• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan terluas di dunia. Hutan merupakan sumber kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Manfaat dan fungsi hutan dapat berupa produk hasil hutan yang nyata (tangible), baik kayu maupun bukan kayu seperti rotan, madu, buah-buahan, kulit, daging satwa, dan sebagainya, serta produk hasil hutan yang tidak nyata (intangible) seperti pengaturan tata air, kesuburan tanah, lingkungan hidup, rekreasi (wisata alam) serta manfaat lainnya baik langsung maupun tidak langsung (Suharjito 2000). Keberadaan hutan memiliki arti penting sebagai sumberdaya hayati yang dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung guna memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga hutan dijadikan sebagai modal dasar dalam mendukung perekonomian nasional (LAKIP Dephut 2007). Oleh sebab itu hutan mendapat perhatian khusus terutama dalam pengelolaan dan pemanfaatannya sehingga diharapkan dapat dinikmati seoptimal mungkin dengan tetap mengacu pada pemanfaatan yang lestari (Nurapriyanto et al 2005).

Fungsi dari keberadaan hutan dapat memberikan manfaat, baik berupa barang dan jasa bagi kehidupan manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini. Menurut Nielson (1996), sebagaimana yang dikutip oleh Gardner dan Engelman (1999) dalam Suhendang (2002), fungsi hutan dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu untuk: (1) menghasilkan kayu industri seperti untuk papan, kertas, kemasan, dan lain-lain, (2) menghasilkan kayu bakar dan arang, (3) menghasilkan hasil hutan bukan kayu, (4) menyediakan lahan untuk pemukiman manusia, (5) menyediakan lahan untuk pertanian, (6) memberikan perlindungan terhadap siklus air dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pengendali erosi, (7) tempat penyimpanan karbon, (8) pemeliharaan keanekaragaman hayati dan habitat, dan (9) obyek ekoturisme dan rekreasi alam.

Bagi masyarakat yang hidup di sekitar hutan, nilai hutan dan segala isinya bukan sekedar komoditi melainkan sebagai bagian dari sistem kehidupan mereka

(2)

sehingga pemanfaatannya tidak didasari pada kegiatan eksploitatif. Masyarakat memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sehari dan dalam skala yang kecil sehingga pola pemanfaatan ini mampu memelihara keseimbangan dan keberlanjutan sumberdaya hutan. Keberadaan masyarakat adat hutan umumnya bersifat tradisional, dimana taat terhadap norma-norma dan nilai-nilai tradisional masih dianut secara turun temurun. Sebagai masyarakat yang erat interaksinya dengan hutan, masyarakat lokal mempunyai dan mengembangkan pranata budaya yang juga terkait dengan hutan (Gunawan 1998). Kebudayaan masyarakat yang berkaitan erat dengan hutan ini, membuat hutan dipandang tidak semata-mata memenuhi fungsi ekonomi tetapi juga mempunyai fungsi sosial budaya dan religius.

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) banyak diusahakan oleh penduduk asli dan masyarakat adat di dalam dan sekitar hutan karena beberapa hal, antara lain: (1) HHBK mudah diperoleh dan tidak membutuhkan teknologi rumit untuk mendapatkannya, (2) HHBK dapat diperoleh dengan gratis—asalkan ada kemauan, (3) HHBK mempunyai nilai ekonomi yang penting, baik sebagai alat barter maupun sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan (Gunawan et al 1998). Pemanfaatan HHBK oleh masyarakat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya memanen dari hutan tanaman, memungut dari hutan alam, serta membuat dan menjual barang-barang kerajinan atau mengolah hasil hutan bukan kayu menjadi suatu bahan makanan. Banyak orang di sekitar hutan menggantungkan kelangsungan hidupnya pada sumberdaya hutan, termasuk diantaranya merupakan masyarakat adat lokal atau indigenous groups (Gardner dan Engelman 1999)1.

Desa Sirna Resmi merupakan salah satu desa adat yang berada di selatan Kawasan Ekosistem Halimun. Secara administrasi, Desa Sirna Resmi berada di Kecamatan Cisolok, Kab. Sukabumi. Desa Sirna Resmi memiliki kebudayaan yang masih dipertahankan sampai saat ini, tidak hanya dalam seni budaya, aturan adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan juga masih

1 Endang Suhendang (2002), Pengantar Ilmu Kehutanan halaman 92. Diperkirakan dari 500 juta orang yang tinggal di sekitar hutan tropika di seluruh dunia, 150 juta diantaranya merupakan anggota masyarakat lokal yang menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada sumberdaya hutan.

