• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penginderaan jauh dapat digunakan untuk kajian geologi, penggunaan/penutup lahan, pertanian, kehutanan, sumberdaya air, lahan basah, ekologi dan dampak lingkungan (Lillesand et al., 1990). Salah satu kajian hidrologi adalah kualitas air. Pengukuran di lapangan dan analisis laboratorium merupakan cara untuk mengukur kualitas perairan (Ritchie et al., 2003). Seiring berjalannya waktu, penginderaan jauh telah banyak mengembangkan sensor-sensor dan instrumen pendukung lainnya untuk membantu pemrosesan citra digital khususnya dalam studi kajian kualitas air (Reif, 2011). Menurut Effendi (2003), kualitas air dapat diukur dari dua parameter yaitu fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi cahaya, suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna, konduktivitas, salinitas, padatan total, terlarut dan tersuspensi. Parameter kimia berupa pH dan asiditas, potensi redoks, oksigen terlarut, karbondioksida, alkanitas, kesadahan dan bahan organik. Salah satu parameter yang dapat diukur dengan teknologi penginderaan jauh adalah muatan padatan tersuspensi.

Martin (2004) menyatakan bahwa hamburan dalam kolom air dapat dimanfaatkan untuk menentukan distribusi partikel suspensi dengan melihat pola warna. Penginderaan jauh mempunyai empat konsep resolusi yaitu resolusi spasial, spektral, temporal dan radiometrik (Danoedoro, 2012). Aspek spasial berhubungan dengan ukuran terkecil objek yang dapat dideteksi. Resolusi spasial akan berhubungan erat dengan skala peta. Semakin tinggi resolusi spasial suatu citra, maka skala yang dihasilkan semakin besar. Pada Citra Landsat 8 OLI mempunyai resolusi spasial 30 m sehingga satu piksel pada citra Landsat 8 OLI mewakili setara dengan 30 m x 30 m dipermukaan bumi. Informasi muatan padatan tersuspensi yang diekstrak menggunakan pengolahan citra dapat digunakan untuk melihat distribusi dengan pengambilan sampel. Cara tersebut diasumsikan bahwa sampel yang diambil tersebut telah mewakili keleluruhan kenampakan dengan karakteristik yang sama sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Resolusi temporal berkaitan dengan perekaman kembali daerah yang sama. Keuntungan aspek temporal ini dapat membantu dalam pemantauan suatu

(2)

2 fenomena. Kedinamisan wilayah perairan pesisir membutuhkan banyak waktu dalam sebuah pemantauan seperti muatan padatan tersuspensi. Citra penginderaan jauh memberikan bermacam macam citra bertemporal yang berbeda seperti Landsat 8 OLI 8 (16 hari), NOAA (4 jam), SPOT 4 (2-26 hari). Penggunaan data temporal ini disesuaikan dengan objek yang dikaji. Semakin dinamis objek yang dikaji, maka semakin tinggi pula temporal yang dipakai.

Resolusi spektral panjang gelombang pada spektrum elektromagnetik yang ada pada sensor penginderaan jauh mempunyai perbedaan kepekaan disetiap benda yang dikenainya. Setiap benda dipermukaan bumi mempunyai respon yang berbeda terhadap tenaga yang datang. Interpretasi objek dipermukaan bumi menggunakan aspek spektral yang berbeda disesuaikan dengan karakteristik dan kepekaan objek tersebut termasuk dalam proses interpetasi objek muatan padatan tersuspensi. Pantulan yang diberikan oleh konsentrasi muatan padatan tersuspensi terhadap panjang gelombang akan mengalami penurunan seperti halnya pantulan yang dihasilkan oleh objek air. Konsentrasi muatan padatan tersuspensi yang semakin besar akan memberikan respon pantulan yang tinggi pada panjang gelombang 700 nm. Panjang gelombang akan turun pada panjang gelombang 750 nm hingga panjang gelombang yang lebih besar lagi.

Gambar 1.1. Kurva Spektral untuk Konsentrasi Padatan Tersuspensi (Farooq, 2011)

Penelitian mengenai teknologi penginderaan jauh dalam mengidentifikasi muatan padatan tersuspensi sudah banyak dilakukan. Di Indonesia, sebagai contoh

(3)

3 Lemigas (1997) mengembangkan algoritma untuk penentuan sedimen dengan menggunakan pendekatan berupa nilai Digital Number (DN). Ambarwulan (2010) menggunakan citra MERIS untuk estimasi suspensi sedimen di perairan tropis. Penelitian ini dilakukan di Berau, Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan membangun algoritma dengan menggunakan pendekatan empiris dan semi-empiris. Hasil yang didapat adalah panjang gelombang dengan rentang sekitar 620nm memberikan akurasi yang cukup tinggi di kedua pendekatan tersebut.

Budhiman (2004) juga meneliti tentang Total Suspended Matter (TSM) di Delta Mahakam, Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan analitik (analytical approach) dengan menggunakan R(0-) Model yang diterapkan pada citra Landsat TM, ETM+, SPOT HRV, dan ASTER. Selain didalam negeri, penelitian di beberapa luar negeri mengenai muatan padatan tersuspensi dengan teknologi penginderaan jauh juga telah dilakukan oleh banyak peneliti. Zheng et al. (2015) melakukan penelitian dengan menghubungkan antara panjang gelombang NIR pada spektral penginderaan jauh dengan konsentrasi sedimen di lapangan in situ. Penelitian ini dilakukan pada Danau Dongting China menggunakan citra Landsat 8 OLI.

Doxaran et al. (2002) juga membangun algoritma dengan menggunakan pantulan spektral menggunakan data optik. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa panjang gelombang NIR (850nm) memiliki korelasi yang lemah dalam mendeteksi suspended solid, akan tetapi rasio antara band NIR dan band tampak (550nm) menghasilkan korelasi yang sangat kuat dalam mendeteksi suspended solid. Sensor yang dipakai dalam mengambil data optik adalah Spectron SE-590 spectroradiometer. Penelitian ini dilakukan pada Gyronde Estuary, Prancis. Hossain et al. (2007) membangun rumus dengan menggunakan pendekatan indeks yaitu NDSSI (Normalized Difference Suspended Sediment Index). Penelitian ini menggunakan perbandingan antara band biru dan band NIR. Penelitian ini membedakan antara air jernih dan air keruh. Hossain membangun persamaan ini dengan menggunakan citra Landsat 5 dan 7 pada sungai Mississippi. Persamaan ini dapat diterapkan pada citra Landsat yang lainnya.

Persamaan untuk estimasi kandungan muatan padatan tersuspensi dalam kolom air yang dibuat tersebut sangat berkaitan dengan kondisi lapangan pada

(4)

4 wilayah tersebut, panjang gelombang yang dipakai dan metode yang digunakan dalam pembuatan persamaan estimasi, sehingga apabila diterapkan pada sembarang situasi dan kondisi lapangan yang berbeda maka akan menghasilkan respon hasil dan akurasi yang berbeda pula. Dari berbagai macam persamaan estimasi yang telah ada, penelitian ini menggunakan satu persamaan yaitu persamaan yang dibangun oleh Syarif Budhiman (2004) karena pembuatan persamaan ini berada di lokasi dengan karakteristik yang diasumsikan sama dengan kondisi wilayah di muara Ci Tarum. Panjang gelombang band merah digunakan dalam penelitian ini dikarenakan kemampuan band tersebut mampu menginterpretasi material padatan tersuspensi dibandingkan panjang gelombang yang lain.

Muara sungai merupakan salah satu bentukan geomorfologi yang disebut pula dengan river mouth atau inlet. Muara sungai merupakan tempat pertemuan antara sungai dengan cekungan (basin) yang berupa laut atau tubuh air lainnya, yang berukuran jauh lebih besar dari sungai tersebut (Ongkosongo, 2010). Berdasarkan Verstappen (1953a) dalam Bird dan Ongkosongo (1980) menyatakan bahwa perkembangan Delta Ci Tarum sangat cepat. Perkembangan delta mencapai lebih dari 3 km antara tahun 1873 sampai 1938 dan menambah garis pantai pada sisi timur Teluk Jakarta lebih dari 145 m. Perkembangan Delta Ci Tarum ini disebabkan oleh besarnya akumulasi sedimen yang terdeposisi di muara sungai sehingga menyebabkan akresi atau perubahan garis pantai dimana garis pantai tersebut mengalami perubahan maju dari keadaan semula.

Faktor alami seperti arus laut dan faktor manusia memengaruhi laju sedimentasi di muara Ci Tarum. Perbedaan musim antara kemarau dan penghujan secara langsung akan mempengaruhi faktor alam sehingga akan berdampak pada distribusi sedimen tersuspensi yang berbeda antara kedua musim tersebut. Pemantauan terhadap distribusi sedimentasi dengan menggunakan data citra penginderaan jauh seperti citra Landsat 8 OLI dan didukung dengan data-data sekunder lainnya dapat membantu menghemat dari segi waktu, biaya dan tenaga serta mampu dalam memberikan informasi secara up to date. Pemantauan distribusi muatan padatan tersuspensi sangat penting untuk melihat pergerakan muatan padatan tersuspensi dalam proses sedimentasi dan informasi yang

(5)

5 dihasilkan dapat digunakan bagi pengelolaan wilayah pesisir di masa yang akan datang.

1.2. Rumusan Masalah

Kajian proses sedimentasi dapat didekati dengan melihat ditribusi dari muatan padatan tersuspensi. Interpretasi fenomena muatan padatan tersuspensi dapat dilakukan dengan menggunakan data citra satelit untuk menyingkat waktu pengerjaan dan tenaga. Kepekaan aspek spektral dari citra satelit dapat membantu dalam mengekstrak informasi fenomena muatan padatan tersuspensi. Panjang gelombang yang mempunyai kepekaan terhadap muatan padatan tersuspensi adalah sekitar panjang gelombang band tampak (visible). Salah satu citra satelit yang masih beroperasi dan sering digunakan oleh peneliti khususnya di Indonesia adalah citra Landsat 8.

Panjang gelombang akan semakin besar tingkat pantulannya pada air jernih. Pantulan meningkat hingga titik tertinggi pada rentang panjang gelombang 700 nm dan akan menurun pada panjang gelmbang yang lebih besar. Kepekaan band merah pada citra Landsat 8 dapat digunakan untuk mengekstrak informasi muatan padatan tersuspensi. Di Indonesia masih sedikit penelitian tentang suspensi sedimen dengan citra penginderaan jauh khususnya dari Landsat 8 karena satelit yang masih baru dan sebagian besar algoritma yang dipakai untuk ekstraksi informasi suspensi sedimen masih menggunakan algoritma yang dibangun dengan menggunakan citra satelit yang telah discontinue sehingga persamaan estimasi untuk ekstraksi suspensi sedimen pada citra yang masih beroperasi (continue) perlu diperhatikan. Selain itu, kondisi wilayah kajian pada saat pembuatan algoritma estimasi tersebut juga perlu diperhatikan karena apabila diterapkan pada kondisi (iklim dan musim) serta karakteristik perairan wilayah kajian yang berbeda akan menghasilkan hasil yang kurang baik. Salah satu algoritma untuk ekstraksi muatan padatan tersuspensi yaitu algoritma dari Syarif Budhiman (2004) yang dibangun pada kondisi perairan iklim tropis di Delta Mahakam dan algoritma ini telah banyak digunakan oleh beberapa penelitian di beberapa perairan di Indonesia (Rashita et al., 2014)

Citra satelit juga memiliki kelebihan dalam aspek temporal. Aspek temporal ini dapat dimanfaatkan dalam pemantauan distribusi suatu objek. Ci Tarum

(6)

6 memiliki pengaruh polusi air yang berdampak pada aktivitas dimuara sungai. Salah satu dampak dari polusi air tersebut adalah sedimentasi akibat erosi berlebih yang berasal dari darat dan dibawa oleh aliran sungai. Pasokan sedimen berasal dari dampak alih fungsi lahan yang terjadi peningkatan untuk area permukiman, diikuti tambak, tegalan/ladang, industri, kebun. Penggunaan lahan mengalami penurunan seperti hutan, sawah dan mangrove. Pertemuan antara sungai dan laut lepas terjadi pendangkalan akibat endapan sedimen yang semakin lama semakin tebal sehingga hal ini menyulitkan bagi perahu nelayan yang seringkali kandas. Akibat dari sedimentasi tersebut, sekitar sebelas hilir sungai di pantai utara Kabupaten Bekasi ini mengalami pendangkalan sepanjang 2 km kearah laut. Sebelas hilir itu diantaranya Muara Bendera, Muara Mati, Muara Muara Besar, Muara Kunthul, Muara Jaya, Muara Gobah, Muara Blacan, Sungai Labuh, Cikarang Bekasi Laut, Muara Bungin, dan Muara Beting (Dachlan, 2009). Sedimentasi ini mengakibatkan aktivitas nelayan menjadi terganggu sehingga dialihkan ke Muara Gembong dan Bendera sebagai tempat mendaratkan ikan dan menambatkan kapal. Citra yang terekam secara periodik dapat digunakan untuk memantau pergerakan dari distribusi muatan padatan tersuspensi dalam suatu kondisi.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan untuk penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana kemampuan band tampak pada citra Landsat 8 OLI dalam mengekstrak informasi muatan padatan tersuspensi yang diaplikasikan di muara Ci Tarum?

2. Bagaimana persamaan yang dibangun oleh Budhiman (2004) dalam mengekstraksi muatan padatan tersuspensi di muara Ci Tarum?

3. Bagaimana distribusi muatan padatan pada musim kemarau di muara Ci Tarum?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kemampuan band tampak pada citra Landsat 8 OLI untuk ektraksi muatan padatan tersuspensi di muara Ci Tarum

(7)

7 2. Mengetahui keakuratan persamaan yang dibangun oleh Budhiman (2004)

dalam mengekstraksi muatan padatan tersuspensi di muara Ci Tarum? 3. Menganalisis secara spasial distribusi muatan padatan tersuspensi pada

musim kemarau di muara Ci Tarum 1.5. Hasil Penelitian

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Peta Distribusi Total Suspended Solids (TSS) di muara Ci Tarum skala 1:50.000

2. Ulasan deskriptif kuantitatif distribusi Total Suspended Solids (TSS) di muara Ci Tarum

3. Video Distribusi Total Suspended Solids (TSS) di muara Ci Tarum tahun 2015-2016

1.6. Manfaat Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Kegunaan kelimuan: memperkaya informasi untuk ilmu pengetahuan di bidang oseanografi khususnya pesisir kelautan melalui peran teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi.

2. Kegunaan praktis: memberikan informasi kepada masyarakat dan pemerintah daerah kajian mengenai distribusi muatan padatan tersuspensi sebagai gambaran dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan sesuai peruntukannya secara berkelanjutan.

1.7. Tinjauan Pustaka

1.7.1. Citra Penginderaan Jauh dan Koreksi Citra

Menurut UU No. 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, perolehan informasi geospasial atau IG harus melalui kegiatan pengumpulan DG atau Data Geospasial. Pasal 27 menyatakan bahwa pengumpula data geospasial salah satunya dapat dilakukan dengan survei menggunakan instrumen ukur dan rekam atau keduanya, yang dilakukan di darat, pada wahana air, wahana udara dan wahana angkasa. Penginderaan jauh merupakan instrumen pengumpulan data geospasial yang menggunakan wahana angkasa. Citra penginderaan jauh merupakan salah satu input penting yang sering digunakan dalam analisis spasial. Perkembangan teknologi penginderaan jauh dewasa ini telah mengakibatkan

(8)

8 berlimpahnya data yang bisa diperoleh dari berbagai sensor yang berbeda dengan karakteristik resolusi spasial, spektral dan temporal yang bervariasi pula (Danoedoro, 2012).

Citra satelit dapat merekam objek permukaan bumi dari luar angkasa dengan tingkat resolusi yang beragam. Istilah resolusi citra dapat diartikan sebagai kemampuan citra dalam merepresentasikan informasi objek/fenomena di permukaan bumi. Terdapat 4 macam resolusi citra penginderaan jauh, yaitu : a. Resolusi spasial dapat diartikan sebagai unit terkecil yang mampu direkam

oleh sensor. Dalam citra penginderaan jauh digital, resolusi spasial ini berkaitan dengan ukuran piksel (pixel size).

b. Resolusi spektral merupakan dimensi spektral atau gelombang elektromagnetik yang digunakan. Resolusi spektral ini biasanya dicerminkan dalam seberapa banyak saluran dan julat gelombang elektromagnetik yang digunakan pada suatu citra penginderaan jauh.

c. Resolusi temporal merupakan selang waktu yang dibutuhkan oleh sensor penginderaan jauh untuk merekam lokasi yang sama di permukaan bumi. d. Resolusi radiometrik merupakan kemampuan citra merepresentasikan objek

di permukaan dalam berbagai tingkat kecerahan.

Koreksi citra merupakan suatu operasi pengondisian supaya citra yang akan digunakan benar-benar memberikan informasi yang akurat secara geometris dan radiometris (Danoedoro, 2012). Lillesand et al. (1990) menyebutkan koreksi untuk data Landsat ada 2 yaitu koreksi radiometrik dan geometrik.

1.7.1.1. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik diperlukan atas dasar dua alasan, yaitu untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang sebenarnya. Koreksi radiometrik citra yang digunakan untuk memperbaiki kualitas visual citra berupa pengisian kembali baris yang kosong karena drop-out baris maupun masalah kesalahan awal pemindaian (scanning start). Koreksi radiometrik yang ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya juga bisa dilakukan dengan mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama (Danoedoro, 2012).

(9)

9 1.7.1.2. Koreksi Geometrik

Data Landsat mengandung berbagai distorsi geometrik lain yang harus dikoreksi. Distorsi ini dihasilkan oleh faktor seperti variasi tinggi satelit, ketegakan satelit, dan kecepatannya. Prosedur yang diterapkan pada koreksi geometrik biasanya memperlakukan distorsi kedalam dua kelompok, yakni distorsi yang dipandang sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya, dan distorsi pada dasarnya dipandang acak atau tidak dapat diperkirakan. Distorsi sistematik dikoreksi dengan menerapkan rumus yang diturunkan dengan membuat model matematik atas sumber distorsi. Sebagai Contoh, sumber utama distorsi sistematik ialah rotasi bumi kearah timur dibawah orbit satelit selama penginderaan. Distorsi acak dan distribusi sistematik yang rumit dikoreksi dengan menggunakan analisis titik ikat medan (Ground Control Point/GCP). Akan tetapi metode ini memerlukan ketersediaan peta teliti yang sesuai dengan daerah liputan citra dan titik-titik ikat medan yang dapat dikenali pada citra (Lillesand et al.,1990).

1.7.1.3. Kalibrasi Antar Citra

Kalibrasi antar citra adalah proses merubah nilai piksel dari satu atau beberapa data digital citra, dengan mengacu pada nilai piksel untuk objek yang sama pada citra yang berbeda baik dalam hal waktu perekaman, sensor yang dipakai atau kombinasi antar keduanya. Kalibrasi dilakukan karena nilai piksel yang sama pada dua saluran yang sama, belum tentu menunjukkan objek yang sama dan sebaliknya, objek yang sama pada saluran yang sama dan direkam pada waktu yang berbeda pula belum tentu menunjukkan nilai yang sama pula. Kalibrasi ini dilakukan ketika penelitian dengan penginderaan jauh memerlukan data multitemporal. Analisis spektral citra memerlukan informasi lengkap terkait parameter radiometri, akan tetapi data tersebut belum tentu tersedia sehingga kalibrasi ini perlu dilakukan (Danoedoro, 2012).

1.7.2. Teknologi Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Muatan Padatan Tersuspensi

Kandungan pada permukaan air dapat diketahui perubahan secara signifikan dengan memperhatikan karakteristik dari hamburan balik pada permukaan air. Kemampuan teknik penginderaan jauh dalam mengukur hamburan balik spektral

(10)

10 dari air dapat dihubungkan dengan menggunakan model empiris atau analitik untuk mengukur parameter kualitas air. Panjang gelombang optimal yang digunakan dalam mengukur parameter kualitas air disesuaikan dengan material yang diukur, konsentrasi material dan karateristik sensor perekam. Kualitas air pada kolom air dapat diukur dengan melihat suspensi sedimen, alga, kimiawi (nutrien, pestisida, metal), dissolved organic matter (DOM), patogen bahkan sampai minyak (Ritcie, 2003).

Gambar 1.2. Diagram Skematik Proses Pengukuran oleh Sistem Penginderaan Jauh pada Kolom Air (Brandon et al., 2006)

Parameter kualitas air yang dapat di ekstrak menggunakan data penginderaan jauh adalah muatan padatan tersuspensi. Ekstraksi informasi dengan menggunakan penginderaan jauh dapat membantu melengkapi data lapangan terutama kajian yang memiliki wilayah kajian sangat luas dan membutuhkan biaya yang besar. Keunggulan penginderaan jauh dalam memonitoring kualitas perairan menurut Reif (2011), antara lain :

1. Kemampuan synoptic view terhadap tubuh air yang lebih efektif dalam memonitoring secara spasial dan temporal

(11)

11 2. Menampilkan informasi kualitas air pada berbagai jenis perairan pada area

yang sangat luas dalam satu waktu

3. Menampilkan perekaman kualitas air secara temporal dari masa lampau sampai saat ini

4. Sebagai alat untuk mencari lokasi dan waktu yang tepat dalam survey dan pengambilan sampel

5. Dapat digunakan untuk memperkirakan komponen-komponen penciri kualitas air

Gambar 1.3. Nilai Reflektan pada Konsentrasi Muatan Padatan Tersuspensi (Jensen, 2014)

Material tersuspensi dipermukaan air dapat merubah warna air tersebut. Air jernih memiliki warna biru, air yang kaya akan humus akan bewarna kuning, dan air keruh memiliki warna bervariasi tergantung dari campuran material yang ada didalamnya berkisar antara biru-hijau sampai coklat-merah. Air jernih hanya memantulkan sedikit dari pancaran sinar matahari, sehingga nilai pantulannya rendah. Pantulan air jernih memiliki nilai tertinggi pada spektrum biru dan semakin menurun ketika panjang gelombang meningkat.

Air keruh mampu untuk memantulkan lebih banyak sinar matahari sehingga memiliki nilai pantulan yang tinggi dibandingkan air jernih. Penyerapan cahaya oleh sedimen umunya jauh lebih kecil daripada klorofil, tetapi hamburan baliknya jauh lebih tinggi dalam rentang panjang gelombang optik. Oleh karena itu, panjang gelombang antara 400 nm sampai 850 nm dapat digunakan untuk estimasi parameter kualitas air (Dekker et al., 2002 dalam Tantiyana, 2016).

(12)

12 1.7.3. Sejarah dan Karakteristik Citra Landsat 8 OLI

Setelah keberhasilan misi satelit berawak, NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat mengembangkan seri satelit sumber daya bumi. Seri ini ialah satelit Landsat-1, Landsat-2, Landsat-3. Satelit ini merupakan hasil modifikasi satelit cuaca Nimbus. Keseluruhan seri Landsat yang telah disetujui oleh Pemerintah Amerika Serikat ialah enam seri, masing-masing diberi kode A, B, C, D, E, dan F. setelah diluncurkan dan berhasil baik didalam orbit dan penginderaannya maka masing-masing satelit tersebut diganti namanya dengan Landsat-1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Pada saat diluncurkan pada bulan Juli 1972 hingga bulan Januari 1975 namanya bukan Landsat, melainkan ‘Earth Resources Technology Satelite (ERTS)’. Baru kemudian seluruh seri diganti namanya menjadi Landsat (Avery dan Berlin, 1985).

Gambar 1.4. Sejarah Misi Perekaman Citra Landsat (USGS, 2015a)

Landsat 7 diluncurkan pada tahun 1999 dan bekerja sampai Scan Line Corrector (SLC) mengalami masalah pada Mei 2003. Sejak saat itu, Landsat 7 terus dilanjutkan untuk memperoleh citra dalam mode “SLC off”. Semua data Landsat 7 SLC-off mempunyai kualitas radiometrik dan geometrik yang sama tinggi dengan data yang terkumpul sebelum kegagalan SLC (USGS, 2015b). Landsat 8 membawa dua sensor yaitu Operational Land Imager (OLI) dibangun oleh Ball Aerospace dan The Thermal Infrared Sensor (TIRS) yang dibangun oleh NASA Goddard Space Flight Center (GSFC). Kedua sensor ini dapat digunakan secara bersamaan ataupun digunakan secara independen (USGS, 2015b)

(13)

13 Gambar 1.5. Distribusi Panjang Gelombang pada Landsat 7 ETM+ dan 8 OLI &

TIRS (Landsat Science, 2016)

Satelit LDCM ( Landsat 8) dirancang menggunakan suatu platform dengan pengarahan titik nadir yang distabilkan tiga sumbu. Satelit Landsat 8 ini diorbitkan pada ketinggian 705 km dengan inklinasi 98,2º, periode 99 menit dan waktu liput ulang (resolusi temporal) 16 hari yang mendekati lingkaran sinkron matahari. Berikut adalah tabel parameter satelit LDCM (Landsat 8).

Tabel 1.1. Parameter Orbit Satelit Landsat 8 OLI & TIRS

Jenis Orbit Mendekati lingkaran sinkron

matahari

Ketinggian 705 km

Inklinasi 98.2º

Periode 99 menit

Waktu liput ulang (resolusi temporal) 16 hari Waktu melintasi khatulistiwa (local Time

on Descending Node-LTDN) Jam 10:00 s.d 10:15 pagi Sumber : USGS, 2015b

Produk citra landsat memiliki level 1T atau terkoreksi medan. Tipe data yang digunakan dalam format GeoTiff adalah 16 bit. Resolusi spasial citra Landsat 8 adalah 15 m untuk pankromatik, 30 m multispektral dan 100 m pada saluran termal. Datum yang digunakan adalah WGS 1984. Reslampling citra yang digunakan dalam koreksi medan menggunakan metode cubic convolution dengan akurasi untuk saluran OLI adalah 12 m dan TIRS 41 m. Berikut adalah tabel parameter produk citra Landsat 8 OLI & TIRS.

(14)

14 Tabel 1.2. Parameter Pemrosesan Produk Landsat 8 OLI & TIRS

Tipe Produk Level 1T (medan terkoreksi) Tipe Data 16 bit unsigner integer

Format Data GeoTiff

Ukuran Piksel 15 m/ 30 m/ 100 m (pankromatik, multispektral, termal) Proyeksi Peta UTM ( Polar Stereographic untuk Antartika)

Datum WGS 84

Orientasi North-up (peta) Resampling Cubic convolution

Akurasi OLI: 12 m circular error, kepercayaan 90% TIRS: 41 m circular error, kepercayaan 90% Sumber : USGS, 2015c

Citra Landsat 8 merupakan salah satu jenis citra satelit penginderaan jauh yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh pasif. Landsat 8 memiliki 11 saluran dengan rentang masing-masing panjang gelombang tertentu yang hampir sama dengan citra Landsat 7 ETM+. Perubahan hanya terjadi pada penambahan band 1 (aerosol) dan 9 (cirrus). Kegunaan dari satelit Landsat 8 adalah untuk pemetaan penutup lahan, penggunaan lahan, tanah geologi dan analisis perairan. Berikut tabel kegunaan citra Landsat 8 pada tiap panjang gelombang.

Tabel 1.3. Resolusi Spektral dan Spasial serta Kegunaan Citra Landsat 8 OLI & TIRS

Band Landsat 8 OLI dan TIRS (µm) Manfaat Band 1 0,435 – 0,451 30 m

Coastal/Aerosol

Studi zona kepesisiran dan aerosol

Band 2 0,452 – 0,512 30 m Blue

Pemetaan batimetri, membedakan tanah dari vegetasi, vegetasi berdaun jarum

Band 3 0,533 – 0,590 30 m Green

Analisis pantulan puncak vegetasi yang berfungsi untuk menilai kekuatan tumbuhan

Band 4 0,636 – 0,673 30 m Red Analisis perubahan vegetasi

Band 5 0,851 – 0,879 30 m NIR

Analisis batas vegetasi darat dan air, dan kajian bentuk lahan

Band 6 1,566 – 1,651 30 m SWIR-1

Deteksi biomassa vegetasi, membedakan area terkabar dan api akibat dari vegetasi, sensitif terhadap emisi dari radiasi termal

(15)

15 oleh api yang intensif Band 10 10,60 – 11,19 100 m TIR-1 Pemetaan termal dan

estimasi kelembaban tanah Band 11 11,50 – 12,51 100 m TIR-2 Pemetaan termal dan estimasi kelembaban tanah Band 7 2,107 – 2,294 30 m SWIR-2

Mendeteksi kekeringan, area yang terbakar, deteksi api aktif khususnya pada malam hari

Band 8 0,503 – 0,676 15 m Pan

Resolusi lebih baik dan digunakan untuk penajaman dengan citra multispektral

Band 9 1,363 – 1,384 30 m Cirrus Mendeteksi awan sirrus Sumber : USGS, 2015d

Panjang gelombang memiliki tingkat penetrasi pada kolom air yang berbeda. Tingkat kemampuan dalam melakukan penetrasi sangat bergantung pada kondisi perairan itu sendiri. Pada air jernih, panjang gelombang yang mempunyai penetrasi paling baik adalah band biru atau pada rentang panjang gelombang 400-500 nm. Tingkat kedalaman penetrasi akan semakin berkurang berbanding lurus dengan bertambah besarnya panjang gelombang yang mengenainya. Semakin besar panjang gelombang, maka akan lebih mudah terserap oleh objek air. Berikut tabel kedalaman penetrasi panjang gelombang pada tubuh air jernih.

Tabel 1.4. Kedalaman Penetrasi Pada Setiap Panjang Gelombang

Panjang Gelombang (nm) Kedalaman (m)

400-500 25

500-600 15

600-700 5

700-800 0,5

800-1100 Terserap

Sumber : Jupp, 1988 dalam Green et al., 2000 1.7.4. Regresi

Analisis regresi digunakan untuk memprediksi seberapa jauh perubahan nilai variabel dependen, bila nilai variabel independen dirubah-rubah atau dinaik turunkan. Manfaat dari hasil analisis regresi adalah untuk membuat keputusan apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui peningkatan variabel independen atau tidak (Sugiyono, 2007). Garis regresi dapat dinyatakan dalam persamaan matematik. Persamaan ini disebut persamaan regresi

(16)

16 (Sutrisno, 1995). Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen.

1.7.5. Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses yang meliputi pelapukan, transformasi, dan pengendapan (Black, 1986). Proses ini merupakan usaha alam untuk mencapai kesetimbangan, karena perbedaan ketinggian antara daratan dengan dasar laut adalah sesuatu yang tidak setimbang (Ongkosongo, 1984). Partikel ini mempunyai ukuran yang beragam dari yang besar sampai yang sangat halus (koloid), dan bergam bentuk dari bulat, lonjong dan persegi.

Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung dalam waduk sehingga sedimen merupakan hasil dari rombakan pecahan mineral, material organik maupun non organik yang ditransformasikan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es atau air dan juga termasuk didalamnya material yang diendapkan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan. Sedimen hasil pengendapan pada delta yang berada di mulut-mulut sungai merupakan salah satu pengendapan material yang disebabkan oleh media transpor berupa air sungai (Asdak, 2007).

1.7.6. Sistem Transpor Sedimen

Endapan sungai sering disebut dengan aluvial (alluvial) karena diendapkan pada kala sekarang, yaitu kala Alluvium (Ongkosongo, 2010). Sedimen yang telah memasuki badan sungai, maka berlangsunglah transpor sedimen. Kecepatan transpor sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah liat dan debu dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Sedang partikel yang lebih besar, antara lain pasir cenderung bergerak dengan cara melompat. Partikel yang lebih besar sari pasir, misalnya kerikil bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed load) (Asdak, 2007).

(17)

17 Gambar 1.6. Transport Sedimen Dalam Air (Asdak, 2007)

Klasifikasi cara terangkutnya sedimen dalam sebuah perairan menurut Ongkosongo (2010) dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:

a. Menggeser (dragging, traction) b. Menggelundung (rolling) c. Meloncat (saltation)

d. Melayang dalam bentuk suspensi (suspension) e. Melayang dalam bentuk larutan (solution) f. Mengapung (flotation, floatation)

Transpor sedimen diklasifikasikan berdasarkan sumber asalnya dan mekanisme transpornya. Jenis transpor sedimen menurut Asdak (2007) dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

a. Bed load atau sedimen dasar dengan transpor butiran sedimen secara menggelinding, menggeser dan melompat. Sedimen ini secara kontinyu berada di dasar sungai.

b. Suspended load atau sedimen melayang dengan transpor butiran sedimen oleh gaya gravitasi dan diimbangi gaya angkat yang terjadi pada turbulensi aliran. Sedimen ini tidak berada di dasar sungai.

c. Wash load atau sedimen dengan butiran sedimen berukuran kecil dan halus dibandingkan dengan sedimen dasar. Sedimen ini jarang ditemukan di dasar sungai. Dalam perhitungan, wash load tidak begitu penting sehingga diabaikan namun untuk perhitungan sedimentasi di daerah dengan kecepatan aliran rendah seperti waduk, pelabuhan, cabang sungai, wash load ini perlu diperhitungkan.

(18)

18 1.7.7. Muatan Padatan Tersuspensi

Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1976). Residu diangap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Selama penentuan residu ini, sebagian besar bikarbonat yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami transformasi menjadi karbondioksida, sehingga karbondioksida dan gas-gas lain yang menghilang pada saat pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total (Boyd, 1988). Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasaran ukuran diameter partikel, seperti yang ditunjukkan dalam tabel.

Tabel 1.5. Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter No Klasifikasi Padatan Ukuran Diameter

(µm) Ukuran Diameter (mm) 1 Padatan terlarut < 10-3 < 10-6 2 Koloid 10-3 – 1 10-6 - 10-3 3 Padatan tersuspensi > 1 > 10-3 Sumber : Effendi, 2003

Total Suspended Solid atau TSS adalah bahan bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa badan air. Padatan terlarut total (Total Dissolve Solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 - 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Rao, 1992).

Segala ukuran butiran sedimen dapat dibawa dalam suspensi jika arus cukup kuat. Akan tetapi di alam hanya material halus saja yang dapat diangkut sebagai material suspensi. Suspensi sedimen ini memiliki sifat mengandung masa dasar yang tinggi sehingga butiran nampak mengambang dan sedimen yang diangkut biasanya tidak pernah menyentuh dasar aliran. Muatan padatan tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang heterogen dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung sempurna akibat

(19)

19 fotosintesis tidak berlangsung sebagaimana mestinya. Pada umumnya material tersuspensi dapat berasal dari aliran sungai berupa hasil pelapukan, material darat, oksihidroksida, dan bahan pencemar dari atmosfer berupa debu-debu atau abu melayang dari laut berupa sedimen anorganik yang terbentuk dilaut dan sedimen biogenous dari sisa rangka organisme dan bahan organik lainnya serta dari estuari berupa hasil dari flokulasi, presipitasi sedimen dan produksi biologis organisme estuari (Chester, 1990 dalam Arif, 2012).

1.7.8. Muara Sungai

Muara sungai merupakan tempat pertemuan antara sungai dengan cekungan basin yang berupa laut atau tubuh air lainnya seperti danau dan lagoon yang berukuran jauh lebih besar dari sungai tersebut. Muara sungai sering disebut dengan mulut sungai dan kuala (estuary) (Ongkosongo, 2010). Transpor massa air yang mengandung atau mengangkut sedimen lewat sungai dan sedimen tersebut diendapkan di daerah muara sungai maka akan terbentuk sistem delta. Delta adalah hasil sedimentasi dan pengendapan sedimen dimuara sungai. Faktor yang mempengaruhi muara sungai didominasi oleh laut seperti pasang surut dan gelombang. Pasang surut dipengaruhi oleh lokasi dibumi dan posisi bulan dan matahari saat itu. Tinggi energi gelombang dipengaruhi oleh angin dan panjang daerah tiupan angin yang mengenai permukaan massa air laut. Perkembangan dan bentuk delta dipengaruhi dari darat dan laut. Aspek darat dikontrol oleh jumlah sedimen yang masuk dari sungai. Aspek laut dipengaruhi oleh kondisi oseanografis seperti arus laut.

(20)

20 1.7.9. Arus

Arus adalah pergerakan massa air yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air laut yang terjadi secara terus menerus. Gerakan massa airvertikal biasanya tidak diperhitungkan karena pengaruhnya terhadap kecepatan arus sangat kecil (Hutabarat dan Evans, 1896). Pergerakan angin tidak disebabkan hanya karena faktor angin. Terdapat paling tidak 3 faktor yang mempengaruhi arus selain angin. Hal tersebut mengakibatkan arus yang mengalir di lautan merupaan hasil gabungan dari angin dan ketiga faktor tersebut. faktor lain yang dimaksud menurut Hutabarat dan Evans (1985) adalah:

a. Bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau disekitarnya

Sistem lautan dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan oleh arus equatorial counter di sisi keempat. Batas tersebut menghasilkan sistem pergerakan air yang tertutup dan cenderung membuat aliran air membentuk suatu bulatan sehingga menghasilkan suatu pusaran.

b. Gaya Coriolis dan arus Ekman

Gaya coriolis adalah gaya yang timbul akibat adanya fenomena perputaran bumi pada porosnya. Gaya ini berpengaruh terhadap pergerakan massa air yang awalnya lurus kemudian dibelokkan. Gaya coriolis menghasilkan adanya aliran pusaran yang searah jarum jam pada belahan bumi utara dan berlawanan jarum jam pada belahan bumi selatan.

(21)

21 Tenaga angin dapat yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat membangkitkan timbulnya arus permukaan sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan ini akan semakin berkurang seiring bertambahnya kedalaman perairan sampai akhirnya angin tidak berpengaruh lagi di kedalaman lebih dari 100 meter. Tenaga angin ini menyebabkan terjadinya fenomena spiral ekman yaitu arus dibelokkan dari arah semula. Pembelokan akan semakin besar pada aliran arus yang lebih lambat seiring bertambahnya kedalaman perairan.

Gambar 1.9. Spiral Ekman (NOAA Ocean Service Education, 2008b) c. Perbedaan tekanan angin

Angin memiliki kecenderungan untuk bertiup secara tetap dalam arah tertentu di atas permukaan laut. Akibat adanya tiupan angin ini menyebabkan terjadinya penumpukan air pada beberapa tempat di lautan. Penumpukan air ini menyebabkan beberapa tempat memiliki ketinggian yang lebih tinggi daripada tempat lain. Perbedaan ini menyebabkan timbulya perbedaan tekanan air sehingga terjadi aliran air dari tempat yang bertekanan tinggi menuju tempat bertekanan rendah.

(22)

22 Gambar 1.10. Diagram Pengaruh Tiupan Angin Diatas Permukaan Laut

(Hutabarat dan Evans, 1985) 1.7.9.1. Arus Permukaan

Hutabarat dan Evans (1985) membagi arus permukaan berdasarkan zona terjadinya menjadi 3, yaitu:

a. Aliran air di daerah ekuator yang mengalir dari arah Barat ke Timur, tetapi dibatasi oleh arus-arus sejajar yang mengalir dari timur ke barat.

b. Daerah subtropikal dengan adanya arus-arus berputar yang dikenal dengan nama gyre. Terdapat kecenderungan bahwa setiap sistem lautan memiliki satu gyre yang masing-masing terdapat di sebelah utara ekuator dan selatan ekuator. Gyre pada belahan utara bumi mengalir searah jarum jam, sedangkan dibelahan bumi selatan mengalir berlawanan jarum jam.

c. Arus yang bergerak mengelilingi daerah kutub. 1.7.9.2. Arus Laut Perairan Indonesia

Angin merupakan salah satu faktor yang membangkitkan arus. Bagian utara lautan Hindia dan lautan-lautan Asia Tenggara memliki angin musim (monsoon) yang bergerak berbeda secara musiman dan mempunyai pengaruh terhadap arah arus. Arus-arus diperairan Asia Tenggara bergerak pada dua musim yang berbeda yaitu musim barat dan timur. Musim barat terjadi antara bulan November sampai Maret ditandai dengan adanya aliran air yang bergerak dari arah utara melalui Laut Cina Selatan bagian atas, Laut Jawa dan Laut Flores, sedangkan musim timur terjadi antara bulan Mei sampai September dengan arus mengalir dari arah selatan.

Pola pergerakan arus permukaan di wilayah perairan Indonesia telah dimodelkan oleh Wyrtki (1961) sebagai berikut

(23)

23 Gambar 1.11. Arus Permukaan di Bulan Agustus (Musim Timur) (Wyrtki, 1961)

Gambar 1.12. Arus Permukaan di Bulan Februari (Musim Barat) (Wyrtki, 1961) 1.8. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang mengkaji tentang muatan padatan tersuspensi di suatu daerah telah banyak dilakukan. Berbagai macam metode ekstraksi data muatan padatan tersuspensi pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, baik menggunakan algoritma yang telah dikembangkan sebelumnya ataupun dengan pengembangan algoritma baru. Deskripsi ini merupakan ringkasan dari penelitian terdahulu yang

(24)

24 memiliki topik yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Hossain et al. (2007) melakukan penelitian terkait suspensi sedimen. Tujuan penelitian ini adalah eksplorasi untuk membangun koefisien indeks dan estimasi suspensi sedimen yang dapat digunakan dalam lingkungan sungai/ danau, khususnya selama sitasi ekstrim ketika pengukuran insitu tidak memungkinkan. NDSSI (Normalized Difference Suspended Sediment Indeks) dibangun dengan menggunakan data Landsat menggunakan kepekaan band biru dan NIR. Penelitian ini dilakukan pada Sungai Mississippi. Iswari (2014) melakukan penelitian terkait muatan padatan tersuspensi dimuara Sungai Opak Yogyakarta. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menerapkan persamaan-persamaan peneliti terdahulu dalam mengekstrak muatan padatan tersuspensi diaplikasikan di muara Sungai Opak. Selain itu, menganalisis persamaan yang paling sesuai dan memetakan distribusi muatan padatan tersuspensi di muara sungai Opak.

Budhiman (2004) melakukan penelitian terkait muatan padatan tersuspensi di Delta Mahakam, Indonesia. Salah satu tujuan dari penelitian tersebut adalah mambangun model untuk estimasi suspensi dengan salah satu citra yang digunakan adalah Landsat. Penelitian ini memanfaatkan band pada citra Landsat dengan menggunakan pendekatan bio-optical model. Algoritma yang dihasilkan berdasarkan model dari irradiance reflectance. Model ini diperoleh dari pengukuran in situ dan hasil laboratorium. Tantiyana (2016) dalam penelitiannya mencoba mengetahui band pada citra SPOT 4 yang mempunyai kepekaan terhadap muatan padatan tersuspensi, selain itu penelitian ini juga mencoba mengetahui persamaan terbaik yang dibangun oleh penelitian terdahulu serta melihat distribusi dari muatan padatan tersuspensi. Berdasakan penelitian ini band merah dan NIR mempunyai akurasi yang tertinggi dibandingkan dengan band yang lain. Penelitian ini dilakukan pada muara Sungai Juwana, Pati.

(25)

25 Tabel 1.6. Telaah Penelitian Sebelumnya

No Nama

Peneliti Judul Penelitian

Lokasi

Kajian Tujuan Sumber Data Metode Hasil

1 Hossain et al. (2007)

Development of Remote Sensing Based Index for Estimating/Mapping

Suspended Sediment Concentration in River and Lake Environments.

Sungai Mississippi

Eksplorasi untuk membangun

koefisien indeks dan estimasi suspensi sedimen yang dapat digunakan dalam lingkungan sungai/ danau,

Citra landsat 7 ETM dan data suspensi sedimen lapangan Korelasi antara nilai NDSSI dengan data in situ lapangan Algoritma NDSSI indeks 2 Rashita Mega et al. (2014) Analisa Sedimen Tersuspensi (Total Suspended Matter) di Perairan Timur Sidoarjo Menggunakan Citra Landsat dan SPOT Perairan Timur Sidoarjo Memetakan TSM dengan menerapkan algoritma Budhiman (2004) dan menghubungkan dengan data curah hjan, arus dan pasang surut menggunakan citra Landsat 7 ETM+, 8 dan SPOT 4 tahun 2007-2013 Landsat 7 ETM+, Landsat 8 dan SPOT 4 Menerapkan algoritma Budhiman (2004) dengan menggunakan koreksi atmosfer berupa pengurangan piksel gelap yang menggunakan nilai reflektansi Peta distribusi TSM tahun 2007-2013 dan analisis deskriptif hubungan terhadap faktor arus, pasang surut dan curah hujan

(26)

26 pada laut dalam 3 Marindah Yulia Iswari (2014)

Aplikasi Citra ALOS AVNIR-2 Untuk Pemetaan Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solids) Di Muara Sungai Opak Yogyakarta

Sungai Opak, Yogyakarta Menerapkan persamaan-persamaan peneliti terdahulu dalam mengekstrak muatan padatan tersuspensi diaplikasikan di muara Sungai Opak

Citra ALOS AVNIR-2, Peta

RBI, Peta

Geologi, dan data lapangan Analisis t-test dan regresi linear sederhana antara nilai citra penginderaan jauh dan data lapangan Peta distribusi muatan padatan tersuspensi di Muara Sungai Opak dan pola distribusi TSS 4 Syarif Budhiman (2004) Mapping TSM Concentrations from Multisensor Satellite Images in Turbid Tropical Coastal Water of Mahakam Delta, Indonesia Delta Mahakam, Indonesia Membangun model berdasarkan data penginderaan jauh untuk estimasi suspensi sedimen di perairan tropis Cira Landsat TM, ETM+, SPOT HRV dan ASTER Regresi antara nilai R(-0) dari pengukuran in situ dan hasil laboratorium Band merah sangat sensitif terhadap TSM yang tinggi, peta TSM Delta Mahakam 5 Rika Tantiyana (2016)

Pemanfaatan Citra SPOT 4 Untuk Analisis Pola Sebaran Muatan Padatan Tersuspensi di Muara Sungai Juwana, Pati Muara Sungai Juwana, Pati Mengetahui kemampuan band tunggal, band rasio, dan persamaan yang sudah dibangun oleh penelitian

Citra SPOT 4, Peta RBI dan data in-situ

Regresi linear antara nilai surface

reflectance dan data in-situ Peta muatan padatan tersuspensi, analisis deskriptif pola persebaran

(27)

27 sebelumnya

meggunakan citra SPOT 4 dalam identifikasi

konsentrasi dan pola persebaran muatan padatan tersuspensi

(28)

28 1.9. Kerangka Pemikiran

Studi muatan padatan tersuspensi dengan citra Landsat 8 OLI masih jarang dilakukan terutama di Indonesia. Sebagian dari penelitian mereka menghasilkan persamaan yang dapat dipakai untuk mengekstrak informasi muatan padatan tersuspensi. Namun, sebagian besar persamaan-persamaan yang dibangun menggunakan citra satelit yang telah discontinue sehingga algoritma-algoritma untuk ekstraksi sedimen tersuspensi pada satelit yang masih beroperasi (continue) perlu diperhatikan. Penelitian kali ini akan mencoba memanfaatkan citra Landsat 8 OLI untuk mengetahui distribusi muatan padatan tersuspensi dan diaplikasikan di muara Ci Tarum. Muara Ci Tarum sendiri masih jarang menjadi objek penelitian untuk muatan padatan tersuspensi dengan data penginderaan jauh.

Ekstraksi data penginderaan jauh terutama penggunaan citra multispektral mempunyai kepekaan pantulan spektral yang berbeda-beda pada setiap band. Adanya citra multispektral dapat digunakan untuk analisis fenomena di muara sungai menggunakan suatu persamaan estimasi yang dikembangkan dengan memanfaatkan band-band yang dimiliki citra tersebut untuk dikonversi kedalam bentuk konsentrasi muatan padatan tersuspensi. Band-band yang dimanfaatkan terutama band yang peka terhadap objek air. Band yang dipakai merupakan band merah karena mempunyai respon yang baik terhadap kandungan tersuspensi dalam air. Rumus yang dipakai dalam penelitian ini adalah rumus yang dikembangkan oleh Syarif Budhiman tahun 2004 yang menggunakan band merah untuk memetakan muatan padatan tersuspensi yang dibangun pada perairan pesisir beriklim tropis di Delta Mahakam. Penggunaan rumus Syarif Budhiman tersebut digunakan untuk memetakan distribusi muatan padatan tersuspensi di muara Ci Tarum. Pembuatan persamaan baru juga dilakukan pada band 1,2,3, dan 4 citra Landsat 8 dengan data in situ. Hasil dari pemetaan tersebut akan di analisis distribusi dan faktor yang mempengaruhinya. Analisis distribusi dan faktor ini dikhususkan hanya pada musim kemarau. Analisis multitemporal dilakukan pada rentang waktu 2 tahun yaitu tahun 2015 dan 2016.

(29)

29 Gambar 1.13. Kerangka Pemikiran

(30)

30 1.10. Batasan Operasional

TSS (Muatan Padatan Tersuspensi) adalah bahan bahan tersuspensi (diameter > 1 μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. (Effendi, 2003)

Muara adalah salah satu bentukan geomorfologi yang disebut pula dengan river mouth atau inlet (Ongkosongo, 2010)

Regresi adalah analisis statistik untuk memprediksikan seberapa jauh perubahan nilai variabel dependen, bila nilai variabel independen dimanipulasi/diubah-ubah (Sugiyono, 2007).

Musim Kemarau adalah jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya, dapat terjadi lebih awal, sama atau lebih lambat dari normalnya (rata-rata tahun 1981-2010) (BMKG, 2015)

Arus adalah pergerakan massa air yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air laut yang terjadi secara terus menerus (Triatmodjo, 2009)

Gambar

Gambar 1.1. Kurva Spektral untuk Konsentrasi Padatan Tersuspensi  (Farooq, 2011)
Gambar 1.2. Diagram Skematik Proses Pengukuran oleh Sistem Penginderaan  Jauh pada Kolom Air (Brandon et al., 2006)
Gambar 1.3. Nilai Reflektan pada Konsentrasi Muatan Padatan Tersuspensi   (Jensen, 2014)
Gambar 1.4. Sejarah Misi Perekaman Citra Landsat   (USGS, 2015a)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Focus penelitiannya adalah pemilihan rute serta lokasi pemberhentian bis dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografis serta citra penginderaan jauh, adapun

untuk menangani permasalahan kemacetan di ruas jalur rute bis Batik Solo Trans. Citra penginderaan jauh dalam hal ini dapat memberikan informasi mengenai

Ilmu penginderaan jauh dapat dipadukan dengan penggunaan citra untuk menginterpretasi kenampakan yang ada pada citra, sehingga diperoleh informasi tentang daerah

Kelembaban tanah permukaan dapat dikorelasikan dengan nilai spektral citra penginderaan jauh, sifat pantulan tersebut dipengaruhi oleh kondisi kelembaban tanah

Dari permasalahan yang ada tersebut, dapat dilakukan langkah penyelesaian melalui pemanfaatan pada Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk

teknik interpretasi citra penginderaan jauh, dan pengambilan sampel menggunakan stratified sampling, serta metode analisis menggunakan aplikasi sistem

Penafsiran pajak bumi tersebut dapat dilakukan dengan interpretasi citra penginderaan jauh dengan menggunakan parameter-parameter yang mempengaruhi nilai harga

Salah satu data penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kualitas permukiman adalah Citra Quickbird, karena memiliki resolusi spasial yang