• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUBLIC SUMMARY (Ringkasan Publik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUBLIC SUMMARY (Ringkasan Publik)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PUBLIC SUMMARY

(Ringkasan Publik)

SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN LESTARI (PHTL)

PT. WIRAKARYA SAKTI

Distrik I, II, III, IV, V, VI dan VII

PROPINSI JAMBI

Oleh

(2)

PROSES SERTIFIKASI

Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) merupakan perwujudan dari konsep pembangunan bidang kehutanan yang berkelanjutan (sustainable). Dalam proses pencapaiannya diperlukan suatu sistem yang menjamin keseimbangan kelestarian fungsi produksi, ekologi dan sosial. Sebagai instrumen yang menjembatani kesenjangan antara kondisi riil dengan standar kinerja yang harus dicapai dalam PHTL, maka diperlukan sistem sertifikasi sebagai proses yang berkesinambungan. PT. Wirakarya Sakti (PT. WKS) mempunyai komitmen dan tekad yang cukup tinggi dalam mewujudkan PHTL. Hal ini dibuktikan dengan mengajukan aplikasi untuk sertifikasi PHTL dengan standar Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) kepada Lembaga Sertifikasi PT. TUV International Indonesia (TUV Rheinland Group).

Proses Aplikasi.

Proses sertifikasi PT Wirakarya Sakti (WKS) dimulai sejak diterimanya aplikasi permohonan sertifikasi pada bulan Januari 2007 kepada Lembaga Sertifikasi PT TUV International Indonesia untuk sertifikasi PHTL dengan standard LEI 5000-2. PT WKS mengajukan aplikasi dengan skema sertifikasi bertahap.

Pengumuman publik

Dengan skema sertifikasi bertahap, sebelum dilakukannya proses penapisan, terlebih dahulu harus dilakukan pengumuman publik untuk mengundang masukan-masukan atau input yang terkait informasi mengenai unit manajemen dari pemangku kepentingan (stakeholders) yang akan dijadikan bahan informasi untuk penilaian. Pengumuman kepada publik tentang proses sertifikasi PHTL PT WKS dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

- Pengumuman melalui media masa nasional “Kompas” pada tanggal 07 Juni 2007. - Pengumuman melalui media masa lokal “ Jambi Express” pada tanggal 07 Juni 2007. - Pengumuman melalui email (mailing list) kepada para praktisi kehutanan, LSM dan pihak

terkait lainnya. Proses Penapisan

Proses penapisan awal dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kesiapan PT WKS untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Proses penapisan dilakukan oleh tim Panel Pakar I mengacu pada Pedoman LEI 77-21, diawali dengan penelaahan dokumen-dokumen yang terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan PT WKS.

Tim Panel Pakar I dari PT TUV International Indonesia yang melakukan kegiatan penapisan awal untuk 3 aspek yang dinilai yaitu:

1 Ir. Budi Prihanto, MS. untuk aspek Produksi 2 Dr.Machmud Thohari, DEA. untuk aspek Ekologi 3 Dr. Ir. Pudji Mulyono, M.Si. untuk aspek Sosial 4. Cecep Saepulloh, S.Hut. sebagai fasilitator

(3)

Konsultasi Publik /Forum Konsultasi Daerah

Sebagai bagian dari proses penapisan pada skema sertifikasi bertahap, harus dilakukan konsultasi publik untuk menampung semua masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders). Pelaksanaan konsultasi publik dilakukan di Jambi pada tanggal 23 Juli 2007 dengan bekerjasama dengan Forum Komunikasi Daerah Jambi. Kegiatan ini dilakukan dengan mengundang semua pihak yang berkepentingan dari kalangan institusi pendidikan, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat adat, organisasi massa, dll.

Proses Peninjauan Lapangan

Proses penapisan dilanjutkan dengan kegiatan kunjungan lapangan d ilokasi Unit Manajemen pada tanggal 23-27 Juli 2007.

Dari hasil penapisan yang mencakup penelaahan dokumen dan kunjungan lapangan serta konsultasi publik maka Tim Panel Pakar I memutuskan bahwa PT WKS unit kelestarian Distrik I, Distrik II, Distrik III, Distrik IV, Distrik V, Distrik VI dan Distrik VII dapat melanjutkan ke proses penilaian lapangan sedangkan Distrik VIII dengan kondisi pada saat dilakukannya penapisan direkomendasikan dengan skema sertifikasi bertahap.

Penilaian Lapangan

Proses penilaian lapangan untuk unit manajemen PT. WKS Distrik I, Distrik II, Distrik III, Distrik IV, Distrik V, Distrik VI, dan Distrik VII dilakukan oleh tim penilai lapangan Lembaga Sertifikasi PT TUV International Indonesia yang menggunakan standar LEI 5000-2 sebagai acuan penilaian. Kegiatan penilaian lapangan dilakukan pada tanggal 14 April 2008 sampai dengan tanggal 20 April 2008. Tim penilai lapangan terdiri dari :

1 Cecep Saepulloh, S. Hut. (Lead Assessor/aspek produksi). 2 Dian Susanty Soeminta, S. Hut. (Assessor aspek ekologi) 3 Drs.Fadli (Assessor aspek sosial)

4 Thomas Hidayat Kurniawan, S. Hut., MM. (Fasilitator/Co-assessor aspek sosial)

Penilaian lapangan yang dilakukan oleh tim penilai lapangan PT TUV mengacu pada standar LEI 5000-2 tentang Sistem Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL), Pedoman LEI 99-31 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian lapangan Sertifikasi PHTL dan Pedoman LEI 99-32 sebagai acuan dalam penyusunan laporan hasil penilaian lapangan sertifikasi PHTL. Pada saat penilaian lapangan ini pula dilakukan konsultasi publik secara terbatas dengan anggota Forum Komunikasi Daerah (FKD) Jambi pada tanggal 14 April 2008.

Proses Evaluasi dan Keputusan Sertifikasi oleh Panel Pakar II

Tahap selanjutnya dari proses sertifikasi ini yaitu tahap evaluasi dan pengambilan keputusan sertifikasi. Tahap ini dilakukan oleh tim Panel Pakar II, yangberanggotakan 6 orang, terdiri dari tim Panel Pakar I yang melakukan tahap penapisan dan tambahan Panel Pakar dari aspek produksi, ekologi dan sosial yang merupakan utusan daerah dimana Unit Manajemen berada. Susunan Panel Pakar II terdiri dari :

- Ir. Budi Prihanto, M.Si. (aspek produksi) - Dr. Ir. Hamzah, M.Si. (aspek produksi/Jambi) - Dr. Ir. Machmud Thohari, DEA. (aspek ekologi)

(4)

- Ir.Rudi Syaf (aspek ekologi/Jambi) - Dr. Ir. Pudji Muljono (aspek sosial)

- Kasmadi Kasyim, SH. (aspek sosial/Jambi)

Panel Pakar II bekerja setelah menelaah laporan hasil penilaian lapangan dan presentasi dari tim penilai lapangan. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 03 -06 Juli 2008 berlokasi di Puncak, Kabupaten Cianjur.

Berdasarkan hasil evaluasi Panel Pakar II tersebut, PT Wirakarya Sakti Propinsi Jambi dengan luas 246.482 ha yang terdiri dari Distrik I, Distrik II, Distrik III, Distrik IV, Distrik V, Distrik VI dan Distrik VII dinyatakan LULUS Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari berdasarkan Standar LEI 5000-2 dengan peringkat Perunggu.

Pada waktu pengambilan keputusan terdapat opini yang berbeda dari salah satu anggota Panel Pakar II yaitu sdr. Rudi Syaf anggota panel pakar aspek ekologi yang tidak sependapat dengan keputusan anggota tim panel pakar lainnya dengan alasan tertentu. Selanjutnya Lembaga Sertifikasi yang dimediasi oleh LEI mengumpulkan kembali seluruh Panel Pakar II untuk membulatkan keputusan pada tanggal 08 September 2008 dengan keputusan bahwa 5 anggota Panel Pakar II tetap dengan keputusan awal dan sdr. Rudi Syaf tetap dengan pendapatnya.

Panel Pakar II juga mengeluarkan beberapa rekomendasi perbaikan yang harus dilakukan oleh unit manajemen PT WKS sebagai berikut :

Rekomendasi Aspek Produksi

1. Memastikan lahan sebagai areal hutan tanaman dengan produksi lestari

- Penyelesaian proses pengukuhan kawasan, yang meliputi : penunjukan kawasan, penataan batas (temu gelang), pemetaan kawasan, dan penetapan kawasan oleh Menteri Kehutanan.

- Penyelesaian konflik kawasan, yang terdiri dari membangun kesepakatan dengan para pihak pemangku konflik, dan menuangkan kesepakatan dalam aspek legal formal sesuai peraturan yang berlaku, baik dengan substansi kesepakatannya, maupun dengan status kawasan yang disepakati.

- Kepastian lahan serbagai areal hutan tanaman ditentukan pula oleh aspek kelayakan teknis kawasan. Pengelolaan hutan tanaman pada kawasan gambut sangat dalam harus mengacu kepada peraturan dan ketentuan pemerintah yang berlaku.

2. Mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat atas kawasan dan sumberdaya hutan

- Peningkatan identifikasi dan penyepakatan hak-hak masyarakat atas kawasan dan sumberdaya hutan.

- Peningkatan penyuluhan/sosialisasi secara periodik mengenai kesempatan dan menyusun SOP tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat atas kawasan dan sumberdaya hutan.

(5)

3. Mengurangi resiko dampak pola tanam monokultur terhadap ledakan hama dan penyakit - Mengembangkan penelitian tentang jenis lokal

- Pemuliaan jenis-jenis atau klon yang tahan hama dan penyakit

- Memelihara vegetasi alami atau tanaman pencampur diantara tanaman pokok 4. Memperoleh struktur hutan normal dalam 2 (dua) daur ke depan

- Percepatan penanaman

- Peningkatan keberhasilan tegakan

5. Meningkatkan keberhasilan dan produktivitas tegakan

- Penerapan hasil penelitian : teknik silvikultur, pemilihan jenis unggul, dll. - Evaluasi data pengamatan pertumbuhan (PUP) dan realisasi hasil panen

- Koreksi asumsi pengaturan hasil/ perencanaan produksi sesuai dengan hasil penelitian. 6. Mengurangi dampak negatif pemanenan hutan terhadap lingkungan.

- Pemanenan dilakukan dengan Reduce Impact Harvesting untuk meminimalisasi pemadatan tanah mineral. Upaya penanaman tanaman penutup tanah diperluas terutama pada lahan tanaman Eucalyptus sp.. Pemanenan pada lahan gambut perlu kehati-hatian agar dampaknya terhadap penurunan permukaan tanah (peat subsidence) dapat ditekan.

7. Menurunkan frekuensi dan intensitas kejadian kebakaran hutan

- Memperluas pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Api (KMPA) dan efektivitas partisipasinya dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan, sekurangnya mencakup daerah rawan kebakaran.

8. Meningkatkan kemampuan penanaman dan kualitas hasilnya

- Meningkatkan produktivitas panen melalui: pemilihan jenis yang tepat, lokasi tanam yang sesuai, dan teknik silvikultur yang tepat.

Rekomendasi Aspek Ekologi

1. Kajian detil sebaran lahan gambut sangat dalam dan melakukan deliniasi

2. Perbaikan pengukuran ketebalan lahan gambut dan sebarannya sehingga dapat dibuat peta sebaran lebih terperinci dan deliniasi gambut, sehingga dapat diidentifikasi lebih tepat ketebalan gambut 3 m atau lebih yang terletak di hulu sungai dan rawa. (Mengacu Kepres No. 32 Th 1990: Pasal 10, PP No. 47 Th 1997: Pasal 33).

3. Perbaikan pembuatan tanda batas kawasan lindung dengan areal produksi yang didasarkan pada kesesuaian lahan.

4. Pembuatan dan pemeliharaan rintisan yang menghubungkan antar pal batas dengan jelas. 5. Pemetaan posisi penempatan pal-pal batas dengan memuat koordinat masing-masing pal batas. 6. Kegiatan-kegiatan pasca pemanenan agar sesuai dengan teknik pengolahan tanah ramah

lingkungan, misalnya tetap meninggalkan sisa mulsa di areal produksi secara konsisten, sehingga ketertutupan tanah di semua areal pasca pemanenan terjaga dan dapat mencegah terjadinya erosi permukaan tanah.

(6)

8. Kajian alternative lain untuk mengurangi penggunaan alat berat pada saat panen di lahan gambut.

9. Kajian sistem silvikultur yang dapat mengurangi keterbukaan lahan setelah pemanenan.

10. Pemantauan erosi pada berbagai tingkat kemiringan lahan dengan jumlah stasiun pengukuran cukup mewakili, meliputi berbagai kegiatan produksi.

11. Pemantauan struktur dan jenis vegetasi di kawasan lindung secara teratur, sehingga selalu tersedia data mutakhir untuk mengetahui adanya perubahan struktur hutan dan komposisi vegetasi, dan bila diperlukan dilakukan pengayaan dengan jenis-jenis lokal.

12. Hasil pemantauan kuantitas dan kualitas air sungai harus diimplementasikan untuk memperbaiki sistem kelola produksi dan untuk mencegah menurunnya kualitas fisik-kimia air sungai dan semua komponen kuantitas badan air, seperti laju penurunan tinggi muka air tanah, laju sedimentasi, dan penurunan debit sungai, dll.

13. Mengembangkan kerjasama dengan masyarakat setempat secara sinergi dengan misi Unit Manajemen dalam pemanfaatan areal produksi, sehingga dapat memelihara kondisi kualitas lahan dan fungsi tata air, serta dapat memberikan manfaat kepada masyarakat maupun terhadap tegakan tanaman pokok.

14. Menekan lebih efektif terjadinya pencemaran badan-badan air. Penanaman tanaman penutup tanah segera dilakukan setelah pembukaan lahan (land clearing), dan pada tempat-tempat terbuka lain setelah tidak difungsikan.

15. Pengayaan kawasan lindung dengan penanaman jenis-jenis vegetasi sebagai sumber pakan satwa.

16. Implementasi secara konsisten SOP tentang penyimpanan dan penggunaan bahan kimia.

17. Kajian alternatif usaha lain untuk pemberdayaan masyarakat, yang sesuai serta sinergi dengan misi perusahaan. karena kegiatan tumpangsari di dalam areal produksi dinilai tidak menarik bagi masyarakat setempat.

18. Kajian untuk meningkatkan persentase luas kawasan lindung yang telah ada, yaitu menambah luas kawasan lindung pada lahan gambut dalam dan lebar buffer zone HLG.

19. Kajian merperluas windbreak dengan pengayaan jenis-jenis vegetasi alam untuk meningkatkan fungsinya sebagai penahan angin dan sebagai koridor satwa.

20. Kajian kesesuaian lokasi areal kerja UM dengan rancangan yang sesuai dengan baku mutu lingkungan untuk kepentingan konservasi flora dan fauna, perlindungan tegakan hutan tanaman, dan sumber daya hutan yang sangat berguna bagi masyarakat.

21. Identifikasi lebih mendalam sebaran lahan gambut yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m dan terletak di hulu sungai dan rawa, agar dapat di tetapkan sebagai kawasan lindung. (Mengacu Kepres No. 32 Th 1990, PP No. 47 Th 1997)

22. Memperbanyak jumlah bibit tanaman yang ditanam pada areal tanaman kehidupan dan menambah keanekaragaman jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang sesuai dengan jenis-jenis yang disukai oleh masyarakat dan secara ekonomi dibutuhkan oleh pasar.

23. Pendekatan secara persuasive keberadaan pihak-pihak lain yang dapat menimbulkan ancaman terhadap keutuhan kawasan lindung.

24. Pemantauan intensif tentang keberadaan satwa liar dan upaya-upaya konservasinya untuk mengetahui secara dini kemungkinan terjadinya peningkatan atau penurunan populasi satwa liar yang ada di areal produktif.

(7)

yang sama dalam pelestarian satwa baik di kawasan lindung maupun pada areal produksi. 26. Pengembangan sistem informasi sumber daya hutan dan mekanisme penyampaian sistem

informasi tersebut kepada masyarakat, sejauh tidak merupakan rahasia perusahaan.

27. Penerapan secara intensif penggunaan agen biologis dalam Sistem Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management) sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan kimia dalam mengatasi serangan hama dan penyakit.

28. Pengembangan inisiatif untuk menemukan dan mengembangkan komoditas hutan lain yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat (misalnya tanaman obat).

Rekomendasi Aspek Sosial

1. Mewujudkan kemantapan kawasan areal pemanfaatan hutan terutama pada areal yang masih dipersengketakan oleh masyarakat. Dalam hal ini dapat dilakukan :

• Unit Manajemen bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan yang terkait seperti tokoh masyarakat, Pemda, dan unsur terkait untuk melakukan penetapan kawasan secara partisipatif

• Melakukan sosialisasi tata batas kawasan kepada masyarakat di sekitar kawasan konsesi. • Unit manajemen membangun kemitraan dengan model partisipatif sebagai tindak lanjut

pernyataan Gubernur Jambi tanggal 21 Januari 2008 terkait rekomendasi pengembangan hutan tanaman rakyat (HTR) dalam kawasan.

2. Mewujudkan mekanisme pengelolaan konflik dengan mempertimbangkan rasa keadilan dan keseimbangan dalam proses-proses alternative dispute resolution (resolusi konflik), antara lain melalui upaya:

• Unit manajemen agar lebih proaktif dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan konflik • Mendorong terbentuknya skema resolusi konflik dengan melibatkan para pihak sebagai

rujukan ketika terjadi sengketa terbuka

• Membangun sistem early warning system (EWS) dan mendorong SDM-nya untuk mengikuti pelatihan tentang resolusi konflik

• Mendokumentasikan secara kronologis kasus konflik yang terjadi 3. Menjamin kepastian akses pemanfaatan hutan oleh masyarakat melalui :

• UM harus terbuka dan apresiatif dengan inisiatif masyarakat untuk meningkatkan nilai ekonomi hasil hutan non kayu, hasil hutan tanaman pola kemitraan dan atau nilai ekonomi lainnya sejauh dimungkinkan oleh kesepakatan kedua belah pihak

• Melakukan monitoring dan inventarisasi terhadap pemanfaatan hasil hutan non kayu yang dilakukan oleh masyarakat

4. Melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja, antara lain melalui : • Monitoring terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja

• Menyediakan sistem dan alat perlindungan kerja

• Melakukan sosialisasi tentang kesehatan dan jenis-jenis penyakit tertentu yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang berlangsung di UM

• Menyediakan fasilitas/layanan kesehatan yang memadai • Mengupayakan agar tingkat kecelakaan kerja tetap rendah

(8)

Penerbitan Sertifikat Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari

Berdasarkan hasil evaluasi Panel Pakar II, PT Wirakarya Sakti di Propinsi Jambi, untuk unit kelestarian Distrik I, Distrik II, Distrik III, Distrik IV, Distrik V, Distrik VI dan Distrik VII dengan luas 246.482 ha dinyatakan LULUS Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari berdasarkan Standar LEI 5000-2 dengan peringkat Perunggu. Selanjutnya Lembaga Sertifikasi PT TUV International Indonesia menerbitkan Sertifikat PHTL dengan masa berlaku 5 tahun pada tanggal 09 September 2008 dan berakhir pada tanggal 08 September 2013.

PROFIL PERUSAHAAN

PT Wirakarya Sakti adalah perusahaan yang didirikan berasarkan akte Notaris Hasan Qolbi, Wakil Notaris di Padang, tanggal 11 Oktober 1975 dengan akte pendirian perubahan terakhir sesuai akta Nomor 7 pada tanggal 28 Januari 2004 dihadapan Notaris Yulia, SH adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan hutan tanaman industri untuk bahan baku industri pulp dan kertas yang berlokasi di Propinsi Jambi. Memperoleh ijin pananaman percobaan pertama (IPP-1) seluas 1000 ha, berdasarkan surat kepala kantor wilayah kehutanan (Kakanwilhut) Propinsi Jambi No. 165/HTI/Wilhut/Iva/1989 pada tahun 1989. Pada tahun 1996 Memperoleh SK definitive pertama, Yaitu SK Menteri Kehutanan No. 744/Kpts-II/1996 tanggal 25 Nopember 1996 untuk areal seluas 78.240 ha. Tahun 2001 Areal HPHTI PT. WKS bertambah menjadi seluas 191.130 ha, sesuai Sk Menteri Kehutanan No. 64/Kpts-II/2001 (Add. I). Memperoleh SK definitif addendum II yaitu SK Menteri Kehutanan No. 228/Menhut-II/2004 (add. II) tanggal 9 Juli 2004, dengan luas areal menjadi 233.251 ha dan SK definitif addendum III yaitu SK Menteri Kehutanan No. 346/Menhut-II/2004 (add.III) tanggal 10 September 2004, dengan luas areal berubah menjadi 293.812 ha.

PT. Wirakarya Sakti adalah salah satu perusahaan dari Group Sinarmas Divisi Forestry yang memasok bahan baku industri Pulp dan kertas dalam satu Group yaitu ke PT. Lonthar Papirus Pulp and Paper Indusrties yang juga berlokasi di Propinsi Jambi.

Visi

Terwujudnya pengelolaan sumber daya hutan sebagai ekosistem secara efisien dan profesional guna menjamin kelestarian fungís produksi, ekologi dan sosial.

Misi

1. Menyelenggarakan usaha dibidang kehutanan berupa produk kayu melalui pemilihan teknologi pemanfaatan yang tepat dengan dukungan manajerial dan sumberdaya manusia yang handal dan profesional.

2. Meningkatkan mutu lingkungan hidup dengan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem

3. Melakukan perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya

4. Mengelola sumberdaya hutan sebagai ekosistem secara partisipatif sesuai dengan karakteristik wilayah.

5. Mendorong manfaat ekonomi dan peran serta bagi kehidupan masyarakat setempat yang bergantung kepada hutan, baik langsung maupun tidak langsung secara lintas generasi.

(9)

Dari dokumen profil perusahaan, dinyatakan bahwa unit manajemen mempunyai komitmen lingkungan bahwa PT. WKS memiliki komitmen dalam pengelolaan hutan tanaman lestari yang memenuhi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta berusaha mempertahankan fungsi khusus dari suatu kawasan hutan dan meningkatkan fungsi khusus dari suatu kawasan hutan dan meningkatkan fungsi lingkungan”.

Pemenuhan upaya konservasi dengan :

• Melindungi lahan dengan pengembangan praktek-praktek kerja secara berkesinambungan dan menggunakan teknik-teknik panen ramah lingkungan yang paling efisien.

• Menyisihkan 30% dari lahan konsesi sebagai kawasan konservasi dan kepentingan sosial. • Membuat prioritas terhadap kawasan lindung yang luas, bersinggungan langsung dengan

penduduk disekitarnya serta yang hidup di dalamnya.

• Memastikan kelangsungan hidup spesies-spesies yang terancam punah. • Meminimalkan konflik antara hidupan satwa liar dan manusia

• Memastikan bahwa semua pasokan ke pabrik berasal dari kegiatan legal.

Alamat unit manajemen

Kantor Pusat Jambi :

Jl. Marsda Iswahyudi Lorong. Bajuri No. 1 Pal Merah PO. BOX 147 Jambi 36145 Telp. 0741-572471 – 572402. , Fax 0741-573483

Kantor Basecamp :

Desa Tebing Tinggi, Kec. Tingkal Ulu Kab. Tanjung Jabung Barat Jambi 0742-51051, fax 0742-551710

Kantor Cabang Jakarta :

Plaza BII Menara 2 Lt. 9 Jln. MH Thamrin No. 51 Jakarta 10350. Telp. 021-39834473, fax. 021-39834707, 39834798

Pengurus Perusahaan

Dewan Komisaris

Komisaris Utama : Muktar Widjaya Komisaris : Sukirta Mangkudjaja Komisaris : Ir. Soebardjo Dewan Direksi

Direktur Utama : Arthur Tahya Direktur : Didi Harsa Direktur : Stanley Nayoan Direktur : Aris Adhianto

(10)

Areal Kerja Sumber Daya Hutan

Secara geografis areal PT. WKS terletak antara 0°45’00” - 01°36’00” LS dan 102°46’00” - 103°49’00” BT. Secara administrasi pemerintahan, areal PT. WKS terletak di propinsi Jambi, tercakup dalam 5 (lima) Kabupaten yaitu :

• Kabupaten Tanjung Jabung Barat, mencakup Kecamatan Tungkal Ulu, Betara, Merlung dan Pengabuan

• Kabupaten Tanjung Jabung Timur, mencakup Kecamatan Mendahara, Dendang dan Rantau Rasau

• Kabupaten Batanghari, mencakup kecamatan Pemayung dan Mersam, Morosebo Ilir, Merosebo Ulu.

• Kabupaten Muaro Jambi, mencakup Kecamatan Morosebo, Kumpeh, dan Sakernan • Kabupaten Tebo mencakup Kecamatan Tengah Ilir dan Tebo Ulir.

Berdasarkan kelompok hutannya, areal HTI PT. WKS tersebar dalam beberapa kelompok hutan yaitu : • S. Pangkal Duri • S. Betara • S. Pengabuan • S. Simpang Kadam • S. Air Hitam • S. Danau Bangko • S. Singoan • S. Lagan • S. Mendahara • S. Batang Hari • S. Benanak • S. Rengas • S. Belimbing • S. Keruh • S. Kilis • S. Mengumpeh • S. Rotan

Secara adminstrasi pemangkuan hutan, areal HPHTI PT. WKS termasuk dalam wilayah kerja Dinas Kehutanan (Dishut) propinsi Jambi. Dishut kabupaten Tanjung Jabung Barat, Dishut Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Dishut Kabupaten batanghari dan Dishut Kabupaten Muaro Jambi, dan Dishut Kabupaten Tebo.

Berdasarkan pada tata ruang wilayah propinsi Jambi dan Peta Penunjukan kawasan hutan propinsi Jambi serta perkembangan tata batas fungí hutan, seluruh areal HTI PT. WKS termasuk dalam kawasan hutan produksi tetap (HP).

Berdasarkan keadaan lapangan, areal hutan PT. WKS terletak pada : - areal kering (dry land) sekitar 168.318 ha (53.66%)

- areal basah (wet land) sekita 145.353 ha (46.34 %)

Saat ini unit manajemen membagi areal pengelolaannya menjadi 8 unit kelestarian yang disebut Distrik yaitu Distrik I, Distrik II, Distrik III, Distrik IV, Distrik V, Distrik VI, Distrik VII dan Distrik VIII. Areal kerja PT. WKS ditata dengan mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/1995 tanggal 6 Pebruari 1995 yang diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 246/Kpts-II/1996 tanggal 29 Mei 1996, tentang penataan areal hutan tanaman industri. Berdasarkan ketentuan tersebut dan disesuaikan dengan hasil deliniasi mikro dalam rangka percepatan pembangunan hutan tanaman, maka realisasi tata ruang PT. WKS per Desember 2007 adalah sebagai berikut :

• Luas areal menurut SK terakhir : 293.812 ha • Hasil perhitungan GIS : 313.671 ha • Kawasan lindung : 35.187 ha

(11)

• Sarana dan prasarana : 10.201 ha • Areal yang tidak layak produksi : 45.388 ha • Plantable area : 202.582 ha • Planted area per Desember 2006 : 146.512 ha • Area yang masih diusahakan : 65.701 ha

Sistem Silvikultur/Pengaturan Hasil

Sistem silvikultur yang diterapkan oleh unit manajemen adalah Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) seperti umumnya pengelola IUPHHK hutan tanaman lainnya. Pemilihan dan pengembangan jenis tanaman pokok pada PT. WKS di dasarkan pada :

• Tujuan pembangunan hutan tanaman • Kesesuaian lahan

• Nilai Ekonomi

• Kesesuaian dengan pembangunan masyarakat sekitar hutan

Berdasarkan beberapa kriteria tersebut di atas, maka jenis tanaman pokok yang dikembangkan saat ini adalah Acacia mangium dan Eucalyptus pelita untuk daerah kering dan Acacia crassicarpa untuk daerah basah (rawa).

Pengendalian dan Monitoring Dampak Lingkungan Pemanfaatan Hutan Tanaman.

1. Persiapan lahan tanpa pembakaran (PLTB) dengan spreading system: menyertakan sisa-sisa ranting, dahan dan cabang serta sisa kulit kayu yang tidak termasuk kedalam ukuran BBS sehingga memberikan topsoil untuk kesuburan tanah dan dibuatnya jalur track alat berat dengan sisa-sisa tebangan tersebut sehingga terjadinya kepadatan tanah.

2. Penerapan sistem debarking dalam kegiatan penebangan, yaitu dengan melakukan kupas kulit dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam pengangkutan kayu(proses percepatan pengeringan di lokasi tebangan) dan diharapkan dapat mengembalikan unsur hara(kesuburan tanah) dilokasi tebangan melalui sisa kulit dan ranting yang ditinggalkan.

3. Penerapan sistem skidtrack (mineral) dan jalur matting (rawa), yakni dengan membuat tumpukan serasah dan sisa-sisa kayu sebagai pijakan alat berat untuk mengurangi tingkat pemadatan permukaan tanah yang diakibatkan oleh aktifitas alat berat pada saat kegiatan penebangan.

4. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan kanal drainase (lahan basah) bertujuan untuk mengatur water table areal tanam yan sesuai untuk pertumbuhan tanaman dan pembuatan tertiary drain/kanal cacing/parit (lahan mineral) yang harus ditembuskan ke outlet (sungai) atau kolam penampungan air yang bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan areal tanam dan mencegah terjadinya genangan air dilokasi penanaman.

5. Melakukan pemupukan dasar dengan pupuk organik dan anorganik terutama penggunaan pupuk CIRP untuk mengurangi tingkat keasaman lahan dan untuk mempercepat proses dekomposisi gambut.

6. Melakukan penanaman kembali secepat mungkin terhadap lahan yang telah di landclearing. Lama waktu masa bero tidak boleh melebihi 2 bulan sejak penebangan dilakukan. Lahan yang

(12)

mempunyai kemiringan di atas 45 o di dalam kawasan UM dimasukkan ke dalam kawasan

lindung, sehingga areal tersebut tidak dibuka.

7. UM telah menyiapkan sistem ”water management” yang mengatur tata air dengan pembangunan dan pengaturan kanal-kanal selain juga untuk sarana transportasi. Dengan demikian pada areal basah dapat dikelola dan dapat menyediakan tempat tumbuh yang baik bagi tanaman HTI. Dilakukan penanaman Legume Cover Crops (LCC) yang ditanam di antara tanaman Eucalyptus.

8. Untuk memonitor dampak lingkungan yang diakibatkan kegiatannya Unit manajemen melakukan pengukuran dan pemantauan beberapa parameter lingkungan sesuai dengan rekomadasi AMDAL serta RKL dan RPL.

Pengelolaan Sosial

Untuk pengelolaan sosial masyarakat sekitar hutan, unit manajemen telah menetapkan program community development secara umum yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut : • Pembangunan sarana prasarana fisik (Masjid, Madrasah, jalan jembatan dan sarana lainnya ) • Support kegiatan ekonomi, sosial budaya dan keagamaan

• Kegiatan pengembangan pendidikan ( bantuan buku / perpustakaan )

Di samping program-program di atas juga dikembangkan pola kemitraan dengan masyarakat sebagai salah satu bentuk penyelesaian permasalahan lahan yang terjadi dengan masyarakat sekitar. Pola yang saat ini dikembangkan adalah pengembangan hutan tanaman pola kemitraan (HTPK), pengadaan bibit, penyiraman jalan sepanjang pemukiman, koktraktor tebangan dan penanaman, pengadaan tenaga kerja, pemanfaatan hasil hutan non kayu (rotan, madu, dlsb,) dll. Penyelesaian permasalahan dengan masyarakat seperti kasus klaim dan okupasi lahan dilakukan dengan prosedur yang ada seperti:

a. Kasus Klaim lahan :

• Proses Hukum dengan mengacu pada Undang-Undang no. 41 th 1999 tentang Kehutanan • Kompensasi / Saguh Hati dengan standar harga Imas / Tebang

• Kemitraan HTPK dengan ketentuan luas 2 Ha / KK b. Kasus Okupasi lahan :

• Enclave pada areal dengan kondisi sudah menjadi pemukiman dan perkebunan produktif yang menyertai pemukiman tersebut.

• Program kerjasama Tanaman Kehidupan pada areal dengan kondisi sudah menjadi kebun atau tanaman pangan yang dikelola oleh komuniti akan tetapi belum intensif.

• Kemitraaan HTPK pada kondisi ladang permanen, setelah sebagian dari areal diambil untuk Tanaman Kehidupan sesuai dengan jumlah okupan yang dapat dipertanggung jawabkan. c. Kasus Overlap dan tumpang tindih.

• Dikembalikan pada kebijakan pemerintah sebagai pemberi Izin, dengan tetap mengacu pada undang-undang no. 41 th 1999 tentang Kehutanan.

(13)

Prosedur penyelesaian konflik selain hal-hal yang telah disebutkan diatas diatur juga dalam FSS/OP/03 “Solving Land Dispute”

Kekuatan dalam pencapaian PHTL

1. Manajemen PT. Wirakarya Sakti mempunyai komitmen yang kuat dalam pencapaian sertifikasi PHTL, hal ini bisa dibuktikan dengan kesungguhan dalam mempersiapkan dokumentasi dan lapangan, penyusunan tim sertifikasi yang cukup solid dalam jangka beberapa tahun untuk memperoleh sertifikat PHTL LEI.

2. Jajaran manajemen sampai karyawan di bawah turut terlibat dalam menyiapkan sertifikasi dalam mencoba untuk melaksanakan praktek-praktek pengelolaan hutan yang baik dan memperbaiki secara berkelanjutan pada pengelolaan hutannya .

3. Sumber daya manusia pada bidang keahliannya yang memadai dilihat dari jumlah Sarjana Kehutanan dilapangan yang cukup dan kompeten.

4. Mempunyai Bagian Research and Development (R & D) yang cukup memadai dalam mendukung terlaksananya pembangunan hutan tanaman ke depan.

5. Kemampuan modal yang cukup memadai dari pemilik perusahaan lebih menjamin berlangsungnya perusahaan.

6. Perusahaan telah memperkerjakan karyawan yang cukup banyak jumlahnya yang dapat berdampak pada terbukanya peluang kerja di daerah dan juga meningkatnya pendapatan masyarakat secara umum.

7. Berkembangnya kegiatan ekonomi lokal secara significant akibat adanya kegiatan

perusahaan (HTI dan Pabrik) sehingga secara langsung dan tidak langsung mempercepat pembangunan daerah sekitar.

8. Fasilitas base camp dan perumahan karyawan yang sangat memadai.

9. Program community development (PMDH) selalu menjadi bagian dari kegiatan perusahaan dengan anggaran yang cukup.

10. Sarana dan prasarana yang cukup tersedia dalam mendukung kegiatan perusahaan dan membantu kegiatan penduduk sekitar.

11. PT WKS telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan dengan standar ISO 14001:1996 dan mendapat sertifikat sejak tahun 1997, yang diperbaharui dengan standar ISO

14001:2004 dengan perolehan sertifikat sejak tahun 2005.

Kelemahan dalam Pencapaian PHTL

1. Potensi konflik sosial yang masih ada dikeranakan konflik lahan dengan masyarakat masih sangat dinamis dan masih berpotensi dalam menghambat tercapainya PHTL yang mantap termasuk konflik dengan Petani anggota PPJ (Persatuan Petani Jambi).

2. Keputusan dari pemerintah baik Gubernur Jambi maupun dari Menteri Kehutanan yang masih belum jelas terkait dengan konflik lahan masih berpotensi untuk kembali mencuat bila pemerintah daerah dan pusat tidak mengakomodasi atau menepati janjinya.

3. Permasalahan pengelolaan lahan basah terutama lahan gambut dalam yang dikelola sebagai areal produktif dapat mengakibatkan dampak lingkungan dan isu lingkungan.

(14)

pada tingginya resiko ancaman hama dan penyakit pada tanaman dan juga isu keanekaragaman hayati.

Referensi

Dokumen terkait

Kehutanan Nomor P.8/VI-BPPHH/2011 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Lampiran

Bukit Batu Hutani Alam dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari yang mencakup aspek produksi, aspek ekologi, dan aspek sosial.. Pengelolaan lestari ini

Pengelolaan lestari ini tidak lepas dari kebijakan perusahaan yang menerapkan sistem pengelolaan hutan yang ramah lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat yang

Pedoman dalam penantuan tata ruang hutan tanaman industri areal kerja PT. BDL mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, terutama yang tertuang di dalam SK

Kriteria penilaian yang digunakan dalam proses akreditasi mengacu pada Pedoman LEI tentang Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi PHPL dan CoC serta Manual Akreditasi yang

Salah satu tahapan dari proses sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) Standar Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dengan skema Bertahap adalah Tahapan penapisan

Mitra Hutani Jaya dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari yang memperhatikan aspek produksi, aspek ekologi, dan aspek

Mitra Hutani Jaya dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari yang memperhatikan aspek produksi, aspek ekologi, dan aspek sosial.. Pengelolaan