(3)

dipertahankan sampai saat ini. Salah satu sumber daya alam yang relatif mudah didapatkan, baik di dalam hutan maupun di kebun-kebun yang dikelola oleh masyarakat Kasepuhan adalah aren.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rimbawan Muda Indonesia atau RMI pada tahun 2003, menyebutkan bahwa sejarah pengolahan pohon aren menjadi gula aren tidak bisa dilepaskan dari peradaban sejarah masyarakat Sunda. Sekepal gula aren yang dibawa bersama dengan bekal nasi dan lauk pauk lainnya oleh petani di tanah Sunda merupakan tambahan energi yang menyegarkan setelah seharian lelah bekerja di sawah atau di ladang. Gula aren selalu menjadi sumber pemanis yang lebih disukai oleh masyarakat lokal meskipun terdapat kesulitan-kesulitan dalam penyadapan getah dan pengolahan gula. Getah disadap dari bunga aren melalui pemangkasan pucuk dan pemerasan bunga. Sejumput gula aren yang menemani hangatnya teh dan kopi di malam hari, menjadi ritual masyarakat dalam mengisi waktu senggang sambil bercengkerama antarwarga, membicarakan perkembangan yang terjadi di lingkungan mereka. Begitu pula yang masih dilakukan oleh masyarakat adat di Desa Sirna Resmi. Pohon aren yang tumbuh di Desa Sirna Resmi, dengan segala manfaatnya menjadikan pohon aren sangat ―dihormati‘ di masyarakat Kasepuhan. Hal ini dapat dilihat dari doa-doa mantra yang harus dikuasai dalam memanfaatkan pohon aren.

Pengelolaan yang terkait dengan nilai-nilai dan norma tradisional masih dilakukan oleh masyarakat adat Kasepuhan. Di sisi lain, adanya komersialisasi gula aren menjadi hal yang tidak dapat dibendung. Perkembangan komersialisasi aren dan semakin berkembangnya usaha pengolahan sagu aren berdampak pada semakin berkurangnya pohon aren di Desa Sirna Resmi (RMI 2003). Untuk mengetahui fakta yang terjadi di lapangan mengenai komersialisasi produk aren, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji kelembagaan dalam pengelolaan aren serta komersialisasi produk aren—khususnya gula aren, dan peranan hasil gula aren bagi pendapatan rumahtangga masyarakat adat Kasepuhan.

(4)

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan aspek kelembagaan serta proses ekstraksi dan produksi gula aren di masyarakat Kasepuhan, maka fokus dari penelitian ini akan adalah:

(1) Bagaimana kelembagaan dalam pemanfaatan aren di masyarakat Kasepuhan dilhat dari sejarah pemanfaatan aren, apa saja yang dapat dimanfaatkan dari pohon aren dan perkembangannya dari waktu ke waktu, kepemilikan dan penguasaan pohon aren, serta proses ekstraksi dan produksi aren dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya?

(2) Bagaimana kelembagaan dalam pemanfaatan aren berubah dengan perkembangan komersialisasi dari gula aren pada masyarakat Kasepuhan? (3) Bagaimana peranan pemanfaatan aren, terutama hasil gula aren terhadap

pendapatan rumahtangga bagi petani aren di masyarakat Kasepuhan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

(1) Mengetahui sejarah pemanfaatan aren, dilihat dari apa saja yang dapat dimanfaatkan dari pohon aren dan perkembangannya dari waktu ke waktu, pemilikan dan penguasaan pohon aren, serta proses ekstraksi dan produksi aren dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

(2) Mengetahui perubahan kelembagaan dalam pemanfaatan aren seiring dengan perkembangan komersialisasi produk gula aren di masyarakat Kasepuhan, dimulai dari awal dari perkembangan komersialisasi produk gula aren, pengaruhnya terhadap bentuk dan kualitas gula aren, serta kendala yang dihadapi dalam mengkomersialisasikan produk gula aren tersebut.

(3) Mengetahui peranan pemanfaatan aren, terutama hasil gula aren terhadap pendapatan rumahtangga bagi petani aren di masyarakat Kasepuhan.

(5)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada berbagai pihak, antara lain civitas akademik dan masyarakat mengenai kelembagaan masyarakat Kasepuhan dalam mengelola aren, dari pemanfaatkan aren dan perkembangannya dari waktu ke waktu, penguasaan pohon aren, serta proses ekstraksi dan produksi aren dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Selain itu penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai ada tidaknya perubahan yang terjadi pada kelembagaan dalam pemanfaatan aren seiring dengan perkembangan komersialisasi produk gula aren di masyarakat Kasepuhan, serta peranan hasil aren terhadap pendapatan rumahtangga bagi masyarakat Kasepuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

[r]

Bentuk & Kriteria Indikator Penilaian Bobot (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) gambaran umum rencana usaha, Metode pelaksanaan, Biaya dan

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 29 ayat (4) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.10/Menhut-II/2007 tentang Perbenihan Tanaman Hutan, maka perlu

Pada dasarnya peran advokat pada tingkat pemeriksaan di muka sidang adalah membela tersangka/terdakwa dan mengikuti jalannya proses persidangan sehingga setelah

M.H., yang pada pokoknya mendalilkan bahwa Para Teradu Panwas Kota Pematangsiantar, Darwan Edyanto Saragih, Ketua selaku Teradu I, Manuaris Sitindaon Anggota selaku

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata