• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang sangat tinggi pada daun teh segar hingga 31% dari seluruh berat kering daun (Towaha, 2013). Teh secara umum bermanfaat untuk menurunkan tingkat depresi dan mengobati osteoporosis. Teh dengan jenis tertentu seperti teh hijau bermanfaat untuk menurunkan kolesterol tinggi dan risiko penyakit jantung, melawan sel kanker, mencegah diabetes, menurunkan berat badan, menstabilkan tekanan darah, melindungi hati, dan lain – lain (Judarwanto, 2016). Selain itu teh juga memiliki peluang ekspor yang tinggi sebagai penghasil devisa non migas bagi negara.

Indonesia merupakan produsen teh terbesar ketujuh di dunia dimana produsen teh terbesar dunia adalah Cina kemudian India (Indonesia-investment, 2015). Ekspor teh Indonesia secara umum berupa teh hijau (green tea) dan teh hitam (black tea). Menurut Badan Pusat Statistik (2014) pasar teh Indonesia di mancanegara pada tahun 2014 tercatat mencapai 78 negara dengan lima negara pengimpor teh Indonesia terbesar berturut-turut adalah Malaysia, Russia Federation, Pakistan, United Stated, dan Germany. Akan tetapi, perkembangan ekspor teh Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga 2014. Pada tahun 2010 total penurunan volume ekspor sebesar 5,64% atau total volume 87.101 ton dengan nilai US$ 178,5 juta, sedangkan pada tahun 2014 total ekspor teh Indonesia mengalami penurunan kembali sebesar 6,69% dari tahun 2013 atau total volume ekspor 66,399 ton dengan nilai US$ 134,6 juta (Badan Statistik Indonesia, 2014). Penurunan nilai ekspor teh di Indonesia masih berlangsung hingga tahun 2016 dimana pada periode Januari-September 2016 kinerja ekspor teh senilai US$ 86,32 juta (Tempo, 2016). Penurunan nilai ekspor teh tersebut seiring dengan penurunan luas areal perkebunan teh sehingga mengakibatkan penurunan produksi teh di Indonesia.

Penurunan luas areal perkebunan teh di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2014) yang tercantum pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa luas areal perkebunan teh di Indonesia senantiasa mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2010 hingga 2015. Pada tahun 2010 jumlah luas areal perkebunan teh di Indonesia sebesar 122.898 Ha dan pada

(2)

2

tahun 2015 diperkirakan mengalami penurunan jumlah areal perkebunan teh sebesar 2.676 Ha sehingga luas areal perkebunan teh pada tahun tersebut sekitar 120.222 Ha. Penurunan luas areal perkebunan teh ini diiringi oleh penurunan jumlah produksi teh dimana pada tahun 2010 jumlah produksi teh di Indonesia sebesar 156.604 ton dan mengalami penurunan jumlah produksi sebesar 13.603 ton hingga tahun 2015. Dengan demikian jumlah produksi teh pada tahun 2015 sekitar 143.001 ton. Namun besar luas areal perkebunan teh dan jumlah produksi teh dari Direktorat Jendral Perkebunan (2014) memiliki selisih yang cukup besar dengan hasil perhitungan dari Badan Pusat Statistik (2014). Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa data dari Badan Pusat Statistik (2014), pada tahun 2010 jumlah produksi teh Indonesia sebesar 151.012 ton dan tahun 2015 diperkirakan jumlah produksi teh Indonesia sekitar 143.609. Nilai tersebut memiliki selisih produksi teh sebesar 5.592 ton pada tahun 2010 dan 604 ton pada tahun 2015 (Dirjen Perkebunan, 2014; BPS, 2014). Ketidaksinkronan data yang cukup besar hingga mencapai lebih dari 5.000 ton pada tahun 2010 dapat menyebabkan kebijakan semu oleh pemerintah. Oleh karena itu diperlukan upaya perbaikan sistem perhitungan hasil produksi sehingga dapat mencerminkan kondisi yang sebenarnya di lapangan.

Tabel 1. 1 Luas Areal dan Produksi TEH Menurut Status Pengusahaan Tahun 2010-2015*

Tahun

Luas Areal (Ha)

Jumlah Produksi (Ton) Jumlah PR/ Smallhoder PBN/ Goverment PBS/ Private PR/ Smallhoder PBN/ Goverment PBS/ Private 2010 56.456 38.750 27.683 122.898 50.947 73.524 32.133 156.901 2011 55.983 38.609 29.346 123.938 51.507 65.144 34.125 150.776 2012 56.258 38.103 27.854 122.206 51.741 59.351 34.483 145.575 2013 56.092 37.922 28.021 122.035 51.737 58.814 34.909 145.460 2014 55.577 37.811 27.646 121.034 50.897 58.484 34.370 143.751 2015* 55.176 37.728 27.318 120.222 50.594 58.167 34.240 143.001

* Angka Prediksi Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2014 Hlm: 3

Tabel 1. 2 Luas Areal dan Pengembangan Produksi Perkebunan Teh Indonesia menurut Status Pengusahaan Tahun 2010-2015*

Tahun

Luas Areal (Ha)

Jumlah Produksi (Ton) Jumlah PR/ Smallhoder PBN/ Goverment PBS/ Private PR/ Smallhoder PBN/ Goverment PBS/ Private 2010 56.465 38.295 28.037 122.797 50.947 68.017 32.048 151.012 2011 55.983 37.640 28.835 122.458 51.507 61.110 33.986 146.603 2012 56.258 37.202 28.148 121.607 51.741 57.146 34.526 143.413 2013 56.901 37.672 28.731 122.494 51.737 55.715 38.040 145.855 2014 55.577 37.492 28.292 121.360 50.897 55.181 36.645 142.742 2015* 55.176 35.738 28.447 119.361 50.594 55.979 37.036 143.609

(3)

3 Keterangan:

- PR : Perkebunan Rakyat - PBN : Perkebunan Besar Negara - PBS : Perkebunan Besar Swasta

Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian Republik Indonesia berupaya memperbaiki sistem perhitungan produksi tanaman pertanian nasional melalui pendekatan teknologi modern untuk meminimalisir kesalahan estimasi produksi tanaman pertanian pada masa mendatang (Murti, 2014). Menurut Prabowo (2006, dalam Murti, 2014) BPS bersama dengan Departemen Pertanian dan Kantor Menko Perekonomian akan menggunakan teknologi penginderaan jauh melalui data dari citra satelit sebagai alternatif dalam perhitungan produksi tanaman pertanian nasional.

Penginderaan jauh merupakan alat bantu dalam memecahkan suatu masalah dan kerangka kerja dalam menyelesaikan berbagai macam masalah yang terkait dengan ruang (lokasi, area), lingkungan (ekologis), dan kewilayahan (regional). Penginderaan Jauh memiliki beberapa keunggulan seperti data yang diperoleh tanpa harus melakukan kontak langsung dengan objek kajian, mampu mendapatkan informasi mengenai permukaan bumi dengan lebih cepat dan murah, serta dapat digunakan untuk memperbarui database dalam berbagai bidang (Fauziana, 2016). Menurut Danoedoro (2012) pada awal perkembangannya penginderaan jauh berasosiasi dengan kegiatan kemiliteran seperti membedakan kenampakan kamuflase objek militer dari objek alami (pepohonan) menggunakan kamera dengan film yang peka sinar inframerah dekat. Penggunaan teknologi inframerah dekat ini kemudian dimanfaatkan dalam bidang pertanian khususnya dalam hal perkiraan kerapatan vegetasi, biomassa, dan aktivitas fotosintesis.

Aplikasi penginderaan jauh untuk estimasi produksi khususnya dalam kajian pertanian maupun subsektor perkebunan sebagai salah satu sumber data perhitungan estimasi produksi sudah banyak dilakukan. Adapun data penginderaan jauh yang umumnya digunakan adalah citra Landsat 7 ETM+, ALOS AVNIR, dan ASTER VNIR untuk kajian padi dan tembakau (Murti, 2014); citra Landsat 8 ETM+ untuk kajian jati (Prana, 2014); citra SPOT 7 dan ALOS AVNIR-2 untuk kajian teh (Fauziana, 2016 dan Hardjo, 2014) dan lain sebagainya. Setiap citra memiliki karakteristik yang

(4)

berbeda-4

beda sehingga memberikan hasil pemodelan dan analisis yang berbeda pula untuk setiap jenis citra. Karakteristik citra satelit terkait dengan resolusinya baik resolusi spektral, spasial, temporal, maupun radiometrik. Dalam kajian ini citra yang digunakan adalah citra Landsat 8 OLI, Sentinel-2B, dan SPOT-7.

Resolusi spektral citra Landsat 8 OLI terdiri atas 6 band VNIR dan 3 band SWIR; citra Sentinel-2B terdiri atas 4 band VIR, 6 band SWIR, dan 3 band TIR; serta citra SPOT-7 terdiri atas 5 band VIR. Resolusi spasial untuk band VIR citra Landsat 8 OLI 30 meter, citra Sentinel-2B 10 meter, dan citra SPOT-7 sebesar 6 meter. Resolusi temporal citra Landsat 8 OLI selama 6 hari, citra Sentinel-2B selama 5 hari, dan citra SPOT-7 sebesar 3 hari. Resolusi radiometrik Landsat 8 OLI sebesar 8 bit, sedangkan citra Sentinel-2B dan SPOT-7 sebesar 12 bit. Diantara resolusi tersebut, perbedaan paling menonjol pada resolusi spasial masing-masing citra dimana resolusi spasial terendah adalah citra Landsat 8 OLI dan resolusi spasial tertinggi adalah SPOT-7. Perbedaan resolusi spasial ini tentu saja berdampak pada hasil perhitungan estimasi produksi. Resolusi spasial menengah memiliki piksel campuran yang lebih banyak dibandingkan dengan resolusi spasial tinggi dimana setiap piksel dapat terdiri atas pantulan beberapa objek. Akan tetapi resolusi spasial tinggi juga belum tentu memiliki hasil estimasi produksi yang lebih akurat, hal ini terkait dengan ukuran pohon yang dapat lebih besar dari ukuran piksel sehingga mengakibatkan kesalahan estimasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian estimasi produksi untuk beberapa resolusi spasial sehingga dapat diketahui citra dengan resolusi spasial yang memiliki tingkat akurasi terbaik untuk kajian estimasi produksi khususnya tanaman teh.

Perhitungan estimasi produksi teh dilakukan dengan beberapa pendekatan. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan adalah kerapatan vegetasi. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semakin rapat tajuk tanaman teh mengindikasikan semakin banyak pucuk teh yang terbentuk sehingga produksi teh pun semakin besar. Kerapatan tajuk tanaman teh dapat diperoleh dari citra penginderaan jauh melalui proses transformasi vegetasi. Adapun jenis transformasi yang digunakan dalam hal ini adalah Soil-adjusted Vegetation Index (SAVI) yang memanfaatkan citra dengan band merah dan band inframerah.

Nilai kerapatan tajuk dan nilai produksi tanaman teh pada citra penginderaan jauh dapat dilihat melalui nilai piksel citra satelit yang digunakan. Setiap citra memiliki karkateristik yang berbeda sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan bentuk hubungan antara nilai piksel citra satelit terhadap nilai kerapatan dan produksi pucuk

(5)

5

teh. Bentuk hubungan antara nilai piksel citra satelit terhadap nilai kerapatan dan produksi pucuk teh dapat diketahui melalui analisis statistik berupa analisis korelasi. Selain itu, melalui analisis korelasi juga dapat diketahui kekuatan hubungan antara nilai piksel citra satelit terhadap nilai kerapatan dan produksi pucuk teh (Sarwono, 2013).

Kabupaten Batang merupakan salah satu daerah penghasil teh di Jawa Tengah. Kabupaten Batang memiliki perkebunan teh dengan luas area terbesar di Provinsi Jawa Tengah yang dikelola oleh salah satu perusahaan swasta yaitu Perkebunan Teh PT Pagilaran. Adapun luas area perkebunan teh tersebut sebesar 1.100 ha (Direktorat Jendral Perkebunan, 2014). Perkebunan teh tersebut terdapat pada ketinggian 1000-1.700 mdpl. Area perkebunan teh tersebut cukup luas untuk dilakukan penelitian ini dimana data yang digunakan memiliki resolusi spasial yang bervariasi sehingga membutuhkan lokasi yang cocok untuk seluruh ukuran spasial data.

1.2. Rumusan Masalah

Citra penginderaan jauh memiliki keunggulan dalam hal biaya, waktu, dan tenaga sehingga banyak digunakan dalam berbagai macam bidang kajian salah satunya dalam bidang pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian utama di Indonesia sehingga data pertanian menjadi suatu hal yang krusial. Hal ini disebabkan data pertanian merupakan salah satu dasar pengambilan kebijakan oleh pemerintah.

Pemanfaatan citra penginderaan jauh dalam bidang pertanian dapat berupa perhitungan luas areal maupun pemetaan spasial areal pertanian. Selain itu, citra penginderaan jauh juga berpotensi untuk perhitungan estimasi produksi yang dalam hal ini berupa komoditas pertanian subsektor perkebunan (teh) (Rajapakse, 2000; Fauziana, 2016). Perhitungan estimasi produksi pucuk teh dengan citra penginderaan jauh pada umumnya menggunakan pendekatan semi-empiris yaitu dengan menghubungkan nilai piksel citra yang digunakan dengan nilai hasil survei lapangan. Namun setiap citra memungkinkan memiliki bentuk hubungan antara nilai piksel dan nilai lapangan yang berbeda karena karakteristik citra yang berbeda. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui bentuk hubungan antara nilai piksel citra penginderaan jauh terhadap nilai kerapatan dan produksi pucuk teh di lapangan.

(6)

6

Citra penginderaan jauh terus mengalami pembaruan dari waktu ke waktu mengakibatkan bervariasinya jenis citra yang ada dimana setiap satelit membawa sensor yang berbeda-beda dengan resolusi yang berbeda-beda pula khususnya resolusi spasial. Pemahaman karakteristik citra sangat dibutuhkan dalam pemilihan jenis citra yang akan digunakan khususnya dalam perhitungan estimasi produksi pucuk teh. Karakteristik citra sangat terkait dengan resolusi dimana setiap citra memiliki nilai resolusi yang berbeda-beda baik resolusi spasial, spektral, temporal, dan radiometrik.

Salah satu resolusi yang harus diperhatikan dalam pemilihan citra penginderaan jauh adalah resolusi spasial. Menurut Kamal, dkk (2015) ukuran piksel dapat mempengaruhi akurasi hasil estimasi menggunakan citra penginderaan jauh. Dengan demikian dapat diketahui bahwa resolusi spasial memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kebenaran atau akurasi estimasi khususnya produksi pucuk teh. Hal ini dikarenakan rerata diameter kanopi berpengaruh terhadap pemilihan ukuran piksel citra yang akan digunakan. Ukuran piksel yang terlalu besar akan menyebabkan kanopi teragregasi ke satu nilai piksel, sedangkan ukuran piksel yang terlalu kecil menyebabkan bervariasinya nilai piksel internal pada satu luasan kanopi pohon terlalu besar. Kedua kondisi tersebut memberikan hasil estimasi yang kurang tepat dengan tingkat akurasi yang cenderung rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian mengenai cara suatu citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang berbeda dapat memecahkan suatu masalah yang dalam hal ini adalah perhitungan estimasi produksi pucuk teh dengan tingkat akurasi yang dapat diterima.

Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk hubungan antara nilai piksel Landsat 8 OLI, Sentinel-2B, dan SPOT-7 terhadap nilai kerapatan dan produksi teh di perkebunan Teh PT Pagilaran Kabupaten Batang, Jawa Tengah?

2. Bagaimana citra Landsat 8 OLI, Sentinel-2B, dan SPOT-7 dapat digunakan untuk pemodelan estimasi produksi teh di perkebunan Teh PT Pagilaran Kabupaten Batang, Jawa Tengah?

3. Apa pengaruh resolusi spasial citra Landsat 8 OLI, Sentinel-2B, dan SPOT-7 terhadap tingkat akurasi hasil estimasi produksi tanaman teh di perkebunan Teh PT Pagilaran Kabupaten Batang, Jawa Tengah?

(7)

7 1.3. Tujuan

1. Mengetahui bentuk hubungan antara nilai piksel Landsat 8 OLI, Sentinel-2B, dan SPOT-7 terhadap nilai kerapatan dan produksi teh di perkebunan Teh PT Pagilaran Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

2. Pemodelan estimasi produksi teh menggunakan citra Landsat 8 OLI, Sentinel-2B, dan SPOT-7 di perkebunan Teh PT Pagilaran Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

3. Mengetahui pengaruh resolusi spasial citra Landsat 8 OLI, Sentinel-2B, dan SPOT-7 terhadap tingkat akurasi estimasi produksi tanaman teh di perkebunan Teh PT Pagilaran Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui bentuk hubungan antara nilai piksel citra penginderaan jauh dengan nilai kerapatan serta produksi teh di lapangan dan mengetahui pengaruh resolusi spasial citra penginderaan jauh terhadap tingkat akurasi hasil estimasi produksi tanaham teh di perkebunan Teh PT Pagilaran Kabupaten Batang, Jawa Tengah. 2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan dalam mengevaluasi, menganalisis perkembangan produksi teh, dan merumuskan kebijakan pengelolaan tanaman teh di perkebunan Teh PT Pagilaran Kabupaten Batang, Jawa Tengah sehingga produktifitas teh dapat terus meningkat sehingga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memenuhi kebutuhan teh di dalam maupun luar negeri.

Gambar

Tabel 1. 1 Luas Areal dan Produksi TEH Menurut Status Pengusahaan Tahun 2010-2015*

Referensi

Dokumen terkait

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

192 / 393 Laporan digenerate secara otomatis melalui aplikasi SSCN Pengolahan Data, © 2018 Badan

Variabel reliability (X 2 ), yang meliputi indikator petugas memberikan pelayanan yang tepat, petugas memberikan pelayanan yang cepat, petugas memberikan pelayanan

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) nilai rata-rata postes keterampilan komu- nikasi siswa pada kelas yang diterap- kan model pembelajaran berbasis

Menurut salah satu karyawan yang menjawab sangat setuju pada nilai inti tekad menjadi yang terbaik, yaitu semangat mencapai keunggulan dengan melakukan perbaikan dan

UPAYA GURU DALAM MEMBANTU PERKEMBANGAN FISIK MOTORIK ANAK PRASELASIAN MELALUI KEGIATAN BERMAIN DI TK ISTIQOMAH KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu