600-700 meter adalah merupakan ketinggian yang ideal bagi tanaman kelapa.

B. Asap cair

Cuka kayu atau asap cair pertama kali dikembangkan pada tahun 1880 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City yang dikembangkan dengan metode destilasi kering dari bahan kayu. Asap cair adalah asap yang terbentuk melalui proses permbakaran yang terkondensasi pada suhu dingin yang terdiri dari fase cairan terdispersi dalam medium gas sebagai pendispersi. Asap terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen terbatas yang melibatkan reaksi dekomposisis bahan polimer menjadi komponern organic dengan bobot yang lebih rendah ( Darmadji, 2005 ).

Girard (1992) menyatakan bahwa komposisi asap telah diteliti oleh Petter dan Lane pada tahun 1940, ditemukan lebih dari 100 senyawa kimia yang terdapat

(19)

19

pada asap cair kayu. Beberapa senyawa yang telah diidentifikasi yaitu fenolik 85 macam, karbonil 45, asam 35, furan 11, alcohol dan ester 15, lakton 13 dan hidrokarbon alifatik 21 macam. Menurut Maga (1998) komposisi rata-rata asap cair dari bahan kayu terdiri atas 11-92% air, fenolik 2,8-4,5%, karbonil 2,6-4,6% dan ter 1-17%

Asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena mengandung senyawa anti bakteri, anti fungsi sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan bau pada ikan dan daging, selain itu asap cair juga mengandung asam asetat dan fenol sehingga dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Khusus untuk asam asetat yang biasa digunakan untuk bahan pengawet makanan (menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin berkembang dalam makanan) dan bekerja sebagai pelarut lipid sehingga dapat merusak membrane sel begitu juga dengan alkohol yang terdapat dalam asap cair yang dapat mendenaturasi protein dan senyawa fenol yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, denaturasi protein, merusak membrane sel dan menghambat aktivitas enzim (Pelczar, 1988, Yatagai, 1988,). Kerusakan protein dan lipid ini dapat merusak membrane sitoplasme sel sehingga permeabilitas

(20)

20

membrane tidak bersifat permeable dan kerja enzim permease pada membrane terganggu dan pada aklhirnya penyerapan nutrisi menjadi terhambat. Pada prinsipnya adanya asam asetat, fenol, alkohol dapat menyebabkan perkecambahan spora dan pertumbuhan cendawan Colletotricum gloeosporoides dan fusarium oxysporum yang biasa menyerang tanaman terhambat. Selain itu asap cair yang diisolasi dengan pelarut met anol mengandung senyawa butirolakton yang berfungsi sebagai biopestisida (antifeedant) terutama untuk menanggulangi hama larva Spodoptera litura yang biasa menyerang tanaman daun dewa.

Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas (Girard, 1992). Sedangkan asap cair menurut Darmadji (1997) merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Cara yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap (Draudt,

(21)

21

kondisi sirkulasi udara dan temperatur yang terkontrol (Sink dan

Hsu,1977). Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang

tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi (Girard, 1992).

Menurut Girard (1992) ditemukan lebih dari 100 senyawa kimia yang terdapat pada asap cair kayu. Beberapa senyawa kimia yang telah di definisikan yaitu fenolik 85 macam, karbonil 45, asam 35, furan 11, alkohol dan ester 15, likton 13 dan hidrokarbon alifatik 21 macam.

Sedangkan menurut Maga (1998) bahwa komposisi rata-rata asap cair dari bahan kayu terdiri atas 11 - 92% air, fenolik 2,8 – 4,5% dan karbonil 2,6 – 4,6% serta ter 1 – 17%.

C. Komponen-komponen asap cair

Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut

(22)

22

meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan

(Astuti, 2000).

Diketahui pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk (1999) menyatakan bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600oC. Tetapi produk yang diberikan

asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400oC dinilai

mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. Adapun komponen -komponen penyusun asap cair meliputi:

1. Senyawa-senyawa fenol

Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas

(23)

23

fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol.

Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).

2. Senyawa-senyawa karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida.

3. Senyawa-senyawa asam

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat.

(24)

24

berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu.Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard,

1992).

5. Senyawa benzo(a)pirena

Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310 0C dan dapat

menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003).

(25)

25

Keuntungan penggunaan asap cair menurut Maga (1987) antara lain lebih intensif dalam pemberian citarasa, kontrol hilangnya citarasa lebih mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan dapat diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan.

Selain itu keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair, adalah seperti diterangkan di bawah ini:

1. Keamanan Produk Asapan

Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis. Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat karsinogen pada dosis tinggi. Melalui pembakaran terkontrol, aging, dan teknik pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas HPA (Pszczola dalam Astuti, 2000).

(26)

26

Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat berperan sebagai donor hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak (Astuti, 2000).

3. Aktivitas Antibakterial

Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia (Pszczola dalam Astuti, 2000). Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi (Astuti, 2000).

4. Potensi pembentukan warna coklat

Menurut Ruiter (1979) karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling berperan adalah aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol

(27)

27

juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil.

5. Kemudahan dan variasi penggunaan

Asap cair bisa digunakan dalam bentuk cairan, dalam fase pelarut minyak dan bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas dan mudah untuk berbagai produk (Pszczola dalam Astuti, 2000).

D. Tingkatan Asap cair

Asap Cair dibedakan dari gradenya atau tingkatan. Ada 3 grade asap cair dengan peruntukan yang berbeda:

Grade I: Warna (bening), Rasa (sedikit asam), Aroma (Netral), Peruntukan (Makanan, Ikan).

Grade II : Warna (Kecoklatan Transparan), Rasa (Asam Sedang), Aroma Asap Lemah, Peruntukan (Makanan dengan taste Asap seperti daging Asap, bakso, Mie, tahu, ikan kering,

(28)

28

telur asap, bumbu-bumbu barbaque, Ikan Asap/bandeng Asap).

Grade III: Warna ( coklat), Rasa (asam), Aroma ( bau asap

menyengat ), Peruntukan (Pengawetan anti rayap pada kayu, penggumpalan lateks / karet mentah, penyamakan kulit )

E. Pengawetan

Pengawetan makanan adalah proses perlakuan terhadap makanan baik dengan cara alami maupun dengan proses buatan yaitu dengan pemberian bahan kimia kepada bahan makanan sehingga makanan tersebut dapat bertahan lama dalam proses penyimpananya.

Secara garis besar pengawetan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :

1. Cara alami

Proses pengawetan secara alami meliputi pemanasa, pendinginan, pengasapan dan pengeringan. Cara pengawetan tradisional biasanya dilakukan dengan pengasapan. Beberapa teknik pengasapan dapat dilakukan

(29)

29

pada temperatur di at as 70 0C kemudian bahan diasap

langsung di atas sumber asap. 2. Cara biologis

Proses pengawetan secara biologis misalnya dengan peragian (fermentasi). Peragian (Fermentasi) Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian tergantung dari bahan yang akan diragikan.

3. Cara kimiawi

Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lian. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakainannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.

(30)

30

III. METODE PENELITIAN

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan Desember 2009 dan berakhir pada Februari 2010 dengan tahapan mulai dari persiapan penelitian, pengambilan bahan baku, pelaksanaan kegiatan penelitian, analisis data dan pelaporan hasil akhir penelitian.

Penelitian dilaksanakan di labaratorium Analisa Sifat -sifat kayu dan Analisis Produk Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

2. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian a. Serabut kelapa

(31)

31 c. Ikan segar d. Es batu e. Garam 2. Alat penelitian a. Tabung kondensasi b. Alat tulis menulis

c. Bak penampungan ikan d. Alat Destilasi

3. Prosedur Penelitian

a. Tahap Persiapan Bahan/Preparasi Bahan

Pada tahap ini bahan baku (serabut kelapa) dikering udarakan kemudian dilakukan penimbangan terhadap sekam padi sebelum pembakaran.

b. Tahap Karbonisasi dan Produksi Asap Cair (liquid smoke)

Produksi ini dilakukan dengan menggunakan tungku/kiln.bahan baku dimasukan kedalam tungku dan dibakar secara langsung. Untuk menjadi asap cair, proses pembakaran (karbonisasi) dilakukan melalui tiga tahap yaitu : (1) proses awal sekitar 1-2 jam; (2) proses endotermis meliputi penguapan kadar air,

(32)

32

penguraian komponen selulosa, hemiselulosa dan lain-lain; (3) proses eksotermis meliputi penguraian lignin dan pemurnian arang. Proses pembakaran umumnya dilakukan selama 24-25 jam tergantung pada bahan baku yang digunakan, kadar air bahan selama itu pula produksi cuka kayu diamati. Selama produksi asap cair berlangsung, air pendingin disirkulasikan dan dikontrol suhunya agar asap/uap dapat terkondensasi dalam jumlah yang banyak.

c. Destilasi asap cair dilakukan untuk mendapatkan tingkatan atau grade dan residu berupa ter dan, adapun cara kerja yang dilakukan adalah

1) Asap cair dimasukkan kedalam erlenmeyer dan didestilasi menggunakan kompor listrik selama ? 8 jam pada suhu 110

oC

2) Uap – uap asap cair dari hasil pemasakan disalurkan melalui kondensor dan menjadi asap cair grade II

3) Setelah asap cair yang dimasak sudah tidak menguap lagi menandakan bahwa asap cair telah masak ( asap cair grade III ).

(33)

33

mendapatkan asap cair grade I

d. Perendaman dan pengamatan, ikan yang diawetkan dengan menggunakan asap cair ditempatkan di bak penampungan, kemudian pemberian asap cair pada ikan dengan cara pencelupan. Dan diberi es batu dan garam, pengamatan dilakukan selama 6 hari dengan pengulangan pengantian es batu dan garam yang sudah mencair dan kemudian mengamati bau, warna,dan tekstur ikan.

4. Pengolahan Data

1. Menentukan rendemen asap cair ( Cenmark dan Ruhendi, 1976 dalam Noriyanti 1998 ) R = x100% input output Keterangan : R = Rendemen

Output = Berat asap cair yang dihasilkan

(34)

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Hasil pirolisis serabut kelapa

Pirolisis merupakan proses dekomposisi atau pemecahan bahan baku penghasil asap cair yaitu serabut kelapa dengan adanya panas. Pirolisis dilakukan dalam suatu reaktor yang di panaskan pada bagian bawahnya selama 2 jam. Proses pirolisis ini menghasilkan cairan yang berbau menyengat, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna hitam kecoklatan dikatakan sebagai asap cair dan lapisan bawah berwarna hitam kental dikatakan sebagai tar. Selain itu juga diperoleh residu berupa arang sekam padi dan gas-gas yang tidak dapat terkondensasikan. Gas yang dihasilkan dari proses pirolisis ini tidak dapat terkondensasikan oleh pendingin, sehingga tidak tertampung pada penampung cairan. Sebagian dari gas-gas ini terjebak pada penampung dan yang lain terlepas dari penampung tersebut keluar melalui pipa penyalur asap dan lepas ke atmosfer.

(35)

35

Proses pembuatan asap cair ini menghasilkan arang sebagai bahan sisa pirolisis. Arang yang dihasilkan beratnya semakin berkurang dengan naiknya temperatur pirolisis, ini disebabkan semakin berkurangnya komponen - komponen organik yang terdapat dalam serabut kelapa tersebut. Rendemen arang serabut kelapa dinyatakan lebih rendah dari pada rendemen arang yang dihasilkan dari pirolisis cangkang sawit dan batok kelapa. Ini disebabkan oleh karena kandungan lignin pada serebut kelapa lebih rendah, sehingga pada proses penguraian lignin pada saat peristiwa perolisa terjadi lebih kecil.

Cairan yang dihasilkan pada pirolisis ini terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas adalah asap cair sedangkan lapisan bawah adalah tar. Selama proses pirolisis berlangsung, terjadi beberapa tahap pirolisis yaitu tahap awal adalah proses pelepasan ai ryang disertai pelepasan gas-gas ringan seperti CO dan CO2. Tahap awal ini terjadi pada temperatur 100 - 200 0

C. Pada kisaran temperatur ini dalam wadah pendingin hanya berisi air saja. Tahap kedua adalah proses dekomposisi unsur-unsur serabut kelapa dan sekam padi seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin. Hemiselulosa terdekomposisi pada suhu 200- 250 0C, selulosa mulai terdekomposisi pada temperatur 280 0C dan berakhir pada temperatur 300 -350 0C, sedangkan lignin mulai terdekomposisi pada suhu 300 0C sampai 350 0C dan berakhir pada suhu 400 0C. Pada tahap ini mulai dihasilkan tar dan semua hasil dekomposisi sekam padi yang menguap bersamaan dengan meningkatnya temperatur pirolisis, residu yang tertinggal adalah arang. Dengan demikian dapat

(36)

36

disimpulkan bahwa pada temperatur pirolisis 400 0C dihasilkan cairan yang paling banyak.

Menurut Girard (1992) pirolisis pada temperatur 400 0C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada temperatur lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linear senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis.

Dari proses pembuatan asap cair dan proses destilasi untuk mendapatkan tingkatan asap cair sebanyak dua kali maka diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Rendemen hasil pembuatan asap cair No grade Input ( kg ) Out put ( ml ) Rendemen ( % ) 1 III 15 kg 0. 584 gr 6,849( % ) 2 II 600 ml 450 ml 5,13 ( % ) 3 I 350 ml 250 ml 3,66( % )

Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada proses produksi asap cair menghasilkan rendemen sebesar 6,849 % kemudian pada pendestilasian asap cair grade III menghasilkan 5,13 %, pendestilasian kedua asap cair grade II menghasilkan rendemen 3,66 %. Rendemen asap cair grade I lebih sedikit dibandingkan dengan asap cair grade II, untuk peningkatan mutu asap cair perlu dilakukan proses destilasi, destilasi dilakukan dari asap cair grade III kemudian

(37)

37

menghasilkan grade II, asap cair grade II didestilasi kembali untuk mendapatkan asap cair grade I, proses ini bertujuan untuk mendapatkan residu dan menghilangkan kandungan ter yang terkandung didalam asap cair grade III

2. Efektivitas pengawetan. a. Kontrol

Efektifitas pengawetan asap cair terhadap ikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Kontrol Hari No Pengamatan 1 2 3 4 5 6 1 Bau Bau

amis Bau amis berkurang Bau amis berkura ng Ikan tidak berbau Ikan berbau tidak sedap Ikan berbau tidak sedap

2 Warna Merah Merah

muda Merah muda Merah pucat Merah pucat Agak kepu tihan

3 Tekstur Lembu

t Agak kasar Agak kasar Kasar Kasar Kasar

(38)

38

1. Pada hari pertama setelah proses pencelupan, ikan terlihat masih segar, berbau amis, warna merah dan tekstur ikan lembut.

2. Pada hari ke dua bau amis pada ikan berkurang sedangkan warna dan tekstur ikan tampak mengalami perubahan, warna ikan menjadi merah muda dan tekstur ikan menjadi agak kasar.

3. Pada hari ketiga tidak tampak perubahan pada ikan ,bau amis berkurang warna menjadi merah muda, dan tekstur agak kasar.

4. Pada hari keempat tekstur ikan menjadi kasar, sedangkan ikan tidak berbau,dan mempunyai warna merah pucat.

5. Dihari kelima ikan mulai berbau tidak sedap sedangkan warna merah pucat, dan mempunyai tekstur agak kasar.

6. Hari keenam ikan berbau tidak sedap, warna pada ikan berubah menjadi agak keputihan sedangkan tektur ikan berubah menjadi kasar. Kemungkinan hal ini disebabkan karena tidak adanya senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga menyebabkan kerusakan pada tekstur, bau dan warna ikan.

b. Asap cair Grade I

pengamatan pengawetan ikan dengan menggunakan asap cair garde I dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Asap cair grade I

Hari No Pengamatan

(39)

39 1 Bau Bau Amis Bau amis berkurang Bau amis berkura ng Bau

asap Bau asap menyegat Bau asap menyengat

2 Warna Merah Merah

Muda

Merah pucat

Merah

pucat Merah kecoklata n

Merah kecoklatan

3 Tekstur Lembut Lembut Agak

kasar

Agak

Kasar Kasar Kasar

Hasil pengawetan asap cair serabut kelapa grade I adalah sebagai berikut :

1. Pada hari pertama setelah proses pencelupan asap cair grade I, ikan berbau amis, warn merah, dan mempunyai tekstur lembut.

2. Pada hari ke dua bau amis pada ikan berkurang, mempunyai warna merah muda, dan tekstur lembut.

3. Pada hari ke tiga bau amis pada ikan berkurang, mempunyai warna merah pucat, dan tekstur agak kasar.

4. Pada hari ke empat ikan berbau asap, warna merah pucat, dan mempunyai tekstur agak kasar.

5. Pada hari ke lima bau asap pada ikan menyengat, warna merah kecoklatan, dan mempunyai tekstur kasar.

6. Pada hari ke enam bau asap pada ikan menyengat, warna merah kecoklatan, dan mempunyai tekstur kasar.

(40)

40

pengawetan ikan dengan menggunakan asap cair grade II dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 4. Asap cair grade II.

Hari N o Pengamatan 1 2 3 4 5 6 1 Bau Bau

amis Bau amis Bau asap berkuran g Bau asap berkuran g Bau asap menyengat Bau asap menyengat

2 Warna Merah Merah

muda Merah muda Merah muda Merah kecoklatan

Merah kecoklatan

3 Tekstur Lembu

t Lembut Agak kasar Agak kasar Agak kasar Kasar

Hasil pengawetan ikan dengan menggunakan asapcair serabut kelapa grade II adalah sebagai berrikut :

1. Pada hari pertama ikan bau amis, warna merah, dan mempunyai tekstur lembut.

2. Pada hari ke dua ikan berbau amis, warna merah muda, dan mempunyai tekstur lembut.

3. Pada hari ke tiga bau asap pada ikan berkurang, mempunyai warna merah muda, dan tekstur agak kasar.

4. Pada hari ke empat bau asap pada ikan berkurang, mempunyai warna merah muda, dan tekstur agak kasar.

5. Pada hari ke lima bau asap pada ikan menyengat, warna merah kecoklatan, dan mempunyai tekstur agak kasar.

(41)

41

6. Pada hari ke enam bau asap pada ikan menyengat, warna merah kecoklatan, dan mempunyai tekstur agak kasar.

B. Pembahasan 1. Rendemen

Pendestilasian asap cair grade III sebanyak 600 ml selama dua jam menghasilkan asap cair grade II sebanyak 450 ml ( 75.00 % ), sedangkan pendestilasian asap cair grade II sebanyak 350 ml menghasilkan asap cair grade I sebanyak 250 ml ( 71.42 % ), rendemen asap cair grade I lebih sedikit jika dibandingkan dengan rendemen asap cair grade II hal ini disebabkan oleh masih banyaknya kandungan – kandungan yang terdapat didalam asap cair grade II, kemudian asap cair ini didestilasi kembali untuk meningkatkan kualitasnya.

b. Kontrol

Efektifitas pengawetan terhadap ikan yang tidak menngunakan asap cair hanya bertahan selama tiga hari, setelah itu tampak perubahan pada ikan, bau menjadi tidak sedap, warna ikan berubah menjadi merah pucat dan tekstur ikan menjadi kasar sehingga ikan tidak layak untuk dikonsumsi, hal ini disebabkan oleh tidak adanya senyawa – senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikrooganisme yang terdapat pada ikan.

c. Pengawetan asap cair grade I

Efektifitas pengawetan ikan dengan menggunakan asap cair serabut kelapa grade I dapat bertahan selama enam hari, pada hari keempat bau ikan mulai

(42)

42

berubah menjadi bau asap, warna ikan menjadi merah pucat dan tekstur ikan agak kasar, hal ini disebabkan oleh proses perendaman sehingga tekstur dan bau ikan larut didalam air, selain itu asap cair juga memberikan perubahan pada warna hal ini disebabkan karena sifat fungsional asap cair yaitu sebagai pembentuk warna cokelat (Ruiter,1979)

d. Pengawetan asap cair grade II.

Pengawetan ikan dengan menggunakan asap cair serabut kelapa grade II dapat bertahan selama enam hari, efektifitas pengawetan terlihat pada hari ke lima, bau asap menyengat dan warna ikan berubah menjadi merah kecoklatan, dan tekstur agak kasar. hal ini disebabkan karena sifat fungsional asap cair yaitu sebagai pembentuk warna cokelat (Ruiter,1979), perubahan pada tekstur terjadi dihari keenam hal ini disebabkan oleh aktivitas bakterial yang mulai meningkat, karena pengaruh air yang terkandung pada ikan sehingga sifat anti bakterial pada asap cair tidak mampu lagi menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan.

(43)

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari penelitian mengenai asap cair hasil pirolisis serabut kelapa dan pengawetan ikan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari proses produksi asap cair dari serabut kelapa sebanyak 15 kg menghasilkan 600 ml asap cair grade III

2. Efektivitas pengawetan pada ikan yang menngunakan asap cair dari serabut kelapa adalah lima (5) hari dengan perlakuan penambahan es dan garam sebagai penguat struktur pada awal perlakuan.

(44)

44

3. Dari hasil pendestilasiaan asap cair yang memiliki kwalitas yang terbaik terdapat pada asap cair grade II.

2. Saran

1. Perlu dilakukan teknik pemisahan yang lebih baik untuk memisahkan asap cair dengan tar hasil pirolisis bahan biomassa lainnya.

2. Perlu dilakukan identifikasi senyawa yang terdapat dalam asap cair hasil destilasi.

3. Perlu dilakukan pemisahan asap cair dengan menggunakan metode destilasi yang lain untuk memperoleh asap cair dengan sifat-sifat fungsional yang spesifik.

4. Perlu dilakukan penelitian pemanfaatan asap cair hasil destilasi, karena adanya variasi warna dan aroma yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous (1982), Prototipe Alat Pembuatan Arang Aktif dan Asap

Cair Tempurung, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Dept.Perindustrian RI : 1 – 7.

Alwatan, 2007. Biokimia Produk karbonisasi. Penelitian Laboratorium

Kimia, Jurusan Kimia,Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Daun, H., 1979, Interaction of Wood Smoke Components and foods, Foods Tech., 33

(45)

45

Girrard, J.P., 1992. Technology of Meat and Meat Products, Ellis Horwood, New

York.

Maga, J.A. 1987, Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida. Pszczola, D.E., 1995, Tour Highlight Production and Uses of Smoke Based Flavors,

Food Tech, 49 (1) : 70 – 74.

Solichin, M; N. Tedjaputra. 2004. Deorub Liquid Smoke as a New

Innovation for the Future of Natural Rubber Industry and Other Industry

Heyne, K., 1983, Tumbuhan berguna Indonesia, Jilid I, Yayasan Wana

(46)

46

L A M P I R A N

Lampiran 2. Tabel pengamatan Kontrol

Hari 1 Responden N o Pengamat an 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Bau BA BA BA BA BA BA B A A B A B 2 Warna M M M M M M M M M 3 Tekstur L L L L L L L L L Hari 2 Responden N o Pengamat an 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(47)

47 A A A K AK 2 Warna M MM MM MM M MM M M M M M M 3 Tekstur L AK AK L AK L AK A K A K A K Hari 3 Responden N o Pengamat an 1 2 3 4 5 6 7 9 10 1 Bau BA K

BAK BAK BA BAK BA BAK B

A K B A K 2 Warna M M MM MM MM M MM MM MM MM 3 Tekstur AK AK AK AK AK AK AK A K AK Hari 4 Responden N o Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Bau TB TB BA TB TB BA B A TB TB 2 Warna MP MP MP MM MP MP M P M P M P 3 Tekstur K K AK K K AK K K K Hari 5 Responden N o Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Bau TS TB TS TS TS TB T S TS TS 2 Warna MP MP MP MP MP MP M P MP MP 3 Tekstur K K AK K K K K K K N o Hari 6 Responden Pengamat an 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Bau TS TS TS TS TS TS T S T S T S 2 Warna AP AP AP MP AP MP A A A

(48)

48

P P P

3 Tekst ur K K K K K K K K K

Ket : BA = Bau Amis M = Merah L = Lembut BAK = Bau Amis Berkurang MM = Merah Muda AK = Agak Kasar TB = tidak berbau MP = Merah Pucat K = Kasar

TS = Bau Tidak Sedap AP = Agak Putih

Lampiran 3. Tabel pengamatan pengawetan Asap cair grade I

Hari 1 Responden No Pengama tan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Bau BA BA BA BA BA BA BA BA BA BA 2 Warna M M M M M M M M M M 3 Tekstur L L L L L L L L L L Hari 2 Responden No Pengama tan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Bau BAK BAK BA BAK BAK BA BAK BAK BA BAK

2 Warna MM M M M M MM M M MM M M M MM 3 Tekstur L L L L L L L L L L Hari 3 Responden No Pengama tan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Bau BAK BAK BABAK BA BAK BA BA BAK BAK BAK

2 Warna MM MM MM MM MM MM MM MM MM MM 3 Tekstur L L L L L L L L L L Hari 4 Responden No Pengama tan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Bau BA BA BA BA BA BA BA BA BA BA 2 Warna MP MP MP MP MM MP MP MP MP MP 3 Tekstur L AK AK AK L AK AK AK AK L Hari 5 Responden No Pengama tan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Bau BA BA BA BA BA BA BA BA BA BA

(49)

49 2 Warna MP MK MK MP MK MK MK MK MP MK 3 Tekstur AK AK K K K K AK K K K Hari 6 Responden No Pengamat an 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Bau BAM BAM BA BAM BAM BA BAM BA BAM BAM

2 Warna MK MK MK MK MK MK MK MK MK MK 3 Tekstur K K K K K K K K K K Ket : BA = Bau Amis M = Merah L = Lembut BAK = Bau Amis berkurang MM = merah Muda BA = Bau Asap MP = Merah Pucat AK = Agak Kasar MK = Merah Kecoklatan K = Kasar

BAM = Bau Asap Menyengat

(50)

50

Lampiran 4. Tabel pengamatan pengawetan Asap Cair grade II

Hari 1 Responden N o Pengamata n 1 2 3 4 5 6 7 9 10 1 Bau BA BA B A BA BA A B BA BA BA 2 Warna M M M M M M M M M 3 Tekstur L L L L L L L L L Hari 2 Responden N o Pengamata n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Bau BAK BA BAK BAK BAK B

A BAK BAK A B BA 2 Warna MM M MM M M M M MM MM M M M 3 Tekstur L L L L L L AK L L L Hari 3 Responden N o Pengamata n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Bau BA

M BAK BAM BAK BAM BAM BAM AB

K BA M BAM 2 Warna MK MK MM MK MK MK MK M K MK MK 3 Tekstur L L L L AK L AK A K AK L Hari 4 Responden N o Pengamata n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0

1 Bau BAM BAM BAM BAM BAM BAM BAM B

A M BAM B A M 2 Warna MK MK MK MK MK MK MK M K MK MK 3 Tekstur AK AK AK AK AK AK AK A K AK AK Hari 5 Responden N o Pengamata n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0

1 Bau BAM BAM BAM BAM BAM BAM B

A M B A M BAM B A M 2 Warna MK MK MK MK MK MK M K MK MK MK 3 Tekstur AK AK AK AK AK AK A A AK A

(51)

51 K K K Hari 6 Responden N o Pengamata n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Bau BAM BAM BAM BAM BAM BAM B

A M B A M BAM B A M 2 Warna MK MK MK MK MK MK M K MK MK MK 3 Tekstur K K K K K K K K K K

Ket : BA = Bau Amis M = Merah L = Lembut

BAK = Bau Amis Berkurang MM = Merah Muda

AK = Agak Kasar

BAM = Bau Asap Menyengat MK = Merah Kcoklatan K = Kasar

Lampiran 4. Bagan Proses Pembuatan asap cair dan destilasi

Asap cair grade II Bahan Baku Proses karbonisasi & Kondensasi Asap cair grade III Proses Destilasi Proses Destilasi

(52)

52

Lampiran 05. Asap cair grade I dan II

Lampiran 06. Alat destilasi asap cair Asap cair

(53)

53

Lampiran 07 Proses pengawetan ikan dan pemberian es batu serta garam sebagai pengua t struktur awal ikan.

(54)

Gambar

Tabel 1. Rendemen hasil pembuatan asap cair  No  grade  Input  ( kg ) Out put ( ml )  Rendemen ( % )  1  III  15 kg     0
Tabel 3. Asap cair grade I
Tabel 4. Asap cair grade II.

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan kadar lemak kuning telur asin pemeraman dengan media campuran bata merah, serbuk gergaji dan garam dengan variasi kom- posisi menunjukkan terjadinya penurunan

Beberapa permasalahan pengolahan data masukan pada proses prediksi cuaca adalah lokasi data "Automatic Weather System" (AWS) yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia yang

Metode penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model PTK Kurt Lewin yang terdiri dari dua siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan

Jika dilihat dari nilai maksimum dan minimum rasio ROE periode maret 2007-juni 2009 dapat dijelaskan bahwa bank yang mempunyai nilai profit yang paling tinggi dibandingkan

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa nilai pH di perairan Teluk Sabang berkisar antara 7,16 – 7,9 dan dengan nilai rata-rata sebesar 7,28 sehingga

Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,

kaitannya dengan hal-hal yang akan dibahas oleh penulis diantaranya adalah peubah acak diskrit dan kontinu, pendugaan parameter, metode Maksimum Likelihood,

Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel Struktur Modal (Debt Equity Ratio), Kepemilikan Institusional, dan Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai